You are on page 1of 24

KONSEP AKHLAK

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Akhlak Tasawuf Dosen : Drs.H. Dadan Nurullhaq, M,Ag.

Disusun oleh: Aan Amilah (1211206002)

IV/A

JURUSAN PEND. MIPA PRODI PEND. BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2013

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim..... Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan semesta alam Allah SWT. Berkat izinnya akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Solawat serta salam juga tetap terlimpah pada sang revolusi Islam Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Kami selaku penyusun menghaturkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam memberikan saran dalam penyusunan makalah ini dan membantu dalam mencari berbagai referensi sehingga akhirnya makalah ini dapat tersusun dengan baik. Makalah yang berjudul KONSEP AKHLAK ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang sedang mengembangkan ilmu

pengetahuannya khususnya yang berkaitan dengan judul materi ini dan besar harapan kami dengan tersusunnya makalah ini dapat membantu para kaum muda khususnya untuk lebih mengenal pentingnya akhlak untuk memperbaiki kehidupan kita baik di dunia mau pun bekal kita di akhirat.

Bandung, Pebruari 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................ i Daftar Isi ....................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................... 2 C. Tujuan Pembahasan ......................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Akhlak .............................................................. 3 B. Objek Persoalan Akhlak .................................................. 6 C. Proses Terbentuknya Akhlak ........................................... 6 D. Akhlak Sebagai Kewajiban Fitriah .................................. 8 E. Tujuan Mempelajari Ilmu Akhlak .................................... 10 F. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak ................................. 11 G. Kriteria Kemuliaan Akhlak ............................................. 15

BAB III SIMPULAN ...................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan

bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu. Berbeda dengan keadaan di era sekarang, untuk menemukan manusia yang berakhlak mulia itu sangat sulit karena sangat jarang dengan dan sesuai denngan akhlak yang pernah Nabi ajarkan pada masyarakatt Arab dahulu. Jangankan oranng dewasa yang tidak memiliki akhlak, anak muda pun sama halnya dengan orang dewasa terkadanng akhlaknya kurang baik. Tidak menjadi hal yang aneh lagi jika anak memiliki kebiasaan yang sama dengan orang tuanya karena mereka dididik olehnya dan tidak mengetahui seberapa pentingnya berakhlakul karimah.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dirpaparkan diatas, maka kami merumuskan masalah itu menjadi beberapa pertanyaan, diantaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Apa yang dimaksud dengan akhlak? Apa yang menjadi objek persoalan akhlak? Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terbentuknya akhlak? Kenapa akhlak dijadikan kewajiban fitriah? Apa tujuan mempelajari ilmu akhlak? Apa manfaat mempelajari ilmu akhlak? Apa saja yang menjadi kriteria kemuliaan akhlak?

C. Tujuan Pembahasan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mengetahui apa itu akhlak. Mengetahui objek persoalan akhlak. Mengetaui faktor terentuknya akhlak. Mengetahui mengapa akhlak dijadikan sebagai kewajiban fitriah. Mengetahui tujuan mempelajari ilmu akhlak. Mengetahui manfaat mempelajari ilmu akhlak. Mengetahui kriteria kemuliaan akhlak.

BAB II PENDAHULUAN

A. DEFINISI AKHLAK Secara bahasa yaitu, Khuluq (perbuatan batin, budi) Khalqu (perbuatan lahir, pekerti). Jadi Akhlak itu merupakan perbuatan batin yang memunculkan perbuatan-perbuatan lahir, budu yang memunculkan pekerti dan berikutnya munculah istilah yang sudah populer yaitu budi pekerti. Makna akhlak dalam bahasa Al-Quran tercantum dalam: QS. 26:137 Ini hanyalah khuluq orang-orang terdahulu. QS. 33:21 Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu Uswatun Hasanah bagimu. Yaitu orang yang mengharap Allah dan dari akhir, dan dia banyak dzikrullah. QS. 68:4 Sesungguhnya engkau memiliki khuluq yang agung. QS. 4:148 Allah tidak menyukai ucapan yang buruk yang diucapkan dengan terus terang, kecuali oleh orang yang teraniaya. QS. 7:199 Jadilah pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf serta berpalinglah dari orang-orang jahil. Makna akhlak dalam bahasa hadits tercantum dalam: Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia (H.R Ahmad) Yang paling sempurna iman seorang mukmin adalah yang paling baik akhlaknya (H.R Turmudzi ) Umatku tidak dihitung dosanya apabila tersalah, lupa atau dipaksa (H.R Thabrani) Diangkat kalam dari tiga perkara, dari tidur sehingga bangun, dari yang tidak sadar menjadi sadar dan dari anak kecil hingga dewasa (H.R Ahmad dan Nasai )

