You are on page 1of 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja 2.1.1. Pengertian remaja Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia 1020 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun) (Behrman, Kliegman & Jenson, 2004). Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda. Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha & Windy, 1997). Menurut Pardede (2002), masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.

Universitas Sumatera Utara

Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas. Remaja merupakan suatu masa peralihan baik secara fisik, psikis, maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Arma, 2007).

2.1.2. Karakteristik Seksualitas Remaja Menurut Pardede (2002), masa remaja berhubungan dengan suatu fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan adalah proses biologis yang mengarah kepada kemampuan bereproduksi. Menurut Tukan (1993), pada masa ini seseorang mengalami perubahan ciri seks sekunder. Ciri seks sekunder individu dewasa adalah : a. Pada pria tampak tumbuh kumis, jenggot, dan rambut sekitar alat kelamin dan ketiak. Selain itu suara juga menjadi lebih besar/kasar, dada melebar serta kulit menjadi relatif lebih kasar. b. Pada wanita tampak rambut mulai tumbuh di sekitar alat kelamin dan ketiak, payudara dan pinggul mulai membesar dan kulit menjadi lebih halus. Selain tampaknya ciri seks sekunder, organ kelamin pada remaja juga mengalami perubahan ke arah pematangan, yaitu: a. Pada pria sejak usia remaja, testis akan menghasilkan sperma dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam perkawinan. b. Pada wanita, kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Pada saat ini perempuan akan mengalami ovulasi dan menstruasi. Selain mengalami perkembangan fisik, remaja juga mengalami perkembangan psikososial, karena kesadaran akan bentuk fisik yang bukan lagi anak-anak akan menjadikan remaja sadar meninggalkan tingkah laku anak-anaknya dan mengikuti norma serta aturan yang berlaku (Arma,2007) .

Universitas Sumatera Utara

Seiring dengan pertumbuhan remaja ke arah kematangan seksual yang sempurna, muncul jugalah hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan ( Mutadin, 2002).

2.2. Seks Bebas 2.2.1. Pengertian Seks Bebas Manusia adalah mahkluk seksual. Seksualitas diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara fisik, psikologis, dan dalam istilah-istilah perilaku : a. b. Aktivitas, perasaan dan sikap yang dihubungkan sengan reproduksi, dan ; Bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan di dalam kelompok. Dengan demikian seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksualnya yang khusus (Nugraha & Windy,1997). Menurut Mutadin (2002), pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkaraperkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Dalam hal ini tingkah laku seksual diurutkan sebagai berikut: 1. Berkencan 2. Berpegangan tangan 3. Mencium pipi

Universitas Sumatera Utara

4. Berpelukan 5. Mencium bibir 6. Memegang buah dada di atas baju 7. Memegang buah dada di balik baju 8. Memegang alat kelamin di atas baju 9. Memegang alat kelamin di bawah baju 10. Melakukan senggama Menurut Luthfie (2002), perilaku seks bebas adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Menurut Akbar (1992), perilaku seksual pranikah merupakan segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, berciuman, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sesama jenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Behrman, Kliegman & Jenson 2004).

2.2.2. Dampak seks bebas Perilaku seks bebas pada remaja akan menimbulkan beberapa manifestasi khususnya di kalangan remaja itu sendiri. Dampak yang berkaitan dengan perilaku seks bebas ini menurut BKKBN (2008) meliputi : a. b. c. d. e. Masalah penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS Kehamilan yang tidak diinginkan Dampak sosial seperti putus sekolah Kanker Infertilitas/kemandulan

Universitas Sumatera Utara

A.

