You are on page 1of 21

PERENCANAAN SDM DAN PERSONALIA PENDIDIKAN ISLAM

(SEBUAH PEMIKIRAN PEMBERDAYAAN1)

A. Pendahuluan

Lembaga pendidikan merupakan lembaga yang dinamis. Sifat dinamis itu


berhubungan dengan perubahan dan perkembangan teknologi serta pola perilaku
kehidupan suatu masyarakat yang dinamis. Kebutuhan manusia sebagai pelanggan yang
haus akan pengetahuan, maka dari itu pendidikan dituntut untuk terus berusaha dalam
meningkatkan produk pendidikan serta peningkatan kualitas para pendidiknya. Kondisi
semacam ini mengharuskan lembaga pendidikan selalu tersedia Sumber daya manusia
dan personalia dalam pendidikan yang mampu menghasilkan produk-produk yang
digemari oleh pelanggannya (peningkatan pelayanan). Maka lembaga pendidikan yang
menginginkan maju/tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang bonafit tidak boleh
mengabaikan perencanaan sdm dan personalianya

Dari uraian di atas SDM dan personalia pendidikan mempunyai peran strategis untuk
menentukan kesuksesan ataupun kehancuran lembaga pendidikan, betapa pun besar
sumber dana dan peralatan teknologi dan media pembelajaran serba mutakhir tidak akan
ada gunanya ketika tidak ada sumber daya manusia yang mampu menjalankannya. Untuk
membentuk sumber daya munusia dan personalia pendidikan di negara kita masih
dihadapkan persolan yang sangat pelik mulai dari permasalahan konflik antarlembaga
penyelenggara pendidikan dari tingkat pusat, provinsi, daerah kabupatan/kota,
pemerintah pusat setengah hati melepas pendidikan dikelola sepenuhya oleh daerah.

Logis karena pusat khawatir pendidikan tidak akan berjalan dengan baik dan
tergantung dengan kepala daerah yang mengurusinya, sedangkan dengan otonomi daerah
secara otomatis membrikan wewenang kepada daerah untuk mengurusi pendidikan secara
mandiri. Hal ini mengindikasikan adanya tarik ulur kepentingan, sekaligus cermin
ketidaksiapan struktural daerah. Akar permasalahan sebetulnya adalah dari adanya
konflik pembagian kewenangan yang tidak jelas, baik di tingkat provinsi maupun
1 Pemberdayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengandung arti proses mendatangkan hasil atau
manfaat atau proses menjadi berdaya (berkekuatan). Atau proses/cara/perbuatan memberdayakan/membuat jadi
berdaya. KBBI hal: 242

1
kabupaten/kota. Permasalahan ini berimplikasi terhadap pembangunan SDM secara
umum, karena untuk mencapai kualitas SDM yang baik diperlukan tatanan kelembagaan
serta birokrasi yang sehat.

Pada aspek lain pemberdayaan pendidikan dihadapkan pada pemasalahan guru yang
menumpuk di perkotaan dan pulau jawa yang kalau diakui mereka akan kesulitan akan
memperolah sertifikasi, karena jam mengajar mereka kurang dari ketentuan yang
ditentukan bila tidak dimanipulasi, kurangnya pelatihan (diklat) yang berkala (bahkan ada
indikasi hanya untuk menghabiskan anggaran yang ada sehingga secara logis berakibat
kepada mutu guru dipulau jawa apalagi diluar jawa banyak yang tidak berkualitas untuk
memenuhi mutu pendidik. Yang lebih parah adalah tutor (widyaiswara) sendiri tidak
berkualitas, dengan beberapa indikasi: kurang perencanaan, kurang mnguasai kurikulum
dan metode mengajar, penguasaan pengetahuan yang out of date dan disiplin kaku serta
tidak dapat menghargai perbedaan yang ada, tentu hal ini disebabkan perekrutan
widyaisawara yang tekesan KKN, dan tertutup.