Agama itu sangat melibatkan penggunaan akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal (Al-Hadits)

Sesungguhnya yang dipandang baik oleh tradisi muslim, maka hal itu baik pula dalam pandangan Allah (Al-Hadits)

Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada hal-hal yang subhat, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia (Al-Hadits)

Akhlak secara istilah yaitu: Kehendak yang dibiasakan (Menurut Ahmad Amin) Sifat manusia yang terdidik (Abdul Hamid Yunus) Sifat yang tertanam dalam jiwa, daripada memunculkan perbuatanperbuatan dengan mudah, tanpa perlu pertimbangan pikiran (Menurut AGhazali) Keadaan jiwa , yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tanpa dipikirkan, tidak dipertimbangkan, (Menurut Ibnu Maskawih. Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat). (Menurut Dr. M Abdullah Dirroz). Adapula istilah lain yang lazim dipergunakan dismping kata akhlak ialah apa yang disebut Etika. Perkataan itu berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti adat kebiasaan. Dalam perjalanan filsafat, etika adalah merupakan bagian dari padanya, dimana para ahli memberikan takrif dalam redaksi yang berbedabeda, antara lain yang berbunyi: a. Etika ialah ilmu tentang tingkah laku manusia prinsip-prinsip yang disistimatisir tentang tindakan moral yang betul (Websters Sirct) b. Bagian filsafat yang memperkembangkan teori tentang tindakan: hujjahhujjanya dan tujuan yang diarahkan kepada makna tindakkan (Ensiklopedi Winkler prins).

c. Ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia, tetapi tentang idenya, karena itu bukan ilmu yang positif tetapi ilmu yang formatif (New American Ency). d. Ilmu tentang moral/prinsip kaidah-kaidh moral tentang tindakan dan kelakuan (A.S Hornby Dict). Sesuai dengan hal-hal tersebut diatas, maka pengertian etika menurut filsafat adalah sebagai berikut: Etika ialah Ilmu yang menyelidiki, mana yang baik mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Tujuan etika dalam pandangan filsafah manusia ialah mendapat ideal yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal dan pikiran manusia, akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran yang berlainan dan sifatnya relatif. Setiap golongan memiliki konsepsi sendiri-sendiri. Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang setara maknanya dengan akhlak selain daripada Etika ada juga yang lain yaitu moral, nilai, dan karakter. Dari beberapa pengertian di atas, dapat lah dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan dianganangankan lagi. Maksud perbuatan yang dilahirkan dengan mudah tanpa dipikirkan lagi disini bukan berarti bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak dikehendaki. Jadi perbuatan-perbuatan yang dilakukan itu benar-benar sudah merupakan azimah, yakni kemauan yang kuat tentang sesuatu perbuatan, oleh karenanya jelas perbuatan itu memang sengaja dikehendaki secara kontinyu,

sehingga sudah menjadi adat/kebiasaan untuk melakukannya, dan karenanya timbul lah perbuatan itu dengan mudah tanpa dipikir lagi. B. OBJEK PERSOALAN AKHLAK Yang menjadi objek persoalan akhlak itu adalah qalbu manusia. Kalbu ini memunculkan sifat-sifat kehendak-kehendak, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan dan menjadi pusat yang mengendalikan gerak seluruh anggota badan. Sifat itu memunculkan pesan-pesan yang tidak tunggal. Sabda Nabi: Ketahuilah dalam jasad itu ada segumpal dagingnya. Jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan jika ia buruk maka buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itulah qalbu. C. PROSES TERBENTUKNYA AKHLAK 1. Stimulus terbentuknya akhlak diawali dengan adanya stimulus-stimulus. Stimulus berarti rangsangan, dorongan energi, yang bersifat internal atau eksternal, yang memunculkan keinginan-keinginan. Berdasarkan referensi yang dimiliki, suatu stimulus bisa muncul setiap saat. Kertika masuk dalam suasana baru sebagai mahasiswa baru di hari ini pertama masuk kuliah, disaat bubaran kuliah, saat seorang mahasiswa melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kelas, dengan serta merta temannya mengajak makan bakso, katanya ada bakso enak di sudut kampus. Teman yang lainnya mengajak keperpustakaan, bilangnya di perpustakaan banyak buku bagus yang sangat penting untuk di baca. Teman yang lainnya mengjak ke Pasar Ujung Berung dan teman yang lainnya mengajak ke LPTQ, atau pusat kegiatan mahasiswa lainnya di kampus, dan yang lainnya lagi mengjak pulang langsung ke kos untuk istirahat. Bagi mahasiswa yang dapat ajakan tadi, kesemua ajakan tadi ternyata disukainya, sehinngga semuanya ingin dilakukan. Semua dorongan yang tadi di sebut stimulus. Stimulus memunculkan keinginan-keinginan. 2. keinginan-keinginan. Setelah adanya stimulus tadi maka munculah keinginan-keinginan dalam hatinya untuk melakukan kesemua itu. Semua yang di tawarkan disukai, tapi meskipun disukai tidak mungkin semuanya

