You are on page 1of 55

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.

com

RISALAH
TARAWIH
Editor : http://subhan-nurdin.blogspot.com

1
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

============================== RISALAH KE-1


=============================

MASALAH TARAWIH

- Bagaimana hukum shalat tarawih itu?

2
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

+ Saya tidak dapat menerangkan apakah hukum shalat tarawih itu


sunah atau bid'ah sebelum saya lebih dulu mendapat penjelasan, apa
yang dinamakan tarawih itu. Sebab, hukum itu ditetapkan bukan pada
nama atau isim, melainkan pada musamma, yakni pada barangnya
atau pada perbuatannya. Tarawih itu bukan sifat, melainkan nama.

- Yang saya maksud dengan tarawih itu ialah shalat yang disebut
dalam kitab-kitab hadits dan kitab-kitab fiqih. Misalnya, dalam kitab
Shahihul-Bukhari ada satu bab yang berjudul "Kitabut Tarawih". Dalam
hal ini Imam Nawawi menerangkan:

"ANNALMURAADA BIL-QIYAAMI RAMADHAAN SHALAATUT-TAROWIIHI"

"Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadnan itu ialah shalat tarawih."

Dalam kitab Fat-hul-Bari dinyatakan pula:

SUMMIYA SHALAATU FIL-JAMAA'ATI FII LAYAALII RAMADLANA


SHALAATU-TARAAWIIHI.

"Shalat berjama’ah pada malam-malam Ramadan itu dinamakan shalat


tarawih;"

ltulah yang saya maksud.

+ Jadi, yang dimaksud dengan "tarawih" itu ialah nama bagi shalat
yang pada zaman Rasulullah dikenal dengan nama qiyamu Ramadhan,
Itulah yang diberi nama tarawih. Shalat seperti itu pemah dicontohkan
oleh Rasulullah dengan cara berjama’ah. Pada waktu itu Rasulullah
bertindak sebagai imam. Beliau mengimami para sahabat di dalam
masjid dekat pintu rumah beliau setelah di tempat itu dipasang tikar
sebagaimana diterangkan dalam hadits.

- Bukankah pada zaman Rasulullah tidak ada shalat yang dinamakan


tarawih?

+ Betul, nama itu belum ada. Akan tetapi, qiyamu Ramadhan yang
sekarang diberi nama "tarawih" itu sudah ada. Juga perlu disadari
bahwa hukum itu bukan jatuh pada nama, melainkan jatuh pada
perbuatan atau benda yang diberi nama itu, yakni pada musamma-
nya. Shalat tahiyyatu!-masjid juga tidak dikenal pada zaman
RasululIah, tetapi shalat dua rakaat bila masuk masjid pada zaman
Rasulullah sudah ada. Dan sekarang, sekalipun dinamakan tahiyyatul-
masjid yang berarti "menghormati masjid", tidak ada orang Islam yang
berniat shalat untuk menghormati masiid, Akan tetapi, mereka shalat
dengan niat dan maksud untuk taat pada sunnah Rasulullah saw.

3
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

"Tarawih" berarti "istirahat". Akan tetapi, meskipun tidak memakai


istirahat, tidak ada salahnya diberi nama seperti itu. Ini tidak berbeda
dengan seorang yang bernama. Dokter Slamet, tidak mustahil ia
mendapat kecelakaan, sakit, atau mendapat suatu musibat. Sebab,
Dokter Slamet itu bukan sifatnya, melainkan namanya."

- Ada yang mengatakan bahwa tarawih itu bid'ah!

+ Itu mungkin saja, Akan tetapi, coba terangkan, perbuatan mana


yang dinamakan "tarawih" itu?

- Konon, tarawih itu nama khusus yang hanya dipergunakan bagi


shalat dengan rakaat yang tertentu bilangannya dan yang tertentu
bacaannya. Jadi, bila dilakukan dengan bilangan rakaat yang lain atau
berubah surat yang dibacanya, maka itu dinyatakan tidak sah!

+ Bila yang dinamakan tarawih itu perbuatan semacam itu, tentu


hukumnya bid'ah. Sebab, ia telah menentukan tata cara ibadah yang
mukhayyar menjadi mu'ayyan. Asalnya orang diperbolehkan memilih
salah satu di antara cara-cara yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Kemudian ia men-ta'yin-kannya, membuat satu ketentuan untuknya,
yakni hanya satu macam yang dinyatakan sah atau boleh dikerjakan.

Misalnya, doa iftitah dalam shalat, yang dicontohkan Rasulullah ada


beberapa macam. Bila ada orang yang beritikad bahwa doa iftitah
yang boleh dipakai itu hanya satu macam umpamanya wajjahtu
wajhiya, sedangkan doa-doa lainnya yang telah dicontohkannya pula
tidak dibolehkan, tentunya hukumnya bid'ah. Akan tetapi, bila orang
memilih salah satu cara -yang mukhayyar, yang dicontohkan
Rasulullah, hal itu tentu boleh, dengan catatan tidak menolak contoh-
contoh Rasulullah yang lainnya.

- Jika apa yang dinamakan tarawih tadi hukumnya bid'ah, apakah


qiyamu Ramadhan yang jelas hukumnya sunah itu boleh kita beri
nama tarawih?

+ Saya tidak menemukan alasan untuk mengatakan tidak boleh


karena nama itu tidak dapat mengubah hukum. "Tarawih" itu bukan
sifat, melainkan nama.

"AL-ASMAA-U LAA TUGHAYYIRUL-HAQAA-IQA WAL-AHKAAMA,"

"Nama-nama itu tidak dapat mengubah hakikat (suatu perbuatan atau


benda) dan tidak pula mengubah hokum-hukum (nya)."

Bila babi diganti namanya menjadi "kidang terompet", * Di Kuningan


oleh golongan tertentu, babi disebut "kidang terompet", yang berarti

4
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

kijang yang moncongnya berbentuk seperti terompet. Maksudnya agar


halal dimakan. hakikat dirinya tetap babi, tidak berubah, dan
hukumnya pun tetap haram. Sekalipun namanya berubah, hakikat
serta hukum musamma-nya; bendanya itu sendiri, itu-itu juga.

Kemudian, bila di laut ada ikan yang bemama, "babi laut", apakah
hukumnya haram? Contoh lain: menjadi sunahkah bila Muuludan,
Rajaban, talkinan atau tahlilan dan lain-lain diganti namanya menjadi
tablig?

- Tentu tidak.

+ Oleh karena itu, selama yang kita lakukan pada malam-malam


Ramadan itu sejalan atau sesuai dengan ajaran Rasulullah, ajaran
Islam, hukumnya tentu bukan bid'ah, melainkan sunnatun-nabi,
Namanya boleh menggunakan qiyamu Ramadhan, witir, shalatul-lail,
tahajjud, atau kita namakan dengan pelat lidah kita: taraweh.
Demikian juga bagi yang lain-lainnya. Orang sunda menyebut shalat
lohor, maksudnya shalat zhuhur. Orang Indonesia umumnya menyebut
sembahyang, maksudnya ialah shalat. Shaum disebut puasa. Itu
semua sekadar nama yang tidak mengubah hakikat dan hukumnya.

- Saya berpendapat bahwa tarawih itu tetap bid'ah sebab saya lihat,
dari segi lain tidak sejalan dengan contoh Rasulullah.

+ Baiklah Anda terangkan dulu segi lainnya itu!

- Memang benar qiyamu Ramadhan itu disyariatkan oleh nabi. Namun,


saya berpendapat bahwa Rasulullah belum pemah mencontohkan
shalat qiyamu Ramadhan yang dimaksudkan itu dengan berjamaah.
Kemudian, waktu melakukan shalat itu mesti tengah malam.

Adapun yang berjalan sekarang dilakukan waktu ba'da isya itu


menyalahi contoh. Hukumnya bid'ah. Saya menengar bahwa orang
yang shalat tarawih ba'da isya itu adalah bid'atul-kusala , yakni bid'ah
yang dilakukan orang-orang yang malas!

+ Jika diperbolehkan, saya simpulkan bahwa bantahan Anda itu


mengandung tiga perkara;

• Pertama: Bolehkah tarawih atau qiyamu Ramadhan itu dilakukan


dengan berjamaah?

• Kedua: Bilakah waktunya?

• Yang ketiga: Tercelakah perbuatan kusala (malas) itu?

- Silakan.

5
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

+ Mengenai yang pertama, mari kita baca hadits Abu Dzar yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah,
kemudian disahkan pula oleh At-Tirmidzi. Hadits itu menerangkan
bahwa Rasulullah shalat berjamaah dengan para sahabat, dan beliau
bertindak sebagai imam. Shalat yang dilakukan beliau itu ialah yang
dinamakan qiyamu Ramadhan atau yang kita beri nama tarawih.

Shalat tersebut selesai pada sepertiga malam atau, menurut


perhitungan waktu sekarang, kira-kira pukul sembilan malam. Dalam
hadits itu dengan tegas dinyatakan:

"FAQAAMA BINAA HATTAA DZAHABA TSULUTSUL-LAILI. "

"maka Rasulullah mengimami kami hingga sepertiga malam. "

Pada malam yang lainnya Rasulullah shalat berjamaah lagi., shalat kali
ini:

"HATTAA DZAHABA SYATRUL-LAILI. " "HINGGA TENGAH MALAM. "

Kemudian pada malam yang lainnya lagi Rasulullah mencontohkan


hingga hampir waktu sahur.

Hadits Abu Dzar ini menjelaskan bahwa Rasulullah melakukan shalat


tarawih itu dengan berjamaah.

Tentang masaIah yang kedua, yakni perihal waktunya,

sudah jelas pula. Akan tetapi, baiklah kita baca riwayat Abu Daud dan
Al-Mundzir dengan sanad yang shahih, Diriwayatkan bahwa Rasulullah
bertanya kepada Abu Bakar dan Umar, kapan mereka berdua itu
melakukan shalat witir. Pada waktu itu Abu Bakar menjawab bahwa dia
shalat pada awwalul-lail, pada permulaan malam. Kemudian Umar
ketika itu menjawab bahwa dia shalat pada akhirul-lail, pada akhir
malam.

Kedua sahabat itu oleh Rasulullah tidak disalahkan, bahkan Rasulullah


bersabda kepada Abu Bakar:

"AKHADZA BIL-HADZARI .."

Artinya ialah bahwa Abu Bakar itu hati-hati, Kemudian kepada Umar
beliau bersabda:

"AKHADZA BIL-QUWWATI.”

Artinya bahwa Umar itu mempunyai kesigapan yang kuat, mampu


bangun pada saatnya, tidak kesiangan.

6
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Mengenai masalah ketiga dapat kita baca riwayat Sahabat Thalq bin
Ali. Pada suatu peristiwa pada bulan Ramadan ia bertamu kepada Qais
bin Thalq. Sesudah berbuka puasa, ia shalat yang sekarang bernama
shalat tarawih. Sesudah itu .ia pulang ke karnpungnya. Ternyata orang-
orang menunggu dia untuk mengimami mereka shalat tarawih. Maka ia
pun melakukan shalat tarawih lagi (takrar). Akan tetapi, waktu akan
mengakhiri shalat itu dengan witir, ia berkata kepada salah seorang
makrnurn, "Imamilah olehmu witirnya sebab saya mendengar
Rasulullah berkata: “Tidak ada dua kali witir dalam satu malam."

Dengan keterangan hadits-hadits di atas, ketiga masalah itu jelas


bahwa Sahabat. Thalq bin Ali shalat tarawih ba'da isya (awwalul-Iail)
dengan berjamaah.

Dengan keterangan hadits-hadits di atas, ketiga masalah itu telah


terjawab. Oleh karena itu, tidak mungkin orang mengatakan bahwa
tarawih itu bid'ah, baik karena dilakukan dengan berjamaah ataupun
karena mengambil waktunya pada waktu ba'da 'isya.

Kita dapat memaklumi dengan baik bahwa shalat tarawih yang


selesainya kira-kira pukul sembilan malam, tentu dimulainya ba'da
'isya, Ketika Sahabat Thalq bin Ali pulang ke kampungnya, yang
kedatangannya masih ditunggu orang untuk rnengimami shalat yang
kita namakan tarawih itu, waktu itu tentu 'belum' larut malam karena
dari berbuka hingga shalat pada waktu bertamu itu, tentu bukan waktu
yang lama.

- Dalam riwayat Abu Dzar yang Anda kemukakan tadi, bukankah dalam
sanadnya ada Salman Bin Abdirrahman, sedangkan ia adalah seorang
muttaham, yang diduga suka berdusta? Oleh karena itu hadits ini
dha'if!

+ Hadits itu tidak hanya diriwayatkan oleh satu sanad seperti saya
nyatakan tadi, tetapi juga oleh Al-Khamsah. At-Tirmidzi sendiri
menyatakan hadits itu shahih. Tidak ada alasan untuk menyatakan
bahwa hadits itu tidak dapat dijadikan hujjah sebab sanad-sanadnya
yang terdapat dalam kitab-kitab sunan terdiri dari rijaalush-shahih,
orang-orang kepercayaan. Ditegaskan pula oleh Asy-Syaukani dalam
kitab At-Taj bahwa hadits itu dalam kitab-kitab sunan diriwayatkan
dengan sanad shahih, kemudian sakata 'anhu Abu Daud, telah diam
terhadapnya Abu Daud, yang artinya dapat dijadikan hujjah. Tambahan
pula, rawi hadits itu banyak sekali. Jadi satu sama lain saling
rnenguatkan. Tegasnya, hadits itu mempunyai syawahid, kesaksian-
kesaksian lain yang menguatkan.

- Baiklah. Mengenai .waktu shalat qiyamu Ramadhan, tadi Anda


menerangkan riwayat Abu Bakar dan Umar. Bukankah maksud

7
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

awwalul-lail itu sebenarnya adalah jauh malam? Diriwayatkan oleh


Ahmad dari Aisyah bahwa Rasulullah shalat tarawih itu:

"BA'DA AN SHALLAL ‘ISYAA-AL AAKHIRATA".

"sesudah selesai shalat isya yang akhir",

Dalam hadits ini jelas dikatakan isya pada waktu jauh malam, yaitu
isya akhir! Jadi, sesungguhnya sesudah isya.

+ Maaf, barangkali dalam hal ini Anda keliru memahamkan "isya


akhir". Isya akhir itu bukan isya pada tengah malam, melainkan isya
yang benar-benar isya, sebab magrib dan isya itu suka disebut Isyaa-
aini, yakni "dua Isya", Maka magrib dinamakan "isya awal", dan isya
sendiri, yang kita kenal waktunya itu ba'da magrib, dinamakan "isya
akhir".

Dalam hadits dikatakan:

"IDZAA QUDDIMAL 'ASYAA-U WAL- 'ISYAA-U FABDA-UU BIL-'ASYAA-I. "


"Bila dihidangkan 'asya (makan sore) dan kebetulan datang waktu 'isya
(yang maksudnya magrib), maka mulailah dengan 'asya (makan sore).
"

Jadi, alasan Anda itu tidak dapat diterima.

- Baiklah. Meskipun demikian, bukankah dalam riwayat Ibnu Majah ada


dijelaskan bahwa awwalul-lail itu maksudnya ialah ba’dal- 'atamah ?

+ Benar.

- Bukankah 'atamah itu berarti shalat isya sesudah jauh malam?

+ Tampaknya Anda keliru pula dalam memahamkan 'atamah.

Untuk mendapat penjelasan serta pengertian yang sebenarnya


mengenai apa yang dimaksud dengan 'atamah, baca kamus hadits,
yakni An-Nihayah, Dalam An-Nihayah diterangkan sebagai berikut:

Rasulullah bersabda:

"LAA TAGHLIBAKUMUL-A'RAABU 'ALAA ISMI SHALAATIKUMUL 'ISYAA-I,


FA-INNAHAA FII KITAABILLAAHIL- 'ISYAA-U, WA INNAHAA TU TAMU
BIHILAABIL-IBILI. "

"Janganlah orang Arab Badui mengalahkan kamu (janganlah kamu


terpengaruh oleh mereka) terhadap nama shalatmu yaitu isya, jangan
kamu menamai shalat isyamu dengan nama 'atamah, karena

8
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

sesungguhnya nama (shalat tersebut) dalam Kitabullah (Alquran)


adalah isya. Sesungguhnya yang di-tatamah-kan itu ialah unta-unta
perah." (Hadits Shahih Riwayat Muslim)

Dalam memberi pengertian tentang 'atamah itu Al-Azhari


menerangkan:

"ARBAABUN-NA'AMI FIL-BAADIYATI YURIHUUNAL-IBILA, TSUMMA


YUNIIKHUUNAHAA FII MURAAHIHAA HATTAA YU'TAMUU, AI YADKHULUU
FII 'ATAMATTI-LAILI WA HIYA ZHULMATUHU, WAKAANATIL-A'RAABU
YUSAMMUUNA SHALAATAL- 'ISYAA-I, SHALAATAL- 'ATAMATI TASMIYATAN
BIL-WAQTI, FANANAAHUMUL-IQTIDAA-A BIHI." ( AN-Nihayah III: 67)

"Pemelihara unta di kampung mengistirahatkan unta-unta mereka,


merebahkan mereka di kandangnya hingga mereka (pemelihara unta
itu) ber-tatamah, yakni mereka (rnengerjakan hal itu hingga) masuk
'atamah, yaitu gelapnya (malam). Dan orang Arab kampung
menamakan shalat isya dengan nama 'atamah karena waktunya tepat
pada saat 'atamah. Maka (Rasulullah) telah melarang mereka (para
sahabat) menirunya," (An-Nihayah 111:67).

Kemudian, Maimun bin Mahran juga bertanya kepada Ibnu Abbas

"MAN AWWALU MAN SAMMAL- 'ISYAA-A AL- 'ATAMATA?"

"Siapakah yang pertama-tama menamakan (shalat) isya itu 'atamah?"

Ibnu Abbas menjawab: "Asy-syaithaan! Setan!"

