You are on page 1of 21

POLA-POLA PEWARISAN A.

Pewarisan sifat menurut Mendel Ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk menjelaskan prinsip-prinsip pewarisan sifat. P adalah individu tetua, F1 adalah keturunan generasi pertama, dan F2 adalah keturunan generasi ke dua. Selanjutnya, gen D dikatakan sebagai gen atau alel dominan, sedang gen d merupakan gen atau alel resesif. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus (tempat) tertentu. Gen D dikatakan dominan terhadap gen d, karena ekpresi gen D akan menutupi ekspresi gen d jika keduanya terdapat bersama-sama dalam satu individu (Dd). Dengan demikian, gen dominan adalah gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya. Sebaliknya, gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh ekspresi alelnya. Individu Dd dinamakan individu heterozigot, sedang individu DD dan dd masing-masing disebut sebagai individu homozigot dominan dan homozigot resesif. Sifat-sifat yang dapat langsung diamati pada individuindividu tersebut, yakni tinggi atau pendek, dinamakan fenotipe. Jadi, fenotipe adalah ekspresi gen yang langsung dapat diamati sebagai suatu sifat pada suatu individu. Sementara itu, susunan genetik yang mendasari pemunculan suatu sifat dinamakan genotipe. Pada contoh tersebut di atas, fenotipe tinggi (D-) dapat dihasilkan dari genotipe DD atau Dd, sedang fenotipe pendek (dd) hanya dihasilkan dari genotipe dd. Nampak bahwa pada individu homozigot resesif, lambang untuk fenotipe sama dengan lambang untuk genotipe. 1. Persilangan Monohibrid Persilangan monohibrid atau monohibridisasi ialah suatu persilangan dengan satu sifat beda. Untuk mengetahui bahwa suatu gen bersifat dominan, maka harus dilakukan monohibridisasi antara 2 individu bergalur murni yang memiliki sifat kontras (alelnya). Tanaman ercis (Pisum sativum) T = gen untuk batang tinggi (1,5 m) t = gen untuk batang pendek (0,5 m) Persilangan P1
Genotip Fenotip gamet

T T
tinggi T

t t
pendek

F1 (generasi F1)
Genotip Fenotip Tt tinggi

Persilangan F1
Tt Gamet F1

Tt

T dan t

T dan t

F2 (generasi F2)
Gamet F1 T t

Fertilisasi acak

Genotip F2 Fenotip F2 Ratio genotip Ratio fenotip

TT tinggi

Tt tinggi

Tt tinggi

tt pendek

TT:Tt:tt = 1:2:1 tinggi : pendek = 3 : 1

Pada diagram persilangan monohibrid tersebut di atas, nampak bahwa untuk menghasilkan individu Tt pada F1, maka baik TT maupun tt pada generasi P membentuk gamet (sel kelamin). Individu TT membentuk gamet T, sedang individu tt membentuk gamet t. Dengan demikian, individu Tt pada F1 merupakan hasil penggabungan kedua gamet tersebut. Begitu pula halnya, ketika sesama individu Tt ini melakukan penyerbukan sendiri untuk menghasilkan F2, maka masing-masing akan membentuk gamet terlebih dahulu. Gamet yang dihasilkan oleh individu Tt ada dua macam, yaitu T dan t. Selanjutnya, dari kombinasi gamet-gamet tersebut diperoleh individu-individu generasi F2 dengan rasio TT : Tt : tt = 1 : 2 : 1. Jika TT dan tt dikelompokkan menjadi satu (karena sama-sama melambangkan individu tinggi), maka rasio tersebut menjadi T- : tt = 3 : 1. Dari diagram itu pula dapat dilihat

