You are on page 1of 5

KESEJAHTERAAN SOSIAL

VERSUS
NEOLIBERALISME
Oleh : Adi Surya
Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumedang
Mahasiswa FISIP Unpad

Dunia hari ini ditandai dengan globalisasi ekonomi politik


dan cultural yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dunia
menjadi semakin mengerucut, batas-batas negara bangsa
menjadi kian kabur dan terbuka, arus lalu lintas modal bergerak
cepatnya dari satu wilayah ke wilayah geografis lainnya,
komunikasi yang melampaui jarak dan waktu. Dan berbagai
pola interaksi yang kian semakin membuat dunia menjadi
“small village “. Globalisasi kini menjadi “ mantra “ dari
bangkitnya idelogi kaum kapitalis ( pemilik modal ) yakni
Neoliberalisme. Sebuah ideologi yang mengagungkan
kebebasan di bidang ekonomi ( perdagangan bebas, investasi ,
pertumbuhan ekonomi, liberalisasi , deregulasi, privatisasi dan
peran terbatas Negara). Jika kita melihat poin-poin yang ada
dalam tubuh neoliberalisme ,lantas dimana kedudukan
kesejahteraan social di dalam jubah baru kapitalisme global
tersebut ? Tulisan ini tidak berpretensi untuk menjawab secara
detail tentang permasalahan kesejahteraan social di atas
secara menyeluruh, namun kita akan coba menelusuri dari
salah satu hal yang paling getol ditentang oleh kaum
neoliberalisme, yakni intervensi negara.

Kampanye Anti Negara

Neoliberalisme dianggap sebagai kebangkitan liberalisme


klasik pada zaman Adam Smith dan kaum neo-klasik lainnya.
Secara umum neoliberalisme dapat diartikan sebagai
seperangkat kebijakan ekonomi yang pada tingkat global
mengarahkan usaha-usahanya kepada terwujudnya tiga hal
yakni, pasar bebas, perdagangan bebas dan investasi. Dalam
arti zaman ini adalah era kemenangan ekonomi ( pemilik modal
) atas segala bidang-bidang yang mengatur kehidupan
bernegara. Ideologi ini mulai menunjukkan taringnya ketika
konsep ekonomi welfare state-nya J.M Keynes gagal dalam
menjawab peristiwa krisis minyak yang melanda perekonomian
dunia pada era 70-an. Pada saat itu tingkat inflasi yang tinggi
menyebabkan kemiskinan dan penganguran di berbagai
Negara. Adalah seorang Von Hayek ( bapak neoliberalisme )
yang beringas menentang sistem welfare state yang
menekankan pentingnya intervensi negara dalam mengurus
kesejahteraan rakyatnya. Dalam neoliberalisme , regulator
utama dalam mengatur ekonomi adalah mekanisme pasar,
bukan pemerintah. Maka, kaum neoliberal menggambarkan diri
mereka sebagai liberalism sejati, yakni liberaklisme yangs
angat indivisualis. Hal inib menegaskan bahwa meskipun
manusia bersifat egois, namun mereka adalah rasional,
sehingga berhak mengejar kepentingan dan kebahagiaan
melaului caranya sendiri selama tidak menggang orang lain.
Dalam karya besarnya yang pertama , The Road to
Serfdom , Hayek menggambarkan kebijakan yang ditandai oleh
campur tangan pemerintah adalah langkah sadar menuju
totalitarianisme. Negara dianggap sebagai ancaman terhadap
kebebasan. Maka, hanya kebebasan yang memiliki arti, dan
setiap orang yang membatasi kebebasan, apaun alasannya
adalah terkutuk. Konsekuensi logis dari ditempatkannya negara
hanya sebagi penjaga malam ( watching dog ) adalah
beralihnya masalah publik menjadi masalah individual. Subsidi ,
jaminan social, tunjangan pensiun yang selama ini diberikan
oleh Negara harus dihapuskan karena akan membuat beban
Megara semakin berat. Orang miskin harus bertanggung jawab
terhadap kemiskinannya sendiri. Setiap orang karena telah
diberikan kebebasan, bebas memilih apakah menjadi miskin
atau sebaliknya. Kebijakn social untuk menolong orang miskin
oleh Negara hanya akanmembuat ketergantungan dan
mematikan semangat untuk berusaha sendiri. Kebijakan
tentang pengangguran yang mendapat jaminan social akan
cenderung meningkatkan jumlah pengguran karena para
penganggur ini akan menjadi lebih pilih-pilih dalam mencari
pekerjaannya. Di Indonesia kita bisa melihat contoh kecil yang
beberapa waktu lalu dikeluarkan oleh pememerintah yakni
Bantuan Langsung Tunai ( BLT ). Bukannya menyejahterakan
malah turut menciptakan masalah social baru, seperti konflik
horizontal. Singkatnya , jaminan social dan bantuan social
lainnya dari Negara lebih melembagakan kemiskinan daripada
menghapusnya.

