You are on page 1of 57

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk
meningkatkan mutu kehidupan bangsa, keadaan gizi yang baik merupakan
salah satu unsur penting. Kekurangan gizi, terutama pada anak-anak akan
menghambat proses tumbuh kembang anak. Secara umum terdapat dua faktor
utama yang berpengaruh terhadap faktor tumbuh kembang anak, yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Lingkungan disini merupakan lingkungan bio–
psiko–sosial yang mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi
sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
tumbuh kembang.(1)
Pertumbuhan terjadi pada seseorang meliputi perubahan fisik, berpikir,
berperasaan, bertingkah laku dan lain-lain, sedangkan perkembangan yang
dialami seorang anak merupakan rangkaian perubahan secara teratur dari satu
tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dan berlaku secara
umum, misal : anak berdiri dengan satu kaki, berjingkat (berjinjit), berjalan,
menaiki tangga, berlari dan seterusnya.(1)
Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita sebagian besar
ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi
lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain
dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan usia sekitar enam bulan. Pemberian
ASI tanpa pemberian makanan lain selama enam bulan tersebut dengan
menyusui secara eksklusif.(2)
Pertumbuhan otak akan menentukan tingkat intelegensi seseorang yang
dimulai sejak trimester ketiga umur kehamilan dan akan berakhir dalam
periode 5-6 bulan pertama setelah kelahiran.(3)
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002 – 2003 pada
tahun 2003 terdapat sekitar 6,7 juta balita (27,3%) menderita gizi kurang dan

1
1,5 juta diantaranya gizi buruk. Anemia defisiensi besi dijumpai pada sekitar
8,1 juta anak. Apabila dikaitkan dengan pemberian ASI ekslusif, keadaan ini
cukup memprihatinkan.(4)
Menurut SDKI tahun 1997 dan 2002, lebih dari 95% ibu pernah
menyusui bayinya, namun yang menyusui dalam 1 jam pertama cenderung
menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan
ASI eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% tahun 1997 menjadi 39,5% pada
tahun 2002. Sementara itu penggunaan susu formula justru meningkat lebih
dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,5% pada
tahun 2002.(4)
Berdasarkan data tersebut diatas, maka peneliti ingin mengetahui
bagaimana perkembangan status gizi bayi usia 6 bulan yang mendapat ASI
eksklusif dan bayi yang sudah diberikan PMT pada usia tersebut serta apakah
dengan pemberian asi ekslusif, kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan sudah
tercukupi.

I.2 Perumusan Masalah


Bagaimana status gizi balita usia 6 bulan yang diberikan ASI eksklusif
dibandingkan dengan bayi seusia yang sudah diberikan PMT.

I.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Meningkatkan status gizi bayi melalui pemberian ASI eksklusif sampai 6
bulan
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya angka kejadian pemberian ASI eksklusif.
b. Diketahuinya hubungan antara pendidikan,
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan pengaruhnya terhadap
pemberian ASI eksklusif.
c. Diketahuinya kontinuitas pemberian ASI eksklusif pada
ibu pekerja

2
d. Diketahuinya faktor penghambat pemberian ASI
eksklusif
e. Diketahuinya status gizi bayi usia 6 bulan yang diberi
ASI eksklusif.
f. Diketahuinya status gizi bayi usia 6 bulan yang diberi
ASI eksklusif dibandingkan dengan bayi seusia yang diberikan PMT.
g. Diketahuinya perbedaan penggunaan standar status gizi
menurut WHO/NCHS dan standar status gizi menurut WHO.

I.4 Hipotesis
Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki status gizi yang lebih
baik jika dibandingkan dengan yang tidak diberikan ASI eksklusif.

I.5 Manfaat Penelitian


Dalam penelitian ini diharapkan hasilnya dapat berguna baik bagi kami,
masyarakat, institusi dan pengembangan penelitian, yaitu :
1. Bagi Peneliti
- Penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan teori yang didapat saat
kuliah ke dalam praktek lapangan sesungguhnya, dengan demikian
diharapkan dapat menambah wawasan kami, khususnya dalam bidang
ilmu kesehatan masyarakat dan metodologi penelitian.
- Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan
penelitian di bidang kesehatan dan melatih kerja sama dengan teman-
teman dalam sebuah kelompok.
2. Bagi masyarakat
- Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
tentang manfaat ASI eksklusif untuk kecukupan gizi bayi mereka.
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
meningkatkan upaya promosi kesehatan bayi usia 0-6 bulan.
3. Bagi institusi
a. Puskesmas Kecamatan Mampang

3
- Memberikan masukan kepada Puskesmas tentang manfaat
pemberian ASI eksklusif untuk kecukupan gizi balita.
- Memberi masukan kepada Puskemas agar Puskemas semakin
mendukung program pemberian ASI eksklusif.
b. Fakultas Kedokteran Trisakti
- Menambah informasi dan wawasan mahasiswa kedokteran
tentang pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi
bayi.
- Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu
kesehatan masyarakat.

I.6 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini dibuat dengan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga.
Namun demikian, peneliti berusaha melaksanakan penelitian ini sebaik
mungkin.

I.7 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan terhadap ibu yang memiliki bayi antara 6
sampai 12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan
pada periode Maret - April 2009.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif


ASI EKSKLUSIF adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lainnya pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bayi hanya
diberi ASI tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih, kecuali
obat, vitamin, mineral, dan ASI yang diperah.
Pada tahun 2001 World Health Organization/Organisasi Kesehatan Dunia
menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi
adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI
eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.(5)

II.1.1 Manfaat ASI eksklusif enam bulan bagi bayi(5)


1. ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan
oleh bayi hingga ia berusia enam bulan
ASI adalah makan bernutrisi dan berenergi tinggi, yang mudah untuk
dicerna. ASI memiliki kandungan yang dapat membantu penyerapan
nutrisi. Pada bulan-bulan awal, saat bayi dalam kondisi yang paling
rentan, ASI eksklusif membantu melindunginya bayi dari diare, sudden
infant death syndrome/SIDS - sindrom kematian tiba-tiba pada bayi,
infeksi telinga dan penyakit infeksi lain yang biasa terjadi. Riset medis
mengatakan bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan
baik pada 6 bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan.
Organisasi Kesehatan Dunia – WHO mengatakan: “ASI adalah suatu
cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan
ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi… Evaluasi

5
pada bukti-bukti yang telah ada menunjukkan bahwa pada tingkat
populasi dasar, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah cara
yang paling optimal dalam pemberian makan kepada bayi. ” Setelah 6
bulan, biasanya bayi membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng
daripada yang tersedia didalam ASI – pada titik inilah, nutrisi tambahan
bisa diperoleh dari sedikit porsi makanan padat. Bayi-bayi tertentu bisa
minum ASI hingga usia 12 bulan atau lebih – selama bayi anda terus
bertambah beratnya dan tumbuh sebagaimana mestinya, berarti ASI
anda bisa memenuhi kebutuhannya dengan baik.

2. Menunda pemberian makanan padat memberikan perlindungan


yang lebih baik pada bayi terhadap berbagai penyakit
Meskipun bayi terus menerima imunitas melalui ASI selama mereka
terus disusui, kekebalan paling besar diterima bayi saat dia diberikan
ASI eksklusif. ASI memiliki kandungan 50+ faktor imunitas yang
sudah dikenal, dan mungkin lebih banyak lagi yang masih tidak
diketahui. Satu studi memperlihatkan bayi yang diberikan ASI eksklusif
selama 4 bulan+ mengalami infeksi telinga 40% lebih sedikit daripada
bayi yang diberi ASI ditambah makanan tambahan lain. Probabilitas
terjadinya penyakit pernapasan selama masa kanak-kanak secara
signifikan berkurang bila bayi diberikan ASI eksklusif setidaknya
selama 15 minggu dan makanan pada tidak diberikan selama periode
ini. (Wilson, 1998). Lebih banyak lagi studi yang juga mengaitkan
tingkat eksklusivitas ASI dengan meningkatnya kesehatan (lihat faktor
imunitas pada susu manusia dan resiko pemberian makanan instan).

3. Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada


sistem pencernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang
Biasanya bayi siap untuk makan makanan padat, baik secara
pertumbuhan maupun secara psikologis, pada usia 6 – 9 bulan. Bila
makanan padat sudah mulai diberikan sebelum sistem pencernaan bayi

6
siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dicerna
dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan
(gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi dll). Tubuh bayi belum
memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin
dibuang pada saat kelahiran dan baru dalam 3 sampai 4 bulan terakhir
jumlahnya meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa. Amilase,
enzim yang diproduksi oleh pankreas belum mencapai jumlah yang
cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan.
Dan enzim pencerna karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase
belum mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki
jumlah lipase dan bile salts dalam jumlah yang sedikit, sehingga
pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9
bulan
Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada bayi
agar sistem yang dibutuhkan untuk mencerna makanan padat dapat
berkembang dengan baik.