Dalam Qamus diterangkan bahwa al- 'atamah itu sepertiga malam


yang pertama (tsulutsul-Iailil-awwalu). (Nailul-Authar 2 : 88, dari Ibnu
Abi Syaibah)

Dengan keterangan tersebut di atas, kita mendapat keterangan yang


diharapkan. Jelaslah bahwa 'atamah itu kata dari bahasa yang
dipergunakan oleh orang Badui untuk menggantikan kata 'isya sebab
waktu shalat isya itu permulaannya tepat pada waktu 'atamah, Kata
tersebut lebih dikenal di kalangan Badui daripada di kalangan lainnya,
dan yang dimaksudkan oleh mereka dengan kata 'atamah itu tidak
menunjukkan pengertian "waktu jauh malam", melainkan "tibanya
gelap pada waktu malam, pada saat hilangnya teja bercahaya merah
di kaki langit". Hal itu tentu terjadi pada saat tidak ada bulan.

- Baiklah, tetapi Anda jangan ceroboh. Bacalah riwayat lain agar


persoalannya lebih jelas. Bukalah AI-Muwaththa. Dalam AI-Muwaththa
ada keterangan bahwa anak Abu Bakar yang bemama Abdullah
bertanya kepada ayahnya, Abu Bakar, tentang shalat witir yang

9
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

dilakukan oleh ayahnya. Dari ayahnya ia mendapat jawaban bahwa


ayahnya, setelah selesai melakukan shalat witir, pulang pada waktu
hampir sahur. Oleh sebab itu, ia tergesa-gesa menyuruh khadamnya
(pelayannya) agar menyiapkan makanan untuk sahur karena ia takut
tidak sempat makan sahur, takut kehabisan waktu sahur. Demikianlah
diriwayatkan oleh Imam Malik. Jadi yang dimaksud oleh Abu Bakar
dengan "awal malam" itu ialah "jauh malam".

+ Maaf, baik juga kita periksa Is'aful-Mubtha untuk mengetahui siapa


Abdullah bin Abu Bakar yang dimaksud oleh Imam Maliki itu.

Dalam Is'af saya baca bahwa Abdullah bin Abu Bakar Shiddiq
meninggal pada awal masa pemerintahan ayahnya, yaitu Khalifah Abu
Bakar, pada tahun II H. la mendapat luka terpanah oleh Abu Mihjan
dalam Perang Tha'if. Kemudian luka itu membengkak dan akhirnya
membawa kepada ajalnya. Adapun Imam Maliki yang menerima
keterangan dari Abdullah bin Abu Bakar itu lahir pada tahun 95 H.
Dengan demikian, mustahil Imam Maliki dapat bertemu dengannya
dan berguru kepada Abdullah anak Abu Bakar Shiddiq itu. Dalam Is'af
juga diterangkan bahwa Abdullah bin Abu Bakar yang memberi
keterangan kepada Imam Maliki itu sesungguhnya Abdullah bin Abu
Bakar bin Muhammad bin Amru ibnu Hazm yang meninggal pada
tahun 135 H. Sungguh sangat keliru jika Anda katakan bahwa Abu
Bakar itu adalah Abu Bakar Shiddiq.

- Baiklah. Sekarang mengenai dilakukannya tarawih dengan


berjamaah, Bukankah itu suatu bid'ah?

+ Tidak. Berjamaah dalam shalat tarawih bukan bid'ah. Tidak ada yang
dapat memungkiri bahwa Rasulullah pemah shalat qiyamu Ramadhan
dengan berjamaah, dan beliau sendiri menjadi imam. Kemudian pada
malam lainnya beliau keluar dengan sengaja dan dengan sengaja
menyediakan tempat di masjid. Pada saat itu beliau shalat berjamaah.

Beliau pemah shalat berjamaah qiyamu Ramadhan yang selesainya


pada waktu sepertiga malam sesudah 'atamah, yakni isya, Pemah pula
beliau shalat berjamaah qiyamu Ramadhan hingga tengah malam, dan
ada pula yang hingga akhir malam.

Perbuatan yang telah dilakukan oleh Rasulullah tidak mungkin disebut


bid'ah.

Kemudian, setelah Rasulullah wafat, orang tetap mengerjakan shalat


qiyamu Ramadhan dengan berjamaah.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, Umar ibnul -Khaththab


sebagai khalifah melihat orang-orang shalat qiyamu Ramadhan

10
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

berkelompok-kelompok, dan setiap kelompok dengan imam masing-


masing, padahal masih dalam satu masjid. Maka Umar menjadikan
kelompok-kelompok itu satu jamaah dengan satu imam. Dia
memandang satu jamaah dengan satu imam itu lakaana amtsala,
tentu keadaan seperti itu lebih utama! Dia menyatakan demikian
karena berjamaah dengan satu imam itu pemah berlaku pada zaman
Rasulullah. Jadi, yang dilakukan oleh Sahabat Umar ialah
mengembalikan kepada contoh Rasulullah, yang tentu saja sangat
afdhal dan utama sekali.

- Sekalipun demikian, jelas diakui oleh Sahabat Umar bahwa apa yang
dilakukannya itu suatu bid'ah!

+ Anda perlu meneliti dulu maksud Sahabat Umar itu sebaik-baiknya.


Sahabat Umar menyatakan bahwa perbuatannya mempersatukan
kelompok-kelompok itu menjadi satu jamaah dengan satu imam
ni’matil-bid-'atu hadzihi, sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Tentu bukan
bid'ah dalam arti bid'ah dhalaalah, bid'ah yang sesat, karena kata
"sebaik-baiknya" tidak mungkin disifatkan kepada sesuatu yang tidak
baik. Orang rnungkin dapat mengatakan "yang terbaik diantara
pencuri", tetapi tidak mungkin mengatakan "yang tersunnah di antara
yang bid'ah" atau "yang terhalal di antara yang haram".

Oleh karena itu, bagi ucapan Sahabat Umar itu tentulah mesti
digunakan arti yang lain, yang memang salah satu di antara makna
ucapannya itu ialah ni'mal-amru badii'u haadzaa, sebaik-baiknya
sesuatu yang baik ialah ini. Hal itu sejalan dengan ucapan sebelumnya,
yakni lakaana amtsala, sebab dia telah mengembalikan suatu perkara
ibadah kepada contoh utama dari Rasulullah.

- Akan tetapi, tidakkah mustahil Sahabat Umar berbuat yang keliru?

+ Benar, tetapi Umar hidup pada saat iman segar dan semangat kuat.
Tidak mungkin sahabat lain diam membiarkan suatu perbuatan yang
salah sekalipun perbuatan itu dilakukan oleh seorang khalifah. Selain
itu, dalam hal ini jauh kemungkinannya Sahabat Umar berbuat bid'ah
dhalaalah, yaitu seperti yang Anda katakan bahwa dia mengaku
dirinya berbuat bid'ah dhalaalah.

Sahabat Umar adalah salah seorang sahabat yang termasuk al-usyrah,


salah seorang dari sepuluh yang dinyatakan termasuk ahli surga oleh
Rasulullah. Sifatnya keras dan tidak akan membiarkan berlakunya
bid'ah yang dhalaalah. Rasulullah pemah bersabda:

"Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran atas lidah Umar dan


hatinya." (Hadits Shahih Riwayat At-Tirmidzi)

11
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Dan pada hadits lain Rasulullah bersabda kepada Umar:

"Dan demi Allah yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya,


setan tidak akan menempuh suatu lorong dan bertemu dengan engkau
kecuali setan itu cepat-cepat mengambil jalan lain." (Hadits Shahih
Riwayat Bukhari dan Muslim)

Memang benar bahwa sahabat itu seorang manusia yang tidak


mustahil berbuat keliru atau salah. Akan tetapi, melihat demikian
baiknya penilaian Rasulullah terhadap diri Umar, tidaklah mungkin
Umar berkhianat kepada Rasulullah, membuat suatu kesalahan atau
bid'ah dengan sengaja. Juga tidak mungkin Rasulullah keliru dalam
memberi penilaian terhadap Umar. Umar tidak mustahil khilaf, tetapi
saya tidak berani menyatakan bahwa Umar dengan sengaja dan
dengan sadar menciptakan bid'ah.

- Baiklah. Akan tetapi, bukankah Rasulullah tidak terus-menerus


melakukannya? Beliau hanya beberapa malam melakukannya.

+ Untuk menjawab pertanyaan Anda ini, baiklah kita perhatikan


ucapan Aisyah:

"IN KAANA RASUULULLAAHI SAW. LAYADA'UL-'AMALA WA HUWA


YUHIBBU AY-YA'MALA, KHASY-YATA AN YA'MALA BIHIN-NAASU
FAYUFRADHU 'ALAIHIM,"

"Sesungguhnya Rasulullah saw. meninggalkan suatu amal (yang


sunnah), padahal beliau ingin melakukannya, karena takut orang-orang
melakukan, lalu di-fardhu-kan, diwajibkan atas mereka."

Demikian juga dalam hal tarawih. Contoh dari Rasulullah itu cukup
walaupun hanya satu kali. Kemudian beliau ingin memberi keringanan
dan menyatakan bahwa hal itu hukumnya sunat, bukan wajib.

- Akan tetapi, mengapa Rasulullah menyuruh shalat di rumah masing-


masing, sedangkan kemudian temyata bahwa sekarang shalat itu
dilakukan di masjid?

+ Perintah Rasulullah itu ada 'illah-nya, yaitu khawatir tarawih itu di-
fardhu-kan sehingga kemudian menjadi berat bila hukumnya wajib. Hal
itu dikhawatirkan beliau sebab wahyu belum putus. Kemudian
dikatakan pula oleh beliau bahwa yang shalat di rumah itu afdhalu,
lebih utama, yang berarti tidak bid'ah bila dilakukan di masjid dan
pada awal malam karena semuanya ada contohnya.

- Akan tetapi, bagi saya lebih afdhal dilakukan di rumah sendirian!

12
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

+ Perihal dilakukan sendirian, itu mungkin tidak afdhal sebab ada


keterangan bahwa Rasulullah rnenganjurkan kepada umat beliau agar
istri mereka dibangunkan untuk berjama’ah witir itu. Mengenai
dilakukan di rumah saya tidak akan menyalahkan karena ada
contohnya. Akan tetapi, bagi mereka yang merasa bahwa berjamaah di
masjid lebih segar dan lebih bersemangat, dan bila mereka tidak
datang, jumlah yang bertarawih akan berkurang, tentu lebih afdhal bila
dilakukan di masjid dengan berjamaah. Pilihlah yang lebih afdhal,
bermanfaat, dan memberi manfaat kepada orang lain.

- Qunut dicontohkan satu bulan, kemudian ditinggalkan. Maka hingga


kini penundaan qunut itu tetap mesti dipenuhi. Demikian juga dalam
hal tarawih berjamaah di masjid!

+ Qunut nazilah bukan ditunda, melainkan nazilah-nya tidak ada lagi.


Shalat kusuf hanya satu kali dilakukan oleh Rasulullah karena pada
zaman RasululIah hanya satu kali terjadi kusuf (gerhana matahari).
Akan tetapi, sekalipun contohnya hanya satu kali, bila pada masa
sekarang terjadi kusuf atau khusuf, tentu shalat itu dilakukan lagi.

Hal ini tidak dapat dipersamakan dengan qiyamu Ramadhan yang


ditunda justru karena terdapat illat, yakni takut di-fardhu-kan karena
wahyu belum putus dan masih ada kemungkinan turun. Pada saat
'illah-nya itu telah hilang, tentu contoh yang asal berlaku lagi. Jika
shalat mesti ditunda karena terdapat 'illah, yakni haid, maka bila 'illah-
nya telah hilang, kewajiban shalat itu kembali sebagaimana semula!

- Bukankah yang diperintahkan itu sesungguhnya tahajjud, yang


berarti shalat sesudah tidur?

+ Tarawih itu salah satu dari pelaksanaan shalat tahajjud. Namun, itu
bukan satu-satunya. Tahajjud berpengertian shalat sesudah tidur, atau
tidur lalu shalat lalu tidur lagi, atau shalat tanpa tidur lebih dulu, atau
shalat lalu tidur lalu shalat lagi. Arti tahajjud : bukan bangun sesudah
tidur, melainkan terjaga yakni kebalikan dari tidur. Tahajjud adalah
nafal-hujud, menafikan tidur (Tafsir Ahkam).

Kemudian, untuk menenteramkan hati, marilah kita perhatikan firman


Allah dalam Al-Qur’an surat al-Muzzammil yang isinya mensyariatkan
atau memerintahkan agar Rasulullah (al-muzzammil) dan umat beliau
shalat pada tengah malam, kurang sedikit atau lebih sedikit dari
tengah malam. Kemudian diberikan Allah keringanan sehingga
waktunya tidak perlu tepat pada tengah malam, tetapi dapat dilakukan
pada sepertiga malam atau dua pertiga malam. Dapat pula shalat
malam itu dilakukan dengan cara (bacaan) yang tidak memberatkan
sebab Allah mengetahui bahwa di antara umat Islam itu keadaan dan

13
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

pekerjaannya bermacam-macam. Ada di antara mereka yang sakit,


yang bepergian untuk berdagang, dan ada pula yang berjihad,

Dalam Al-Qur’an hal itu diterangkan dalam surat al-Muzzammil ayat 1


hingga ayat 4 sebagai berikut:

(I) Wahai, al-muzzammil (yang berselimut, maksudnya Rasulullah)!

(2) Berdirilah (shalatlah) pada saat malam tinggal sedikit,

(3) (yaitu) pada tengah malam, atau kurangkan sedikit, atau lebihkan
daripadanya (dari tengah malam), dan bacalah (Al-Qur’an) dengan
sungguh-sungguh (tartil).

Selanjutnya dalam surat itu juga diterangkan tentang waktunya yang


diringankan sebagaimana yang dimaksudkan oleh ayat 20:

"Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri shalat


kurang dari dua pertiga malam, tengah malam, dan sepertiga malam
bersama-sama dengan segolongan orang yang besertamu. Dan
Allahlah yang menetapkan ukuran malam dan siang. Dia tahu bahwa
kamu tidak dapat memperkirakannya dengan tepat, kemudian Dia
memberikan tobat (keringanan) atas kamu. Maka bacalah (pada saat
shalat malam itu) apa yang mudah (dibaca) bagi kamu (dari Al-
Qur’an). Dia mengetahui bahwa akan ada dari antara kamu orang yang
sakit, dan yang lainnya (pula) akan bepergian di atas bumi mencari
sebagian dari karunia Allah, dan yang lainnya (lagi) akan berjihad di
jalan Allah. Maka bacalah apa yang mudah (dibaca) bagi kamu
daripadanya, dirikanlah shalat, keluarkanlah zakat, dan pinjamkanlah
kepada Allah (bersedekah atau beribadah dengan harta) suatu
pinjaman yang baik (karena) apa-apa yang kamu sediakan untuk
dirimu dari kebaikan, tentulah akan kamu dapati (bahwa) ia di sisi Allah
lebih baik dan lebih besar balasannya. Dan mintalah ampun kepada
Allah. Sesungguhnya Allah itu Pengampun dan Penyayang. "

QIYAMU RAMADHAN

Bagaimana tata tertib qiyamu Ramadhan atau shalat tarawih empat


rakaat-empat rakaat itu? Betulkah perlu tahiyyat awwal?

+ Apabila teriadi perbedaan pendapat tentang shalat malam yang


dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat beliau, maka riwayat
Siti Aisyah yang harus didahulukan sebelum yang Iainnya selama
kedudukannya shahih karena dia yang paling mengetahui tentang witir
Rasulullah saw.

14
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Shalat tarawih Rasulullah saw. yang diterangkan oleh Siti Aisyah


adalah sebagai berikut:

"Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa sesungguhnya ia bertanya


kepada Aisyah, bagaimana cara (shalat) Rasulullah saw. pada malam
bulan Ramadan. ia (Aisyah) menjawab: 'Tidaklah Rasulullah saw.
menambah pada bulan Ramadan, (juga) pada bulan yang lainnya, atas
sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat , tetapi jangan bertanya
tentang kebaikannya dan panjangnya. Beliau shalat (lagi) empat
rakaat, tetapi jangan (pula) bertanya tentang kebaikannya dan
panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.' Aisyah berkata: 'Aku
bertanya: Hai, Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum witir? Beliau
menjawab: Hai, Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, tetapi
hatiku terjaga.' (Al-Bukhari: 1: 342)

Dalam riwayat ini Siti Aisyah menerangkan dengan tegas bahwa


jumlah rakaat shalat tarawih itu sebelas. Kemudian ia merinci; empat
rakaat, empat rakaat, dan tiga rakaat. Akan tetapi, ia tidak
menerangkan cara dan bacaan yang dibaca pada setiap rakaat karena
sudah dimaklumi oleh yang bertanya, khususnya tentang arti rakaat
dalam shalat.

Rakaat dalam shalat wajib atau shalat sunat dimulai dengan takbir,
kemudian membaca surat Fatihah, rukuk, i'tidal, dua sujud, dan duduk
di antara dua sujud. Rakaat itu sesuai dengan yang diajarkan oleh
Rasulullah saw. kepada seorang sahabat yang bernama Khalad bin Rafi
ketika ia memohon kepada beliau agar mengajarkan shalat yang
benar.

Abu Hurairah r.a. telah menceritakan, bahwa Nabi saw. masuk ke


masjid, Maka seorang laki-laki masuk, lalu shalat. (Setelah shalat) ia
datang kepada Nabi saw. sambil mengucapkan salam. Nabi saw.
menjawabnya. Lalu beliau bersabda: 'Kembalilah, shalatlah, sebab
sesungguhnya engkau belum shalat. 'Kemudian ia shalat, lalu datang
lagi kepada Nabi saw. sambil mengucapkan salam. Akan tetapi, beliau
bersabda: 'Kembalilah, shalatlah, sebab sesungguhnya engkau belum
shalat.' (Hal demikian berulang sampai tiga kali). Maka orang itu
berkata: 'Demi Allah. Dia telah mengutus engkau dengan membawa
kebenaran, aku tidak bisa shalat. Selain itu, maka ajarilah aku .... '
Beliau bersabda: "Apabila engkau akan berdiri shalat, bacalah takbir
(takbiratul-ihram), kemudian bacalah apa yang engkau hafal dari Al-
Qur’an (surat al-Fatihah), kemudian rukuklah dengan rukuk yang
thuma'ninah (rukuklah sampai thuma'ninah rukuknya), kemudian
angkatlah kepala (i'tidal) sampai berdiri tegak, kemudian bersujudlah
hingga thumaninah sujudnya, kemudian angkatlah (kepala) sehingga
thuma'ninah duduknya, kemudian bersujudlah hingga thuma'ninah

15
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

sujudnya.' Kemudian (beliau bersabda): 'Lakukanlah demikian pada


shalat engkau seluruhnya .... ' (Riwayat Bukhari: 1 : 144)

Setelah itu Khalad bin Rafi melakukan shalat dengan benar, sesuai
dengan yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. Juga riwayat itu
menerangkan apa yang dinamakan rakaat dalam shalat.

