You are on page 1of 43

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup untuk dapat menjalankan

segala aktivitasnya. Pengaruh air sangat luas bagi kehidupan, khususnya untuk makan dan minum. Orang akan mengalami dehidrasi atau terserang penyakit bila kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh manusia terdiri dari air. Manusia memerlukan air sekitar 1,5 L per hari untuk minum. Angka tersebut tentunya akan bervariasi dari satu daerah dengan yang lain, tergantung pada situasi, iklim dan suhu setempat. Konsumsi air pada daerah beriklim panas lebih banyak daripada daerah beriklim dingin (Hiskia, A., 1997). Air dibutuhkan oleh organ tubuh manusia untuk melangsungkan metabolisme, sistem asimilasi, menjaga keseimbangan cairan tubuh,

memperlancar proses pencernaan, melarutkan dan membuang racun dari ginjal. Air yang cukup dan layak masuk ke dalam tubuh akan membantu berlangsungnya fungsi tersebut dengan sempurna. Jumlah air yang cukup mutlak diperlukan, lebih dari itu air yang mengandung polutan dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Pitojo, S., dan Purwantoyo, E. 2003). Peraturan Menteri Kesehatan nomor 416 tahun 1990 menyebutkan, bahwa yang dimaksud air adalah air minum, air bersih, air kolam renang dan air pemandian umum. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air bersih adalah air yang digunakan
1

untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air kolam renang adalah air di dalam kolam renang yang digunakan untuk olah raga renang dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Air pemandian umum adalah air yang digunakan di tempat pemandian umum tidak termasuk pemandian untuk pengobatan tradisional dan kolam renang yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan (Depkes RI, 1990). Beberapa persyaratan yang perlu diketahui mengenai kualitas air tersebut baik secara fisik, kimia dan juga mikrobiologi. Syarat fisik, antara lain: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, suhu tidak berbeda lebih dari 3 oC dari suhu udara dan tidak meninggalkan endapan. Syarat kimiawi, antara lain: tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 8,5. Syarat mikrobiologi, antara lain: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit (Depkes RI, 2002). Pemerintah dalam hal ini perusahaan daerah air minum berusaha mencukupi kebutuhan masyarakat akan air bersih melalui pengolahan air minum yang bahan bakunya berupa air permukaan. Proses yang dilakukan dalam mengolah air minum meliputi, presedimentasi, koagulasi-flokulasi, klarifikasi, filtrasi, sedimentasi, dan disinfeksi (Depkes RI, 1990). Proses disinfeksi yang banyak digunakan adalah klorinasi, karena klor efektif sebagai disinfektan dan harganya terjangkau . Tujuan klorinasi adalah mengurangi dan membunuh mikroorganisme yang ada di dalam air baku. Kaporit

umumnya digunakan sebagai sumber klor. Salah satu kelemahan desinfeksi menggunakan kaporit adalah terbentuknya senyawa trihalometan yang merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik. Ada korelasi positif antara konsentrasi kaporit dengan terbentuknya trihalometan. Semakin tinggi konsentrasi kaporit yang digunakan, semakin tinggi pula konsentrasi trihalometan yang terbentuk (Sururi dkk, 2008). Suatu penelitian menunjukkan bahwa air minum yang mengandung klorin dapat menyebabkan terjadinya serangan kanker kandung kemih, dubur ataupun usus besar. Pada wanita hamil dapat mengakibatkan bayi cacat dengan kelainan otak atau urat syaraf tulang belakang, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur atau bahkan keguguran kandungan (Permanajaya, 2010). Salah satu cara untuk menghindari terbentuknya senyawa yang membahayakan kesehatan tersebut adalah mencari bahan kimia disinfektan alternatif yang tidak menghasilkan senyawa trihalometan (Chandra B, 2007). Diantara alternatifnya adalah hidrogen peroksida (H2O2) dan pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+). Hidrogen peroksida sering digunakan dalam dunia kesehatan sebagai disinfektan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Bahan inipun digunakan sebagai antiseptik pada akuarium. Hidrogen peroksida merupakan antiseptik yang efektif dan nontoksik. Adanya ion-ion logam yang umumnya terdapat di dalam sitoplasma sel menyebabkan terbentuknya radikal superoksida (.O2-) selama pembentukan oksigen yang akan bereaksi dengan gugus bermuatan negatif dalam protein dan selanjutnya akan menginaktifkan sistem enzim yang penting (Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 2009).

Dalam proses pengolahan air sering digunakan campuran hidrogen peroksida dengan besi(II) sulfat. Pada tahun 1894 Fenton telah melaporkan bahwa campuran besi((II) sulfat dengan hidrogen peroksida merupakan suatu larutan yang mempunyai daya oksidasi yang sangat kuat. Larutan ini selanjutnya disebut sebagai pereaksi Fenton (Zhang et al., 2005).

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan beberapa masalah: a. Berapakah kadar optimal hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton [H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan? b. Bagaimanakah efektivitas hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton [H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan?

1.3

Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : a. Menentukan kadar optimal hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan. b. Menentukan efektivitas hidrogen peroksida (H2O2), pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] sebagai disinfektan

1.4

Manfaat Penelitian a. Memberi masukan kepada perusahaan pengolahan air minum tentang bahan kimia alternatif sebagai disinfektan. b. Memberi informasi tentang efektivitas hidrogen peroksida (H 2O2), pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+), dan kaporit [Ca(OCl)2] disinfektan.
c. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1

Kajian Tentang Air

2.1.1 Sifat kimia dan fisika air Nama Sistematis Nama Alternatif Rumus Molekul Massa Molar Densitas dan Fase Titik Lebur Titik Didih Kalor Jenis : air : aqua, dihidrogenmonoksida, Hidrogen hidroksida : H2 O : 18,0153 g/mol : 0,998 g/cm (cair pada 20 C) ; 0,92 g/cm (padat) : 0 oC : 100 oC : 4184 J/kg.K (cair pada 20 oC)

Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H 2O, artinya satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan suhu 273,15 K (0 oC). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting karena mampu melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan senyawa organik (Scientist N., 2010). Atom oksigen memiliki nilai

keelektronegatifan yang sangat besar, sedangkan atom hidrogen memiliki nilai


6

keelektronegatifan paling kecil diantara unsur-unsur bukan logam. Hal ini selain menyebabkan sifat kepolaran air yang besar juga menyebabkan adanya ikatan hidrogen antar molekul air. Ikatan hidrogen terjadi karena atom oksigen yang terikat dalam satu molekul air masih mampu mengadakan ikatan dengan atom hidrogen yang terikat dalam molekul air yang lain. Ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan air memiliki sifat-sifat yang khas. Sifat-sifat khas air sangat menguntungkan bagi kehidupan makhluk di bumi (Achmad, 2004). Hal sama dikemukakan oleh Dugan (1972), Hutchinson (1975) dan Miller (1992) yang menyatakan bahwa air memiliki beberapa sifat khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain. Diantara sifat-sifat tersebut adalah : Air memiliki titik beku 0
o