4. Menunda pemberian makanan padat mengurangi resiko alergi


makanan
Berbagai catatan menunjukkan bahwa memperpanjang pemberian ASI
eksklusif mengakibatkan rendahnya angka insiden terjadinya alergi
makanan. Sejak lahir sampai usia antara empat sampai enam bulan, bayi
memiliki apa yang biasa disebut sebagai “usus yang terbuka”. Ini berarti
bahwa jarak yang ada diantara sel-sel pada usus kecil akan membuat
makromolekul yang utuh, termasuk protein dan bakteri patogen, dapat
masuk ke dalam aliran darah. Hal ini menguntungkan bagi bayi yang
mendapatkan ASI karena zat antibodi yang terdapat di dalam ASI dapat
masuk langsung melalui aliran darah bayi, tetapi hal ini juga berarti
bahwa protein-protein lain dari makanan selain ASI (yang mungkin dapat
menyebabkan bayi menderita alergi) dan bakteri patogen yang bisa
menyebabkan berbagai penyakit bisa masuk juga. Dalam 4-6 bulan

7
pertama usia bayi, saat usus masih “terbuka”, antibodi (slgA) dari ASI
melapisi organ pencernaan bayi dan menyediakan kekebalan pasif,
mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan
usus terjadi. Bayi mulai memproduksi antibodi sendiri pada usia sekitar 6
bulan, dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama.

5. Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi


dari anemia karena kekurangan zat besi
Pengenalan suplemen zat besi dan makanan yang mengandung zat besi,
terutama pada usia enam bulan pertama, mengurangi efisiensi
penyerapan zat besi pada bayi. Bayi yang sehat dan lahir
cukup bulan yang diberi ASI eksklusif selama 6-9 bulan
menunjukkan kecukupan kandungan hemoglobin dan zat besi
yang normal. Dalam suatu studi (Pisacane, 1995), para peneliti
menyimpulkan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif
selama 7 bulan (dan tidak diberikan suplemen zat besi atau
sereal yang mengandung zat besi) menunjukkan level
hemoglobin yang secara signifikan lebih tinggi dalam waktu
satu tahun dibandingkan bayi yang mendapat ASI tapi
menerima makanan padat pada usia kurang dari tujuh bulan.
Para peneliti tidak berhasil menemukan adanya kasus anemia
di tahun pertama pada bayi yang diberikan ASI eksklusif
selama tujuh bulan dan akhirnya menyimpulkan bahwa
memberikan ASI eksklusif selama tujuh bulan mengurangi
resiko terjadinya anemia.
ASI sangat bermanfaat karena mempunyai sifat sebagai berikut:(6)
1. Makanan alamiah (natural), ideal, fisiologis
2. Mengandung nutrient yang lengkap dengan komposisi yang sesuai
untuk keperluan pertumbuhan bayi yang sangat cepat, yaitu bulan-bulan
pertama berat badan bayi dapat meningkat kurang lebih 30%.

8
3. Nutrient yang diberikan selalu dalam keadaan segar dan suhu yang
optimal dan bebas dari bakteri pathogen.
4. Mengandung zat anti dan kekebalan lain yang dapat mencegah
berbagai penyakit infeksi terutama usus.
5. Mengurangi kejadian eksim atopik.

Dan keuntungan bagi ibu yang menyusui adalah:


1.Praktis, mudah dan murah
2.Sedikit kemungkinan terjadi kontaminasi dan tidak terjadi kekeliruan
dalam mempersiapkan makanan.
3.Menjalin hubungan psikologis yang erat antara ibu dan bayi.
4.Memberi keuntungan pencegahan karsinoma payudara.
5.Mempercepat pengembalian besarnya rahim pada bentuk dan ukuran
sebelum mengandung.
6.Terdapat lactional infertility hingga memperpanjang child spacing.

II.1.2 Produksi ASI


Tanpa melihat apakah seorang ibu kelak akan menyusui bayinya atau
tidak, buah dada ibu telah dipersiapkan untuk laktasi oleh hormon-hormon
yang disekresi selama kehamilan. Selama kehamilan ini jumlah alveoli
meningkat dan mengalami perubahan-perubahan guna mempersiapkan
produksi ASI.(7)
Agar ASI dapat dikeluarkan, diperlukan hormon oksitosin yang
disekresikan oleh glandula pituitaria posterior atas rangsangan isapan bayi.
Oksitosin ini menyebabkan jaringan muskuler sekeliling alveoli
berkontraksi yang dengan demikian mendorong ASI menuju ductus. Proses
ini disebut dengan “let down” reflex.(7)
Berdasarkan waktu diproduksinya, ASI dibagi menjadi 3, yaitu :(8)
A. Kolostrum

9
- Disekresi oleh kelenjar mammae dari hari pertama sampai hari ketiga
atau keempat, dari masa laktasi.
- Komposisi kolostrum dari hari ke hari berubah.
- Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna kekuning-
kuningan, lebih kuning dibandingkan ASI matur.
- Merupakan suatu laksatif yang ideal untuk membersihkan mekoneum
usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi
untuk menerima makanan selanjutnya.
B. Air susu masa peralihan (masa transisi)
- Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.
- Disekresi dari hari ke-4 sampai dengan hari ke-10 dari masa laktasi,
tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI matur baru akan terjadi pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5.
C. Air susu matur
- ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, yang dikatakan
komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
minggu ke-3 sampai ke-5 barulah komposisi ASI konstan.
- Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang
mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan makanan satu-satunya
yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.

II.1.3 Volume Produksi ASI(7)


Volume ASI yang dikeluarkan berkisar antara 0,5 – 1,5 liter/hari,
terutama bergantung pada kebutuhan bayi, pola pemberian ASI dan status
gizi. Komposisi ASI tidak tergantung pada status gizi ibu, kecuali status
gizi ibu malnutrisi berat. Bahkan menyusui hingga 2 tahun pun, kualitas
ASI masih dipertahankan meskipun jumlahnya menjadi sangat kurang.

II.1.4 Komposisi ASI(7)


Komposisi ASI terdiri atas berbagai macam faktor proteksi, yaitu :
1. Imunoglobulin : seperti lgA, lgM, lgD dan lgE.

10
2. Lisozim : Terdapat dalam ASI sebanyak 6 – 300 ml/1.000 ml dan kadarnya
bisa meningkat hingga 3.000 – 5.000 kal lebih banyak dibandingkan kadar
lisozim dalam susu sapi. Enzim ini mempunyai fungsi bakteriostatik terhadap
enterobakteria dan kuman gram (-), juga berperan sebagai pelindung terhadap
berbagai macam virus.
3. Laktoperiodase : enzim ini bersama dengan perokdase hidrogen dan
tiosianat membantu membunuh streptococcus.
4. Faktor bifidus : merupakan karbohidrat yang mengandung
nitrogen. Mempunyai konsentrasi di dalam ASI 40 kali lebih tinggi dibanding
dengan konsentrasi yang ada di susu sapi. Fungsi faktor ini untuk mencegah
pertumbuhan organisme yang tidak diinginkan, seperti kuman E.coli patogen.
5. Faktor anti stafilokokus : merupakan asam lemak dan
melindungi bayi terhadap penyerbuan stafilokokus.
6. Laktdarierin dan transferin : protein-protein ini memiliki
kapasitas mengikat Fe / zat besi dengan baik hingga mengurangi tersedianya
zat besi bagi pertumbuhan kuman yang memerlukan.
7. Komponen komplemen : sistem komplemen terdiri dari 11
protein serum yang dapat dibedakan satu sama lain dan dapat diaktifkan oleh
berbagai zat seperti antibodi, produksi kuman dan enzim. Komplemen C3 dan
C4 terdapat dalam ASI. Dalam kolostrum terdapat konsentrasi C3 lebih tinggi
hingga dalam keadaan aktif merupakan faktor pertahanan yang berarti.
8. Sel makrdariag dan netrdariil dapat melakukan fagositosis
itu terhadap Stafilokokus, E.coli dan Candida albicans.
9. Lipase : merupakan zat antivirus.

