You are on page 1of 5

SOLUSI ISLAM DALAM KONSERVASI ALAM

DAN LINGKUNGAN HIDUP

Muqadimah
Alam dan lingkungan hidup tidak terpisahkan dari manusia. Dan peran manusia
adalah sebagai sosok yang memakmurkan bumi termasuk memelihara alam dan
lingkungan hidup.
Secara ekonomis alam dan lingkungannya sangat berharga dan penting. Telah
banyak dicatat kerugian yang diakibatkan kerusakan alam dan lingkungan, baik secara
langsung seperti permbalakan liar (ilegal logging), maupun tidak langsung seperti
sedimentasi di waduk ataupun bendungan yang membuat PLTA tidak beroperasi
sehingga menurunkan daya listrik. Pada kondisi tertentu keadaan ini mengakibatkan
pemadaman bergilir yang akhir-akhir ini sering terjadi. Dalam skala yang lebih luas,
bumi terancam oleh pemanasan global dan efek rumah kaca yang dapat
menenggelamkan pulau-pulau dan kota-kota tertententu di dunia.
Berbagai tindakan telah dilakukan oleh negara-negara di dunia. Dalam Konverensi
Tingkat Tinggi tentang lingkungan hidup di Kyoto, Jepang beberapa kesepakatan telah
dicapai untuk mengurangi emisi setiap negara. Namun, Amerika Serikat tidak ikut
menandatangani perjanjian penurunan emisi tersebut. Sebuah arogansi yang untuk
kesekian kalinya ditampakkan.
Dalam khasanah ilmu pengetahuan barat, konservasi merupakan cabang dari ilmu
yang disebut ekologi. Ekologi berasal dari akar kata yang sama dengan ekonomi, yaitu
oikos (rumah tangga). Sehingga ekologi adalah ilmu tentang rumah tangga makhluk
hidup, yaitu mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan benda-
benda mati disekitarnya. Dalam perspektif Islam, menjaga lingkungan hidup adalah
kewajiban, yaitu sebagai salah satu kewajiban manusia sebagai khalifah Allah di muka
bumi. Sehingga menjaga lingkungan hidup bukan hanya didorong oleh pertimbangan
ekonomis semata. Di sinilah perbedaan pandangan hidup Islam dengan yang lain.
Institusi Konservasi Dalam Syariat Islam
1. Hima’
Hima’ adalah kawasan hukum dimana dilarang untuk diolah dan dimiliki
seseorang (pribadi), sehingga ia tetap menjadi wilayah yang dipergunakan bagi
siapapun sebagai tempat tumbuhnya padang rumput dan tempat mengembalakan
hewan. Al Mawardi dalam Al Ahkaamus-sulthaaniyah menyebutkan bahwa
Rasulullah SAW pernah menetapkan suatu tempat seluas 6 mil menjadi hima’ bagi
kuda-kuda kaum muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Menurut As Suyuti dan para fuqoha, sebuah kawasan dapat menjadi hima’ dengan
empat syarat, yaitu :
2. Ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah
3. Dibangun berdasarkan ajaran Allah SWT – untuk tujuan-tujuan yang berkaitan
dengan kesejahtraan umum
4. Tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi masyarakat sekitar
5. Harus mewujudkan manfaat yang nyata bagi masyarakat
Maka, hima’ adalah istilah yang paling tepat untuk mewakili istilah daerah
konservasi dalam Islam. Berdasarkan kekhususannya ada 5 jenis Hima’ :
a. Wilayah dimana menggembalakan hewan tidak diperbolehkan
b. Wilayah dimana menggembalakan hewan diperbolehkan hanya pada musim
tertentu
c. Wilayah perlindungan lebah; menggembalakan hewan dilarang pada musim
bunga/semi
d. Wilayah hutan; dilarang menebang pohon
e. Wilayah suaka lingkungan untuk daerah/komunitas tertentu (kota, desa, dusun
atau suku tertentu), misalnya hutan kota, hutan adat dll
Hima’ – yang telah diakui oleh FAO – memiliki ukuran berbeda-beda. Hima’ Al-
Rabadha, yang dibangun oleh Khalifah Umar ibn Khatan dan kemudian diperluas
oleh Khalifah Utsman, adalah salah satu yang terbesar. Membentang dari Ar
Rabadhah di barat Najd hingga ke daerah sekitar kampung Dariyah. Pada tahun
1965 ada kurang lebih 3000 hima’ di Arab Saudi. Sebagai peninggalan Islam,
sampai sekarang banyak hima’-hima’ di Arab Saudi yang masih memiliki
keanekaragaman hayati dan habitat-habitat biologi penting.
6. Iqta
Iqta merupakan lahan (garap) yang dipinjamkan oleh negara kepada para investor
atau pengembang dengan pernjanjian kesanggupan untuk mengadakan reklamasi
(perbaikan lahan yang digarap). Oleh karena itu dalam menggarap Iqta, harus ada
jaminan tanggung jawab dan keuntungan baik untuk investor penggarap maupun
untuk masyarakat sekitarnya. Apabila penggarap telah membangun lahan tersebut
menjadi produktif, maka dia tidak bisa memindahtangankan lahan tersebut kepada
orang lain. Apabila lahan tersebut selama 3 tahun ditelantarkan, maka penguasa
negara bisa mencabut hak pakai penggarap lahan dan mengalihkannya kepada
pihak lain yang ingin menghidupkan tanah tersebut. Lahan yang digunakan untuk
Iqta adalah lahan yang di dalamnya tidak ada kepentingan umum, misalnya
