Professional Documents
Culture Documents
Yos Batubara
Direktur Eksekutif Lembaga Bina Masyarakat Indonesia
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi yang berdampak di Indonesia, yang mulai terasa sejak awal tahun
1998 selain langsung pada kehidupan ekonomi bangsa, juga secara jelas berdampak terhadap
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Krisis ini sudah barang tentu mengakibatkan
turunnya pendapatan nyata masyarakat yang diakibatkan antara lain oleh hilangnya
kesempatan kerja. Kemudian, dampak lanjutan dari krisis ini tak lain adalah kerawanan
yang menyangkut berbagai hal, salah satu di antaranya adalah bidang ekonomi dan sosial.
Dengan adanya krisis ekonomi ini maka dapat meningkatkan jumlah pekerja seks
komersial (PSK). Terlebih di era penuh kemajuan seperti sekarang ini, tentunya sangat
beragam macam jenis pekerjaan yang kita kenal. Dan hampir semua jenis pekerjaan
mempunyai semangat mendapatkan imbalan, baik imbalan materi maupun immateri dan
ada yang mengharapkan imbalan dari keduanya.
Hal ini berdasarkam atas manusia yang diberi kebebasan untuk memilih jenis
pekerjaannya masing-masing sesuai dengan kemampuan dan kesenangannya. Tetapi hidup
di dunia ini tentunya tidak tanpa batasan. Paling tidak, kalaupun bukan kita sendiri yang
membatasi namun kita akan mendapatkan batasan-batasan tertentu misalnya batasan atas
dasar norma sosial atau norma agama. Sehingga dari batasan seperti itu ada pekerjaan yang
nampaknya masih dalam batas boleh dilakukan dan ada juga yang tidak boleh.
Masalahnya, ketika sudah bicara mengenai batasan normatif, atau berkaitan dengan
rujukan aturan-aturan agama maka pandangan mengenai pekerjaan akan menjadi beragam.
Tetapi, Kenyataannya, walau dengan batasan-batasan yang ada tidak sedikit orang pula
yang memilih “bekerja” sebagai PSK. Sebuah pekerjaan yang kontroversial dan sarat
masalah, terutama masalah berkaitan dengan batasan tadi. Bukan berarti pula bahwa para
perempuan yang memilih pekerjaan ini tidak tahu batasan yang ada atau tidak peduli.
Bahkan ada beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa tidak sedikit dari perempuan yang
memilih menjadi PSK adalah orang-orang yang taat menjalankan sholat. Di sela-sela
kesibukan “pekerjaan”nya, mereka kerap melelehkan air mata di hadapan Tuhan-Nya dan
mengadukan nasibnya.
1
dengan menyadarkan untuk tidak lagi bekerja sebagai PSK akan tetapi bekerja di bidang
pekerjaan lain. Bahkan masalah lokalisasi bagi para pekerja seks inipun sesungguhnya bukan
solusi satu-satunya. Meskipun ide lokalisasi bukan ide yang berdiri sendiri, namun ia sangat
terkait dengan bisnis yang tentunya akan melibatkan banyak orang selain pekerja seks itu
sendiri.
Karena bagaimanapun juga sebagai sebuah pekerjaan yang jelas menghasilkan upah,
pekerja seks jelas masuk sebagai pekerjaan. Namun di sisi lain, pekerjaan ini memang sangat
sarat dengan masalah yang juga membahayakan si pekerjanya seperti kekerasan,
penindasan, pelecehan bahkan penyakit menular yang mengundang maut.
Menghapuskan sama sekali kegiatan para PSK seperti misalnya rencana penutupan
lokalisasi atau operasi penertiban tampaknya tidak mungkin. Justru ini akan menimbulkan
dampak lain dan tidak menyelesaikan masalah. Barangkali yang paling mungkin adalah
tindakan agar dampak negatif yang ditimbulkannya tidak meluas ke masyarakat, misalnya
dampak kesehatan yaitu munculnya Penyakit Menular Seksualitas (PMS) termasuk HIV-
AIDS dicegah melalui penggunaan kondom. Untuk itu perlu dipahami latar belakang dan
motivasi mereka menjadi PSK ; apakah oleh faktor ekonomis akibat krisis, faktor psikologis,
biologis, bahkan mungkin politis. Demikian pula motivasi dan alasan mereka menggunakan
dan tidak menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual dengan pelanggannya.