bisa di lakukan. Bahkan dari kesemuanya itu harus di pilih salah satu, untuk memastiakn pilihan yang mana, maka timbulah rasa bimbang dalam dirinya. 3. Bimbang. Rasa bimbang itu muncul karena ada tuntutan untuk melakukan satu alternatif dari banyak pilihan itu. Untuk menentukan pilihan ini munculah kriteia dalam bentuk skala prioritas. Kekuatan menimbangnimbang untuk menentukan satu pilihan ini berada dalam pikiran. Pikiran memiliki kekuatan untuk melihat, menimbang-nimbang, resiko terbaik dan resiko terburuk dari pilihan-pilihan itu. Dengan kekuatan pikirannya maka di ambilah satu keputusan yaitu menentukan satu alternatif pilihan. 4. Keputusan, yaitu keputusan untuk berbuat, yang disebut juga kehendak. Menghendaki berbuat sesuatu. Kehendak disini berarti menangnya satu keinginan diantara beberapa keinginan setelah bimbang. Mulanya bimbang harus memilih yang mana, dan sekarang tidak lagi karena sudah ada keputusan. Misalanya keputusan untuk menerima ajakan teman yang mau ke perpustakaan itu. Keinginan untuk pergi ke perpustakaan itu mengalahkan keinginan-keinginan lainnya yang muncuul bersamaan saat itu. 5. Berbuat. Setelah keputusan itu diambil, munculah kehendak, dan mulailah berbuat. Keinginan itu menjadi kehendak, dan mewujud dalam bentuk kecendrungan untuk berbuat. Pada titik ini, saat melangkahkan kaki bersama-sama teman yang mau ke perpustakaan itu. 6. Sifat. Sifat itu merupakan suatu tabiat yang mewarnai diri seseorang, suatu perbuatan yang dilakukan, kemudian dilakukan lagi, lalu semakin sering dilakukan, sehingga menjadi biasa melakukannya, maka perbuatan itu sekarang menjadi tabiat yang mewarnai diri yang bersangkutan. Ini disebut juga dengan sifat, setelah berkali-kali pergi ke perpustakaan itu, pada akhirnya menjadi kegiatan yang rutin untuk pergi ke perpustakaan. Pada titik ini untuk pergi ke perpustakaan sudah terjadawal waktunya, dan bukan merupakan suatu hal yang perlu di pertimbangkan lagi. Mulanya orang berbuat ramah, dikarenakan seringnya berbuat ini, maka ia menjadi peramah. Mulanya orang berbuat menggunjing, dan karena sering berbuatnya itu, maka ia menjadi penggunjing. Jika seseorang itu dipengaruhi sifat-sifat

terpuji maka ia bisa di pandang memiliki akhlak terpuji, dan sebaliknya, jika dirinya di pengaruhi oleh sifat-sifat tercela maka ia bisa di pandang memiki akhlak tercela. D. AKHLAK SEBAGAI KEWAJIBAN FITRIAH Di dalam al-Quran ditemukan banyak sekali pokok-pokok keutamaan akhlak yang dapat digunakan untuk membedakan perilaku seorang Muslim, seperti perintah berbuat kebajikan (al-birr), menepati janji (al-wafa), sabar, jujur, takut kepada Allah SWT, bersedekah di jalan Allah, berbuat adil, dan pemaaf. Untuk sifat-sifat mulia tersebut bisa dibaca QS. al-Baqarah (2):177; QS. al- Muminun (23): 111; QS. al-Nur (24): 37; QS. al-Furqan (25): 3537; QS. alFath (48): 39; dan QS. Ali Imran (3): 134. Ayat-ayat ini merupakan ketentuan yang mewajibkan pada setiap orang Islam untuk melaksanakan nilai akhlak mulia dalam berbagai aktivitas kehidupannya. Keharusan menjunjung tinggi akhlak karimah lebih dipertegas lagi oleh Nabi SAW. dengan pernyataan yang menghubungkan akhlak dengan kualitas kemauan, bobot amal, dan jaminan masuk surga. Sabda Nabi SAW: Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik akhlaknya. (HR. al-Tirmidzi). Dalam hadits yang lain Nabi SAW menegaskan: Sesungguhnya orang yang paling cinta kepadaku di antara kamu sekalian dan paling dekat tempat duduknya denganku di hari kiamat adalah yang terbaik akhlaknya di antara kamu sekalian . (HR. Al-Tirmidzi). Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa akhlak Islam bukan hanya hasil pemikiran dan tidak berarti lepas dari realitas hidup, melainkan merupakan persoalan yang terkait dengan akal, ruh, hati, jiwa, realitas, dan tujuan yang digariskan oleh akhlak Quraniah (Ainain, 1980: 186). Dengan demikian, akhlak mulia merupakan sistem perilaku yang diwajibkan dalam agama Islam melalui nash al-Quran dan hadits. Namun demikian kewajiban yang dibebankan pada manusia bukanlah kewajiban yang tanpa makna dan keluar dari dasar fungsi

