You are on page 1of 18

DAFTAR ISI

BAB I 1.1 1.2 1.3

Pendahuluan .. Latar Belakang .. Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penulisan ... Kajian Teori Pengertian Ekspor Impor . Perdagangan Internasional . Kebijakan Ekspor Impor ... Pembahasan .. Perkembangan Ekspor Impor MIGAS Indonesia . Analisa Kondisi dan Kebijakan MIGAS Indonesia ... Penutup .. Daftar Pustaka ...

2 2 3 3

BAB II 2.1 2.2 2.3

4 4 5 8

BAB III 3.1 3.2

10 10 11

BAB IV

16

BAB V

18

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kehidupan ekonomi dunia tentu tidak terlepas dari akitifitas perdagangan antar negara. Setiap negara memiliki sumber daya alam yang berbeda-beda, suatu negara mungkin saja memiliki sumber daya alam yang tidak terdapat di negara lain. Suatu negara yang membutuhkan komoditi yang tidak tersedia di negaranya tetapi tersedia di negara lain akan melakukan perdagangan atau pertukaran komoditi dengan negara tersebut sehingga terjadilah kegiatan perdagangan antar negara yang biasa disebut kegiatan ekspor dan impor. Pentingnya kegiatan tersebut membuat tiap negara melakukan pengaturan atau kebijakan. Ekspor impor merupakan kegiatan perdagangan yang memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah kita dimana begitu beraneka ragamnya permasalahan yang dihadapi. Kebijakan ekspor impor pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh sumber daya yang ada di dalam negeri serta untuk mengeratkan hubungan dengan negara. Kemudian berkembang menjadi alat untuk menunjukkan eksistensi negara di dunia internasional. Selain itu, kebijakan ekspor impor juga dapat menjadi media transfer kebudayaan dan teknologi. Kini kebijakan ekspor impor sangat penting karena selain fungsi utamanya untuk memenuhi kebutuhan, tetapi juga berpengaruh terhadap roda perekonomian dalam negeri. Pemerintah harus melihat keadaan perekonomian dalam negeri, merencanakan dan mempersiapkan serta menganalisis dampak dari kebijakan yang akan dibuat. Kesiapan pelaku perekonomian dalam negeri terkait kebijakan ekspor impor harus menjadi perhatian, agar kebijakan tersebut benar-benar memberikan energi positif bagi perekonomian dalam negeri, bukan sebaliknya yang membuat negeri ini diserbu barang-barang impor dengan harga dan kualitas yang tidak bisa dikendalikan.

Perkembangan sektor MIGAS di Indonesia mempunyai dinamikanya sendiri. Perubahan harga minyak dunia memaksa kita untuk menyesuaikan produksi, konsumsi, dan kebijakan baik dalam dan luar negeri agar tetap tercapai kesejahteraan untuk rakyat. Produksi dan Cadangan Terbukti Minyak kita turun terus. Walaupun cadangan terbukti gas kita empat kali lipat cadangan Minyak tetapi program konversi Minyak ke Gas Domestik tidak berjalan mulus. Sebagian besar dari konsumsi MIGAS di Indonesia adalah untuk pembangkit listrik. Program 10.000 MW PLTU (Uap) Batubara tidak berjalan mulus dan sebagian besar produksi batubara kita diekspor. PLTA (Air) di luar Jawa kurang berkembang. PLTS (Surya) dan PLTB (Bayu) banyak yang tidak berfungsi lagi. Kendala ini dapat meningkatkan konsumsi MIGAS di tanah air sedangkan volume ekspor kita telah turun dalam beberapa tahun ini. Kondisi tersebut memaksa pemerintah untuk mengoptimalkan impor MIGAS dan pembatasan ekspor itu sendiri. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang akan menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Apa pengertian dari Ekspor dan Impor ? Bagaimana perkembangan Ekspor Impor MIGAS di Indonesia? Bagaimana kebijakan dan peraturan Ekspor Impor MIGAS di Indonesia? Apa yang menjadi masalah dalam Ekspor Impor?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun penulisan makalah ini diharapkan dapat mencapai tujuan dan manfaat antara lain : 1. 2. 3. 4. Untuk mempelajari tentang pengertian Ekspor dan Impor. Untuk mengetahui perkembangan Ekspor Impor MIGAS di Indonesia. Untuk mengetahui masalah dan pengaturan dalam Ekspor Impor MIGAS. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam Ekspor Impor MIGAS.