Komposisi Kolostrum, ASI dan Susu Sapi untuk setiap 100 ml

11
Sumber : Food and Nutrition Board, National Research Council Washington DC, 1980

II.1.5 Manajemen Laktasi(2)


Manajemen laktasi adalah upaya- upaya yang dilakukan untuk
menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama
dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa
menyusui selanjutnya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan sebagai berikut :

12
a. Pada masa kehamilan (antenatal)
- Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan
keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya,
disamping bahaya pemberian susu botol.
- Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara / keadaan puting
susu, apakah ada kelainan atau tidak. Di samping itu perlu dipantau ada
kenaikan berat badan ibu hamil.
- Perawatan payudara mulai usia kehamilan 6 bulan agar ibu mampu
memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.
- Memperhatian gizi / makanan ditambah mulai dari kehamilan
trisemester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat sebelum
hamil.
- Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal ini
diperlukan keluarga, terutama suami kepada istri yang sedang hamil
untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya.
b. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal)
- Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan
cara menyusui yang baik dan benar, yaitu tentang posisi dan cara
melekatkan bayi pada payudara ibu.
- Membantu terjadinya kontak langsung antara ibu dan bayi selama 24
jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.
- Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 S) dalam
waktu 2 minggu setelah melahirkan.
c. Pada masa menyusui selanjutnya (postnatal)
- Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia
bayi.
- Perhatikan gizi / makanan ini menyusui, perlu makanan 1 ½ kali lebih
banyak dari biasa dan minum 8 gelas / hari.
- Ibu menyusui harus istirahat dan menjaga ketenangan pikiran dan
menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar produksi ASI tidak
terhambat.

13
- Perhatian dan dukungan keluarga penting terutama suami untuk
menunjang keberhasilan menyusui.
- Rujuk ke Posyandu atau Puskesmas atau petugas kesehatan apabila
ada permasalahan menyusui seperti payudara banyak disertai demam.
- Menghubungi kelompok pendukung ASI terdekat untuk meminta
pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui bayi mereka.
- Memperhatikan gizi / makanan anak, terutama mulai 6 bulan, berikan
MP ASI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas.

II.1.6 Cara Pemberian ASI(5)


Ibu hendaknya duduk dengan enak di kursi dengan sandaran, hingga
punggung ditunjang oleh sandaran tersebut. Gerakan puting susu di ujung
mulut bayi untuk merangsangnya hingga puting akan dimasukkan ke
dalam mulutnya dengan bibir menutup aerola, akan tetapi jangan sampai
lubang hidung bayi tertutup hingga sukar bernafas. Mungkin ASI belum
keluar, akan tetapi pengisapan ini memberi rangsangan bagi pembuatan
ASI. Pada hari pertama jangan biarkan bayi menghisap terlalu lama untuk
menghindarkan rasa sakit pada puting.

II.1.7 Lama Menyusui(9)


Dalam dua hari pertama produksi ASI belum banyak hingga tidak
perlu menyusui terlalu lama, cukup beberapa menit saja untuk merangsang
keluarnya ASI. Pada hari berikutnya bayi dapat menyusui selama 15 – 20
menit tiap kalinya, walaupun sebagian besar ASI keluar pada 5 – 10 menit
pertama dari tiap payudara. Sebaiknya harus diperhatikan bahwa bayi yang
menangis tidak selalu disebabkan oleh rasa lapar, mungkin juga oleh
mulas (kolik, gerakan usus yang berlebihan, sedang sakit dan sebagainya).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi selama enam
bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai

14
diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan
sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.

II.2 Status Gizi Bayi


II.2.1 Pokok Pengertian Tentang Status Gizi Bayi(10)
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia
balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (tidak dapat pulih).
Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi,
700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat
program makanan tambahan hanya 39 ribu anak.
Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia
pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda
kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat
mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama
masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30
minggu sampai bayi 18 bulan.
Menurut ahli gizi dari IPB, Prdari. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, standar
acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan
overweight (gemuk).
Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik
disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar
berdasar tabel WHO-NCHS (National Center for Health Statistics).
Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur
anak (dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila
berat badannya kurang, maka status gizinya kurang.
Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan Kartu Menuju
Sehat (KMS) yang juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi

15
anak berdasarkan kurva KMS. Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot
berat badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau
maka status gizi baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi buruk.
Bedanya dengan balita, status gizi orang dewasa menggunakan acuan
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau disebut juga Body Mass Index (BMI).
Nilai IMT diperoleh dengan menghitung berat badan (dalam kg) dibagi
tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). IMT normal bila angkanya
antara 18,5 dan 25; kurus bila kurang dari 18,5; dan gemuk bila lebih dari
25. Sebagai contoh orang bertinggi 1,6 meter, maka berat badan ideal
adalah 48-64 kg.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada
balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala
sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan
perkembangan otak.
Sementara parameter status gizi balita yang umum digunakan di
Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini dipakai
menyeluruh di Posyandu.
Menurut Prdari. Ali, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi
buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat
badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z nilainya kurang dari
-2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya gizi buruk
kondisinya lebih parah daripada gizi kurang.
Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan
(pirang), perut kadang-kadang buncit, wajah moon face karena oedema
(bengkak) atau monkey face (keriput), anak cengeng, kurang responsif.
Bila kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya.
Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga
akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare),
ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan
gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan
dan tak boleh dikonsumsi anak balita.

16
Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik
maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-
temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak
bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu.
Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari keluarga,
praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan
kualitas Posyandu, jangan hanya sekedar untuk penimbangan dan
vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas
pemberian makanan tambahan, pemerintah harus dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu.
Para ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami
problema makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari
bagi anaknya. Anak-anak harus terhindar dari penyakit infeksi seperti diare
ataupun ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas).
Semua nutrisi penting bagi anak dalam usia pertumbuhan. Prdari. Ali
berpesan untuk memperhatikan asupan sayur dan pangan hewani (lauk
pauk), konsumsi susu tetap dipertahankan, jangan terlalu banyak makanan
cemilan (junk food) yang akan menyebabkan anak kurang nafsu makan.
Perhatikan juga asupan empat sehat lima sempurna dengan kuantitas yang
cukup.

TABEL BUKU RUJUKAN PENILAIAN STATUS GIZI ANAK


PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI USIA 0-6 BULAN MENURUT BERAT
BADAN DAN UMUR (BB/U)

17
Rujukan : WHO/NCHS
Gizi buruk = <.3SD : Gizi Kurang : -3SD sampai – 2SD sampai – 2SD : Gizi Baik : -2 SD sampai + 2 SD : Gizi lebih : > + 2SD

Weight-for-age BOYS
Birth to 6 months (z-scores)

Month L M S

Weight-for-age GIRLS
Birth to 6 months (z-scores)

Month L M S

18
II.3 Penilaian Perkembangan Bayi(11)

Perkembangan bayi sampai usia 6 bulan dapat dinilai dengan metode ABC,
yaitu:

A= Average, Perkembangan rata-rata

Bayi yang lahir dibandingkan dengan rata-rata berat dan panjang bayi
secara umum dari pertama kali dilahirkan,karena dengan demikian dapat
dinilai perkembangannya. Setiap bayi berkembang secara individual dan
akan mengikuti perkembangan yang sama dengan bayi-bayi yang lain.

B= Birth weight, Berat badan bayi

Berat badan bayi pada saat lahir dapat dianggap berpengaruh pada
perkembangannya, tetapi bukanlah suatu petunjuk bagaimana
perkembangannya pada bulan-bulan berikutnya. Beberapa bayi lahir dengan
ukuran yang besar, misalnya pada ibu yang menderita Diabetes Melitus,
belum tentu akan berkembang lebih besar dari anak lain pada usia yang
sama, juga pada bayi prematur walaupun perkembangannya membutuhkan
waktu lebih lama, belum tentu memiliki tubuh yang kecil dibandingkan
dengan anak lain pada usia yang sama. Bayi berkembang tercepat pada saat
masih dikandungan pada usia 4 bulan

C= Centile Chart, Kartu Menuju Sehat

Berat badan bayi, tinggi badan dan lingkar kepala adalah hal-hal yang
terdapat didalam KMS (Kartu Menuju Sehat), yang dapat diisi oleh tenaga
kesehatan pada setiap kali pemeriksaan rutin. Secara rata-rata Berat Badan
bayi akan naik dua kali lipat pada usia enam bulan dan tiga kali lipat pada
usia pertamanya dibandingkan saat lahirnya.

19
D= Diet, Diet

Bayi memerlukan asupan kalori yang banyak terutama pada usia


pertumbuhan dan pada saat belajar jalan. Balita membutuhkan lebih banyak
makanan kecil dibandingkan dewasa karena mereka tidak dapat makan
dalam jumlah besar. Berikanlah makanan yang menyehatkan seperti buah,
susu,keju, yoghurt dan mentega. Hindari membuat anak menjadi terlalu
gemuk karena DM tipe II dapat berkembang dari Obesitas.