C dan titik didih 100 oC (jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan secara teoritis),

sehingga pada suhu sekitar 0 oC sampai 100 oC yang merupakan suhu yang sesuai untuk kehidupan, air berwujud cair. Hal ini sangat menguntungkan bagi makhluk hidup, karena tanpa sifat ini, air yang terdapat pada jaringan tubuh makhluk hidup maupun yang terdapat di laut, sungai, danau dan badan perairan yang lain mungkin ada dalam bentuk gas ataupun padat. Sedangkan yang diperlukan dalam kehidupan adalah air dalam bentuk cair. Air memiliki perubahan suhu yang lambat. Sifat ini merupakan penyebab air sebagai penyimpan panas yang baik, sehingga makhluk hidup terhindar dari ketegangan akibat perubahan suhu yang mendadak. Suhu lingkungan akan terjaga tetap sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan untuk kehidupan. Air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia, sehingga disebut sebagai pelarut universal. Sifat ini memungkinkan terjadinya pengangkutan nutrien yang larut ke

seluruh jaringan makhluk hidup dan pengeluaran bahan-bahan toksik yang masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Sifat ini mengakibatkan air dapat membasahi suatu bahan secara baik. Hal ini juga dapat mendukung terjadinya sistem kapiler, yaitu kemampuan untuk bergerak dalam pipa kapiler. Keuntungan dari adanya sistem kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik menyebabkan air dapat membawa nutrien dari dalam tanah ke dalam jaringan tumbuhan (akar, batang dan daun). Air merupakan satusatunya senyawa yang mengembang ketika membeku. Hal ini mengakibatkan densitas es lebih rendah daripada air, sehingga es akan mengapung di atas air. Keuntungan yang diperoleh dari sifat ini adalah kehidupan organisme akuatik pada daerah beriklim dingin tetap berlangsung, karena air yang membeku hanya ada di permukaan perairan saja. 2.1.2 Sumber air Air yang ada di permukaan bumi berasal dari beberapa sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dibagi menjadi tiga, yaitu air hujan, air permukaan dan air tanah. Air hujan merupakan sumber utama dari air di bumi. Air ini pada saat pengendapan dapat dianggap sebagai air yang paling bersih, tetapi pada saat di atmosfer cenderung mengalami pencemaran oleh beberapa partikel debu, mikroorganisme dan gas (misal : karbon dioksida, nitrogen dan amonia). Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa dan sumur permukaan. Sebagian besar air permukaan ini berasal dari air hujan dan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah dan lainnya. Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi, kemudian mengalami

penyerapan ke dalam tanah dan penyaringan secara alami. Proses-proses ini menyebabkan air tanah menjadi lebih baik dibandingkan air permukaan (Chandra,B., 2007). 2.1.3 Manfaat air Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga perempat bagian dari tubuh manusia terdiri dari air. Air digunakan untuk mendukung hampir seluruh kegiatan manusia. Sebagai contoh, air digunakan untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan membersihkan lingkungan rumah. Air juga dimanfaatkan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi dan transportasi. Air dibutuhkan organ tubuh untuk membantu terjadinya proses metabolisme, sistem asimilasi, keseimbangan cairan tubuh, proses pencernaan, pelarutan dan pengeluaran racun dari ginjal, sehingga kerja ginjal menjadi ringan (Chandra, B., 2007). 2.1.4 Penggolongan air Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, Bab III pasal 7 menyebutkan bahwa ada empat golongan air menurut peruntukannya, yaitu : Air golongan A, adalah air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan lebih dulu; Air golongan B, adalah air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum; Air golongan C, adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan; dan Air golongan D, adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan

10

pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan usaha perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air. 2.1.5 Karakteristik air 2.1.5.1 Karakteristik fisika air Karakteristik fisika air meliputi: kekeruhan, suhu, warna, zat padat terlarut, bau dan rasa. Penyebab terjadinya kekeruhan dapat berupa bahan organik maupun anorganik, seperti lumpur dan limbah industri. Suhu air mempengaruhi jumlah oksigen terlarut. Makin tinggi suhu air, jumlah oksigen terlarut makin rendah. Warna air dapat dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi dan senyawa-senyawa organik. Bau dan rasa dapat disebabkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga, juga oleh adanya gas H2S hasil peruraian senyawa organik yang berlangsung secara anaerobik (Hanum, F., 2002). 2.1.5.2 Karakteristik kimia air Karakteristik kimia air meliputi: pH, DO (dissolved oxygent), BOD (biological oxygent demand), COD (chemical oxygent demand), kesadahan dan senyawa kimia beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi. Beberapa senyawa beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam bentuk ion, yang bentuk tersebut dipengaruhi oleh pH. Dissolved Oxygen menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut berasal dari hasil fotosintesa selain dari absorbsi atmosfer. Makin tinggi jumlah oksigen terlarut mutu air makin baik.

11

Biology Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air secara biologi. Makin tinggi nilai BOD menunjukkan tingginya jumlah bahan organik dan mutu air makin rendah. Chemical Oxygen Demand (COD) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik dalam air secara kimia. Makin tinggi nilai COD menunjukkan tingginya jumlah bahan organik dan mutu air makin rendah. Kesadahan air mempengaruhi efisiensi pemakaian sabun. Kesadahan air disebabkan oleh adanya garam-garam kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air. Adanya senyawa arsen meskipun dalam jumlah yang kecil dapat merupakan racun bagi manusia (Hanum, F., 2002). 2.1.6 Air bersih Air yang dikonsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Yang dimaksud bersih dan aman adalah memenuhi beberapa kriteria berikut. Air harus bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit. Air tidak boleh mengandung bahan kimia yang berbahaya maupun beracun. Air tidak berasa dan tidak juga berbau. Jumlah air cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik dan rumah tangga. Air memenuhi standar yang ditentukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) atau Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Chandra, B., 2007).

12

2.1.7 Air minum Pengertian air minum adalah air yang diperlukan untuk keperluan hidup rumah tangga, meliputi air untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan membersihkan rumah. Agar air minum tidak mengganggu kesehatan manusia harus memenuhi persyaratan fisika, kimia dan bakteriologis yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan. Persyaratan fisika adalah persyaratan air yang dapat dilihat, dirasa maupun dibau. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang persyaratan air bersih dan air minum mencantumkan bahwa air minum harus tidak berbau, jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan perbedaan suhu air dengan suhu ruang tidak boleh lebih dari 3 oC. Persyaratan kimia meliputi kadar atau kandungan zat kimia dalam air. Air minum tidak boleh mengandung zat kimia yang mengganggu kesehatan manusia dan zat yang bersifat korosif karena dapat merusak pipa air minum. Persyaratan bakteriologis meliputi kandungan mikroorganisme atau jasad renik yang terdapat dalam air minum. Persyaratan tersebut antara lain, jumlah kuman yang terdapat dalam air minum tidak boleh lebih dari 100 kuman per satu mili liter air, air minum tidak boleh mengandung bakteri coli begitu pula bakteribakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit cholera, tipus, disentri dan gastroenteritis. 2.1.8 Pencemaran air Pencemaran air disebabkan oleh masuknya bahan pencemar yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Bahan-bahan tersebut masuk ke