sumber daya air, kepentingan ekosistem dan tidak menimbulkan masalah baru bagi
daerah sekitar pada masa penggarapan. Dalam kawasan tersebut juga harus
dipastikan tidak terdapat sumber daya mineral atau keuntungan umum lain yang
seharusnya dikuasai oleh pemerintah untuk kemaslahatan orang banyak.
7. Harim
Harim adalah lahan atau kawasan yang sengaja dilindungi untuk melestarikan
sumber-sumber air. Harim dapat dimiliki atau dicadangkan oleh kelompok atau
individu ataupun kelompok.
Biasanya harim terbentuk bersamaan dengan keberadaan ladang dan persawahan,
tentu saja luas kawasan ini berbeda. Di dalam sebuah desa, harim dapat
difungsikan untuk menggembalakan hewan ternak atau mencari kayu bakar. Akses
masyarakat ke tempat ini pun dimudahkan; dapat ditempuh tidak lebih dari satu
hari pada hari yang sama. Yang penting dalam harim ini adalah adanya kawasan
yang masih asli (belum dirambah), tidak dimiliki individu namun menjadi hak
milik umum. Pemerintah dapat mengadministrasikan atau melegalisasi kawasan ini
untuk keperluan bersama.
Pada era Turki Utsmani harim digunakan untuk menunjukkan suatu area (di sekitar
rumah) yang terlarang bagi laki-laki asing (untuk memasukinya). Kata harim
sendiri berarti suatu hal yang pribadi, sangat dihormati dan dimulyakan.
Ihya al-Mawat
Tanah sebagai unsur lingkungan paling mendasar mendapat perhatian lebih dalam
Islam. Semangat menghidupkan (Ihya) kawasan mati/tidak produktif (al mawat)
merupakan anjuran kepada setiap muslim untuk mengelola lahan supaya tidak ada
kawasan yang terlantar. Menghidupkan di sini termasuk juga menjaga dan memelihara
kawasan tertentu untuk kemaslahatan umum dan mencegah bencana. Semangat
menghidupkan lahan ini penting sebagai landasan untuk memakmurkan bumi. Tentu
saja pemerintah dan perundang-undangan harus akomadatif dalam mengelola dan
menerapkan peraturan pemilikan lahan secara konsisten.
Daya Dukung Lingkungan
Sumber daya alam yang ada sebenarnya telah disediakan oleh Allah SWT lebih
dari cukup untuk semua makhluk di muka bumi, termasuk manusia. Namun, berbagai
pelanggaran dan ketamakan membuat sumber daya yang ada rusak dan tidak
terdistribusikan dengan baik sehingga tidak bisa dimanfaatkan dengan adil dan
maksimal. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang matang dalam memanfaatkan
sumber daya alam yang ada termasuk air, hutan, tanah, minyak dan gas dll.
Daya dukung lingkungan terhadap semua bentuk aktifitas manusia mesti
diperhatikan. Daya dukung lingkungan adalah total potensi lingkungan yang dapat
dimanfaatkan untuk aktifitas produktif. Misalnya, penggunaan tanah sebagai lahan
penggembalaan seperti terlihat pada gambar 1, menunjukkan bahwa daya dukung
lingkungan yang baik akan tercapai pada tingkat penggunaan lahan sebesar 30 % - 70 %
dari keseluruhan potensi yang ada.
Dalam diagram 1, daya dukung lingkungan bisa digunakan hingga 100 %. Namun,
bila digunakan maksimal hingga 100 % (Q1) maka kualitas lingkungan akan menjadi
sangat buruk, karena lahan habis untuk penggembalaan, tidak ada saluran pengairan,
putusnya rantai makanan karena species yang homogen dan akhirnya keseimbangan
ekosistem pun rusak. sebaliknya. Sementara bila potensi lingkungan yang digunakan
terlalu sedikit maka lahan yang ada tidak memberikan manfaat maksimal. Oleh karena
itu, penggunaan potensi lahan hingga 50 % dipandang sebagai pemakaian maksimal.
Dengan toleransi kerusakan yang maksimal yaitu pada angka 1.
Penutup
Syariat Islam mempunyai bentuk-bentuk dasar dan semangat konservasi yang
jelas. Beberapa prinsip di atas dapat digunakan dalam usaha konservasi lingkungan
dalam payung syariat Islam. Dewasa ini masalah konservasi lingkungan berkaitan
dengan berbagai persoalan yang kompleks. Oleh karena itu, 3 institusi tadi harus
didukung oleh konsistensi pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang adil, karena
lingkungan selalu jadi korban ketika ekonomi masyarakat terpinggirkan. Peran politik
dan penegakkan hukum juga tidak boleh ditinggalkan, terutama ketika harus menekan
perusahaan-perusahaan multinasional untuk memenuhi kewajiban mereka memperbaiki
lahan dan lingkungan yang telah mereka eksploitasi.
Daftar Pustka
Al Mawardi. 2000. Al Ahkaamus-sulthaaniyah wal-wilaayatud-diiniyah. Terj. Jakarta.
Gema Insani Pers
Soerjani, Mohammad. 1987. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan. Jakarta. UI Pers

Majalah
Mangunjaya, Fachrudin Majeri. Lingkungan Hidup dan Konservasi Alam dalam
Perspektif Islam. Majalah Islamia Vol. III No. 2

You might also like