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Ekspor Impor Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah impor. Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor. Menurut Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu terdapat beberapa istilah dalam kegiatan ekspor-impor. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.

2.2 Perdagangan Internasional Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan. Beberapa konsep dan permodelan untuk menganalisa perdagangan

internasional telah dikemukakan oleh berbagai ahli ekonomi. Diantara beberapa model yang ada adalah sebagai berikut, I. Model Ricardian Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Model Ricardian juga tidak secara langsung memasukkan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.

II. Model Heckscher-Ohlin Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional. Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negaranegara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-O dikenal
5

sebagai Pradoks Leontief yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal. III. Faktor Spesifik Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untung pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengendalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.

IV. Model Gravitasi Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini. Perdagangan antar negara dapat dilakukan dengan beraneka cara diantaranya adalah sebagai berikut, I. Ekspor Biasa Dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai
6

dengan perturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang di peroleh dari ekspor ini dapat di jual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima pemabayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penatapan nilai kurs valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau juga dapat dipakai sendiri oleh eksportir. II. Barter Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang, tidak menerima pembayaran di dalam mata uang rupiah. Kalau kita mempelajari sejarah masyarakat primitif ataupun masyarkat suku terasing, maka kebanyakan cara yang mereka tempuh dalam memenuhi kebutuhannya adalah dengan cara tukar-menukar apa yang dipunyai

(diproduksinya) dengan barang apa yang di miliki tetangganya. III. Konsinyasi (Consignment) Pengiriman barang ke luar negeri untuk di jual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Jadi, dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang lain seperti dalam hal barter, dan juga bukan untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah dilakukan seperti dalam hal ekspor biasa. Tegasnya di dalam pengiriman barang sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu diluar negeri. IV. Package-Deal Dalam rangka memperluas pasaran hasil bumi Indonesia terutama dengan negara sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan (trade agreement) dengan salah satu negara pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang tertentu akan diekspor ke negara itu dan sebaliknya dan dari negara itu akan diimpor sejumlah jenis barang yang dihasilkan dari negara tersebut dan yang kiranya kita butuhkan. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari aneka komoditi. V. Penyelundupan (smuggling) Di negara manapun hampir selalu ada, baik perorangan maupun badan-badan usaha yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku. Ada saja dalam perdagangan luar negeri golongan yang berusaha lolos dari peraturan pemerintah yang dianggapnya merugikan kepentingannya.
7

2.3 Kebijakan Ekspor-Impor Kebijakan (policy) merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang memiliki maksud untuk mencapai tujuan tertentu atau mengatasi suatu persoalan. Berikut beberapa kebijakan yang ada dalam kegiatan ekspor-impor Indonesia. Kebijakan impor diantaranya yaitu, a. Menaikkan tarif impor. Untuk barang tertentu yang dapat menimbulkan persaingan dengan produk lokal yang sejenis, dan atau memiliki harga jual yang lebih rendah dari harga barang lokal yang sejenis, pemerintah menaikkan tarif impor agar harga barang impor di pasar tidak terlalu rendah dan produk lokal mampu bersaing serta harga barang tersebut di pasar tidak rusak serta tidak merugikan pelaku ekonomi dalam negeri. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah pemerintah dalam melindungi produsen dan konsumen dalam negeri serta meningkatkan pendapatan negara. b. Menurunkan tarif impor. Untuk barang penting, langka, atau teknologi terbaru dimana produsen atau prinsipal di negara asalnya masih berat untuk memasukkan barang ke Indonesia, pemerintah memberikan stimulus agar importir atau prinsipal dalam negeri mau mengimpor barang dalam jumlah yang dibutuhkan. Seperti mobil berteknologi Hybrid yang ramah lingkungan serta lebih efisien dalam penggunaan energi, pemerintah mendukung pabrikan Toyota untuk ersebut memasarkan produk kendaraan hybridnya di Indonesia. Pemerintah juga menjajaki produsen kendaraan hybrid untuk memproduksi kendaraan tersebut di dalam negeri dan hal itu sudah pasti akan menyerap tenaga kerja. c. Membatasi kuota impor.