13

dalam badan air melalui atmosfer maupun tanah. Sumber pencemar dapat tersebar atau pada lokasi tertentu. Limbah dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limbah dari daerah pemukiman dan limbah dari daerah perkotaan adalah contoh sumber pencemar yang tersebar. Knalpot mobil, cerobong asap mobil dan saluran limbah industri merupakan contoh sumber pencemar pada lokasi tertentu (Davis, M.L. and Cornwell, D.A., 1991). 2.1.9 Pengolahan air bersih Air yang dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan karena air merupakan media paling baik untuk berkembangnya mikroorganisme. Pengolahan air untuk memperoleh air yang memenuhi persyaratan perlu dilakukan. Tahapan-tahapan dalam proses pengolahan air adalah penyimpanan, penyaringan dan klorinasi (Chandra, B., 2007). Air baku yang berupa air sungai, air hujan atau air tanah dialirkan ke dalam bak penampung dan disimpan. Air yang disimpan mengalami proses pemurnian secara alami yang meliputi proses fisika, kimia dan biologis. Secara fisika partikel terlarut dengan ukuran cukup besar akan mengendap dan terpisah dari air. Oksigen bebas dalam air digunakan oleh bakteri aerobik untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dan organisme patogen berangsur-angsur mati (Chandra, B., 2007). Penyaringan dilakukan untuk memisahkan partikel-partikel yang tidak terendapkan selama penyimpanan. Proses penyaringan ini melibatkan proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Koagulasi dilakukan dengan penambahan

14

koagulan, misal alum [Al2(SO4)3]. Tujuan flokulasi adalah untuk memperbesar ukuran gumpalan yang terbentuk dengan cara memutar secara pelan. Sedangkan dalam proses sedimentasi terjadi pengendapan gumpalan yang juga mengikat bakteri. Penyaringan dilakukan untuk mengambil sisa-sisa partikel yang masih ikut dalam air (Chandra, B., 2007). Proses pembunuhan kuman atau disinfeksi disebut klorinasi karena yang dilakukan selama ini adalah penambahan senyawa klor, baik berupa gas klor, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida ataupun kloramin. Senyawa klor yang sering digunakan adalah kalsium hipoklorit (Chandra, B., 2007). 2.2 Kajian Tentang Disinfektan

2.2.1 Pengertian disinfektan Disinfektan adalah perlakuan fisika atau senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Disinfeksi adalah proses yang dilakukan dengan tujuan membunuh kuman. Disinfeksi terhadap air perlu dilakukan, karena mikroorganisme sangat cepat berkembang di dalam air (Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 2009). Selanjutnya dalam penelitian ini yang dimaksud disinfektan adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme. 2.2.2 Penggolongan disinfektan Disinfektan dibagi dalam beberapa golongan, antara lain: fenol dan senyawa fenolik, bisfenol, golongan biguanida, golongan halogen, golongan alkohol, logam berat dan campurannya, surfaktan, quat, bahan pengawet, golongan aldehid, gas kemosterilisator dan golongan peroksigen (Radji, 2011).

15

Fenol pertama kali digunakan oleh Listen untuk mencegah terjadinya infeksi di ruang operasi. Senyawa ini kadang digunakan sebagai antiseptik lokal untuk pelega tenggorokan. Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi kulit dan memiliki bau yang tidak disukai sehingga jarang digunakan. Efek antibakteri yang signifikan ditunjukkan oleh fenol pada konsentrasi satu persen. Senyawa fenolik adalah senyawa fenol yang telah mengalami modifikasi secara kimiawi. Tujuan modifikasi adalah untuk menurunkan efek iritasi atau menaikkan efek antibakterinya. Salah satu senyawa fenolik yang sering digunakan adalah kresol. Cara kerja disinfektan golongan ini adalah merusak membran plasma yang mengandung lipid, sehingga sel mengalami lisis dan akibatnya isi sel keluar. Golongan bisfenol adalah derivat fenol yang mengandung dua fenolik, contohnya heksaklorofen. Heksaklorofen ini sering digunakan di rumah sakit untuk mengatasi kontaminasi di ruang operasi. Contoh bisfenol lain adalah triklosan, senyawa ini terkandung dalam sabun antiseptik dan pasta gigi. Salah satu disinfektan golongan biguanida yang sering digunakan adalah klorheksidin. Klorheksidin digunakan untuk mengontrol mikroba pada kulit atau membran mukosa. Klorheksidin yang dikombinasi dengan alkohol atau deterjen digunakan sebagai bahan pencuci tangan sebelum dan sesudah operasi. Senyawa ini membunuh bakteri dengan cara merusak membran sel bakteri. Golongan halogen yang sering digunakan adalah iodin dan klorin. Iodin efektif untuk semua jenis bakteri, endospora, berbagai jenis jamur dan virus. Yang sering dijumpai adalah iodin dalam bentuk tinctur atau iodoform. Iodin

16

mempunyai sifat mengiritasi. Klorin sering digunakan baik dalam bentuk gas maupun kombinasi dengan senyawa kimia lain. Senyawa lain dari golongan ini adalah kloramin yang terdiri dari klor dan amonia. Alkohol merupakan disinfektan yang sangat efektif membunuh jamur dan bakteri, tetapi tidak efektif untuk endospora dan virus. Disinfektan ini mendenaturasi protein dan mengganggu membran serta melarutkan lipid sel mikroba dalam mekanisme kerjanya. Etanol dan isopropanol adalah dua jenis alkohol yang sering digunakan. Perak, seng, merkuri dan perunggu adalah contoh logam dan campurannya yang bersifat sebagai disinfektan. Dalam menghambat pertumbuhan

mikroorganisme, logam berikatan dengan gugus sulfhidril pada protein sehingga terjadi denaturasi protein. Kemampuan logam berat untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dikenal dengan daya oligodinamik. Sabun dan deterjen adalah contoh surfaktan. Fungsi surfaktan adalah menurunkan tegangan permukaan antarmolekul pada cairan. Fungsi penting dari senyawa golongan ini adalah untuk membuang mikroorganisme secara mekanis melalui pencucian. Kulit normal mengandung sel-sel mati, debu, keringat, mikroorganisme dan minyak. Melalui proses emulsifikasi, materi-materi tersebut diangkat dan dibawa oleh surfaktan pada saat pembilasan dengan air. Nama lain senyawa quat adalah amonium kuartener. Quat bersifat bakterisida kuat terhadap bakteri gram positif, juga merupakan fungisida, amebisida dan virusida. Mekanisme kerja sebagai desinfektan dengan cara

17

mempengaruhi

membran

plasma

mikroorganisme

melalui

perubahan

permeabilitas sel dan menyebabkan beberapa senyawa dan komponen penting sitoplasma hilang. Bahan pengawet kimia sering ditambahkan ke dalam sediaan farmasi maupun makanan dan minuman untuk memperlambat kerusakan oleh

mikroorganisme. Sebagai contoh, sulfur dioksida yang sering digunakan pengawet pada minuman anggur. Sedangkan natrium benzoat, asam sorbat dan kalium propionat sering digunakan sebagai pengawet pada makanan. Formaldehid dan glutaraldehid adalah contoh desinfektan golongan aldehid yang sering digunakan. Cara kerja senyawa golongan ini sebagai disinfektan adalah melalui pembentukan ikatan kovalen silang dengan beberapa gugus organik fungsional dalam protein sel mikroorganisme. Penggunaan gas kemosterilisator adalah untuk mensterilkan ruang tertutup. Etilen oksida sering digunakan untuk metode ini. Etilen oksida membunuh semua mikroba dan endosperma, tetapi memerlukan waktu yang lama. Gas ini beracun dan mudah meledak, maka dalam penggunaannya sering dicampur dengan gas karbon dioksida dan nitrogen. Ozon, hidrogen peroksida dan asam parasetat adalah contoh disinfektan golongan peroksigen yang sering digunakan. Cara kerja disinfektan golongan ini adalah melalui oksidasi komponen sel mikroorganisme. Bahan peroksigen lain yang sering digunakan untuk mengobati luka dan bisul yang terinfeksi bakteri anaerob adalah benzoil peroksida.