Kemudian bagaimana karakteristik mereka dalam lingkungan rumah tangga dan masyarakat
; apakah mereka berterus terang kepada keluarga dan lingkunganya sebagai PSK. Selain itu
bagaiman pola alokasi waktu mereka pada aktivitas ekonomi dan aktivitas rumah
tangganya. Dan terahir, berapa banyak kontribusi yang mereka berikan untuk rumah tangga
atas pendapatan sebagai PSK. Tulisan ini merupakan hasil penelitian tahun 2007.
METODOLOGI
Desain Studi
Penelitian bersifat studi eksploratif atau bersifat penggalian dengan metoda
pengumpulan data kualitatif terutama dengan menggunakan pemahaman langsung dan
tidak langsung. Sumber data yaitu orang-orang yang diminta memberikan informasi yaitu
responden. Responden pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
apa yang ia ketahui dan juga sedapat mungkin tentang apa yang ia alami. Maka penelitian
lebih banyak tergantung pada bahasa responden. Selain informasi diri, responden juga
diharapkan dapat memberikan keterangan lain.
2
insidental. Semua PSK pada saat pelaksanaan penelitian mendapatkan kesempatan yang
sama untuk diambil sebagai sampel penelitian.
Jumlah sampel ditentukan secara kuantum yaitu 10 orang PSK yang berparkatek di
beberapa hotel di Kecamatan Rantu Utara, 5 orang PSK yang mangkal dan praktek di
beberapa salon di Kecamatan Rantau Utara dan 10 orang yang mangkal di beberapa café di
Kecamatan Rantau Selatan. Pengumpulan data lebih ditekankan melalui wawancara yaitu
berupa dialog secara individu maupun kelompok menggunakan pertanyaan- pertanyaan
bebas agar informan mengutarakan pandangan, pengetahuan, perasaan serta sikap dan
perilaku berupa pengalaman pribadi yang berkaitan dengan profesi sebagai PSK.
Selain itu metoda pengamatan digunakan untuk melengkapi data terutama yang
tidak dapat terkumpul melalui wawancara meliputi data fisik dan perilaku keseharian PSK
terutama saat menjalankan profesinya. Dalam pengamatan, peneliti berupaya melibatkan
diri dalam kehidupan obyek yang diteliti yaitu PSK. Data yang dikumpulkan meliputi
karakteristik sosial demografi, motivasi dan lama menjadi PSK, cara membagi waktu untuk
keluarga, penyaluran dan penggunaan penghasilan, perilaku yang berkaitan dengan risiko
tertular PMS termasuk HIV-AIDS yang meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku
penggunaan kondom, modus transaksi jasa dan frekuensi hubungan seksual, latar belakang
sosial dan pengaruh lingkungan atau rumah tangga.
Data diperoleh langsung dari informan yang terdiri dari PSK, mucikari (germo) dan
orang-orang kunci yang diasumsikan mengetahui kegiatan/praktek keseharian PSK Selain
itu data sekunder juga diperoleh dari keterangan instansi terkait seperti Satpol Pamong Praja
dan Bagian Sosial Setkab dan sumber lain. Dari berbagai gambaran obyektif yang diperoleh,
diadakan interpretasi menggunakan beberapa teori perilaku PSK dan teori perubahan sosial
(social change).
Para PSK yang ditemui dan berhasil diwawancarai baik di lokasi penelitian di
Kecamatan Rantau Utara dan Kecamatan Rantau Selatan asalnya sangat heterogen,
umumnya berasal dari Kabupaten Labuhanbatu ada juga yang dari daerah Kabupaten
Asahan dan Bagan Batu. Sesuai dengan yang diharapkan, PSK yang berhasil diwawancarai
untuk daerah penelitian di Kecamatan Rantau Utara berjumlah 15 orang, dan di lokasi
penelitian di Kecamatan Rantau Selatan 10 orang.