Kebijakan ini diterapkan untuk barang impor yang bisa diproduksi di dalam negeri. Pemerintah mengatur supply barang tersebut agar tidak berlebihan dan menurunkan harga di pasar yang menurunkan pendapatan produsen lokal. d. Meluncurkan sistem elektronik Indonesia National Single Window Kebijakan ini untuk memperlancar arus impor dengan mempermudah proses pengurusan dokumen. Proses impor yang mudah, cepat, dan lancar akan

menggerakan perekonomian dalam negeri, terutama untuk impor bahan baku industri dalam negeri. e. Larangan impor Pemerintah mengeluarkan larangan ini paling utama atas dasar pertimbangan keamanan lingkungan dan kesehatan, selain juga melindungi produsen dan konsumen domestik. Barang yang dilarang ini antara lain limbah elektronik, limbah B3, dan pakaian bekas. Kebijakan ekspor diantaranya yaitu, a. Kuota ekspor Pemberlakuan kuota ini untuk menjamin persediaan barang di dalam negeri sehingga harga tetap terjaga dan perekonomian tidak terganggu. b. Subsidi Kebijakan ini untuk mendukung produsen yang memproduksi barang ekspor agar mampu bersaing dan memperluas pasar di luar negeri, sehingga meningkatkan pendapatan nasional. c. Tarif ekspor Kebijakan ini memberikan bea ekspor khusus untuk merangsang kuantitas dan kualitas ekspor. d. Diskriminasi harga Diskriminasi harga ini berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial, dan politik. Diskriminasi harga utnuk negara tujuan ekspor tertentu bertujuan untuk

mendapatkan keuntungan yang lebih besar. e. Larangan ekspor Kebijakan larangan ekspor barang tertentu dengan alasan ekonomi, sosial, dan politik, biasanya karena adanya hubungan yang kurang harmonis antar negara atau untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan dalam negeri.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan Ekspor-Impor MIGAS Indonesia Peningkatan kegiatan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestic menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk, selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Nilai ekspor Indonesia Januari 2012 mencapai US$15,49 miliar atau mengalami penurunan sebesar 9,28 persen dibanding ekspor Desember 2011. Sementara bila dibanding Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 6,07 persen. Menurut sektor, ekspor hasil industri Januari 2012 naik sebesar 2,08 persen dibanding bulan yang sama tahun 2011, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 14,82 persen sedangkan ekspor hasil pertanian turun sebesar 1,82 persen. Nilai impor Indonesia Januari 2012 sebesar US$14,57 miliar atau turun 11,57 persen dibanding impor Desember 2011 yang besarnya US$16,48 miliar, sedangkan jika dibanding impor Januari 2011 (US$12,56 miliar) naik 16,02 persen. Impor migas Januari 2012 sebesar US$2,99 miliar atau turun US$0,66 miliar (18,05 persen) dibanding impor migas Desember 2011 (US$3,65 miliar), sedangkan jika dibanding impor bulan yang sama tahun sebelumnya (US$2,97 miliar) terjadi peningkatan US$0,02 miliar atau 0,58 persen. Nilai impor semua golongan penggunaan barang Januari 2012 dibanding impor bulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing meningkat, yaitu impor barang konsumsi sebesar 8,71 persen, bahan baku/penolong sebesar 11,19 persen, dan barang modal sebesar 41,26 persen. Pengamat Migas Effendi Siradjudin memperhitungkan impor minyak Indonesia akan mencapai lebih dari satu miliar barel di tahun 2019. Konsumsi minyak kita tahun 2014 sudah akan mencapai 2,4 juta barel per hari, tahun 2019 sudah akan
10