penciptaan manusia. Al-Quran telah menjelaskan masalah kehidupan dengan penjelasan yang realistis, luas, dan juga telah menetapkan pandangan yang luas pada kebaikan manusia dan zat nya. Makna penjelasan itu adalah agar manusia terpelihara kemanusiaannya dengan senantiasa di didik akhlaknya, diperlakukan dengan pembinaan yang baik bagi hidupnya, dikembangkan perasaan

kemanusiaan dan sumber kehalusan budinya. Dalam kenyataan hidup memang kita temui ada orang yang berakhlak karimah dan juga sebaliknya. Ini sesuai dengan fitrah dan hakikat sifat manusia yang bisa baik dan bisa buruk (khairun wa syarrun). Inilah yang ditegakkan alQuran dalam firman-Nya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya, (QS. al-Syams [91]: 8). Manusia telah diberi potensi untuk bertauhid (QS. al-Rum [30]: 30), maka tabiat asalnya berarti baik, hanya saja manusia dapat jatuh pada keburukan karena memang diberi kebebasan memilih (QS. al-Taubah [9]: 78 dan QS. al-Kahfi [18]: 27). Dalam surat al-Kahfi Allah SWT. berfirman: Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". (QS. al-Kahfi [18]: 29). Baik atau buruk bukan sesuatu yang mutlak diciptakan, melainkan manusia dapat memilih beberapa kemungkinan baik atau buruk. Namun walaupun manusia sudah terjatuh dalam keburukan bisa bangkit pada kebaikan kembali dan bisa bertaubat, dengan menghitung apa yang telah dipetik dari perbuatannya. Kecenderungan manusia pada kebaikan terbukti dalam kesamaan konsep pokok akhlak pada setiap peradaban dan zaman. Perbedaan perilaku pada bentuk dan penerapan yang dibenarkan Islam sebagai hal yang maruf (Shihab, 1996:255). Tidak ada peradaban yang menganggap baik seperti tindak kebohongan, penindasan, keangkuhan, dan kekerasan. Sebaliknya tidak ada peradaban yang menolak keharusan menghormati kedua orang-tua, keadilan, kejujuran, pemaaf sebagai hal yang baik. Seorang sahabat Nabi SAW, Wabishah

bin Mabad, bertanya tentang albirr kepada Nabi SAW, lalu Nabi SAW bersabda: Engkau datang menanyakan kebaikan? Benar, Wahai Rasul, jawab Wabishah. Tanyailah hatimu! Kebajikan adalah sesuatu yang tenang dalam jiwa, yang tentram dalam hati sedang dosa yang mengacaukan hati dan dada, walaupun setelah orang memberi fatwa. (HR. Ahmad dan al-Darimi). Syeikh Muhammad Abduh ketika menfsirkan QS. al-Baqarah (2): 286 menjelaskan bahwa kebaikan dikaitkan dengan kasaba, sedang keburukan dikaitkan dengan iktasaba. Ini menandakan bahwa fitrah manusia pada dasarnya adalah cenderung kepada kebaikan, sehingga manusia dapat melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda dengan keburukan, yang akan dikerjakan dengan susah payah, goncang, dan kacau. Dengan demikian, akhlak telah melekat dalam diri manusia secara fitriah. Dengan kemampuan fitriah ini ternyata manusia mampu membedakan batas kebaikan dan keburukan, dan mampu membedakan mana yang tidak bermanfaat dan mana yang tidak berbahaya (al-Bahi, 1975: 347). E. TUJUAN MEMPELAJARI ILMU AKHLAK Ilmu akhlak itu dipelajari dengan tujuan agar bisa memahami pola-pola berakhlak dan memiliki akhlak terpuji. 1. Memahami pola berakhlak, yaitu memahami konsep terpuji dan tercela: a Memahami pola qalbu yang bersih, yang memunculkan sifat bersih, pola perbuatan yang bersih. b Memahami pola qalbu yang kotor, yang memunculkan sifat kotor pola perbuatan yang kotor. 2. Memiliki sifat terpuji yaitu akhlaknya terpuji. Memiliki qalbu yang bersih, yang memunculkan sifat bersih, dan perbuatan-perbuatan yang bersih. a b c Berakhlak seperti akhlak dalam al-Quran (pesan-pesan moral di al-Quran) Berakhlak seperti akhlak Rasullaulah (uswah hasanah dari al-Quran) Berakhlak seperti akhlak Allah (asma al husna dalam al-Qurnan).