bahwa pewarisan suatu sifat ditentukan oleh pewarisan materi tertentu, yang dalam contoh tersebut dilambangkan dengan T atau t. Mendel menyebut materi yang diwariskan ini sebagai faktor keturunan (herediter), yang pada perkembangan berikutnya hingga sekarang dinamakan gen. Hukum Segregasi Sebelum melakukan suatu persilangan, setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh, individu TT akan membentuk gamet T, dan individu tt akan membentuk gamet t. Pada individu Tt, yang menghasilkan gamet T dan gamet t, akan terlihat bahwa gen T dan gen t akan dipisahkan (disegregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut. Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I. Hukum Segregasi : Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk. 2. Persilangan Dihibrid
Persilangan yang hanya menyangkut pola pewarisan satu macam sifat seperti yang dilakukan oleh Mendel tersebut di atas dinamakan persilangan monohibrid. Mendel melakukan persilangan monohibrid untuk enam macam sifat lainnya, yaitu warna bunga (ungu-putih), warna kotiledon (hijau-kuning), warna biji (hijau-kuning), bentuk polong (rata-berlekuk), permukaan biji (halus-keriput), dan letak bunga (aksialterminal). Selain persilangan monohibrid, Mendel juga melakukan persilangan dihibrid, yaitu persilangan yang melibatkan pola perwarisan dua macam sifat seketika. Salah satu di antaranya adalah persilangan galur murni kedelai berbiji kuning-halus dengan galur murni berbiji hijaukeriput. Hasilnya berupa tanaman kedelai generasi F1 yang semuanya berbiji kuning-halus. Ketika tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka diperoleh empat macam individu generasi F2, masing-masing berbiji kuning-halus, kuning-keriput, hijau-halus, dan hijau-keriput dengan rasio 9 : 3 : 3 : 1. Jika gen yang menyebabkan biji berwarna kuning dan hijau masing-masing adalah gen H dan h, sedang gen yang menyebabkan biji bulat dan keriput masing-masing adalah gen K dan gen k, maka persilangan dihibrid tersebut dapat digambarkan secara skema seperti pada diagram berikut ini.

Persilangan P1

H H K K
kuning, bulat

h h k k
hijau, keriput

H H k k
kuning, keriput gamet F1

h h K K
Hijau, bulat

H K
F1

H h K k
kuning, bulat

h k

H k

H h K k
kuning, bulat

hK

Gamet F1 : HK, Hk, hK, hk

Gamet F1 : HK, Hk, hK, hk

Persilangan F1 x F1

H K H H K K
kuning, bulat

H k H H K k
kuning, bulat

h K H h K K
kuning, bulat

h k H h K k
kuning, bulat

H K H k h K h k

H H K k H h K K H h K k

H H k k H h K k H h k k

H h K k

H h k k

kuning, bulat kuning, bulat kuning, bulat

Kuning, keriput kuning, bulat kuning, keriput

kuning, bulat

h h K K

kuning, keriput

h h K k h h k k

hijau, bulat

h h K k

hijau, bulat hijau, keriput

hijau, bulat

Ratio Genotip F2 1/16 H H K K 2/16 H H K k 2/16 H h K K 4/16 H h K k 1/16 H H k k 2/16 H h k k 1/16 h h K K 2/16 h h K k 1/16 h h k k

Ratio Fenotip F2 9/16 kuning, bulat

3/16

kuning, keriput

3/16

hijau, bulat

1/16

hijau, keriput

Dari diagram persilangan dihibrid tersebut di atas dapat dilihat bahwa fenotipe F2 memiliki rasio 9 : 3 : 3 : 1 sebagai akibat terjadinya segregasi gen H dan K secara independen. Dengan demikian, gamet-gamet yang terbentuk dapat mengandung kombinasi gen dominan dengan gen dominan (HK), gen dominan

dengan gen resesif (Hk dan hK), serta gen resesif dengan gen resesif (hk). Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum pemilihan bebas (the law of independent assortment) atau hukum Mendel II. Hukum Pemilihan Bebas : Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas.

3. Silang balik (back cross) dan uji silang (test cross) Silang balik ialah persilangan suatu individu dengan salah satu tetuanya. Sebagai contoh, individu Aa hasil persilangan antara AA dan aa dapat disilangbalikkan, baik dengan AA maupun aa. Silang balik antara Aa dan AA akan menghasilkan satu macam fenotipe, yaitu A-, atau dua macam genotipe, yaitu AA dan Aa dengan rasio 1 : 1. Sementara itu, silang balik antara Aa dan aa akan menghasilkan dua macam fenotipe, yaitu A- dan aa dengan rasio 1 : 1, atau dua macam genotipe, yaitu Aa dan aa dengan rasio 1 : 1. Manfaat praktis silang balik adalah untuk memasukkan gen tertentu yang diinginkan ke dalam suatu individu. Melalui silang balik yang dilakukan berulangulang, dapat dimungkinkan terjadinya pemisahan gen-gen tertentu yang terletak pada satu kromosom sebagai akibat berlangsungnya peristiwa pindah silang. Hal ini banyak diterapkan di bidang pertanian, misalnya untuk memisahkan gen yang mengatur daya simpan beras dan gen yang menyebabkan rasa nasi kurang enak. Dengan memisahkan dua gen yang terletak pada satu kromosom ini, dapat diperoleh varietas padi yang berasnya tahan simpan dan rasa nasinya enak. Apabila suatu silang balik dilakukan dengan tetuanya yang homozigot resesif, maka silang balik semacam ini disebut juga silang uji. Akan tetapi, silang uji sebenarnya tidak harus terjadi antara suatu individu dan tetuanya yang homozigot resesif. Pada prinsipnya semua persilangan yang melibatkan individu homozigot resesif (baik tetua maupun bukan tetua) dinamakan silang uji. Istilah silang uji digunakan untuk menunjukkan bahwa persilangan semacam ini dapat menentukan genotipe suatu individu. Sebagai contoh, suatu tanaman yang fenotipenya tinggi (T-) dapat ditentukan genotipenya (TT atau Tt) melalui silang uji