mencapai 3,4 juta barel per hari, kata Effendi dalam seminar Energy Outlook: Quo Vadis Perpanjangan Production Sharing Contract yang diselenggarakan Perum LKBN ANTARA, Jakarta, Selasa. Ia menjelaskan bahwa peningkatan konsumsi tersebut terlihat hanya dengan menghitung pertumbuhan otomotif dimana terjadi penjualan lima juta lebih motor dan 500 ribu mobil per tahun. Kepala BPS Rusman Heriawan menjelaskan, nilai ekspor pada Juli mencapai 17,43 miliar dolar AS atau mengalami penurunan 5,23 persen dibandingkan Juni, namun mengalami peningkatan 39,55 persen dibandingkan Juli 2010. Ekspor migas pada Juli tercatat mencapai 3,8 miliar dolar AS dan ekspor non migas 13,62 miliar dolar AS, kata Rusman.

Gb.1 Produksi, Konsumsi, Ekspor, Impor Minyak Bumi per Tahun (Barrel) Melihat data di atas, kegiatan ekspor dan impor migas Indonesia cenderung akan ekuivalen. Kegiatan ekspor kita terus menurun untuk mengimbangi produksi dan konsumsi dalam negeri, sedangkan impor sendiri relatif lebih stabil. Jika kondisi ini terus berlanjut, suatu saat kita akan defisit akan komoditi migas. Hal ini dapat kita cegah melalui kebijakan-kebijakan yang tepat terhadap produksi dan konsumsi migas dalam negeri.

3.2 Analisa Kondisi dan Kebijakan MIGAS Indonesia Melihat APBN di tahun 2011, berdasarkan pokok-pokok nota keuangan yang dipaparkan oleh kementrian keuangan. Pendapatan dari Sektor Migas sekitar Rp 115 Triliun, ditambah penerimaan pajak di sektor migas sebanyak Rp 55 Triliun.
11

Dengan demikian total pendapatan dari Migas adalah tidak kurang dari 200 Triliun, dari total pendapatan sekitar Rp. 1.050 Triliun terhadap pengeluaran yang direncanakan sekitar 1.200 Triliun. Secara keseluruhan, defisit APBN terindikasi berpotensi sekitar Rp 115 Trilliun.
(US$/Bbl) 120 Basket OPEC 100 Rata2 ICP Brent (IPE) 80 WTI (NYMEX) ICP Sumatera Light Crude (SLC) 60

40

20

0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009(*)

Gb.2 Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia dan Internasional Tingginya harga minyak bumi meningkatkan komponen belanja, seperti; Subsidi BBM (mencapai diatas 22% dari Total Belanja Negara) yang berarti beban subsidi adalah sekitar Rp. 180 Trilliun, yang dengan demikian untuk komponen Migas terjadi defisit. Belanja subsidi saja sekitar Rp 180 Triliun, dengan pendapatan hanya Rp 151 Triliun, APBN berpotensi terbebani untuk membiayai kebutuhan migas sebesar Rp 30 Triliun. Disisi lain, jelas bahwa harga ICP yang tinggi merupakan kesempatan yang baik untuk dapat meraih keuntungan secara finansial bagi Negara dalam catatan APBN, namun tampak sekali pemerintah belum berhasil meningkatkan lifting Minyak Bumi maupun pendapatan dari Gas Bumi. Ini mungkin karena minim teknologi yang dipergunakan. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) mengatakan Indonesia belum bisa mengembangkan teknologi di sektor migas untuk