10

F. MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK Orang yang berakhak karena bertakwa kepada Tuhan semata-mata, maka dapat menghasilkan kebahagiaan, antara lain: a. b. c. Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat Akan disenangi orang dalam pergaulan Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan d. Orang yang bertakwa dan berakhlak akan mendapatkan pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan dan sebutan yang baik. e. Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran. Dr. Hamzah Yacub menyatakan bahwa hasil atau hikmah dan faedah dari akhlak, adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat manusia Tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk meningkatkan kemajuan manusia di bidang rohaniah dan bidang mental spiriual. Antara orang yang berilmu pengetahuan tidaklah sama derajatnya dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan. Orang yang berilmu secara praktis derajatnya lebih tinggi. Hal ini diterjemahkan dalam al-Quran surat (Az-Zumar: 9) yang artinya Katakanlah (hai Muhammad): adalah sama orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan? Sesungguhnya orang-orang yang berusahalah yang dapat menerima pelajaran. Dengan demikian, tentulah orang-orang yang tidak mempunyai pengetahuan dalam ilmu akhlak lebih utama daripada orang yang tidak tahu ilmu akhlak. b. Menuntun kepada kebaikan Ilmu akhlak bukan sekedar memberitahukan mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya membentuk hidup yang suci dengan memproduksi kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan manfaat bagi manusia.

11

Memanglah benar tidak semua manusia dapat dipengaruhi oleh ilmu itu serempak dan seketika menjdi baik. Akan tetapi kehadairan ilmu akhlak mutlak diperukan laksana kehadiran dokter yang berusaha menyembuhkan penyakit. Dengan advis yang diberikan dokter, dapatlah orang sakit menyadari cara-cara yang perlu ditempuh untuk memulihkan kesehatanya. Demikian ilmu akhlak memberikan advis pada yang mau

menerimanya tentang jalan-jalan membentuk pribadi mulia yang dihiasi oleh akhlakul karimah. c. Manifestasi kesempurnaan iman Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Dengan kata lain bahwa keindahan akhlak adalah manifestasi daripada kesempurnaan iman. Sebaliknya tidaklah dipandang orang itu beriman dengan sungguhsungguh dengan akhlaknya buruk. Dengan hubungan ini Abu Hurairah meriwayatkan penegasan Rasulaullah SAW. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya. Dan sebaik-baik diantara kamu ialah yang terbaik kepada isterinya. (H.R. At-Turmuzi). Untuk menyempurnakan iman, haruslah menyempurnakan akhlak dengan mempelajari ilmunya sebagai suluh. Keutamaan di hari kiamat disebutkan dalam berbagai hadits bahwa Rasulaullah SAW menerangkan orang-orang yang berakhlak luhur akan menempati kedudukan yang terhormat di hari kiamat. Abu Umamah AlBahili RA. Berkata: Rasulaullah SAW bersabda: Saya dapat menjamin satu rumah dikebun surga untuk orang yang maeninggalkan perdebatan, meskipun ia benar. Dan menjamin satu rumah dipertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta meskipun bergurau. Dan menjamin satu rumah di bagian yang tinggi dari surga bagi orang yang baik budi pekertinya. (H.R. Abu Dawud).

