You are on page 1of 29

PROPOSAL PENULISAN

Nama : Ismail Setiawan

NIM/NIMKO : 2004.4.037.0307.1.00080

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan : Aqidah filsafat

Prog. Studi : Strata 1 (S1)

Angkatan : 2004

Judul :

INTEGRASI SAINS DAN AGAMA

( Dalam Pemikiran Mehdi Golshani )

A.Latar Belakang Masalah

Quraish Shihab (2007: 493) mengatakan bahwa, dalam pandangan Islam,


keberagamaan adalah fithrah (sesuatu yang melekat pada diri manusia dan
terbawa sejak kelahirannya): firman Allah:
‫ك الدّينُ اْلقَيّ ُم َولَكِنّ َأكْثَرَ النّاسِ ل‬
َ ِ‫خلْقِ اللّهِ َذل‬
َ ‫ك لِلدّينِ حَنِيفًا فِطْرَ َة اللّهِ الّتِي فَطَرَ النّاسَ َعلَْيهَا ل تَْبدِيلَ ِل‬
َ َ‫فََأقِ ْم وَ ْجه‬

َ‫َي ْعَلمُون‬

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui" (QS Ar-Rum [30]: 30).
Quraish Shihab menfasirkan kata "fitrah" salah satunya adalah sebagai
"agama". Manusia tidak dapat memisahkan dirinya dari ikatan agama. Karena agama
merupakan kebutuhan hidupnya. Jika pemisahan sains dan agama ini terjadi, maka
manusia akan buta,pun sebaliknya agama tanpa agama maka manusia akan pincang.
Sebagaimana seorang ilmuan terkenal Barat Albert Einsten mengatakan "Science
without religion is blind and religion without science is lame". Artinya manusia tidak
dapat memisahkan dirinya dari ikatan Agama, karena Agama merupakan kebutuhan
hidupnya. Kemudian Said Hawa mengatakan, (2004: 280) bahwa agama memberikan
perlindungan kepada manusia dari berbagai aksi pemaksaan karena agama yang
benar pasti memberikan kebebasan pada setiap pemeluknya. Dan Tri Prasetya
mengartikan ayat di atas, (2004: 48) bahwa agama yang hakiki ialah kebenaran
murni terjaga dari kesalahan dan bersifat tetap karena ia bersumber dari Allah.
Islam mengajarkan bahwa pengetahuan dapat mengantarkan manusia
kepada keyakinan dan keyakinan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan dapat
melahirkan keyakinan yang hakiki dalam kehidupan manusia.
Sementara itu, dalam perjalanan perkembangan sejarah, sains sering
dipandang sebagai satu-satunya bentuk pengetahuan yang obyektif, karena dapat
diakses dan dibuktikan kebenarannya oleh banyak orang. Karakternya yang sekuler
sering mengakibatkan terjadinya benturan dengan nilai-nilai agama. Seperti yang
berkembang pada abad lalu, para saintis Barat menganggap bahwa agama lahir dari
keyakinan terhadap unsur-unsur yang menyertainya. Sedangkan sains dianggap pasti
berdasarkan akal, sebab fakta-faktanya dapat dibuktikan dan diakui kebenarannya.
Mereka berfikir bahwa nalar memiliki fondasi tersendiri tanpa harus merujuk kepada
realitas transenden. Sejak saat itu, dunia sains di Barat terbangun dengan sikap
menyingkirkan agama dari konteks pencarian pengetahuan (Bruno
Guiderdoni,2004:43). Paham sekularitas sains inilah yang kerap menimbulkan
kontroversi dalam hubungannya dengan agama.
Pemisahan antara sains dan Agama sangat populer di dunia barat
sebagaimana yang diungkapkan oleh Zainal Baqir bahwa ada sebagian yang
menganut independensi, dengan memisahkan sains dan agama dalam dua wilayah
yang berbeda. Masing-masing mengakui keabsahan eksistensi atas yang lain antara
sains dan agama. Baik agama maupun sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-
sendiri yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup berdampingan dengan
damai (Armahedi Mahzar, 2004:212). Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan
masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka
berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup nilai-
nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjau dengan perbedaan bahasa dan
fungsi masing-masing. (http://ahmadsamantho.wordpress.com)
Agar tidak terjadi kesenjangan antara keduanya, maka keduanya harus
diintegrasikan. Dan menjadikan keduanya saling berdiri satu sama lainnya. Namun
untuk menyatukan sains dan agama tidaklah semudah membalik kedua telapak
tangan. Sebagaimana dikatakan oleh Husni Thoyyar, dalam makalahnya, bahwa
menyusun dan merumuskan konsep integrasi sains dan agama tidaklah mudah,
karena ilmu dalam prakteknya memiliki corak dan jenis yang beragam.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis kemudian membatasi
fokus penelitian ini pada pendapat Mehdi Golshani terhadap integrasi Sains dan
agama, yang selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut:

1.Bagaimana pendapat Mehdi Golshani terhadap integrasi Sains dan


agama?