Sisi lain lagi dalam rekrutmen tenaga pendidikan. Dalam hal ini pemerintah
nampaknya sangat sembrono dalam melakukan rekrutment pegawai, hal itu dapat dilihat
menumpuknya guru mata pelajaran yang sama dalam satu sekolah, pemerintah dalam hal
ini tidak melakukan perencanaan dan analisis akan kebutuhan tenaga guru yang seola-
olah hanya “menghidupi” orang disekitarnya dan kerabatnya, untuk itulah pemerintah
perlu menaikkan kompensasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang tinggi
sehingga profesi ini menjadi impian setiap lulusan sekolah atas yang cerdas cendekia
untuk masuk kefakultas ilmu pendidikan, kemudian pemerintah melakukan penyeleksian
yang ketat untuk masuk fakulta keguruan, kemudian yang lulusan terbaik peringkat 1-5
dari tiap FIP diangkat pegawai negeri secara otomatis dan langsung memperoleh
sertifikasi. Inilah side effect ketika institusi pendidikan tidak diurusi oleh orang-orang
yang berkompeten dibidangya, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam salah satu
hadisnya,

‫ادا وسد المر الي نمراهله فا نتظرالساعة‬

“Jika suatu urusan tidak diserahkan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya”
B. SDM dan Personlia Pendidikan Berkualitas

1. Sebuah Definisi Perencanaan SDM dan Personalia

Perencanaan berisi perumusan merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang


diinginkan. Pencanaan adalah proses pemilihan dan penetapan tujuan, strategi, metode,
tolok ukur keberhasilan suatu kegiatan2. Pengertian ini menunjukkan bahwa perencanaan
merupakan proses atau rangkaian beberapa kegiatan yang saling berhubungan dalam
memilih salah satu diantara beberapa alternatif tentang tujuan institusi pendidikan.
Kemudian memilih strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Menetapkan anggaran untuk
melaksanakan strategi dan metode tersebut, diiringi dengan memilih dan menetapkan
tolok ukur yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan dalam mencapai tujuan
dengan menerapkan strategi dan metode yang telah dipilih sebelumnya.

Perencanaan merupakan inti dari manajemen, karena perencanaan akan membantu


mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang, sehingga akan memungkinkan
pengambil keputusan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya, serta
memaksimalkan pegawai yang dimilikinya secara efektif dan efisien. Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut
juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan)3.

Sumber Daya Manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya4. Aset paling penting yang dimiliki organisasi (pendidikan)
dan diperhatikan oleh setiap pemimpin adalah manusia dalam organisasi. Manusia
merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Mereka membuat tujuan,
inovasi melaksanakan sehingga tercapai tujuan yang ingin dituju. Sumberdaya manusia
membuat organisasi menjadi hidup lebih hidup.

Sumber daya manusia merupakan satu-satunya faktor yang dominan karena


merekalah sumber daya yang memiliki akal, perasaan kebutuhan, pengetahuan
ketrampilan dan lain sebagainya. Pada intinya sumber daya inilah yang mempengaruhi
maju atau mundurnya suatu organisasi. mereka akan mempengaruhi secara langsung pada
2 James J. Jones & Donald Walters. Human resource management in education, Yogyakarta, Q Media, 2008. Hal 70
3 Ibid hal 72
4 Ibid hal 73

3
kesejahteraan organisasi. Berapapun besarnya sumber modal keuangan dan canggihnya
teknologi yang dimiliki tidak akan mampu dimaksimalkan produktivitasnya tanpa adanya
karyawan yang yang berkompeten dan memiliki dedikasi yang tinggi. Demikian pula
dengan tujuan, visi dan misi yang dituliskan dengan tulisan dan kata-kata yang serta
menarik, jika sdm terlupakan peranannya, untuk apa dan bagaimana seharusnya mereka
berbuat untuk memajukan organisasi, maka kemungkinan yang terjadi malah akan
menimbulkan disintegrasi tujuan individu yang beragam dengan tujuan individu yang
seragam. Jika hal itu terjadi maka akan matilah organisasi tersebut.

Personalia ialah semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan organisasi
yaitu untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan5. Organisasi pendidikan mencakup
“stake holder” pengambil kebijakan atau pembuat kebijakan sampai pelaksana pada
tingkat bawah (Menteri Pendidikan atau Menteri Agama beserta jajarannya, guru, alumni,
siswa, orang tua siswa).