18

2.3

Kajian Tentang Kaporit

2.3.1 Sifat kimia dan fisika kaporit Nama Sistematis Nama Dagang Rumus Molekul Massa Molar Densitas Titik Lebur Titik Didih Kelarutan dalam air : Kalsium hipoklorit : Kaporit : Ca(OCl)2 : 142,985 g/mol : 2,35 g/cm3 (20 C) : 100 C : 175 C, terurai : 21 g/100 mL, bereaksi

Kaporit merupakan bahan kimia yang telah digunakan secara luas dalam pengolahan air dan sebagai pemutih. Bahan kimia ini merupakan padatan putih kekuningan, memiliki bau yang menyengat, sangat sukar larut dalam air. Kaporit ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk kering dan bentuk terhidrat. Bentuk terhidrat lebih aman dalam penangannya (Patnaik, P., 2002). 2.3.2 Mekanisme kerja kaporit sebagai disinfektan Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan membentuk asam hipoklorit (HOCl) yang memiliki sifat desinfektan. HOCl akan terurai menghasilkan ion OCl- yang dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis dan deaminasi pada berbagai komponen kimia bakteri seperti peptidoglikan, lipid dan protein sehingga terjadi kerusakan fisiologis dan mempengaruhi mekanisme seluler (EPA, 1999). 2.3.3 Dampak klorinasi air Klorinasi pada air yang mengandung bahan-bahan organik dapat menyebabkan terbentuknya senyawa halogen organik yang mudah menguap (volatile halogenated organics) yang sering disingkat VHO. Senyawa VHO yang

19

paling banyak ditemukan adalah jenis trihalometan sering disingkat THM. Trihalometan (THM) dapat memicu terbentuknya sel kanker (Chandra, B., 2007).

2.4

Kajian Tentang Hidrogen Peroksida

2.4.1 Sifat kimia dan fisika hidrogen peroksida Nama Sistematis Nama Trivial Nama Dagang Rumus Molekul Massa Rumus Densitas Titik Lebur Titik Didih Kelarutan dalam air : Dihidrogen Dioksida : Hidrogen Peroksida : Perhidrol : H2O2 : 34,0147 g/mol : 1,463 g/cm3 : - 0,43 C : 150,2 C : Sangat mudah larut

Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang banyak digunakan di dalam industri hidrogen peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone (Patnaik, P., 2002). Hidrogen peroksida tidak berwarna, berbau menyengat , dan larut dalam air. Dalam suhu dan tekanan ruang hidrogen peroksida sangat stabil dengan laju dekomposisi kurang dari 1% per tahun. Mayoritas penggunaan hidrogen

peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida,

20

bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya, termasuk dekomposisi yang terjadi selama dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air dan panas. Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut (Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 2009): H2O2 H2O + 1/2O2 + 23.45 kkal/mol

Hidrogen peroksida merupakan pengoksidasi yang kuat dengan potensial reduksi (Eo red) = + 1,78 volt. Persamaan setengah sel dapat ditulis sebagai berikut (Dickson,G., 2000) : H2O2 + 2H+ + 2e2.4.2

2H2O

E = +1.78 volt

Mekanisme kerja hidrogen peroksida sebagai disinfektan Hidrogen peroksida (H2O2) mudah terurai membentuk air (H2O) dan

oksigen (O2). Adanya ion-ion logam dalam sitoplasma sel mikroorganisme dapat menyebabkan terbentuknya radikal superoksida ( .O2) yang akan bereaksi dengan gugus bermuatan negatif dalam protein dan menginaktifkan sistem enzim (Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 2009). 2.4.3 Pereaksi Fenton Pemakaian hidrogen peroksida (H2O2) sebagai pengoksidasi dalam pengolahan air sering ditambahkan FeSO4 sebagai katalis. Larutan ini disebut pereaksi fenton. Dalam larutan ini terjadi reaksi antara ion Fe 2+ dengan hidrogen peroksida (H2O2) membentuk ion Fe3+ dan radikal hidroksil (.OH). Ion Fe3+ bereaksi dengan H2O2 membentuk ion Fe2+ , radikal superoksida (.O-O-) dan ion

21

hidrogen (H+). Radikal superoksida (.O-O-) bereaksi dengan ion besi(III) (Fe3+) membentuk ion besi(II) (Fe2+) dan gas oksigen (O2-). Radikal hidroksil (.OH) memiliki sebuah elektron tidak berpasangan yang membuatnya sangat reaktif, meskipun konsentrasi radikal hidroksil ( .OH) dalam pereaksi Fenton sangat rendah yaitu 10-16 sampai 10-14 M. Dalam reaksi ini penambahan ion besi(II) (Fe2+) dan hidrogen peroksida (H2O2) harus pada tempat dan waktu yang sama. Reaksi-reaksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Huling et al., 1998; 2000; 2001) :
H2O2 + Fe2+ H2O2 + Fe3+ O2- + Fe3+ OH + kontaminan OH + H2O2 Fe3+ + OH + OHFe2++ O2- + 2 H+ Fe2+ + O2(g) + 2 H+ hasil samping HO2 + H2O (1) (2) (3) (4) (5)

2.5

Evaluasi Disinfektan Evaluasi laboratoris terhadap bahan kimia perlu dilakukan untuk

mengetahui kemampuan desinfeksi suatu bahan kimia tersebut. Suatu prosedur uji yang telah dibakukan adalah metode koefisien fenol. Langkah-langkah yang dilakukan adalah dengan membuat beberapa tingkat pengenceran larutan bahan kimia uji dan larutan fenol baku dalam tabung reaksi steril. Organisme uji yang diketahui jumlahnya dimasukkan ke dalam masing-masing tabung. Pada interval waktu tertentu dilakukan pemindahan dari tabung reaksi ke dalam tabung-tabung yang berisi media steril dan diinkubasikan. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pertumbuhan organisme uji. Koefisien fenol yang

22

diperoleh dinyatakan dalam bentuk bilangan. Koefisien fenol ditentukan melalui perbandingan aktivitas larutan zat kimia dengan pengenceran tertentu yang sedang diuji terhadap aktivitas larutan fenol dengan pengenceran baku. Secara khusus, tingkat pengenceran yang diambil adalah yang tidak mematikan organisme uji dalam waktu lima menit tetapi mematikan semua sel dalam waktu sepuluh menit. Suatu contoh, untuk bahan kimia yang tidak mematikan organisme uji dalam waktu lima menit tetapi mematikan semua sel dalam waktu sepuluh menit pada pengenceran satu per seratus delapan puluh, sedangkan untuk larutan fenol baku pada pengenceran satu per sembilan puluh, maka koefisien fenol bahan disinfektan tersebut adalah seratus delapan puluh dibagi sembilan puluh atau sama dengan dua (Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 2009).