Tentang shalat tarawih yang jumlahnya sebelas rakaat adalah seperti


yang diterangkan oleh Siti Aisyah, yaitu empat rakaat, empat rakaat,
kemudian tiga rakaat. Tentu Siti Aisyah bermaksud menerangkan
tentang apa yang diajarkan dan biasa dilakukan oleh Rasulullah saw.

Timbullah suatu masalah: Apakah empat rakaat itu memakai tahiyyat


awwal?

Dalam riwayat Siti Aisyah itu tidak diterangkan, apakah memakai


tahiyyat awwal atau tahiyyat akhir. Oleh karena itu kita membutuhkan
dalil-dalil yang lain. Tentang tahiyyat akhir ini sudah lazim bahwa
setiap shalat yang memakai rakaat, pada rakaat terakhir memakai
tahiyyat. Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah, baik pada shalat
fardhu maupun pada shalat sunat.

Adapun dalam shalat malam atau shalat witir adalah sebagai berikut:

Aisyah telah berkata: "Rasulullah saw. shalat tujuh rakaat, (tetapi)


beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang keenam, beliau memuji
Allah dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau berdiri tanpa membaca
salam, beliau duduk pada rakaat yang ketujuh, memuji Allah dan
berdoa kepada-Nya, kemudian beliau membaca salam satu kali
sehingga terdengar salamnya oleh kami. Setelah itu beliau shalat dua
rakaat sambil duduk, dan itu jumlahnya sembilan rakaat." (Riwayat
Baihaqi, Sunnanul-Kubra: 3: 30; Abu Daud, Aunul-Ma'bud: 1 :513: An-
Nasa-i: 3: 198-199; Muslim: 299).

Dalam riwayat Siti Aisyah itu Rasulullah saw. tidak tduduk pada setiap
dua rakaat, bahkan beliau duduk pada rakaat yang keenam, kemudian
witir satu rakaat.

Dalam riwayat lainnya adalah sebagai berikut:

Dari Siti Aisyah r.a. ia berkata: "Rasulullah saw. apabila witir sembilan
rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat kedelapan, beliau memuji
Allah, berzikir kepada-Nya, dan berdoa. Kemudian beliau bangkit
berdiri, tidak mengucapkan salam, lalu shalat yang kesembilan rakaat
Setelah itu beliau duduk berzikir kepada Allah Yang Maha mulia dan
berdoa, lalu mengucapkan salam satu kali dan terdengar oleh kami.
Setelah itu beliau shalat dua rakaat sambil duduk demikian itu

16
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

(sehingga menjadi) sebelas rakaat. " (Riwayat An-Nasa-i: 3; 198-199;


Muslim: 1:299; Ahmad: 6: 168; Abu Daud, Ma'aalimus-Sunan: 2:88; Ibu
Majah: 1:376).

Maka dengan riwayat dari Siti Aisyah - yang paling mengetahui tentang
saIat witir atau shalat malam Rasulullah - ini diterangkan bahwa beliau
tidak duduk tahiyyat pada setiap dua rakaat.

Tahiyyat awwal pada shalat fardhu dan sunnat

Abul-Jauza menceritakan hadits dari Siti Aisyah r.a. yang telah


mengatakan, bahwa Rasulullah saw. memulai shalat dengan takbir dan
membaca alhamdulillaahi Rabbil-'aalamin. Apabila rukuk, beliau tidak
mengangkat kepala beliau dan tidak pula menundukkannya, tetapi
lurus di antara keduanya. Apabila beliau mengangkatkan kepalanya
dari rukuk, beliau tidak suiud sebelum berdiri lurus. Apabila beliau
mengangkatkan kepalanya dari sujud, beliau tidak sujud sebelum
duduk lurus. Pada setiap dua rakaat beliau membaca at-tahiyyat.
Apabila kaki kiri beliau ke dalam, kaki kanannya ditegakkan. Dan beliau
melarang duduk seperti setan, melarang menelungkupkan kedua sikut
seperti binatang buas. Beliau mengakhiri shalat beliau dengan
membaca salam. (Riwayat Muslim: 1: 205)

Dalam riwayat ini dikatakan bahwa Rasulullah saw. membaca tahiyyat


pada tiap dua rakaat. Kedudukan haditsnya tidak shahih karena
munqathi', yakni Abul-Jauza tidak mendengar langsung dari Siti Aisyah
r.a. Imam Bukhari pun menilai riwayat Abul Jauza ini fii isnadihi
nazharun, yaitu dalam sanadnya ada peninjauan, Dalam kitab Subulus-
Salam juz I halaman 166 dikatakan bahwa Ibnul Abul-Barr menilai
hadits tersebut mursal karena Abul Jauza tidak mendengarnya
langsung dari Siti Aisyah r.a.

Al-Fat-hurrabbani mengatakan bahwa hadits ini munqathi', tetapi ada


syawahid-nya.

Hadits Abul-Jauza itu, kalaulah hendak dipakai, mungkin bagi shalat


fardhu, Kalau dipakai untuk shalat malam, ia bertentangan dengan
hadits yang shahih dari Siti Aisyah r.a. dan bertentangan pula dengan
shalat malam Rasulullah saw., yaitu beliau shalat delapan rakaat
dengan satu kali tahiyyat, tidak duduk pada setiap dua rakaat.

Imam Bukhari meriwayatkan sebagai berikut:

Dari Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam dan Abu
Salamah bin Abdurrahman: "Sesungguhnya Abu Hurairah takbir pada
setiap shalat, pada shalat fardhu dan bukan fardhu. Pada bulan
Ramadan atau bukan bulan Ramadan ia takbir ketika berdiri, kemudian

17
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

ia takbir ketika rukuk, membaca sami Allaahu liman hamidah serta


Rabbanaa walakal- hamdu sebelum bersujud, ia membaca takbir bila
akan bersujud, membaca takbir ketika mengangkat kepalanya dari
sujud, ia membaca takbir (lagi) ketika akan sujud dan ketika
mengangkat kepalanya dari sujud, ia membaca takbir ketika berdiri
dari duduk dua rakaat. Ia melakukan demikian pada setiap rakaat
hingga selesai shalat. Setelah shalat ia berkata: 'Demi Allah yang diriku
berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya shalat di
antara kalian inilah yang paling menyerupai dengan shalat Rasulullah
saw. Yang demikian itu benar-benar merupakan shalatnya Rasulullah
sampai beliau meninggal dunia." (Al-Bukhari: 1 : 145).

Sasaran pokok riwayat ini dalam hubungannya dengan takbir ialah:

ANNA ABA HURAIRATA KAANA YUKABBIRU FII KULLI SHALAATIN MINAL


MAKTUUBATI WA GHAIRIHA FII RAMADHAANA WA GHAIRIHI.

Sesungguhnya Abu Hurairah takbir pada tiap shalat fardhu atau shalat
lainnya, juga pada bulan Ramadan dan bulan lainnya. Jadi, riwayat itu
menerangkan takbir pada setiap kali shalat, termasuk shalat jenazah.

Jika disambungkan dengan kalimat selanjutnya; tsumma yukabbiru


hiina yaquumu minal-juluusi fil itsnataini, kemudian ia membaca takbir
ketika berdiri dari duduk dua rakaat, kalimat-kalimat itu tidak bisa
dipastikan untuk seluruh shalat karena Rasulullah saw. tidak
melakukan duduk setelah dua rakaat. Sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Siti Aisyah r.a., Rasulullah shalat witir delapan rakaat satu tahiyyat
dan shalat malam enam rakaat satu tahiyyat, Siti Aisyah lebih
mengetahui tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulul1ah
saw. dibanding dengan sahabat-sahabat beliau yang lain.

Dalam riwayat Imam Bukhari itu diterangkan: FII RAMADHAANA WA


GHAIRIHI, pada bulan Ramadhan dan yang lainnya, dua rakaat
memakai tahiyyat. Hal ini bertentangan dengan riwayat Siti Aisyah r.a.
Kalau bertentangan demikian, maka riwayat Siti Aisyahlah yang pantas
dipercaya, yaitu bahwa Rasulullah saw. shalat delapan rakaat dan
enam rakaat serta tidak duduk pada tiap-tiap dua rakaat. Kalau hanya
masalah takbir, ini tidak bertentangan dengan hadits riwayat dari Siti
Aisyah itu.

Dalam syarah Muslim dan syarah AI-'Asqalani mengenai hadits Shahih


Bukhari: 4: 6-7 diterangkan seperti berikut:

"Kata Siti Aisyah, Rasulullah shalat pada waktu malam tiga belas
rakaat, dan beliau witir dengan lima rakaat, tidak duduk kecuali pada
akhirnya. Dalam riwayat lain beliau salam pada setiap dua rakaat.
Dalam riwayat lain lagi beliau shalat empat rakaat, kemudian empat

18
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

rakaat, kemudian tiga rakaat. Dalam riwayat lainnya beliau shalat


delapan rakaat, kemudian witir satu rakaat. Dalam riwayat yang lain
beliau shalat sepuluh. rakaat dan beliau witir dengan satu rakaat.
Dalam hadits Ibnu Abbas Rasulullah shalat dua rakaat, kemudian dua
rakaat sampai akhirnya. Dalam hadits Ibnu Umar, shalat malam itu
dua-dua rakaat. Ini semuanya merupakan dalil bahwa witir itu tidak
khusus dengan satu rakaat saja, dan tidak hanya tiga belas rakaat,
bahkan boleh beberapa rakaat dengan sekali salam. Ini menunjukkan
bolehnya, atau paling utama tiap-tiap dua rakaat sekali salam, dan itu
yang masyhur dari amal Rasulullah saw., dan beliau memerintahkan
setiap malam dua-dua rakaat .

Demikianlah kalau kita meneliti semua keterangan yang berkenaan


dengan shalat malam Rasulullah saw. Shalat tarawih empat rakaat,
empat rakaat, kemudian tiga rakaat sah dari Rasulullah yang diterima
dari Siti Aisyah, yang paling tahu tentang masalah tarawih Rasulullah
saw.

Menurut kaidah ushul fiqih: Yang menjadi pelajaran itu pada umurnnya
lafaz, bukan khususnya, sebab yang lekas dapat dimengerti itu
tandanya yang benar. Lafaznya adalah: arba'an arba'an tsumma
tsalaatsan, empat rakaat, empat rakaat, kemudian tiga rakaat witir.

Dalil yang tegas bahwa tarawih memakai tahiyyat awwal, tidak ada.

Shalat sunnat empat rakaat tidak memakai tahiyyat awwal

'AN ABI HURAIRATA RADHIYALLAAHU 'ANHU QAALA: "QAALA


RASUULULLAAHI SHALLALLAAHU 'ALAIHI WASALLAMA. IDZAA
SHALLAITUM BA'DAL JUMU 'ATI FASHALLUU ARBA 'AN '." (RIWAYAT
MUSLIM: 348)

Dari Abu Hurairah r.a.: "Rasulullah saw. bersabda: 'Apabila kamu shalat
setelah Jumat, hendaklah shalat empat rakaat.' " (Riwayat Muslim:
348)

Apabila setelah Jumat shalat di rumah, itu dua rakaat; dan bila di
masjid, sebaiknya empat rakaat.

AN 'AAISYATA R.A.: "LNNAN-NABIYYA SHALLALLAAHU 'ALAIHI


WASALLAMA, LAA YADA'U ARBA 'AN QABLAZH-ZHUHRI WA RAK'ATAINI
QABLAL GHADAATI. " (RIWAYAT AL-BUKHARI: 1: 205)

Dari Siti Aisyah r.a.: "Sesungguhnya Nabi saw. tidak pemah


meninggalkan empat rakaat sebelum lohor dan dua rakaat sebelum
subuh," (Riwayat Al-Bukhari: 1:205)

19
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

"RAHIMALLAAHU IMRA-AN SHALLA QABLAL 'ASHRI ARBA 'AN." (ABU


DAUD: 127)

"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada orang yang shalat, empat


rakaat sebelum shalat asar." (Abu Daud: 127)

Hadits-hadits itu diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Imam


Ahmad, dan Ibnu Huzaimah dari Ibnu Umar, At-Tirmidzi
menganggapnya hasan, dan Ibnu Huzaimah menganggapnya shahih.

Kesimpulannya ialah bahwa shalat malam Rasulullah saw. itu sebagai


berikut:

1. Dilakukan dua rakaat-dua rakaat dan ditambah dengan witir tiga


rakaat, jumlahnya sebelas rakaat.

2. Dilakukan empat rakaat-empat rakaat dan ditambah witir tiga


rakaat, jumlahnya sebelas rakaat.

3. Dilakukan delapan rakaat, ditambah witir satu rakaat, kemudian


ditambah dua rakaat, jumlahnya sebelas rakaat.

4. Dilakukan enam rakaat, ditambah witir satu rakaat, kemudian di


tambah dua rakaat, jumlahnya sembilan rakaat.

5. Shalat malam pada umumnya berjumlah sebelas rakaat.

(Sekitar Masalah Tarawih, Takbir dan Shalat ‘id, KH.E. Abdurrahman,


Sinar Baru Bandung, 1992 :1-28)

============================== RISALAH KE-2


=============================

Shalat Tarawih Nabi & Salafushshalih


Oleh : Al Ustadz Abu Hamzah Al Sanuwi, Lc, MAg

Shalat tarawih adalah bagian dari shalat nafilah (tathawwu’). Mengerjakannya


disunnahkan secara berjama’ah pada bulan Ramadhan, dan sunnah muakkadah. Disebut
tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama’ah duduk untuk istirahat.

Tarawih adalah bentuk jama’ dari tarwihah. Menurut bahasa berarti jalsah (duduk).
Kemudian duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai dari empat raka’at disebut
tarwihah; karena dengan duduk itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan
qiyam Ramadhan.

20
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Bahkan para salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri. Dari situ,
kemudian setiap empat raka’at, disebut tarwihah, dan kesemuanya disebut tarawih secara
majaz.

Aisyah ditanya: “Bagaimana shalat Rasul pada bulan Ramadhan?” Dia menjawab,

“Beliau tidak pemah menambah -di Ramadhan atau di luarnya- lebih dari 11 raka’at.
Beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya.
Kemudian beliau shalat 3 raka’at.” (HR Bukhari).

Kata � (kemudian), adalah kata penghubung yang memberikan makna berurutan, dan
adanya jedah waktu.

Rasulullah shalat empat raka’at dengan dua kali salam, kemudian beristirahat. Hal ini
berdasarkan keterangan Aisyah,

Adalah Rasulullah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat Isya’, hingga
waktu fajar, sebanyak 11 raka’at, mengucapkan salam pada setiap dua raka’at, dan
melakukan witir dengan satu raka’at. (HR Muslim).

Juga berdasarkan keterangan Ibn Umar, bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimana shalat malam itu?” Beliau menjawab,

Yaitu dua raka’at-dua raka’at, maka apabila kamu khawatir shubuh, berwitirlah dengan
satu raka’at. (HR Bukhari).

Dalam hadits Ibn Umar yang lain disebutkan:

Shalat malam dan siang dua raka’at-dua raka’at. (HR Ibn Abi Syaibah). 1

1 Fadhilah Shalat Tarawih

1.1 Hadits Abu Hurairah:

Barang siapa melakukan qiyam (lail) pada bulan Ramadhan, karena iman dan mencari
pahala, maka diampuni untuknya apa yang telah lalu dari dosanya.

Maksud qiyam Ramadhan, secara khusus, menurut Imam Nawawi adalah shalat tarawih.
Hadits ini memberitahukan, bahwa shalat tarawih itu bisa mendatangkan maghfirah dan
bisa menggugurkan semua dosa; tetapi dengan syarat karena bermotifkan iman;
membenarkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala tersebut dad
Allah. Bukan karena riya’ atau sekedar adat kebiasaan. 2

Hadits ini dipahami oleh para salafush shaalih, termasuk oleh Abu Hurairah sebagal
anjuran yang kuat dari Rasulullah untuk melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih,
tahajud, dan lain-lain). 3

21
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

1.2 Hadits Abdurrahman bin Auf

Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan dimana Allah mewajibkan puasanya, dan


sesungguhnya aku menyunnahkan qiyamnya untuk orang-orang Islam. Maka barangsiapa
berpuasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka ia
(pasta) keluar dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari is dilahirkan oleh ibunya. 4

Al Albani berkata, “Yang shahih hanya kalimat yang kedua saja, yang awal dha’if.” 5

1.3 Hadits Abu Dzar:

Barang siapa qiyamul lail bersama imam sampai is selesai, maka ditulis untuknya
(pahala) qiyam satu malam (penuh). 6

Hadits ini sekaligus juga memberikan anjuran, agar melakukan shalat tarawih secara
berjamaah dan mengikuti imam hingga selesai.

2 Shalat Tarawih Pada Zaman Nabi

Nabi telah melaksanakan dan memimpin shalat tarawih. Bahkan beliau menjelaskan
fadhilahnya, dan menyetujui jama’ah tarawih yang dipimpin oleh sahabat Ubay bin
Ka’ab. Berikut ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan, bahwa shalat tarawih secara
berjama’ah disunnahkan oleh Nabi, dan dilakukan secara khusyu’ dengan bacaan yang
panjang.

2.1 Hadits Nu’man bin Basyir,

ia berkata:

Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasulullah pada malam 23 bulan
Ramadhan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada
malam 25 Ramadhan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi
pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur. 7

2.2 Hadits Abu Dzar,

ia berkata:

Kami puasa, tetapi Nabi tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (tarawih), hingga
Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah mengimami karni shalat, sampai
lewat sepertiga malam.

Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam. Dan pada malam ke lima, beliau
memimpin shalat lagi sampai lewat separoh malam. Lalu kami berkata kepada
Rasulullah, “Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?”, maka
beliau bersada,

22
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Barang siapa shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai. maka ditulis untuknya shalat
satu malam (suntuk).

Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi, hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka
beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya.
Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah.

saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata, “Sahur. ” 8

2.3 Tsa’labah bin Abi Malik Al Qurazhi berkata:

Pada suatu malam, di malam Ramadhan, Rasulullah keluar rumah, kemudian beliau
melihat sekumplpulan orang di sebuah pojok masjid sedang melaksanakan shalat. Beliau
lalu bertanya, Apa yang sedang mereka lakukan?”

Seseorang menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang
tidak membaca Al Qur’an, sedang Ubay bin Ka’ali ahli membaca Al Qur’an, maka
mereka shalat (ma’mum) dengan shalatnya Ubay. ” Beliau lalu bersabda, “Mereka telah
berbuat baik dan telah berbuat benar.” Beliau tidak membencinya. 9

3 Shalat Tarawih Pada Zaman Khulafa’ur Rasyidin

1. Para sahabat Rasulullah, shalat tarawih di masjid Nabawi pada malam-malam


Ramadhan secara awza’an (berpencar-pencar).

Orang yang bisa membaca Al Qur’an ada yang mengimami 5 orang, ada yang 6
orang, ada yang lebih sedikit dari itu, dan ada yang lebih banyak. Az Zuhri
berkata,

“Ketika Rasulullah wafat, orangorang shalat tarawih dengan cara seperti


itu. Kemudian pada masa Abu Bakar, caranya tetap seperti itu; begitu pula
awal khalifah Umar.”

1. Abdurrahman bin Abdul Qari’ berkata,

“Saya keluar ke masjid bersama Umar pada bulan Ramadhan. Ketika itu
orang-orang berpencaran; ada yang shalat sendirian, dan ada yang shalat
dengan jama’ah yang kecil (kurang dari sepuluh orang). Umar berkata,

‘Demi Allah, saya melihat (berpandangan), seandainya mereka saga


satukan di belakang satu imam, tentu lebih utama,’

Kemudian beliau bertekad dan mengumpulkan mereka di bawah pimpinan


Ubay bin Ka’ab. Kemudian saya keluar lagi bersama beliau pada malam
lain. Ketika itu orang-orang sedang shalat di belakang imam mereka.
Maka Umar berkata,’Ini adalah sebaik-baik hal baru.’

23
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Dan shalat akhir malam nanti lebih utama dari shalat yang mereka
kerjakan sekarang.”

Peristiwa ini terjadi pada tahun 14 H.

1. Umar mengundang para qari’ pada bulan Ramadhan, lalu memberi perintah
kepada mereka agar yang paling cepat bacaanya membaca 30 ayat (3 halaman),
dan yang sedang agar membaca 25 ayat, adapun yang pelan membaca 20 ayat (+
2 halaman).
2. Al A’raj 10 berkata,

“Kami tidak mendapatt orang-orang, melainkan mereka sudah melaknat


orang kafir (dalam do’a) pada bulan Ramadhan.”

la berkata,

“Sang qari’ (imam) membaca ayat Al Baqarah dalam 8 raka’at. Jika ia


telah memimpin 12 raka’at, (maka) barulah orang-orang merasa kalau
imam meringankan.”

1. Abdullah bin Abi Bakr berkata,

“Saya mendengar bapak saya berkata,’Kami sedang pulang dari shalat


(tarawih) pada malam Ramadhan. Kami menyuruh pelayan agar cepat-
cepat menyiapkan makanan, karena takut tidak mendapat sahur’. “

1. Saib bin Yazid (Wafat 91 H) berkata,

“Umar memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dari agar memimpin
shalat tarawih pada bulan Ramadhan dengan 11 raka’at. Maka sang qari’
membaca dengan ratusan ayat, hingga kita bersandar pada tongkat karena
sangat lamanya berdiri. Maka kami tidak pulang dart tarawih, melainkan
sudah di ujung fajar.”) 11

4 Bilangan Raka’at Shalat Tarawih Dan Shalat Witir

Mengenai masalah ini, diantara para ulama salaf terdapat perselisihan yang cukup banyak
(variasinya) hingga mencapai belasan pendapat, sebagaimana di bawah ini.

1. Sebelas raka’at (8 + 3 Witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur.


2. Tigabelas raka’at (2 raka’at ringan + 8 + 3 Witir), riwayat Ibnu Nashr dan Ibnu
Ishaq, atau (8 + 3 + 2), atau (8 + 5) menurut riwayat Muslim.
3. Sembilan belas raka’at (16 + 3).
4. Duapuluh satu raka’at (20 + 1), riwayat Abdurrazzaq

24
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

5. Duapuluh tiga raka’at (20 + 3), riwayat Malik, Ibn Nashr dan Al Baihaqi.
Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’i, Ats Tsauri, Ahmad, Abu
Daud dan Ibnul Mubarak.
6. Duapuluh sembilan raka’at (28 + 1).
7. Tigapuluh sembilan raka’at (36 + 3), Madzhab Maliki, atau (38 + 1).
8. Empatpuluh satu raka’at (38 + 3), riwayat Ibn Nashr dart persaksian Shalih
Mawla Al Tau’amah tentang shalatnya penduduk Madinah, atau (36 + 5) seperti
dalam Al Mughni 2/167.
9. Empatpuluh sembilan raka’at (40 + 9); 40 tanpa witir adalah riwayat dari Al
Aswad Ibn Yazid.
10. Tigapuluh empat raka’at tanpa witir (di Basrah, Iraq).
11. Duapuluh empat raka’at tanpa witir (dart Said Ibn Jubair).
12. Enambelas raka’at tanpa witir.

5 Berapa Raka’at Tarawih Rasulullah?

Rasulullah telah melakukan dan memimpin shalat tarawih, terdiri dart sebelas raka’at (8
3). Dalilnya sebagai berikut.

1. Hadits Aisyah: ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang glyamui
lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab:

Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau


pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka’at. (HR Bukhari, Muslim).

Ibn Hajar berkata,

“Jelas sekali, bahwa hadits ini menunjukkan shalatnya Rasul (adalah)


sama semua di sepanjang tahun.”

1. Hadits Jabir bin Abdillah ia berkata:

Rasulullah shalat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 raka’at dan witir.
Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid dengan harapan
beliau shalat dengan kami.

Maka kami terus berada di masjid hingga pagi, kemudian kami masuk
bertanya, “Ya Rasulullah, tadi malam kami berkumpul di masjid, berharap
anda shalat bersama kami,” maka beliau bersabda, “Sesungguhnya aku
khawatir diwajibkan atas kalian. ” 12

1. Pengakuan Nabi tentang 8 raka’at dan 3 witir.

Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah, lalu berkata,”Ya Rasulullah,


ada sesuatu yang saya kerjakan tads malam (Ramadhan). Beliau
bertanya,”Apa itu, wahai Ubay?”

25
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

la menjawab,”Para wanita di rumahku berkata,’Sesungguhnya kami ini


tidak membaca Al Qur’an. Bagaimana kalau kami shalat dengan
shalatmu?’ Ia berkata,”Maka saya shalat dengan mereka 8 raka’at dan
witir.

Maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai. Beliau tidak mengatakan apa-
apa.” 13

Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah shalat tarawih dengan


20 raka’at, maka haditsnya tidak ada yang shahih. 14

6 Berapa Rakaat Tarawih Sahabat dan Tabi’in Pada Masa Umar

Ada beberapa riwayat shahih tentang bilangan raka’at shalat tarawih para sahabat pada
zaman Umar 43 . Yaitu: 11 raka’at, 13 raka’at, 21 raka’at, dan 23 raka’at. Kemudian 39
raka’at juga shahih, pada masa Khulafaur Rasyidin setelah Umar; tetapi hal ini khusus di
Madinah. Berikut keterangan pada masa Umar

1. Sebelas raka’at.

Umar memerintahkan kepada Ubay dan Tamim Al Dari untuk shalat 11 raka’at.
Mereka membaca ratusan ayat, sampai makmum bersandar pada tongkat karena
kelamaan dan selesai hampir Subuh. Demikian ini riwayat Imam Malik dari
Muhammad bin Yusuf dari Saib Ibn Yazid

Imam Suyuthi dan Imam Subkhi menilai, bahwa hadits ini sangat shahih ( �
�� ���). Syaikh Al Albani juga menilai, bahwa hadits ini shahih sekali (
�� ��).

1. Tigabelas raka’at

Semua perawi dari Muhammd Ibn Yusuf mengatakan 11 raka’at, kecuali


Muhammad Ibn Ishaq. Ia berkata 13 raka’at (HR Ibn Nashr), akan tetapi hadts ini
sesuai dengan hadits ‘Aisyah yang mengatakan 11 raka’at.

Hal ini bisa dipahami, bahwa termasuk dalam bilangan itu ialah 2 raka’at shalat
Fajar, atau 2 raka’at pemula yang ringan, atau 8 raka’at ditambah 5 raka’at Witir.

1. Duapuluh raka’at (ditambah 1 atau 3 raka’at Witir).

Abdur Razzaq meriwayatkan dart Muhammad Ibn Yusuf dengan lafadz “21
raka’at” (sanad shahih).

Al Baihaqi dalam As Sunan dan Al Firyabi dalam Ash Shiyam meriwayatkan dart
jalur Yazid Ibn Khushaifah dart Saib Ibn Yazid, bahwa – mereka- pada zaman
Umar di bulan Ramadhan shalat tarawih 20 raka’at. Mereka membaca ratusan

26
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

ayat, dan bertumpu ‘pada tongkat pada zaman Utsman, karena terlalu lama
berdiri.

Riwayat ini dishahihkan oleh Imam Al Nawawi, Al Zaila’i, Al Aini, Ibn Al Iraqi,
Al Subkhi, As Suyuthi, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, dan lain-lain.

Sementara itu Syaikh Al Albani menganggap, bahwa dua riwayat ini bertentangan
dengan riwayat sebelumnya, tidak bisa dijama’ (digabungkan). Maka beliau
memakai metode tarjih (memilih riwayat yang shahih dan meninggalkan yang
lain).

Beliau menyatakan, bahwa Muhammad Ibn Yusuf perawi yang tsiqah tsabt
(sangat terpercaya), telah meriwayatkan dart Saib Ibn Yazid 11 raka’at.
Sedangkan Ibn Khushaifah yang hanya pada peringkat tsiqah (terpercaya)
meriwayatkan 21 raka’at. Sehingga hadits Ibn Khushaifah ini -menurut beliau-
adalah syadz (asing, menyalahi hadits yang lebih shahih). 15

Perlu diketahui, selain Ibn Khushaifah tadi, ada perawi lain, yaitu Al Harits Ibn
Abdurrahman Ibn Abi Dzubab yang meriwayatkan dart Saib Ibn Yazid, bahwa
shalat tarawih pada masa Umar 23 raka’at. (HR Abdurrazzaq). 16

Selanjutnya 23 raka’at diriwayatkan juga dari Yazid Ibn Ruman secara mursal,
karena ia tidak menjumpai zaman Umar.

Yazid Ibn Ruman adalah mawla (mantan budak) sahabat Zubair Ibn Al Awam (36
H), ia salah seorang qurra’ Madinah yang tsiqat tsabt (meninggal pada tahun 120
atau 130 H). Ia memberi pernyataan, bahwa masyarakat (Madinah) pada zaman
Umar telah melakukar qiyam Ramadhan dengan bilangan 23 raka’at, 17

7 Bagaimana Jalan Keluarnya?

Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat di atas dengan metode al jam’u, bukan metode
at tarjih, sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Al Albani. Dasar pertimbangan jumhur
adalah:

1. Riwayat 20 (21, 23) raka’at adalah shahih.


2. Riwayat 8 (11, 13) raka’at adalah shahih.
3. Fakta sejarah menurut penuturan beberapa tabi’in dan ulama salaf.
4. Menggabungkan riwayat-riwayat tersebut adalah mungkin, maka tidak perlu
pakai tarjih, yang konsekuensinya adalah menggugurkan salah satu riwayat yang
shahih.

8 Beberapa Kesaksian Pelaku Sejarah

1. Imam Atho’ Ibn Abi Rabah mawla Quraisy, 18 lahir pada masa Khilafah Utsman
(antara tahun 24 H sampai 35 H), yang mengambil ilmu dari Ibn Abbas, (wafat 67

27
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

/ 68 H), Aisyah dan yang menjadi mufti Mekkah setelah Ibn Abbas hingga tahun
wafatnya 114 H, memberikan kesaksian:

“Saya telah mendapati orang-orang (masyarakat Mekkah) pada malam


Ramadhan shalat 20 raka’at dan 3 raka’at witir.” 19

1. Imam Nafi’ Al Qurasyi, 20 telah memberikan kesaksian sebagai berikut:

“Saya mendapati orang-orang (masyarakat Madinah); mereka shalat pada


bulan Ramadhan 36 raka’at dan witir 3 raka’at.” 21

1. Daud Ibn Qais bersaksi,

“Saya mendapati orang-orang di Madinah pada amasa pemerintahan Aban


Ibn Utsman Ibn Affan Al Umawi (Amir Madinah, wafat 105 H) dan
Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (Al Imam Al Mujtahid, wafat 101 H)
melakukan qiyamulail (Ramadhan) sebanyak 36 raka’at ditambah 3 witir.”
22

1. Imam Malik Ibn Anas (wafat 179 H) yang menjadi murid Nafi’ berkomentar,

“Apa yang diceritakan oleh Nafi’, itulah yang tetap dilakukan oleh
penduduk Madinah. Yaitu apa yang dulu ada pada zaman Utsman Ibn
Affan. 23

1. Imam Syafi’i, 24 mengatakan,

“Saya menjumpai orang-orang di Mekkah. Mereka shalat (tarawih, red.)


23 raka’at. Dan saya melihat penduduk Madinah, mereka shalat 39
raka’at, dan tidak ada masalah sedikitpun tentang hal itu.” 25

9 Beberapa Pemahaman Ulama Dalam Menggabungkan Riwayat-Riwayat Shahih


Di Atas

1. Imam Syafi’i, setelah meriwayatkan shalat di Mekkah 23 raka’at dan di Madinah


39 raka’at berkomentar,

“Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan


sujudnya, maka itu bagus. Dan seandainya mereka memperbanyak sujud
dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tetapi yang pertama lebih
aku sukai.” 26

1. Ibn Hibban (wafat 354 H) berkata,

“Sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka’at dengan bacaan


yang sangat pan fang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka

28
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

meringankan bacaan dan menambah bilangan raka’at, menjadi 23 raka’at


dengan bacaan sedang. Setelah itu mereka meringankan bacaan dan
menjadikan tarawih dalam 36 raka’at tanpa with.” 27

1. Al Kamal Ibnul Humam mengatakan,

“Dalil-dalil yang ada menunjukkan, bahwa dari 20 raka’at itu, yang


sunnah adalah seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi, sedangkan
sisanya adalah mustahab.” 28

1. Al Subkhi berkata,

“Tarawih adalah termasuk nawafil. Terserah kepada masing-masing, ingin


shalat sedikit atau banyak. Boleh jadi mereka terkadang memilih bacaan
panjang dengan bilangan sedikit, yaitu 11 raka’at. Dan terkadang mereka
memilih bilangan raka’at banyak, yaitu 20 raka’at daripada bacaan
panjang, lalu amalan ini yang terus berjalan.” 29

1. Ibn Taimiyah berkata,

“Ia boleh shalat tarawih 20 raka’at sebagaimana yang mashur dalam


madzhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 raka’at sebagaimana yang
ada dalam madzhab Malik. Boleh shalat 11 raka’at, 13 raka’at. Semuanya
baik. Jadi banyaknya raka’at atau’ sedikitnya tergantung lamanya bacaan
dan pendeknya.”

Beliau juga berkata,

“Yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang
shalat. Jika mereka kuat 10 raka’at ditambah witir 3 raka’at sebagaimana
yang diperbuat oleh Rasul di Ramadhan dan di luar Ramadhan- maka ini
yang lebih utama. Kalau mereka kuat 20 raka’at, maka itu afdhal dan
inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah
pertengahan antara 10 dan 40.

Dan jika ia shalat dengan 40 raka’at, maka boleh, atau yang lainnya juga
boleh. Tidak dimaksudkan sedikitpun dari hal itu, maka barangsiapa
menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu,
tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah.” 30

1. Al Tharthusi (451-520 H) berkata,

Para sahabat kami (Malikiyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa
menyatukan semua riwayat. Mereka berkata,

29
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

“Mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 raka’at


dengan bacaan yang amat panjang. Pada raka’at pertama, imam membaca
sekitar dua ratus ayat, karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam
shalat.

Tatkala masyarakat tidak lagi kuat menanggung hal itu, maka Umar
memerintahkan 23 raka’at demi meringankan lamanya bacaan. Dia
menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan raka’at. Maka mereka
membaca surat Al Baqarah dalam 8 raka’at atau 12 raka’at sesuai dengan
hadits al a’raj tadi.”

Telah dikatakan, bahwa pada waktu itu imam membaca antara 20 ayat hingga 30
ayat. Hal ini berlangsung terus hingga yaumul Harrah, 31 maka terasa berat bagi
mereka lamanya bacaan. Akhirnya mereka mengurangi bacaan dan menambah
bilangannya menjadi 36 raka’at ditambah 3 witir. Dan inilah yang berlaku
kemudian.

Bahkan diriwayatkan, bahwa yang pertama kali memerintahkan mereka shalat 36


raka’at ditambah dengan 3 witir ialah Khalifah Muawiyah Ibn Abi Sufyan (wafat
60 H). Kemudian hal tersebut dilakukan terus oleh khalifah sesudahnya.

