You are on page 1of 10

GANGGUAN BERBICARA

Bahasa sebagai instrument komunikasi berperan dalam menyampaikan pesan dari penutur kepada pendengar. Kompetensi kebahasaan yang berada pada tataran mental kemudian diartikulasikan melalui organ bicara. Proses artikulasi bahasa melibatkan sistem yang sangat kompleks dan melibatkan berbagai organ pada tubuh manusia. Gangguan atau kerusakan pada organ bicara dapat menyebabkan terganggunya komunikasi normal. Dalam makalah ini, akan dipaparkan beberapa gangguan bicara yang umum ditemukan, penyebabnya, dan perawatannya. a. Proses Produksi Bunyi Sebelum memaparkan lebih jauh tentang gangguan bicara, perlu sedikit disinggung mengenai proses produksi bunyi. Bunyi dihasilkan dari udara padaparu yang dilewatkan melalui Trachea dan melewati pita suara pada tenggorokan. Jika otot pita suara tidak digerakkan, maka udara yang melewatinya langsung menuju pharynx dan keluar menuju mulut. Namun jika otot pita suara digerakkan, maka udara akan dihambat dan menghasilkan bunyi bersuara atau bunyi tak bersuara. Udara dari tenggorokan kemudian dapat dilewatkan melalui hidung (nasal) atau mulut (oral). Organ bicara yang berfungsi sebagai pembenghasil bunyi disebut dengan artikulator. Udara yang melewati mulut kemudian dihambat oleh artikulator atau dilangsung keluar dari mulut. Variasi bunyi yang dihasilkan dari variasi organ-organ bicara yang terlibat dalam produksi bunyi, yang meliputi tempat artikulasi (place of articulation), titik artikulasi (point of articulation), dan cara artikulasi (manners of articulation).

b.

Gangguan Berbicara dan Penyebabnya Gangguan berbicara mempengaruhi bagaiman seseorang berbicara. Orang

yang mengalami gangguan berbicara sebenarnya tahu apa yang akan disampaikannya, namun meraka mengalami kesulitan dalam meproduksi bunyi yang mengakibatkan komunikasinya terganggu. Dalam studi tentang gangguan bahasa dan bicara (Speech Language Pathology), secara umum gangguan berbicara meliputi, gangguan kefasihan, gangguan artikulasi, dan gangguan suara. 1. Gangguan Kefasihan Penderita yang mengalami gangguan kefasihan berbicara (fluency disorder) biasanya mengalami kegagapan, pengulangan kata-kata, latah, atau memperpanjang bunyi, silaba, atau kata tertentu. Gangguan kefasihan umum terjadi pada anak-anak, misalnya menambahkan bunyi

oh, mengganti kalimat (seperti mama pergi mama ke pasar), mengulangi frasa (seperti aku mau, aku mau, aku mau pulang, atau mengulangi bunyi (seperti a-a-aaku mau permen). Seiring

bertambahnya usia dan pengetahuannya tentang bahasa, gangguan kefasihan tersebut bisa hilang. Namun demikian, gangguan tersebut bisa saja bertahan hingga dewasa yang dapat menghambatnya dalam interaksi sosial. Gagap biasanya diderita oleh anak-anak dan biasanya hilang seiring pertambahan usianya. Namun demikian, tidak sedikit orang dewasa yang menderita gagap. Orang yang gagap sebenarnya tahu bahwa tuturan yang dihasilkannya tidak benar, namuin mereka tidak mampu

mengendalikannya ujarannya. Selain gangguan komunikasi, orang yang mengalami kegagapan juga dapat mengalami gangguan psikologis seperti minder dan enggan bergaul. Belum ada yang tahu penyebab yang pasti mengapa seseorang mengalami kegagapan. Namun, para ilmuan menemukan bahwa 50% penderita gagap memiliki riwayat anggota keluarga yang mengalami kegagapan. Hal ini menunjukan bahwa gagap merupakan gangguan yang dibawa secara genetis. Para peneliti tersebut juga menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita gagap dari pada perempuan. (22) Selain gagap, gangguan kefasihan juga dapat berupa gangguan psikogenik seperti berbicara manja, berbicara kemayu, dan latah. 2. Gangguan Artikulasi Artikulasi bunyi melibatkan organ bicara seperti lidah, gigi, bibir, dan palatal. Ganguan artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan tenggorokan, kecelakaan, bawaan lahir (seperti celah bibir), atau faktor

lain yang mengakibatkan rusaknya organ bicara. Orang yang mengalai gangguan artikulasi biasanya bermasalah dalam melafalkan bunyi atau melafalkan bunyi dengan keliru. Perubahan bunyi b menjadi w, seperti pada pelafalan wambut untuk kata rambut, penghilangan bunyi, seperti pada pelafalan and untuk kata hand, salah pengucapan, seperti pada pelafalan tsutsu untuk kata susu. Beberapa kesalahan artikulasi juga dipengaruhi oleh faktor bahasa ibu dan dialek daerah. Gangguan artikulasi pada anak-anak masih dianggap normal, namun seiring perkembangannya, jika gangguan artikulasi masih terjadi, maka hal tersebut sudah dapat dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyakit. Walaupun gangguan artikulasi pada anak-anak tidak