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1

Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan dalam skema 3.1

sebagai berikut: Limbah Sampah Mikroorganisme air minum Badan air tercemar mikroorganisme

Baku air minum Disinfektan Air minum bersih bebas kuman (Baku mutu)

Desain Penelitian Hipotesis Skema 3.1 Kerangka Berpikir

23

24

3.2

Konsep Penelitian

Air baku

Tanpa disinfektan

Disinfektan

H2O2

H2O2/Fe2+

Ca(OCl)2

analisis

Perbandingan efektivitas

Simpulan

Saran Skema 3.2 Konsep Penelitian Tujuan klorinasi adalah untuk membunuh mikroorganisme yang mencemari air baku air minum. Pertimbangan yang diambil adalah bahan kimia ini murah, mudah didapat dan efektif. Tetapi dalam penerapannya ternyata bahwa bahan tersebut dapat menghasilkan senyawa yang bersifat karsinogenik yaitu jenis trihalometan (Chandra, B., 2007).

25

Perlu dicari disinfektan alternatif yang lebih aman dalam hal kesehatan dan secara ekonomis tidak ada masalah jika dibandingkan dengan kaporit. Bahan kimia yang dimaksud adalah hidrogen peroksida dan pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+). Diketahui bahwa hidrogen peroksida dalam kerjanya hanya menghasilkan air dan oksigen yang aman terhadap kesehatan lingkungan maupun manusia (Radji, M., 2011). Pemakaian hidrogen peroksida sering ditambah dengan besi(II) sulfat (FeSO4) untuk meningkatkan daya kerjanya. Larutan ini dikenal dengan nama pereaksi Fenton (Huling et al., 1998). Perbandingan efektivitas masing-masing disinfektan dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan desinfektan mana yang paling baik digunakan dalam proses pengolahan air.

3.3

Hipotesis Penelitian a. Jika ada perbedaan efektivitas antar jenis disinfektan maka Ho ditolak dan H1 diterima. b. JJika tidak ada perbedaan efektivitas antar disinfektan maka Ho diterima dan H1 ditolak.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian sampel

Penentuan kadar optimal disinfektan

Penentuan efektivitas disinfektan

data

Skema 4.1 Rancangan Penelitian

4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Terapan Program Studi

Kimia Terapan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana mulai tanggal 10 Januari sampai dengan 30 Juli 2011.

26

27

4.3

Bahan dan Alat Penelitian

4.3.1 Bahan penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : akuades yang telah disterilkan, bakteri Salmonella thyphosa dalam agar nutrisi (sebagai gram negatif) dan bakteri Staphylococcus aureus dalam agar nutrisi (sebagai gram positif) yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi RSU Sanglah, besi (II) sulfat heptahidrat Merck p.a., fenol kristal Merck p.a., hidrogen peroksida 30% Merck p.a., kaldu nutrisi (Nutrient Broth), kalsium hipoklorit kristal Merck p.a., larutan NaCl fisiologis 0,9%, Mc Farland III (109 kuman/mL), dan spiritus. 4.3.2 Alat penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : autoclave, Digital Oxygen Meter DO-5510 Lutron, pHmeter pHep HI 96107 Pocket-Sized Hanna Instruments, inkubator, kawat ose, labu ukur, pencatat waktu ( stopwatch), tabung reaksi, pipet volume, mikro pipet, dan timbangan Digital Ohaus Carat Series.

4.4

Prosedur Penelitian

4.4.1 Penentuan kadar optimal disinfektan Penentuan kadar optimal disinfektan meliputi langkah-langkah: penyiapan media, penyiapan inokulum, penyiapan larutan baku dan sampel uji, kemudian dilakukan uji koefisien fenol untuk mengetahui kemampuan disinfeksi masingmasing bahan (Depkes RI, 1991).

28

Media adalah tempat untuk pertumbuhan mikroorganisme, yang berupa kaldu nutrisi (Nutrient Broth). Komposisi kaldu nutrisi adalah 10 g pepton, 5 g ekstrak daging, 5 g garam dapur (NaCl), 1,25 mL buffer fosfat pH 6,8 dan akuades sampai volume akhir 1 L. Inokulum berupa biakan bakteri Salmonella thyphosa dan inokulum berupa biakan bakteri Staphylococcus aureus yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi RSU Sanglah masing-masing diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% hingga diperoleh kekeruhan 0,5 Mc Farland III. Selanjutnya inokulum berupa biakan Salmonella thyphosa yang telah diencerkan diisikan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 mL/tabung. Perlakuan yang sama dikenakan juga terhadap inokulum berupa biakan bakteri Staphylococcus aureus. Larutan baku yang digunakan berupa larutan fenol 5% b/v yang dibuat dengan cara melarutkan 5 g kristal fenol ke dalam akuades steril hingga volume akhir menjadi 100 mL, kemudian dilakukan pengenceran dengan akuades steril hingga diperoleh beberapa larutan dengan konsentrasi 0,2%; 0,1%; 0,067%; 0,05%; 0,033%; 0,025%; dan 0,020%. Larutan sampel yang digunakan berupa larutan disinfektan uji yaitu kaporit, hidrogen peroksida, dan pereaksi Fenton (H 2O2/Fe2+) yang masingmasing memiliki konsentrasi 5% sebagai larutan induk. Larutan kaporit 5% dibuat dengan melarutkan 5 g kristal kaporit ke dalam akuades steril hingga volume akhir menjadi 100 mL, kemudian dilakukan pengenceran dengan akuades steril hingga diperoleh beberapa larutan dengan konsentrasi 0,2%; 0,1%; 0,05%; 0,025%; 0,0125%; 0,0083% dan 0,00625%.

29

Larutan hidrogen peroksida 5% dibuat dengan memipet sebanyak 10 mL larutan hidrogen peroksida 30% dan ditambah 50 mL akuades steril , kemudian dilakukan pengenceran dengan akuades steril hingga diperoleh beberapa larutan dengan konsentrasi 0,2%; 0,1%; 0,05%; 0,025%; 0,0125%; 0,00833%; dan

0,00625%. Larutan uji hidrogen peroksida ini masing-masing dibagi menjadi 2 bagian. Satu bagian digunakan untuk uji hidrogen peroksida, sedangkan sebagian lagi digunakan untuk uji pereaksi Fenton dengan penambahan larutan FeSO 4 yang konsentrasinya sama tetapi volume berbanding sebagai 5 : 1. Larutan FeSO4 dibuat dengan cara melarutkan 5 g kristal FeSO4 ke dalam akuades steril hingga volume akhir menjadi 100 mL, kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga diperoleh beberapa larutan dengan konsentrasi 0,2%; 0,1%; 0,05%; 0,025%; 0,0125%; 0,0083%; dan 0,00625%. Larutan FeSO4 ini harus dibuat baru, karena mudah teroksidasi menjadi Fe3+. Uji koefisien fenol dilakukan dengan menambahkan larutan hasil pengenceran sebanyak 4,5 mL ke dalam tabung reaksi yang telah diisi 0,5 mL biakan bakteri dan masing-masing dibiarkan dalam waktu 5, 10, dan 15 menit. Selanjutnya biakan bakteri yang telah ditambah desinfektan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Data yang diperoleh diisikan ke dalam Tabel 4.4.1a, dan Tabel 4.4.1b.