12

d. Kebutuhan pokok dalam keluarga Sebagaimana makanan, minuman, pakaian dan perumahan merupakan kebutuhan material yang primer dalam suatu keluarga, maka akhlak adalah kebutuhan primer dari segi moral. Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakan keluarga sejahtera. Keluarga yang tidak dibina dengan tonggak akhlak yang baik, tidak akan dapat berbahagia, sekalipun kekayaan materinya melimpah ruah. Sebaliknya terkadang suatu keluarga dengan serba kekurangan dalam ekonomi rumah tangganya namun dapat berbahagia karena faktor akhlak tetap dipertahankan sepeti apa yang tercermin dalam rumah tangga Rasulaullah SAW. Akhlak yang luhur itulah yang mengharmonisasikan rumah tangga, menjalin cinta dan kasih sayang semua pihak. Segala tantangan dan badai rumah tangga yang sewaktu-waktu datang melanda, dapat dihadapi dengan rumus-rumus akhlak. Tegasnya, akan meranalah rumah tangga yang tidak dihiasi dengan akhlakul karimah dan bahagialah rumah tangga yang dirangkum dengan keindahan akhlak. e. Membina kerukunan antar tetanngga Dimulai dari lingkungan keluarga kita meningkat kepada lingkungan yang lebih luas bahkan hubungan antar tetangga, mutlak diperlukan akhlak yang baik. Pergaulan yang baik ini lah buah dari akhlakul karimah. Membina tetangga sangat penting, sebab tetangga adalah sahabat yang paling dekat. Bahkan dalam sabdanya Nabi SAW. menjelaskan: Tidak hentihentinya Jibril menyuruhku untuk berbuat baik pada tetangga, hingga aku merasa tetangga sudah seperti ahli waris. (HR. al-Bukhari). Bertolak dari hal ini Nabi SAW. memerinci hak tetangga sebagai berikut: Mendapat pinjaman jika perlu, mendapat pertolongan kalau minta, dikunjingi bila sakit, dibantu jika ada keperluan, jika jatuh miskin hendaknya dibantu, mendapat ucapan selamat jika mendapat kemenangan, dihibur jika susah, diantar jenazahnya jika meninggal dan tidak dibenarkan membangun rumah lebih tinggi tanpa seizinnya, jangan susahkan dengan bau masakannya, jika

13

membeli buah hendaknya memberi atau jangan diperlihatkan jika tidak memberi. (HR. Abu Syaikh). Pentingnya akhlakul karimah disini cukup jelas, karena betapa banyaknya lingkungan yang gaduh karena tidak mengindahkan kode etika. Islam mengajarkan agar antar tetangga dibangun jembatan emas berupa silaturahmi, mahabbah dan mawaddah. Nabi dengan telitinya memperhatikan masalah ini sampai-sampai beliau anjurkan, jangan merasa malu

menghadiahkan kepada tetangga sekalipun hanya berupa kaki kambing atau kuah gulai. f. Untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara Akhlak adalah faktor mutlak bagi nation dan caracter building. Suatu bangsa atau negara akan jaya, apabila warga negaranya/masyarakatnya berakhlak mulia. Sebaliknya negara akan hacur jika warganya terdiri dari orang-orang yang bejat akhlaknya. g. Dunia betul-betul membtuhkan akhlakul karimah Dari dulu sampai sekarang dunia selalu penuh dengan orang-orang yang baik dan orang-orang yang jahat. Di mana-mana tempat di dunia ini kedua kelompok tersebut selalu ada sekalipun jumlahnya berbeda-beda. Jika dunia ditangani para Nabi dan Rasul serta ahli hikmah seolaholah dunia tersenyum gembira, dunia damai dan tenang. Karena mereka selalu menggemakan pannggilan akhlakul karimah, menyeru umat manusia memiliki panggilan pribadi yang baik lagi luhur. Sebaliknya dunia ini selalu ada dalam kerusuhan, pertentangan dan permusuhan sampai mengalirkan darah. Kita lihat dalam sejarah yang lalu telah terjadi perang dunia sampa dua kali. Bahkan sekarang manusia cemas dan diliputi kekhawatiran akan adanya peranng dunia ketiga. Kita lihat negara super power berlomba-lomba membuat senjata yang sewaktu-waktu dapat memusnahkan manusia. Jika seandainya pemimin-pemimpin suatu negara terdiri dari orangorang yang tidak berakhlak yang baik, maka mereka kolonialisme yang tentu akan merusak hidup sekitarnya, sebagaimana dilukiskan dalam al-Quran

