You are on page 1of 28

Menganalisis Novel Terjemahan

I. Identitas Buku

A. Judul Buku : N or M ?
B. Nama Pengarang : Agatha Christie
C. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
D. Kota Terbit : Jakarta
E. Tahun Terbit : 2008
F. Ukuran Buku : 18x11 cm
G. Tebal Buku : 280 Halaman
H. Cover Buku : Putih kombinasi abu-abu dan hitam
I. Harga Buku : Rp 30.000,-

II. Sinopsis Isi Cerita

BAB I
Kisah Tentang Vampire Dari Sussex

Holmes telah membaca sepucuk surat dengan seksama yang dibawa


oleh tukang pos untuknya. Kemudian dengan senyum yang nyaris mendekati tawa
lebar, Holmes menyerahkan surat itu kepadaku.
“Untuk sebuah cerita yang merupakan campuran antara kepraktisan
era modern dan khayalan abad pertengahan yang mustahil, saya pikir isi surat ini
berisi campuran antara keduanya,” dia berkata.
Holmes kemudian mengambil surat kedua yang diletakkan begitu saja
diatas meja, saat Holmes sedang membaca isi surat yang pertama dengan teliti.
Awalnya Holmes membaca surat itu dengan senyum kegirangan di wajahnya, namun
berangsur-angsur senyum itu hilang dan berganti dengan ekspresi wajah yang
menunjukkan perubahan minat dan perhatian. Bunyinya:

Yang terhormat Tuan Holmes.


Saya telah direkomendasikan untuk menghubungi Anda oleh para
pengacara saya tapi tentu saja masalah ini sangat luar biasa sulit bagi saya bahkan
sangat sulit untuk dibicarakan dengan orang lain. Di dalam surat ini saya akan
bercerita tentang teman saya seorang pria yang mempunyai masalah dan saya
menulis surat ini atas nama beliau. Pria ini sekita lima tahun yang lalu menikah
dengan seorang wanita dari Peru. Wanita itu sangat cantik namun kenyataan
mengenai kelahirannya di luar negeri dan kepercayaan yang aneh selalu
menyebabkan perbedaan minat dan perasaan diantara kedua suami isteri itu.
Akibatnya tidak lama kemudian perasaan cinta sang suami menjadi dingin kepada
sang isteri dan suami telah menganggap bahwa pernikahan mereka itu adalah
sebuah kesalahan.
Saya akan menceritakan masalah ini secara lebih terperinci saat kita
bertemu nanti. Si suami telah menikah untuk kedua kalinya dan dia memiliki seorang
anak laki-laki dari pernikahan yang pertama. Anak laki-laki itu kini berusia lima
belas tahun. Seorang anak yang mempesona dan penuh kasih sayang walaupun dia
pernah mengalami kecelakaan saat masih kanak-kanak. Sudah dua kali si isteri
terpergok sedang menyerang anak laki-laki malang itu tanpa alasan yang jelas. Yang
pertama, dia memukul dengan tongkat dan meninggalkan bekas luka yang cukup
besar di lengan anak laki-laki itu.
Namun hal ini bukanlah masalah yang sebanding dengan apa yang
dia lakukan terhadap anaknya sendiri yaitu seorang bayi laki-laki yang usianya
belum genap satu tahun. Dalam satu kesempatan kira-kira satu bulan yang lalu anak
ini telah ditinggal oleh pengasuhnya selama beberapa menit. Tidak lama kemudian
anak itu menjerit menangis kesakitan sehingga pengasuhnya segera bergegas lari
menuju ke tempat anak itu. Si pengasuh menyaksikan sang isteri sedang
menyandarkan anaknya dalam gendongannya dan dia sedang terlihat menggigit
leher bayi laki-lakinya itu. Si pengasuh sangat ketakutan melihat hal itu dia ingin
memberitahu tuannya apa yang telah dia lihat. Namun si isteri memohon dengan
sangat kepada si pengasuh supaya dia tidak melakukan hal itu, melapor kepada
tuannya, sembari dia memberikan uang sejumlah lima poundsterling supaya si
pengauh tetap bungkam.
Tentu saja walaupun peristiwa itu dilupakan, kejadian itu
meninggalkan kesan yang menakutkan di benak si pengasuh dan sejak saat itu dia
mengawasi sang nyonya dengan ketat dan menjaga si bayi yang dia sayangi agar
selalu dekat dengannya. Mungkin hal ini tampak tidak masuk akal bagi Anda, Tuan
Holmes. Namun saya memohon kepada Anda untuk mau menyelidiki kasus ini karena
jiwa seorang anak dan kondisi kejiwaan seorang pria bergantung pada kesediaan
Anda untuk menyelidiki kasus ini.
Akhirnya datanglah satu hari yang mengerikan ketika kenyataan yang
ada tidak dapat disembunyikan lagi dari sang suami. Si pengasuh bayi itu sudah
tidak tahan untuk menceritakan kejadian tempo hari kepada tuannya sehingga dia
datang menemui tuannya dan menceritakan kejadian yang dia saksikan sebelumnya.
Bagi sang suami sepertinya apa yang diceritakan oleh pengasuh anaknya merupakan
dongeng belaka yang tidak masuk akal seperti yang mungkin Anda rasakan, Tuan
Holmes. Saat tuan dan pengasuh anak sedang berbicara, tiba-tiba jerit tangis
kesakitan bayi terdengar.
Bayangkanlah perasaan pria itu, Tuan Holmes, saat dia menyaksikan
isterinya sedang berdiri dari posisi berlutut dari tempat tidur bayi dan melihat darah
mengalir dari luka yang menganga di leher anaknya juga dia melihat bercak darah
di seprei tempat tidur anaknya. Dengan teriakan penuh dengan kemarahan, sang
suami membalikkan tubuh isterinya ke tempat yang lebih terang dan dia melihat
darah di sekeliling bibir isterinya.
Oleh karena perbuatannya itulah, sang Nyonya rumah itu kemudian
dikurung di dalam kamarnya. Sampai dengan saat ini tidak ada penjelasan atas apa
yang telah dilakukan sang isteri dan suaminya menjadi sedikit tidak waras karena
hal itu. Teman saya itu tahu dan saya juga tahu perbuatan yang dilakukan oleh
isterinya itu biasa dilakukan oleh vampir. Kami berpikir kalau vampir hanya
merupakan dongeng belaka yang berasal dari negera tetangga.
Sudikah kiranya Anda membantu seorang pria yang sedang
kebingungan dengan pengetahuan yang Anda miliki? Jika Anda bersedia, mohon
Anda menghubungi saya di kediaman keluarga Ferguson di Cheeseman, Lamberley
dan besok saya akan datang menemui Anda pada pukul 10.
Hormat saya,
Robert Ferguson.