30

Tabel 4.4.1a

Daya Bunuh Larutan Fenol, Kaporit, Hidrogen Peroksida (H 2O2), dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+) Dalam Berbagai Konsentrasi Terhadap Bakteri Salmonella thyphosa
Kode
a b c d

Sampel

Fenol

Kaporit

H2O2 H2O2/Fe2+

Waktu (menit) 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15

Tabung
e f g

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

Kontrol -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

Koef Fenol

Tabel 4.4.1b Daya Bunuh Larutan Fenol, Kaporit, Hidrogen Peroksida (H 2O2), dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+) Dalam Berbagai Konsentrasi Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Sampel Waktu (menit) 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Kode
a b c d

Tabung
e f g

Fenol

Kaporit

H2O2 H2O2/Fe2+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

Kontrol -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

Koef fenol

Keterangan : Masing-masing uji dilakukan sebanyak 3 kali. Volume sampel dan kontrol yang ditambahkan masing-masing 4,5 mL. Inkubasi masing-masing dilakukan selama 48 jam pada suhu 37 oC. + : keruh (ada kehidupan bakteri) : jernih (tidak ada kehidupan bakteri) a : konsentrasi 0,2% b : konsentrasi 0,1% c : konsentrasi 0,05%, khusus untuk fenol 0,067% d : konsentrasi 0,025%, khusus untuk fenol 0,05% e : konsentrasi 0,0125%, khusus untuk fenol 0,033% f : konsentrasi 0,00833%, khusus untuk fenol 0,025% g : konsentrasi 0,00625%, khusus untuk fenol 0,020% kontrol : hanya berisi akuades steril

31

4.4.2

Penentuan efektivitas disinfektan Efektivitas masing-masing disinfektan ditentukan dengan cara

membandingkan daya bunuh bahan disinfektan pada pengenceran tertinggi yang mematikan bakteri pada waktu 10 menit tetapi tidak mematikan bakteri pada waktu 5 menit. Selanjutnya dilakukan penentuan pH dengan alat pHmeter pHep HI 96107 Pocket-Sized Hanna Instruments, jumlah oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) dan suhu dengan alat Digital Oxygen Meter DO-5510 Lutron, serta kalkulasi harga masing-masing larutan disinfektan. Disinfektan yang paling efektif adalah yang memiliki daya bunuh bakteri (koefisien fenol) paling tinggi, pH paling dekat dengan 7, DO paling tinggi, suhu paling dekat dengan suhu sekitar, dan harganya paling murah. 4.4.3 Prinsip kerja alat pHmeter Pada prinsipnya pengukuran pH dengan alat pH meter adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat di dalam elektroda gelas yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat di luar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif. Elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hidrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan suatu elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan. Elektroda pH meter akan mengukur potensial listrik antara raksa(II) klorida (HgCl2) pada elektroda

32

pembanding dan kalium klorida (KCl) yang merupakan larutan di dalam gelas elektroda serta potensial antara larutan dan elektroda perak. Tetapi potensial antara sampel yang tidak diketahui dengan elektroda gelas dapat berubah tergantung sampelnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan larutan yang ekivalen lainnya untuk menetapkan nilai pH. 4.4.4 Prinsip kerja alat DOmeter Prinsip kerja alat DO meter adalah menggunakan elektroda atau probe yang terdiri dari katoda perak (Ag) dan Anoda timbal (Pb) yang direndam dalam larutan elektrolit. Secara keseluruhan elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semipermiabel terhadap oksigen. Reaksi kimia yang terjadi adalah : Katoda : Anoda : O2 + 2 H2O + 4 e2 Pb + 4 OH4 OH2 PbO + 2 H2O + 4 e-

Aliran reaksi yang terjadi tergantung pada aliran oksigen di katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut.

4.5

Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis varians (ANOVA)

dua arah tanpa interaksi pada tingkat kesalahan 0,01 untuk mengetahui kadar optimal dan efektivitas masing-masing bahan disinfektan.

BAB V HASIL PENELITIAN

Data hasil penelitian daya bunuh, jumlah oksigen terlarut (DO), pH, dan suhu larutan uji dalam berbagai konsentrasi serta hasil analisis variansnya disajikan dalam Tabel 5.a, Tabel 5.b, Tabel 5.c, Tabel 5.d, Tabel 5e, Tabel 5f, Tabel 5g dan Tabel 5.h. Tabel 5.a Daya Bunuh Larutan Fenol, Kaporit, Hidrogen Peroksida (H 2O2), dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+) Dalam Beberapa Konsentrasi Terhadap Bakteri Salmonella thyphosa
Kode
a b c d

Sampel

Fenol

Kaporit

H2 O2 H2O2/Fe2+

Waktu (menit) 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15

Tabung
e f g

+ -

+ + + -

+ + + + + + + -

+ + + + + + + + + + -

Kontrol + + + + + + + + + + + +

Koef fenol 400/100 =4 600/100 =6 600/100 =6

Tabel 5.b

Daya Bunuh Larutan Fenol, Kaporit, Hidrogen Peroksida (H 2O2), dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+) Dalam Beberapa Konsentrasi Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Kode
a b c d

Sampel

Fenol

Kaporit

H2 O2 H2O2/Fe2+

Waktu (menit) 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15

Tabung
e f g

+ -

+ + + -

+ + + + + + + -

+ + + + + + + + + + -

Kontrol + + + + + + + + + + + +

Koef Fenol 400/100 =4 600/100 =6 600/100 =6

33

34

Keterangan : Masing-masing uji dilakukan sebanyak 3 kali. Volume sampel dan kontrol yang ditambahkan masing-masing 4,5 mL. Inkubasi masing-masing dilakukan selama 48 jam pada suhu 37 oC. + : keruh (ada kehidupan bakteri) : jernih (tidak ada kehidupan bakteri) a : konsentrasi 0,2% b : konsentrasi 0,1% c : konsentrasi 0,05%, khusus untuk fenol 0,067% d : konsentrasi 0,025%, khusus untuk fenol 0,05% e : konsentrasi 0,0125%, khusus untuk fenol 0,033% f : konsentrasi 0,00833%, khusus untuk fenol 0,025% g : konsentrasi 0,00625%, khusus untuk fenol 0,020% kontrol : hanya berisi akuades steril Tabel 5.c
Sampel

Hasil Pengukuran pH Larutan Kaporit, Hidrogen Peroksida (H2O2) dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+) Dalam Beberapa Konsentrasi
Ulangan
a b c

Kode
d

Tabung
e f g

Kaporit

H2 O2

H2O2/Fe2+

1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata

11,0 10,9 11,0 10,97 7,3 7,4 7,3 7,33 5,9 6,0 6,0 5,97

10,8 10,8 10,7 10,77 7,7 7,6 7,6 7,67 5,7 5,8 5,7 5,73

10,5 10,4 10,4 10,43 8,1 7,9 7,9 7,97 5,5 5,6 5,5 5,53

10,1 10.0 10,1 10,07 8,3 8,2 8,2 8,23 5,2 5,4 5,2 5,27

9,7 9,8 9,8 9,77 8,6 8,5 8,5 8,53 5,0 5,1 5,0 5,03

9,4 9,5 9,5 9,47 8,9 8,8 8,8 8,83 4,8 4,8 4,7 4,77

9,2 9,3 9,1 9,20 9,0 9,0 9,1 9,03 4,5 4,6 4,6 4,57

kontrol 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0

Tabel 5.d

Hasil Analisis Varians (ANOVA) Dua Arah Tanpa Interaksi Pengaruh Konsentrasi (Kolom) dan Jenis Disinfektan (Baris) Terhadap pH
Derajat Bebas (db) dbnum 1 = 7-1= 6 Kuadrat Tengah (KT) KTK = JKK/(r-1) = 0,6256/6 = 0,1043 F hitung Fhit = KTK/KTG =0,2138 Fhit<Ftab Fhit = KTB/KTG =85,11398 Fhit>Ftab