12

meningkatkan produksi migas dalam negeri. Alasannya keterbatasan dana pemerintah maupun perusahaan migas (detik finance, 20/04/2011). Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Evita Herawati Legowo mengatakan, pemerintah telah menetapkan enam sasaran kebijakan bidang migas hingga 2005. Poin-poin sasaran tersebut berupaya memberikan manfaat lebih industri migas bagi kepentingan nasional. Meski demikian, upaya guna menggapai enam sasaran tersebut akan menghadapi banyak tantangan. Enam sasaran kebijakan tahun 2025 itu yang pertama ialah, mempertahankan produksi migas Indonesia tetap di posisi 1 juta barel per hari (BOPD). Kedua, pada 2025 sebanyak 50% operatorship industri migas harus dipegang oleh perusahaan nasional. Ketiga ialah terpenuhinya kebutuhan baku industri dan bahan bakar nasional secara mandiri pada 2025. Keempat, pemerintah menargetkan 91% penggunaan barang dan jasa nasional dalam kegiatan operasi industri migas. Kelima, pada 2025 ditargetkan penggunaan sumber daya manusia (SDM) nasional dalam operasi industri migas Indonesia, mencapai 99%. Keenam, menargetkan adanya peningkatan nilai tambah untuk industri migas untuk pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Namun, pelaksanaan kebijakan sektor migas nasional akan menghadapi sejumlah tantangan yang tidak ringan. Pada usaha inti migas, tantangan yang dihadapi ialah penurunan tingkat produksi secara alamiah lapangan-lapangan migas existing (natural decline). Selain itu, pengembangan sektor migas juga terkendala oleh terbatasnya data, tumpang tindih lahan, dan lamanya waktu dari fase eksplorasi ke fase produksi. Potensi minyak bumi pada sisi hilir lebih mencerminkan pada kondisi kilang minyak. Indonesia yang pada saat ini memiliki kapasitas kilang terpasang sekitar 1 juta BOPD. Menurut data dari berbagai sumber pada tahun 2010, kebutuhan energi dalam negri untuk BBM (Gasoil/solar, Gasoline, Kerosene, Industrial Fuel, Aviation, dan beberapa lainnya) adalah sekitar 100 juta liter perhari atau setara dengan kurang lebih 40,1 Milyar Liter pertahunnya, yang bernilai tidak kurang dari Rp 210 Trilliun. Angka 100 juta liter itu sendiri, diperkirakan sekitar 30% dipenuhi dengan cara melakukan impor.
13

Pada saat ini, produksi minyak bumi Nasional secara keseluruhan berkisar antara 925 ribu hingga 950 ribu BOPD. Kendala utama adalah pada aplikasi teknologi untuk dapat melakukan lifting lebih banyak lagi yang memiliki beberapa tantangan, diantaranya: a. Ketersediaan penyedia jasa dan teknologi dari dalam Negeri yang belum diakui secara penuh dan masih memerlukan dukungan serta pendampingan dari Pemerintah serta badan migas (Kementrian, BP Migas) terkait. b. Biaya operasi yang mahal yang harus dapat ditekan (efisiensi), c. Keberpihakan pemerintah untuk mengutamakan Perusahaan Negara atau Swasta yang mencirikan semangat kebangsaan Indonesia. Potensi migas yang besar ini tidak diimbangi dengan penerapan kebijakan yang memetakan secara strategis antara kebutuhan wilayah (sektoral) negara yang masih pada kondisi defisit (supply lebih kecil daripada kebutuhan). Dengan potensi-potensi yang dimiliki seharusnya Indonesia mampu mencukupi kebutuhan energi dalam negeri, dengan catatat teknologi dan system pengelolaan yang benar, yaitu mengutamakan dan mendukung kiprah anak bangsa. Eksplorasi dan eksploitasi migas tidak dipungkiri memerlukan dana yang besar. Namun, sektor ini juga sangat menguntungkan apabila dapat dioptimalisasi sebagai sumber dana utama dari pendapatan negara. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendukung kebijakan MIGAS Nasional adalah sebagai berikut, 1. Optimalisasi pengelolaan energi harus diperhatikan. Modal awal (teknologi dan para ahli) harus dipenuhi sebagai aset. Sehingga, dalam hitungan jangka panjang, pada sisi Hulu lifting migas akan meningkat dan pada sisi Hilir dapat melakukan efisiensi untuk menurunkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM, sehingga terjadi Penghematan Subsidi. 2. Naikkan lifting migas. Tingkatkan eksplorasi dan eksploitasi sehingga lifting meningkat. Utamakan peran serta anak Bangsa dan jadikan kampus-kampus di Indonesia yang relevan dan terkait sebagai Center of Excellence Migas 3. Utamakan pengelolaan migas oleh negara sehingga keuntungan dapat optimal dan masuk dalam pendapatan sendiri. Ini tidak hanya analisis secara
14