14

riwayat tentang Ratu Bilqis ketika bertanya tentang keadaan Nabi Sulaiman As. Yang artinya: Dia berkata: Sesunngguhnya raja-raja itu apabila memasuki suatu negeri: niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan pendududknya yang mulia menjadi hina dan demikian mereka pulalah yang akan mereka perbuat. (Q.S. An-Naml: 34). G. KRITERIA KEMULIAAN AKHLAK Kultur saat ini dan para humanis mengklaim bahwa setiap orang, karena ia manusia, mempunyai nilai alami kemuliaan, sekalipun misalnya ia pernah melakukan pembunuhan dan kejahatan. Berbeda dengan Islam yang memandang ada dua jenis kemuliaan, yaitu: kemuliaan umum, yakni bahwa setiap manusia tanpa peduli apa perilakunya memiliki kemuliaan. Kemuliaan jenis ini adalah kemuliaan ciptaan yang memang Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai ahsani-taqwim (QS. al-Tin [95]: 4). Kemuliaan yang dimiliki manusia ini adalah karena manusia diberi akal pikiran sedang makhluk yang lain tidak. Demikian pula Allah dengan tegas sudah menyatakan kemuliaan bani Adam dengan firmanNya Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. al-Isra [17]: 70). Jenis kemuliaan yang kedua adalah kemuliaan yang dicapai dan dijangkau dengan kehendak dan pilihan bebas manusia. Di sinilah manusia akan dinilai siapa yang paling baik dan berlomba-lomba untuk beramal kebajikan. Dalam kemuliaan jenis ini manusia tidak semuanya sama. Bahkan jika seseorang tidak berusaha dan mengerjakan amal kebajikan bisa terjatuh derajatnya sedemikian rupa menjadi lebih rendah dari binatang. Terkait dengan hal ini, Allah SWT berfirman: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayatayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)

15

tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. al-Araf [7]: 179). Kemuliaan seseorang dengan demikan akan sangat ditentukan oleh kerja kerasnya untuk senantiasa melaksanakan kebajikan dan juga ditentukan oleh kualitas amaliahnya. Dan dalam wilayah akhlak, kualitas tidak bisa hanya diukur dari bentuk dan wujud perilaku lahiriahnya saja. Sebab prinsip akhlak memang universal, tetapi dalam aplikasinya sangat fleksibel. Sebagai contoh sifat terus terang adalah prinsip akhlak yang tidak dapat dipertengkarkan kebenaran dan kebaikannya, namun dalam kasus tertentu (yang membahayakan jiwa, hak milik dan posisi seseorang) dapat diabaikan. Pengabaian sifat terus terang dengan perilaku lain yang menunjukan ketidakterusterangan tidak dapat langsung dikatakan si pelakunya tidak menjunjung kemuliaan akhlak, asal dalam perilakunya dalam menjalankannya ada alasan yang kuat bagi eksistensi kemanusiaan (Muslim Nurdin dkk., 1995: 211). Menurut Misbah (1996:146) ada tiga tolok ukur untuk menilai amal perbuatan manusia. Pertama, dapat dilihat dari efek yang terjadi pada perilaku berupa kesempurnaan rohani dan pikiran manusia. Jika suatu perbuatan hanya dilihat wujudnya dan tidak menyebabkan kesempurnaan kualitas rohaniahnya, maka itu tidak bernilai bagi kebajikan manusia. Tubuh yang sehat bernilai bagi manusia jika digunakan untuk kemajuan rohani dan inteleknya, dan dianggap tidak bernilai jika disalahgunakan untuk menyakiti orang lain. Demikian pula sifat berani seseorang baru disebut mulia jika digunakan dijalan kesempurnaan spiritual dan intelektual manusia dan demi mendapatkan keridoan Allah. Dengan demikian kemuliaan akhlak seseorang akan sangat ditentukan oleh efek spiritual bagi pelakunya, artinya jika setelah orang itu menjalankan akhlak dan orang tersebut menjalankannya didasari untuk mencari karidoan Allah SWT dan didorong untuk meningkatkan kualitas spirituanya, maka akhlaknya telah memenuhi kriteria ini. Dengan bahasa lain niat perilakunya harus benar-benar untuk mencari keridoan Allah SWT.