“Tulislah sebuah surat kepada Tuan Ferguson untukku. Kami akan


menyelidiki kasus Anda dengan senang hati.”
“Kasus Anda?”
“Kita tidak boleh membiarkan Tuan Ferguson berpikir bahwa kita
adalah orang-orang yang tolol. Tentu saja ini kasus dia. Kirimkan surat itu kepadanya
dan biarkan kasus itu kita bicarakan besok pagi saja.” Holmes berkata.
Tepat pada pukul 10 keesokan pagi, Tuan Ferguson memasuki
ruangan kami berdua. Aku ingat dia adalah seorang pria tegap dan tinggi. Tubuhnya
dapat bergerak dengan leluasa dan dapat berbelok dengan cepat saat bermain rugbi.
Tentu saja tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada bertemu orang yang
dulunya adalah seorang atlet yang terbaik di masanya dalam kondisi yang
memprihatinkan.
“Saya telah membaca surat Anda, Tuan Holmes. Tidak ada gunanya
bagi saya untuk berpura-pura bertindak untuk kepentingan orang lain rupanya.”
“Sebetulnya akan lebih mudah jika Anda langsung saja mengatakan
kalau Anda yang mempunyai masalah daripada Anda berpura-pura bertindak atas
kepentingan orang lain.” Holmes menjawab.
“Tentu saja. Namun tentu Anda dapat membayangkan betapa sulitnya
bagi Anda untuk membicarakan seorang wanita yang Anda wajib untuk melindungi
dan membantu wanita itu. Demi Tuhan, tolong berikan saran Anda karena saya telah
kehabisan akal menghadapi masalah ini.”
“Tentu saja saya akan membantu Anda, Tuan Ferguson. Mari, silakan
duduk di kursi dan tenangkan diri Anda. Berikanlah saya jawaban yang jelas atas
pertanyaan saya. Saya dapat meyakinkan Anda kalau saya jauh dari kehabisan akal
dan saya percaya kita akan menemukan pemecahan atas masalah ini. Pertama,
langkah apa yang telah Anda lakukan?”
“Keluarga kami mengalami peristiwa yang sangat mengerikan. Isteri
saya adalah seorang wanita yang penyayang, Tuan Holmes. Jika ada seorang wanita
yang mencintai seorang pria dengan seluruh jiwa dan hatinya, seperti itulah isteri
saya. Dia sangat terpukul dan sakit hati, saat saya tahu mengenai rahasia yang
mengerikan dan tidak masuk akal itu. Isteri saya bahkan tidak mau berbicara dengan
saya. Dia mempunyai seorang pelayan yang telah bersama dengannya sejak dia belum
menikah. Namanya Dolores.”
“Kalau begitu apakah bayi laki-laki Anda saat ini tidak dalam keadaan
bahaya?”
“Nyonya Mason, pengasuh bayi laki-laki saya, telh bersumpah bahwa
dia tidak akan meninggalkan anak saya baik di siang maupun malam hari. Saya lebih
mengkhawatirkan kondisi Jack karena seperti yang telah saya ceritakan kepada Anda
melalui surat kalau dia telah dua kali diserang oleh isteri saya.”
“Apakah dia terluka akibat serangan itu?”
“Tidak. Isteri saya memukul anak saya dengan bertubi-tubi. Hal itu
sangat mengerikan mengingat Jack adalah seorang anak yang manis dan kakinya
pincang.”
Holmes mengambil surat yang dibacanya kemarin dan membacanya
sekali lagi. “Apakah ada orang lain yang menghuni rumah Anda, Tuan Ferguson?”
“Ada dua orang pelayan yang belum lama tinggal bersama kami.
Seorang pengurus kandang kuda yang tidur di rumah. Isteri saya, saya, anak saya
Jack, bayi, Dolores, dan Nyonya Mason. Hanya itu orang-orang yang tinggal di
rumah saya.
“Menurut pendapat saya,” Holmes berkata, “Saya berguna berada di
Lamberley daripada berada di tempat ini. Jelas sekali kalau ini sebuah kasus yang
penyelidikannya saya perlu untuk turun tangan sendiri.”
Ferguson memberikan gerakan yang menunjukkan kelegaan karena
Holmes mau menangani kasusnya.
Saat itu merupakan satu malam yang suram dan berkabut di Bulan
November ketika kami meninggalkan tas-tas kami di Chequers, Lamberley kemudian
kami pergi ke Sussex dengan mengendarai kereta kuda. Kami berkendaraan melewati
jalan pedesaan yang cukup panjang dan akhirnya kami tiba di rumah kediaman
keluarga Tuan Ferguson yang letaknya terpencil.
Ada sebuah ruangan di tengah yang cukup besar. Ferguson membawa
kami ke ruangan itu. Tembok ruangan itu setengahnya terbuat dari papan kayu yang
mungkin sekali dibuat oleh seorang petani dari abad ke-17. bagian itu dihiasi sedikit
dihiasi agak ke bawah dengan dicat, yang dipilih dengan baik berbentuk sebuah garis
yang membagi dinding itu menjadi dua bagian. Dinding bagian atas yang dicat warna
kuning untuk melapisi papan dari kayu oak, digantungkan sekumpulan benda
perkakas dan senjata dari Amerika Selatan yang tentu saja dibawa oleh nyonya rumah
yang berasal dari Peru.
Holmes bangkit dari kursinya dan dengan rasa penasarannya yang
timbul dengan spontan dari otaknya, dia mempelajari benda-benda itu dengan hati-
hati. Dia kembali duduk dengan mata penuh pikiran.
Seekor anjing kecil berbulu panjang sedang berbaring di keranjang
yang diletakkan di pojok ruangan. Anjing itu pelan-pelan berjalan terseok-seok
mendekati tuannya. Kaki belakangnya berjalan dengan tidak beraturan dan ekornya
menjulur di lantai. Anjing itu menjilati tangan Ferguson.
“Ada apakah gerangan Tuan Holmes?”
“Anjing itu. Ada apakah gerangan dengan anjing itu?”
“Itulah yang membingungkan dokter hewan. Anjing itu mengalami
kelumpuhan. Menurut dokter hewan, anjing ini mengalami radang sumsum tulang
belakang. Namun masa kritisnya sudah lewat.”
“Apakah penyakitnya dating tiba-tiba?”
“Dalam satu malam.”
“Kapan hal itu terjadi?”
“Kira-kira empat bulan yang lalu.”
“Sangat luar biasa.”
“Apa yang Anda lihat berkaitan dengan penyakit anjing itu, Tuan
Holmes?”
“Penegasan tentang apa yang telah saya pikirkan.”
Kemudian Dolores masuk ke dalam ruangan itu. Dan dia mengatakan
bahwa Nyonya Ferguson sedang sakit dan dia memerlukan seorang dokter,
Ferguson menatapku dengan mata penuh tanda tanya.
“Saya akan sangat senang jika saya dapat membantu.” aku berkata.
“Maukah Nyonya menemui Dokter Watson?” Ferguson berkata kepada
Dolores.
“Saya akan membawa Dokter Watson menemui nyonya. Nyonya tidak
mengijinkan saya meninggalkan dia. Dia memerlukan dokter.”
Kemudian aku mengikuti gadis itu ke lantai atas dan berjalan ke arah
koridor kuno. Di ujung koridor itu terdapat sebuah pintu besar yang tepinya dijepit
dengan besi. Gadis itu mengambil kunci dari saku bajunya.
Di atas tempat tidur tergeletak seorang wanita yang tampak jelas kalau dia
mengalami demam tinggi. Aku melangkah mendekati dia dan berbicara dengan
beberapa patah kata untuk menenangkan dia dan dia berbaring terdiam saat aku
memeriksa denyut jantung dan suhu badannya. Denyut jantung dan suhu badannya
sama-sama tinggi. Menurut pendapatku kondisinya lebih disebabkan karena gangguan
mental daripada serangan suatu penyakit.
Aku mengobrol tentang peristiwa yang terjadi dengannya sejenak.
Kemudian aku kembali ke ruangan di lamntai bawah tempat dimana Holmes dan
Ferguson duduk tidak jauh dari perapian. Ferguson mendengarkan dengan bermuram
durja saat aku menceritakan percakapanku dengan Nyonya Ferguson.
Seorang pelayan yang cukup pandai masuk membawa teh. Saat pelayan
itu sedang menghidangkan teh, pintu ruangan itu terbuk dan seorang anak laki-laki
memasuki ruangan.
Anak itu tampan, berwajah pucat dan berambut pirang dengan mata
berwarna biru muda tampak berbinar-binar dipenuhi emosi kegembiraan saat melihat
kehadiran ayahnya dan dia bergegas maju dan melingkarkan kedua tangannya ke
sekeliling leher ayahnya. Ferguson dengan lembut melepaskan dirinya dari rangkulan
anaknya sambil sedikit merasa malu dengan tingkah anaknya.
“Apakah itu Tuan Holmes, sang detektif?”
“Ya,”
Anak itu menatap kami berdua dengan sorot mata yang tajam dan
tampaknya bagiku pandangannya itu tidak bersahabat.
“Bagaimana dengan anak Anda yang satunya, Tuan Ferguson?” Holmes
bertanya. “Dapatkah kita bertemu dengan bayi Anda?”
“Minta Nyonya Mason untuk membawa bayinya kemari.” Ferguson
berkata. Anak laki-laki itu pergi dengan penasaran. Tidak lama kemudian anak itu
kembali dan di belakangnya terdapat seorang wanita yang sedang menggendong bayi.
Ferguson terlihat jelas menyayangi bayi itu. Dia mengambil bayi itu dari gendongan
pengasuhnya dan menimang bayi itu dengan lembut.
Pada saat inilah aku berkesempatan untuk menatap Holmes dan aku
menyaksikan satu ekspresinya yang paling bersungguh-sungguh. Roman mukanya
tampak seperti seakan-akan diukir di gading yang sudah tua dan matanya, yang sesaat