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bernafaskan islam yang berada dibawah
Departemen Pendidikan maupun Departemen Agama, baik negeri atau swasta, dari
tingkat madrasah Ibtidayah sampai perguruan tinggi, pendidikan islam sampai saat ini
masih menjadi pilihan nomer sekian dari penduduk muslim Indonesia, inilah pekerjaan
rumah bagi para pengambil kebijakan ditingkat pusat untuk memperbaiki mutu dan
kualitas pendidikan islam supaya menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia yang
mayoritas beragama islam, memang tidaklah pantas kita menafikan ada beberapa
pendidikan islam yang berkualitas.

Perencanaan SDM adalah proses untuk menetapkan strategi, memperoleh,


memanfatkan, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja sesuai dengan
kebutuhan perusahaan sekarang dan pengembangannya dimasa mendatang untuk
peningkatan kualitas dan kemajuan pendidikan islam.

5 Made Pidarta, Manajemen Pendidikan, Renika Cipta. 2004. Jakarta.


2. Manfaat Perencanaan SDM dan Personalia

Perencanaan merupakan suatu hal krusial dalam sebuah organisasi, karena setiap
organisasi mempunyai masalah yang tidak dapat diprediksi dimasa akan datang. Baik
sumber dana, ataupun sumber daya manusia ketika dapat dimaksimalkan dengan baik
akan mempunyai manfaat sebagai berikut: pertama meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pendayagunaan sdm, pendayagunaaan sdm akan dapat berjalan efektif dan
efisien, karena pengaturan dan penempatan sdm dan personalia yang ada, supaya sdm
yang dimiliki dapat ditempatkan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Kedua
setiap sdm dan personlia berpeluang untuk melakukan pekerjaan secara efektif dalam
bekerja, karena setiap masalah yang berada dalam lingkungan kerja akan dapat
terselesaikan dengan baik. Ketiga menghemat pembiayaan dan tenaga dalam
melaksankan rekrutmen dan seleksi. Serta dapat meningkatkan koordinasi antar institusi6.

3. Kualifikasi SDM dan Personalia Pendidikan

a. Guru

Guru merupakan unsur terpenting dalam proses belajar mengajar. Diundangkannya


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru diakui sebagai
jabatan profesional. Hal ini sekaligus mengangkat harkat dan martabat guru yang
sungguh luar biasa bila dibandingkan dengan profesi lainnya di kalangan pegawai negeri
sipil. Namun demikian, untuk menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak sampai
dengan sekolah menengah (SM) persyaratannya cukup kompleks, yaitu: (a) memiliki
kualifikasi pendidikan minimal sarjana atau diploma empat, (b) memiliki kompetensi
pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional, (c)
memiliki sertifikasi pendidik; (d) sehat jasmani dan rohani, serta (e) memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8, UU Nomor:
14/2005).

Dengan demikian, keberadaan UU Guru dan Dosen pada prinsipnya memiliki dua
komponen pokok, yaitu: pertama meningkatkan kualitas guru sebagai pendidik
profesional dan kedua meningkatkan kesejahteraan guru sebagai konsekuensi logis dari

6 Hadari Nawawi Perencanaan Sdm hal : 37

5
keprofesionalannya. Kita semua sepakat tentang hal itu, tetapi ketika hal itu juga tidak
diimbangi dengan pengawasan serta evaluasi,yang dilakukan oleh siswa, teman sejawat,
kepala sekola, pengawas, serta masyarakat dimana guru itu tinggal yang sesuai dengan
prosedur dan jujur (tidak terjadi manipulasi data seperti saat ini).

Disamping evaluasi langkah yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan pelatihan
yang rutin, terutama penguasaan akan bahasa internasional serta penguasaan akan
teknologi yang berupa computer, karena zaman sudah mengalami perubahan dengan
namanya dunia cyber media dan perubahan dari era industri menuju era informasi
(mungkin kedepan pelaksanaan unas dan tes masuk perguruan tinggi secara online), serta
tantangan persingan pendidikan secara global dengan menjamurnya sekolah dari luar
negeri masuk ke-Indonesia, ketika hal ini terlupakan nampaknya juga akan menimbulkan
masalah baru.