Mendefenisikan kesejahteraan

Perserikatan bangsa-bangsa telah lama mengatur masalah


kesejahteraan social. PBB member batasan kesejahteraan
social sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang
bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan
kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan
masyarakat. Di indonesia , konsep kesejahteraan social
termaktub dalam Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1974 yang
memberi defenisi kesejahteraan siosial sebagai suatu tata
kehidupan dan penghidupan social, material maupun spritusl
yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketentraman lahir dan batin , yang memungkinkan bagi setiap
warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan social yang sebaik-baiknya
bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
Pasal 33 tentang sistem perekonomian dan 34 tentang
kepedulian Negara pada kelompok lemah , menempatkan
Negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam
mewujudkan kesejahteraan social. Dari defenisi di atas dapat
dikatakan bahwa kesejahteraan sosial senantiasa menjadi
tujuan pembangunan di Indonesia yang diarsiteki oleh Negara (
welfare State ). Kita bisa melihat betapa pentingnya campur
tangan negra pada saat melambungnya harga minyak goreng
akibat langkanya pasokan minyak untuk dalam negeri. Negara
kemudian memberlakukan operasi pasar hingga pengenaan
impor minyak goreng kepada pengusaha. Artinya Pasar bebas
tidaklah selalu sempurna., dan arena ketidaksempurnaan itulah
peran Negara dibutuhkan. Menurut Pierson ( The Modern State
( London : Routledge, 1996 ) pola-pola keterlibatan Negara
mencakup : pertama, Negara sebagai pemilik. Kedua, Negara
sebagai pemilik dan produsen. Ketiga, Negara sebagai majikan.
Keempat, sebagai regulator. Kelima sebagai redistributor dan
keenam, sebagai pembuat kebijakan ekonomi. Tak pelak lagi,
Negara memainkan peranan penting dalam mengurus
kesejahteraan rakyatnya.

Kesejahteraan di Indonesia

Dilihat dari pesan-pesan ideologis dari ideolog


neoliberalisme dapat kita lihat bahwa pada kenyataannya tidak
ada tempat bagi kesejahteraan social dalam ideology
neoliberalisme. Yang ada , seperti telah dinyatakan sendiri oleh
kelompok neolib hanyalah kesejahteraan individual. Dedengkot
liberalisme pernah berkata “ kalau seorang mementingkan
dirinya sendiri , maka secara tidak langsung dia akan
membawa kepentingan publik “. Sebagai ilustrasi jika seorang
pengusaha diberi kebebasan , maka ia akan berusaha untuk
mengejar kekayaan dan dalam hal mengejar kekayaan ia
memebutuhkan tenaga kerja untuk mengembangkan
bisninsnya. Kemudian akibatnya adalah berkiurangnya tingkat
pengangguran dan meningkatknya klesejkahteraan social.
Inilah alasan yang mengharuskan Negara tidak usah turut
campur dalam mengatur kebebasan individu. Keyakinan
terhadap peran minimal pemerintah akan membuat pasar
privat dapat menjalankan perannya lebih efisien yang pada
gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan sosial melalui mekanisme “ efek tetesan ke
bawah “ ( trickle down effect ) ternyata tidak terbukti.
Kenyataannya saat ini kekayaan dunia berada di segelintir
orang saja dan masalah-masalah social semakin
mengkhawatirkan.

You might also like