2.Apakah peran antara Sains dan agama menurut pandangan Mehdi


Golshani?

3.Bagaimana model pengintegrasian antara Sains dan agama


menurut Mehdi Golshani?

B.Tujuan Kajian

Tujuan sebuah kajian atau penulisan adalah rumusan singkat dalam


menjawab masalah penulisan sebagaimana yang di jelaskan oleh Kaelan,
(2005:234). Oleh karena itu, tujuan kajian ini adalah diharapkan dapat
mendeskripsikan pemikiran Mehdi Golshani dan model dari pola
pengintegrasian antara sains dan agama yang akan penulis paparkan dalam
bentuk pernyataan sebagai berikut:

A. Memaparkan pendapat Mehdi Golshani dalam mengintegrasikan wacana Sains


dan agama terhadap isu-isu abad terakhir

B. Mendeskripsikan peran integrasi antara Sains dan agama sebagai bentuk


kontribusinya terhadap umat manusia.

C. Mendeskripsikan model pola pengintegrasian antara Sains dan agama menurut


perspektif Mehdi Golshani.

C.Kegunaan Kajian

Bakker dan Zubair, (1990: 11) mengungkap bahwa, fungsi dari penulisan
yakni terus- menerus memperbarui lagi kesimpulan dan teori yang telah diterima
berdasarkan fakta-fakta dan kesimpulan yang telah ditemukan, sehingga ilmu
pengetahuan tidak berdiri di tempat dan surut ke belakang. Kemudian Kaelan,
(2005:235) menyatakan bahwa suatu penulisan atau kajian harus memiliki nilai
guna baik secara praktis maupun akademis. Berikut kegunaan dari penulisan ini:

1.Secara Akademis:

Kajian ini secara garis besar diharapkan dapat menjadi tambahan informasi
penting dan jembatan untuk mengkaji disiplin ilmu yang serupa terhadap
penulisan mendatang. Kemudian, mengingat kajian ini merupakan salah satu
bagian yang perlu mendapat perhatian khusus karena sains dan agama senantiasa
bertautan secara erat dengan kajian keilmuan filsafat kontemporer yang telah
berkembang belakangan ini. Lain dari pada itu, kajian ini berfungsi untuk
mencari makna pengintegrasian antara sains dan agama sebagai sebuah pijakan
dalam konsep penerapan mengintegrasikan disiplin keilmuan lain.
2.Secara Praktis:

Kiranya dengan mendeskripsikan pendapat Mehdi Golshani yang


mengintegrasikan antara sains dan agama dapat ditarik suatu kesimpulan yang
kemudian dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan dan juga dapat
meminimalisir dari pendapat yang membuat sekat pada sains dan agama atau
pemisahan dari keduanya.

D.Alasan Pemilihan Judul

Ada dua alasan mengapa penulis memilih judul ini:

1.Alasan Obyektif.

a.kajian pengintegrasian antara agama


dan sains merupakan wacana
perbincangan dan perdebatan di
kalangan ilmuan barat dan ilmuan
islam, sebab para ilmuan barat
memandang bahwa sains dan agama
merupakan dua kutub yang dapat
memungkinkan untuk saling bertemu
dan saling bekerja sama.

b.Mehdi Golshani pun menegaskan


aktivitasnya selama ini sebagai
fisikawan adalah bagian dari ibadah,
maka dalam pandangannya mengenai
sains dan agama tidak ada relasi yang
bernuansa konflik atau independen
dalam sains dan agama karena antara
keduanya memiliki relevansi dan tujuan
yang sama, sehingga kemudian berakhir
pada penegasan Tuhan sebagai pencipta.

2.Alasan Subyektif.

a.Latar belakang
kehidupan Mehdi
Golshani sebagai
seorang
Fisikawan
muslim yang
intens terhadap
dunia keilmuan ,
mengagumi
perjuangan beliau
sebagai tokoh
saintis muslim
yang memandang
bahwa islam
tidak
membedakan
antara sains dan
agama karena
masing-masing
diorientasikan
untuk memahami
alam semesta
sebagai jalan
menemukan sang
pencipta,
sehingga menarik
penulis untuk
melakukan kajian
ini.

b.Kajian ini sesuai


dengan bidang
keilmuan yang
ditekuni oleh
penulis yaitu
fakultas
Ushuludin
jurusan Aqidah
Filsafat yang
ingin mengetahui
lebih dalam
tentang pemikiran
Mehdi Golshani
dalam kajian
pengintegrasian
antara sains dan
agama.

E.Batasan Istilah Dalam Judul

1.Mehdi Golshani

Sebagai cendekiawan muslim Iran, Mehdi Golshani yang berusia 63


tahun, jelas tidak mewakili kalangan mullah yang ortodoks. Penampilannya
dandy, berjas, berdasi dengan warna biru cerah. Wajahnya bersih dan kelimis,
tak seperti penampilan para mullah yang berjenggot lebat dan berjubah.

