You are on page 1of 6

I.

Identitas Buku
1. Judul Buku : Grotta Azzura
2. Pengarang : S. Takdir Alisjabhana
3. Penerbit : Dian Rakyat
4. Kota Terbut : Jakarta
5. Tahun Terbit : 2003
6. Ukuran Buku : 14x20,5 cm
7. Tebal Buku : 553 halaman
8. CoverBuku : Terdapat gambar gua di laut dan terdapat beberapa ekor burung.
II. Sinopsis Isi Cerita
”Bukan, kami bukan berdua!” kata janet sambil menumpik kertas alamat
yang diberikan oleh pemotret yang baru saja selesai memotret mereka berdua, seraya
menerangkan, bahwa potret mereka boleh diambil pada alamat itu di Napoli. Tetapi
Ahmad yang tegak disisi Janet mengambil kertas alamat itu dan setelah
membacanya sekejap dimasukkannya ke dalam sakunya.
”Sorry!” kata tukang potret itu kepada Janet dan ia terus mencari korban-
korbannya yang lain di atas kapal Capri-Napoli yang baru saja meninggalkan
Sorrento menuju ke Pulau Capri.
Perlahan-lahan kapal telah mengangguk-angguk sebab telah meninggalkan
Teluk Sorrento alun telah mulai terasa, meskipun tiada besar. Janet maupun Ahmad
bersandar ke terali kapal dan mengarahkan mata ke daratan. ”Bagus benar tamasya
pagi ini,” kata Ahmad bergumam, separuh terhadap dirinya sendiri dan separuh
terhadap perempuan muda yang pirang kehitam-hitaman rambutnya yang berdiri di
sebelahnya. Tetapi Janet tiada menjawab, dipalingkannya mukanya, lalu berjalan
masuk ke dalam bar di atas dek kapal itu.
Kapal Capri-Napoli pun telah mengurangi cepatnya menuju ke cerocok,
tempat ramai orang menanti: kuli dan sopir dan bujang-bujang hotel yang mencari
langgangan, dan turis-turis yang menunggu kapal hendak meninggalkan Pulau
Capri. Apabila penumpang-penumpang Capri-Napoli mulai turun, seketika amat
ramai orang bergalau di cerocok itu. Ada yang langsung dibawa ke hotel oleh oto-
oto yang menanti, ada yang berjalan-jalan, melihat-lihat dahulu, sedangkan dalam
sekejap telah penuh sebuah kapal motor yang akan membawa orang-orang yang
baru sampai itu melihat gua biru, Grotta Azurra.
Ahmad turun ke kapal motor yang lain, yang segera hampir penuh pula.
Pada saat kapal motor itu hendak berangkat datang tergesa-gesa kuli mambawa valis
dan di belakangnya mengikuti Janet. Anak kapal motor itu dengan cepat menerima
valis itu dan dipimpinya Janet turun ke dalam kapal motor, ke tempat yang kosong
satu-satunnya, yaitu di sebelah Ahmad.
”Disinilah Raja Syaiful musim panas yang lalu berbulan madu,” kata salah
seorang dari anak kapal dengan sneyum dan bangga menunjuk hotel itu. Sekalipun
penumpang meliahat ke atas mengagumi hotel yang jauh tinggi di atas itu, dan pada
waktu itu gedung itu seolah-olah melambangkan kemutlakan perasingan manusia
pada saat bahagianya yang semesra-mesranya.
Setelah kira-kira dua puluh menit berlayar, nampaklah dihadapan
sekumpulan perahu kecil, turun naik di atas gelombang. Kapal motor mulai
melambatkan kecepatannya dna akhirnya berhenti di tengah perahu-perahau kecil
itu. Kepada penumpang diperintahkan untuk turun kedalam perahu berdua-dua
sebab tempat yang ada sesungguhnya hanya berdua-dua. Pindah dari kapal motor ke
dalam perahu kecil itu agak sukar dan memakan waktu juga karena gelombang agak
besar, sedangkan di antara penumpang-penumpang itu banyak yang tiada bisa di laut
sehingga anak kapal harus selalu datan menolong. Perahu yang telah berisi segeralah
dikemudikan pengayuhnya meninggalkan kapal motor menuju ke sebuah lubang di
dalam tebing yang sangat tinggi itu. Itulah lubang masuk ke gua biru Grotta Azzurra
yang sebentar-sebentar tertutup oleh air apabila gelombang datang memcah dari
tengah, tetapi terbuka pula apabila gelombang surut kembali. Pada waktu itu pasang
sudah mulai naik sehingga masuk ke dalam gua itu agak sukar, yaitu mesti
menantikan gelombang surut benar, maka dengan secepat-cepatnya perahu itu harus
ditarik masuk ke dalam gua sempit itu. Kedua penumpang mesti menunduk
sedalam-dalamnya dalam perahu supaya kepala tidak terbentur pada dinding lubang
gua itu.