Daerah asal 15 PSK yang ditemui dan diwawancarai di beberapa hotel dan salon di
Kecamatan Rantau Utara sebagian besar berasal dari Kabupaten Labuhanbatu seperti
Rantauprapat, Sigambal, Aek Nabara, dan Aek Kanopan. Sebahagian kecil dari Kabupaten
3
Asahan dan Bagan Batu. Demikian juga halnya dengan 10 PSK yang ditemui dan
diwawancarai di beberapa cafe di Kecamatan Rantau Selatan yang umumnya berasal dari
Rantauprapat. Sebahagian kecil dari Kabupaten Asahan. Dilihat dari tingkat ekonomi orang
tua, umumnya berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, ada juga beberapa PSK yang
berprofesi sebagai pekerja salon mengaku dari kalangan kelas menengah.
Mereka umumnya mengaku bekerja sebagai tukang pijat, pelayan cafe, dan pekerja
salon. Latar belakangnya beragam; 10% tukang pijat, 5% pelayan cafe, 15% pekerja salon,
45% ibu rumah tangga, sisanya setelah tidak bersekolah langsung menjalani profesi sebagai
PSK.
Alasan mereka menjalani profesi sebagai PSK ada yang karena frustasi, perceraian,
disakiti suami atau desakan ekonomi. Umur responden antara 21 tahun sampai 40 tahun,
sebagian besar di bawah 30 tahun.
Modus transaksi jasa yang umum dilakukan oleh para PSK adalah bermacam-
macam. Umumnya transaksi jasa seks dilakukan langsung oleh PSK dengan tamunya.
Namun dalam hal pencarian tamu PSK yang mangkal atau berpraktek di hotel tak jarang
juga dibantu oleh germo. PSK yang mendapat tamu melalui jasa germo wajib memberikan
upah tamu kepada germo. Umumnya upah pencarian tamu yang diberikan PSK kepada
germo adalah rata-rata dua puluh ribu rupiah pertamu. Jumlah ini biasanya sebagai imbalan
bagi tamu yang Short Time atau “sekali main”. Pemberian uang jasa untuk germo biasanya
diberikan setelah PSK usai melakukan transaksi seks. Upah bagian untuk germo biasanya
bukan hanya dalam melakukan pencarian tamu, terkadang juga merental kamar hotel milik
germo. Hal ini biasanya dilukan bila si tamu tidak memiliki kamar. Mampir ke hotel hanya
khusus untuk “main”.
Jika tamu yang melakukan transaksi seks Long Time atau biasa disebut “booking”,
maka pembayaran upah untuk jasa germo biasanya dilakukan di depan yaitu melalui si
tamu. Besaran uang jasa untuk germo biasanya lima puluh ribu rupiah.
4
Bagi tamu yang long time biasanya PSK diuntungkan, sebab tidak lagi melakukan
pembayaran uang jasa kepada germo. Hal ini uang jasa untuk germo telah didahulukan oleh
si tamu.
Tarif jasa seks yang biasanya ditawarkan oleh PSK kepada tamu adalah rata-rata
sebesar seratus lima puluh ribu rupiah untuk sekali main. Sedangkan tarif long time sekitar
empat ratus lima puluh ribu sampai enam ratus ribu rupiah. Kecuali bagi tamu yang
dikategorikan langganan oleh si PSK tarif jasa seks sekali main bisa sekitar seratus ribu
rupiah. Para PSK yang mangkal atau berpraktek di hotel biasanya selalu berkumpul dikios
rokok di sekitar hotel sambil menunggu tamu yang mau duduk gabung. Atau duduk
ditangga dan duduk disekitar reseptionis.
Bagi PSK yang berprofesi sebagai tukang pijat hotel, biasanya mencari tamu yang
menginap di hotel dengan dalih menawarkan jasa pijitan. Selain itu, PSK yang merangkap
profesi sebagai tukang pijat biasanya juga merangkap sebagai germo yang dipanggil “mami”.
Bagi PSK yang mangkal di cafe biasanya mendapatkan tamu tanpa bantuan germo.
Perkenalan antara PSK dengan tamu umumnya disaat tamu sedang menikmati minuman
ataupun hibufran cafe. Disaat seperti ini, PSK datang menghampiri. Terkadang ada juga
pengunjung cafe yang meminta bantuan kepada pelayan cafe lainnya (sejenis bar tender)
untuk dicarikan pasangan. Bagi pelayan cafe yang memberikan bantuan pencarian jarang
mendapatkan “upah pencarian “ dan biasanya tergantung kemurahan hati sipengunjung cafe
untuk memberikan tips. Setelah pengunjung cafe dan PSK ketemu, maka dilakukanlah
perjanjian untuk transaksi seks. Biasanya pengunjung cafe mengajak PSK tersebut ke hotel.