G= Genetik

Pertumbuhan bayi juga dipengaruhi tinggi dan berat dari ibu dan ayah si
bayi. Genetik juga mempengaruhi metabolisme dan bentuk tubuh,walaupun
makanan memainkan peranan penting dalam mempertahankan kesehatan
dan bentuk fisik. Pemberian makanan yang terlalu banyak atau terlalu
sedikit dapat membuat berat badan bayi menjadi dibawah atau diatas berat
badan rata-rata.

H= Height, Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan anak dilakukan setiap 6 bulan dari usia 18 bulan
sampai usia masuk sekolah.sJika anak anda kurang tinggi dari garis normal
pada KMS pada tiga kali pembacaan lebih baik dikonsultasikan ke tenaga
kesehatan.

P=Problem, Masalah

Bayi pada usia awal bisa saja tidak mendapat kenaikan berat badan, atau
bahkan turun berat badannya.Yang dilihat pada KMS adalah perkembangan
keatas dalam grafik berwarna yang sama,bukan naik turunnya pada grafik
yang berbeda atau berada jauh dari grafik normalnya. Lambatnya
peningkatan berat badan dan tinggi badan bisa menunjukkan adanya suatu
yang salah pada bayi, walaupun kebanyakan disebabkan masalah gizi. Anak

20
dan bayi tidak boleh diberikan komposisi diet yang sama dengan orang
dewasa karena adanya perbedaan kebutuhan gizi

S = Spurts, Dorongan pertumbuhan yang cepat

Semua bayi dan Balita dapat mengalami pertumbuhan yang cepat dan
mereka membutuhkan asupan gizi yang banyak. Bahkan bisa jadi mereka
menolak tidur siang,dan mengalami peningkatan berat badan dan tinggi
yang pesat,terutama pada usia enam sampai tujuh tahun,dan juga pada saat
pubertas. Bayi membutuhkan dua setengah sampai tiga kali lipat kalori lebih
banyak sesuai berat badannya dibandingkan dengan orang dewasa

II.4 KARTU MENUJU SEHAT(12)


Kartu menuju sehat adalah suatu kartu yang berisikan rekomendasi tentang
standar pertumbuhan, prototipe grafik pertumbuhan dan petunjuk cara peggunaan
grafik pada pelayanan kesehatan.

II.4.1 Prinsip Pengawasan Pertumbuhan dan Grafik Pertumbuhan


II.4.1.1 Jenis Pengukuran
Panjang atau tinggi badan
Panjang atau tinggi badan adalah merupakan ukuran yang sangat
stabil dan dapat diketahui riwayat kesehatan anak secara keseluruhan,
tetapi perubahannya sangat lambat pada penggunaan dalam pemantauan
pertumbuhan Lebih lanjut panjang atau tinggi badan tidak menurun,
sehingga tidak dapat dipakai untuk mengindikasikan adanya gangguan
pada kesehatan.

Berat badan menurut usia

21
Perubahan berat badan dapat diamati pada masa tenggang
beberapa hari, selain itu ketepatannya dapat dipercaya. Kerugian yang
mungkin terjadi adalah jika dikacaukan dengan pembengkakan/oedema.

Berat badan menurut Tinggi badan


Menghubungkan berat badan anak dengan tinggi badan
merupakan pengukuran objektif derajat kekurusan anak yang bisa
didapatkan. Untuk pemantauan perkembangan seorang anak berat badan
menurut tinggi badan tidak mempunyai kelebihan dibandingkan berat
badan menurut usia.

Lingkar badan
Lingkar kepala atau dada mempunyai kepentingan klinis khusus.
Lingkar lengan juga dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menilai derajat
kekurusan.
II.4.1.2 Waktu Pengukuran
Pengukuran berat badan seorang anak hanya sekali saja
sangat sulit ditafsirkan tanpa informasi tambahan. Sehingga pengukuran
harus dibuat secara berkala. Pengukuran pertama dilakukan segera setelah
melahirkan. Anak yang kecil pada saat lahir, jika tidak disebabkan
prematuritas atau gangguan gizi biasanya akan tetap berukuran kecil
dimana berat badan anak akan mengikuti kurva yang berjalan sejajar
tetapi dibawah median.
Yang baik anak-anak harus ditimbang sekurang-kurangnya sekali
sebulan selama tahun pertama, setiap dua bulan pada tahun kedua,dan
setiap tiga bulan pada tahun berikutya sampai usia lima tahun. Selain itu
anak harus ditimbang dan dicatat pada saat anak dibawa ke puskesmas/
posyandu.

II.4.1.3 Jenis Grafik

22
Gambaran penting grafik pertumbuhan adalah suatu grafik dimana
berat badan dicantumkan sesuai dengan usia, sehingga pertumbuhan
dapat diikuti secara grafis dalam perbandingan dengan standar rujukan.
Satuan berat badan ditulis dalam sumbu vertikal, biasanya kilogram.
Sumbu horizontal memperlihatkan usia anak, biasanya mulai lahir sampai
usia 5 tahun dibagi perbulan dan pembagian setiap bulan. Juga adanya
pembagian ruang yang cukup untuk keterangan pada tiga tahun pertama
dan ruang yang dipersempit pada usia keempat dan kelima. Karena lebih
muda anak lebih cepat pertumbuhannya dan lebih peka terhadap
penyimpangannya, dan penimbangan harus dilakukan lebih sering pada
usia dini tersebut.

II.4.1.4.Cara penggunaan Grafik pertumbuhan dalam pemantauan


kesehatan anak
Grafik harus digunakan sejak kelahiran. Kurva yang berjalan dari
berat badan kelahiran bayi ditandai pada kolom pertama grafik pada
setinggi berat badan yang dimaksud ke titik yang menunjukkan
penimbangan berat badan berkala berikutnya, dan merupakan indikator
yang paling penting dari keadaan kesehatan dan gizi anak tersebut.

23
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN,
DAN DEFINISI OPERASIONAL

III.1 Kerangka Konsep

Tingkat Pendidikan Ibu Tingkat Pengetahuan Tentang


ASI eksklusif

Pemberian ASI Eksklusif Faktor


Kontinuitas Penghambat

Status Gizi Bayi Usia 6 Bulan

III.2 Variabel Penelitian


- Variabel Independen / Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif.
- Variabel Dependen / Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah status gizi bayi usia 6
bulan.

III.3 Definsi Operasional


III.3.1 Pemberian ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi selama 6
bulan tanpa memberi makanan lain.

24
III.3.2 Status Gizi Bayi 6 Bulan
Status gizi bayi, pedoman yang digunakan adalah standar berdasar
tabel WHO-NCHS (National Center for Health Statistics) dan WHO,
dengan pengambilan data melalui KMS.

III.3.3 Tingkat Pendidikan Ibu


Tingkat pendidikan ibu adalah pendidikan formal terakhir dari Ibu
bayi yang dijadikan responden. Dibagi menjadi tidak sekolah, SD, SMP,
SMA, Universitas.

III.3.4 Tingkat Pengetahuan Tentang ASI Eksklusif


Tingkat pengetahuan tentang asi eksklusif adalah tingkat
pengetahuan ibu tentang pengertian dan manfaat ASI eksklusif. Dibagi
menjadi rendah, kurang, cukup, dan baik.

III.3.5 Faktor Penghambat


Faktor penghambat merupakan faktor-faktor yang menyebabkan ibu
tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

III.3.6 Kontinuitas
Kontinuitas pada ibu pekerja yang tetap memberikan ASI
eksklusifnya secara teratur.

25
BAB IV
METODE PENELITIAN

IV.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik studi cross
sectional, melalui observasi dan kuisioner pada ibu-ibu yang memiliki bayi
usia 6 - 12 bulan.

IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Mampang pada tanggal 30 Maret 2009 hingga 24 April 2009.

IV.3 Populasi Penelitian


Ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6 – 12 bulan yang memenuhi
kriteria inklusi pada wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang.

IV.4 Sampel Penelitian


Sampel penelitian (untuk pemberian asi eksklusif) diambil dari hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus infinit :
z2 x p x q
no =
d2

(1,96)2 x 0,984 x 0,016


=
(0,01)2
= 605 sampel

no = besar sampel optimal yang dibutuhkan studi


Z = pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96
p = prevalensi/proporsi kelompok yang menderita penyakit/peristiwa
yang diteliti

26
q= prevalensi/ proporsi kelompok yang tidak menderita
penyakit/peristiwa yang diteliti.
d = akurasi dari ketepatan pengukuran

Kemudian dikoreksi besar sampel untuk populasi yang dengan rumus finit :
no
n=
1 + (no/N)

605
=
1 + (605/ 144)

= 116 sampel
n = besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi finit
no = besar sampel dari populasi yang infinit
N = besar sampel populasi finit

Sampel penelitian yang dipakai sebagai kontrol yang dilakukan


kepada bayi yang diberikan makanan tambahan (PMT) diambil sesuai
dengan hasil perhitungan sample untuk pemberian ASI eksklusif yaitu
sebesar 116 sample.