Lebih dari itu, Imam Malik menyatakan, shalat 39 raka’at itu telah ada semenjak
zaman Khalifah Utsman. Kemudian Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (wafat 101 H)
memerintahkan agar imam membaca 10 ayat pada tiap raka’at.

Inilah yang dilakukan oleh para imam, dan disepakati oleh jama’ah kaum
muslimin, maka ini yang paling utama dari segi takhfif (meringankan). 32

1. Ada juga yang mengatakan, bahwa Umar memerintahkan kepada dua sahabat,
yaitu “Ubay bin Ka’ab 45 dan Tamim Ad Dad, agar shalat memimpin tarawih
sebanyak 11 raka’at, tetapi kedua sahabat tersebut akhirnya memilih untuk shalat
21 atau 23 raka’at. 33
2. Al Hafidz Ibn Hajar berkata,

“Hal tersebut dipahami sebagai variasi sesuai dengan situasi, kondisi dan
kebutuhan manusia. Kadang-kadang 11 raka’at, atau 21, atau 23 raka’at,
tergantung kesiapan dan kesanggupan mereka. Kalau 11 raka’at, mereka
memanjangkan bacaan hingga bertumpu pada tongkat. Jika 23 raka’at,
mereka meringankan bacaan supaya tidak memberatkan jama’ah. 34

1. Imam Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan:

“Diantara perkara yang terkad nng samar bagi sebagian orang adalah
shalat tarawih Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh
kurang dari 20 raka’at. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh

30
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

lebih dari 11 raka’at atau 13 raka’at. Ini semua adalah persangkaan yang
tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil.

Hadits-hadits shahih dari Rasulullah telah menunjukkan, bahwa shalat


malam itu adalah muwassa’ (lelunsa, lentur, fleksibei). Tidak ada batasan
tertentu yang kaku. yang tidak boleti dilanggar.

Bahkan telah shahih dari Nabi, bahwa beliau shalat malam 11 raka’at,
terkadang 13 raka’at, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun
di luar Ramadhan. Ketika ditanya tentang sifat shalat malam, beliau
menjelaskan:

dua rakaat-dua raka’at, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka
shalatlah satu raka’at witir, menutup shalat yang ia kerjakan. ” (HR
Bukhari Muslim).

Beliau tidak membatasi dengan raka’at-raka’at tertentu, tidak di


Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Karena itu, para sahabat pada masa
Umar di sebagian waktu shalat 23 raka’at dan pada waktu yang lain 11
raka’at. Semua itu shahih dari Umar dan para sahabat pada zamannya.

Dan sebagian salaf shalat tarawih 36 raka’at ditambah witir 3 raka’at.


Sebagian lagi shalat 41 raka’at. Semua itu dikisahkan dari mereka oleh
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan ulama lainnya. Sebagaimana beliau juga
menyebutkan, bahwa masalah ini adalah luas (tidak sempit).

Beliau juga menyebutkan, bahwa yang afdhal bagi orang yang


memanjangkan bacaan, ruku’. sujud, ialah menyedikitkan bilangan
raka’at(nya). Dan bagi yang meringankan bacaan, ruku’ dan sujud (yang
afdhal) ialah menambah raka’at(nya). Ini adalah makna ucapan beliau.

Barang siapa merenungkan sunnah Nabi, ia pasti mengetahui, bahwa yang


paling afdhal dari semi In itu ialah 11 raka’at atau 13 raka’at. di
Ramadhan atau di luar Ramadhan.

Karena hal itu yang sesuai dengan perbuatan Nabi dalam kebiasaannya.
Juga karena lebih ringan bagi jama’ah. Lebih dekat kepada khusyu’ dan
tuma’ninah. Namun, barangsiapa menambah (raka’at), maka tidak
mengapa dan tidak makruh, seperti yang telah talu.” 35

10 Kesimpulan

Maka berdasarkan paparan di atas, saya bisa mengambil kesimpulan, antara lain:

1. Shalat tarawih merupakan bagian dari qiyam Ramadhan, yang dilakukan setelah
shalat Isya’ hingga sebelum fajar, dengan dua raka’at salam dua raka’at salam.

31
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Shalat tarawih memiliki keutamaan yang sangat besar. Oleh karena itu, Nabi
menganjurkannya -dan para sahabat pun menjadikannya- sebagai syiar
Ramadhan.

1. Shalat tarawih yang lebih utama sesuai dengan Sunnah Nabi, yaitu bilangannya
11 raka’at. Inilah yang lebih baik. Seperti ucapan Imam Malik,

“Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan, ialah shalat yang
diperintahkan oleh Umar, yaitu 11 raka’at, yaitu (cara) shalat Nabi.
Adapun 11 adalah dekat dengan 13.” 36

1. Perbedaan tersebut bersifat variasi, lebih dari 11 raka’at adalah boleh, dan 23
raka’at lebih banyak diikuti oleh jumhur ulama, karena ada asalnya dari para
sahabat pada zaman Khulafaur Rasyidin, dan lebih ringan berdirinya dibanding
dengan 11 raka’at.
2. Yang lebih penting lagi adalah prakteknya harus khusyu’, tuma’ninah. Kalau bisa
lamanya sama dengan tarawihnya ulama salaf, sebagai pengamalan hadits
“Sebaik-baik shalat adalah yang panjang bacaanya”.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Jika benar, maka itu dari Allah. Dan jika salah, maka itu
murni dari al faqir. Ya Allah bimbinglah kami kepada kecintaan dan ridhaMu. Dan
antarkanlah kami kepada Ramadhan dengan penuh aman dan iman, keselamatan dan
Islam.

Maraji’

1. Shahih Bukhari.
2. Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Bandung.
3. Sunan Abu Daud, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
4. Sunan Tirmidzi, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
5. Sunan Ibn Majah, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
6. Sunan Nasa’i, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
7. Al Majmu’, An Nawawi, Darul Fikr.
8. Fath Al Aziz, Ar Rafi’i, Darul Fikr (dicetak bersama Al Majmu’).
9. At Tamhid, lbn Abdil Barr, tahgiq Muhammad Abdul Qadir Atha, Maktabah Abbas Ahmad Al
Bazz, Mekkah.
10. Fathul Bari, Ibn Hajar, targim Muhammad Fuad Abdul Baqi.
11. Asy Syarhul Kabir, Ibn Qudamah, tahgiq Dr. Abdullah At Turkiy, Hajar, Jizah.
12. Al Hawadits Wal Bida’, Abu Bakar Ath Tharthusi, tahgiq Abdul Majid Turki, Darul Gharb Al
Islami.
13. Tanbihul Ghafilin, As Samarqandi, tahgiq Abdul Aziz Al Wakil, Darusy Syuruq, Jeddah
14. Al Hawi Li AI Fatawa, As Suyuthi, Darul Fikr, Beirut.
15. Shalat At Tarawih, Al Alban!, Al Maktab Al Islami, Beirut.
16. Fatwa Lajnah Daimah, tartib Ahmad Ad Duwaisi, tartib Adil Al Furaidan.
17. AI Muntaqa Min Fatawa Al Fawzan.
18. Al Ijabat Al Bahiyyah, Al Jibrin, i’dad dan tahrij oleh Saad As Sa’dan, Darul Ashimah, Riyadh.
19. Majalis Ramndhan, Ibn Utsaimin.
20. Faidh Al Rahim, Ath Thayyar, Maktabah At Taubah, Riyadh.
21. Ash Shalah, Ath Thayyar, Darul Wathan, Riyadh.
22. Durus Ramadhan, Salman Al Audah, Darul Wathan, Riyadh.
23. Majmu’ Fatawa, Ibn Taimiyah.

32
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

24. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fikr, Beirut.


25. Al Fatawa Al Haditsiyah, Ibn Hajar Al-Haitsami.

Catatan Kaki

…1

Ash Shalah, 309; At Tamhid, 5/251; Al Hawadits, 140-143; Fathul Bari, 4/250; Al Ijabat Al
Bahiyyah, 18; Al Muntaqa, 4/49-51.

…2

Fathul Bari 4/251; Tanbihul Ghafilin 357-458; Majalis Ramadhan, 58; At Tamhid, 3/320; AI
Ijabat Al Bahiyyah, 6.

…3

At Tamhid, 3/311-317: Sunan Abi Daud, 166.

…4

HR Ahmad, Ibnu Majah. Al Bazzar, Abu Ya’la dan Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Abu
Hurairah.

…5

Lihat Sunan lbn Majah, 146,147; Al Ijabat Al Bahiyyah, 8-10.

…6

HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i, dan lain-lain, Hadits shahih. Lihat Al
ljabat Al Bahiyyah, 7.

.7

HR. Nasa’i, Ahmad, Al Hakim. (hadits ini) shahih.

…8

HR Nasai, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad. (hadits ini) shahih.

…9

HR Abu Daud dan Al Baihaqi, ia berkata: Mursal hasan. Syaikh Al Albani berkata,

“Telah diriwayatkan secara mursal dari jalan lain dari Abu Hurairah, dengan sanad yang
tidak bermasalah (bisa diterima).” (Shalat At Tarawih, 9).

33
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

…10

seorang tabi’in Madinah, wafat 117 H.

…11

Fathul Bari, 4/250-254; Shalat At Tarawih, 11; Al ljabat Al Bahiyyah, 15-18; Al Majmu’,
4/34.

.12

HR Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah, dihasankan oleh Al Albani. Shalat At
Tarawih, 18; Fath Al Aziz 4/265.

…13

HR Abu Ya’la, Thabrani dan Ibn Nashr, dihasankan oleh Al Haitsami dan Al Albani. Lihat
Shalat At-Tarawih, 68.

…14

Fathul Bari, 4/254; Al Hawi. 1/413; Al Fatawa Al Haditsiyah, 1.195: Shalat At Tarawih, 19-
21.

.15

Al Majmu’, 4/32; Shalat At Tarawih, 46; Al Ijabat Al Bahiyyah. 16-18.

…16

Lihat At Tamhid 3/518-519.

…17

HR Malik, Al Firyabi, Ibn Nashr dan Al Baihaqi. Lihat Shalat At Tarawih, 53; Al Ijabat Al
Bahiyyah, 16; At Tamhid, 9/332, 519; Al Hawadits, 141.

.18

mawla Quraisy

budak yang dimerdekakan oleh Quraisy.

…19

Fathul Bari, 4/235.

…20

mawla (mantan budak) Ibn Umar (wafat 73 H), mufti Madinah yang mengambil ilmu dari Ibn
Umar, Abu Said, Rail’ Ibn Khadij, Aisyah, Abu Hurairah dan Ummu Salamah, yang dikirim oleh

34
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Khalifah Umar bin Abdul Aziz ke Mesir sebagai da’i dan meninggal di Madinah pada tahun 117
H.

…21

Al Hawadits, 141; Al Hawi, 1/415.

…22

Fathul Bari, 4/253.

…23

Al Hawadits, 141.

…24

murid Imam Malik yang hidup antara tahun 150 hingga 204 H.

…25

Sunan Thmidzi, 151; Fath Al Aziz, 4/266; Fathul Bari, 4/23.

…26

Fathul Bari, 4/253.

…27

Fiqhus Sunnah, 1/174.

…28

Ibid, 1/175.

…29

Al Hawi, 1/417.

…30

Majmu’ Al Fatawa, 23/113; Al Ijabat Al Bahiyyah, 22; Faidh Al Rahim Al Kalman, 132;
Durus Ramadhan, 48.

…31

yaumul Harrah

penyerangan terhadap Madinah oleh Yazid Ibn Mu’awiyyah, tahun 60 H.

…32

35
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Lihat Al Hawadits, 143-145.

…33

Durus Ramadhan, 47.

…34

Fathul Bari, 4/253.

…35

Al Ijabat Al Bahiyyah, 17-18. Lihat juga Fatawa Lajnah Daimah, 7/194-198.

…36

Al Hawadits, 141.

Dikutip dari majalah As-Sunnah 07/VII/1424H hal 33 – 34

============================== RISALAH KE-3


=============================
Shalat Tarawih

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun
(kepada Allah)". (Adzariyat: 17-18).
Sanjungan dan pujian dari Allah bagi yang senantiasa mendirikan shalat di malam hari.

Hukum dan Bilangan Shalat Tarawih

Shalat tarawih hukumnya sunnah, lebih utama berjama'ah, demikian pendapat masyhur
yang dilaksanakan oleh para sahabat, ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat ini
tidak ada batasan bilangannya, yaitu boleh dikerjakan dengan 20 (dua puluh) raka'at, 11
(sebelas), atau 13 (tiga belas) raka'at. Akan tetapi lebih baik apabila shalat tarawih
dilakukan dengan 11 (sebe-las) raka'at, dikarenakan beberapa hal:

• Para sahabat Nabi shalat dengan 11 raka'at, padahal mereka adalah generasi
terbaik yang lebih mengetahui tentang Al Qur'an dan As Sunnah. Dari Imam
Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Sa'id bin Yazid, ia berkata: "Umar bin
Khaththab memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dariy supaya keduanya
shalat mengimami manusia dengan 11 raka'at" (HR Malik dalam Muwaththa:
1/115).

36
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

• Adanya hadits shahih 'Aisyah berkata: "Tidaklah Rasulullah shalat (sunnah) pada
bulan Ramadhan dan tidak pula (sunnah) lainnya lebih dari sebelas raka'at" (HR
Bukhari dan Muslim).

Jabir bin Abdullah berkata: "Sesungguhnya Nabi menghidupkan malam


Ramadhan (lalu) shalat dengan delapan raka'at lalu witir" (HR Ibnu Hibban).

• Dalam shalat diharuskan untuk khusyu', tuma'ninah, dihayati, serta membacanya


dengan tartil. Akan tetapi fenomena yang ada pada sebagian kaum muslimin
adalah tanpa tuma'-ninah, tergesa-gesa, tidak tartil dalam melaksanakan shalat
tarawih, semua ini tidak tercapai dikarenakan jumlah yang terlalu banyak (23
raka'at).

• Derajat hadits shalat tarawih 23 raka'at, adalah dho'if (lemah) sehingga tidak
dapat dijadikan dasar hukum dalam beramal.
Mereka berdasar pada hadits: "Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Nabi shalat di
bulan Ramadhan dua puluh raka'at (tidak termasuk witir)" (HR Ibnu Abi Syai-
bah, Thabrani, Baihaqi, dan lain-lain).
Dalam riwayat lain ada tambahan: "Dan (Nabi) witir (setelah shalat dua puluh
raka'at)"

Riwayat ini semuanya dari jalan Abu Syaibah yang namanya Ibrahim bin Utsman
dari Al-Hakam dari Miqsam dari Ibnu Abbas.

Imam Baihaqi berkata: "Abu Syai-bah menyendiri dengannya dan dia itu lemah"

Imam Al Haitsami berkata: "Sesungguhnnya Abu Syaibah ini lemah" (Kitab


Majmauz Zawaid 3/172)

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Isnadnya dhoif" (Kitab Al Fath - Syarah Bukhari).
Al Hafidz Zaila'i telah melemahkan isnadnya (Kitab Nashbur Rayah 2/153)

Imam Shan'ani berkata: "Tidak ada yang sah dari Nabi shalat di bulan Ramadhan
dengan dua puluh raka'at" (Kitab Subulus Salam).

Syaikh Al Albany mengatakan: Maudhu' (hadits palsu) (Kitab Silsilah Hadits


Dhoif wal Maudhu' & Irwaul Ghalil)

Keterangan Ulama Ahlu Hadits tentang hadits 23 raka'at:

• Imam Ahmad, Abu Dawud, Muslim, Yahya dan Ad Daruquthni berkata:


"(Derajatnya) lemah"
• Imam At Tirmidzi: Hadits Mungkar
• Imam Bukhari: Ulama ahli hadits diam tentangnya
• Imam Nasa'i: Matrukul hadits (hadits-nya ditinggalkan)

37
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

• Imam Abu Hatim: Hadits lemah, ulama diam tentangnya dan ahli hadits
meninggalkan haditsnya.

Kesimpulan :
Riwayat yang menerangkan bahwa di zaman Umar bin Khaththab, bahwa para sahabat
shalat tarawih 23 raka'at tidak ada satupun yang shahih. Bahkan dari riwayat yang shahih
kita ketahui bahwa Umar bin Khaththab mengerjakan shalat tarawih dengan 11 raka'at
sesuai dengan contoh Rasulullah shalallahu 'alahi wa salam.

Adapun hadits yang diriwayatkan dari Yazid bin Ruman: "Adalah manusia pada zaman
Umar bin Khaththab mereka shalat (Tarawih) di bulan Ramadhan 23 raka'at" (HR Malik).

Keterangan:
Hadits ini tidak sah sebab terputus sanadnya, karena Yazid bin Ruman yang
meriwayatkan hadits ini tidak bertemu (tidak sezaman) dengan Umar bin Khaththab,
sanadnya terputus, dalam ilmu musthalah hadits termasuk hadits dho'if (lemah).Hadits di
atas bertentangan dengan riwayat yang shahih.

Setelah kita mengetahui keshahihan dasar hukum dari hadits-hadits yang shahih maka
tidak ada jalan lain bagi kita untuk mengikuti yang haq dari Al Qur'an dan As sunnah.

============================== RISALAH KE-4


=============================
Hadits pertama:

Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Nabi s.a.w shalat dibulan Ramadlan


20
rakaat." (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Thabrani di kitab Al-
Mu'jam
Kabir dan lain-lain.)

Diriwayat lain ada tambahan: "Dan (Nabi s.a.w.) witir (setelah


shalat 20
rakaat).

Riwayat semua dari jalan: Abu Syaibah yang namanya Ibrahim bin
Utsman
dari al-Hakam dari Miqsam dari Ibnu Abbas.

Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Bani mengatakan: "Maudhu" ( hadits


palsu).

38
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Hadits kedua:

Dari Yazid bin Ruman, ia berkata: "Adalah manusia pada zaman Umar
bin
Khatab, mereka shalat (tarawih) dibulan Ramadhan 23 rakaat."

(HR. Imam Malik di kitab al-Muwaththa 1/115)

Penulis (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berkata: Hadits ini tidak
sah; tidak
sah karena ada 2 penyakit.

