You are on page 1of 29

PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNAN RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH CIAWI

I. Nama Usia Alamat

IDENTITAS PASIEN : Ny. E : 23 tahun : Kp. Neglasari, Pagelaran, Ciomas Nama Usia

IDENTITAS SUAMI : Tn. S : 31 tahun : Kp. Neglasari, Pagelaran, Ciomas

Alamat

Suku Bangsa : Jawa Agama Pendidikan Pekerjaan : Islam : SMP : Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa : Jawa Agama Pendidikan Pekerjaan : Islam : SMP : Supir

II.

RIWAYAT PENYAKIT

Pasien masuk pada tanggal 7 Mei 2013 pada pukul 06.20.

Diambil dari Keluhan utama

: Autoanamnesis pada tanggal 7 Mei 2013 pada pukul 10.00 di ruang VK : Pasien hamil datang dengan mules-mules sejak 6,5 jam SMRS

Keluhan tambahan : Keluar lendir darah sejak 1,5 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan rujukan dari bidan Sumi dengan keluhan mules-mules (+) sejak pukul 00.00 (7 Mei 2013), keluar lendir darah (+) sejak pukul 05.00 (7 Mei 2013), keluar air-air (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-). Pasien mengaku kehamilan ketiga dengan HPHT 28 Juli 2012 dan pernah mengalami keguguran (+) 1x saat kehamilan pertama di usia kandungan 3 bulan. Pasien mengatakan melahirkan melalui seksio sesarea 3,5 tahun yang lalu akibat ketuban pecah dini 12 jam sebelum melahirkan. Pasien pernah melakukan USG tanggal 6 Mei 2013 dengan kesan biometri janin sesuai usia gestasi aterm.
1|Page

Riwayat Penyakit Dahulu (-) Hipertensi (-) Diabetes (-) Asma (-) Alergi (-) Operasi

Riwayat Penyakit Keluarga (-) Hipertensi (-) Diabetes (-) Asma (-) Alergi (-) Operasi Riwayat Menstruasi Menarche Siklus Lama Banyaknya pembalut/hari Nyeri haid Hari pertama haid terakhir Tafsiran persalinan Usia kehamilan : 12 tahun : 28 hari : 6 7 hari : 4x ganti / hari : sedang : 28 Juli 2012 : 4 Mei 2013 : 40 41 minggu

Riwayat Pernikahan Pasien mengaku menikah saat usia 18 tahun. Riwayat Kehamilan
2|Page

Hamil I Hamil II Hamil III

: abortus saat usia kehamilan 3 bulan : kehamilan cukup bulan : kehamilan sekarang

Riwayat Persalinan Persalinan I : (-)

Persalinan II : seksio sesarea, bayi laki-laki, 3,5 tahun dengan berat badan lahir 3400 gram.
Persalinan III : kehamilan sekarang

Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak pernah menggunakan KB.

Perawatan Ante Natal Care Pasien mengatakan melakukan perawatan antenatal care sejak usia kandungan 2 bulan di bidan dan puskesmas setempat.

III.

PEMERIKSAAN

Dilakukan pada tanggal 7 Mei 2013 pada pukul 10.15 Pemeriksaan Umum Keadaan umum Kesadaran Tinggi Badan Berat Badan Tanda-tanda Vital : tampak sakit sedang : compos mentis : 160 cm : 68 kg : Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan : 130/90 mmHg : 82x / menit : 36,5 C : 21x / menit

Pemeriksaan Sistematis Kepala Mata Telinga Hidung : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+) : membran timpani intak (+/+), hiperemis (-/-), sekret (-/-) : deviasi septum (-), sekret (-/-)

Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang Mulut : oral hygiene baik

3|Page

Leher

: pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks Payudara Paru Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : gerakan simetris kanan = kiri : tidak teraba massa, vokal fremitus kanan = kiri, : sonor di seluruh lapang paru : suara nafas vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) : bentuk normal, inverted nipple (-/-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : tidak tampak pulsasi iktus kordis pada sela iga V linea midklavikula sinistra : teraba iktus cordis pada sela iga V linea midklavikula sinistra : redup : bunyi jantung I II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen Inspeksi : perut membuncit, striae gravidarum (+), jaringan parut (+) 10 cm di regio suprapubik Palpasi Leopold I Leopold II : TFU : 33 cm TBJ : 3410 gram His : 3-4 x 45 x 10