IV.5 Cara Pengambilan Sampel


Penelitian dilakukan oleh 3 orang, dimana setiap peneliti mengadakan
observasi dan kuisioner pada bayi usia 6 – 12 bulan.
Pengambilan responden dilakukan pada masing-masing 1 Rukun
Warga (RW) di setiap kelurahan yang ada di wiliyah kerja Puskesmas
Kecamatan Mampang Prapatan secara proporsional. Yang dilakukan untuk
mencari efek pemberian asi eksklusif terhadap status gizi bayi usia 6 bulan.
Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi, yaitu
persalinan normal (bayi tunggal, lahir cukup bulan, bayi lahir spontan, berat
badan > 2500 g dan bayi sehat). Bayi yang memiliki kelainan kongenital
(cacat bawaan) tidak diikutsertakan dalam penelitian (kriteria ekslusif).

27
IV.6 Cara Pengumpulan Data
- Data primer, diperoleh dari pengisian kuesioner dan observasi terhadap
ibu bayi usia 6 – 12 bulan yang melakukan pemberian asi eksklusif dan
memiliki KMS atau catatan perkembangan gizi bayi yang dilakukan oleh
posyandu setiap bulannya serta ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif
sebagai perbandingan.
- Data sekunder, diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan.
- Data tersier, diperoleh dari buku-buku, jurnal dan internet (situs) yang
diakui keabsahannya

IV.7 Instrumen Penelitian


A. Buku rujukan yang bersumber dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia dan WHO.
B. Tabel WHO-NCHS dan WHO
C. KMS.
D. Kuesioner.

IV.8 Pengolahan Data


Data-data yang diperoleh akan dilakukan pengolahan data dengan
tahapan sebagai berikut :
-Editing data : Memeriksa ulang kelengkapan
isi kuesioner
-Pengelompokkan data : Seluruh jawaban dikelompokkan per variabel
-Tabulasi : Pengolahan data dilakukan secara manual

IV.9 Analisis Data


Untuk menganalisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
status gizi, pengujian dilakukan dengan uji chi-square terhadap rasio
prevalensi.

IV.10 Penyajian Data

28
Tekstural : Penyajian data hasil penelitian menggunakan kalimat.
Tabular : Penyajian data dengan menggunakan tabel.
Grafikal : Penyajian data dengan mengggunakan grafik.

IV.11 Organisasi Penelitian


A. Pembimbing dari Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti :
Dr. dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc.
B. Pembimbing dari Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan :
dr. Friana Asmely
C. Penyusun dan pelaksana penelitian
Jackson.T (030.97.076)
Teguh Wibowo (030.99.261)
Ivan Ferdian (030.01.119)

29
BAB V
HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang telah kami lakukan, kami mendapatkan 183 orang
responden yang terdiri dari 89 orang responden yang melakukan pemberian ASI
eksklusif dan 94 orang responden yang tidak melakukan pemberian ASI eksklusif
sebagai kontrol dan pembanding dari rencana semula yaitu 232 orang responden
yang terdiri dari 116 orang responden yang memberikan ASI eksklusif dan 116
responden yang tidak memberikan ASI eksklusif sebagai pembanding di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan pada periode April 2009.
Kekurangan jumlah responden dari rencana semula dikarenakan kurangnya
jumlah sampel (jumlah anak antara 6 hingga 12 bulan) juga karena karena
keterbatasan waktu. Pengambilan sampel dilakukan pada masing-masing 1 Rukun
Warga (RW) pada setiap wilayah kerja puskesmas kelurahan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan. Pemilihan RW didapatkan
berdasarkan jumlah bayi usia antara 6 bulan hingga 12 bulan terbanyak menurut
data yang kami dapat dari puskesmas kelurahan. Karena kurangnya jumlah
responden, kamu juga melebarkan usia dari sampel kami menjadi antara 6 hingga
24 bulan, namun masih dengan syarat pernah ke posyandu dan memiliki KMS
yang berisi data ketika usia 6 bulan. Wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Bangka
tidak kami sertakan karena kami tidak mendapatkan data jumlah bayi usia antara 6
bulan hingga 12 bulan di puskesmas tersebut.

30
Data Pribadi

Tabel 1. Jenis kelamin bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.

Jenis Kelamin

Dari tabel di atas, jumlah bayi yang tidak diberikan ASI ekslusif yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 49 bayi atau sebanyak 52,1% (26,8% dari total),
sedangkan jumlah bayi berjenis kelamin perempuan sebanyak 45 bayi atau
sebanyak 47,9% (24,6% dari total).
Sementara jumlah bayi yang diberikan ASI ekslusif yang berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 45 bayi atau sebanyak 51,7% (25,1% dari total), sedangkan jumlah
bayi berjenis kelamin perempuan sebanyak 43 bayi atau sebanyak 48,3% (23,5%
dari total).

Tabel 2. Pendidikan ayah dari bayi menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.

Pendidikan Ayah

31
Dari hasil di atas, pendidikan ayah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang
tidak sekolah tidak ada atau sebanyak 0% (0% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 9 orang atau sebanyak 9,6% (4,9% dari
total). Sementara pendidikan ayah bayi hingga SMP terdapat 16 orang atau
sebanyak 17% (8,7% dari total) dan SMA terdapat 54 orang atau sebanyak 57,4%
(29,5% dari total). Pendidikan ayah bayi hingga ke tingkat universitas mencapai
15 orang atau sebanyak 16% (8,2% dari total).
Sedangkan pendidikan ayah bayi yang diberikan ASI eksklusif yang tidak sekolah
ada 1 orang atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 8 orang atau sebanyak 9% (4,4% dari
total). Sementara pendidikan ayah bayi hingga SMP terdapat 12 orang atau
sebanyak 13,5% (6,6% dari total) dan SMA terdapat 54 orang atau sebanyak
60,7% (29,5% dari total). Pendidikan ayah bayi hingga ke tingkat universitas
mencapai 14 orang atau sebanyak 15,7% (7,7% dari total).

Tabel 3. Pendidikan ibu dari bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.

Pendidikan Ibu

Dari hasil di atas, pendidikan ibu bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang
ada 1 orang atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 9 orang atau sebanyak 9,6% (4,9% dari

32
total). Sementara pendidikan ibu bayi hingga SMP terdapat 19 orang atau
sebanyak 20,2% (10,4% dari total) dan SMA terdapat 55 orang atau sebanyak
58,5% (30,1% dari total). Pendidikan ibu bayi hingga ke tingkat Universitas
mencapai 10 orang atau sebanyak 10,6% (5,5% dari total).
Sedangkan pendidikan ibu bayi yang diberikan ASI eksklusif yang tidak sekolah
ada 1 orang atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 8 orang atau sebanyak 9% (4,4% dari
total). Sementara pendidikan ibu bayi hingga SMP terdapat 16 orang atau
sebanyak 18% (8,7% dari total) dan SMA terdapat 55 orang atau sebanyak 61,8%
(30,1% dari total). Pendidikan ibu bayi hingga ke tingkat Universitas mencapai 9
orang atau sebanyak 10,1% (4,9% dari total).

Tabel 4. Berat badan lahir bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.

Berat Badan Lahir


(gr)

Jumlah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram adalah 9 bayi atau sebanyak 9,6% (4,9% dari total). Berat badan
lahir bayi antara 2500 hingga 3000 gram adalah 41 bayi atau sebanyak 43,6%
(22,4% dari total). Sementara jumlah 3001 hingga 3500 gram adalah 31 bayi atau
sebanyak 33% (16,9% dari total). Jumlah bayi dengan berat badan lahir 3501
hingga 4000 gram adalah 7 bayi atau sebanyak 7,4% (3,8% dari total). Sedangkan
jumlah bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 6 bayi atau
sebanyak 6,4% (3,3% dari total).

33
Jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram adalah 6 bayi atau sebanyak 6,7% (3,3% dari total). Berat badan lahir
bayi antara 2500 hingga 3000 gram adalah 30 bayi atau sebanyak 33,7% (16,4%
dari total). Sementara jumlah 3001 hingga 3500 gram adalah 35 bayi atau
sebanyak 39,3% (19,1% dari total). Jumlah bayi dengan berat badan lahir 3501
hingga 4000 gram adalah 14 bayi atau sebanyak 15,7% (7,7% dari total).
Sedangkan jumlah bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 4
bayi atau sebanyak 4,5% (2,2% dari total).