menatap sang ayah dan bayinya, saat ini menatap dengan penuh rasa penasaran
dengan sesuatu yang terletak pada sisi lain ruangan itu. Aku mengikuti arah tatapan
Holmes dan aku hanya dapat menerka kalau dia sedang melihat keluar melalui
jendela ke arah halaman. Tentu saja daun jendela tertutup sebagian di sebelah luar dan
menghalangi pemandangan. Sehingga Holmes harus berkonsentrasi penuh. Kemudian
dia tersenyum dan matany kembali menatap ke arah Ferguson. Di leher bayi itu
teradapt tanda luka kecil. Tanpa berkata-kata, Holmes memeriksa luka itu dengan
sekasama. Akhirnya dia menggoyangkan salah satu tangan bayi yang mengepal dan
melambai-lambai di depan matanya.
Kemudian Holmes membawa Nyonya Mason menjauh dan berbicara
dengan serius selama beberapa menit. Setelah selesai, wanita itu pergi meninggalkan
ruangan itu sambil membawa bayi Ferguson.
“Apakah kamu menyukai Nyonya Mason, Jack?” Holmes dengan tiba-
tiba bertanya kepada Jack. Wajah anak itu dengan segera menggelengkan kepalanya.
“Jack mempunyai perasaan suka dan tidak suka yang sangat kuat,”
Ferguson berbicara sambil melingkarkan tangannya di kedua bahu anaknya. “Untung
saja saya termasuk orang yang disukainya.”
Anak itu mengeluarkan suara dengan lemah lembut tanda setuju dan
merebahkan kepalanya di depan dada ayahnya. Ferguson melepaskan anaknya dengan
lembut.
“Pergilah Jacky kecil,” dia berkata sambil menatap anaknya yang berjalan
pergi dengan penuh kasih sayang. “saya merasa kalau saya telah membuat Anda
terlibat dalam suatu masalah yang dihadapi oleh seseorang yang tolol. Anda
memberikan rasa simpati kepada saya, maka masalah itu pastilah sangat suulit dan
rumit menurut sudut pandang Anda.”
“Tentu saja kasus ini sulit,” temanku berkata sambil tersenyum
kegirangan. “Namun sampai dengan saat ini, saya belum menemui kerumitan seperti
yang Anda katakan. Kasus ini merupakan kasus yang memerlukan pengambilan
kesimpulan secara intelektual. Tetapi ketika kesimpulan secara intelektual yang asli
telah dipastikan satu demi satu dengan sejumlah kejadian yang terjadi secara terpisah
kemudian sesuat yang subjektif berubah menjadi objektif, barulah kemudian kita
dapat mengatakan dengan penuh keyakinan kalau kita sudah mencapai tujuan kita.
Pada kenyataannya saya telah menemukan pemecahan masalah ini sebelum kita pergi
meninggalkan kediaman saya di Baker Street. Sisanya hanyalah merupakan
pengamatan dan penegasan saja.”
“Demi Tuhan, Holmes,” dia berkata dengan suara serak. “Jika Anda bisa
melihat apa yang sesungguhnya terjadi didalam masalah ini, jangan membuat saya
bertanya-tanya dalam ketegangan mengenai pemecahan masalah ini. Bagaimana saya
dapat mengatasi hal itu? Apa yang harus saya lakukan? Saya tidak peduli bagaimana
Anda menemukan pemecahan kasus ini asalkan Anda memang memiliki pemecahan
itu.”
“Tentu saja saya berhutang penjelasan mengenai kasus ini pada Anda dan
saya akan menjelaskan kepada Anda. Tetapi tentunya Anda akan mengijinkan saya
untuk menangani masalah ini dengan cara saya sendiri, bukan begitu? Apakah
Nyonya Ferguson mampu bertemu dengan kita, Watson?”
“Dia sakit namun kondisinya lumayan rasional.”
“Baiklah kalau begitu, hanya dengan kehadiran Nyonya Ferguson kita
bisa menjernihkan masalah ini. Mari kita pergi ke lantai atas untuk menemui dia.”
“Dia tidak akan mau menemui saya,” Ferguson berseru.
“Oh, ya. Dia akan menemui Anda,” Holmes berkata. Holmes kemudian
menulis dengan cepat beberapa kata di selembar kertas dan dia menyuruh aku untuk
memberikan catatan itu untuk Nyonya Ferguson.
Aku pergi ke lantai atas dan memberikan catatan itu kepada Dolores yang
dengan hati-hati membuka pintu kamar Nyonya Ferguson. Satu menit kemudian aku
mendengar sebuah jeritan dari dalam kamar. Jeritan yang di dalamnya kegembiraan
dan keterkejutan bercampur menjadi satu. Dolores melongok keluar.
“Nyonya akan bertemu dengan Tuan dan Anda berdua. Dia akan
mendengarkan apa yang akan kalian katakan,” dia berkata.
Aku memanggil Ferguson dan Holmes untuk naik ke lantai atas. Nyonya
itu menatap Holmes dengan mata lebar dan rasa kagum.
“Pertama saya akan mengatakan sesuatu untuk menentramkan pikiran
Anda. Istri Anda adalah seorang wanita yang sangat baik, sangat penyayang dan
wanita yang telah diperlakukan secara tidak adil.”
Ferguson beranjak dari kursinya dengan teriakan kegembiraan.
“Saya akan membuktikan hal itu kepada Anda. Namun dengan melakukan
hal itu disatu sisi saya harus nenyakiti hati Anda.”
“Saya tidak mempedulikan hal itu asalkan Anda membersihkan nama istri
saya. Segala sesuatunya di bumi ini tidak sebanding jika dibandinkan dengan hal itu.”
“Saya akan memberitahu Anda. Ide mengenai vampir sangat tidak masuk
akal bagi saya. Hal semacam itu tidak dikenal didalam kasus-kasus kriminal yang
terjadi di Inggris. Namun pengamatan Anda juga tepat. Anda telah menyaksikan istri
Anda berdiri disamping tempat tidur bayi Anda dengan bercak darah di mulutnya.”
“Ya, saya melihat hal itu.”
“Pernahkah Anda berpikir kalau darah yang keluar dari luka di leher bayi
Anda mungkin telah dihisap untuk tujuan lain yang selain untuk diminum darahnya?
Bukankah di dalam sejarah di Inggris ada seorang Ratu yang menghisap darah dari
semacam luka yang sama dengan bayi Anda demi untuk menghisap racun dari luka
itu?”
“Racun?”
“Racun dari salah satu benda dari Amerika Selatan. Perasaan saya
mengatakan adanya benda-benda semacam itu digantungkan di tembok, bahkan
sebelum saya melihat benda-benda itu dengan mata kepala saya sendiri. Ketika saya
melihat tempat anak panah kecil yang kosong di samping busur, hal itu seperti yang
sudah saya duga sebelumnya. Jika bayi Anda ditusuk dengan salah satu anak panah
itu yang telah dicelupkan ke dalam racun atau obat yang membahayakan lainnya, hal
itu akan berarti kematian jika racunnya tidak bisa keluar.”
“Dan anjing itu! Jika seseorang menggunakan racun yang sama seperti
yang digunakan terhadap anak Anda, bukankah seseorang akan mencobanya lebih
dulu untuk melihat apakah racunnya masih bisa bekerja atau tidak, bukankah begitu?”
“Nah, sekarang bisakah Anda mengerti? Istri Anda takut akan adanya
serangan terhadap bayinya. Dia menyaksikan adanya serangan itu dan
menyelamatkan jiwa anak itu. Namun dia menolak untuk memberitahukan yang
sebenarnya terjadi karena dia tahu Anda sangat mencintai anak laki-laki Anda dan dia
takut hal itu menyakiti hati Anda.”
“Jacky?”
“Saya memperhatikan gerak-gerik Jacky saat Anda mengegendong bayi
Anda belum lama ini. Raut wajahnya terpantul sangat jelas di kaca jendela yang daun
jendelanya menjadi latar belakang jendela. Saya melihat kecemburuan, kebencian
yang amat sangat, yang jarang saya saksikan diraut wajah seseorang.”
“Anakku Jacky?”
“Anda harus mengahadapi hal ini, Tuan Ferguson. Hal itu lebih
menyakitkan karena demi cintanya yang berlebihan terhadap Anda dan mungkin juga
terhadap almarhum ibunya, sehingga dia melakukan ini semua. Jiwanya dipenuhi
dengan perasaan benci terhadap bayi yang tampan ini, yang ketampanan dan
kesehatannya bertolak belakang dengan kelemahan yang dimiliki Jack. Apakah saya
telah mengatakan yang sesungguhnya terjadi, Nyonya?”
Wanita itu menangis tersedu-sedu dengan kepala disembunyikan di bantal.
“Bagaimana aku bisa memberitahu kamu, Bob? Aku merasa hal itu akan
membuatmu terpukul dan lebih baik aku menunggu hal itu diucapkan oleh orang lain
dari pada aku yang mengatakannya.”
“Hanya saja masih ada satu hal yang belum jelas, Nyonya. Kami bisa
mengerti tindakan Anda menyerang Tuan Jacky. Tentu saja ada batas bagi kesabaran
seorang ibu. Tetapi bagaimana Anda bisa berani meninggalkan anak Anda selama dua
hari terakhir ini?”
“Saya telah memberitahu Nyonya Mason. Dia sudah mengetahui tentang
hal ini.”
“Tentu saja, seperti yang saya perkirakan.”
Ferguson bangkit berdiri di samping tempat tidur istrinya. Suaranya
tercekik, kedua tangannya diulurkan dan gemetar.
“Ini saatnya bagi kita untuk keluar dari kamar ini, Watson. Saya pikir kita
harus meninggalkan mereka sebagai jawaban atas surat yang ditulis oleh Morrison,
Morrison dan Dodd kepadanya.