ekonomis namun juga menyangkut kedaulatan bangsa. Indonesia harus berdikari dan menjalankan amanah konstitusi sesuai Pasal 33 ayat 2 dan 3 4. Utamakan kebutuhan energi dalam negeri. Ini adalah kesimpulan

mengerucut tentang bagaimana peningkatan performa dari sarana produksi BBM dengan tujuan penghematan subsidi. Selain itu, ekspor Migas harus dilakukan secara bijak dengan menganalisis dan mengutamakan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu. 5. Jumlah Ekspor-Impor migas dan rasionalisasi. Jika tidak rasional, atau volume ekspor lebih besar daripada impor dan sebaliknya tanpa penjelasan, ini harus diselidiki. Peningkatan kemampuan energi Nasional wajib dilakukan. Dana dapat diperoleh dari Penghematan yang diperoleh dari digantikannya BBM (Bahan Bakar Minyak) yang mahal dan sudah diimpor dengan energi lain yang lebih murah dan tersedia di dalam negeri (gas, batubara, panasbumi dan energi terbarukan lain). Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang diupayakan pemerintah dalam kegiatan ekspor impor di Indonesia, maka seiring waktu ekspor impor akan semakin menuju target dari tujuan-tujuan negara Indonesia.

15

BAB IV PENUTUP

Perkembangan ekspor impor merupakan salah satu faktor penentu dalam roda perekonomian di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, Indonesia sebagai negara yang sangat kaya raya dengan hasil bumi dan migas, selalu aktif terlibat dalam perdagangan internasional. Diantara manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut, Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya kondisi geografi, iklim, tingkat

penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. Memperluas pasar dan menambah keuntungan Terkadang para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat

produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri. Transfer teknologi modern Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

16

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional di antaranya sebagai berikut, Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerj a, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri. Perkembangan ekspor-impor migas di Indonesia banyak dipengaruhi oleh faktor produksi dan konsumsi dalam negeri. Apabila produksi dalam negeri dapat ditingkatkan maka impor migas dapat diturunkan sehingga dapat menghemat subsidi pemerintah khususnya di sektor migas. Jika subsidi dapat ditekan, maka beban pemerintah akan berkurang sehingga dapat digunakan untuk pembangunan di sektor lainnya. Selain itu, kecepatan tanggap pemerintah terhadap baik masalah ekonomi, sosial, atau keamanan lebih cepat karena beban yang berkurang dan ruang gerak dana yang lebih luas.

17

BAB V DAFTAR PUSTAKA

Amir M, 1986, Ekspor impor, Jakarta: PPM. Boediono, DR, 1983, Ekonomi Internasional, Jogjakarta: BPFE UGM. http://www.bisnisukm.com/pengajuan-dan-penerbitan-rekomendasi-ekspor-dan-impormigas.html http://www.esdm.go.id/minyak-bumi/produksi-konsumsi-ekspor-impor.html http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/05/07/analisis-kebijakan-tentang-migas-dandampaknya-terhadap-kedaulatan-bangsa/ http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=18&newsnr=2195 Partowidagdo. W, 2009, Migas dan Energi di Indonesia: Permasalahan dan Analisis Kebijakan, Bandung: Development Studies Fondation.

18

You might also like