Dalam peta pemikir muslim di Iran, tokoh yang menyukai musik klasik
ini mewakili kalangan reformis, yang mencoba merengkuh modernitas secara
kritis. "Saya seorang fundamentalis," kata Golshani. Cuma, fundamentalis
dalam pengertian yang positif, yakni merujuk ke substansi Al-Quran. Di
negaranya, popularitasnya tak kalah dibanding Dr. Abdul Karim Soroush,
pemikir liberal yang disejajarkan dengan Dr. Nurcholish Madjid di Indonesia.

Lahir di Isfahan, Iran, Golshani tertarik pada agama dan filsafat sejak di
bangku SMU. Ia menyabet gelar Ph.D bidang fisika dengan spesifikasi
partikel dari Universitas California di Berkeley, AS. adalah pendiri dan ketua
Fakultas Filsafat Ilmu di Sharif University of Technology. Dia juga
merupakan direktur dari Institut Insani dan Budaya Studies, Teheran, Iran,
dan Profesor di Departemen Fisika Universitas Teknologi Sharif, juga sebagai
Senior Fellow dari Sekolah Fisika di Lembaga Studi Theoretical Fisika dan
Matematika (IPM ).

Dia adalah anggota American Association of Guru Fisika, dan Pusat


Teologi dan IPA, juga sebagai Senior Associate di International Center for
Theoretical Physics, Trieste, Italia. Dia juga Anggota Filosofi of Science
Association, Michigan, Amerika Serikat dan Eropa Masyarakat untuk Studi
Ilmu dan Teologi.

Dia telah menulis banyak buku dan artikel tentang fisika, filosofi fisika,
ilmu pengetahuan dan agama, serta ilmu pengetahuan dan teologi. Menurut
penulis, dalam sebagian besar dari pekerjaan Mehdi Golshani, jelas ada upaya
untuk membantu kembali semangat ilmiah di dunia Muslim
(http.//www.majalah.tempointeraktif.com)

2.Pengertian Sains dan Ilmu Pengetahuan

Dari upaya untuk mengetahui hakikat sains (baik internal maupun


eksternal) pertama-tama peneliti perlu mencermati, bahwa sains (science/ ilmu
pengetahuan ilmiah) merupakan pengetahuan (knowledge) yang memiliki
karakteristik tertentu. Pengetahuan memiliki berbagai cabang dan sains
merupakan salah satu cabang pengetahuan (Suriasumantri, 1984: 93). Maka
munculnya berbagai karakteristik dalam pengetahuan itu kemudian secara
transparan mencirikan hakikat keilmuan sekaligus membedakan sains dari
berbagai cabang pengetahuan lainnya (seperti seni dan agama), atau dengan kata
lain, karakteristik keilmuan menjadikan sains merupakan suatu pengetahuan
yang bersifat ilmiah. Dengan demikian, sinonim dari sains adalah adalah
pengetauan ilmiah (scientific knowlegde) sebagai dasar pijakan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia 2003: 423)

Namun demikian penngetahuan sendiri sulit untuk didefinisikan, sebab


mendefinisikan sesuatu berarti melakukan sesuatu didalam istilah-istilah lain
yang lebih dimengerti. Maka hal ini tidak mungkin di lakukan bagi pengetahuan,
karena pengetahuan- sebagaimana diungkapkan oleh Kennet T. Galagher- sui
generis, yaitu berhubungan dengan yang paling sederhana dan mendasar ( P.
Hardono, 1994: 23). Pengguna kata istilah sains bukannya ilmu dalam penulisan
ini,(sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia ) dikarenakan kata ilmu
(dalam bahasa indonesia) belum bisa memberikan penjelasan yang proporsional
atas pengertian ilmu sebenarnya. (Quraisy syihab 1996: 433-440) ini karena kata
ilmu diambil dari bahasa arab 'ilm yang berarti pengetahuan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia 2003: 422) sedangkan kata tersebut dalam bahasa indonesia
digunakan untuk menyebut pengetahuan tertentu yang bersifar logis dan empiris.
Menurut Filsuf Rodolf Carnap memakai istilah sains memberikan definisi
sebagai" The analisis and description of science from various points of view,
including logic, methodology, sosioligy, andhistory of science."( Analisis dan
pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut tinjauan, termasuk logika,
metodologi, sosiologi, dan sejarah ilmu).( Liang Gie, 2007: 62)

Sedangkan ilmu secara nyata dan khas adalalah suatu aktivitas manusiawi,
yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia.oleh karena itu
ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas
sehingga merupakan sebuah proses. Melainkan suatu rangkaian aktivitas
sehingga merupakan sebuah proses. Liang Gie menambahkan, aktivitas yang
berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia
melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional yang selanjutnya
melahirkan ilmu. Kemudian ilmu menampakkan diri sebagai kegiata penalaran
logis dari pengamatan. (Liang Gie, 2007: 96).