Masalah Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS Masalah penyakit menular seksual dapat menyebabkan masalah kesehatan

seumur hidup,termasuk kemandulan dan rasa sakit kronis, serta meningkatkan resiko penularan HIV. Kasus HIV/AIDS yang ditemukan dari tahun ke tahun kian meningkat. Menurut WHO (2007) jumlah penderita AIDS di dunia ada sebanyak 33.300.000 dan di asia ada sebanyak 4.900.000 kasus. Di Indonesia sendiri menurut perkiraan Depkes RI pada tahun 2002 penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000 dan pada 2006 naik menjadi 193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditafsir menjadi 270.000 orang (Depkes RI, 2008). AIDS merupakan penyakit yang menakutkan umat manusia oleh karena dapat dipastikan bahwa penyakit ini akan membawa kematian dan sampai sekarang belum ditemukan obatnya atau vaksin pencegahnya (Ashari, 2000). Menurut Brook (2005), perkembangan vaksin masih sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna. AIDS adalah sekumpulan gejala (sindrom) dari berbagai keadaan yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus ini akan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan merusak sel-sel limfosit yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika daya tahan tubuh melemah, berbagai mikroorganisme dan penyakit dapat secara beruntun menyerang tubuh penderita AIDS sehingga dapat berakibat fatal hingga menyebabkan kematian (Komisi Penanggulangan AIDS, 2007). Media penularan HIV dapat melalui cairan sperma, cairan vagina dan darah. Yang termasuk golongan beresiko tinggi untuk terinfeksi HIV adalah orang yang menganut seks bebas (berganti-ganti pasangan), penderita penyakit yang sering mendapat transfusi darah, bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita HIV+/AIDS, dan pengunaan jarum suntik bersama/bergantian. Cara penularan yang paling nyata adalah melalui hubungan seksual (Zein, 2006).

Universitas Sumatera Utara

AIDS saat ini bisa memasuki kehidupan siapa saja, tanpa memandang umur, jenis kelamin, orientasi seksual, pekerjaan, atau gaya hidup. Yang membuat orang mempunyai resiko tinggi adalah perilakunya. Apa yang dilakukannya itu yang menentukan resiko tinggi terhadap penularan HIV, tidak peduli apapun kelompoknya (Yatim, 2006). Menurut Muma dan Borucki (1997), kegiatan dan/atau perilaku yang dianggap mempunyai resiko tinggi dan seringkali ada hubungannya dengan infeksi HIV antara lain hubungan seksual melalui anal serta kegiatan seksual lainnya yang potensial dapat menyebabkan seseorang terinfeksi oleh HIV. Kegiatan seksual lain yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya infeksi HIV antara lain : a) Anilungus : menginduksi hubungan intim di daerah anal dengan menggunakan lidah. b) Cunnilingus : menginduksi hubungan intim di daerah vagina/klitoris dengan menggunakan lidah (resiko lebih tinggi terutama saat menstruasi). c) Fellatio : menginduksi hubungan intim di daerah genital pria dengan menggunakan lidah dan penghisapan (resiko lebih tinggi bila terjadi ejakulasi di dalam mulut). d) Fisting : memasukkan atau meletakkan tangan, kepalan tangan, ataupun lengan bawah kedalam rektum atau vagina. e) Urolagnia : menginduksi hubungan intim dengan cara mengeluarkan urin ke kulit (lebih beresiko bila terdapat luka terbuka pada kulit, oral, vagina, atau rektum). f) Memakai benda-benda seks pada rektum dan/atau vagina: memasukkan sex toys pada rektum/vagina dapat menyebabkan perobekan pada mukosa, dimana luka yang terjadi dapat merupakan jalan masuk bagi virus.