Tentu ketika guru telah mendapatkan pelatihan langkah selanjutnya dievaluasi oleh
berbagai pihak tersebut diatas. Ketika guru tidak menunjukkan kinerja yang bagus sesuai
dengan undang-undang yang ada maka konsekuensinya, mendapatkan hukuman yang
tegas, mulai dari peringatan sampai pemutusan hubungan kerja (mungkin akan telaksana
ketika uu bhp diterapkan) dan ketika menunjukkan kinerja yang bagus tentu akan
memperolah reward, dengan kenaikan pangkat dan gaji secara jelas, tidak seperti saat ini
kerja bagus dengan tidak menunjukkan kinerja yang baik sama saja gajinya.

b. Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan jabatan personalia tertinggi dalam satuan institusi


pendidikan. Untuk menjadi kepala sekolah seorang guru harus memenuhi persayaratan
seabagaimana diatur oleh permendiknas 13 tahun 27 sebagai berikut: 1) memiliki
komptensi kepribadian 2) kompetensi manajerial 3) kompetensi kewirausahaan 4)
kompetensi supervise 5) kompetensi sosial. Tentu dengan persyaratan harus memiliki
sertifikat pendidik dan sertifikat sekolah, serta menjadi guru dalam satuan pendidikan
tertentu7.

Namun sayang pemilihan kepala sekolah dalam era otonomi daerah berdasarkan

7 www.diknas.go.id diakses tanggal 24 Mei 2009


kedekatan dengan kepala Dinas atau Bupati, bukan berdasrkan profesionalisme dan
peraturan yang sudah ada, itupun penunjukan langsung yang notabene akan
menimbulakan kecuriagaan berbagai pihak. Apakah tidak mungkin pemilihan kepala
sekolah menggunakan asas demokrasi, sehingga kepala sekolah menawakarkan program-
programnya untuk disampaikan kepada guru dan siswa disekolah yang bersangakutan
dengan demikian guru dan siswa tau kemana arah sekolah ketika dipimpin kepala sekolah
yang baru tersebut. Kalau hal ini dilakukan dengan jujur Nampaknya akan
menghindarkan dari yang namanya manipulasi.

Kepala sekolah pada era informasi dituntut untuk memiliki pandangan visioner dengan
pengembangan teknologi dengan pembelajaran yang lebih menggunakan teknologi yang
serba canggih, disamping itu kepala sekolah dituntut untuk memiliki jiwa kewirausahaan
sehingga tidak tergantung kepada pemerintah dalam pendanaan bagi eksistensi
sekolahnya apalagi dalam alam menajemen bebasis sekolah dimana era ini sekolah harus
mampu menghidupi sekolahnya secara mandiri. Namun yang masih dirasakan bawahan
adalah kepala sekolah cenderung otoriter dalam memecahkan segala persoalan yang ada
mereka nampaknya tidak mengedepankan kecerdasan emeosional dalam berhubungan
dengan bawahannya.

c. Pustakawan

Sekolah-sekolah yang ada pada saat ini masih mengesampingkan perpustakaan dan
pustakawannya. Hal ini dapat diamati sekolah hanya mengalokasikan gedung sisa untuk
perpustakaannya, itupun dengan kondisi yang kumuh, buku yang ketinggalan zaman,
tidak terawat dengan baik, pengelolaan yang tidak memenuhi persyaratan yang standar,

Pustakawannya pun tidak jauh berbeda, biasanya sekolah tidak memiliki pustakawan
yang khusus, hanya menugaskan seorang guru untuk mengelola perpustakaan. Tentu guru
tersebut tidak banyak tau bagaimana cara mengelola perpustakaan yang bagus, sehingga
menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa, dalam membaca, berdiskusi, dengan
penataan yang memudahkan bagi pembaca untuk mengambil dan mencarinya. Apalagi
dalam era informasi seorang pustakawan tidak hanya ditutut untuk memberikan
pelayanan yang prima dalam bentuk hard buku tetapai bagaimana seorang pustakawan

7
mampu membuat dan menyajikan buku dalam bentuk sofcopy yang dapat diakses dan
dibaca oleh banyak orang.