Sebagai kesimpulan, penulis dapat menyimpulkan bahwa letak perbedaan


antara ilmu dan sains lebih sebagai sebuah metodologi, sedangkan sains adalah
sebagai satu kesatuan akan senantiasa menampakkan dirinya dalam tiga
dimensi,yaitu sains sebagai masyarakat, sebagai proses dan sains sebagai
produk .dari gambaran ini jelaslah jawaban yang dapat diberikan atas pertanyaan
'apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak?' Ilmu sebagai produk adalah bebas nilai,
sedangkan ilmu sebagai masyarakat, apalagi sebagai proses selalu berada dalam
konteks, yang berarti selalu terikat nilai. Ilmu sebagai produk-pun apabila sudah
diterapkan secara praktis untuk mencapai suatu tujuan.

3.Pengertian Agama

Penulis tidak mudah mendefinisikan agama, apalagi di dunia ini kita


menemukan kenyataan bahwa agama amat beragam. Pandangan seseorang
terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu
sendiri. Ketika pengaruh gereja di Eropa menindas para ilmuwan akibat
penemuan mereka yang dianggap bertentangan dengan kitab suci, para
ilmuwan pada akhirnya menjauh dari agama bahkan meninggalkannya.
Persoalan yang menjadi topik perbincangan, mau tak mau harus muncul,
"Apakah agama masih relevan dengan kehidupan masa kini yang cerminannya
seperti digambarkan di atas?

Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama.Tuhan


menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhanhidupnya. Memang
manusia dapat menangguhkannya sekian lama-boleh jadi sampai dengan
menjelang kematiannya. Tetapi padaakhirnya, sebelum ruh rmeninggalkan jasad,
ia akan merasakankebutuhan itu. Memang, desakan pemenuhan kebutuhan
bertingkat-tingkat. Kebutuhan manusia terhadap air dapatditangguhkan lebih
lama dibandingkan kebutuhan udara. Begitu juga kebutuhan manusia makanan,
jauh lebih singkat dibandingkan dengan kebutuhan manusia untuk menyalurkan
naluriseksual. Demikian juga kebutuhan manusia terhadap agama dapat
ditangguhkan, tetapi tidak untuk selamanya.

Ketika terjadi perbedaan antara ilmuwan di Eropa dengan Gereja,


ilmuwan meninggalkan agama, tetapi tidak lama kemudian mereka sadar akan
kebutuhan kepada pegangan yang pasti, danketika itu, mereka menjadikan "hati
nurani" sebagai alternatif pengganti agama. Namun tidak lama kemudian
mereka menyadari bahwa alternatif ini, sangat labil, karena yang
dinamai"nurani" terbentuk oleh lingkungan dan latar belakang pendidikan,
sehingga nurani Si A dapat berbeda dengan Si B,dan dengan demikian tolok
ukur yang pasti menjadi sangat rancu.

Setelah itu lahir filsafat eksistensialisme, yang mempersilakan


manusia melakukan apa saja yang dianggapnya baik, atau menyenangkan
tanpa mempedulikan nilai-nilai. Namun, itu semua tidak dapat menjadikan
agama tergusur, karena seperti dikemukakan di atas ia tetap ada dalam diri
manusia,walaupun keberadaannya kemudian tidak diakui oleh kebanyakan
manusia itu sendiri. . (Quraisy syihab 1996: 493-494)

William James menegaskan bahwa, "Selama manusia masih memiliki


naluri cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama ( berhubungan
dengan Tuhan)." Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah
satu dorongan yang terbesar untuk beragama.

4.Integrasi agama dan sains

Disini, penulis mencoba akan mengungkap apa yang dimaksud


dengan konsep integrasi agama dan sains. Baiquni menjelaskan, yaitu
hubungan atau pertalian antara agama dan sains. (Koran tempo, 2002:6).
Akan tetap agama dan sains cendrung diposisikan sebagai sebuah entitas yang
saling bertentangan. Akan tetapi dalam pengantar Buku Barbour "Juru Bicara
Tuhan" (2002: 42) dikatakan sebagai kemitraan yang lebih sistematis dan
ekstentif antara sains dan agama dikalangan yang mencari titik temu diantara
keduanya.

Kemudian Ahnaf (2003:35) menambahkan, integragration is theory


holds that religion and science should not contradict each other. Religion can
confirm, support and strengthen the other but their separate ideas should not
be fused. This would cause religion to intrude into the actual work of science.

Jadi, dapat penulis simpulkan yang dimaksud dengan integrasi sains


dan agama adalah hubungan atau kemitraan yang sistematis antara
keduanya,dan tidak terdapat sesuatu yang berlawanan bahkan bertentangan
antara keduanya. Sehingga bias saling mendukung dan memperkuat argument
yang diajukan oleh masing-masing dari keduanya.