BAB II
Kisah Detektif yang Sekarat

Nyonya Hudson, pemilik pondokan yang ditempati oleh Sherlock Holmes


datang ke kamarku pada tahun kedua pernikahanku. Dia menceritakan tentang kondisi
menyedihkan yang menimpa sahabatku yang malang itu.
“Dia sedang sekarat, Dr. Watson,” cerita Nyonya Hudson. “Dia telah
benar-benar menderita selama tiga hari ini. Dia tidak mengizinkan saya untuk
menghubungi Dokter. Pagi ini ketika saya melihat tulangnya menonjol dari wajahnya,
dan mata indahnya yang besar menatap saya, oh! Saya tidak tahan melihatnya seperti
itu. ‘Saya tidak peduli jika Anda akan pergi dari sini, Tuan Holmes, tapi saya akan
memanggilkan dokter untuk Anda saat ini juga,’ kata saya kepadanya. ‘Kalau begitu
biar Watson saja,’ katanya. Saya tidak akan menyia-nyiakan waktu barang sejam pun,
Tuan, atau kita akan melihatnya mati.” Aku
benar-benar terkejut mendengar tentang sakitnya sahabatku ini dan dengan bergegas
mengambil mantel dan juga topiku. Ketika kami dalam perjalanan, kembali aku
menanyakannya secara lengkap.
“Tidak banyak yang bisa saya ceritakan pada Anda, Tuan. Dia sedang
menangani kasus di Rotherhithe, di sebuah jalan kecil di dekat sungai, dan dia
kembali dengan membawa penyakit ini. Dia merebahkan diri ke kasur sejak hari
Rabu, dan sejak saat itu dia tak bergerak sama sekali. Selama tiga hari ini, tidak ada
sedikitpun makanan maupun minuman yang mauk ke mulutnya.”
Dia memang terlihat menyedihkan. Di kelabunya bulan November yang
berkabut, ruangan itu tampak kelam, namun pandangan dari wajah kurus kering itulah
yang membuatku merinding. Matanya menunjukkan bahwa di demam parah, ada rona
kemerah-merahan di pipinya, dan lapisan kulit yang terpisah di atas bibirnya. Tangan
kurusnya tergeletak di atas selimut dan suaranya parau tidak beraturan. Dia diam tak
berdaya ketika aku memasuki ruangan, namun ada pancaran sinar harapan di matanya
saat melihatku.
“Oh sahabatku!” tangisku sambil berjalan mendekatinya.
“Menjauh! Menjauhlah dariku!” katanya dengan nada angkuh. Kupikir ini
hanya terjadi pada saat kritis seperti ini. “Bila kau mendekat Watson, maka aku akan
mengusirmu dari rumah ini!”
“Tapi mengapa?”
“Karena aku menginginkannya seperti itu. Mengerti? Ini demi
kebaikanmu sendiri Watson,” erangnya.
“Demi kebaikanku?”
“Aku tahu apa yang sedang terjadi pada diriku saat ini. Ini adalah
penyakit yang menjangkiti para buruh berasal dari Sumatera. Penyakit ini lebih
diketahui oleh orang Belanda daripada kita. Satu hal pasti, penyakit ini mematikan
dan menular.”
“Menular melalui sentuhan Watson, melalui sentuhan! Jaga jarakmu
dariku dan semua akan baik-baik saja.”
“Ya ampun, Holmes, kau pikir hal itu sempat terlintas di benakku? Hal itu
tidak akan berpengaruh walaupun kau bukan sahabatku. Kau pikir itu akan
menghentikanku untuk menolong seorang sahabat?”
Sekali lagi aku bergerak maju, namun di menolakku dengan tatapan penuh
kemarahan.
Aku terlampau menghormati Holmes sehingga aku selalu menaati
kemauannya, walaupun kadang untuk sulit kumengerti. Tapi kali ini insting
kedokteranku mulai tertantang. Dia bisa menjadi atasanku di mana saja, tapi tidak di
kamar ini.
Aku berusaha terus untuk membujuknya agar dia mau aku obati.
“Aku tahu maksudmu, Watson,” kata sahabatku yang sakit antara isak
tangis dengan raungan. “Haruskah ku contohkan bagaimana kau semestinya bersikap?
Apa yang kau ketahui tentang penyakit Tapanuli? Apa yang kau ketahui tentang
perubahan formosa hitam?”
“Aku tak pernah mendengar itu!”
“Ada banyak sekali jenis penyakit, banyak kemungkinan patologi aneh di
Timur, Watson.” Dia berhenti sejenak untuk mendapatkan kekuatannya kembali.
“Aku telah belajar banyak dalam penelitianku tentang aspek kriminal yang terjadi
dalam kedokteran. Karena itulah aku mengidap penyakit ini. Tak ada yang bisa kau
lakukan.”
“Mungkin tidak. Tapi aku kenal dr. Ainstree, seseorang yang paham betul
tentang penyakit tropis. Dan saat ini dia sedang berada di London. Semua keluhanmu
tak ada artinya, Holmes, aku akan pergi memanggilnya saat ini juga.” aku berjalan ke
arah pintu dengan langkah pasti.
Namun tiba-tiba, dengan kecepatan seekor harimau, Holmes mencegatku
di pintu. Tak pernah aku seterkejut ini! Aku mendengar bunyi pintu dikunci.
Selanjutnya dia berjalan sempoyongan menuju temapat tidur, kelelahan dan bernapas
pendek setelah mengeluarkan energi yang sangat besar.
“Kau tidak akan mendapatkan kunci pintu itu dariku, Watson. Kau di
bawah perintahku, sahabatku. Disinilah kau saat ini dan disinilah kau tinggal sampai
aku mengijinkanmu pergi. Tapi aku akan membuat lelucon untukmu.” Semua ini
dikatakannya dalam hembusan nafas kecil-kecil dan usaha yang keras untuk bernapas.
“Kebaikanmulah yang aku harapkan saat ini. Kau boleh melakukan apa saja nanti,
tapi biarlah aku memulihkan kekuatanku dulu. Bukan sekarang waktunya, Watson.
Sekarang baru pukul empat. Kau boleh pergi pada pukul enam.”
Akhirnya aku mengalah dan aku tetap tinggal di kamar ini. Karena tak
mampu berkonsentrasi untuk membaca, maka aku berjalan perlahan-lahan
mengelilingi ruangan, melihat gambar-gambar kemenangannya mengungkap kasus
kriminal yang menghiasi seluruh dinding kamarnya. Akhirnya aku berjalan tanpa
gairah menuju rak di perapian. Di tengah-tengah benda berserakan ada sebuah kotak
kecil yang terbuat dari gading berwarna hitam dan putih, dengan tutup yang bisa
bergeser. Benda itu sangat rapi dan pada saat aku hendak memeriksa kotak itu, tiba-