Pemerintah nampaknya sangat jarang mengangkat pegawai dari pustakawan untuk


sekolah, padahal dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, perpustakaan mempunyai
peranan yang sangat penting untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran berbasis
pada siswa (student centered). Itulah pentingnya pemerintah mulai mengalokasikan
pengangkatan tenaga pustakawan untuk mengelola perpustakan, apalagi dengan
munculnya sekolah berstandar nasional dan internasional diperlukan pustakawan yang
berkualitas untuk mengelolanya.

d. Kementrian

Alangkah lebih tepatnya jika untuk menciptakan menteri dan jajaran dibawahnya yang
profesional perlu juga ada produk hukum berupa UU atau Perpu serta perda yang
mengatur tentang kementrian serta pejabat dari tingkat pusat sampai daerah, sehingga
akan dapat menciptakan menteri-menteri dan pejabat-pejabat daerah yang berkualitas
demi perbaikan bangsa dan Negara (termasuk didalamnya pendidikan) memang kita
jangan menutup sebelah mata bahwa menteri merupakan jabatan politik dan wewenang
presiden atau pejabat daerah yang merupakan wewenang dari gubernur, bupati atau
walikota untuk memilihnya, apakah kita sebagai rakyat tidak dapat menekan presiden
gubernur, bupati dan walikota untuk memilih pembantu yang memang berkompeten
dibidangnya (khususnya pendidikan), begitu juga kita harus mununtut wakil kita supaya
mereka untuk segera mengundangkan UU/PERPU tentang kementrian dan pejabat daerah
yang jauh dari pretensi politik,

Supaya negara ini segera bangkit dari keterpurukan multidemensi mulai dari agama,
ekonomi, serta pendidikan (sebagai tonggak perbaikan bangsa) sebagai salah satu
alternatifnya, disini penulis mempunyai gagasan untuk menjadi menteri atau pejabat
daerah (khususnya bidang pendidikan) harus memenuhi criteria sebagai berikut: pertama,
criteria akademis minimal berpendidikan Doktor (S3) sesuai dengan pendidikan
serumpun dengan jabat yang akan diembannya, kedua sehat jasmani dan rohani, karena
dalam hal ini merekalah para pengambil kebijakan dalam menentukan arah bangsa
kedepan, serta mereka mempunyai pos anggaran yang sangat besar dan untuk
kesejahteraan rakyat (uang), jika tidak sehat jasmani dan rohani apa jadinya? Ketiga,
memiliki kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional.

Namun jika hal tersebut tidak difikirkan oleh para wakil kita, maka tidak
mengherankan pendidikan kita kedepan juga akan amburadul, karena tidak diurusi oleh
orang-orang yang mempunyai kompetensi dalam bidangnya pendidikan, parahnya lagi
cuma berorientasi politis untuk memenangkan salah satu partai atau calon presiden.
Contoh dalam penyelenggaraan ujian nasional yang masih amburadul, ujian nasional
tidak dpat dijadikan patokan untuk dapat melanjutkan kejenjang sekolah yang lebih
tinggi, banyaknya kecurangan dalam pelaksanaannnya “aneh orang yang berbuat curang
malah diberikan keringanan ujian ulang, sedangkan yang tidak beruntung malah ikut
paket C”. kalau menurut penulis siswa yang tidaka lulus atau nilai yang tidak bagus, lebih
baik dijururskan saja untuk mengambil pelatihan, sedangkan yang memperolaeh nilai
yang tinggi inilah yang kita siapkan menjadi ilmuwan.

Lain halnya dalam menyelesaikan persoalan guru yang dipekerjakan di Malaysia


untuk memberikan pengajaran untuk anak-anak TKI yang berada di Sabah masih
menyisakan persoalan sampai saat ini. Pemerataan perbaikan prasarana dan sarana
pendidikan yang membahayakan dalam KBM tidak kunjung terselesaikan. Apalagi
mengurusi peningkatan profesionalisme, pemerataan guru untuk daerah-daerah terpencil
yang kompensasinya masih belum ada kejelasan sampai saat ini, tentu untuk mengurusi
sumber daya manusia lebih sulit, karena mereka makhluk unik yang berperasaan, berfikir
dsb.