5.Beberapa paralel dengan wacana Islam dan sains

Wacana sains dan Islam sudah seharusnya memiliki perbedaan penting


dari wacana sains dan agama, Sebagaimana dibahas di atas, dalam konteks
Kristen Barat. Beberapa sebab bisa disebut untuk menjelaskan perbedaan ini.
Misalnya, sebab pertama, sementara sains modern merupakan anak kandung
peradaban Barat modern, dalam dunia Islam ia masuk melalui kolonialisme,
dan hingga kini masyarakat-masyarakat Muslim lebih merupakan konsumen
sains modern ketimbang kontributor utamanya. Lalu, dalam pemahaman
“benturan antar peradaban”, sebagian Muslim mempersepsi peradaban Barat,
dengan sains modern sebagai suatu kandungan utamanya, sebagai antitesis
peradaban Islam. Bagi mereka, sementara dalam segi teknisnya apa yang
disebut “sains Islam”, suatu sistem sains yang berkembang si Zaman
Keemasan Islam, memang telah ketinggalan jaman, prinsip-prinsip umumnya
(epistemologi, ontologi, aksiologi) masih sama relevannya.

Sejarah sains dalam peradaban Islam jelas menyimpan pelajaran-


pelajaran amat penting yang masih relevan hingga kini, namun di sini ada
persoalan penafsiran sejarah yang beragam. Sebagian Muslim menganggap
sains modern hanyalah perkembangan lebih lanjut dari sains Islam, sehingga
terjun langsung sebagai ilmuwan dalam sistem sains modern ini adalah satu-
satunya pilihan untuk kembali membangkitkan kejayaan peradaban Islam itu.
Sebagian Muslim lain melihat bahwa ada perbedaan fundamental antara sains
modern dan sains Islam—apapun makna istilah ini—sehingga yang perlu
dilakukan adalah menghidupkan kembali sains Islam tersebut. Di antara
kedua pandangan yang tampak bertolakbelakang ini, ada spektrum penafsiran
atas sejarah sains dalam Islam yang amat beragam.

Persoalan-persoalan tersebut tak akan dibahas di sini. Yang ingin penulis


tunjukkan secara amat singkat, dan tak terlalu sistematis, adalah beberapa
persamaan penting di antara wacana sains dan agama yang dibahas di atas
dan wacana sains dan Islam. Persamaan-persamaan itu demikian nyatanya
hingga bisa ditangkap sebagai isyarat adanya persamaan-persamaan penting
lain, yang sifatnya cukup mendasar di antara kedua wacana tersebut.

F.Kajian Pustaka

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa penulisan ini


memusatkan pada pemikiran Mehdi Golshani dalam mengintegrasikan relasi
antara sains dan agama.

Dalam penulisan tersebut, penulis menggunakan metode penulisan


pustaka (library research method). Dalam pengumpulan datanya penulis
menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu suatu bentuk penulisan yang
meliputi proses pengumpulan dan penyusunan data, kemudian data tersebut
dianalisis untuk memperoleh pengertian data yang jelas (Suryadi, 2006: 10).
Adapun metode dalam menganalisis datanya.

penulis menggunakan metode sebagau berikut:

1. Metode Induksi dan deduktif

Adapun metode dalam menganalisis datanya, penulis menggunakan


metode induksi, yaitu menarik kesimpulan dari data-data yang telah
dikumpulkan untuk menyusun ucapan umum (Suryadi, 2006: 10). Dari visi dan
gaya umum yang berlaku bagi tokoh. Serta dengan membuat analisis mengenai
semua konsep-konsep dan aspek-aspeknya satu persatu dan dalam hubunganya
yang berkaitan dengan kajian penulis (Bakker,1990:64).

1. Metode holistik.
Secara umum metode ini untuk memahami komsep-konsep dan
konsepsi-konsepsi filosofis tokoh (Bakker,1990:64), dalam penulisan ini
penulis akan menetapkan inti pikiran yang mendasar, dan topik yaitu menarik
kesimpulan dari data-data yang telah dikumpulkan untuk menyusun ucapan
umum (Suryadi, 2006: 10).

Dalam penelitian mengenai metode pengintegrasian antara agama dan


sains dalam perspektif Mehdi Golshani Sejauh ini penulis belum menemukan
suatu kajian secara spesifik membahas masalah ini.

Sebuah penulisan pernah dilakukan terhadap kajian pengintegrasian


antara sains dan agama , yaitu skripsi Richatul Muthoharoh yang berjudul “
Integrasi Sains dan Agama Dalam Pemikiran Armahedi Mahzar”. Dalam
penulisan ini, Muthoharoh memusatkan pada model pengintegrasian mengenai
sains dan agama dalam konsep integralisme Armahedi Mazhar (Muthoharoh,
2007: 59)

Dalam penulisan tersebut, penulis menggunakan metode penulisan


pustaka (Library Research Method). Dalam pengumpulan datanya penulis
menggunakan metode interpretatif-koherensi intern- deskriptif, yaitu suatu
bentuk penulisan yang meliputi proses pengumpulan dan penyusunan data,
kemudian data tersebut dianalisis untuk memperoleh pengertian data yang jelas
(Muthoharoh, 2007: 16).

Adapun metode dalam menganalisis datanya, penulis menggunakan


metode induksi, yaitu menarik kesimpulan dari data-data yang telah dikumpulkan
untuk menyusun ucapan umum (Muthoharoh, 2007: 16).