: teraba bagian lunak, tidak melenting (bokong) : teraba bagian dengan tahanan lebih besar pada perut bagian kanan dan bagian kecil pada abdomen kiri (punggung kanan)

Leopold III Leopold IV

: teraba bagian bulat, keras, melenting (kepala) : bagian terendah janin masuk pintu atas panggul (konvergen)

Auskultasi

: DJJ : 148x / menit

Genitalia Vulva / vagina tidak ada kelainan, pendarahan aktif (-)

4|Page

Pemeriksaan Dalam 3 - 4 cm, portio tebal lunak, ketuban (+), presentasi kepala, Hodge I

Ekstremitas Edema : Sianosis : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah Hb Hematokrit Leukosit Trombosit : 10,2 g/dl : 36 % : 9800 / ul : 386000 /ul

Urin rutin Protein Urin : negative (-)

IV.

RESUME Pasien Ny. E, usia 23 tahun datang dengan keluhan mules-mules sejak 6,5 jam SMRS, keluar

lendir darah sejak 1,5 jam SMRS, keluar air-air (-). Pasien mengaku kehamilan ketiga dengan HPHT 28 Juli 2012 dan pernah mengalami keguguran (+) 1x saat kehamilan pertama di usia kandungan 3 bulan. Pasien mengatakan melahirkan melalui seksio sesarea 3,5 tahun yang lalu akibat ketuban pecah dini 12 jam sebelum melahirkan. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum Kesadaran Tanda-tanda Vital : tampak sakit sedang : compos mentis : Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan
5|Page

: 130/90 mmHg : 82x / menit : 36,5 C : 21x / menit

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Palpasi Leopold I Leopold II Leopold III Leopold IV : perut membuncit, striae gravidarum (+) : TFU : 33 cm : bokong : punggung kanan : kepala : bagian terendah janin masuk pintu atas panggul TBJ : 3410 gram His : 3-4 x 45 x 10

Auskultasi

: DJJ : 148x / menit

Pemeriksaan Dalam 3 - 4 cm, portio tebal lunak, ketuban (+), presentasi kepala, Hodge I Pemeriksaan Penunjang USG tanggal 6 Mei 2013 dengan kesan biometri janin sesuai usia gestasi aterm

DIAGNOSA KERJA Ibu : G3P1A1 gravid aterm inpartu kala I fase laten + riwayat SC 3,5 tahun yang lalu.

Janin : Janin tunggal hidup, intrauterine, presentasi kepala

PENATALAKSANAAN Medika mentosa IVFD RL 500 cc standby

Non medika mentosa Observasi kemajuan persalinan, tanda-tanda vital, dan his Pemasangan O2 dengan nasal kanul 2 -3 lpm Berbaring dengan miring ke kiri Rencana persalinan pervaginam

V.

LAPORAN PERSALINAN

Tanggal 8 Mei 2013 pukul 07.15 Lahir bayi spontan, letak belakang kepala, segera menangis dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan 3100 gram, panjang badan 49 cm.
6|Page

Tanggal 8 Mei 2013 pukul 07.20 Plasenta lahir spontan, kesan lengkap selaput dan kotiledonnya dengan berat plasenta 500 gram, kontraksi uterus baik, pendarahan 200cc, pada perineum dilakukan episiotomy, ruptur grade III, hecting (+) dalam/ luar dengan teknik jelujur 6x.

Terapi oral post partum Cefadroxil 2 x 500 mg untuk 5 hari Asam mefenamat 3 x 500 mg untuk 3 hari Sulfat Ferosus 1 x 1 tablet untuk 10 hari

VI.

FOLLOW UP

Follow up I, dilakukan pada 9 Mei 2013, pukul 08.00 S : Pasien sudah merasa membaik, pusing (-), mual (-), muntah (-), buang air kecil (+) spontan,

buang air besar (-), flatus (+), mobilisasi (+) duduk, ASI (-), pendarahan dari jalan lahir (+) sedikit. O : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu Mata Thoraks Abdomen Genitalia Ekstremitas A : tampak sakit sedang : Compos mentis : 120/80 mmHg : 80 x/menit : 20 x /menit : 36,7 C : konjungtiva anemis (-/-) : c/p dalam batas normal : TFU : setinggi pusat : v/v tidak ada kelainan, pendarahan aktif (-) : edema (-/-)