dengan tanaman homozigot resesif (tt). Kemungkinan hasilnya dapat dilihat pada diagram berikut ini.

T T
tinggi

t t
pendek

T t
tinggi gamet

t t
pendek

T t
tinggi

dan

t T t
tinggi

dan

t t t
pendek

Ujisilang (test Cross) dengan 1 karakter Jadi, apabila tanaman tinggi yang diuji silang adalah homozigot (TT), maka hasilnya berupa satuvmacam fenotipe, yaitu tanaman tinggi. Sebaliknya, jika tanaman tersebut heterozigot (Tt), maka hasilnya ada dua macam fenotipe, yaitu tanaman tinggi dan pendek dengan rasio 1 : 1.

B. Penyimpangan Semu Hukum Mendel


1. Semi dominansi Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi

pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan rasio fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya rasio genotipe. Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada tanaman ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan sempurna terhadap gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya merah, melainkan merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama genotipe Mm akan menghasilkan generasi F2 dengan rasio fenotipe merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1.

P gamet F1

MM (putih) M

mm (merah) m

Mm merah muda Mm m. muda M dan m x Mm m. muda M dan m

F1 x F1 gamet F2

M m

M MM merah Mm merah muda

m Mm merah muda mm Putih

Kesimpulan : Ratio genotip Ratio fenotip MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1

Merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1

2. Kodominansi Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan

rasio fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi. Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem ABO pada manusia. Gen IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya antigen A dan antigen B di dalam eritrosit individu yang memilikinya. Pada individu dengan golongan darah AB (bergenotipe IAIB) akan terdapat baik antigen A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama diekspresikan pada individu heterozigot tersebut. Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki golongan darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.

gamet

I A IB Gol AB IA dan IB

IA IB Gol AB IA dan IB

F2 IA IB Kesimpulan : ratio genotip Ratio fenotip IA IA : IA IB : IB IB = 1 : 2 : 1 Gol drh A : gol drh AB : gol drh B = 1 : 2 : 1 IA IA IA Gol darah A IA IB Gol darah AB IB IA IB Gol darah AB IB IB Gol darah B

3. Epistasi Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F2. a. Epistasis resesif Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4. Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). A = rambut abu-abu a = rambut hitam C = menyebabkan ekspresi gen untuk warna rambut c = dalam keadaan homozigot resesif (cc), menghambat ekspresi alel A dan a

AAcc gamet F1 gamet putih Ac

aaCC Hitam aC

AaCc abu-abu AC, Ac, aC, ac

genotip A CA cc aa Caa cc Kesimpulan : F2

perbandingan genotip 9 3 3 1

fenotip Abu-abu Putih Hitam Putih

perbandingan fenotip

ratio genotip

A-C- : A-cc : aaC- : aacc = 9 : 3 : 3 : 1 Abu-abu : hitam : putih = 9: 3: 4

Ratio fenotip

b. Epistasis dominan Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1. Contoh peristiwa epistasi dominan dapat dilihat pada diagram persilangan di bawah ini : U = warna bunga ungu, epistatik K = warna bunga kuning UuKk x gamet F2 ungu UK, Uk,uK,uk

UuKk Ungu UK, Uk,uK,uk

genotip U KU kk uu Kuu kk Kesimpulah : F2 ratio genotip

perbandingan genotip 9 3 3 1 Ungu Ungu

Fenotip

perbandingan fenotip

Kuning Putih

U-K- : U-kk : uuK- : uukk = 9 : 3 : 3 : 1 Ungu : Kuning : putih = 12 : 3 : 1

Ratio fenotip

4. Interaksi Gen Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen. Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda

Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1. Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang. Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada diagram berikut : RRpp gamet F1 gamet F2 genotip R PR pp rr Prr pp mawar Rp RrPp walnut RP, Rp, rP, rp x rrPP kacang rP

perbandingan genotip 9 3 3 1

fenotip Walnut Mawar Kacang Tunggal

perbandingan fenotip

Kesimpulan : F2 ratio genotip R-P- : R-pp : rrP- : rrpp = 9 : 3 : 3 : 1 Walnut : Mawar : Kacang : Tunggal = 9:3:3:1

Ratio fenotip

C. Pewarisan Sifat yang Ditentukan Oleh Jenis Kelamin Penentuan jenis kelamin yang ditentukan oleh kromosom 1. sistem xx - xy pada mamalia (termasuk manusia) = xx (homogametik) = perempuan = xy (heterogametik) = laki laki 2. sistem zz - zw pada kebanyakan burung dan serangga = zz (homogametik) = jantan = zw (heterogametik) = betina 3. sistem XX - XO pada kebanyakan Serangga = xx = betina = x = jantan SEX linkage (Rangkai kelamin) 1. Pada lalat drosophila Warna mata putih merupakan ekspresi dari gen yang terdapat pada kromosom x, contohnya dapat dilihat dari diagram-diagram berikut ini: a. XW XW Xw Y x mata merah mata putih gamet W X Xw dan Y XW XW Kesimpulan : ratio genotip Ratio fenotip XW Xw : XW Y = 1 : 1

Xw XW Xw mata merah XW Xw mata merah

Y XW Y mata merah XW Y mata merah

SEMUANYA MATA MERAH

b. XW Xw mata merah XW dan Xw XW Xw Kesimpulan : ratio genotip XW XW : XW Xw : XW Y : Xw Y = 1 : 1 : 1 : 1 75% MATA MERAH (2 1 ) 25% mata putih (1 ) x XW Y mata merah XW dan Y

gamet

XW XW XW mata merah XW Xw mata merah

Y XW Y mata merah Xw Y mata putih

Ratio fenotip c.

gamet

XW Xw mata merah XW dan Xw XW Xw

Xw Y mata putih Xw dan Y

Xw XW Xw mata merah Xw Xw mata putih

Y XW Y mata merah Xw Y mata putih

Kesimpulan : ratio genotip XW Xw : Xw Xw : XW Y : Xw Y = 1 : 1 : 1 : 1 50% MATA MERAH (1 50% mata putih (1 1 ) 1 )

Ratio fenotip

d. Xw Xw mata putih Xw Xw Xw Kesimpulan : ratio genotip XW Xw : Xw Y = 1 50% mata merah () Ratio fenotip 50% mata putih () : 1 x XW Y mata merah XW dan Y

gamet

XW XW Xw mata merah XW Xw mata merah

Y Xw Y mata putih Xw Y mata putih

2. Pada Manusia Butawarna disebabkan oleh gen resesif yang terdapat pada kromosom X a. XC XC normal XC XC XC Kesimpulan : ratio genotip Ratio fenotip XC Xc : XC Y = 1 : 1 x Xc Y buta warna Xc dan Y

gamet

Xc XC Xc Normal XC Xc Normal

Y XC Y normal XC Y Normal

SEMUANYA Normal

b. XC Xc normal C X dan Xc XC Xc Kesimpulan : ratio genotip XC Xc : Xc Xc : XC Y : Xc Y = 1 : 1 : 1 : 1 50 % normal ( 1 1 ) 50 % buta warna ( 1 1 ) x Xc Y buta warna Xc dan Y

gamet

Xc XC Xc Normal Xc Xc buta warna

Y XC Y normal Xc Y buta warna

Ratio fenotip

c. Xc Xc buta warna Xc Xc X XC Y Normal XC dan Y

gamet

XC XC Xc normal XC Xc normal XC Xc : Xc Y 50 % Normal (semua ) (semua )