tiba dia menangis dan berteriak. Ketika aku berputar aku melihat wajahnya yang lucu
dan matanya yang bingung. Kotak kecil itu ada di tanganku dan aku tak mampu
bergerak.
“Taruh kotak itu saat ini juga, Watson, sekarang juga kataku!”
Insiden itu meninggalkan kesan yang tidak menyenangkan di benakku.
Kehebohan yang diikuti kata-katanya yang kasar, sungguh jauh berbeda dari sikapnya
yang biasanya sopan. Hal itu menunjukkan seberapa kacau pikirannya. Aku duduk
terdiam dengan rasa sedih, hingga tiba waktu yang telah dijanjikannya. Sepertinya dia
juga sedang melihat jam dinding, karena saat itu jauh sebelum pukul enam ketika dia
mulai berbicara dengan nada kesakitan seperti sebelumnya.
Dia mengoceh dengan kata-kata tak karuan. Hingga akhirnya dia
menyuruh aku memanggil Tuan Culverton Smith yang tinggal di Jalan Lower Burke
13. Aku bingung, karena aku tak pernah mendengar nama itu sebelumnya.
Akhirnya Holmes menjelaskan bahwa Tuan Culverton bukanlah seorang
dokter tetapi seorang pemilik perkebunan. Tuan Culverton tinggal di Sumatera tetapi
sekarang sedang berada di London.
“Kau harus memberitahunya tentang keadaanku sebagaimana adanya aku,
saat kau meninggalkan ruangan ini,” katanya.
“Aku akan membawanya ke sini dengan kereta kuda atau aku akan
membopongnya ke sini bila perlu.”
Aku meninggalkannya dalam kondisi mengoceh tak karuan bagaikan anak
kecil. Dia memberikanku kunci kamarnya dan aku menerimanya dengan gembira,
karena aku khawatir dia akan mengunci dirinya di kamar. Saat aku sedang menanti
datangnya sebuah kereta kuda, seorang pria datang mendekatiku.
“Bagaimana keadaan Tuan Holmes” tanyanya.
Pria itu adalah teman lama kami, Inspektur Morton, dari Scotland Yard.
“Dia sakit parah,” jawabku.
Dia melihatku dengan pandangan tidak biasa.di bawah sinar lampu yang
temaram, aku melihat ada sedikit ekspresi gembira tergambar di wajahnya. Tiba-tiba
datang sebuah kereta kuda, kemudian aku pergi meninggalkannya.
Kereta kudaku berhenti di depan sebuah rumah yang memiliki jeruji pagar
model kuno, pintu gerbabg yang sangat besar dan terdapat begitu banyak benda-
benda bersinar yang terbuat dari kuningan. Rumah itu memancarkan aura
kesombongan dan kebanggaan. Di depan rumah berdiri seorang kepala pelayan
berwajah serius.
“Ya, Tuan Culverton ada di dalam. Dr. Watson! Baiklah saya akan
memberitahu Tuan Culverton bahwa Anda datang untuk menemuinya.”
Nama maupun titelku ternyata tidak membuat Tuan Culverton Smith
terkesan. Dari celah pintu yang setengah terbuka, aku mendengar suara bernada
tinggi, tajam, dan pemarah.
Terbayang di otakku Holmes sedang gelisah di tempat tidur karena
sakitnya. Pasti dia juga sedang menghitung waktu sampai akhirnya aku bisa
membawakan pertolongan untuknya. Hidupnya bergantung pada ketepatanku
bertindak. Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan soal kesopanan.
Sebelum si kepala pelayan menyampaikan pesan itu kepadaku, aku telah berjalan
melewatinya dan masuk ke dalam ruang kerja Tuan Culverton Smith.
Dengan marah, Tuan Culverton Smith beranjak bangun dari tempat
duduknya yang berada di dekat perapian. Aku melihat sebuah wajah besar berwarna
kuning, yang tampak keras dan berminyak. Dagunya bertumpuk dua, dan mata
kelabunya yang terletak di bawah alis pirangnya yang berbulu tebal, memandangku
dengan pandangan mengancam. Kepala botaknya ditutupi oleh sebuah topi beludru
kecil. Ukuran kepalanya sungguh besar, membuatku sangat terkejut ketika melihat
postur tubuhnya yang ternyata kecil dan lemah. Pundak dan punggungnya berbentuk
aneh, seolah-olah dia pernah menderita penyakit rakhitis di masa kecil.
“Maafkan saya,” kataku, “Tapi masalah ini tidak dapat ditunda hingga
esok pagi. Tuan Sherlock Holmes………………”
Ada efek yang luar biasa aneh yang tampak dari wajah pria itu saat
kusebutkan nama sahabatku. Sepintas wajahnya terlihat marah, lalu berubah menjadi
keras dan waspada.
Setelah itu aku menjelaskan keadaan Holmes yang sebenarnya kepada dia
dan aku menyampaikan pesan Holmes kepada dia agar dia dapat datang ke rumah
Holmes untuk memeriksa Holmes sebagaimana perintah Holmes kepadaku.
Akhirnya Tuan Culverton pun setuju untuk datang ke rumah Holmes
walaupun pada awalnya agak ragu.
“Saya akan ikut Anda saat ini juga.” Katanya.
Aku teringat perintah Holmes bahwa aku tidak boleh pergi ke rumah
Homes bersama dengannya.
“Maaf, tapi saya ada janji lain,” kataku.
“Baiklah saya akan pergi sendiri. Saya punya alamat rumah Tuan Holmes.
Saya akan sampai disana setenagh jam lagi, paling lama. Percayalah!”
Aku masuk ke dalam kamar Holmes dengan hati ciut, karena bisa saja
terjadi sesuatu yang buruk saat aku pergi meninggalknnya. Namun, kelegaan yang
luar biasa menghampiriku, Holmes tampak lebih baik dari sebelumnya.
Penampilannya masih tampak menyedihkan, namun kegilaan yang menyerangnya
telah hilang. Dia berbicara dengan suara yang lemah.
“Apakah kau sudah menemuinya, Watson?”
“Ya sudah. Dia akan datang.”
“Bagus! Nah Watson, kau telah melakukan apa yang seharusnya
dilakukan oleh seorang sahabat. Sekarang kau boleh pergi.”
“Aku harus ada disini dan mendengar apa katanya, Holmes.”
“Ya tentu saja kau harus, tapi kupikir dia akan berbicara secara lebih
terbuka jika dia menganggap hanya kami berdua di ruangan ini. Nah, ada sebuah
ruangan kecil di balik sandaran tempat tidurku, Watson! Ruangan itu sebenarnya
bukan untuk tempat bersembunyi, tapi tidak akan ada yang mencurigainya.”
Dari ruang persembunyianku, aku mendengar suara langkah kaki menaiki