Dalam penulisan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa, rumusan


wacana integrasi agama dan sains dalam paradigm modern,integralisme menurut
armahedi mahzar setelah ditelusuri melalui pendekatanyaitu kosmologi,
astronomi dan fisika adalah pengintegrasian yang lebih intensifantaqra sains dan
agama, dalam konteks tersebut adalah islam. Itegrasi yang dimaksud adalah
berhubungan dengan upaya islamisasi sains, yaitu dengan menyepadukan konsep
sains dengan yang berkaitan dengan hukum alam dengan konsep teologi
(ketuhanan) kedalam sebuah relasi yang harmonis dan saling mendukung
(Muthoharoh, 2007:128).tambahnya, sebagai konsep dasar integralisme adalah
struktur hierarki epistemologis atau shufi, aksiologis atau fiqh, komsologis atau
hikmati dan teologis atau tauhidi yang bersesuainan dengan hierarki integralisme
yaitu hierarki materi, energi, informasi, nilai-nilai dan sumber.

Walaupun penulis mengkaji integrasi antara sains dan agama, namun yang
menjadi pokok bahasannya adalah pengintegrasian antara sains dan agama
(dalam pemikiran Armahedi Mazhar). Sedangkan penulis akan meneliti model
pengintegrasian sain dan agama (dalam pemikiran Mehdi Golshani).

Walaupun masalah model integrasi sains dan agama ini pernah diteliti
oleh Wahyudi Irwan Yusuf dalam disertasinya yang berjudul Mencari Model
Integrasi Sains dan Agama : Studi Perbandingan John F. Haught dan Mehdi
Golshani, namun fokus penulisannya adalah tentang metode komparatif yang
digunakan untuk membandingkan metode kedua tokoh tersebut.

Dengan demikian, penulisan metode pengintegrasian antara sains dan


agama dalam pemikiran Mehdi Golshani dengan rumusan masalah—
sebagaimana yang disebutkan pada rumusan masalah—belum pernah diteliti.

G.Metode Kajian

1.Pendekatan dan Jenis Penulisan.

Karena objek penulisan ini merupakan penelitian tentang pengaintegrasian


antara sains dan agama dalam pemikiran tokoh,yakni Mehdi Golshani, maka
pendekatan penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penulisan deskriptif, maksudnya adalah dengan memberikan deskripsi mengenai
objek kajian dari teks yang bersangkutan secara teliti, tanpa membuat uraian
pribadi, sehingga segala penyimpangan dipertanggungjawabkan dengan diberi
alasan (Bakker & Zubair, 1990: 76).

Kaelan (2005: 58) mengatakan: “tujuan dari penulisan dengan menggunakan


metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis dan objektif, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, ciri-ciri serta hubungan
di antara unsur-unsur yang ada atau suatu fenomena tertentu (dalam penulisan
budaya)”.

Dalam kaitannya dengan pemikiran seseorang, metode ini bertujuan untuk


mengkaji, melukiskan dan menjelaskan ciri-ciri esensial, sistem pemikiran filsafat,
unsur-unsur sistem filsafat serta hubungan di antara unsur-unsur sistem tersebut
(Kaelan, 2005: 60).

2.Sumber Data.

Yang menjadi sumber penelitian ini, penulis bagi menjadi dua, yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder. Sumber data penulisan ini sepenuhnya
diperoleh dari bahan-bahan pustaka tertulis yang berupa buku, laporan hasil
penulisan, makalah, jurnal ilmiah, atau literatur-literatur lain. Sumber data
primernya adalah buku-buku yang secara langsung berkaitan dengan objek
material penulisan (Kaelan, 2005: 148). Oleh karena itu, data primer dalam
penulisan ini adalah karya dari terjemahan Mehdi Golshani, yaitu "issues in islam
and science". Dan Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains Karya ini dipilih, karena
penulis akan mengkaji penelitian tentang pengintegrasian sains dan agama dalam
konteks pemikiran Mehdi Golshani.

Dalam bukunya Golshani, Penulis akan mendeskripsikan, membahas, dan


menjelaskan ponsep-konsep pokok mengenai model pengintegrasian antara sains
dan agama yang telah digunakannya, tetapi penulis hanya menggunakan bagian-
bagian yang memuat tentang masalah yang telah dirumuskan berhubungan dengan
kontek pembahasan penelitian penulis.

Sedangkan Sumber sekunder adalah sumber data yang berupa buku-buku


serta kepustakaan yang berkaitan dengan objek material, akan tetapi tidak secara
langsung merupakan karya tokoh tertentu yang menjadi objek penulisan. Biasanya
buku ini merupakan komentar terhadap tokoh yang menjadi objek penulisan
(Kaelan, 2005: 149). Oleh karena itu, yang menjadi sumber data sekunder dalam
penulisan ini adalah buku-buku yang berkaitan atau yang membahas tentang
masalah tersebut. Buku-buku tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam empat
kategori: pertama, buku-buku karangan selain karya Mehdi Golshani yang
membahas dan mendukung penelitian ini, di antaranya: jurnal Religion and
Science UIN Malang, Islamisasi Sains,Filsafat Sains dalam Al-qur'an, Filsafat
Ilmu, Pengantar Filsafat Ilmu dan yang lainnya. Kedua, buku-buku yang
berkaitan dengan masalah agama dan sains. Seperti Menabur Pesan Ilahi, karya
M. Quraish Shihab; Wawasan Al-Qur'an karya M. Quraish Shihab dan buku-buku
lainnya yang berhubungan dengan masalah penulisan ini. Serta website
(AccessWeb) yang berhungan dengan pokok pembahasan penelitian.

