You are on page 1of 16

KAJIAN POLITIK HUKUM TERHADAP HUKUM KONTRAK/PERJANJIAN

KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN

Pengertian dari Politik Hukum1 adalah bagian dari ilmu hukum yang

mengkaji segala aktivitas Negara dan perundang-undangan, dalam rangka

mewujudkan hukum nasional yang dicita-citakan.

Sesuai dengan hal tersebut maka hukum nasional yang dicita-citakan

adalah hukum yang ideal bagi masyarakat Indonesia yang dalam hal ini telah

dirumuskan oleh para Pendiri Negeri ini dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu

Pancasila dengan isi sebagai berikut2 :

“ Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah

Kemerdekaan Kebagsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar

Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik

Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan

Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “


1
Bahan Kuliah Politik Hukum oleh Prof. Dr. Sudjito bin Atmoredjo, SH, MSi
2
Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 Paragraf 4

Page 1 of 16
Sehingga perlu dibahas bersama-sama bentuk ideal seperti apakah dari

perundang-undangan yang menyangkut hukum kontrak/perjanjian konstruksi

yang berlaku di Indonesia.

Sedangkan pengertian dari kontrak/perjanjian itu sendiri menurut Pasal

1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Khususnya lagi dalam Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa

konstruksi pengertian Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen

yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa

dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Kontrak/Perjanjian dalam bidang konstruksi berbentuk surat perjanjian

diantara dua pihak untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi dan

kontrak/perjanjian tersebut dalam bidang pekerjaan konstruksi merupakan

suatu alat untuk menjamin keterlaksanaan pekerjaan yang akan dilaksanakan

berjalan dengan baik. Selain dari hal tersebut kontrak juga berisi aturan-aturan,

hak dan kewajiban para pihak yang terkait sehingga pihak-pihak tersebut dapat

melaksanakan pekerjaan yang dikontrakkan secara lebih baik.

Kontrak tersebut mengikat para pihak yang membuatnya sesuai dengan

yang tercantum dalam KUHPerdata Pasal 1338 dimana disebutkan : “Semua

Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain

dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang

ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad

baik”. Didasari Oleh Pasal KUHPerdata tersebut biasanya kontrak/perjanjian

konstruksi di buat.
Page 2 of 16
B. PERMASALAHAN

Dengan adanya asas kebebasan berkontrak sesuai pasa 1338

KUHPerdata yang telah disebutkan di atas. Dimana asas ini menyebutkan

bahwa Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap


Page 3 of 16
(optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala

dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka

diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari

pasal-pasal hukum perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri

kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu3. Hal-

hal tersebut tentunya selama tidak bertentangan dengan sarat sahnya

perjanjian sesuai dalam KUHPerdata Pasal 1320 yaitu :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Oleh sebab adanya asas kebebasan berkontrak tersebut batasan

pembuatan kontrak sebagai sebuah perjanjian sangat luas, dan menurut

subekti4 : “Hukum benda menganut sistem tertutup, sedangkan Hukum

Perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda

adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda

itu bersifat memaksa, sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan

yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang

berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan”.

Sehingga menyebabkan para pihak yang membuat perjanjian khususnya

perjanjian untuk pekerjaan konstruksi banyak yang berat sebelah, yaitu

menguntungkan salah satu pihak (dalam hal ini menguntungkan pihak Pemberi

Tugas/Owner/Pengguna Jasa) hal tersebut bertentangan dengan dasar politik


3
Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 13
4
Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 13

Page 4 of 16
hukum kita yang berdasarkan Pancasila dimana sebuah perjanjian sebagai

undang-undang bagi pembuatnya dapat membuat para pihak yang terkait

dalam perjanjian tersebut merasakan suatu hal yang adil, berimbang dan yang

paling penting menjadi hal yang membuat aman (tanpa ketakutan) bagi para

pihak yang membuatnya.

Maka dengan sebab itulah seharusnya pemerintah sebagai unsur

pembuat peraturan untuk membuat peraturan tata cara pembuatan

kontrak/perjanjian di bidang konstruksi yang berlandaskan dasar negara

Indonesia yaitu Pancasila.

C. PEMBAHASAN PERMASALAHAN

Peraturan-peraturan ataupun undang-undang yang mengatur

kontrak/perjanjian konstruksi sebenarnya sudah dimiliki oleh pemerintah,

namun effektif atau tidaknya peran dari undang-undang atau peraturan tersebut

dalam mengatur berjalannya kontrak/perjanjian konstruksi yang ada di

Indonesia masih perlu dipertanyakan.