Ke-1. Munqati (terputus sanadnya). Karena Yazid bin Ruman tidak


seZAMAN
dengan Umar bin Khatab. Begitu juga yang dikatakan Imam Baihaqi. Karena
sanadnya terputus maka hadits diatas TIDAK BOLEH diamalkan.

Ke-2. Riwayat diatas bertentangan dengan riwayat yang sudah


SHOHIH dibwah
ini.

Dari Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Said bin Yazid, ia
berkata:
"Umar bin Khatab telah memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim ad-Daariy
supaya
keduanya shalat mengimami manusia dengan SEBELAS REKAAT.

Keterangan:

Sanad hadits diatas shohih, karena: Imam Malik seorang Imam Besar
terpercaya. Dan Muhammad bin Yusuf seorang periwayat yang dipakai oleh
Imam
Bukhari dan Muslim. Juga Yazid bin Yazid seZAMAN dengan Umar bin Khatab.

Kesimpulan:

Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa Nabi s.a.w. shalat di


bulan

39
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Ramadhan 20 rakat atau 21 rakaat, atau 23 rakaat tidak ada satupun yang
sah.

Sumber:

al-Masail jilid.3 oleh: Abdul Hakim bin Amir Abdat-pemeliti


hadits
Indonesia)

============================== RISALAH KE-5


=============================

SHALAT TARAWIH

Penulis: Al-Ustadz Hariyadi, Lc

.: :.
Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari

‫تَرْ ِويْحَ ٌة‬


yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Dan

ٌ‫تَرْ ِويْحَة‬

pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah
melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)

Shalat yang dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan


dinamakan tarawih. (Syarh Shahih Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294). Karena para
jamaah yang pertama kali bekumpul untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali
salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan
2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Hukum Shalat Tarawih

Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh Al-
Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi
wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

ِ‫ن ذَ ْنبِه‬
ْ ِ‫حتِسَابًا غُ ِفرَ لَ ُه مَا تَ َقدّ َم م‬
ْ ‫مَنْ قَامَ َرمَصَانَ ِإ ْيمَانًا وَا‬

40
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

“Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan


dari Allah ta’ala , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)

“Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah
bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim,
6/282). Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya
hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim (5/140) dan Al-Majmu’ (3/526).

Ketika Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat


tarawih maka Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas kembali tentang hal
tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan
shalat tarawih dan bukanlah yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh
dengan melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul
Bari, 4/295)

Mana yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di
rumah?

Dalam masalah ini terdapat dua pendapat:

Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara berjamaah.

Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat
Abu Hanifah dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hal. 90) dan disebutkan
pula oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/605) dan Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf
(2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan lainnya, sebagaimana yang telah
disebutkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (6/282).

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula
yang dipegang Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, beliau berkata:
“Disyariatkan shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih
dengan berjamaah) lebih utama daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu
Ramadhan, hal.19-20).

Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan sendiri-sendiri.

Pendapat kedua ini adalah pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian
pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh
Shahih Muslim, 6/282).

Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

Dasar pendapat pertama:

1. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:

41
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

ّ‫ ثُم‬،ُ‫ ثُمّ صَلّى مِنَ ا ْلقَابِلَ ِة َف َكثُرَ النّاس‬،ٌ‫لتِ ِه نَاس‬ َ َ‫جدِ َفصَلّى بِص‬ ِ ْ‫أَنّ رَسُوْلَ الِ صَلّى الُ عََليْهِ وَسَلّ َم ذَاتَ َليْلَ ٍة فِي ا ْل َمس‬
‫ َقدْ رََأيْتُ اّلذِي‬:َ‫صبَحَ قَال‬ ْ ‫ فََلمّا َأ‬.َ‫خرُجْ إَِل ْيهِمْ رَسُوْلُ الِ صَلّى الُ عََليْهِ وَسَلّم‬ ْ َ‫ج َت َمعُوا مِنَ الّليْلَةِ الثّاِلثَةِ أَوِ الرّا ِبعَ ِة فَلَ ْم ي‬
ْ‫ا‬
َ‫ َوذَِلكَ ِفيْ َرمَضَان‬.ْ‫ن تُ ْفرَضَ عََل ْيكُم‬ ْ َ‫شيْتُ أ‬ِ َ‫ وََل ْم َيمْ َن ْعنِي مِنَ الْخُرُ ْوجِ إَِل ْيكُمْ ِإلّ َأنّي خ‬،ْ‫ص َنعْتُم‬ َ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid
lalu para shahabat mengikuti shalat beliau n, kemudian pada malam berikutnya (malam
kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n),
kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau
shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian
lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya
aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan
Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)

• Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terkandung bolehnya


shalat nafilah (sunnah) secara berjamaah akan tetapi yang utama adalah shalat sendiri-
sendiri kecuali pada shalat-shalat sunnah yang khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat
gerhana serta shalat istisqa’, dan demikian pula shalat tarawih menurut jumhur ulama.”
(Syarh Shahih Muslim, 6/284 dan lihat pula Al-Majmu’, 3/499;528)

• Tidak adanya pengingkaran Nabi shallallahu alaihi wasallam terhadap para shahabat
yang shalat bersamanya (secara berjamaah) pada beberapa malam bulan Ramadhan. (Al-
Fath, 4/297 dan Al-Iqtidha’, 1/592)

2. Hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:

ٍ‫سبَ لَ ُه ِقيَامُ َليْلَة‬


ِ ُ‫حتّى َينْصَ ِرفَ ح‬
َ ِ‫لمَام‬
ِ ‫جلَ ِإذَا صَلّى مَعَ ْا‬
ُ ّ‫إِنّ الر‬

“Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung
baginya (makmum) qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai
dan Ibnu Majah)

Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi
Dawud (1/380). Berkenaan dengan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan:
“Dan hadits ini adalah khusus pada qiyamu Ramadhan (tarawih).” (Al-Mughni, 2/606)

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Apabila permasalahan seputar antara shalat


(tarawih) yang dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan shalat
(yang dilaksanakan) pada akhir malam secara sendiri-sendiri maka shalat (tarawih)
dengan berjamaah lebih utama karena terhitung baginya qiyamul lail yang sempurna.”
(Qiyamu Ramadhan, hal. 26)

3. Perbuatan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dan para shahabat lainnya
radiyallahu 'anhum 'ajma'in (Syarh Shahih Muslim, 6/282), ketika ‘Umar bin Al-

42
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan
Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat
secara berjamaah kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jamaah dan
dipilihlah Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu sebagai imam (lihat Shahih Al-Bukhari pada
kitab Shalat Tarawih).

4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan
shalat ‘Ied. (Syarh Shahih Muslim, 6/282)

5. Karena shalat berjamaah yang dipimpin seorang imam lebih bersemangat bagi
keumuman orang-orang yang shalat. (Fathul Bari, 4/297)

Dalil pendapat kedua:

Hadits dari shahabat Zaid bin Tsabit z, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian! Sesungguhnya shalat yang paling
utama adalah shalatnya seseorang yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat yang
diwajibkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yang
dilaksanakan di rumah dengan sendiri-sendiri dan tidak dikerjakan secara berjamaah.
(Nashbur Rayah, 2/156 dan Syarh Shahih Muslim, 6/282)

Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama karena hujjah-
hujjah yang telah tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap
dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat kedua adalah:

• Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk


mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah para shahabat
sempat beberapa malam mengikuti shalat malam secara berjamaah bersama Nabi
shallallahu 'alaihi wassallam), karena kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam
akan diwajibkannya shalat malam secara berjamaah (Fathul Bari, 3/18) dan kalau tidak
karena kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para shahabat (untuk
shalat tarawih secara berjamaah) (Al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab ini (kekhawatiran beliau
shallallahu alaihi wasallam akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan wafatnya Nabi n.
(Al-‘Aun, 4/248 dan Al-Iqtidha’, 1/595), karena dengan wafatnya beliau shallallahu alaihi
wasallam maka tidak ada kewajiban yang baru dalam agama ini.

Dengan demikian maka pemegang pendapat pertama telah menjawab terhadap dalil yang
digunakan pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam.

Waktu Shalat Tarawih

Waktu shalat tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam:

43
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

ِ‫جر‬
ْ َ‫لةِ ا ْلعِشَاءِ إِلَى صَلَةِ الْف‬
َ َ‫إِنّ الَ زَادَكُمْ صَلَةً وَهِيَ الْ ِوتْ ُر فَصَلّوْهَا ِف ْيمَا َبيْنَ ص‬

“Sesungguhnya Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir.
Maka lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR. Ahmad,
Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Hadits) ini sanadnya shahih”,
sebagaimana dalam Ash-Shahihah, 1/221 no.108)

Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih

Kemudian untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan:

1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
pada bulan Ramadhan, beliau menjawab:

ً‫عشْرَةَ َر ْكعَة‬
َ ‫حدَى‬
ْ ِ‫غيْرِهِ عَلَى إ‬
َ ْ‫ل فِي‬
َ ‫ن يَ ِزيْ ُد فِيْ َر َمضَانَ َو‬
َ ‫ مَا كَا‬...

“Tidaklah (Rasulullah n) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak
pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat
shalat malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah beliau saksikan sendiri
yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yang paling
mengetahui tentang keadaan Nabi shallallahu alaihi wasallam di malam hari dari
lainnya.” (Fathul Bari, 4/299)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat


tarawih) adalah 11 rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti
Rasulullah n, maka sesungguhnya beliau shallallahu alaihi wasallam tidak melebihi 11
rakaat sampai beliau shallallahu alaihi wasallam wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 22)

2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:

ً‫شرَةَ َر ْكعَة‬
ْ َ‫حدَى ع‬
ْ ِ‫س بِإ‬
ِ ‫ن يَقُ ْومَا لِلنّا‬
ْ َ‫ن َكعْبٍ َو َتمِ ْيمًا الدّارِيّ أ‬
َ ْ‫ي ب‬
ّ َ‫عمَ ُر بْنُ ا ْلخَطّابِ ُأب‬
ُ َ‫َأمَر‬

“’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan
Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam
Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqani, 1/361 no. 249)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata dalam Al-Irwa (2/192) tentang


hadits ini: “(Hadits) ini isnadnya sangat shahih.” Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin
rahimahullah berkata: “Dan (hadits) ini merupakan nash yang jelas dan perintah dari
‘Umar z, dan (perintah itu) sesuai dengannya radhiyallahu ‘anhu karena beliau termasuk
manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As Sunnah, apabila
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melebihkan dari 11 rakaat maka
sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu akan berpegang

44
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

teguh dengan jumlah ini (yaitu 11 rakaat).” (Asy-Syarhul Mumti’)

Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlahnya 23 rakaat adalah
pendapat yang lemah karena dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat ini hadits-
hadits yang lemah. Di antara hadits-hadits tersebut:

1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata:

ً‫ن ِبثَلَثٍ وَعِشْ ِريْنَ َر ْكعَة‬


َ ‫ب فِيْ َر َمضَا‬
ِ ‫عمَ َر بْنِ ا ْلخَطّا‬
ُ ِ‫س يَ ُق ْومُوْنَ ِفيْ َزمَان‬
ُ ‫كَانَ النّا‬

“Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin Al-
Khaththab radhiyallahu ‘anhu 23 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa
Ma’a Syarh Az-Zarqaani, 1/362 no. 250)

Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata: “Yazid bin Ruman tidak menemui masa
‘Umar radiyallahu 'anhu”. (Nukilan dari kitab Nashbur Rayah, 2/154) (maka sanadnya
munqothi/terputus, red).

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah men-dha’if-kan hadits ini sebagaimana


dalam Al-Irwa (2/192 no. 446).

2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas
radiyallahu 'anhu :

َ‫ش ِريْنَ َر َكعَةَ وَالْ ِوتْر‬


ْ ِ‫ن يُصَلّى فِيْ َر َمضَانَ ع‬
َ ‫سلّ َم كَا‬
َ َ‫أَنّ ال ّنبِيّ صَلّى الُ عََليْهِ و‬

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan
witir.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Awsath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no.
798, dan dalam Al-Mu’jamul Kabir, 11/311 no. 12102)

Al-Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini
dari Hakam kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali
dengan sanad ini saja.” (Al-Mu’jamul Ausath, 1/244)

Dalam kitab Nashbur Rayah (2/153) dijelaskan: “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman
adalah perawi yang lemah menurut kesepakatan, dan dia telah menyelisihi hadits yang
shahih riwayat Abu Salamah, sesungguhnya beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha : “Bagaimana shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan?
(yaitu dalil pertama dari pendapat yang pertama).” Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (Adh-Dha’ifah, 2/35 no. 560
dan Al-Irwa, 2/191 no. 445)

Sebagai penutup kami mengingatkan tentang kesalahan yang terjadi pada pelaksanaan
shalat tarawih yaitu dengan membaca dzikir-dzikir atau doa-doa tertentu yang dibaca
secara berjamaah pada tiap-tiap dua rakaat setelah salam. Amalan ini adalah amalan yang
bid’ah (tidak diajarkan oleh nabi shallallahu 'alaihi wassallam).

45
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Wallahu a’lam

================================= RISALAH KE-6


============================

Sholat Tarawih: 11 atau 23 Rakaat?

Assalamualaikum. Wr. Wb

Bulan Ramadhan hampir tiba, yang menjadi pertanyaan saya adalah mengenai sholat
tarawih, mana yang lebih abdol 11 rakaat atau 23 rakaat karena masalahnya
menjadi polemit di tempat tinggal saya ada yang melakukan 11 rakaat dan juga ada
yang melakukan 23 rakaat.

Yang saya dengar apakah benar Rasulloh mengerjakan sholat tarawih 11 rakaat,
kalau memang Rasulloh mengerjakan sholat tarawih 11 rakaat mengapa ada oarang
-oarang yang melakukan sholat tarawih 23 rakaat? Bukankah itu bid''ah menambah-
nambah yang tidak pernah Rasulloh lakukan?

Wass. Km

jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada satu pun hadits yang shahih dan sharih (eksplisit) yang menyebutkan
jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasululullah SAW.

Kalau pun ada yang mengatakan 11 rakaat, 13 rakaat, 20 atau 23 rakaat, semua
tidak didasarkan pada hadits yang tegas. Semua angka-angka itu hanyalah tafsir
semata. Tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan angka rakaatnya secara
pasti.

Hadits Rakaat Tarawih 11 atau 20: Hadits Palsu

Al-Ustadz Ali Mustafa Ya''qub, MA, muhaddits besar Indonesia di bidang ilmu hadits,
menerangkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang derajatnya mencapai shahih
tentang jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Kalau pun ada yang shahih derajatnya, namun dari segi istidlalnya tidak
menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih. Di antarahadits palsu tentang jumlah
rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah hadits berikut ini:

Dari Ibn Abbas, ia berkata, “Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua
puluh rakaat dan witir”. (Hadits Palsu)

46
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam
sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang
menurut Imam al-Tirmidzi, hadits-haditsnya adalah munkar. Imam al-Nasa‘i
mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan
Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh
rakaat ini nilainya maudhu'' (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).

Demikian juga hadits yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat tarawih Rasulullah
SAW adalah 8 rakaat. Hadits itu juga palsu dan dusta.

“Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat
dan witir”. (Hadits Matruk)

Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap
dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn
Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya
terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah
munkar al-Hadis (Hadis-hadisnya munkar).

Sedangkan menurut Imam al-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta).
Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu)
lantaran rawinya pendusta.

Jadi bila disandarkan pada kedua hadits di atas, keduanya bukan dalil yang bisa
dijadikan pegangan bahwa nabi SAW shalat tarawi 8 rakaat atau 20 rakaat dalam
shalat tarawih.

Hadits Rakaat Shalat Malam atau Rakaat Shalat Tarawih?

Sedangkan hadits yang derajatnya sampai kepada keshahihan, hanyalah hadits


tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, di mana Aisyah
meriwayatkan secara shahih bahwa shalat malam yang dilakukan oleh beliau SAW
hanya 11 rakaat.

Dari Ai''syah ra, "Sesungguhnya Nabi SAW tidak menambah di dalam bulan
Ramadhan dan tidak pula mengurangkannya dari 11 rakaat. Beliau melakukan sholat
4 rakaat dan janganlah engkau tanya mengenai betapa baik dan panjangnya,
kemudian beliau akan kembali sholat 4 rakaat dan jangan engkau tanyakan kembali
mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian setelah itu beliau melakukan
sholat 3 rakaat. Dan beliau berkata kepadanya (Ai''syah), "Dia melakukan sholat 4
rakaat, " tidak bertentangan dengan yang melakukan salam setiap 2 rakaat. Dan
Nabi SAW bersabda, "Sholat di malam hari 2 rakaat 2 rakaat." Dan dia (Ai''syah),
"Dia melakukan sholat 3 rakaat" atau ini mempunyai makna melakukan witir dengan
1 rakaat dan 2 rakaat. (HR Bukhari).

Tetapi di dalam hadits shahih ini, Aisyah ra sama sekali tidak secara tegas
mengatakan bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih. Yang
berkesimpulan demikian adalah para ulama yang membuat tafsiran subjektif dan
tentunya mendukung pendapat yang mengatakan shalat tarawih itu 11 rakaat.
Mereka beranggapan bahwa shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah shalat
tarawih.

47
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Pendukung 20 Rakaat

Sedangkan menurut ulama lain yang mendukung jumlah 20 rakaat, jumlah 11 rakaat
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dijadikan dasar tentang jumlah rakaat
shalat tarawih. Karena shalat tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW
kecuali hanya 2 atau 3 kali saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah.
Bagaimana mungkin Aisyah ra meriwayatkan hadits tentang shalat tarawih beliau
SAW?

Lagi pula, istilah shalat tarawih juga belum dikenal di masa beliau SAW. Pada masa
Umar bin Khattab, karena orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada
yang tidak shalat, maka Umar ingin agar umat Islam nampak seragam, lalu
disuruhlah agar umat Islam berjamaah di masjid dengan shalat berjamah dengan
imam Ubay bin Ka''b. Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih,
artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat
4 rakaat dengan dua salam.

Bagi para ulama itu, apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah rakaat shalat
tarawih, melainkan shalat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau
sendiri.

Apalagi dalam riwayat yang lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu
adalah jumlah rakaat shalat malam beliau, baik di dalam bulan Ramadhan dan juga
di luar bulan Ramadhan.

