You are on page 1of 4

Teori atom democritus

Filsuf spekulatif Yunani dan ilmuwan yang membuat kontribusi


penting untuk metafisika dengan teori atom alam semesta: segala
sesuatu yang berasal dari kisaran yang kecil, tak dpt dibagi partikel, dia
yang disebut atom, dan berbeda sesuai dengan bentuk dan susunan
dari masing-atom.
Democritus' pembahasan konstan gerakan atom untuk
menjelaskan asal alam semesta adalah yang paling ilmiah teori
diusulkan dalam waktu. Konsep-Nya datang kepada kami melalui
Aristotle's bekerja di daerah ini.
Democritus dilahirkan di Thrace dan perjalanan luas di Timur. Dia adalah nama
baik untuk menulis lebih dari 70 karya, walaupun hanya ada fragmen bertahan.
Menurut Democritus' teori, atom tidak dapat dimusnahkan (ide yang mirip
dengan yang modern teori konservasi yang peduli) dan mereka ada dalam
ruang hampa atau kosong, yang berhubungan dengan ruang antara atom.
Atoms dari cair yang halus dan sepanjang; atom yang solid yang mabuk dan
mengerti satu sama lain.
Atoms hanya berbeda dalam bentuk, posisi, dan pengaturan
Democritus beranggapan bahwa ada tak terhingga jenis atom di alam
semesta, di mana masing-masing atom mempunyai sifat tersendiri. “Atom
kayu”, sebagai contoh, akan berperilaku berbeda dengan “atom air”. Sifat-sifat
dari atom ini yang akan terasa oleh indera kita, sebagai warna, berat dan lain-
lain. Perkembangan sains telah mengidentifikasi sejumlah jenis atom, misal
ferrum (besi) dan aurum (emas) dan kombinasi atom-atom, misal air dari atom
hidrogen dan atom oksigen. Meskipun yang telah dinamakan “atom” ternyata
masih dapat dibagi lagi (proton, elektron dan netron) – dan lalu lebih kecil lagi
(quark), pemikiran Democritus berpusat bukan pada ‘apakah bagian elementer
itu’, melainkan pada ‘apakah ada bagian elementer itu?’.
Democritus tidak menggunakan perangkat apa-apa selain pemikirannya,
tetapi sains pada abad ke-19 menunjukkan bahwa sejauh ini atomisme dapat
dibenarkan. Atomisme adalah filsafat alam yang paling berpengaruh setelah jaman
Socrates. Atom dan Kekosongan Filsafat alam mengamati banyaknya keadaan yang
berlawanan, misal panas dan dingin, basah dan kering. Pada setiap pasangan yang
berlawanan ini yang pertama adalah apa yang kedua bukan. Dengan pemikiran ini
maka jika terdapat atom, terdapat pula pasangannya, dalam hal ini kekosongan (void).
Kekosongan adalah lawan dari atom, atau dapat disebut juga sebagai “anti-atom”.
Kalau tidak terdapat kekosongan, maka seluruh alam akan penuh sesak terisi oleh
atom yang berdampingan satu sama lain. Tidak akan ada titik pada permukaan satu
atom yang tidak menyentuh permukaan atom lain. Bayangkan konsekuensinya:
karena bagian atom – kalau kita ikuti teori (a) pada “Atom Tidak Dapat Dibagi” –
tidak dapat bergerak satu sama lain, lalu atom berdesakan satu sama lain maka tidak
akan pergerakan relatif suatu atom terhadap yang lain. Atau dapat dibayangkan bahwa
atom yang bersebelahan adalah suatu atom sendiri, dan seluruh alam semesta
hanyalah sebuah “super-atom”! (aliran ini dikemukakan Melissus) Padahal kita
ketahui banyaknya proses dan perubahan yang terjadi dalam alam semesta, baik dari
baju yang digantung mengering (pertanda atom air meninggalkan baju) atau
pertumbuhan anak menjadi dewasa. Jadi, kalau atom ada, kekosongan itu pasti ada.
Pemikiran ini diawali oleh perintis atomisme bahkan sebelum Democritus, yaitu
Leucippus. Leucippus dan Democritus merasakan bahwa eksistensi atom dan
kekosongan dapat menjelaskan alam secara rasional. Karena atom adalah abadi dan
selalu ada keseimbangan
Teori atom Aristoteles
Aristoteles adalah murid Plato, filsuf terkenal dari
zaman Yunani Kuno. Kala itu, di Yunani dikenal Kaum Sophie yang
mengajarkan cara berbicara atau berorasi kepada orang-orang awam, pengacara,
serta para politisi. Plato sendiri banyak menyindir perilaku Kaum Sophie ini
karena menurutnya orasi yang mereka ajarkan itu miskin teori, dan terkesan
dangkal. Aristoteles berpendapat bahwa retorika itu sendiri sebenarnya bersifat
netral. Maksudnya adalah orator itu sendiri bisa memiliki tujuan yang mulia atau
justru hanya menyebarkan omongan yang
gombal atau bahkan dusta belaka.
Menurutnya, “…by using these justly one
would do the greatest good, and unjustly,
the greatest harm” (1991: 35). Aristoteles
masih percaya bahwa moralitas adalah
yang paling utama dalam retorika. Akan
tetapi dia juga menyatakan bahwa retorika
adalah seni. Retorika yang sukses adalah
yang mampu memenuhi dua unsur, yaitu
kebijaksanaan (wisdom) dan kemampuan
dalam mengolah kata-kata (eloquence).

Rethoric, salah satu karya terbesar Aristoteles, banyak dilihat sebagai studi
tentang psikologi khalayak yang sangat bagus. Aristoteles dinilai mampu
membawa retorika menjadi sebuah ilmu, dengan cara secara sistematis
menyelidiki efek dari pembicara, orasi, serta audiensnya. Orator sendiri dilihat
oleh Aristoteles sebagai orang yang menggunakan pengetahuannya sebagai seni.
Jadi, orasi atau retorika adalah seni berorasi.

Aristoteles melihat fungsi retorika sebagai komunikasi ‘persuasif’, meskipun dia


tidak menyebutkan hal ini secara tegas. Meskipun begitu, dia menekankan
bahwa retorika adalah komunikasi yang sangat menghindari metode yang
kohersif. Aristoteles kemudian menyebutkan tentang klasifikasi tiga
kondisi audiens dalam studi retorika. Klasifikasi yang pertama adalah courtroom
speaking, yaitu yang dicontohkan dengan situasi ketika hakim sedang
menimbang untuk memutuskan tersangka bersalah atau tidak bersalah dalam
suatu sidang peradilan. Ketika seorang Penuntut dan Pembela beradu
argumentasi dalam persidangan tersebut, maka keduanya telah melakukan
judicial rethoric.

Atom adalah suatu materi yang dapat dibagi-bagi secara terus-menerus atau
sekecil-kecilnya tanpa batas.

Teori leucippus

Leucippus sepakat dengan Eleatic


argumen yang benar yang tidak
mengaku dari kekosongan. Dan tidak
boleh ada gerakan pada keadaan tidak
adanya kekosongan. Leucippus bahawa
sejak ada gerakan, harus ada kekosongan. Namun, ia
menyimpulkan bahwa kekosongan dikenalpasti dengan non-
makhluk, karena tidak bisa benar-benar dilakukan. Leucippus
berbeza dari Eleatics di tidak encumbered oleh konseptual
intermingling of being dan non-sedang. Plato yang perlu dibuat
antara nilai-nilai yang sedang dan jenis penyangkalan. [2]

You might also like