Page 5 of 16
Berikut ini pembahasan mengenai isi dari undang-undang maupun

peraturan yang mengatur mengenai masalah kontrak/perjanjian konstruksi :

1. Undang – undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Undang-undang ini dibuat atas dasar bahwa5 dalam

pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting

dan strategis mengingat jasa konstruksi menghasilkan produk akhir

berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana

maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan

perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan

budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata

materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945. Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, jasa

konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya

berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam

penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Sebenarnya dasar yang dijadikan patokan pembuatan undang-

undang ini sudah sangaT benar karena didasari oleh Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar dari semua

peraturan yang berlaku di Indonesia.

Lalu kita lihat ke Pasal 2 UU No. 18 tahun 1999 ini disebutkan

bahwa6 : Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran

dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian,

keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan


5
Penjelasan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, I. Umum huruf 1.
6
Pasal 2 UU No. 18 tahun 1999 mengenai Jasa Konstruksi

Page 6 of 16
masyarakat, bangsa, dan negara. Dimana dalam penjelasan pasal

tersebut disebutkan bahwa : Asas Kejujuran dan Keadilan mengandung

pengertian kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa

konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna

memperoleh haknya. Hal ini yang selalu menjadi masalah biasanya

terjadi dimana Pihak Pengguna Jasa/Owner/Pemberi Tugas sering

melupakan kewajibannya sehingga setelah Penyedia Jasa/Kontraktor

melaksanakan kewajibannya haknya terkadang kurang diperhatikan.

Dalam Bagian Ketiga Pasal 22 dari Undang-undang ini baru

dibahas mengenai bentuk Kontrak Kerja Konstruksi, dimana dalam ayat

(2) dibahas Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus

mencakup uraian mengenai7 :

a. para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;

b. rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang

lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;

c. masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang

jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi

tanggung jawab penyedia jasa;

d. tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan

kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.

e. hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk

memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk

memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa

7
Pasal 22 (2) UU No. 18 tahun 1999 mengenai Jasa Konstruksi

Page 7 of 16
untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya

melaksanakan pekerjaan konstruksi.

f. cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban

pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan

konstruksi;

g. cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam

hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana

diperjanjikan;

h. penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara

penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

i. pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang

pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat

dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;

j. keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang

kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak,

yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

k. kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban

penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan;

l. perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban

para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja

serta jaminan sosial;

m. aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam

pemenuhan ketentuan tentang lingkungan.

Hal-hal tersebut sudah cukup untuk dijadikan dasar dalam

pembuatan suatu kontrak yang adil dan berimbang tetapi untuk undang-
Page 8 of 16
undang ini tidak membahas secara detail mengenai apa yang menjadi

hak dan kewajiban para pihak serta aturan-aturan detail yang lainnya,

antara lain hak atas ganti rugi yang berhak diterima penyedia

jasa/kontraktor.

Penjabaran secara detail ini akan dibahas dalam Peraturan

Pemerintah (PP) No. 29 tahun 2000 mengenai Penyelenggaraan Jasa

Konstruksi seperti disebutkan dalam Pasal 22 (8) Undang – undang ini.

Dan yang terakhir adalah Pasal 41 Undang – Undang ini

menyebutkan bahwa Penyelenggara pekerjaan konstruksi (Pengguna

Jasa dan Penyedia Jasa) dapat dikenai sanksi adminstratif dan/atau

pidana atas pelanggaran Undang - undang ini.

2. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tetntang Penyelenggaraan

Jasa Konstruksi

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Peraturan

Pemerintah ini merupakan penjabaran secara detail dari Undang –

undang No. 18 tahun 1999 mengenai Jasa Konstruksi. Pada Peraturan

Pemerintah ini menjabarkan secara lebih detail dari Undang – Undang

tersebut di atas.

Bagian yang memuat tentang kontrak kerja konstruksi dimuat

dalam Bab III Peraturan Pemerintah tersebut. Dimana pada Pasal 20

menyebutkan bahwa kontrak kerja kontruksi dapat dibedakan

berdasarkan :

a. Bentuk imbalan

b. Jangka waktu pelaksanaan


Page 9 of 16
c. Cara pembayaran

Dilihat dari hal tersebut Peraturan Pemerintah ini terlihat lebih detail dari

Undang – undangnya.