: P2A1 post partum spontan nifas hari I

Follow up II, dilakukan pada 10 Mei 2013, pukul 08.00

7|Page

: Pasien sudah merasa membaik, pusing (-), mual (-), muntah (-), buang air kecil (+) spontan,

buang air besar (+), flatus (+), mobilisasi (+) jalan, ASI (+), pendarahan dari jalan lahir (+) sedikit. O : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu Mata Thoraks Abdomen Genitalia Ekstremitas A : tampak sakit sedang : Compos mentis : 120/80 mmHg : 76 x / menit : 20 x / menit : 36,5C : konjungtiva anemis (-/-) : c/p dalam batas normal : TFU : 1 jari di bawah pusat : v/v tidak ada kelainan, pendarahan aktif (-) : edema (-/-)

: P2A1 post partum spontan nifas hari II

8|Page

KEHAMILAN DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA

Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro,2005).

Jenis-Jenis Operasi Seksio Sesarea 1. Seksio sesarea transperitoneal profunda (ismika) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim 10 cm. Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum Pendarahan luka insisi tidak begitu banyak Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil karena parut pada uterus pada umumya kuat sehingga membolehkan persalinan pervaginam pada kehamilan berikutnya.
9|Page

Kekurangan : Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uterine terputus sehingga mengakibatkan pendarahan yang banyak. Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.

2. Seksio sesarea transperitoneal klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihan : Mengeluarkan janin lebih cepat Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan : Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.

Indikasi : Adanya halangan untuk melakukan SC TPP (misalnya, melekat eratnya uterus pada dinding perut karena seksio sesarea sebelumnya, insisi di segmen bawah rahim mengandung banyak pendarahan berhubungan dengan letaknya plasenta pada plasenta previa). Apabila bertujuan melakukan histerektomi setelah janin dilahirkan.

Gambar I. SC transperitoneal profunda


10 | P a g e

Gambar II. SC transperitoneal klasik

INDIKASI IBU : 1. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)

Yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga bayi tidak dapat melewati jalan lahir.

2. Ruptur uteri

Yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan spontan.

11 | P a g e

3. Plasenta previa

Yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya sehingga ketika serviks membuka selama persalinan.

4. Partus dengan penyulit

Penyakit ibu (eklampsia / preeklampsia berat, penyakit jantung, kanker serviks) Pembedahan rahim sebelumnya (miomektomi, ruptur rahim sebelumnya, riwayat seksio sesarea sebelumnya : jenis insisi, jumlah seksio sesarea sebelumnya, ) Sumbatan jalan lahir (tumor pelvis) Partus lama, partus tidak maju Kekurangan tenaga misalnya pada ibu anemia sehingga kekurangan tenaga untuk mengedan sehingga dapat menjadi kesulitan dalam persalinan

5. Keadaan-keadaan di mana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.

12 | P a g e

INDIKASI ANAK 1. Janin besar Yaitu bila berat bayi lebih dari 4000 gram sehingga sulit untuk dilahirkan pervaginam 2. Gawat janin Pada saat janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan. 3. Kelainan letak : letak sungsang / letak lintang

Klasifikasi letak lintang :

a) Letak bokong (Frank Breech) Letak bokong dengan kedua kaki terangkat ke atas. b) Letak sungsang sempurna (Compete Breech) Letak bokong di mana kedua kaki ada di samping bokong. c) Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech) Letak sungsang di mana selain bokong bagian yang terendah juga terdapat kaki atau lutut, terdiri dari : i) Kedua kaki letak kaki sempurna ii) Satu kaki letak kaki tidak sempurna iii) Kedua lutut letak lutut sempurna iv) Satu lutut letak lutut tidak sempurna

13 | P a g e

Tabel I. Skor Zatuchni Andros Keterangan Paritas Masa gestasi TBJ Riwayat letak sungsang Station Pembukaan 0 Primigravida 39 minggu 3650 < -3 2cm 1 Multigravida 38 minggu 3629-3176 1x -2 3cm 2 37minggu 3176 2x -1 4cm

Keterangan : Skor 3 Skor 4 Skor 5 : persalinan prabdominan : evaluasi kembali secara cermat, terutama berat badan janin, bila nilai

tetap, dapat pervaginam. : persalinan pervaginam

4. Kehamilan kembar (gemelli)


14 | P a g e

Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu Bila terjadi interlok (interlocking of the twins) Gawat janin, dsb

5. Hidrocephalus

Di mana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun kepala terlalu besar sehingga tidak dapat berakomodasi dengan jalan lahir.