C. Sebuah Pemikiran Pemberdayaan SDM dan Personalia

1. Pemerataan

Pendidikan kita dihadapkan rendahnya kompensasi dan rendahnya kualitas sdm, juga
dihadapkan pada permasalahan distribusi atau pemerataan SDM dan personalia
pendidakan. Sebagian besar pendidik dan tenaga kependidikan hanya terfokus dipulau
Jawa dan daerah-daerah perkotaan itupun kurang berkualitas, sehingga terjadi kondisi
yang timpang. Banyak SD, SMP, SMA di kota yang kelebihan guru, namun sebaliknya

9
SD, SMP,SMA di desa atau daerah terpencil yang kekurangan guru, bahkan guru di
Sekolah Dasar hanya berjumlah 1-4 orang, hal ini sangat menyedihkan, karana pada level
ini siswa sangat tergantung kepada guru, guru disampng menjadi pengajar sekaligus
pendidik. Lain lagi untuk SMP dan SMA, guru mengajar dengan dua mata pelajaran yang
berbeda bahkan yang bukan merupakan bidangnya. Idealnya dalam satu SD diisi oleh
minimal 10 guru dengan rincian 6 guru kelas, 1 guru bahasa Inggris, 1 guru Agama dan 1
guru olah raga serta 1 kepala sekolah.

Disisi yang lain di perkotaan yang sudah teraliri listrik, pam, alat komunikasi serta
tempat hiburan, terjadi penumpukan guru bahkan guru untuk mencari jam mengajar
sebanyak 24 jam perminggu kesulitan. Mungkin ketika kita jujur guru yang akan
melakukan sertifikasi, banyak guru perkotaan yang tidak lolos sertifikasi. Disamping itu
kualitas keilmuwan dan penguasaan akan teknologi dan metode mengajar yang jauh dari
harapan.

Ketimpangan dalam distribusi/pemerataan pendidik dan tenaga kependidikan antara


sekolah yang berada di perkotaan dengan sekolah yang berada dipelosok desa, antara
jawa dan luar jawa (tidak bermaksud mengangkat sara). Banyak dijawa sekolah memiliki
guru yang komplit (tapi sedikit yang berkualitas) dalam semua jenjang pendidikan,
sebaliknya diluar jawa masih sangat kekurangan akan guru.

Dalam otonomi daerah yang pendidikan dipegang oleh pemerintah daerah,


kewenagan memutasi dan menerima pindahan adalah kepala daerah. Dalam mutasi
pegawai khususnya guru, dimaksudkan untuk menyebar pengetahuan guru,
pengghilangan kejenuhan dan supaya memperolah wawasan yang aru bagi guru. Banyak
guru yang khawatir ditempatkan kedareah yang “kering” pada gilirannya mereka akan
melakukan tindakan yang melanggar hokum yaitu dengan menyuap pejabat pendidikan,
supaya tidak dipindah.

Maka ketika hal ini masih berlangsung tidak mengherankan distribusi guru dan
tenaga kependidikan yang tidak merata, konsekuensi logisnya daerah terpencil akan sulit
beranjak dari ketertingagalannya, demikian juga siswa akan mengalami ketertinggalan
dengan daerah perkotaan, dengan demikian pendidikan akan sulit terrjadi pemerataan
kualitas akses pendidikan. Meskipun berbagai jalan telah ditempuh terutama pemerintah
pusat untuk mengurangi kekurangan jumlah guru di daerah pedesaan dan terpencil
nampaknya tidak menarik (mengiurkan) bagi para pahlawan tanpa tanda jasa.

Memang dalam hal ini Diknas dan Depag perlu berusaha keras untuk mengurai
masalah pemenuhan tenaga pendidikan untuk daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan
yang belum tersentuh pendidikan yang layak dimana masyarakat tersebut kebanyakan
ekonomi lemah serta orang tua yang tidak melek akan sekolah, jika anaknya sekolah
siapa yang akan membantu orang tua mencari nafkah. Salah satu caranya memberikan
iming-iming kepada para tenaga pendidikan yang bersedia ditempatkan di daerah tersebut
diberikan insentif berupa gaji tamabahan tetapi anehnya permerintah nampaknya kurang
mempersiapkan dan memikirkannya dengan matang dari mana anggaran dana itu
diperolehkan dan nampak kurang koordinasi dengan berbagai pihak didaerah (apakah ini
dampak dari otonomi daerah) seperti yang diungkapkan Dirjen PMPTK “Pemerintah
mengalokasikan tunjangan khusus untuk 20.000 guru terpencil dengan besar Rp.1,35
juta per bulan untuk setiap guru. Namun, dana dari pemerintah belum mencukupi untuk
memberikan insentif bagi guru daerah terpencil. Baedhowi mencontohkan, kebutuhan
insentif untuk guru daerah terpencil di Kabupaten Sangihe Talaud, Sulawesi Utara
mencapai dua hingga dari tiga kali dari anggaran. Untuk itu, Baedhowi mengimbau
partisipasi pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana bagi guru daerah terpencil
melalui anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)”. Perumahan, kenaikan pangkat
lebih cepat dan lain sebagainya. Pada saat yang sama pemerintah daerah berusaha untuk
mencukupi akan tenaga pendidikan secara berkala.