Dalam pasal 23 Peraturan pemerintah ini dijabarkan hal yang sama

sesuai dalam pasal 22 pada Undang – undang No. 18 tahun 1999

namun dijabarkan secara lebih detail yaitu pada isi minimal dari suatu

kontrak kerja konstruksi.

Yang menarik dari Peraturan Pemerintah ini adalah yaitu dalam

Penjelasan mengenai Pasal 24 dimana penjelasan tersebut berisikan

hal-hal yang menjadi kewajiban dan hak semua pihak (baik itu

pengguna jasa, perencana konstruksi dan pelaksana konstruksi) dalam

hal :

a. Tahap perencanaan, dimana tahap ini dibagi lagi antara lain :

• Kegiatan penyiapan

• Kegiatan pengerjaan perencanaan

• Kegiatan pengakhiran perencanaan

b. Tahap pelaksanaan, dimana tahap ini dibagi lagi antara lain :

• Kegiatan penyiapan

• Kegiatan pengerjaan pelaksanaan

• Kegiatan pengakhiran pelaksanaan

Dalam point-point tersebut di atas bahkan telah menyebutkan hal ganti

rugi yang didapatkan oleh Penyedia jasa (perencana konstruksi dan

pelaksana konstruksi) dalam hal pihak Pengguna jasa Wanprestasi, hal

ini sangatlah jarang dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi

Page 10 of 16
disebabkan hal ini merupakan hak penyedia jasa untuk melakukan

klaim ganti rugi kepada Pengguan Jasa.

Dilihat dari isi dari Peraturan Pemerintah beserta penjelasannya,

maka dirasakan peraturan ini mengatur secara adil hak dan kewajiban

para pihak dalam melaksanakan kontrak kerja konstruksi.

3. Keputusan Persiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Dilihat dari jenis dan judul Keputusan Presiden ini dapat dimaknai

bahwa Keputusan Presiden ini hanya berlaku untuk pengadaan

barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah atau bisa disebut pihak

Pengguna Jasanya adalah Pemerintah.

Dalam Keputusan Presiden ini lebih menitik beratkan pada bagaimana

tata cara pengadaan barang/jasa oleh pemerintah, khususnya untuk

Kontrak Kerja Konstruksi dibahas dalam Bagian Kesebelas mengenai

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang berisikan :

a. Pasal 29 mengenai Isi minimal dari kontrak

b. Pasal 30 mengenai Jenis kontrak

c. Pasal 31 mengenai Penandatanganan kontrak

d. Pasal 32 mengenai Hak dan Tanggung Jawab para pihak dalam

pelaksanaan kontrak

e. Pasal 33 mengenai Pembayaran Uang Muka dan Prestasi

Pekerjaan

f. Pasal 34 mengenai Perubahan Kontrak

g. Pasal 35 mengenai Penghentian dan Pemutusan Kontrak


Page 11 of 16
h. Pasal 36 mengenai Serah terima pekerjaan

i. Pasal 37 mengenai Sanksi

j. Pasal 38 mengenai Penyelesaian perselisihan

Hal ini didetailkan kembali dalam Lampiran I Keputusan Presiden ini

pada Bab II huruf C mengenai Penyususnan Kontrak yang isinya antara

lain :

a. Surat Perjanjian yang terbagi atas :

• Pembukaan yang meliputi Judul kontrak, nomor kontrak,

tanggal kontrak, kalimat pembuka, penandatangan kontrak

dan para pihak dalam kontrak

• Isi meliputi obyek yang dikontrakkan sesuai jenis

pekerjaannya, persetujuan atas besarnya harga kontrak,

beberapa dokumen yang menjadi kesatuan dengan kontrak,

jierarki dokumen, pernyataan setuju melaksanakan kewajiban

masing-masing pihak, jangka waktu pelaksanaan dan

pernyataan efektif berlakunya kontrak

• Penutup meliputi persetujuan para pihak dalam

melaksanakan perjanjian dan tanda tangan para pihak

b. Syarat-syarat umum kontrak berisi mengenai peratutar yang baku

dalam hal pelaksanaan kontrak kerja pengadaan barang/jasa

tersebut.

c. Syarat-syarat khusus kontrak berisi mengenai ketentuan-ketentuan

yang merupakan perubahan, tambahan dan/atau penjelasan dari

ketentuan-ketentuan yang ada dalam syarat-syarat umum kontrak.