tangga, kemudian bunyi pintu kamar yang dibuka dan ditutup kembli. Lalu ada
keheningan yang sangat lama, hanya terdengar suara napas berat sahabatku yang
sakit. Bisa kubayangkan si tamu berdiri di tempat tidur, menatap ke sahabatku yang
menderita itu. Akhirnya keheningan itu terpecahkan.
Mereka melakukan beberapa percakapan mengenai penyakit yang diidap
oleh Holmes.
“Aku tidak heran, Holmes. Dan aku tidak terkejut kalau itu penyakit yang
sama. Musibah buatmu! Si Victor yang malang meninggal pada hari keempat. Dia
seorang pemuda yang kuat dan berhati tulus. Seperti katamu, memang mengejutkan
bahwa dia bisa terkena penyakit aneh dari Asia, di tengah-tengah London. Penyakit
yang sangat kukuasai. Kebetulan yang aneh, Holmes. Cerdas sekali kau bisa
mengetahui itu, tapi sepertinya jahat kalau kau berpikir bahwa ini hanya masalah
sebab dan akibat.”
“Aku tahu kaulah yang melakukannya.”
“Benarkah? Tapi sayangnya kau tidak punya bukti. Apa yang ada di
otakmu? Menyebarkan berita seperti itu tentangku, dan kini kau meminta
pertolonganku saat kau sedang kesakitan? Permainan macam apa ini?”
Holmes meraung.
“Lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untukku. Yang lalu biarlah
berlalu.” Bisiknya. “Aku tidak akan memikirkan ucapan tadi, aku janji. Sembuhkan
saja aku, dan aku akan melupakan semuanya.”
“Melupakan apa Holmes?”
“Tentang kematian Victor Savage. Kau baru saja mengakuinya. Aku akan
melupakan itu.”
“Kau boleh mengingatnya atapun melupakannya, terserah saja. Bukanlah
dia yang harus kita bicarakan saat ini, tapi kau!”
“Baiklah.”
“Pria yang datang kepadaku tadi, aku lupa namanya, dia berkata kau
mendapatkan penyakit ini dari pelaut di East End.”
“Hanya dugaanku saja.”
“Kau bangga sekali dengan otakmu, benar Holmes? Kau menganggap
dirimu pintar? Tapi kau bertemu dengan orang yang lebih pintar kali ini. Putar
kembali ingatanmu, Holmes. Tidak mungkinkah kau terkena penyakit ini di tempat
lain?”
“Aku tak bisa berpikir. Otakku kosong. Demi Tuhan, tolonglah aku!”
“Aku aka membantumu. Aku akan membuatmu paham dimana dirimu
berada dan bagaimana kau bisa berada disana. Aku ingin kau tahu itu sebelum kau
mati.”
“Tolong berikan sesuatu yang bisa mengurangi rasa sakit ini.”
“Menyakitkan, bukan? Ya, para buruh biasanya menjerit-jerit sampai
akhir hayat mereka. Dan kurasa mereka juga kejang-kejang.”
“Ya, betul, itulah yang kurasakan.”
“Nah, kau bisa mendengarku. Dengarkan aku sekarang juga! Apakah kau
ingat ada suatu insiden yang tidak biasa dalam hidupmu beberapa saat sebelum
terkena penyakit ini?”
“Tidak ada apa-apa.”
“Coba kau ingat-ingat lagi.”
“Aku terlalu sakit untuk berpikir.”
“Oh baiklah, aku akan membantumu. Adakah sesuatu yang datang melalui
pos?”
“Melalui pos?”
“Sebuah kotak mungkin?”
“Aku merasa akan pingsan.”
“Dengar Holmes! Terdengar bunyi seolah dia sedang menggoncang-
goncang tubuh sahabatku yang sekarat. “Kau harus mendengarkanku. Apakah kau
ingat sebuah kotak gading? Datangnya hari Rabu. Kau membukanya, ingat itu?”
“Ya, ya aku membukanya. Ada pertajam di dalamnya. Lelucon yang……
….”
“Itu bukan lelucon. Bodohnya kau! Kau memang seharusnya
mendapatkannya. Siapa yang menyuruhmu ikut campur dalam urusanku? Kalau kau
tidak mengusik diriku, aku pasti tidak akan menyakitimu, Holmes.”
“Aku ingat,” kata Holmes dengan napas tersengal-sengal. “Per itu! Dia
mengeluarkan darah. Kotak ini….ada di atas meja.”
Suara Holmes mengecil bagaikan bisikan samar.
“Kau bilang apa?” kata Smith. “Nyalakan lampu minyaknya? Ah, sudah
malam rupanya. Ya, aku akan menyalakannya, agar aku bisa melihatmu dengan lebih
jelas.” Dia melangkah ke seberang ruangan dan menyalakan lampu minyak. “Apakah
ada hal lain yang bisa aku lakukan untukmu, temanku?
“Korek api dan sebatang rokok.”
Hampir saja aku berteriak penuh takjub dan gembira. Holmes telah
kembali berbicara dengan nada suaranya yang biasa, sedikit lemah mungkin, tapi
suara yang sangat aku kenal. Ada jeda yang sangat lama, dan aku merasa kalau
Culverton Smith sedang berdiri diam menatap Holmes dengan terkejut.
“Apa maksud semua ini?”
“Akting,” kata Holmes. “Selama tiga hari aku tidak makan maupun
minum, hanya untuk membuatmu percaya. Tapi tembakau itu sulit untuk aku lupakan.
Ah, ini rokoknya.”
Ada bunyi langkah kaki di luar, lalu pintu terbuka, dan Inspektur Morton
muncul.
“Semuanya dalam urutan yang benar, dan inilah orang yang kau cari.”
Kata Holmes kepadanya.
Inspektur polisi itu memberi peringatan seperti biasanya sebelum
melakukan penangkapan.
“Saya menangkap Anda atas tuduhan pembunuhan terhada Victor
Savage,” katanya mengakhiri ucapannya.
“Dan boleh kau tambahkan, usaha pembunuhan terhadap Sherlock
Holmes.” Tambahnya dengan sedikit tertawa. Lalu Inspektur Morton membawa
Culverton keluar.
“Jebakan yang bagus! Jerit sebuah suara melengking. “Dia lah yang
memintaku datang kemari untuk menyambuhkannya. Aku merasakan kasihan
kepadanya, karena itulah aku datang. Sekarang aku yakin bahwa dia berpura-pura
bahwa aku teah mengungkapkan hal-hal yang telah dicurigainya. Kau boleh
berbohong semaumu, Holmes. Kata-kataku akan lebih baik darimu.”
Setelah itu aku keluar dari persembunyian. Holmes menceritakan semua
kejadian kepadaku. Dia juga mengucapkan terima kasih kepadaku atas bantuan yang
aku berikan, selain itu dia juga berterima kasih kepada Nyonya Hudson yang
mengkhawatirkan keadaannya. Kemudian Holmes mengajakku ke kantor polisi untuk
menyelesaikan urusan. Setelah itu dia akan mengajakku ke Simpson’s untuk makan.