Kontraindikasi dilakukannya Seksio Sesarea Menurut Mochtar (1998) : 1. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk di uterus sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi. 2. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi. 3. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas. 4. Adanya kelainan kongenital berat.

Komplikasi Infeksi nifas o Ringan : dengan kenaikan suhu eberapa hari saja. o Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut terasa sedikit kembung. o Berat : dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Hal ini sering ditemukan pada partus terlantar, seperti telah terjadinya infeksi intrapartal karena ketuban pecah dini. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit, dan antibiotika ang adekuat dan tepat.
15 | P a g e

Pendarahan yang mungkin disebabkan oleh : o Banyaknya pembuluh darah yang terputus atau terbuka o Atonia uteri

Luka pada kandung kemih, emboli paru, dan keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi, tetapi hal ini jarang terjadi. Kemungkinan ruptur uteri spontan akibat kurang kuatnya parut pada dinding uterus pada kehamilan mendatang.hal ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.

Kelebihan Seksio Sesarea antara lain: 1. Ibu melahirkan tidak merasakan sakit ketika melahirkan bayinya karena efek obat bius. 2. Wanita bisa memilih tanggal kelahiran bayi sesuai dengan yang diinginkan seperti tanggal penting yang dianggap berkah bagi keluarga. 3. Jalan lahir utuh sehingga organ kewanitaan sama seperti sebelum melahirkan 4. Sangat dibutuhkan untuk wanita dengan riwayat melahirkan caesar, pinggul sempit, hipertensi, persalinan lama, atau ibu tidak kuat mengejan 5. Operasi cesar dilakukan dalam waktu yang singkat sehingga proses persalinan yang lama bisa dihindari, dengan operasi ini juga dapat meminimalis terjadinya kecelakaan yang biasa terjadi pada proses kelahiran normal sehingga bayi cacat bisa dihindar

Kekurangan Seksio Sesarea antara lain : 1. Rasa sakit yang sangat pada bagian perut dan rahim akibat robekan saat operasi. Hal ini tidak dirasakan oleh ibu melahirkan secara normal. 2. Kemungkinan terjadi infeksi rahim dan perdarahan yang lebih banyak daripada persalinan normal. 3. Kemungkinan trauma pada organ tubuh yang lain. 4. Membutuhkan masa pemulihan yang lebih lama daripada persalinan normal, bahkan efeknya masih dirasakan hingga bertahun-tahun. 5. Biaya yang dikeluarkan untuk melahirkan dengan cara caesar jauh lebih besar. 6. Ada bekas operasi pada perut bagian bawah. 7. Biaya pembedahan relatif tinggi
16 | P a g e

Nasihat Pasca Operasi Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakain kontrasepsi. Kehamilan berikutnya sebaiknya diawasi dengan antenatal yang baik. Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit besar. Apakah persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea bergantung dari indikasi seksio sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya. (Once a cesarean not always a cesarean)

Vaginal Birth After prior Cesarean (VBAC) (Persalinan Pervaginam dengan Riwayat Seksio Sesarea Sebelumnya)

Prasyarat yang harus dipenuhi Persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea atau yang dikenal dengan trial of scar memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan, dan alat monitor denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia. Setiap unit persalinan yang melakukan persalinan pada bekas seksio sesarea harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri.

Faktor yang berpengaruh Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio
:

1. Teknik operasi sebelumnya. Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal merupakan salah satu syarat dalam melakukan persalinan pervaginam, di mana pasien dengan tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarea klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan persalinan pervaginam.

17 | P a g e

2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai risiko ruptur uteri lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali.

3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan ke samping. Cara pemotongan uterus seperti ini disebut " Low Transverse Cesarean Section ". Insisi uterus ini ditutup / jahit akan sembuh dalam 2 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya. Dengan pemeriksaan Ultra sonografi USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat diketahui ketebalan segmen bawah rahim . Ketebalan SBR 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea. Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya : 1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus pada

waktu dilakukan seksio sesarea ulangan 2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan

suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik diantaranya.