Page 12 of 16
d. Dokumen lainnya yang menjadi bagian dari kontrak adalah

dokumen yang memilika kaitan dengan kontrak.

Ada point yang jarang ditemuai dalam kontrak kerja konstruksi pada

umumnya yaitu pada syarat-syarat umum kontrak yang memuat

masalah kompensasi dimana disebutkan antara lain8 :

Kompensasi dapat diberikan kepada penyedia jasa bilamana dapat dibuktikan


merugikan penyedia jasa dalam hal sebagai berikut :
(1) Pihak pengguna jasa memodifikasi atau mengubah jadual yang dapat
mempengaruhi pekerjaan penyedia jasa
(2) Keterlambatan pembayaran kepada penyedia jasa
(3) Pihak pengguna jasa tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi atau instruksi
sesuai jadual yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan
(4) Pihak penyedia jasa belum bisa masuk ke lokasi sebagaimana yang diperjanjikan
dalam kontrak
(5) Pihak pengguna jasa menginstruksikan kepada pihak penyedia jasa untuk
melakukan pengujian tambahan yang setelah dilaksanakan pengujian ternyata
tidak diketemukan kerusakan/kegagalan/penyimpangan
(6) Kompensasi lain yang dirinci dalam syarat khusus kontrak

Hal tersebut sangatlah jarang ditemui untuk kontrak-kontrak yang

dilakukan dengan pihak selain pihak pemerintah, hal tersebut

dikarenakan Keputusan Presiden ini hanya berlaku untuk pengadaan

barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah sehingga pihak-pihak lain

selain pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk mematuhi

Keputusan Presiden ini.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.43/PRT/M/2007 tentang

Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini merupakan penjabaran dari

Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 mengenai Pedoman

8
Lampiran I Keppres No. 18 Tahun 2003 huruf C.2.b.3) d) mengenai Kompensasi

Page 13 of 16
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dikhususkan

untuk lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini dimaksudkan untuk digunakan

pedoman, dalam pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi di lingkungan

Departemen Pekerjaan Umum seperti yang disebutkan dalam Pasal 2

Peraturan ini.

Dimana untuk Kontrak Kerja Konstruksi dibahas dalam lampiran

Peraturan ini yaitu pada Buku 1 mengenai Standar Dokumen

Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi

(Pemborongan) Kontrak Harga Satuan Bab III.e, Bab IV dan Bab V.

Namun dalam Peraturan ini tidak disebutkan sanksi jika pihak

pengguna jasa yang dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum tidak

mengikuti standar ini.

Page 14 of 16
D. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pembuatan Undang –

Undang, Peraturan serta Keputusan dari Pemerintah sudah mengacu pada

Politik Hukum Negara Indonesia yaitu hukum yang ideal bagi seluruh

masyarakat Indonesia. Dimana didalam Undang – Undang, Peraturan dan

Keputusan tersebut sudah mengacu pada hak – hak dan kewajiban dari para

pihak yang melakukan Kontrak kerja Konstruksi. Namun dalam pelaksanaannya

para pelaksana/pembuat kontrak kerja konstruksi (khususnya Pengguna

Jasa/Pemberi Tugas/Owner) masih terlalu mengedepankan azas dari

kebebasan berkontrak pada Pasal 1338 KUHPerdata, padahal disebutkan

bahwa perjanjian harus dibuat secara sah terlebih dahulu atau dalam kata lain

harus sesuai dengan Undang – Undang atau Peraturan yang berlaku terlebih

dahulu sebelum dijadikan undang – undang bagi para pihak yang membuatnya.

Oleh karena hal tersebut maka batasan Undang – Undang tersebutlah

perjanjian itu di buat, dan sebenarnya hal tersebut telah dilakukan oleh

pemerintah negara kita seperti tercantum dalam Undang – Undang No. 18


Page 15 of 16
tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun

2000 mengenai Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

E. DAFTAR PUSTAKA

1. Bahan Kuliah Politik Hukum oleh Prof. Dr. Sudjito bin Atmoredjo, SH,

Msi

2. Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta

3. Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

4. Undang – Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

5. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Jasa Konstruksi

6. Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. No.43/PRT/M/2007 tentang

Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi

Page 16 of 16

You might also like