I. Menganalisis Isi Buku

Bab 1
Nilai moral
1. Memang bisa menjengkelkan kalau kita bersikap seperti itu. (Halaman 6)
2. Kita telah memperbaiki kesalahan. (Halaman 13)
Nilai Ekonomi
1. Dan berat rasanya menerima uang yang disisihkan Derek untukku. (Halaman
7)
2. Mrs.Perenna menjelaskan harga-harga telah berubah. Dan Tommy pun
menjelaskan pendapatannya sekarang tidak sebanyak dulu, lebih-lebih dengan
adanya segala macam pokok. (Halaman 22)
3. Tapi karena Mr. Meadowes saudara Miss. Meadowes, ia akan memberi
keringanan uang sewa. (Halaman22)
Nilai politik
1. Perang ini dimulai dengan penuh optimisme. (Halaman12)
2. Tapi semuanya percaya pada tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip Nazi, dan ingin
prinsip-prinsip kaku itu menggantikan prinsip demokrasi kita yang liberal.
(Halaman 14)
Nilai agama :
1. Ya, Tuhan tentu aku kesana sekarang juga. (Halaman 11)

Nilai sosial :
1. Saya harus menemui teman saya. Dia jatuh dan kakinya terkilir. Tak ada siapa-
siapa kecuali anaknya yang kecil. Jadi saya harus kesana untuk menemui dan
merawatnya. (Halaman 11)

Bab 2
Nilai budaya :
1. Tommy berkata ”Orang memang biasa bangun pagi di Timur sana. Memang
sudah lama sekalo. Tapi kebiasaan itu masih saya lakukan sampai sekarang.”
(Halaman 32)
Nilai moral :
1. Disiplin. Itulah yang kita perlukan (Halaman 33)
2. Tuppence merasakan arus emosi kuatbergolak dalam diri pemuda itu.
(Halaman 37)
3. Kau pengungsi. Kau harus bisa menerima yang keras meupun yang lembut.
(Halaman 38)
Nilai Pendidikan :
1. Saya bisa saja mengajar dua atau tiga orang muda itu tentang perang.
(Halaman 34)
Nilai politik :
1. Hidup dan merdeka. Yang lainnya kau harus sadar itu tak bisa dihindari.
Negara ini sedang berperang. (Halaman38)
Nilai ekonomi :
1. Beli ham rebus di Quillers harganya dua pence lebih murah.