menghambatnya dalam berkomunikasi, namun pada usia sekolah biasanya mereka menjadi bahan tertewaan teman-temannya. Selain faktor rusaknya organ wicara, faktor neurologis juga dapat mengakibatkan gangguan artikulasi. Dysarthria adalah gangguan motorik yang diakibatkan oleh lesi pada otak di daerah yang bertanggung jawab untuk perencanaan, eksekusi, dan pengendalian gerakan otot yang dibutuhkan untuk berbicara. Dysarthria umumnya ditemukan pada orang yang pernah mengalaim stroke, tumor, dan penyakit degenerative seperti Parkinson. Orang yang mengalami Dysarthria biasanya mengalami serak atau parau, bahkan tidak dapat berbicara sama sekali. Penderita biasanya berbicara pelan, tidak jelas, dan sulit dimengerti karena kesalahan artikulasi konsonan. Indikasi lain Dysarthria biasanya penderita berbicara melalui hidung dan seperti bergumam. Namun demikian, gejalana tergantung pada lokasi dan kadar kerusakan sistem saraf.

Ganguan saraf lain yang dapat menimbulkan ganguan bicara adalah Apraxia atau dikenal dengan motorik-fonetik (Jack dan Robin), yaitu gangguan yang diakibatkan oleh kerusakan bicara bagian otak yang

berhubungan

dengan

proses

yang

mengakibatkan

ketidakmampuan menerjemahkan bentuk gramatikal kedalam susunan fonetik yang benar.Penderita biasanya mengalami kesulitan, susunan fonetis, irama dan waktu, atau berbicara sesuatu yang berbeda dari yang dimaksudkannya. Apraxia pada anak-anak (Developmental Apraxia of Speech), ditandai dengan keterlambatan bicara. Anak-anak yang mengalami gangguan ini tidak melewati tahap babbling. Seiring bertambahnya usia, pada saat dewasa mereka mengalami kesulitan dalam mengucapkan frasa yang atau kalimat yang panjang. Anak yang mengalami masalah dengan kemampuan otaknya dalam pengolahan dan penyampaian sinyal yang dibutuhkan untuk berbicara. Diantara faktor yang menyebabkan keterlambatan bicara pada anak antara laian, gangguan pedengaran, gangguan pada otot bicara, keterbatasan kemampuan kognitif,

mengalamai gangguan pervasive, dan kurangnya komunikasi dan interaksi dengan orang tua dan lingkungannya. (Sastra, 2011) Apraxia pada orang dewasa (Acquire Apraxia) agak berbeda dengan Apraxia pada anak-anak karena mereka telah memiliki bahasa. Gangguan pada orang dewasa biasanya ditandai dengan

ketidakmampuannya dalam menyusun kata atau silaba dengan benar. Mereka biasanya sadar akan kesalahannya dan berusaha mengulangi tuturannya dengan benar, seperti pada contoh berikut ini

O-o-on . . . on . . . on our cavation, cavation, cacation . . oh darn . . . vavation, oh, you know, to Ca-ca-caciporenia . . . no, Lacifacnia, vafacnia to Lacifacnion.... On our vacation to Vacafornia, no darn it . . . to Ca-caliborneo . . . (Lanier, Apraxia pada orang dewasa dapat disebabkan oleh stroke, tumor, atau penyakit lain yang dapat mempengaruhi otak. 3. Gangguan Suara Ganguan suara meliputi gangguan nada, gangguan kualitas bunyi, dan gangguan kenyaringan. Gangguan suara biasanya dapat berupa kemonotanan nada, parau, serak, bunyi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, atau kualitas bunyi nasal seseorang. Gangguan suara dapat diakibatkan oleh, kecelakaan, kerusakan atau penyakit pada tenggorokan. Kerusakan atau penyakit pada tenggorokan dapat menyebabkan pita suara tidak bekerja dengan baik sehingga menyebabkan gangguan suara. Spasmodic dysphonia merupakan gangguan suara disebabkan oleh kejangnya pita suara. Hal tersebut menggangu aliran udara pada pita suara sehingga menghasilakn buny tersendat, gemetar, suara merintih. Kejang pada pita suara juga dapat menyebabkan Aphonia (hilangnya suara), puberphonia (rentang suara yang sangat tinggi) dan dysphonia (penurunan kualitas suara).

c.

Penanganan Gangguan Bicara

Penanganan gangguan bicara diawali dengan identifikasi pasein (Sastra, 2011) seperti, riwayat kesehatan, kemampuan berbicara, kemampuan mendengar, kemapuan kognitif, dan kemampuan berkomunikasi. Kemudian penanganan dilanjutkan dengan diagnosis gangguan yang dialami pasien. Setelah hasil diagnosis didapat, barulah diterapkan terapi yang tepat untuk pasien.

