Professional Documents
Culture Documents
oleh
Iwan Nugroho
INTISARI
Kemajuan yang dicapai sains diakui telah memberikan kemudahan dan kemakmuran.
Tetapi di lain pihak, sains belum berhasil mengangkat kehidupan orang-orang miskin di
banyak negara berkembang. Sains yang kebanyakan produk negara maju, nampaknya
menemui banyak kendala dalam transfernya ke negara sedang berkembang. Negara-negara
sedang berkembang ternyata mempunyai nilai-nilai lokal khusus yang khas, mengandung
kebenaran di dalamnya, yang merupakan resultan evolusi sosial budaya dan lingkungannya.
Tulisan ini bermaksud menelaah pengembangan sains di negara-negara sedang berkembang
sekaligus berkeinginan membangkitkannya sebagai pemikiran-pemikiran ilmiah yang
bermanfaat bagi pembangunan.
PENDAHULUAN
Ketika perang dunia kedua berakhir, di bawah kepeloporan Amerika Serikat,
dilakukanlah pembangunan besar-besaran di dalam Marshall Plan bagi negara-negara Eropa
dan Colombo Plan bagi negara-negara Asia Selatan. Dua puluh tahun sesudah itu hasil-hasil
pembangunan dievaluasi. Nampak bahwa Eropa secara umum mencapai kemakmuran dan
pertumbuhan ekonomi yang mengesankan seperti halnya di Amerika Serikat sendiri.
Sementara itu, hasil yang kurang memuaskan ditemui di negara-negara Asia Selatan.
Kemakmuran hanya dinikmati sekelompok orang dan sebagian besar penduduknya masih
dalam kungkungan kemiskinan.
Gambaran India, Pakistan Barat dan Timur (sekarang Bangladesh), Burma (sekarang
Myanmar) adalah cermin pola pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) hingga
saat ini. Ternyata ada perbedaan yang sangat menyolok dalam tanggapan terhadap ide
perubahan antara NSB dibanding negara-negara maju. Hal yang mendasari adalah
kenyataan beragam dan belum matangnya kondisi sosial masyarakat NSB sehingga akan
1
Naskah dipublikasi pada Jurnal JIUWG (tahun 1996) 2(4):181-189. ISSN 0854-3437
menghambat (baca: bertahan kuat-kuat) terhadap sesuatu yang baru dan mengubah
kondisinya. Sebaliknya, masyarakat negara maju umumnya telah matang dan cenderung
menginginkan perubahan untuk memperbaiki kehidupannya pada tingkat yang lebih baik.
Namun demikian, ada contoh yang sangat baik, yaitu keberhasilan pembangunan
Jepang. Sebagai negara Timur, kondisi sosial dan budayanya sebenarnya lebih dekat dengan
NSB dibanding negara maju lainnya, namun kemajuan dan kemakmuran yang dicapai sangat
luar biasa bahkan lebih baik dibanding bangsa kulit putih manapun. Kenyataan inilah yang
muncul sebagai mode pembangunan bagi NSB, sekalipun tidak pas benar ciri dan kondisi
masing-masing negaranya. Keberhasilan Jepang disebabkan jauh-jauh hari telah
mempersiapkan strategi penataan organisasi sosialnya sehingga kondusif bagi
pengembangan sains maupun ide perubahan lainnya (Moravscik, 1976; Latif, 1996).
Tulisan ini bertujuan untuk menelaah kondisi sains di NSB dan berupaya menggalinya
sebagai pemikiran yang bermanfaat dan optimis dalam rangka memajukan dan mendukung
pembangunan di NSB.
KESIMPULAN
NSB harus mengejar ketertinggalannya dengan melakukan pembangunan di segala
bidang. Pengembangan sains akan mengantarkan kepada beragam pilihan-pilihan ke arah
mana kebijaksanaan pembangunan dirumuskan. Oleh karena itu, tepat kiranya untuk
menyatukan strategi pengembangan sains ke dalam pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
nasional, dengan motivasi agar sains senantiasa menjiwai setiap pengambilan keputusan.
Objektifitas, kebenaran, dan keadilan harus dijunjung tinggi di dalam berbagai bidang
pembangunan.
Komunikasi ilmiah harus dibangun sebagai media tukar informasi bagi pelaku-pelaku
pembangunan agar saling mengisi dan melengkapi kekurangan yang ada. Komunikasi ini
didasari oleh kajian-kajian penelitian yang mampu menangkap kelembagaan lokal dan
persepsi-persepsi yang berkembang, sehingga dapat dirumuskan kebijaksanaan yang
komprehensif.
Kebijaksanaan pendukung pengembangan sains berperan sangat penting. Selain
terhadap input, perhatian hendaknya lebih ditekankan terhadap pengendalian outputnya.
Artinya pengembangan sains harus mempunyai visi yang jauh ke depan mencakup dimensi
ruang, waktu dan segala kemungkinan perubahannya. Sains harus bebas dari kepentingan
eksternal (pengaruh kekuasan dan politik) agar sains dapat mempertahankan fungsinya
sebagai ide pemecahan masalah selain bertujuan untuk menyelamatkan sains itu sendiri.
Selanjutnya, pengembangan sains harus mampu memelihara dan memotivasi kelembagaan
lokal agar produktifitasnya dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Callon, M. 1994. Is science a public good? Fifth Mullins Lecture, Virginia Polytechnic
Institute, 23 March 1993. Science, Technology, & Human Value, 19(4)Autumn:395-
424.
Daly, H. 1994. Operationalizing sustainable development by investing in natural capital.
In: Goodland, R. and V. Edmunson (eds.). Environmental Assesment and
Development. World Bank, Washington, DC. 152-159.
Eisner, T., J. Lubchenco, E. O. Wilson, D. S. Wilcove and M. J. Bean. 1995. Building a
scientifically sound policy for protecting endangered species. Science, 268:1231-
1232.
Goldemberg, J. 1995. Energy needs in developing countries and sustainability. Science,
269:1058-1059.
Landsberg, H. H. 1990. Two decades of energy policy. Resources, 99(Spring):5-8.
Latif, Y. 1996. Mempersoalkan Politik Ilmu Pengetahuan. Kompas, 16 April 1996.
McNeely, J. 1992. Nature and culture: conservation needs them both. Nature & Resources,
28(3):37-43.
Mervis, J. and J. Kinoshita. 1995. Science in China, special section. Science, 270:1131-
1152.
Moravcsik, M. J. 1976. Science Development: The building of science in less developed
countries. Program for Advanced studies in institution building and technical
assistance methodology (PASITAM), MUCIA-USAID. 263p.
Randhir, T. O. and J. G. Lee. 1996. Managing local commons in developing economies: an
institutional approach. Ecological Economics, 16(1):25-34.
Sayer, J. A. 1995. Science and international nature conservation. Paper was submitted in
inaugural lecture for the Prince Bernhard Chair at the University of Utrecht, Dept.
Plant Ecology and Evolutionary Biology. March 16, 1995. PO Box 800.84, 3508 TB
Utrecht, The Netherlands. Scientific publication In: Center for International Forestry
Research (CIFOR) Occasional Paper No 4, March 1995, Bogor. 14p.
Smith III, T. P. and J. C. Tsang. 1995. Graduate education and research for economic
growth. Science, 270:48-49.
Young, M. D. 1995. Inter-generational equity, the precautionary principle and ecologically
sustainable development. Nature & Resources, 31(1):16-27.