18 | P a g e

Kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah lebih kuat dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan dengan penambahan beban pada uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan). Ternyata pada regangan maksimal terjadi ruptur bukan pada jaringan sikatriknya tetapi pada jaringan miometrium di kedua sisi sikatrik. Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah : 1. 2. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan kedua sisi luka,

jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-lain. Jahitan luka yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada infeksi ataupun technical error sebagai penyebab lemahnya sikatrik. Alasan melakukan seksio sesarea ulangan secara rutin sebagai tindakan profilaksis terhadap kemungkinan terjadinya ruptur uteri tidak benar lagi. Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan tentang penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dapat dilaksanakan atau tidak. Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama kontraksi uterus. Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio sesarea sama dengan multipara tanpa seksio sesarea yang menjalani persalinan pervaginam

4. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu. Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea, CPD memberikan keberhasilan persalinan pervaginam sebesar 60 65 %. Fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69 73 % Keberhasilan persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea ditentukan juga oleh keadaan dilatasi servik pada waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. Persalinan pervaginam
19 | P a g e

berhasil 67 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan pervaginam menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada kala II.

5. Usia ibu Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 34 tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginam lebih besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kurang dari 40 tahun.

6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada seksio sesarea klasik

7. Riwayat persalinan pervaginam Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea. Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginam memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginam yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginam. Pada bekas seksio sesarea yang sesudahnya pernah berhasil dengan persalinan pervaginam, makin berkurang kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan dan persalinan yang akan datang. Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan maupun persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea harus juga diperhitungkan ruptur uteri pada kehamilan trimester ketiga terutama saat menjalani persalinan pervaginam.

20 | P a g e

8. Keadaan serviks pada saat inpartu Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea. Laju dilatasi seviks mempengaruhi keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea. Dari 100 pasien bekas seksio sesarea segmen bawah rahim di dapat 84 % berhasil persalinan pervaginam sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginam pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam. Fase aktif 1.25 cm/jam. Sedangkan laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal pervaginam pada fase laten rata-rata 0.44 cm / jam dan fase aktif adalah 0.42 cm /jam. Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur uteri pada wanita dengan bekas seksio sesarea. Dijumpai adanya 1 kasus ruptur uteri bekas seksio sesareaaea segmen bawah rahim transversal selama dilakukan pematangan serviks dengan transvaginal misoprostol sebelum tindakan induksi persalinan.

9. Keadaan selaput ketuban Pasien dengan ketuban pecah dini (KPD) pada usia kehamilan di atas 37 minggu dengan bekas seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginam dengan menunggu terjadinya inpartu spontan dan di dapat angka keberhasilan yang tinggi (91 % ) dengan menghindari pemberian induksi persalinan dengan oxytosin, dengan rata-rata lama waktu antara terjadinya KPD sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.

Kriteria Seleksi Pasien yang direncanakan untuk persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea. Kriteria seleksinya adalah sebagai berikut: Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen Bawah Rahim. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio sesarea emergensi. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

21 | P a g e

Kriteria yang masih kontroversi : Parut uterus yang tidak diketahui Parut uterus pada Segmen Bawah Rahim vertikal Kehamilan kembar Letak sungsang Kehamilan lewat waktu Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

Kontra Indikasi Kontra indikasi mutlak melakukan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea : Bekas seksio sesarea klasik Bekas seksio sesarea dengan insisi T Bekas ruptur uteri Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri. Misalnya miomektomi Cefalo Pelviks Disporposi yang jelas. Pasien menolak persalinan pervaginam Panggul sempit Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi persalinan pervaginam.

Risiko terhadap Ibu Risiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginam dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan elektif pada bekas seksio sesarea: Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginam yang berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif Pada persalinan pervaginam yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea insiden demam lebih tinggi Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginam dibanding dengan seksio sesarea elektif.
22 | P a g e

Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginam adalah 2.8 kali dari seksio sesarea elektif. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginam sangat rendah Kelompok persalinan pervaginam mempunyai rawat inap yang lebih singkat, penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden demam paska persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif.

Resiko terhadap Anak Resiko terhadap perinatal dan neonatal dalam melakukan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea Angka kematian perinatal 1.4 % dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500 persalinan pervaginam. Resiko kematian perinatal pada persalinan percobaan adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif (p<0.001). namun jika berat badan janin < 750 gram dan kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari persalinan pervaginam tidak berbeda bermakna dari seksio sesarea ulangan elektif.