Tabel 5. Tempat lahir bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009

Tempat Lahir

Berdasarkan tabel, jumlah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang lahir di
dukun anak adalah 4 bayi. Yang lahir di rumah sakit adalah 29 bayi. Yang lahir di
puskesmas adalah 10 orang, serta yang lahir di bidan adalah 51 orang.
Sedangkan jumlah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang lahir di dukun
anak adalah 3 bayi. Yang lahir di rumah sakit adalah 32 bayi. Yang lahir di
puskesmas adalah 11 orang, serta yang lahir di bidan adalah 43 orang.

34
Tabel 6. Penghasilan keluarga bayi yang menjadi sampel penelitian kami di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009

Penghasilan Keluarga
(Rp)

Berdasarkan tabel, penghasilan keluarga bayi yang mencapai 100.000 hingga


500.000 rupiah adalah 6 keluarga atau sebanyak 6,4% (3,3% dari total).
Penghasilan keluarga bayi yang mencapai 500.000 hingga 1.000.000 rupiah
adalah 31 keluarga atau sebanyak 33% (16,9% dari total). Penghasilan keluarga
bayi yang mencapai 1.000.000 hingga 1.500.000 rupiah adalah 33 keluarga atau
sebanyak 35,1% (18% dari total), sementara keluarga bayi yang memiliki
penghasilan lebih dari 1.500.000 rupiah adalah 24 keluarga atau sebanyak 25,5%
(13,1% dari total).

Berdasarkan tabel, penghasilan keluarga bayi yang mencapai 100.000 hingga


500.000 rupiah adalah 6 keluarga atau sebanyak 6,7% (3,3% dari total).
Penghasilan keluarga bayi yang mencapai 500.000 hingga 1.000.000 rupiah
adalah 35 keluarga atau sebanyak 39,3% (19,1% dari total). Penghasilan keluarga
bayi yang mencapai 1.000.000 hingga 1.500.000 rupiah adalah 23 keluarga atau
sebanyak 25,8% (12,6% dari total), sementara keluarga bayi yang memiliki
penghasilan lebih dari 1.500.000 rupiah adalah 25 keluarga atau sebanyak 28,1%
(13,7 dari total).

35
Tabel 7. Jumlah anak pada keluarga bayi yang menjadi sampel penelitian kami di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009

Jumlah Anak

Dari tabel dapat dilihat jumlah anak pada keluarga bayi yang tidak diberikan ASI
eksklusif yang memiliki anak lebih dari 5 adalah 1 keluarga atau sebanyak 1,1%
(0,5% dari total). Memiliki anak 5 sebanyak 2 keluarga atau sebanyak 2,1% (1,1%
dari total). Memiliki anak 4 sebanyak 3 keluarga atau sebanyak 3,1% (1,6% dari
total). Memiliki anak 3 sebanyak 14 keluarga atau sebanyak 14,9% (7,7% dari
total). Memiliki anak 2 sebanyak 25 keluarga atau sebanyak 26,6% (13,7% dari
total). Memiliki anak 1 sebanyak 49 keluarga atau sebanyak 52,1% (26,8% dari
total).

Dari tabel dapat dilihat jumlah anak pada keluarga bayi yang tidak diberikan ASI
eksklusif yang memiliki anak lebih dari 5 adalah 1 keluarga atau sebanyak 1,1%
(0,5% dari total). Memiliki anak 5 sebanyak 4 keluarga atau sebanyak 4,5% (2,2%
dari total). Memiliki anak 4 sebanyak 3 keluarga atau sebanyak 3,4% (1,6% dari
total). Memiliki anak 3 sebanyak 18 keluarga atau sebanyak 20,2% (9,8% dari
total). Memiliki anak 2 sebanyak 25 keluarga atau sebanyak 28,1% (13,7% dari

36
total). Memiliki anak 1 sebanyak 38 keluarga atau sebanyak 42,7% (20,8% dari
total).

Tingkat Pengetahuan

Tabel 8. Tingkat pengetahuan ibu bayi yang menjadi sampel penelitian kami di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009

Tingkat Pengetahuan

Dari hasil tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah ibu yang memiliki bayi
yang tidak diberikan ASI eksklusif dan memiliki pengetahuan rendah tentang ASI
eksklusif 16 ibu atau sebanyak 17% (8,7% dari total). Pengetahuan kurang 22 ibu
atau sebanyak 23,4% (12% dari total). Pengetahuan cukup 19 ibu atau sebanyak
20,2% (10,4% dari total). Sedangkan yang pengetahuan akan ASI eksklusifnya
baik adalah 37 ibu atau sebanyak 39,4% (20,2% dari total).

Sementara jumlah ibu yang memiliki bayi yang diberikan ASI eksklusif dan
memiliki pengetahuan rendah tentang ASI eksklusif 5 ibu atau sebanyak 5,6%
(2,7% dari total). Pengetahuan kurang 27 ibu atau sebanyak 30,3% (14,8% dari
total). Pengetahuan cukup 19 ibu atau sebanyak 21,3% (10,4% dari total).
Sedangkan yang pengetahuan akan ASI eksklusifnya baik adalah 38 ibu atau
sebanyak 42,7% (20,8% dari total).

37
Tabel 9. Tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu bayi yang menjadi sampel
penelitian kami di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan
periode April 2009

Pendidikan Ibu

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ada 2 ibu yang tidak sekolah dan
memiliki pengetahuan rendah. Sementara yang yang berpendidikan setingkat SD
dan memiliki tingkat pengetahuan yang rendah ada 2 orang (11,8%), kurang ada 5
orang (29,4%), berpengetahuan cukup ada 5 orang (29,4%), dan berpengetahuan
baik ada 5 orang (29,4%). Ibu yang berpendidikan SMP dan berpengetahuan
rendah ada 2 orang (5,7%), kurang ada 8 orang (22,9%), cukup ada 9 orang
(25,7%), dan yang berpengetahuan baik ada 16 orang (45,7%). Ibu yang
berpendidikan SMA dan berpengetahuan rendah ada 11 orang (10%), kurang ada
33 orang (30%), cukup ada 20 orang (18,2%), dan yang berpengetahuan baik ada
46 orang (41,8%). Ibu yang berpendidikan hingga tingkat Universitas dan
berpengetahuan rendah ada 4 orang (21,1%), kurang ada 3 orang (15,8%), cukup
ada 4 orang (21,1%), dan yang berpengetahuan baik ada 8 orang (42,1%).

38
ASI Eksklusif
Tabel 10. Pekerjaan ibu dan kontinuitas pemberian ASI eksklusif ibu bayi yang
menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Mampang Prapatan periode April 2009

Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ibu dari bayi yang di berikan
ASI eksklusif yang tidak bekerja adalah 78 ibu (87,6%). Ibu yang bekerja dan
melanjutkan pemberian ASI eksklusifnya dengan dipompa ada 6 ibu (6,7%),
pulang bila waktunya diberi ASI ada 2 ibu (2,2%) dan melanjutkan pemberian
ASI eksklusifnya dengan cara lainnya ada 3 orang (3,4%).

Non ASI Eksklusif


Tabel 11. Alasan pemberian makanan tambahan pada bayi yang menjadi sampel
penelitian kami di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan
periode April 2009

39
Dari tabel di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa alasan ibu tidak memberikan
ASI eksklusif karena ibu bekerja ada 23 orang (24,5), karena merasa susu formula
lebih baik dari asi ada 3 orang. Sedangkan karena ibu sakit sehingga takut
menularkan pada bayinya ada 2 orang (2,1%). Alasan karena produksi ASI ibu
berkurang ada 55 orang (58,5%). Sementara alasan lainnya ada 11 orang (11,7%).

Status Gizi
Tabel 12. Usia bayi ketika pertama kali dibawa ke posyandu yang menjadi sampel
penelitian kami di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan
periode April 2009

Bayi Dibawa ke Posyandu

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang
dibawa ke posyandu pada usia 5 hingga 6 bulan ada 12 bayi atau sebanyak 12,8%
(6,8% dari total). Usia 3 hingga 4 bulan ada 16 bayi atau sebanyak 17% (8,7%
dari total). Sedangkan dibawa ke posyandu saat usia 0 hingga 2 bulan ada 66 bayi
atau sebanyak 70,2% (36,1% dari total).
Sementara pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, saat pertama kali dibawa ke
posyandu pada usia 5 hingga 6 bulan ada 7 bayi atau sebanyak 7,9% (3,8% dari
total). Usia 3 hingga 4 bulan ada 11 bayi atau sebanyak 12,4% (6% dari total).
Sedangkan dibawa ke posyandu saat usia 0 hingga 2 bulan ada 71 bayi atau
sebanyak 79,8% (38,8% dari total).