Tarif bagi PSK yang mangkal di cafe rata-rata antara seratus lima puluh ribu sampai dua
ratus ribu untuk sekali main. Jarang PSK yang mangkal di cafe mau melakukan jasa seks
long time. Walaupun tak jarang para PSK yang mangkal di cafe adalah PSK yang juga
mangkal di hotel. Namun, biasanya PSK yang mangkal di cafe berusia antara 20 – 29 tahun.
Sedangkan PSK yang berprofesi sebagai pekerja salon dalam melakukan praktek seks
biasanya dilakukan dikamar salon. Praktek seks disalon ini, umumnya dilakukan pada saat
“pasien” salon sedang creambath ataupun sedang facial. Disaat proses facial sedang
berlangsung, biasanya PSK mengawali pembicaraan dengan si pasien semisal menawarkan
jasa pijitan atau dengan dalih mencari “uang tambahan pribadi”. Dari awal pembicaraan
inilah biasanya berkembang menjadi tawar-menawar jasa syahwat. Besaran tarif jasa seks
PSK salon rata-rata dua ratus sampai dua ratus lima puluh ribu rupiah sekali main. Sama
halnya dengan PSK yang magkal di cafe, jarang mau melakukan jasa seks long time. Kecuali
janjian untuk ketemu disuatu tempat setelah selesai jam kerja salon. Untuk long time
biasanya antara enam ratus ribu sampai tujuh ratus ribu rupiah. Namun, besaran tarif jasa
seks yang diperoleh PSK umumnya berdasarkan keahlian merayu si tamu.
Cafe dan salon biasanya hanya sebagai tempat transit transaksi seks antara PSK dan
tamu atau pelanggan.
Bagi PSK baik yang mangkal di hotel, cafe, ataupun salon umumnya lebih memilih
tamu yang sekali main. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh pemanfaatan waktu bagi PSK itu
sendiri. Sebab semakin cepat waktu dalam melakukan hubungan seks, maka semakin
berpeluang untuk mencari tamu yang lain. Bagi PSK baik yang mangkal di hotel dalam
melakukan hubungan seks sekali main rata-rata memakan waktu sekitar tiga puluh sampai
enam puluh menit. Hampir sama dengan PSK yang mangkal cafe ynag melakukan
5
hubungan seks di hotel. Berbeda halnya dengan PSK yang berprofesi sebagai pekerja salon.
Batas waktu hubungan seks yang ditawarkan oleh PSK kepada pasiennya biasanya tidak
sampai lebih dari tiga puluh menit. Alasan yang biasanya digunakan oleh PSK kepada
pasiennya antara lain adalah agar orang lain yang sedang salon tidak terlalu mencurigai.
PSK yang biasanya mangkal dihotel umumnya lebih banyak menerima tamu seks
dibanding dengan PSK yang mangkal di cafe dan salon. Walaupun umumnya tingkat
kelarisan seorang PSK di dominasi oleh faktor usia disamping faktor lainnya seperti faktor
fisik, penampilan, selera tamu dan lain-lain. Hal ini bukan berarti PSK yang kerap mangkal
di hotel adalah yang memiliki usia muda atau faktor lainnya. Hal ini di karenakan PSK yang
bekerja di salon lebih jarang menerima tamu seks yang disebabkan oleh batas waktu
melakukan hubungan seks dan tingginya tarif jasa seks yang ditawarkan. Demikian juga
halnya PSK yang mangkal di cafe.
PSK yang mangkal di hotel mengaku mampu menerima tamu satu malam sekitar
tiga sampai enam tamu seks. PSK yang mangkal di cafe tiap hari menerima tamu namun
tidak seperti PSK yang mangkal di hotel. Rata-rata PSK yang mangkal di cafe menerima
tamu hanya satu sampai dua orang tamu saja. Sedangkan PSK yang mangkal di salon belum
tentu menerima setiap hari menerima satu orang tamu. Hal ini kemungkinan dikarenakan
oleh waktu dan besaran tarif. Bagi PSK yang mangkal di cafe lebih banyak menghabiskan
waktu dengan menikmati aneka hidangan cafe dan hiburan musik.