Komplikasi Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan pervaginam adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas. Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi Segmen Bawah Rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 0,8 % ). Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginam dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 %

23 | P a g e

Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut : Denyut jantung janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi Perdarahan pervaginam Nyeri akut abdomen Sensasi popping ( seperti akan pecah ) Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam Terjadi hipovolemik pada ibu.

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan persalinan pervaginam karena risiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim.

Monitoring Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu dengan persalinan pervaginam. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di Rumah Sakit. Juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan persalinan pervaginam. Sebagai tambahan biaya Rumah Sakit akan dua kali lebih mahal. Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginam setelah seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini. Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada waktu antenatal maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi dengan ketat melalui monitor

kardiotokografi kontinu; denyut jantung janin dan tekanan intra uterin dapat membantu untuk mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini sehingga respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.

24 | P a g e

Sistem Skoring Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Tabel II. Skor Flamm dan Geiger untuk memprediksi terjadinya VBAC No Karakteristik 1 2 Usia < 40 tahun Riwayat persalinan pervaginam 3 4 sebelum dan sesudah seksio sesarea persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea tidak ada 4 2 1 0 1 Skor 2

Alasan lain seksio sesarea terdahulu Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam keadaan inpartu: 75 % 25 75 % < 25 %

2 1 0 1

Dilatasi serviks 4 cm

Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group diperoleh hasil seperti table dibawah ini Skor 02 3 4 5 6 7 8 10 Total
25 | P a g e

Angka Keberhasilan VBAC (%) 42-49 59-60 64-67 77-79 88-89 93 95-99 74-75

INDUKSI DENGAN OKSITOSIN Suatu sistematik review secara retrospektif mengumpulkan data bahwa pada pasien dengan riwayat persalinan sesarea tidak didapatkan gangguan parut uterus yang lebih besar pada pasien yang menggunakan oksitosin dalam persalinan dibandingkan dengan persalinan spontan. Hasil ini memberikan pengertian yang serius karena tidak adanya data yang cukup dari percobaan random, kualitas kontrol penelitian yang kurang baik dan pengamatan yang kebanyakan rangkaian dilaporkan tentang peningkatan risiko ruptur uteri dengan induksi tetapi dengan interval kepercayaan yang luas sehingga arti statistik tidak bisa ditunjukkan. Penting juga dicatat bahwa maksimal dosis oksitosin yang digunakan jarang dilaporkan dengan begitu ambang batas dosis yang dapat menyebabkan ruptur uteri tidak dapat dipastikan dari data yang ada. Suatu penelitian prospektif terbesar mengevaluasi risiko ruptur pada wanita dengan satu atau lebih persalinan sesarea (n=17.898 trials of labor dan 15.801 seksio sesarea ulangan) tidak tercakup dari analisis tersebut di atas. Dalam rangkaian ini wanita yang di induksi dengan oksitosin secara signifikan mempunyai risiko tertinggi terjadi ruptur uteri dibanding dengan persalinan spontan. Angka kategori kejadian ruptur uteri adalah: Seksio sesarea berulang dalam persalinan adalah 0 Persalinan spontan adalah 4 dari 1000 Induksi persalinan dengan oksitosin adalah 11 dari 1000

Data ini tidak memberikan kesimpulan yang pasti seperti pada penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan pada wanita yang mencoba vaginal birth after caesarean (VBAC) yang berhubungan peningkatan risiko ruptur uteri. Yang pasti pengambilan keputusan klinis seperti pada penggunaan oksitosin pada pasien dengan riwayat sesarea dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ada tidaknya aktivitas uterus sebelumnya, kondisi pembukaan serviks, usia kehamilan saat induksi, riwayat persalinan vaginal sebelumnya dan indikasi induksi. Tidak adanya data yang pasti menunjukkan risiko tinggi ruptur, Wing et all menggunakan oksitosin untuk induksi persalinan pada VBAC jika ada indikasi standar obstetrik. INDUKSI DENGAN PROSTAGLANDIN Sama halnya dengan oksitosin, pada penggunaan prostaglandin belum ada data dari percobaan random yang besar dan kurangnya data dari kontrol penelitian yang berkualitas sebagai dasar rekomendasi penggunaan prostaglandin atau agen lain untuk induksi pada VBAC.
26 | P a g e