Maka dengan demikian, keadaan menjadi jelas mengapa di dalam tubuh umat Islam
masih ada perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Dan menarik, para ulama besar dunia sangat bersikap toleran
dalam masalah ini.

Toleransi Jumlah Bilangan Rakaat

Dengan tidak adanya satu pun hadits shahih yang secara tegas menetapkan jumlah
rakaat tarawih Rasulullah SAW, maka para ulama berbeda pendapat tentang
jumlahnya. Ada yang 8 rakaat, 11 rakaat, 13 rakaat, 20 rakaat, 23 rakaat, bahkan
36 rakaat. Dan semua punya dalil sendiri-sendiri yang sulit untuk dipatahkan begitu
saja.

Yang menarik, para ulama di masa lalu tidak pernah saling mencaci atau
menjelekkan meski berbeda pendapat tentang jumah rakaat shalat tarawih.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah
rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang
mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.

Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, "Jika seseorang melakukan sholat


tarawih sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi''i dan Ahmad yaitu 20 rakaat
atau sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat,
maka itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa
yang dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat

48
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

tergantung pada berapa panjang atau pendek qiamnya."(Silahkan periksa kitab Al-
Ikhtiyaaraat halaman 64).

Demikian juga dengan Mufti Saudi Arabia di masa lalu, Al-''allaamah Sheikh Abdulah
bin Baaz ketika ditanya tentang jumlah rakaat tarawih, termasuk yang mendukung
shalat tarawih 11 atau 13 rakaat, namun beliau tidak menyalahkan mereka yang
meyakini bahwa yang dalilnya kuat adalah yang 20 rakaat.

Beliau rahimahullah berkata, "Sholat Tarawih 11 rakaat atau 13 rakaat, melakukan


salam pada setiap 2 rakaat dan 1 rakaat witir adalah afdal, meniru cara Nabi SAW.
Dan, siapa pula yang sholatnya 20 rakaat atau lebih maka juga tidak salah."

Dan di kedua masjid besar dunia, Masjid Al-Haram Makkah dan masjid An-Nabawi
Madinah, sejak dahulu para ulama dan umat Islam di sana shalat tarawih 20 rakaat
dan 3 rakaat witir. Dan itu berlangsung sampai hari ini, meski mufti negara punya
pendapat yang berbeda. Namun mereka tetap harmonis tanpa ada saling caci.

Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

TANGGAPAN

Kalau boleh mengkritisi..


Ustadz Mustafa Ya qub gegabah dalam mengomentari pendalillan dari hadist Aisyah
dengan menyatakan:

“Tetapi di dalam hadits shahih ini, Aisyah ra sama sekali tidak secara tegas mengatakan
bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih. Yang berkesimpulan demikian
adalah para ulama yang membuat tafsiran subjektif ”

Pendapat saya : Padahal dalam hadist tersebut sangat jelas sekali bahwa secara
keumuman bahwa sholatnya Rasulullah 11 rakaat di waktu malam baik bulan Ramadhan
maupun yang lain..

Ulama yang menafsirkan hadist tersebut bukanlah secara subyektif, tetapi ada penguat
dari hadist lain yaitu Hadist jabir bin Abdillah Ra..Ia berkata : Rasulullah SAW Sholat
dengan kami pada bulan Ramadhan 8 Rakaat dan Witir. Ketika malam berikutnya, kami
berkumpul di masjid dengan harapan beliau sholat dengan kami. Maka Kami terus berada
di Masjid hingga pagi, kemudian kami masuk dan bertanya.”ya Rasulullah , tadi malam
kami berkumpul di Masjid, berharap anda sholat bersama,” Maka beliau bersabda,”
Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian,” (HR Thabrani, Ibnu Hibban dan
Ibnu Huzaimah di hasankan Syaikh Albani (Sholat At Tarawih,18;Fath Al Aziz. 4/265)..

Jadi Kalaupun Ustadz Mustafa Yakub yang menyebutkan bahwa Hadits yang
diriwayatkan Ja‘far bin Humaid Ra“Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan
Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”. itu palsu dan dusta…bukan berarti tidak

49
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

ada dalil hadist yang lain , silahkan lihat hadist hasan yang diriwayatkan Jabir bin
Abdullah Ra yang saya tuliskan di atas….

Sholat Tarawih 11 Rakaat ini juga diperkuat oleh Riwayat Shahih Umar Ra
memerintahkan Ubay Ra dan Tamim Al Dari Ra untuk Sholat 11 rakaat…. (Diriwayatkan
Imam Malik di sangat diShahihkan Imam Suyuthi dan Imam Subkhi juga Imam Albani
menilai Shohih sekali)

Sehingga sangatlah keliru bila Ustadz Mustafa Ya’qub menyatakan bahwa sholat tarawih
8 rakaat tidak ada dalil yang menjadi pegangan ….

======================= RISALAH KE-7 =====================

HADITS DLA’IF DI BULAN SUCI


http://subhan-nurdin.blogspot.com

Iftitah
Ramadhan kini datang lagi. Sebagai bulan penuh berkah sepatutnya kita
sambut dengan penuh kesungguhan dan ibadah yang benar. Kesucian bulan
Ramadhan jangan sampai dikotori oleh ibadah dan keyakinan yang sesat dan
menyesatkan. Kaum muslimin seharusnya beribadah dengan benar sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sehubungan dengan kewajiban beribadah yang benar
di bulan suci ini, ada baiknya kita mengkaji ulang dalil-dalil khususnya dalil hadis-
hadis yang dijadikan sandaran hukum beramal. Karena Rasulullah SAW
mengingatkan kita agar jangan tertipu oleh para perusak sunnah yang berdusta atas
nama Beliau dengan membuat hadis palsu.

* ِ‫ي مُ َت َعمّدًا فَ ْل َي َتبَوّ ْأ َم ْقعَ َدهُ مِنَ النّار‬


ّ َ‫عل‬
َ َ‫ن كَ َذب‬
ْ َ‫ قَالَ رَسُولُ الِّ صَلّى الُّ عََليْ ِه وَسَلّ َم م‬: َ‫عنْهُ قَال‬
َ ُّ‫حَدِيثُ َأبِي هُ َريْ َرةَ َرضِيَ ال‬
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Barangsiapa
yang sengaja mendustakan aku, maka bersedialah untuk menerima azab api Neraka
*(Hadits Mutawatir)

I. HADITS-HADITS DLA’IF & MAUDLU’ (PALSU)


1. KHUTBAH DI AKHIR SYA’BAN
191 :‫ ص‬3 :‫صحيح ابن خزيمة ج‬
‫ ثنا علي بن حجر السعدي ثنا يوسف بن زياد ثنا همام بن يحيى عن علي بن زيد‬1887 ‫ باب فضائل شهر رمضان إن صح الخبر‬8
‫بن جدعان عن سعيد بن المسيب عن سلمان قال خطبنا رسول ال صلى ال عليه وسلم في آخر يوم من شعبان فقال ثم أيها الناس قد أظلكم‬
‫شهر عظيم شهر مبارك شهر فيه ليلة خير من ألف شهر جعل ال صيامه فريضة وقيام ليله تطوعا من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن‬
‫أدى فريضة فيما سواه ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة وشهر المواساة‬
‫وشهر يزداد فيه رزق المؤمن من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه وعتق رقبته من النار وكان له مثل أجره ان ينتقص من أجره شيء قالوا‬
‫ليمس كلنما نجمد مما يفطمر الصمائم فقال يعطمي ال هذا الثواب ممن فطمر صمائما على تمرة أو شربمة ماء أو مذقمة لبمن وهمو شهمر أوله رحممة‬
‫واوسمطه مغفرة وآخره عتمق ممن النار ممن خفمف عمن مملوكمه غفمر ال له واعتقمه ممن النار واسمتكثروا فيمه ممن أربمع خصمال خصملتين ترضون‬
‫بهما ربكم وخصلتين ل غنمى بكم عنهمما فأما الخصملتان اللتان ترضون بهما ربكمم فشهادة أن ل إله إل ال وتسمتغفرونه وأمما اللتان لغنى بكم‬
‫عنها فتسألون ال الجنة وتعوذون به من النار ومن أشبع فيه صائما سقاه ال من حوضي شربة ل يظمأ حتى يدخل الجنة‬

Penjelasan :
“Hadits” ini terdapat dalam kitab ‘Al-Dhu’afa, Ibnu ‘Adiy; Ad-Dailamy; Tarikh
Baghdad, Al-Khatib, Ibnu Asakir dan Shahih Ibnu Khuzaimah.
Kecacatan hadits :

50
‫‪RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com‬‬

‫‪1. Ada rawi Ali Bin Zeid bin Jud’an, menurut Yahya Bin Ma’in LAISA BI HUJJAH‬‬
‫‪(tidak dapat dijadikan hujjah) dan menurut Abu Zur’ah LAISA BI QOWY (tidak‬‬
‫)‪kuat‬‬
‫)‪2. Sallam Bin Sawwar menurut Ibnu ‘Ady MUNKARUL HADITS (haditsnya ditolak‬‬
‫)‪3. Maslamah Bin al-Shalt menurut Al-Albany ia MATRUK (tertuduh dusta‬‬
‫)‪(Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan, Prof.KH. Ali Mustafa Yaqub, MA (AMY‬‬

‫مسند الحارث)زوائدالهيثمي( ج‪ 1 :‬ص‪412 :‬‬


‫‪ 321‬حدثنما عبمد ال بمن بكمر حدثنمي بعمض أصمحابنا رجمل يقال له إياس رفمع الحديمث الى سمعيد بمن المسميب عمن قال ثمم خطبنما رسمول ال‬
‫صلى ال عليه وسلم آخر يوم من شعبان فقال يا أيها الناس انه قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك فيه ليلة خير من ألف شهر فرض ال صيامه‬
‫وجعل قيام ليله تطوعا فمن تطوع فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فما سواه ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة‬
‫وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة وهو شهر المواساة وهو شهر يزاد رزق المؤمن فيه من فطر صائما كان له عتق رقبة ومغفرة لذنوبه‬
‫قيمل يما رسمول ال ليمس كلنما يجمد مما يفطمر الصمائم قال يعطمي ال هذا الثواب ممن فطمر صمائما على مذقمة لبمن أو تمرة أو شربمة ماء وممن اشبمع‬
‫صائما كان له مغفرة لذنوبه وسقاه ال من حوضي شربة ل يظمأ حتى يدخل الجنة وكان له مثل أجره أن ينقص من أجره شيئا وهو شهر أوله‬
‫رحممة وأوسمطه مغفرة وآخره عتمق ممن النار وممن خفمف عمن مملوكمه فيمه أعتقمه ال ممن النار قلت ويأتمي حديمث فمي فضمل الصموم فمي صموم‬
‫التطوع‬

‫الترغيب والترهيب ج‪ 2 :‬ص‪57 :‬‬


‫‪ 1483‬وعن سلمان رضي ال عنه قال خطبنا رسول ال صلى ال عليه وسلم في آخر يوم من شعبان قال يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم‬
‫مبارك شهر فيه ليلة خير من ألف شهر شهر جعل ال صيامه فريضة وقيام ليله تطوعا من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة‬
‫فيما سواه ومن أدى فريضة فيه كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة وشهر المواساة وشهر يزاد في‬
‫قالوا يا رسول‬ ‫رزق المؤمن فيه من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه وعتق رقبته من النار وكان له مثل أجره أن ينقص من أجره شيء‬
‫ال ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم فقال رسول ال صلى ال عليه وسلم يعطي ال هذا الثواب من فطر صائما على تمرة أو على شربة ماء أو‬
‫مذقة لبن وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار من خفف عن مملوكه فيه غفر ال له وأعتقه من النار واستكثروا فيه من‬
‫فأما الخصلتان اللتان ترضون بهما ربكم فشهادة أن ل إله إل ال‬ ‫أربع خصال خصلتين ترضون بهما ربكم وخصلتين ل غناء بكم عنهما‬
‫فتسمألون ال الجنمة وتعوذون بمه ممن النار وممن سمقى صمائما سمقاه ال ممن حوضمي‬ ‫وتسمتغفرونه وأمما الخصملتان اللتان ل غناء بكمم عنهمما‬
‫رواه ابن خزيمة في صحيحه ثم قال صح الخبر ورواه من طريق البيهقي ورواه أبو الشيخ ابن حبان في‬ ‫شربة ل يظمأ حتى يدخل الجنة‬
‫الثواب باختصار عنهما‬

‫لسان الميزان ج‪ 6 :‬ص‪33 :‬‬


‫‪ 135‬مسلمة بن الصلت عن النضر بن معبد قال أبو حاتم متروك الحديث انتهى وأورد بن عدي في ترجمة سلم بن سليمان من طريقه عن‬
‫مسملمة بمن الصملت عمن الزهري عمن أبمي سملمة عمن أبمي هريرة رضمي ال عنمه رفعمه قال شهمر رمضان أوله رحممة وأوسمطه مغفرة وأخره‬
‫عتق من النار قال مسلمة ليس بالمعروف وقال الزدي ضعيف الحديث ليس بحجة وذكره بن حبان في الثقات فقال روى عنه أحمد بن حنبل‬
‫ورأيت له حديثا بنو رواه أبو الحسن علي بن نجيح العلف حدثنا أحمد بن القاسم الرشيدي حدثنا محمد بن صالح ثنا مسلمة بن الصلت السناني‬
‫حدثني أبو عمر مطرف صاحب ديوان أمير المؤمنين أبي جعفر قال حدثني المهدي عن أبيه عن بن عباس رضي ال عنهما قال آخر أربعاء‬
‫الشهر يوم نحس مستمر‬

‫إعانة الطالبين ج‪ 2 :‬ص‪255 :‬‬


‫روي عن رضي ال عنه قال خطبنا رسول ال صلى ال عليه وسلم في آخر يوم من شعبان فقال أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك‬
‫فيه ليلة القدر خير من ألف شهر جعل ال تعالى صيامه فريضة وقيام ليله تطوعا من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما‬
‫وهو شهر المواساة وهو شهر يزاد‬ ‫سواه ومن أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة‬
‫فيه رزق المؤمن من فطر فيه صائما كان له عتق رقبة ومغفرة لذنوبه قلنا يا رسول ال ليس كلنا يجد ما يفطر به الصائم قال يعطي‬
‫ومن أشبع صائما كان له مغفرة لذنوبه وسقاه ربه من حوضي شربة‬ ‫ال هذا الثواب من يفطر صائما على مذقة لبن أو شربة ماء أو تمرة‬
‫وممن‬ ‫وهمو شهمر أوله رحممة وأوسمطه مغفرة وآخره عتمق ممن النار‬ ‫ل يظممأ بعدهما أبدا وكان له مثمل أجره أن ينقمص ممن أجره شيمء‬
‫خفف عن مملوكه فيه أعتقه ال من النار فاسمتكثروا فيه ممن أربمع خصال خصملتين ترضون بهمما ربكم وخصلتين ل غنمى لكم عنهمما أمما‬
‫الخصملتان اللتان ترضون بهمما ربكمم فشهادة أن ل إله إل ال وتسمتغفرونه وأمما الخصملتان اللتان ل غنمى لكمم عنهمما تسمألون ربكمم الجنمة‬
‫تتعوذون به من النار‬

‫‪2. SHALAT TARAWIH 20 RAKA’AT‬‬


‫الحاديث المختارة ج‪ 3 :‬ص‪367 :‬‬
‫‪ 1161‬أخبرنما أبمو عبدال محمود بمن أحممد بمن عبدالرحممن الثقفمي بأصمبهان أن سمعيد بمن أبمي الرجاء الصميرفي أخمبرهم قراءة عليمه أنما‬
‫عبدالواحمد بمن أحممد البقال أنما عمبيدال بمن يعقوب بمن إسمحاق أنما جدي إسمحاق بمن إبراهيمم بمن محممد بمن جميمل أنما أحممد بمن منيمع أنما الحسمن بمن‬
‫موسى نا أبو جعفر الرازي عن الربيع بن أنس عن أبي العالية عن أبي بن كعب أن عمر أمر أبيا أن يصلي بالناس في رمضان فقال إن الناس‬
‫يصومون النهار ول يحسنون أن يقرؤا ‪ 1‬فلو قرأت القرآن عليهم بالليل فقال يا أمير المؤمنين هذا شيء ‪ 2‬لم يكن فقال قد علمت ولكنه أحسن‬
‫فصلى بهم عشرين ركعة إسناده حسن‬

‫‪51‬‬
‫‪RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com‬‬

‫سنن الترمذي ج‪ 3 :‬ص‪169 :‬‬


‫‪ 81‬باب مما جاء فمي قيام شهمر رمضان ‪ 806‬حدثنما هناد حدثنما محممد بمن الفضيمل عمن داود بمن أبمي هنمد عمن الوليمد بمن عبمد الرحممن‬
‫الجرشي عن جبير بن نفير عن أبي ذر قال ثم صمنا مع رسول ال صلى ال عليه وسلم فلم يصل بنا حتى بقي سبع من الشهر فقام بنا حتى‬
‫ذهب ثلث الليل ثم لم يقم بنا في السادسة وقام بنا في الخامسة حتى ذهب شطر الليل فقلنا له يا رسول ال لو نفلتنا بقية ليلتنا هذه فقال إنه من قام‬
‫مع المام حتى ينصرف كتب له قيام ليلة ثم لم يصل بنا حتى بقي ثلث من الشهر وصلى بنا في الثالثة ودعا أهله ونساءه فقام بنا حتى تخوفنا‬
‫الفلح قلت له ومما الفلح قال السمحور قال أبمو عيسمى هذا حديمث حسمن صمحيح واختلف أهمل العلم فمي قيام رمضان فرأى بعضهمم أن يصملي‬
‫إحدى وأربعين ركعة مع الوتر وهو قول أهل المدينة والعمل على هذا عندهم بالمدينة وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما‬
‫من أصحاب النبي صلى ال عليه وسلم عشرين ركعة وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي وقال الشافعي وهكذا أدركت ببلدنا بمكة‬
‫يصلون عشرين ركعة وقال أحمد روي في هذا ألوان ولم يقض فيه بشيء وقال إسحاق بل نختار إحدى وأربعين ركعة على ما روي عن‬
‫أبمي بمن كعمب واختار بمن المبارك وأحممد وإسمحاق الصملة ممع المام فمي شهمر رمضان واختار الشافعمي أن يصملي الرجمل وحده إذا كان قارئا‬
‫وفي الباب عن عائشة والنعمان بن بشير وابن عباس‬