Para PSK yang mangkal di hotel umumnya beroperasi pada malam hari. Sedangkan
pada siang hari mereka mengaku diam dirumah dan menghabiskan waktu dengan keluarga.
Pengakuan kepada kelurga ataupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya, PSK biasanya
mengaku sebagai pekerja di rumah makan atau cafe.
Sama halnya dengan PSK yang mangkal di cafe biasanya juga mengaku sebagai
pekerja rumah makan kepada keluarga ataupun kepada lingkungan tempat tinggalnya.
Sedangkan PSK yang mangkal di salon, tetap mengakui sebagai pekerja salon atau sebagai
tata rias kepada lingkungan tempat tinggal ataupun kepada keluarganya.
PSK juga kadang sering berkelahi gara-gara tamu atau pelanggan. Pertengkaran
biasanya betengkar mulut, yang dikarenakan salah seorang tamu yang dianggap oleh salah
satu PSK “diserobot” atau diambil oleh PSK yang lain. Karna tamu atau pelanggan adalah
merupakan sumber rezeki bagi PSK. Dan ini biasanya terjadi bagi PSK yang mangkal di
hotel.
Setiap penghasilan yang didapat dari jasa seks, PSK mengaku menggunakannya
selain untuk kebutuhan pribadi, juga digunakan untuk biasa sekolah anak, atau hal-hal lain
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bagi PSK yang berasal dari luar Kabupaten
Labuhanbatu, umumnya menyalurkan sendiri penghasilannya kepada anggota keluarganya
dengan cara pulang ke kampung sebulan sekali. Seedangkan PSK yang mangkal di cafe
ataupun yang mangkal disalon umumnya menitipkan anaknya kepada pengasuh. Jadwal
mengunjungi anak biasanya dilakukan tiga atau tujuh hari sekali dalam seminggu.
6
penyuluhan ketika pemerintah melakukan razia. Namun, razia ini umumnya dianggap PSK
sebagai penghalang rezeki.
Bagi PSK yang mangkal di salon, umumnya sebelum melakukan hubungan seks
terlebih dahulu menawarkan apakah lawan mainnya menggunakan kondon atau tidak.
Demikian juga halnya bagi PSK yang mangkal di cafe walau lebih banyak PSK yang
mangkal di cafe ini mengaku jarang menyediakan kondom.
Mau kembali ke orang tua, bagi dia bukan solusi, karena selain malu jadi gunjingan
tetangga, orang tua juga tergolong tidak mampu. Uang yang didapat dari menjalani profesi
sebagai PSK sebagian dikirim untuk orang tuanya. Dia tidak pernah menyesali apa yang
telah menimpa dirinya meskipun masih berharap untuk kembali ke jalan yang benar.
Lain halnya PSK yang biasa mangkal di cafe kecamatan Rantau Selatan. Di
kawasan tersebut para PSK memasang tarif sekitar Rp 150.000 – Rp. 200.000 setiap
transaksi. Salah seorang PSK yang berhasil diwawancarai berusia sekitar 22 tahun. Ia
lulusan SLTP. Untuk mendapatkan calon pelanggan (pasangan seksnya) biasanya tanpa
dibantu oleh germo. Dia menjalani profesi sebagai PSK disebabkan oleh suami yang
menikah lagi dan jarang memberikan nafkah. Alasan suaminya ber polygami dikarenakan
dia dituding mandul. Walaupun tudingan itu belum pernah di chek kebenarannya oleh ahli
kandungan.
Salah seorang PSK yang mangkal dan berpraktek di sebuah hotel di daerah Rantau
Utara yang berhasil ditemui dan diwawancarai mengaku lulusan SLTP dan berstatus janda
beranak dua. Mantan suaminya berprofesi sebagai sopir truk lintas antar pulau yang
belakangan diketahuinya telah menikah lagi dengan salah seorang pelayan warung di
7
Kabupaten lain. Kebiasaan suaminya selalu mabok-mabokan dan kerap memukuli dirinya.
Kedua orang tuanya tergolong dari kalangan yang kurang mampu sebagai buruh tani.
PSK ini berwajah manis dan bertubuh langsing. Penampilan yang lumayan manarik
membuatnya kerap mendapat tamu sekitar tiga sampai lima tamu tiap malamnya. Tarif seks
yang ditawarkan kepada pelanggan adalah Rp.150.000 sekali main.