1. Terapi Bicara Terapi bicara biasanya menggunakan audio atau video dan cermin. Setelah pasien mengetahui gangguan yang dideritanya, terapis kemudian mengajarkan kemampuan berbicara dengan menggunakan metode yang sesuai dengan usia pasien. Terapi bermain, bicara anak-anak bermain biasanya peran,

menggunakan

pendekatan

boneka,

memasangkan gambar atau kartu. Terapi bicara orang dewasa biasanya menggunakan metode langsung, yaitu melalui latihan dan praktek. Terapi artikulasi pada orang dewasa berfokus untuk membantu pasien agar dapat memproduksi bunyi dengan tepat. Terapi ini biasanya meliputi bagaimana menempatkan posisi lidah dengan tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar dapat memproduksi bunyi dengan tepat. Untuk gangguan suara, terapi berfokus pada bagaimana menghasilkan bunyi yang baik dan memperbaikan tingkah laku yang mengakibatkan gangguan vokal. 2. Terapi Oral Motorik Terapi ini menggunakan latihan yang tidak melibatkan proses bicara, seperti minum melalui sedotan, menium balon, atau meniu terompet. Latihan ini bertujuan untuk melatih dan memperkuat otot yang digunakan untuk berbicara. 3. Terapi Berbasis Komputer Seiring perkembangan teknologi, para ahli patologi bahasa dan bicara mengembangkan berbagai piranti lunak yang dapat membantu dalam proses terapi gangguan bicara, diantaranya:

TinyEYE merupakan piranti lunak yang memungkinkan terapi bicara dapat dilakukan dari jarak jauh. Metode yang digunakan pada piranti ini sama dengan metode yang dipakai pada terapi tatap muka. Fast ForWord merupakan piranti lunak yang dirancang berdasarkan masalah pada proses pendengaran. Piranti ini menggunakan permainan yang dirancang untuk memperlambat tempo suara sehingga memungkinkan pengguna untuk membedakan bunyi. TWIST (Technology with Innovative Speech Therapy) merupakan piranti lunak yang dikembangkan untuk terapi berbicara bagi penderita stroke, penderita geger otak, penderita penyakit degeneratif saraf, dan anak-anak yang mengalami gangguan berbicara. 4. Terapi Intonasi Melodi Terapi intonasi melodi dapat diterapkan pada penderita stroke yang mengalami gangguan berbahasa. Musik atau melodi yang digunakan biasanya yang bertempo lambat, bersifat lrik, dan mempunyai tekana yang berbeda. (Sastra, 2011). Selain mengembangkan berbagai metode dan instrumen terapi berbicara, para ahli juga mengembangkan komunikasi alternatif bagi para penderita gangguan berbicara agar dapat berkomunikasi, seperti bahasa isyarat, bahasa tubuh, papan komunikasi, atau yang lebih canggih seperti piranti elektronik yang dapat memproduksi suara. Gannguan berbicara patut menjadi perhatian serius karena menyangkut aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu komunikasi. Gangguan berbicara yang meliputi gangguan kefasihan, gangguan artikulasi, dan gangguan suara walaupun tidak mengancam kehidupan, namun dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan kualitas kehidupan. Berbagai penyebab baik faktor genetis

maupun faktor non genetis, seperti cacat lahir, kecelakaan, kanker, stroke, geger otak, dan faktor sosial dapat menyebabkan gangguan bicara. Dengan adanya terapi bicara dengan berbagai metode terapi banyak orang yang telah terbantu untuk dapt menjalankan kehidupan dengan kepercayaan diri dan memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.

Rujukan: Lanier, Wendy. 2010. Speech Disorder. Gale: Detroit Ackermann, Hermann, Ingo Hertrich, dan Wolfram Ziegler. 2010. Dysarthria dalam The Handbook of Language and Speech Disorders, ed. Jack S. Damico, Nicole Mller, dan Martin J. Ball, 362-390. Blackwell: United Kingdom. Jacks, Adam dan Donald A. Robin. 2010. Apraxia of Speech dalam The Handbook of Language and Speech Disorders, ed. Jack S. Damico, Nicole Mller, dan Martin J. Ball, 391-409. Blackwell: United Kingdom. Sastra, Gusdi. 2011. Neurolinguistik: Sebuah Pengantar. Alfabeta: Bandung. Tetnowski, John A. dan Kathy Scaler Scott. 2010. Fluency and Fluency Disorders dalam The Handbook of Language and Speech Disorders, ed. Jack S. Damico, Nicole Mller, dan Martin J. Ball, 431-454. Blackwell: United Kingdom. Morris, Richard dan Archie Bernard Harmon. 2010. Describing Voice Disorders dalam The Handbook of Language and Speech Disorders, ed. Jack S. Damico, Nicole Mller, dan Martin J. Ball, 454-473. Blackwell: United Kingdom.

10

You might also like