Professional Documents
Culture Documents
Koruptor
Oleh : Adi Surya
Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumedang
Mahasiswa FISIP Unpad
Pro dan kontra mengenai hukuman mati bagi para pelaku tindak pidana korupsi menjadi
wacana gayung bersambut di masyarakat. Kalangan yang setuju dengan hukuman mati
berargumen bahwa untuk keluar dari jeratan nafsu perilaku korup, pemberian efek jera adalah
solusinya. Contohnya adalah Cina,Malaysia dan Singapura yang tegas-tegas sudah menghukum
mati para penjahat korupsi. Sedangkan golongan yang kontra, beranggapan hidup manusia adalah
urusan Tuhan. Atas dasar landasan tersebut maka hidup manusia merupakan hak azasi yang tidak
seorang pun dapat mencabutnya. Maka hukuman mati adalah bentuk pelanggaran terhadap
kemanusiaan.
Secara aturan hukum, hukuman mati di Indonesia sudah diakomodir dalam UU RI No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Pasal 2 Ayat 2 menyebutkan Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Yang
dimaksud dengan keadaan tertentu adalah apabila tindak pidana korupsi itu dilakukan bila
keadaan negara dalam bahaya, bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, atau
pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Namun,dalam realitasnya
Dalam melihat persoalan ini,kita sebagai intelektual harus bijak dalam melihat persoalan
ini. Hukuman mati lebih baik diterapkan dalam kasus-kasus yang sangat merugikan kepentingan
mati. Sedangkan bagi para pelaku korupsi yang dikategorikan ringan, perlu ada semacam sanksi
sosial dan efek jera agar tidak mengulangi perbutannya.. Sebenarnya hukuman mati tidaklah
bertentangan dengan hak azasi. Jika kita berbicara melanggar hak sebagai manusia, efek yang
ditimbulkan oleh perbuatan korupsi juga tak kalah hebatnya dalam pelanggaran hak azasi.
Sebagai contoh, uang bantuan korban bencana kelaparan yang dikorupsi oknum
tertentu,menimbulkan penderitaan dalam skala yang luas. Jadi sah-sah saja hukuman mati
diberlakukan.
Semua orang berbicara lantang untuk mencabut korupsi dari budaya bangsa. Namun,
ketika berbicara tentang pemberantasannya, tentu ada porsinya juga. Hukuman mati berlaku
untuk kasus yang sangat merugikan banyak orang. Sedangkan hukuman penjara dan sanksi sosial
diberlakukan bagi perbuatan yang berskala ringan. Dalam artian,negara juga memberi
kesempatan bagi warganya yang ingin bertobat dan keluar dari lembah perilaku korup.
Ketegasan dan kebijaksanaan akan menjadi senjata ampuh dalam memperlihatkan wajah
pemberantasan korupsi di negeri ini. Sudah terlalu banyak koruptor dengan skala berat dan
merugikan kepentingan umum dihukum sangat ringan.Kita tentunya tidak mau memberi celah bagi
koruptor untuk memanfaatkan ketidaktegasan aparat penegak hukum. Kata kuncinya adalah