Waktu menunduk dalam perahu yang kecil dan sempit itu, Ahmad
melekatkan badannya serapat-rapatnya kepad Janet. Ketika mereka mangangakat
diri mereka setelah melalui lubang itu, dari terng cuaca siang bisa mereka tiba-tiba
telah berada di dalam gelap dulita. Terkejut mengalami gelap yang tebal itu, Janet
mencari tangan Ahmad tergopoh-gopoh, tetapi segera tangan ini ditariknya kembali.
Seolah-olah serempak keluar dari mulut mereka, ”Bagaimana segelap ini?”
Tetapi pengayuh perahu menjawab dengan tenang, ”Tunggu sebentar, nanti
sekaliannya akan menjadi terang sendiri.”
Sementara itu ia terus berkayuh dalam gelap-gulita itu, seolah-olah matanya
dapat melihat jalan. Perlahan-lahan di dalam gua itu nampaknya bertambah terang
sebab mata mereka perlahan-lahan terbiasa akan gelap yang pekat itu. Air bercahaya
dibawah perahu tak terkatakan indahnya, solah-olah sekaliannya terjadi dari zamrud
hijau biru yang cair semata-mata.
Ada lima belas menit mereka berkeliling dalam gua itu. Lambat laun mata
mereka menjadi terbiasa akan akan warna hijau laut yang disinari dari bawah itu
sehingga dapatlah mereka lebih teliti mengamat-amati dinding gua yang bertetesan
air disekitar mereka.
Ketika mereka naik kembali ke dalam kapal motor, sekalian penumpang
yang lain telah duduk ditempat masing-masing; Ahmad dan Janet duduk pula
berdekatan . Bedanya hanya lnyapnya suasana kaku diantara mereka.
Cari percakapan mereka selanjutnya, dapat diketahui oleh Ahmad bahwa
janet menurut taksirannya kira-kira usia 35 tahun itu adalah seorang perempuan
Prancis yang bekerja di Paris pada museum seni Louvre. Ia kenal betul akan Itali,
terutama segala sesuatu yang berhubungan dengan seni lukis dan seni patung dan
sejarah lama.
Ketika dari percakapan mereka dapat pula diduganya bahwa perempuan
yang disebelahnya itu berpergian seorang idri, dalam hati kecilnya bangkit suatu
harapan akan kemungkinan pelarian dari kekusutan pikirannya dan kekecewaan
hatinya. Dengan tak disadarinya matanya mengamat-amati permepuan disebelahnya
lebih teliti; badan yang langsing itu jelas kemontokanya meskipun pakaiannya yang
keren warnanya bersahaja dan malahan agak kolot , lebih banyak menyembunyikan
daripada memperlihatkan keindahan liku-liku dibawahnya. Bangkit suatudorongan
dalam diri Ahmad untuk mendekati perempuan cantik disebelahnya sebagai
kesempatan untuk melupakan keputusasaan hidup politiknya.
Di Pelabuhan Marina Grande tempat kapal Capri-Napole tadi berlabuh,
Ahmad masih belum tahu dimana ia akan menginap. Dilihatnya Janet terus segera
menuju kepada pelayan hotel. Ia hanya mengikuti saja dari belakang. Dalam sekejap
ia masuk kedalam oto hotel yang menanti tak berapa jam dari sana, bersama-sama
Janet. Janet mendapat kamar agak ke sebelah hadapan hotel sedangkan kamar
Ahmad jauh dibelakang.
Setelah melepaskan lelah dan berbaring-baring sebentar, Ahmad kira-kira
pukul delapan pergi ke ruang makan untuk makan malam. Matanya mencari-cari
perempuan Prancis yang baru saja dikenalnya itu, tetapi di mana sekalipun tak
kelihatan padanya. Meskipun sengaja agak dilambat-lambatkannya makan, tetapi
permpuan Prancis itu tak juga kunjung-kunjung datang. Ketika ia pergi melihat ke
kamarnya, nampak kepadanya kamar itu gelap gulita mungkin ia telah pergi makan
ke tempat lain.