40
Tabel 13. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi (menurut
standart WHO/NCHS) pada bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009

Pemberian ASI Eksklusif Total

Menurut tabel di atas status gizi bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, menurut
standart WHO/NCHS, yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk ada 1 bayi
atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total). Yang termasuk ke dalam kategori gizi
kurang ada 6 bayi atau sebanyak 6,4% (3,3% dari total). Yang termasuk kedalam
gizi baik ada 87 bayi atau sebanyak 92,6% (47,5% dari total).

Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif, menurut standart
WHO/NCHS, yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk tidak ada. Yang
termasuk ke dalam kategori gizi kurang ada 1 bayi atau sebanyak 1,1% (0,5% dari
total). Yang termasuk kedalam gizi baik ada 88 bayi atau sebanyak 98,9% (48,1%
dari total).

Tabel 14. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi (menurut
standart WHO) pada bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009

Pemberian ASI Eksklusif Total

41
42
Menurut tabel di atas status gizi bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, menurut
standart WHO, yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk ada 3 bayi atau
sebanyak 3,1% (1,6% dari total). Yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang
ada 8 bayi atau sebanyak 8,5% (4,4% dari total). Yang termasuk kedalam gizi baik
ada 83 bayi atau sebanyak 88,3% (45,4% dari total).

Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif, menurut standart WHO,
yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk tidak ada. Yang termasuk ke dalam
kategori gizi kurang ada 3 bayi atau sebanyak 3,4% (1,6% dari total). Yang
termasuk kedalam gizi baik ada 86 bayi atau sebanyak 96,6% (47% dari total).

43
BAB VI

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian didapatkan jenis kelamin bayi yang menjadi


responden terbanyak adalah laki-laki baik pada responden yang tidak diberikan
ASI eksklusif yaitu sebanyak 49 bayi atau sebanyak 52,1% (26,8% dari total)
maupun yang diberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 46 bayi atau setara dengan
51,7% (25,1 dalam total). Sedangkan responden bayi yang tidak diberikan ASI
eksklusif dan berjenis kelamin perempuan berjumlah 45 bayi atau setara 47,9%
(24,6% dari total) dan yag diberikan ASI eksklusif sebanyak 43 bayi atau
sebanyak 48,3% (23,5% dari total).
Sementara tingkat pendidikan terbanyak dari ibu bayi yang tidak
memberikan ASI berturut adalah SMA (55 orang (58,5%)), SMP (19 orang
(20,2)), Universitas (10 orang (10,6%)), SD (9 orang (9,6%)), dan yang tidak
bersekolah ada 1 orang (1,1%). Sedangkan untuk respondem yang memberikan
ASI eksklusif berturut-turut tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA (55 orang
(61,8%)), SMP (16 orang (18%)), Universitas (9 orang (10,1%), SD (8 orang (9%)
dan yang tidak bersekolah sebanyak 1 orang (1,1%). Pendidikan ibu memiliki
hubungan dengan pemberian ASI eksklusif kepada bayinya dengan kemaknaan
sebesar 0,994. Ini berarti pendidikan ibu tidak mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif.
Tingkat pengetahuan terhadap jumlah ibu yang memiliki bayi yang tidak
di berikan ASI eksklusif dan memiliki pengetahuan rendah tentang ASI eksklusif
16 ibu (17%(8,7% dari total), pengetahuan kurang 22 ibu (23,4 %(12% dari
total)), pengetahuan cukup 19 ibu (20,2%(10,4% dari total)), pengetahuan yang
baik 37 ibu (39,4%(20,2% dari total)). Sementara jumlah ibu yang memiliki bayi
yang di berikan ASI eksklusif yang memiliki pngetahuan rendah 5 ibu (5,6%
(2,7% dari total)), pengetahuan kurang 27 ibu (30,3%(14,8% dari total)),
pengetahuan cukup 19 ibu (21,3% (10,4% dari total)). Sedangkan yang
pengetahuan akan ASI eksklusifnya baik adalah 38 ibu atau sebanyak 42,7%

44
(20,8% dari total). Tingkat kemaknaan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif sebesar 0,104. Ini berarti
ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan
pemberian ASI eksklusif.
Dari tabel hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan
tentang ASI eksklusif ada 2 ibu yang tidak sekolah dan memiliki pengetahuan
rendah. Sementara yang yang berpendidikan setingkat SD dan memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah ada 2 orang (11,8%), kurang ada 5 orang (29,4%),
berpengetahuan cukup ada 5 orang (29,4%), dan berpengetahuan baik ada 5 orang
(29,4%). Ibu yang berpendidikan SMP dan berpengetahuan rendah ada 2 orang
(5,7%), kurang ada 8 orang (22,9%), cukup ada 9 orang (25,7%), dan yang
berpengetahuan baik ada 16 orang (45,7%). Ibu yang berpendidikan SMA dan
berpengetahuan rendah ada 11 orang (10%), kurang ada 33 orang (30%), cukup
ada 20 orang (18,2%), dan yang berpengetahuan baik ada 46 orang (41,8%). Ibu
yang berpendidikan hingga tingkat Universitas dan berpengetahuan rendah ada 4
orang (21,1%), kurang ada 3 orang (15,8%), cukup ada 4 orang (21,1%), dan yang
berpengetahuan baik ada 8 orang (42,1%). Berdasarkan hasil tesebut didapatkan
ada 2 ibu yang tidak sekolah, dan keduanya memiliki tingakt pengetahuan tentang
ASI eksklusif yang rendah. Ibu yang berpendidikan hingga tingkat SMA dan
Universitas juga memiliki perbandingan tingkat pengetahuan yang berarti antara
tingkat pengetahuan baik dan tingkat pengetahuan lainnya. Hal ini menunjuukan
adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif dengan kemaknaan sebesar 0,039.
Ibu dari bayi yang memberikan ASI eksklusif yang tidak bekerja sebanyak
78 ibu (87,6%), ibu yang bekerja dan melanjutkan pemberian ASI eksklusifnya
dengan dipompa sebanyak 6 ibu (6,7%), ibu yang melanjutkan pemberian ASI
eksklusifnya dengan cara lainnya sebanyak 3 orang (3,4%), pulang bila waktunya
memberikan ASI eksklusif sebanyak 2 ibu (2,2%).
Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif karena produk ASI berkurang
sebanyak 55 orang (58,5%), karena ibu bekerja sebanyak 23 orang (24,5%),

45
alasan lainnya sebanyak 11 orang (11,7%), ibu sakit dan takut menularkan pada
bayinya sebanyak 2 orang (2,1%).
Status gizi yang tidak diberikan ASI eksklusif menurut standard WHO/
NCHS yang termasuk kategori gizi baik sebanyak 87 bayi (92,6% (47,5% dari
total)), yang termasuk dalam kategori gizi kurang sebanyak 6 bayi (6,4% (3,3%
dari total)), yang termasuk dalam kategori gizi buruk sebanyak 1 bayi (1,1%
(0,5% dari total)).
Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif menurut standard
WHO/NCHS, yang termasuk ke dalam gizi baik sebanyak 88 bayi (98,9% (48,1%
dari total)), yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang sebanyak 1 bayi (1,1%
(0,5% dari total)) dan yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk tidak ada.
Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi dengan
menggunakan standar status gizi menurut WHO/NCHS dengan kemaknaan
sebesar 0,108.
Status gizi bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif menurut standar WHO,
yang termasuk ke dalam gizi baik sebanyak 83 bayi (88,3% (45,4% dari total)),
yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang sebanyak 8 bayi (8,5% (4,4% dari
total)), yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk sebanyak 3 bayi (3,1% (1,6%
dari total)).
Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif menurut
standard WHO, yang termasuk ke dalam kategori gizi baik sebanyak 86 bayi
(96,6% (47% dari total)), yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang sebanyak
3 bayi (3,4% (1,6% dari total)) dan yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk
tidak ada.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan status gizi
menurut standar WHO dengan tingkat kemaknaan sebesar 0,121.
Berdasarkan hasil yang didapat, standar status gizi menurut WHO/NCHS
mendapatkan 1 bayi dengan status gizi buruk dan 6 bayi dengan status gizi
kurang. Sementara dengan menggunakan standar gizi menurut WHO didapatkan 3
bayi dengan status gizi buruk dan 11 bayi dengan status gizi kurang. Hal ini
menunjukkan bawha standar status gizi menurut WHO memiliki deteksi yang

46
lebih baik terhadap bayi dengan status gizi kurang dan status gizi buruk. Hal ini
sesuai dengan hasul penelitian de Onis, dkk dari Department of Nutrition, World
Health Organization pada penelitian berjudul Comparison of the World Health
Organization (WHO) Child Growth Standards and the National Center for Health
Statistics/WHO international growth reference: implications for child health
programmes.