‫مجمع الزوائد ج‪ 3 :‬ص‪172 :‬‬


‫وعن ابن عباس قال كان النبي صلى ال عليه وسلم يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر رواه الطبراني في الكبير والوسط وفيه أبو‬
‫شيبمة إبراهيمم وهمو ضعيمف وعمن زيمد بمن وهمب قال كان عبمد ال بمن مسمعود يصملي بنما فمي شهمر رمضان فننصمرف بليمل رواه الطمبراني فمي‬
‫الكمبير ورجاله رجال الصمحيح وعمن جابر قال صملى بنما رسمول ال صملى ال عليمه وسملم فمي شهمر رمضان ثمان ركعات وأوتمر فلمما كانمت‬
‫القابلة اجتمعنا في المسجد ورجونا أن يخرج إلينا فلم يزل فيه حتى أصبحنا ثم دخلنا فقلنا يا رسول ال اجتمعنا في المسجد ورجونا أن تصلي‬
‫بنا قال إني خشيت أو كرهت أن يكتب عليكم رواه أبو يعلى والطبراني في الصغير وفيه عيسى بن جارية وثقه ابن حبان وغيره وضعفه ابن‬
‫معين‬

‫سنن البيهقي الكبرى ج‪ 2 :‬ص‪496 :‬‬


‫‪ 4395‬وأنبأ أبو زكريا بن أبي إسحاق أنبأ أبو عبد ال محمد بن يعقوب ثنا محمد بن عبد الوهاب أنبأ جعفر بن عون أنبأ أبو الخصيب قال‬
‫ثم كان يؤمنا سويد بن غفله في رمضان فيصلي خمس ترويحات عشرين ركعة وروينا عن شتير بن شكل وكان من أصحاب علي رضي‬
‫ال عنه أنه كان يؤمهم في شهر رمضان بعشرين ركعة ويوتر بثلث‬
‫سنن البيهقي الكبرى ج‪ 2 :‬ص‪497 :‬‬
‫‪ 4397‬وأما التراويح ففيما أنبأ أبو عبد ال بن فنجويه الدينوري ثنا أحمد بن محمد بن إسحاق بن عيسى السني أنبأ أحمد بن عبد ال البزاز‬
‫ثنما سمعدان بمن يزيمد ثنما الحكمم بمن مروان السملمي أنبمأ أبمو الحسمن بمن علي بمن صمالح عمن أبمي سمعد البقال عمن أبمي الحسمناء ثمم أن علي بمن أبمي‬
‫طالب أمر رجل أن يصلي بالناس خمس ترويحات عشرين ركعة وفي هذا السناد ضعف وال أعلم‬

‫مصنف ابن أبي شيبة ج‪ 2 :‬ص‪163 :‬‬


‫‪ 7680‬حدثنا أبو بكر قال ثنا وكيع عن سفيان عن أبي إسحاق عن عبد ال بن قيس عن شتير‬ ‫‪ 676‬كم يصلي في رمضان من ركعة‬
‫بن شكمل أنه كان يصلي في رمضان عشريمن ركعة والوتمر ‪ 7681‬حدثنما وكيع عن حسن بن صالح عن عمرو بمن قيس عن ابن أبمي‬
‫‪ 7682‬حدثنا وكيع عن مالك بن أنس عن يحيى بن سعيد أن عمر بن‬ ‫الحسناء أن عليا أمر رجل يصلي بهم في رمضان عشرين ركعة‬
‫‪ 7683‬حدثنما وكيمع عمن نافمع بمن عممر قال كان ابمن أبمي مليكمة يصملي بنما فمي رمضان‬ ‫الخطاب أممر رجل يصملي بهمم عشريمن ركعمة‬
‫عشرين ركعة ويقرأ بسورة الملئكة ‪ 1‬في ركعة ‪ 7684‬حدثنا حميد بن عبد الرحمن عن حسن عن عبد العزيز بن رفيع قال كان أبي‬
‫بمن كعمب يصملي بالناس فمي رمضان بالمدينمة عشريمن ركعمة ويوتمر بثلث ‪ 7685‬حدثنما أبمو معاويمة عمن حجاج عمن إبمي إسمحاق عمن‬
‫الحارث أنمه كان يؤم الناس فمي رمضان بالليمل بعشريمن ركعمة ويوتمر بثلث ويقنمت قبمل الركوع ‪ 7686‬حدثنما غندر عمن شعبمة عمن خلف‬
‫عن ربيع وأثنى عليه خيرا عن أبي البختري أنه كان يصلي خمس ترويحات في رمضان ويوتر بثلث ‪ 7687‬حدثنا حفص عن الحسن‬
‫بن عبيد ال قال كان عبد الرحمن بن السود يصلي بنا في رمضان أربعين ركعة ويوتر بسبع ‪ 7688‬حدثنا ابن نمير عن عبد الملك عن‬
‫عطاء قال أدركت الناس وهم يصلون ثلثة وعشرين ركعة‬
‫‪ 7691‬حدثنا محمد بن فضيل عن وقاء قال كان سعيد بن جبير يؤمنا في رمضان فيصلي بنا عشرين ليلة ست ترويحات فإذا كان العشر‬
‫الخر اعتكف في المسجد وصلى بنا سبع ترويحات ‪ 7692‬حدثنا يزيد بن هارون قال انا إبراهيم بن عثمان عن الحكم عن مقسم عن ابن‬
‫عباس إن رسول ال صلى ال عليه وسلم كان يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر‬

‫المعجم الوسط ج‪ 1 :‬ص‪243 :‬‬


‫‪ 798‬حدثنا أحمد بن يحيى الحلواني قال حدثنا علي بن الجعد قال حدثنا أبو شيبة إبراهيم بن عثمان عن الحكم بن عتيبة عن مقسم عن بن‬
‫عباس ثم أن النبي كان يصلي في رمضان عشرين ركعة سوى الوتر‬

‫المعجم الوسط ج‪ 5 :‬ص‪324 :‬‬


‫‪ 5440‬حدثنا محمد بن جعفر الرازي قال حدثنا علي بن الجعد قال حدثنا ابو شيبة ابراهيم بن عثمان عن الحكم عن مقسم عن ابن عباس‬
‫قال كان النبي صلى ال عليه وسلم يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر‬

‫مسند عبد بن حميد ج‪ 1 :‬ص‪218 :‬‬

‫‪52‬‬
‫‪RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com‬‬

‫‪ 653‬حدثنمي أبمو نعيمم قال حدثنمي أبمو شيبمة عمن الحكمم عمن مقسمم عمن بمن عباس قال ثمم كان رسمول ال صملى ال عليمه وسملم يصملي فمي‬
‫رمضان عشرين ركعة ويوتر بثلث‬
‫المعجم الكبير ج‪ 11 :‬ص‪393 :‬‬
‫‪ 12102‬حدثنا محممد بن جعفر الرازي ثنما علي بمن الجعمد ثنما أبمو شيبمة إبراهيم بمن عثمان عن الحكم عن مقسمم عن بن عباس قال ثم كان‬
‫النبي صلى ال عليه وسلم يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر‬

‫فتح الباري ج‪ 4 :‬ص‪254 :‬‬


‫وأمما مما رواه بمن أبمي شيبمة ممن حديمث بمن عباس كان رسمول ال صملى ال عليمه وسملم يصملي فمي رمضان عشريمن ركعمة والوتمر فإسمناده‬
‫ضعيف وقد عارضه حديث عائشة هذا الذي في الصحيحين مع كونها أعلم بحال النبي صلى ال عليه وسلم ليل من غيرها وال أعلم‬

‫التمهيد لبن عبد البر ج‪ 8 :‬ص‪115 :‬‬


‫وقمد روى مالك عمن يزيمد بمن رومان قال كان الناس يقومون فمي زممن عممر بمن الخطاب فمي رمضان ‪ 3‬بثلث وعشريمن ركعمة وقمد روى عمن‬
‫النبي صلى ال عليه وسلم أنه كان يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر إل أنه حديث يدور على أبي شيبة إبراهيم بن عثمان جد بني‬
‫أبي شيبة وليس بالقوي حدثنا سعيد بن نصر حدثنا قاسم بن أصبغ حدثنا محمد بن وضاح حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا يزيد بن هارون‬
‫قال أخبرنما إبراهيمم بمن عثمان عمن الحكمم عمن مقسمم ‪ 2‬عمن ابمن عباس أن رسمول ال صملى ال عليمه وسملم كان يصملي فمي رمضان عشريمن‬
‫ركعة والوتر ‪ 4‬وعن علي رضي ال عنه أنه أمر رجل يصلي بهم في رمضان عشرين ركعة وهذا أيضا سوى الوتر‬

‫شرح الزرقاني ج‪ 1 :‬ص‪334 :‬‬


‫وروى ابمن حبان عمن‬ ‫وأمما عدد مما صملى ففمي حديمث ضعيمف عمن ابمن عباس أنمه صملى عشريمن ركعمة والوتمر أخرجمه ابمن أبمي شيبمة‬
‫جابر أنمه صملى بهمم ثمان ركعات ثمم أوتمر وهذا أصمح وقال الحافمظ لم أر فمي شيمء ممن الشارة أي حديمث عائشمة بيان عدد صملته فمي تلك‬
‫الليالي‬

‫شرح الزرقاني ج‪ 1 :‬ص‪351 :‬‬


‫وما رواه ابن أبي شيبة عن ابن عباس كان يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر فإسناده ضعيف وقد عارضه هذا الحديث الصحيح مع‬
‫قال الحافمظ وظهمر لي أن الحكممة فمي عدم الزيادة على إحدى عشرة ركعمة أن التهجمد والوتمر‬ ‫كون عائشمة أعلم بحال النمبي ليل ممن غيرهما‬
‫الليل وفرائض النهار الظهر وهي أربع والعصمر وهي أربع والمغرب وهمي ثلث وتر النهار فناسب أن تكون صلة الليمل كصلة النهار في‬
‫العدد جملة وتفصيل وأما مناسبة ثلثة عشر فبضم صلة الصبح لكونها نهارية إلى ما بعدها انتهى‬

‫‪Penjelasan‬‬
‫‪- Seluruh Ulama sepakat bahwa hadits tentang tarawih 20 atau 23 raka’at dla’if.‬‬
‫‪- Hadits yang shahih menjelaskan witir malam Nabi SAW tidak lebih dari 11‬‬
‫‪raka’at, baik pada bulan Ramadhan atau malam lainnya.‬‬
‫‪- Memahami hadits Aisyah tentang shalat witir 11 raka’at tidak termasuk‬‬
‫‪(bukan) shalat tarawih, menyalahi teks hadits tersebut yang menyatakan‬‬
‫‪dengan jelas “bulan Ramadhan”.‬‬
‫‪- Hadits shahih “MAN QOMA ROMADLONA...” yang dipahami oleh AMY dengan‬‬
‫)‪“tidak ada batasan jumlah raka’at tarawih” karena bersifat mutlaq (umum‬‬
‫‪dan konteksnya shalat tarawih, sebenarnya dengan adanya hadits Aisyah‬‬
‫‪yang juga shahih menjadi qayyid (pembatas) dalam jumlah raka’at shalat‬‬
‫‪malam Ramadhan. Kaidah ushul menyatakan YUHMALUL MUTHLAQ ‘ALAL‬‬
‫‪MUQOYYAD IDZATTAFAQO FIS SABABI WAL HUKMI. (Yang mutlaq ditarik kepada‬‬
‫‪yang muqoyyad jika sama sabab & hukumnya). AMY juga seharusnya melihat‬‬
‫‪teks hadits “MAN QOMA...” yang tidak menyebutkan SHALAT WITIR apalagi‬‬
‫‪TARAWIH yang tidak akan ditemukan dalam teks hadits manapun.‬‬

‫===========================‬ ‫‪RISALAH‬‬ ‫‪KE-8‬‬


‫=============================‬
‫‪A. Tahajud setelah Tarawih‬‬
‫? ‪Bagaimana melakukan shalat tahajud setelah shalat tarawih‬‬
‫‪Untuk menjawab masalah ini, terlebih dahulu kita mesti mengkaji peristilahan seputar‬‬
‫‪qiyamullail, shalatullail, tahajjud, witir, qiyamur ramadhan dan tarawih.‬‬

‫‪53‬‬
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

1. Qiyamullail, berasal dari kata “Qiyam” dan “Al-Lail”, Qiyam artinya berdiri (dari
Qaama, Yaquumu artinya mendirikan). Dalam al-Qur’an kata “Qiyam” identik
dengan shalat, karena shalat dikerjakan dengan berdiri atau mesti
ditegakkan/dilaksanakan (QS. Al-Furqan:63-64). Al-Lail ialah malam yaitu dari sejak
terbenam matahari sampai terbit fajar. Qiyamullail adalah ibadah muaqqatah atau
ibadah yang ditentukan waktu pelaksanaannya yaitu antara shalat isya dan shalat fajar
(shubuh). Berdasarkan al-Qur’an, qiyamullail dilaksanakan “MINALLAIL” yaitu
sebagian malam, karena malam itu terbagi kepada dua bagian, yaitu ‘Isyaul awwal
yaitu waktu maghrib, dan isya-ul akhir yang biasa disebut isya’ saja, yaitu ketika
mulai gelap sampai terbit fajar. Untuk Isyaul Akhir ini dibagi menjadi tiga, yaitu
awwalullail (malam bagian pertama) atau disebut juga “Al-‘Atammah yaitu sepertiga
awal dari malam sekitar pukul 22.00 sampai 23.00, nisfullail (tengah malam) sekitar
pukul 23.00-00.00 dan akhir malam sekitar pukul 02.00-04.00. Rasulullah SAW
pernah melaksanakan qiyamullail pada awal malam, tengah malam dan akhir malam.
(HR. Ath-Thabrany dari Ibnu Mas’ud ra. Lihat juga QS. Al-Muzammil: 1-4)
2. Shalatullail, berdasarkan keterangan di atas qiyamullail sama dengan shalatullail.
3. ShalatutTahajjud, At-Tahajjud berasal dari Tahajjada yatahajjadu artinya bangun
tidur. Maka qiyamullail yang dilakukan setelah tidur disbut shalat tahajjud.
4. Shalat Witir, Al-Witru artinya pengganjil, shalat yang jumlah raka’atnya ganjil
disebut shalat witir. Qiyamullail dilakukan dengan jumlah raka’at yang ganjil, maka
disebut juga dengan shalat witir dan Rasulullah SAW selalu mengganjilkan shalat
lailnya, baik sebelum tidur maupun sesudah tidur, maka shalat tahajjud sama dengan
shalat witir.
5. Qiyam Fi Ramadhan, atau qiyamur ramadhan ialah shalatullail pada bulan
Ramadhan. Jika qiyamur ramadhan dilakukan setelah tidur maka disebut shalat
tahajjud dan jumlah shalatullail pada bulan Ramadhan adalah witir, maka disebut juga
shalat witir.
6. Shalat Tarawih, At-Tarawih berasal dari tarawwaha-yatarawwahu, artinya
rileks/beristirahat. Istilah Shalat Tarawih digunakan oleh Imam Al-Bukhari ketika
membuat bab Shalatut Tarawih dan menjelaskan hadits tentang teknis pelaksanaan
shalatullail Rasulullah SAW yang diselingi dengan istirahat antara lain tidur atau
bersenang-senang dan beristirahat.
Maka shalat Tarawih sama dengan qiyamullail, tahajjud dan witir, atau
qiyamurramadhan jika dilakukan pada bulan Ramadhan.

Sehubungan dengan qiyamullail (dan atau shalatullail, tahajud, tarawih, witir,


qiyamurramadhan) Aisyah ra. Menyatakan : “Rasulullah SAW tidak pernah lebih
(jumlah raka’atnya) pada bulan Ramadhan atau pada bulan lainnya dari sebelas
raka’at.” (HR. Al-Bukhari & Muslim) Hadits ini menunjukkan batasan jumlah
maksimal qiyamullail Rasulullah SAW yaitu 11 raka’at.
Ada pendapat yang membolehkan qiyamullail lebih dari 11 raka’at dengan alas an :
1. Hadits di atas adalah ucapan Aisyah yang bersifat khabary (informasi) bukan
amar (perintah) langsung dari Rasulullah SAW, maka kita diberi keleluasaan
dalam jumlah raka’atnya sebagaimana perintah Allah SAW dalam al-Qur’an yang
tidak dibatasi jumlahnya.

54
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

2. Hadits menyebutkan “Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir.” Hal ini
menunjukkan bahwa selama kita belum witir maka boleh menambah jumlah
shalat malam berapapun jumlahnya.
3. Terdapat riwayat yang menyatakan Rasulullah SAW pernah shalat malam 13
raka’at bahkan 20 raka’at dan 23 raka’at. Maka, ucapan Aisyah itu tidak
menunjukkan ketentuan jumlah, tetapi menjadi mukhayyar (boleh memilih).
4. Ada hadits yang menyebutkan : “Shalat lail itu dua raka’at, dua raka’at. Apabila
engkau tahu bahwa waktu shubuh akan tiba, hendaklah engkau kerjakan shalat
witir satu raka’at.” (HR. Muslim dari Ibnu Umar ra)
5. Janganlah kita membatasi sesuatu yang mutlaq sehingga menghalangi orang
untuk melakukan kebaikan. Buktinya, Rasulullah SAW sendiri memberi
kebebasan kepada Abu Bakar dan Umar untuk melakukan qiyamullail baik
sebelum tidur maupun sesudahnya yang penting berjumlah ganjil pada satu
malam. Apakah kita berani menyebutkan Abu Bakar tidak bangun malam untuk
shalat tahajjud karena telah witir sebelum tidur ?!

55

You might also like