Di sisi lain pemerintah dengan tenaga guru yang melimpah malah mengangkat guru
baru sehingga menambah beban dari anggaran Negara, sedangkan yang ada tidak mampu
dioptimalkan, atau bagaimana guru akan dapat merata sampai ketingkat daerah terpencil.
Menurut pulis salah satu cara yang paling efektif adalah ketika mengangkat guru baru,
kemudian mereka yang diterima diberikan pelatihan selama satu bulan atau satu setengah
bulan, pada tahap akhir pelatihan dibeikan test untuk penempatan dengan persayratan
kelulusan yang cukup ketat. Guru baru yang memperolah rangking 1-20 ditempatkan
pada daerah perkotaan dengan tantangan siswa yang sudah mahir akan teknologi dan

11
pengetahuan yang tersebar dengan cepat, demikian setetusnya sesuai dengan tingkat
rangking yang ada, dari pertengahan sampai tempat terpencil. Tentu hal ini harus selalau
dievaluasi secara berkala dan dengan indicator yang jelas, namun dengan tidak lupa
memberikan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru.

2. Pelatihan (Job Treaning)

Salah satu ciri abad millenium adalah masyarakat industri, masyarakat industri adalah
masyarakat yang mendukung proses industrialisasi. Masyarakat semacam ini akan terjadi
pergeseran dari masyarakat agraris menjadi industri. Sehingga dibutuhkan sumber daya
manusia yang mampu bersaing didalamnya. Pendidikan sebagai salah satu agen
perubahan merupakan tumpuan untuk mampu memberikan bekal bagi mereka dalam
dalam menghadapi persaingan yang semakin berat. Disamping itu abad ini juga ditandai
dengan pergeseran dari era industi bergeser kepada era inforamasi yang serba cepat dan
menguntungkan dengan segala kemudahannya untuk memperoleh sesuatu yang
diinginkannya melalui internet (dunia tanpa batas). Maka dengan ini diperlukan sumber
daya manusia yang menguasai perangkat keras serta perangkat lunak dengan baik dan
tidak kalah pentingnya adalah penguasaan bahasa asing.

Tahun-tahun kedepan bangsa Indonesia harus menghadapi era perdagangan bebas


yang dahulunya hanya untuk bidang ekonomi, tetapi dunia pendidikan toh juga terkena
imbas dari apa itu perdagangan bebas, mau atau tidak mau dunia pendidikan kita jika
tidak mempersiapkan dengan baik bila tidak maka akan tergilas oleh pendidikan dari luar
negeri yang tumbuh bak jamur di musim hujan di Negara tercinta.

Dalam menghadapi persaingan tersebut pemerintah sudah sepantasnya melakukan


pelatihan atau penataran bagi para tenaga pendidikan secara berkala hal ini untuk
menghindari atau mencegah penggunaan pengetahuan yang sudah usang serta dalam
melaksanakan tugas yang ketinggalan zaman, pemerintah dalam hal ini kurang
perencanaan dalam melakukan pelatihan atau penataran kepada pendidikan dan tenaga
pendidikan kalaupun ada hanya untuk menghabiskan sisa anggaran yang ada, dan bahkan
pelatihan itupun cenderung diskriminatif guru-guru swasta jarang sekali mendapatkan
pelatihan dari pemerintah padahal sama-sama WNI dan guru, apakah pajak yang
membayar hanya PNS? Penulis mengindikasikan adanya diskriminsai tersebut adanya
aturan perundang-undangan yang tumpang tindih atau malah pengambil kebijakan yang
terlalu mementingkan satu pihak tanpa melihat dan memberikan kesemapatan kepada
pihak yang berbeda.

