Professional Documents
Culture Documents
RINGKASAN
1
dalam pengelolaan DAS yang sifatnya lintas instansi dan pada setiap tingkat
dengan menggabungkan bagian/kegiatan yang ada kaitannya dengan
Pengelolaan DAS seperti Dep. Kehutanan, Dep. Pertanian, Dep. Pekerjaan
Umum, Dep. Dalam Negeri dan Kantor Meneg Lingkungan Hidup.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sungai (Bengawan) Solo di Pulau Jawa memiliki peranan dan
fungsi yang sangat strategis sebagai penyangga kehidupan
masyarakat di Pulau Jawa terutama bagi penduduk yang tinggal di
sekitar kawasan sepanjang aliran sungainya. Secara teknis (fisik)
Bengawan Solo berfungsi memberikan kesuburan dalam
menunjang pengairan areal sawah dan daerah pertanian di
sepanjang sungai dan memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan
sehari-hari penduduk bahkan masyarakat di perkotaan.
2
wilayah propinsi (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan terbagi pada
20 kabupaten, diantaranya adalah : Kabupaten-kabupaten Pacitan,
Klaten, Boyolali, Semarang, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen,
Wonogiri, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Madiun, Blora, Tuban,
Bojonegoro, Lamongan dan Gresik. Yang menjadi masalah
utama dalam hal ini adalah seberapa jauh kepedulian dan
perhatian Pemerintah Daerah terhadap keberadaan kondisi,
peranan dan fungsi DAS bagi kehidupan masyarakat dan
kesinambungan pembangunan di daerahnya. Hal ini harus
mendapatkan perhatian semua pihak agar ekosistem DAS Solo
dapat terjaga dengan baik.
3
(sektoral) masih sentralistik (memusat), sementara secara
kewilayahan kewenangannya dibawah Pemerintah Daerah
(PEMDA). Setiap instansi memproyeksikan dan melakukan
program/kegiatan dan mengembangkan kelembagaan sendiri-
sendiri. Sehingga kecenderungannya akan membuat lahan di
sekitar DAS menjadi semakin kritis. Padahal dengan semakin
tinggi tekanan penduduk terhadap lahan serta dorongan
pembangunan industri dan jasa baik di pedesaan maupun di
perkotaan, DAS memiliki peran dan fungsi yang strategis.
Bahkan daya dukung DAS terhadap kemajuan pembangunan yang
terus berlangsung harus menjadi penentu pertimbangan lebih
lanjut atau tidaknya sebuah proyek.
4
II. DESKRIPSI KERANGKA ANALISIS
PERMASALAHAN
5
Kegiatan rehabilitasi lahan dan reboisasi seperti GERHAN harus
dapat membangkitkan kesadaran masyarakat dan penguatan
kelembagannya, sehingga terbentuk simpul-simpul kekuatan
kelembagaan yang menjadi penggerak kegiatan GERHAN.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan adalah melalui
tahapan-tahapan pengembangan kesadaran masyarakat,
pemberdayaan masyarakat, kajian pedesaan partisipatif dan
penguatan kelembagaannya. Tulisan ini merupakan bentuk kajian
(tinjauan) terhadap DAS Solo yang sudah dikelola secara intensif
oleh semua pihak, akan tetapi masih saja terdapat kekuarangan
dalam hal kolaborasi dan koordinasi antara stakeholder dan
penguatan kelembagan masyarakat. DAS Solo juga sangat
penting bagi masyarakat di pulau Jawa sebagai sumber
kehidupannya.
6
Sebagai konsekwensinya, pembinaan dan bimbingan teknis dari
BPDAS harus semakin ditingkatkan mutu dan jumlahnya. Setiap
Dinas di tingkat kabupaten harus dapat menjalin kerjasama dan
koordinasi yang baik dengan pihak BPDAS sebagai unsur
perencana dalam pengelolaan DAS Solo
Hal ini telah dirintis sejak lama oleh Dinas Kehutanan Kabupaten
Wonogiri. Dimulai dengan adanya proyek WFP-FAO dalam
rangka mengatasi bahaya banjir besar yang melanda kota
Surakarta dan sekitarnya pada tahun 1966 yang merupakan banjir
yang terbesar di DAS Solo. Guna menekan bahaya tersebut, maka
pada tahun 1978 – 1981 dibangun Bendungan Serbaguna
Wonogiri yang dikenal dengan nama Waduk Gajah Mungkur.