Sumber Keragaman (SK) Rata- rata Kolom

Jumlah Kuadrat (JK) JKK = 0,6256

F tabel = 0,01 db1= 6 dbdenum= 12 Ftab= 4,82 = 0,01 db2=2 dbdenum=12 Ftab= 6,93

Rata-rata Baris

JKB = 83,0373

dbnum 2 = 3 1= 2

KTB = JKB/(k-1) =83,0373/2 = 41,5186

Galat

JKG = 5,8536 JKT =89,5165

Total

dbdenum =6x2 = 12 (r.k)-1 = (7x3)-1 = 20

KTG = JKG/(r-1)(k-1) = 5,8536/12 =0,4878

35

Tabel 5.e

Hasil Pengukuran DO (mg/L) Larutan Kaporit, Hidrogen Peroksida (H2O2) dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+) Dalam Beberapa Konsentrasi.
Ulangan
a b c

Sampel

Kode
d

Tabung
e f g

Kaporit

H2 O2

H2O2/Fe2+

1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata

6,6 6,7 6,6 6,63 7,0 6,9 6,9 6,93 7,4 7,5 7,3 7,40

6,8 6,9 6,9 6,87 7,2 7,2 7,3 7,23 7.6 7,7 7,8 7,70

7,2 7,1 7,3 7,20 7,5 7,4 7,5 7,47 7,9 8,1 8,0 8,00

7,7 7,8 7,6 7,70 7,7 7,6 7,7 7,67 8,1 8,2 8,2 8,17

7,8 7,9 7,9 7,87 8,1 8,0 7,9 8,00 8,2 8,3 8,3 8,27

7,9 8,0 8,1 8,00 8,3 8,1 8,2 8,20 8,4 8,5 8,4 8,43

8,1 8,2 8,2 8,17 8,4 8,5 8,3 8,40 8,5 8,6 8,6 8,57

kontrol 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8 7,8

Tabel 5.f

Hasil Analisis Varians (ANOVA) Dua Arah Tanpa Interaksi Pengaruh Konsentrasi (Kolom) dan Jenis Disinfektan (Baris) Terhadap DO
Derajat Bebas (db) dbnum 1 = 7-1= 6 Kuadrat Tengah (KT) KTK = JKK/(r-1) =1,0316 /6 = 0,1719 KTB = JKB/(k-1) =4,6777/2 = 2,33885 F hitung Fhit = KTK/KTG = 15,2124 Fhit>Ftab Fhit = KTB/KTG =206,9779 Fhit>Ftab F tabel = 0,01 db1= 6 dbdenum= 12 Ftab= 4,82 = 0,01 db2=2 dbdenum=12 Ftab= 6,93

Sumber Keragaman (SK) Rata- rata Kolom

Jumlah Kuadrat (JK) JKB = 1,0316

Rata-rata Baris

JKK = 4,6777

dbnum 2 =31 =2 dbdenum =6x2 = 12 (r.k)-1 = (7x3)-1 = 20

Galat

JKG =0,1357

KTG = JKG/(r-1)(k-1) =0,1357 /12 = 0,0113

Total

JKT =5,8449

Tabel 5.g

Hasil Pengukuran Suhu (oC) Larutan Kaporit, Hidrogen Peroksida (H2O2) dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+) Dalam Beberapa Konsentrasi.
Kode
a b c d

Sampel

Ulangan 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 28,6 28,5 28,4 28,50 28,4 28,5 28,6 28,50 28,5 28,4 28.6 28,47 28,4 28,3 28,4 28,37 28,4 28,4 28,5 28,43 28,4 28.3 28.5 28,37 28,4 28,3 28,2 28,30 28,3 28,3 28,4 28,33 28,3 28.3 28,4 28,33

Tabung
e f g

Kaporit

H2O2

H2O2/Fe2+

28.3 28,2 28,3 28,27 28,2 28,3 28,2 28,23 28,2 28.3 28,3 28,27

28,2 28,3 28,1 28,20 28,1 28,1 28,2 28,13 28,1 28,2 28,3 28,20

28,3 28,1 28,1 28,17 28,2 28,1 28,0 28,10 28,1 28,1 28,2 28,13

28,1 28,2 28,1 28,13 28,0 28,1 28,0 28,03 28,1 28,0 28,1 28,07

kontrol 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1 28,1

36

Tabel 5.h

Hasil Analisis Varians (ANOVA) Dua Arah Tanpa Interaksi Pengaruh Konsentrasi (Kolom) dan Jenis Disinfektan (Baris) Terhadap Suhu
Jumlah Kuadrat (JK) JKK = 0,0036 Derajat Bebas (db) dbnum 1 = 7-1= 6 Kuadrat Tengah (KT) KTK = JKK/(r-1) = 0,0036 /6 = 0,0006 KTB= JKB/((k-1) =0,4168/2 = 0,2084 KTG = JKG/(r-1)(k-1) =0,0111 /12 = 0,0009 F hitung Fhit = KTK/KTG = 0,6667 Fhit<Ftab Fhit = KTB/KTG =231,5556 Fhit>Ftab F tabel = 0,01 db1= 6 dbdenum= 12 Ftab= 4,82 = 0,01 db2=2 dbdenum=12 Ftab= 6,93

Sumber Keragaman (SK) Rata- rata Kolom

Rata-rata Baris

JKB = 0,4168

dbnum 2 =31 =2 dbdenum =6x2 = 12 (r.k)-1 = (7x3)-1 = 20

Galat

JKG =0,0111

Total

JKT = 0,4315

BAB VI PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil penelitian daya bunuh disinfektan uji terhadap bakteri uji (Salmonella thyphosa dan Staphylococcus aureus) dibandingkan

larutan fenol, kaporit 4 kali lebih kuat daripada fenol, hidrogen peroksida dan pereaksi fenton 6 kali lebih kuat daripada fenol. Hal ini diduga karena daya oksidasi kaporit lebih rendah daripada kedua disinfektan yang lain, sesuai dengan data potensial elektroda standar (Eo) untuk kaporit = +1,51 volt, untuk hidrogen peroksida = + 1,78 volt (Dickson,G., 2000). Sedangkan hidrogen peroksida dan pereaksi Fenton memiliki nilai yang sama diduga ion Fe2+ hanya berfungsi mempercepat penguraian hidrogen peroksida tanpa mempengaruhi daya oksidasi hidrogen peroksida. Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis varians (ANOVA) dua arah tanpa interaksi untuk pengaruh jenis dan konsentrasi disinfektan terhadap pH menunjukkan harga F hitung (=0,2138) lebih kecil daripada F tabel (= 4,82) antar kolom (konsentrasi disinfektan), sedangkan antar baris (jenis disinfektan) Fhitung (=85,11398) lebih besar daripada F tabel (= 6,93). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi terhadap pH larutan tidak memberikan beda yang bermakna, sedangkan jenis disinfektan memberikan beda yang bermakna.