PSK tertua yang berhasil diwawancarai berusia sekitar 41 tahun dilokasi yang sama.
Dia adalah ibu rumah tangga berputra 3 orang, mulai menjalankan profesi sebagai PSK dan
tukang pijat sejak tahun 1997 sejak suaminya meninggal karena kecelakaan.
Penghasilan PSK
Pekerja-pekerja seperti mereka penghasilannya tidak menentu. Semakin lihai
merayu, semakin lancar rezeki. Tingkat ekonomi rata-rata meningkat sesudah menjadi PSK
bila dibandingkan sebelum menjadi PSK. Mereka dapat membiayai kehidupan keluarga
termasuk menyekolahkan anak. Sebagian dari mereka ada juga menabung untuk rencana
setelah mengakhiri profesi PSK. Penghasilan mereka tidak tetap. Tarif umum rata-rata Rp.
150.000,- hingga Rp 250.000. Penghasilannya sebesar Rp. 450.000 sampai Rp 8.000.000 tiap
bulan, sebagian dikirim ke orang tua dan sebagian lagi untuk kebutuhan hidup sendiri.
Tetapi banyak juga yang tidak tertabung, karena sangat konsumtif dan perlu mempercantik
diri misalnya untuk membeli pakaian dan lain-lain.
8
Ada juga PSK yang mengetahui bahaya atau resiko dari hubungan seks tanpa
menggunakan kondom. Namun hal tersebut baginya adalah kebebasan pelanggan, mau
pakai kondom atau tidak. Bahkan pengakuan mereka kebanyakan pelanggan yang tidak
mau menggunakan kondom. Hal itu mungkin dinilai wajar karena kebanyakan pelanggan
yang datang khusus untuk main ke hotel berasal dari kalangan menengah ke bawah
Harapan PSK
Sarana yang diperlukan setiap PSK adalah kemudahan untuk mendapatkan obat jika
terkena PMS akibat hubungan seks atau PMS. Jika perlu gratis, dapat ikut program KB
(keluarga berencana) secara murah terutama melalui suntikan. Mereka juga mengharapkan
bantuan dana (modal) saat berhenti dari profesinya. Informasi ini diperoleh dari hampir
semua PSK yang sudah janda dan mereka yang sudah mendekati usia 30 tahun.
PSK yang relatif masih muda lebih menghendaki pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan dan tingkat pendidikannya. Bahkan ada yang bercita-cita menjadi pedagang
atau membukan usaha setelah mempunyai modal kerja. PSK pada umumnya ingin kembali
ke jalan yang benar, setidaknya ingin kembali menjadi wanita yang baik. Mereka umumnya
menginginkan pekerjaan dan membentuk keluarga yang sejahtera. Menurut pengakuan
mereka hanya kesempatan yang belum muncul.
Mereka pada dasarnya mempunyai naluri kewanitaan yang baik dan ingin menjalani
hidup seperti wanita atau ibu-ibu rumah tangga secara normal di masyarakat lingkungannya
dan disayang oleh suami. Dengan perkataan lain munculnya PSK merupakan bentuk
kekalahan perempuan dalam persaingan di lapangan pekejaan yang lebih dikuasai laki-laki.
Dalam kondisi demikian, perempuan selalu tersisihkan dengan gaji lebih sedikit dan mudah
terancam PHK Di sisi lain tumbuh pusat-pusat hiburan dan selalu ada saja PSK yang
muncul.Pada dasarnya kehadiran PSK adalah sebagai korban pembangunan dan korban
pandangan masyarakat, baik sebagai akibat kekerasan yang dialaminya seperti perkosaan
atau penganiayaan.
9
Semuanya itu berakar pada kuatnya konsep patriarki sebagai bagian budaya dalam
masyarakat. Konsep patriarki menganggap laki-laki mempunyai hak poligami. Inilah yang
menumbuhkan kontradiksi manakala dihadapkan pada masalah PSK
KEPUSTAKAAN
Kasnodihardjo dkk, dalam Dinamika Pelacuran di Wilayah Jakarta dan Surabaya dan
Faktor Sosio Demografi yang Melatarbelakanginya, Cermin Dunia Kedokteran,
Nomot 151, Tahun 2006
10