Karena laju sedimentasi yang cukup besar serta berdampak pada
umur ekonomis bendungan, maka sejak tahun 1987 dilakukan
penanganan daerah tangkapan air waduk melalui kegiatan Proyek
Perlindungan DAS Solo Hulu (Wonogiri) yang mendapatkan
Bantuan Bank Dunia (Loan Agreement No. 2930 IND) dan
berakhir pada tahun 1992.
7
tugas dan fungsi antara pihak kehutanan dengan kimpraswil
terutama dalam kegiatan sipil teknis (kapasitas volume atau daya
tampung air prasarana penampungan air seperti embung, sumur
resapan atau waduk atau Stasiun Pengamat Arus Sungai/SPAS)
akan tetapi dibutuhkan koordinasi baik dalam perencanaan,
pengelolaan dan monitoring.
8
pengelolannya. Hal ini dianggap penting karena dalam
menghadapi program Otonomi Daerah, Pemerintah daerah
(PEMDA) perlu diberikan rambu-rambu dalam pengelolaan
sumber daya alam daerah. Pertimbangan lain disamping
bertujuan melestarikan fungsi lingkungan biofisik alami dan
binaan terhadap kerusakan lingkungan, juga agar sumber daya
alam daerah dapat berkelanjutan. Sebagai contoh adalah dalam
membangun Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) dalam rangka
monitoring kondisi fisik teknis (lahan) dan sosial ekonomi di
suatu daerah sepanjang aliran sungai diperlukan adanya
kesepahaman terhadap fungsi dan manfaatnya.
9
membangun kesejahteraan dan kesiapan masyarakat harus
menjadi prioritas utama, terutama melalui pengembangan upaya-
upaya konservasi yang bersifat vegetatif melalui pengembangan
hutan rakyat, usahatani konservasi dan agroforestri yang lokal
spesifik.
10
hambatan (21,7 % pada tahun 1998) dibandingkan dengan
keseluruhan Indonesia maupun Propinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur sendiri.
11
seringkali menjadi korban dari bahaya meluapnya air pada saat
curah hujan yang sangat tinggi, berupa bahaya banjir dan tanah
longsor yang menyebabkan banyaknya sawah yang puso dan
kerugian lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya terobosan-
terobosan dari pihak-pihak terkait terutama dari PEMDA dan
BPDAS Solo, Dinas Kehutanan, Perhutani, Balai Teknologi
Pengelolaan DAS untuk membangun kelembagaan yang kuat.
Dengan demikian, kelemahan dalam pengembangan kegiatan
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah selama ini adalah tidak
atau belum adanya kelembagaan yang kuat di tingkat bawah yang
menjadi ujung tombak keberhasilan di lapangan.
Saat ini sudah ada sebuah forum yang melibatkan semua kekuatan
masyarakat di sepanjang DAS Bengawan Solo, yang bernama
Forum Peduli DAS Solo. Forum ini telah mempunyai cabang di
semua kabupaten di sepanjang DAS Solo yang dipimpin oleh Sri
Widodo (Ketua HKTI Kabupaten Sragen). Anggotanya adalah
para pimpinan Kelompok Usahatani Mandiri (KUNTUM)
dibawah binaan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)
yang saat ini sedang mencoba membangun kembali kekuatan
petani di tingkat akar rumput. Dan mungkin saja masih terdapat
lembaga masyarakat lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk
memperkuat dan memperlancar program-program RLKT.
12
yang ada. Pendekatan masih berorientasi struktural, target,
output, statis dan monologis yang membutuhkan waktu cepat
serta belum mampu membangun kelembagaan secara social
kultural dari bawah yang berorientasi proses, dinamika,
perubahan tata nilai dan norma, outcome, dinamis dan berjangka
panjang (Syahyuti, 2003). Akan tetapi pengembangan ini harus
dirancang dalam jangka panjang agar terjadi tranformasi iptek di
bidang konservasi dan lingkungan dari Pemerintah kepada
masyarakat. Lembaga-lembaga ini dapat diberdayakan melalui
program-program yang terarah dan terpadu.
A. Kesimpulan
13
maka program GERHAN yang dicanangkan oleh Departemen
Kehutanan akan mampu meningkatkan kelestarian hutan dan
lahan di masa mendatang. Dengan pendekatan yang mengena
kepada masyarakat maka DAS Solo akan kembali menjadi
sumber kehidupan masyarakat, bukan sumber bencana di masa
mendatang.
14
DAFTAR PUSTAKA
15