Keempat, selain sumber sekunder di atas, dalam pelaksanaan metodologis


penulisan ini, penulis menggunakan buku Metodologi Penulisan Filsafat, karya
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair; Metologi Penulisan Kualitatif Bidang
Filsafat, karya Kaelan. Dalam penentuan masalah integrasi antara agama dan
sains ini, penulis mengacu pada buku Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains: Tafsir
Islami Atas Sains, karya Mehdi Golshani dan jurnal Internasional UIN Malang
Religion And Sains. Referensi ini dipilih, karena menurut penulis, konsep
pemikiran Mehdi Golshani tentang pengintegrasian antara sains dan agama
membahas secara keseluruhan dari judul yang penulis teliti.
3.Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan metode


penulisan pustaka (library research method). Teknik ini dipakai, karena penulis
akan mengkaji penelitian tentang tokoh, kemudian penulis mencoba untuk
memaparkankan metode yang telah digagas oleh Mehdi Golshani, yakni
pengintegrasian tentang sains dan agama. Langkah pertama yang dilakukan
penulisan adalah menngumpulkan data-data yang berhubungan dengan masalah
penulisan, yaitu integrasi sains dan agama, sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, masalah tersebut mengacu pada buku Melacak Jejek Tuhan Dalam
Sains. Karya Mehdi Golshani

Setelah masalah kajian yang penulis angkat tersebut terkumpul, langkah


selanjutnya adalah mendeskripsikannya menurut Pemikiran Mehdi Golshani.
Kemudian gagasan Mehdi Golshani ini dibandingkan dengan tokoh filosof
lainnya.

4.Metode Analisis Data.

Untuk menyelesaikan penulisan ini, penulis menggunakan beberapa metode


untuk menganalisis data yang dikumpulkan, yaitu:

a.Metode
Interpretasi.
Dalam hal ini penulis akan menemukan dan mendeskripsikan pemikiran
Mehdi Golshani dalam mengintegrasikan sains dan agama.penulis juga kan
menyelami pemikiran tokoh, untuk menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan
tokoh secara khas. Bekker, (1990: 63) Sehingga peneleti akan menemukan,
menuturkan, dan mengungkapkan makna objek yang terkandung. Kaelan, (2005:
76)

Penulis berusaha untuk menelaah dan mengungkap makna tentang


pemikiran Mehdi Golshani dalam mengintegrasikan sains dan agama. Untuk itu,
penulis tidak hanya memahami karyannya seperti apa yang diungkapkan oleh
Mehdi Golshani, tetapi juga memaparkan makna yang terkandung di balik
bahasanya. Menurut Scheiermacher,pemahaman hanya terdapat di dalam kedua
momen yang saling berpautan satu sama lain baik bahasa maupun
pembicaraannya harus dipahami sebagaimana seharusnya. Scheiermacher, (1999:
38) tentunya setelah mengadakan pemahaman dengan pemikiran tokoh.

b.Metode
Deskriptif
Historis.
Penulis akan melukiskan, menjelaskan dan menerangkan latar belakang
Mehdi Golshani yang berhubungan dengan: pemikiran, pendidikan, dan segala
hal yang berkaitan dengan perkembangan pemikiran Mehdi Golshani .

c.Metode
Deskripsi.
Penulis berusaha menguak secara teratur seluruh pemikiran Mehdi Golshani
tentang metode-metodenya dalam mengintegrasikan antara agama dan sains, yaitu
dengan memberikan deskripsi mengenai metode penerapan yang dipakai oleh
Mehdi Golshani , khususnya metode yang dipakai untuk mendeskripsikan
maksud dan tujuan dari tokoh dalam penulisan ini. Bekker (1990: 65).

d.Metode Induktif
Dengan metode ini adalah suatu proses dengan membuat analisis mengenai
semua konsep pokok satu persatu dan dalam hubungannya mengambil
kesimpulan. Bekker ,(1990:64) setelah proses pengumpulan dari beberapa data
dan analisis data. Kaelan, (2005: 95). Yaitu melalui suatu sintesis dan
penyimpulan secara induktif.

H.Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan kaji secara sistematis dalam lima bab:

Bab I, pendahuluan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah,


tujuan kajian, kegunaan kajian, alasan pemilihan judul, batasan istilah dalam
judul, kajian pustaka dan sistematika pembahasan.