16

Kedua, pada tolok ukur yang pertama kunci dasarnya pada kedekatan (pencarian ridho Allah SWT), kedekatan dengan Allah SWT adalah dalam pengertian penghormatan dan formalitas, yakni adanya kedekatan hubungan antara pelaku akhlak dengan Allah SWT, sehingga setiap seseorang memohon (berdoa), Allah SWT akan memperhatikan dan sebaliknya jika Allah SWT memerintahkan ia pun memperhatikan dan melaksanakannya dengan senang hati. Oleh karena itu, kesempurnaan akhlak manusia jika diamalkan dapat mengarahkan pada pencapaian kedekatan dengan Allah SWT dengan ikhtiar dan usaha. Ketiga, kita ketahui bahwa Allah SWT bukanlah wujud fisik, sehingga kebenaran kedekatan pada Allah SWT adalah pada kedekatan batin dan intuitif, dan pencapaian hubungan eksistensial dengan-Nya. Dengan pertimbangan ini maka yang berperan utama dalam pendekatan manusia dengan Allah SWT. Adalah kemampuan manusia untuk melihat dan menyaksikan dengan hatinya. Hubungan sukarela yang ditegakkan antara hati manusia dengan Allah SWT adalah dengan sarana perhatian kepada Allah SWT. Perhatian kepada Allah dalam hal ini tidak lain adalah dzikrul qalbi. Bila perhatian dan mengingat Allah SWT. Dijadikan sumber bagi perilaku, ini dinilai sebagai niat. Dengan demikian tolok ukur ketiga ini menekankan bahwa akhlak itu akan menjadi amal mulia jika dalam melaksanakannnya benar-benar mendorong orang tersebut lebih mengingat dan berdzikir kepada Allah SWT. Dari dorongan dzikir inilah yang kemudian akan tumbuh kekuatan rohani untuk menentukan arah tindakan perilaku dan memberi bobot nilai kualitas akhlak. Kriteria kemuliaan akhlak yang merupakan cerminan dari prinsip ihsan juga dituntut untuk memenuhi konsep dasar yang tercermin dari makna ihsan. Ihsan sebagaimana telah dijelaskan dalam bab kerangka dasar ajaran Islam, mengandung dua ajaran/rukun yang menjadi pangkal kebaikan, yaitu muraqabah dan muhasabah. Muraqabah berarti senantiasa merasa mendapatkan pengawasan dari Allah SWT. Perasaaan ini muncul dari kedekatan dengan Allah SWT. Yang dimanifestasikan dengan dzikir. Dengan kata lain seseorang akan dapat meningkatkan kualitas amalnya dengan menghadirkan Allah SWT di dalam yang dicapai

17

hatinya. Muhasabah adalah upaya seseorang untuk menghitung amalnya, apakah benar-benar telah memenuhi kriteria kemuliaan atau bahkan menyimpang dan siasia. Apakah amalnya untuk hari ini lebih baik dari amalnya hari kemarin atau bahkan lebih jelek sehingga rugi dan terjatuh dalam laknat Allah SWT. Dengan prinsip muhasabah maka baik dan buruk perilaku seseorang ditentukan dengan kesesuainnya dengan kriteria amal kebaikan yang harus dihitung dan ditimbang secara terus menerus.

18

BAB III SIMPULAN

Dari pembahasan materi konsep akhlak di atas, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa poin kesimpulan, yaitu sebagai berikut: 1. Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi. 2. 3. Objek persoalan akhlak itu adalah qalbu manusia Faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak yaitu:

Stimulus keinginan-keinginan Bimbang Keputusan Berbuat Sifat Akhlak mulia merupakan sistem perilaku yang diwajibkan dalam agama

4.

Islam melalui nash al-Quran dan hadits, fitrah manusia pada dasarnya adalah cenderung kepada kebaikan, sehingga manusia dapat melakukan kebaikan dengan mudah. Dengan kemampuan fitriah ini ternyata manusia mampu membedakan batas kebaikan dan keburukan, dan mampu membedakan mana yang tidak bermanfaat dan mana yang tidak berbahaya. 5. Ilmu akhlak itu dipelajari dengan tujuan agar bisa memahami pola-pola berakhlak dan memiliki akhlak terpuji. 6. Manfaat mempelajari ilmu akhlak antra lain yaitu:

Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat Akan disenangi orang dalam pergaulan
Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai

makhluk yang diciptakan oleh Tuhan

19

Orang yang bertakwa dan berakhlak akan mendapatkan pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan dan sebutan yang baik.

Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran.

7. Kriteria kemuliaan akhlak dapat dilihat melalui kerja kerasnya untuk senantiasa melaksanakan kebajikan dan juga ditentukan oleh kualitas amaliahnya.

20

DAFTAR PUSTAKA

A.H. Mustofa. 1997. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia Marzuki. 2012. Pendidikan Agama Islam. Yogyakata: GPL Gostscript 861 PDF Dadan Nurulhaq. Wildan Baihaqi. 2010. Ilmu Akhlak/Tasawuf. Bandung: Kati Berkat Press. http://infokito.net/index.php/Ensiklopedia-AKHLAK http://mahdymaulanamarsahid.blogspot.com/2011/03/ciri-ciri-akhlak-islam.html http://sites.google.com/site/khazalii/4udi2052akhlakdalamislam http://hanifahara.blogspot.com/2011/03/ciri-ciri-akhlak-iaslamiyah.html http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2118206-tujuanakhlak/#ixzz1ZmOhGHoE

You might also like