Beberapa lama Ahmad berdiri di terali Piazza itu dekat tempat berhenti
Trem Erretan. Dari sana pemandangan jauh ke bawah, ke Mariana Grande,
pelabuhan yang terbesar di pulau Capri, yang ketika itu amat terang dalam cahaya
lampu.
Setelah beberapa lama berdiri dan mondar – mandir, melihat – lihat di tanah
lapangan kecil yang penuh sesak oleh manusia, yang bercakap bermacam – macam
bahasa dan memakai pakaian yang berbagai warna dan potongan, ia menuju kepada
sebuah kursi yang kosong tak berapa jauh dari sebuah restoran. Letih berdiri dan
berjalan, ia hendak duduk sambil minum kopi menikmati gumpalan manusia yang
sibuk bergerak dan bercakap-cakap itu. Seseorang yang duduk tidak jauh dari dia
datang menghampiri dan menawarkan diri untuk bergabung.
Dipekernalkannya namanya kepada kelima orang tersebut, sedangkan laki-
laki yang mengajaknya duduk bersama bernama Alberto Gerametta dan kemudian
diperkenalkan berturut-turut keempat laki-laki dan perempuan yang duduk bersama-
sama di meja itu. Mereka pun bercakap-cakap berbau hal yang mengandung politik.
Setelah berpisah dari orang-orang itu, Ahmad masih berjalan-jalan sebentar
ke terali tepi Piazza, yang memberi pandangan ke Marina Grande. Sepanjang jalan
dipikirkan pembicaraan dengan kelima orang tersebut. Meskipun yang dipercakapan
politik smeata-mata, tetapi hal itu tidak terasa kepadanya sebagai membuat
pikirannya bertambah kusut. Malahan pikirannya agak lapang rasanya oleh
pertukaran pikiran itu, seolah-olah ada batu yang berat terangkat dari dadanya.
Rupa-rupanya bukan soal politik yang memusingkannya, ia menghendaki perubahan
suasana dan kesempatan mengalihkan perhatiannya dari kekusutan pikirannya dn
kekecewaannya ia mesti dapatmelepaskan isi hatinya yang oenuh sesak. Insaf ia,
bahwa kehidupannya dalam cemas dan harapan tahun-tahun yang akhir ini amat
menyempitkan pikirannya.
Waktu ia sampai dihotelnya, kamar Janet kelihatan masih gelap juga seperti
tadi. Sebentar ia bertanya dalam hatinya, kemanakah agaknya perempuan itu? Tetapi
ia terus segera menuju kamarnya untuk tidur.
Keesokan harinya Ahmad telah ada di kamar makan pula., tetapi Janet tidak
juga kelihatan. Dari bangun pagi-pagi tadi, pikiran Ahmad senantiasa berulang-
ulang kepada wanita Prancis yang baru saja dikenalnya. Dalam percakapannya di
kapal motor telah dibangkitkannya inign tahunya akan seni-seni Italia lama yang
termasyur. Hari ini mesti ia bertemu denagn perempuan itu. Ia akan menantinya
semapai waktu sarapan di hotel itu benar-benar selesai.
Setengan jam kemudian, Janet pun memasuki kamar makan itu. Maka
keduanya mengucapkan selamat pagi kepada masing-masing. Kemudaina mereka
pun bercakap-cakap hingga Ahmad mengajak Janet untuk berjalan-jalan. Dan pada
muka Janet nyata kelihatan, bahwa ia menerima hal itu, sebab semenjak mereka
meninggalkan kapal motor itu Janet menganggap pria kenalan barunya itu menarik
minatnya dengan sewajarnya.
Tak berapa lama antaranya pelayan membawa dua sarapan yang telah
dipesan oleh Ahmad bagi Janet dan Janet segera makan dengan bernafsu. Ahmad
mengeluarkan kitab penuntun Pulau Capri yang dibelinya kemarin untuk mencari
apa-apa yang dikunjunginya.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Villa Jovis. Demikianlah dari
hotel menuju Piazza, yang telah penuh oleh kaum turis. Setelah beberapa lama
melihat toko-toko dan warung-warung dengan bermacam-macam barang dan
perhiasan, mereka melalui lorong kecil menuju Villa Jovis dan mereka membeli roti
dengan selengkapnya dan sekilo jeruk manis.

You might also like