Kejadian ruptur pada persalinan spontan dan persalinan induksi bukan dengan prostaglandin secara signifikan tidak berbeda, tetapi keduanya lebih tinggi dibanding dengan seksio sesarea ulangan belum dalam persalinan.. Risiko ruptur tertinggi terjadi pada induksi persalinan dengan prostaglandin. Dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan belum dalam persalinan risiko rupture pada persalinan spontan adalah RR 3,3(95% CI 1,8-6,0) dan dengan prostaglandin RR 15,6 (95% CI 8,1-30,0). INDUKSI DENGAN MEKANIK Data metode mekanik untuk cervical ripening sangat terbatas. Kejadian ruptur pada induksi dengan transervikal foley kateter/oksitosin sama dengan persalinan spontan pada VBAC yaitu 5 dari 384 (1,3%) atau 22 dari 2081 (1,1%).

PENDEKATAN MANAJEMEN PADA VBAC Kehamilan tanpa komplikasi Pada umur kehamilan 38 minggu, dilakukan stripping of membrane untuk mempercepat persalinan spontan, dengan demikian menurunkan kejadian postterm pregnancy dan intervensi yang berhubungan dengan manajemen. Kehamilan dengan komplikasi Jika ada indikasi maternal dan fetal untuk mempercepat proses persalinan, sebaiknya ada konseling terhadap resiko dan keuntungan induksi persalinan dengan seksio sesarea ulangan. Pasien yang ingin meminimalkan risiko ruptur sebaiknya memilih seksio sesarea ulangan dibanding induksi. Jika serviks sudah matang dan pasien menginginkan di induksi, sebaiknya dilakukan amniotomi dan dilanjutkan infus oksitosin. Walaupun tidak ada literatur yang mendukung secara klinis tekanan kateter intra uteri efektif untuk memprediksi ruptur uteri tapi itu berguna untuk lebih berhati-hati selama induksi infus oksitosin. Jika serviks belum matang kepada pasien diberikan pilihan, mengulang sesarea atau induksi persalinan. Sebaiknya menggunakan cervikal ripening secara mekanik yang diikuti dengan amniotomi dan infus oksitosin. Karena kemungkinan peningkatan risiko ruptur yang berhubungan dengan penggunaan misoprostol, sebaiknya tidak digunakan pada induksi VBAC.

27 | P a g e

KESIMPULAN
Pasien Ny. E, 23 tahun datang pada tanggal 7 Mei 2013 pada pukul 06.20 dengan G3P1A1 gravid aterm inpartu kala I fase laten dengan riwayat seksio sesarea 3,5 tahun yang lalu akibat dari ketuban pecah dini dan janin tunggal hidup, intrauterine, presentasi kepala. Pasien dapat melahirkan secara pervaginam (VBAC) pada tanggal 8 Mei 2013 pada pukul 07.15. Dapat terjadinya VBAC pada Ny. E karena beberapa hal termasuk sesuainya keadaan Ny. E dengan beberapa kriteria seperti : Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen Bawah Rahim. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio sesarea emergensi. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

Adapun menurut skoring Flamm dan Geiger Ny.E dapat melakukan VBAC karena skor totalnya mencapai 5 yang memungkinkan terjadinya VBAC sebesar 77-79%. No Karakteristik 1 2 Usia < 40 tahun Riwayat persalinan pervaginam 3 4 tidak ada 0 1 Skor 2

Alasan lain seksio sesarea terdahulu Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam keadaan inpartu: 25 75 %

1 1

Dilatasi serviks 4 cm

28 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Pembedahan dengan laparotomi : seksio sesarea. Edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. H. 861-70. 2. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial. Obstetri operatif perabdominan : seksio sesarea. Jilid II. Edisi II. Jakarta : EGC ; 1998. h. 117-21. 3. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, et al. Williams obstetrics. Sectio cesarean and postpartum hysterectomy. Volume I. 23rd Ed. USA : McGrawHill Company ; 2010. 4. ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet Gynecol2004; 104:203. 5. American College of Obstetricians and Gynecologists.1999. Vaginal birth after previouscesaean delivery. ACOG Practice Bulletin #5, American College of Obstetricians and Gynecologists, Washington DC. 6. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an admission scoring system. Obstet Gynecol 90 : 907-10.

29 | P a g e

You might also like