47
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil penelitian kami yang berjudul pengaruh pemberian ASI
eksklusif terhadap status gizi bayi usia 6 bulan di Kecamatan Mampang Prapatan,
berdasarkan data yang telah kami kumpulkan, kami mengambil kesimpulan.
- Tingkat pendidikan terakhir ibu yang menjadi
responden terutama adalah setingkat sekolah menengah atas.
Perbandingan yang tidak besar antara yang ibu yang memberikan ASI
eksklusif dengan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif menegaskan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu
dengan pemberian ASI eksklusif.
- Tingkat pendidikan terakhir dari ibu juga ternyata
berpengaruh terhadap pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Ibu dengan
tingkat pendidikan SMA dan kuliah memiliki tingkat pengetahuan tentang
ASI eksklusif yang lebih baik. Sementara dari 2 orang ibu yang tidak
mengenyam pendidikan formal, keduanya memliki tingkat pengetahuan
tentang ASI yang rendah.
- Tingkat pengetahuan ibu berpengaruh terhadap
pemberian ASI eksklusif. Walaupun perbandingan antara ibu yang
memberikan ASI eksklusif dan yang tidak memberikan ASI eksklusif tidak
terlalu besar pada tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif yang baik,
namun pada tingkat pengetahuan yang rendah perbandingannya cukup
besar. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ASI
eksklusif yang rendah berpengaruh pada rendahnya pemberian ASI
eksklusif.

48
- Alasan utama ibu tidak memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya adalah karena kurangnya produksi ASI ibu. Sedangkan
alasan terbanyak kedua adalah karena ibu bekerja.
- Pemberian ASI eksklusif berpengaruh terhadap
status gizi bayi pada usia 6 bulan menurut 2 standar status gizi yang
dipakai. Standar status gizi WHO/NCHS mencatat ada 1 bayi yang
berstatus gizi kurang pada yang diberikan ASI eksklusif dan 6 gizi kurang
serta 1 gizi buruk pada bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif. Sementara
dengan standar status gizi menurut WHO didapatkan 3 bayi yang berstatus
gizi kurang pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dan 8 bayi yang
berstatus gizi kurang dan 3 yang berstatus gizi buruk pada bayi yang tidak
diberikan ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan standar status gizi menurut
WHO mendeteksi lebih baik pada status gizi yang kurang atau buruk
dibandingkan standar menurut WHO/NCHS.

Saran
1. Meningkatkan pengetahuan tentang ASI eksklusif melalui
penyuluhan – penyuluhan atau melalui brosur- brosur yang dapat menjangkau
semua golongan dengan materi yang lebih mudah dimengerti.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang cara-cara mencegah
berkurangnya produksi asi dengan cara memberikan penyuluhan pada saat
kehamilan atau setelah melahirkan.
3. Memberikan pengertian dan pengetahuan kepada ibu yang bekerja
tentang cara menjalankan ASI eksklusif ketika bekerja.
4. Dipergunakannya standar status gizi menurut WHO karena standar
status gizi tersebut dapat lebih banyak mendeteksi bayi/anak dengan gizi
kurang/buruk.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Berhman RE, Kiegmen RM, Jensen HB. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
15 volume 1. Pennsylvania ; 2000. Hal 37 – 90.
2. Siregar A. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,
Bagian Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat USU, 2004. Available at
http://library.usu.ac.id/fkm/fkm-arifinsiregar.pdf. Accessed on 19 January 2009.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Balita. Dir-Jen Bin Kes Ma, Direktorat Bin Kes Ga. Jakarta ; 1993. Hal
1-25.
4. ASI Ekslusif dan Perkembangan Balita. Available at :
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=709&ite
mid=2 Accessed on 17 Maret 2009.
5. Asi Eksklusif 6 bulan. Available at http://bayidananak.com/2008/11/19
Accessed on 17 Maret 2009.
6. Pediatric Development. Available at http://emedicine.com/ped/topic164.htm
Accessed on 17 Maret 2009.
7. Hadi H. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasi terhadap Kebijakan
Pembangunan Kesehatan Nasional. Disampaikan dalam pidato Penyuluhan
Jabatan Guru Besar FK UGM; 2005.
8. Tumbuh Kembang Anak. Available at http://www.idai.or.id Accessed on 17
Maret 2009.
9. Growth and Development. Available at http://www.medline.com. Accessed on
17 Maret 2009.
10. Untoro Dr.Rachmi. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta : Depkes RI;
Januari 2002.
11. Baby Growth. Available at http://babyworld.co.uk/information/baby.asp
Accessed on 17 Maret 2009.

50
12. Ronardy Devi H. Prinsip Pengawasan Pertumbuhan dan Grafik Pertumbuhan.
Dalam: Buku Kartu Menuju Sehat. Jakarta :WHO;1995.
13. Upah Minimum Provinsi, 2008. Available at :
http://www.pajak.net/blog/2008/02/03/upah-minimum-provinsi-ump-2008
Accessed on 18 Maret 2009.
14. Novida L, Dida A, Gurnida, Garna H. Perbandingan Fungsi Kognitif Bayi
Usia 6 Bulan yang Mendapat dan yang Tidak Mendapat ASI ekslusif. Bandung. J.
Sari Pediatri 2008; 9 : 429-34.

51
LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN ASI EKSLUSIF TERHADAP
STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 BULAN
DI KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN

Pembimbing :
DR. dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc.
dr. Friana Asmely

Penyusun :
Jackson T. (030.97.076)
Teguh Wibowo (030.99.261)
Ivan Ferdian (030.01.119)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PUSKESMAS KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN
PERIODE 23 FEBRUARI 2009 – 3 MEI 2009
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

52
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan penelitian dengan judul :

PENGARUH PEMBERIAN ASI EKSLUSIF TERHADAP


STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 BULAN
DI KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN

Pembimbing, Pembimbing,
Kampus FK USAKTI Puskesmas Kec. Mampang Prapatan

(DR.dr. Nugroho Abikusno,MSc) (dr. Friana Asmely)

53
i
KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat
menyelesaikan Laporan Penelitian yang berjudul : “PENGARUH PEMBERIAN
ASI EKSLUSIF TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 BULAN
DI KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN”.
Tujuan dari penyusunan Laporan Penelitian ini adalah sebagai salah satu
tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Trisakti yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Mampang
Prapatan, Jakarta Selatan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1..DR.dr.R.M.Nugroho Abikusno,MSc., selaku Dosen Pembimbing dari IKM
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
2. dr. Hj.Henny F. Fachruddin, MARS, selaku Kepala Puskesmas Kecamatan
Mampang Prapatan.
3. dr. Friana Asmely, selaku pembimbing dari Puskesmas Kecamatan
Mampang Prapatan.
4. Para dosen IKM Fakultas Kedokteran Trisakti.
5. Para dokter, paramedis dan seluruh staff Puskesmas Kecamatan Mampang
Prapatan.
6. Serta semua pihak yang turut membantu selama penyusunan laporan
penelitian ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami sadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan, kami
sangat menghargai saran serta kritik yang diberikan yang bertujuan membangun
bagi kita semua.

Jakarta, April 2009


Penyusun

ii
54
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang................................................................... 1
I.2 Perumusan Masalah........................................................... 2
I.3 Tujuan Penelitian............................................................... 2
I.4 Hipotesis............................................................................. 3
I.5 Manfaat Penelitian............................................................. 3
I.6 Keterbatasan Penelitian...................................................... 4
I.7 Ruang Lingkup Penelitian.................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif............................................. 5
II.2 Status Gizi Bayi................................................................. 15
II.3 Penilaian Perkembangan Bayi…………………………… 19
II.4 Kartu Menuju Sehat……………………………………... 22

BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN, DEFINISI


OPERASIONAL
III.1 Kerangka Konsep............................................................... 25
III.2 Variabel Penelitian............................................................. 25
III.3 Definisi Operasional.......................................................... 25

iii
55
Halaman
BAB IV METODE PENELITIAN
IV.1 Jenis Penelitian................................................................... 27
IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................. 27
IV.3 Populasi Penelitian............................................................. 27
IV.4 Sampel Penelitian............................................................... 27
IV.5 Cara Pengambilan Sampel................................................. 28
IV.6 Cara Pengumpulan Data..................................................... 29
IV.7 Instrumen Penelitian.......................................................... 29
IV.8 Pengolahan Data................................................................ 29
IV.9 Analisis Data...................................................................... 31
IV.10 Penyajian Data................................................................... 29
IV.11 Organisasi Penelitian.......................................................... 30

BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................. 31

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................... 44

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 48

DAFTARPUSTAKA…………………………………………………….... 50

LAMPIRAN

iv
56
LAMPIRAN

57

You might also like