Bab 3
Nilai sosial :
1. Tuppence dan saya tidak biasa begitu. Kami selalu menghadapi segalanya
bersama-sama. (Halaman 60)

Bab 4
Nilai ekonomi :
1. Misalnya Mr. Cayley dengan syalnya dan keluhannya tentang usahanya yang
bangkrut. (Halaman 64)
2. Dan biaya hidup jadi lebih mahal dengan dua rumah tangga seperti itu.
(Halaman 64)
3. Dia membeli beberapa perangko, setelah keluar berjalan ke telepon umum.
Dan sebelum kembali, ia singgah dulu di toko untuk membeli benang wol.
(Halaman 77)
Nilai sosial :
1. Dia membantu orang Inggris lari di negara musuh. (Halaman 67)

Bab 5
Nilai ekonomi :
1. Kedua pondok itu lalu dibeli oleh pengusaha London dan dijadikan satu.
(Halaman 85)
2. Lalu beberapa tahun yang lalu pondok itu dijual pada seorang Jerman bernama
Hahn. (Halaman 86)
3. Hahn telah mengeluarkan biaya banyak untuk tempat ini. (Halaman 86)
4. ”Akhirnya aku membeli tempat ini ketika dijual,” lanjut Pak Komandan yang
tak mau beralih dari cerita favoritnya.
Nilai agama :
1. Demi Tuhan, ia akan menangkap mereka! (Halaman 93)
Nilai sosial :
1. Itu akan dilakukannya bersama Tommy. (Halaman 102)

Bab 6
Nilai moral
1. Kurang ajar. Biadab. Menembaki pengungsi di jalan. (Halaman 108)
2. Patriotisme saja tidak cukup. Aku tidak boleh memendam rasa benci di hati.
(Halaman 111)
Nilai politik :
1. Lainnya adalah topeng perang yang kita pakai. Ini merupakan bagian dari
perang mungkin bagian yang penting tapi tidak abadi. (Halaman 111)
Nilai agama :
1. Ya, Tuhan, pikir Tuppence sambil berjalan menuruni bukit. (Halaman 111)
Nilai ekonomi :
1. Dia membeli tiket pulang-pergi, dan tiba-tiba saja bertemu dengan Sheila
Perenna begitu meninggalkan loket. (Halaman 112)
2. Lalu dibelinya koran mingguan yang memuat hal-hal yang sedang terjadi.
(Halaman 117)

Bab 7
Nilai ekonomi :
1. Mereka pergi ke kota untuk membeli mainan bebek yang akan bernang di bak
mandi Betty. (Halaman 130)
Nilai agama :
1. Ya, Tuhan, dia akan melempar anak itu ke jurang. (Halaman 150)

Bab 8
Nilai ekonomi :
1. Menurut informasi mereka memiliki uang dalam jumlah lebih banyak daripada
rata-rata pengungsi. (Halaman 155)
Nilai agama :
1. Seperti dalam Alkitab saja, Daud dan Goliath. (Halaman 161)

IV. Mengidentifikasi Nilai-Nilai Dalam Novel


1. Nilai Moral
Bab 1 : 59 nilai
Bab 2 : 52 nilai
Total : 111 nilai

2. Nilai Agama
Bab 1 : 5 nilai
Bab 2 : 2 nilai
Total : 7 nilai

3. Nilai Pendidikan
Bab 1 : 2 nilai
Bab 2 : 2 nilai
Total : 4 nilai

4. Nilai Ekonomi
Bab 1 : 2 nilai
Bab 2 : 1 nilai
Total : 3 nilai

5. Nilai Budaya
Bab 1 : 2 nilai
Bab 2 : 1 nilai
Total : 3 nilai

A. Menentukan Nilai Dominan

Berdasarkan identifikasi nilai-nilai yang terkandung di dalam novel di atas, kita


dapat mengetahui bahwa nilai dominan atau nilai yang paling banyak muncul dalam
novel “Sherlock Holmes The Adventure of The Sussex Vampire” adalah nilai moral.

B. Bagaimana Kaitan Nilai Dominan Yang Ada Dalam Kehidupan Saat Ini

Kita telah tahu bahwa nilai dominan dalam novel “Sherlock Holmes The
Adventure of The Sussex Vampire” adalah nilai moral. Sebagian besar nilai moral di
dalam novel ini tidak relevan dengan kehidupan masyarakat Indonesia saat ini yang masih
memegang nilai-nilai agama dan nilai-nilai falsafah Pancasila. Sebagian besar nilai moral
di dalam novel ini adalah nilai moral yang bersifat buruk yang tidak mencerminkan nilai-
nilai Pancasila. Sehingga nilai moral yang bersifat buruk tersebut telah mengalami
pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, ada
beberapa nilai moral yang bersifat baik di dalam novel ini dan nilai moral tersebut
mencerminkan nilai-nilai Pancasila yang dipegang oleh masyarakat Indonesia saat ini.

D. Nilai-Nilai Yang Dapat Dilestarikan

Nilai-nilai dalam novel yang dapat dilestarikan adalah nilai-nilai yang harus
mencermikan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai agama, seperti nilai moral yang bersifat
baik, misalnya mempunyai rasa kasih sayang yang besar, memiliki kelembutan, memiliki
kesopanan, saling tolong menolong, dll; nilai agama, nilai ini adalah nilai yang paling
utama harus dilestarikan karena kita merupakan makhluk beragama yang harus selalu
mengingat Tuhannya; nilai pendidikan, nilai ini harus dilestarikan karena setiap saat kita
harus belajar, membaca, dan selalu ingin tahu seperti yang dilakukan oleh Sherlock
Holmes.

E. Membandingkan Novel Indonesia dengan Novel Terjemahan

Novel Indonesia yang berjudul “Belenggu” dengan novel terjemahan yang


berjudul “Sherlock Holmes The Adventure of The Sussex Vampire” memiliki beberapa
perbedaan, seperti:
1. Bahasa yang digunakan dalam kedua novel berbeda. Novel Indonesia tersebut
cenderung menggunakan bahasa yang sulit untuk dipahami, sedangkan novel
terjemahan tersebut menggunakan bahasa yang mudah untuk dipahami.
2. Jalan cerita antara kedua novel berbeda, yaitu jalan cerita novel Indonesia tersebut
memiliki alur maju-mundur (campuran), sedangkan jalan cerita novel terjemahan
tersebut memiliki alur maju.
3. Nilai-nilai yang terkandung di dalam kedua novel berbeda. Nilai yang terkandung
di dalam novel Indonesia antara lain nilai moral, nilai agama, nilai pendidikan,
nilai sosial, nilai ekonomi, nilai budaya, dan nilai politik. Sedangkan nilai yang
terkandung di dalam novel terjemahan adalah nilai mora, nilai agama, nilai
pendidikan, nilai ekonomi, dan nilai budaya.
4. Novel Indonesia menggunakan beberapa majas dalam kalimatnya, sedangkan
novel terjemahan tidak ada menggunakan majas.
5. Sudut pandang penulis kedua novel berbeda. Novel Indonesia menggunakan
sudut pandang orang ketiga, sedangkan novel terjemahan menggunakan sudut
pandang orang pertama.
Novel Terjemahan

“Sherlock Holmes The Adventure of The


Sussex Vampire”

Oleh

Nama : T. Ima Putri Oktavia


Kelas : XI A2
Pembimbing : Ibu Milda, S.Pd.

SMA Negeri 1 Pekanbaru


TP. 2008-2009

You might also like