Y Xc Y buta warna Xc Y buta warna

Xc Kesimpulan : ratio genotip

= 1

Ratio fenotip

50 % butawarna

d. XC Xc Normal C X dan Xc XC Xc Kesimpulan : ratio genotip XC XC : XCXc : XCY: XcY = 1 : 1 : 1 : 1 75 % Normal ( 2 dan 1 ) 25 % butawarna (1) x XC Y normal XC dan Y

gamet

XC XC XC normal XC Xc normal

Y XC Y Normal Xc Y buta warna

Ratio fenotip

3. Pada kucing Warna bulu pada kucing ditentukan oleh gen yg terdapat pd kromosom x. Alel yang satu menyebabkan warna bulu hitam, alel lainnya menyebabkan warna bulu kuning. Kalau kedua alel yang memberikan ekspresi berbeda tersebut terdapat bersama, menyebabkan warna bulu 3 warna (belang 3, kucing calico). a. XHXH XhY x hitam Kuning gamet H Xh dan Y X XH XH Kesimpulan : ratio genotip XH Xh : XH Y = 1 50% Belang tiga (semua ) 50% hitam (semua ) : 1

Xh XH Xh belang tiga XH Xh belang tiga

Y XH Y Hitam XH Y hitam

Ratio fenotip

b. XhXh kuning Xh Xh Xh Kesimpulan : ratio genotip Ratio fenotip c. XH Xh belang tiga XH dan Xh x XhY Kuning Xh dan Y XH Xh : Xh Y = 1 50% Belang tiga (semua ) 50% kuning (semua ) : 1 x XH Y hitam H X dan Y

gamet

XH XH Xh belang tiga XH Xh belang tiga

Y Xh Y Kuning Xh Y kuning

gamet

XH Xh

Xh XH Xh belang tiga Xh Xh Kuning

Y XH Y hitam Xh Y kuning

Kesimpulan : ratio genotip XH Xh : Xh Xh : XH Y : Xh Y = 1 : 1 : 1 : 1 25% Belang tiga (1 ) Ratio fenotip 50% kuning (1 , 1 ) 25% hitam (1 )

d. XH Xh belang tiga XH dan Xh XH Xh Kesimpulan : ratio genotip XH XH : XH Xh : XH Y : Xh Y = 1 : 1 : 1 : 1 25% Belang tiga (1 ) Ratio fenotip 50% hitam (1 , 1 ) 25% kuning (1 ) x XH Y hitam H X dan Y

gamet

XH XH XH Hitam XH Xh Belang tiga

Y XH Y hitam Xh Y kuning

4. Pada Sapi Warna kulit coklat polos ditentukan oleh alel dominan, menyebabkan warna kulit coklat belang putih a. XCXC XcY x coklat polos belang putih gamet C Xc dan Y X XC XC Kesimpulan : ratio genotip Ratio fenotip XC Xc : XC Y = 1 Semuanya coklat polos : 1

alel resesifnya

Xc XC Xc coklat polos XC Xc coklat polos

Y XC Y coklat polos XC Y coklat polos

b. XCXc coklat polos XC dan Xc XC Xc Kesimpulan : ratio genotip Ratio fenotip XC Xc : Xc Xc : XC Y : Xc Y = 1 : 1 : 1 : 1 50 % coklat polos ( 1 1 ) 50 % belang putih ( 1 1 ) c. XcXc belang putih Xc Xc Xc x XC Y coklat polos XC dan Y X Xc Y belang putih Xc dan Y

gamet

Xc XC Xc coklat polos Xc Xc belang putih

Y XC Y coklat polos Xc Y belang putih

gamet

XC XC Xc coklat polos XC Xc coklat polos

Y Xc Y belang putih Xc Y belang putih

Kesimpulan : ratio genotip XC Xc : Xc Xc : XC Y : Xc Y = 1 : 1 : 1 : 1 50 % coklat polos ( semua ) 50 % belang putih ( semua 1 )

Ratio fenotip

d. XC Xc coklat polos XC dan Xc XC Xc Kesimpulan : ratio genotip Ratio fenotip XC Xc : Xc Xc : XC Y : Xc Y = 1 : 1 : 1 : 1 75 % coklat polos ( 2 dan 1 ) 25 % belang putih ( 1 ) x XC Y coklat polos XC dan Y

gamet

XC XC XC coklat polos XC Xc coklat polos

Y XC Y coklat polos Xc Y belang putih

Daftar Pustaka Pratiwi, dkk. 2007. Biologi SMA Jilid 1 untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga. Campbell, N. A., dkk. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga. Suratsih. Vitoria H. 2002. Genetika. Yogyakarta: FMIPA. UNY. Klug, W. S.,dkk. 2007. Essentials of Genetics sixth edition. USA: Pearson Benjamin Cummings.

You might also like