Bab II, landasan teori. Dalam bagian ini peneliti akan mengungkapkan
bagaimana landasan teori yang digagas oleh Mehdi Golshani dalam
mengintegrasikan antara sains dan agama , sehingga pembahasan akan berkisar
pada argumentasi dari pemikiran kata-kata yang menunjuk pada makna
pengintegrasian antara sains dan agama. Kemudian penulis akan mengungkap
wacana relasi sains dan agama pembahasan yang meliputi metode pengintegrasian
antara sains dan agama Mehdi Golshani, landasan integratif sains dan agama,
bentuk integratif sains dan agama (Islamic science), serta mengkomparasikan
pemikiran Mehdi Golshani dengan ilmuan lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.

Bab III, penulis akan memaparkan latar belakang kehidupan Mehdi


Golshani. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui latar belakang kehidupan Mehdi
Golshani dan paparan singkat tentang pendidikan serta karirnya, sehingga peneliti
dapat menguak dan mengangkat makna metode pengintegrasian antara sains dan
agama Mehdi Golshani secara gamblang.

Bab IV, ,adapun dalam bab ini penulis akan menjelasan metodologi
penelitian yang terdiri dari model penelitian, selanjutnya sebagai landasan analisis
(landasan teori) dalam penelitian ini akan diuraikan secara teoritis tentang wacana
relasi sains dan agama. Prosedur teknis, sumber data untuk menerangkan referensi
penelitian ini secara terperinci.

Bab V, berisi penutup dari kesimpulan dan saran saran mengenai pemikiran
Mehdi Golshani tentang pengintegrasian sains dan agama kemudian dilanjutkan
dengan saran dari penulis.
I.Daftar Pustaka (Sementara)

Ahnaf, Iqbal, 2003 Pergulatan Mencari Model Hubungan Agama dan Sains:
Menimbang Tipologi Ian G. Barbor, John F Haughty dan Willem B. Dress,
Relief, 1(1): 35-46

Alwi, Hasan, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Baqir, Zainal, Abidin, 2005, Integrasi Ilmu dan Agama, Bandung: Mizan Pustaka

Bakker, Anton dan Zubair, Achmad Charris, 1990, Metodologi Penulisan


Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Barbour, Ian G, 2002, Juru bicara tuhan. Bandung: Mizan Pustaka

Shana, Priwer dan Phillips, Chynthia, 2007 memahami segalanya tentang


enstein. Ciputat: karisma publishing

Gie, Liang 2007, Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta

Golshani, Mehdi, 2004, Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains. Bandung: Mizan
Pustaka.

http.//www.majalah.tempointeraktif.com)

http://ahmadsamantho.wordpress.com
Guiderdoni, Bruno, 2004, Membaca Alam, Membaca Ayat. Bandung: Mizan
Pustaka

Yusuf, Wahyudi, 2007, Religion and Science. Jurnal Internasional UIN-Malang 1


(1): 127-132.

Kaelan, 2005, Metode Penulisan Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta:


Paradigma.

Mahzar, Armahedi, 2004, Revolusi Integralisme Islam, Bandung: Mizan pustaka.

Muthoharoh, Richatul, 2007, skripsi Integrasi Agama dan Sains "Dalam


Pemikiran Armahedi Mazhar".skripsi tidak diterbitkan. Sumenep:
program sarjana IDIA PRENDUAN.

Shihab, Quraish. 2007. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan Pustaka.

Shihab, Quraish. 2006. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati.


Lampiran I

I. Sistematika Laporan Penulisan

BAGIAN AWAL

I. Halaman Sampul

II.Halam Judul

III.Halaman Persetujuan

IV.Halaman Pengesahan

V.Halaman Motto

VI.Halaman Persembahan

VII.Kata Pengantar

VIII.Daftar Isi

IX.Dafatar Table (Jika ada)


X.Daftar Gambar (Jika ada)

XI.Daftar Lampiran

BAGIAN INTI

BAB I : PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Kajian
D.Kegunaan Kajian
E.Alasan Pemilihan Judul
F.Metode Kajian
G.Batasan Istilah Dalam
Judul
H.Sistematika Penulisan

BAB II : LANDASAN TEORI

A.Wacana Relasi Sains dan Agama

B.Pandangan Agama Atau Teologi Terhadap Sains

C.Tipologi Relasi Agama dan Sains

1.Ko
nfl
ik
2.In
de
pe
de
nsi
ata
u
Ko
ntr
as

3.Di
alo
g
ata
u
Ko
nta
k

4.I
nte
gr
asi
ata
u
Ko
nfi
rm
asi
D.Landasan Integratif Sains dan Agama

E.Bentuk Integratif Sains dan Agama (Islamic


Science)

BAB III : BIOGRAFI SINGKAT MEHDI GOLSHANI

A.Latar Belakang Keluarga

B.Pendidikan dan Karir

C.Karya-karya

BAB IV : PEMBAHASAN

A.Pandangan Agama Atau Teologi Terhadap Sains

B.Metode Landasan Integratif Sains dan Agama


Mehdi Golshani

C.Bentuk Integratif Sains dan Agama (Islamic


Science) Mehdi Golshani

D.Keniscayaaan Metafisika, Pandangan Hidup, atau


Iman dalam Konstruksi Sains

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
BAGIAN AKHIR
Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran

You might also like