B. Kehamilan yang Tidak Diinginkan Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali

Universitas Sumatera Utara

berakhir dengan aborsi. Menurut BKKBN (2006), 21 persen dari 63 persen remaja yang telah pernah berhubungan seksual melakukan aborsi. Menurut WHO (2009) sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan tiap tahun, 95% kelahiran tersebut terjadi pada negara dengan pendapatan yang rendah dan menengah. Angka rata-rata dari remaja yang melahirkan pada negara dengan pendapatan menengah lebih tinggi dua kali dibandingkan negara dengan pendapatan yang tinggi. Memiliki anak di luar nikah merupakan hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di luar nikah biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi. Sekitar 14% dari kejadian aborsi yang tidak aman pada negara dengan pendapatan yang rendah dan menengah dilakukan oleh remaja berusia 15-19 tahun, sekitar 2,5 juta remaja dilaporkan melakukan aborsi tiap tahun. Kehamilan yang terjadi pada remaja berdampak berat pada remaja seperti dikucilkan oleh masyarakat, diberhentikan dari sekolah dan menjadi bahan pembicaraan yang tidak enak dalam masyarakat. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat mendatangkan upaya aborsi yang tidak aman oleh tenaga non-profesional (Asfriyati,2006). Aborsi yang disengaja (induced abortion) seringkali beresiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada wanita yang lebih tua. Remaja cenderung menunggu lebih lama sebelum mencari bantuan karena tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan, atau bahkan mungkin mereka tidak sadar atau tahu bahwa mereka hamil (Triswan, Gordon, Hughes, Murphey & Wilson, 2000). Menurut BKKBN (2008), lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahli pun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu, apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion). Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya

Universitas Sumatera Utara

infertilitas. Secara psikologis seks pranikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap masyarakat. Menurut WHO (2003), kehamilan pada remaja memiliki resiko kematian lebih tinggi 2-4 kali.

2.3. Pendidikan Seksual Menurut Zulaini (2000), sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap seks masih merupakan hal yang tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan, pemberian informasi dan pendidikan seks. Akibatnya, jalur informasi yang benar dan bersifat mendidik sulit untuk dikembangkan dan mengimbangi jalur informasi yang salah dan menyesatkan yang berkembang bebas dan tidak legal. Remaja sering kali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi ataupun mengenai seksualitas. Padahal pada masa remaja rasa ingin tahu tersebut sangat tinggi, sehingga para remaja sering mencari sumber informasi mengenai seksualitas. Dari hasil penelitian Collins, Elliot, Berry, Kanouse, Kunkel, Hunter, et al (2004), menunjukkan bahwa eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda.

2.3.1. Pengertian Pendidikan Seksual Pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar remaja dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggung jawab ( Arma, 2007). Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk

Universitas Sumatera Utara

menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar (Mutadin, 2002).

2.3.2. Materi Pendidikan Seksual Pendidikan seksual yang diberikan dapat berupa dalam bentuk pendidikan kesehatan reproduksi remaja (PKRR). Materi PKRR meliputi pertumbuhan dan perkembangan remaja, perkembangan seksual remaja, kebersihan organ reproduksi, perilaku seksual beresiko, pergaulan bebas, PMS dan HIV/AIDS, pelecehan seksual, kehamilan dan persalinan, serta hak reproduksi remaja ( Arma, 2007). Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang baik harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia, nilai kultur dan agama, sebagai pendidikan akhlak dan moral (Mutadin, 2002).

2.3.2. Tujuan Pendidikan Seksual Tujuan pendidikan seksual adalah menciptakan sikap yang sehat terhadap seks dan seksualitas. Penyampaian materi pendidikan seksual dapat dilakukan di rumah,sekolah maupun di tempat ibadah. Disini peranan orang tua dan masyarakat sangat diperlukan, terutama untuk dapat memberikan informasi kepada remaja mengenai kesehatan reproduksi dan apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka (Abineno, 1999). Pendidikan seksual bukan seolah-olah menyetujui remaja melakukan hubungan seksual melainkan bermaksud menanamkan rasa tanggung jawab dikalangan remaja tentang perilaku seksualnya dan kesehatan reproduksinya (BKKBN, 2005). Menurut Mutadin (2002), pendidikan seksual bertujuan untuk membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang

Universitas Sumatera Utara

menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja. Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut : a. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja. b. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab) c. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi d. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga. e. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual. f. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. g. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan. h. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2.4. Pengetahuan Menurut Notoadmojo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra perasa dan indra peraba. Pengetahuan seseorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu dilingkungannya. Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (know) adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (application) adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek .

2.5. Sikap Sikap secara sederhana didefenisikan sebagai ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap beberapa hal (Rahayuningsih, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Notoadmojo (2007), sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Seperti pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespons (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. Ini merupakan indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Ini merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara

You might also like