37

38

Larutan kaporit memiliki pH paling besar ( pH: 9,2 - 10,07), larutan hidrogen peroksida memiliki pH paling dekat pH netral (pH: 7,33 - 9,03), dan pereaksi Fenton memiliki pH paling kecil (pH: 4,57 - 5,97). Dalam air kaporit [Ca(OCl)2] mengalami hidrolisis membentuk senyawa Ca(OH)2 yang merupakan basa kuat dan HOCl yang merupakan asam lemah. Ca(OH) 2 segera terurai membentuk ion Ca2+ dan ion OH-, sehingga perbandingan ion OH - lebih besar daripada ion H+ yang menyebabkan larutan bersifat basa. Hidrogen peroksida dalam larutan diduga terurai menjadi HO2. dan H+, sehingga larutan bersifat asam karena perbandingan ion H+ lebih besar daripada ion OH -. Begitu pula yang terjadi pada pereaksi Fenton sebagaimana yang tertera pada Bab 2 juga menghasilkan ion H+. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah pH. Bakteri uji Salmonella thyphosa tumbuh dengan baik pada pH 4,5 8,0 sedangkan Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada pH 4,2 9,3

(Brooks G. F., et.al. 2001). Jika dilihat dari data hasil penelitian seharusnya kaporit mempunyai daya bunuh lebih kuat daripada hidrogen peroksida dan pereaksi Fenton karena pH kaporit di atas pH pertumbuhan bakteri uji, sedangkan pH hidrogen peroksida dan pereaksi Fenton di sekitar pH pertumbuhan bakteri uji. Hal ini diduga karena pengaruh daya oksidasi yang lebih kuat daripada pengaruh pH. Meskipun begitu persyaratan air minum tentang pH air harus menjadi pertimbangan, yaitu 6,5 8,5 (Depkes RI, 2002), maka hidrogen peroksida merupakan desinfektan paling efektif.

39

Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis varians (ANOVA) dua arah tanpa interaksi untuk pengaruh jenis dan konsentrasi disinfektan terhadap jumlah oksigen terlarut (DO) diperoleh harga F hitung lebih besar daripada F tabel baik antar kolom (konsentrasi disinfektan) maupun antar baris (jenis disinfektan). Harga F hitung adalah 15,2124 untuk antar kolom dan 206,9779 untuk antar baris. Sedangkan harga F tabel 4,82 untuk antar kolom dan 6,93 untuk antar baris. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi dan jenis desinfektan memberikan beda yang bermakna terhadap DO. Hal ini diduga karena daya oksidasi kaporit lebih rendah dibandingkan hidrogen peroksida dan pereaksi Fenton. Dalam reaksi oksidasi ini terjadi pelepasan oksigen, sehingga makin kuat daya oksidasi makin banyak pula oksigen yang terserap oleh air. Sebagai akibatnya jumlah oksigen yang terlarut juga makin tinggi. Reaksi pengurain kaporit ( Lestari, dkk, 2008): Ca(OCl)2 + H2O HOCl + H2O OClCa(OH)2 + HOCl H3O+ + OClCl- + O

Reaksi peruraian hidrogen peroksida (Kirk and Othmer, 1992) : H2O2 H2O2 + OH. OOH. + OH. 2 OH. OOH. + H2O H2O + 2 On

40

Reaksi penguraian perekasi Fenton (Huling et al., 1998; 2000; 2001) : H2O2 + Fe2+ H2O2 + Fe3+ O2- + Fe3+ OH + kontaminan OH + H2O2 Fe3+ + OH + OHFe2+ + O2- + 2 H+ Fe2+ + O2(g) + 2 H+ hasil samping HO2 + H2O

Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis varians (ANOVA) dua arah tanpa interaksi untuk pengaruh jenis dan konsentrasi disinfektan terhadap suhu menghasilkan harga F hitung (=231,5556) lebih besar daripada F tabel (= 6,93) untuk antar baris (jenis disinfektan), sedangkan F hitung (= 0,6667) lebih kecil daripada F tabel (= 4,82) untuk antar kolom (konsentrasi disinfektan). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh jenis disinfektan memberikan beda yang bermakna terhadap suhu larutan, sedangkan konsentrasi disinfektan tidak memberikan beda yang bermakna. Suhu larutan kaporit 28,13 28,50 oC, larutan hidrogen peroksida 28,03 28,50 oC, dan larutan pereaksi Fenton 28,07 28,47 oC, sedangkan larutan kontrol 28,10 oC. Larutan kaporit memberikan pengaruh suhu paling tinggi. Larutan hidrogen peroksida memberikan pengaruh paling rendah. Jika dibandingkan dengan larutan kontrol, pengaruh ketiga disinfektan uji terhadap suhu tidak lebih dari 3 oC, maka masih memenuhi syarat. Berdasarkan data harga disinfektan di pasaran, bahwa harga kaporit Rp.35.000,- per kg, dan harga hidrogen peroksida 30% Rp.21.000,- per liter. Jika

41

nilai ini dikalikan konsentrasi disinfektan yang membunuh bakteri pada waktu kontak 10 menit tapi tidak membunuh pada waktu 5 menit, maka diperoleh : Kaporit (100%) membunuh pada konsentrasi 0,0125%, maka nilai ekonomisnya : 0,0125% x Rp.35.000,- : 100% = Rp.4,375. Hidrogen peroksida (30%) membunuh pada konsentrasi 0,00833%, maka nilai ekonomisnya: 0,00833% x Rp.21.000,- : 30% = Rp.5,833. Secara ekonomis kaporit lebih murah dibandingkan hidrogen peroksida dan pereaksi Fenton. Berdasarkan reaksi penguraiannya kaporit menghasilkan ion Ca 2+ dan pereaksi Fenton menghasilkan ion Fe3+, dimana ion Ca2+ dan ion Fe3+ merupakan ion-ion yang seharusnya dihilangkan dalam air minum, sedangkan hidrogen peroksida tidak menghasilkan ion atau senyawa yang tidak dikehendaki, maka hidrogen peroksida merupakan desinfektan yang paling efektif dari kaporit dan pereaksi Fenton.

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1

Simpulan Berdasarkan data dan analisis data yang telah diperoleh dapat diambil

simpulan : a. Kadar optimal masing-masing disinfektan yang membunuh bakteri Salmonella thyphosa maupun Staphylococcus aureus pada waktu kontak 10 menit untuk kaporit 0,0125%, sedangkan untuk hidrogen peroksida dan pereaksi Fenton 0,8333%. b. Hidrogen peroksida merupakan disinfektan yang paling efektif daripada kaporit maupun pereaksi Fenton, karena memiliki daya bunuh paling kuat , daya oksidasinya dapat mereduksi pengaruh pH, pH paling memenuhi syarat, DO tinggi, suhu dekat dengan suhu sekitar, dan tidak meninggalkan residu yang membahayakan.

7.2

Saran Saran-saran yang perlu diberikan adalah : a. Perlu pertimbangan konsentrasi yang tepat dalam penggunaan disinfektan, sehingga efektif dan efisien.
42

43

b. Perlu penelitian lebih lanjut secara in vivo pengaruh disinfektan terhadap lingkungan. c. Penelitian terhadap sisa bahan aktif disinfektan perlu dilakukan agar diperoleh disinfektan yang benar-benar aman bagi kesehatan. d. Perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif, virus, endospora maupun sel-sel vegetatif. e. Kelarutan bahan disinfektan dalam air perlu diperhatikan, karena mempengaruhi efisiensi disinfektan tersebut.

You might also like