Pelatihan atau diklat yang dilaksanakan pun terkesan mengahamburkan uang, dan
bagi peserta dianggap sebagai tamasya gratis plus uang saku, disamping itu pelatihan
semacam ini malah menjadi beban bagi sekolah, karena biasanya dilaksanakan pada
waktu proses belajar mengajar, sehingga pelatihan itu berakibat menelantarkan siswa
yang seharusnya juga memperoleh haknya untuk mendapat pengajaran. Maka untuk itu
penulis memberikan sebuah penawaran pelatihan tersebut hendaknya dilakukan dengan
perencanaan dan analisis kebutuhan, kemudian menentukan kuota serta tempat-tempat
untuk pelatihan (baik perguruan tinggi/pusat-pusat pelatihan), kemudian pemerintah
memberikan kebebasan dan alokasi dana secukupnya kepada pendidik dan personalia
pendidikan untuk memilih konten (materi) dan tempat pelatihan yang telah ditentukan
oleh pemerintah. Sehingga pendidik dan personalia pendidikan akan memiliki
pengetahuan yang akan beragam. Bukan seperti yang ada saat ini pelatihan yang selalu
ditentukan tempat, waktunya oleh pusat dan bahkan selalu dipaksakan, sehingga
pelatihan semua itu tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pelatihan seharusnya dilakukan secara berkala diharapkan nantinya akan


mendapatkan SDM dan personalia pendidikan yang tetap muda semangatnya,
pengetahuan serta ketrampilannya. Disamping itu pemerintah perlu memikirkan untuk
mentraining guru tentang pengetahuan mengoperasikan computer serta pelatihan akan
bahasa asing (masak siswa sudah mahir browsing, chatting dan mahir bercakap-cakap
dalam bahasa inggris gurunya tidak paham). Jika hal ini terpenuhi maka pendidikan kita
akan siap bersaing dengan kompetitornya dari luar negeri.

Namun anehnya pemerintah memaksakan kehendaknya untuk mendiklat guru dalam


satu tempat dan waktu, namun para pelatih atau widyaiswara yang dimiliki tidak
memiliki kualitas di atas para audiensnya. Bagaimana mereka akan berkualitas, dalam
perekrutan widyaiswara kurang berdasarkan aturan yang ketat serta masih bernuansa
KKN, pengumuman penerimaan widyaiswara pun hanya diketahui oleh segelintir orang,

13
sehingga tidak terjadi kompetisi antar peserta ujian yang sehat, tentu berakibat
widyaiswara kurang memiliki kompetensi dan kecakapan yang lebih.

Disamping itu widyaiswara memiliki permasalahan yang substansial yang


berhubungan dengan keilmuannya, seperti: Merasa paling pandai, merasa paling pandai
di kelas ketika mengajar kerap kali dilakukan oleh widyaiswara. Permasalahan ini
muncul kareana para peserta diklat berasal dari daerah yang jauh dari kota dan bertugas
diaerah pedalaman atau sekolah/madrsah yang kurang bonafit, sehingga mereka
menganggap peserta diklat tidak mengerti apa-apa alias nol dan masih menggunakan
teori konvensional pendidikan, yang mana masih mengangap peserta diklat seperti gelas
yang perlu diisi. Pada masa informasi ini para peserta diklat dapat belajar melaui media,
baik massa, ataupun elektronik atau bahkan internet atau lainnya, yang mungkin
widyaisawara belum mengetahuinya, dan mungkin peserta lebih pandai dari widyaiswara.
atau bahkan pendidikan peserta diklat lebih tinggi dari widyaiswara. Maka untuk itu
Widyaiswara harus menjadi pembelajar sepanjang hayat yang senantiasa menyesuaikan
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan kecenderungan yang terjadi di
masyarakat.

Permasalahan substansial selanjutnya widyaiswara adalah kurang persiapan dan tidak


kreatif dalam melakukan pembelajaran, dalam melaksanakan tugas kediklatan mereka
merasa sudah dapat mengajar dengan baik dan sesuai dengan profesinya. Maka hal ini
mengakibatkan widyaiswara kurang persiapan pembelajaran, perencanaan dan evaluasi
dalam pelaksanaan tugas pembelajarannya. Widyaiswara seharusnya menerapkan
pengetahuannya bahwa mengajar tidak hanya sebatas penyampaina materi tetapi proses
yang melibatkan baik pedagogik, psikologis (widyisara harus mengetahi taraf
perkembangan peserta diklat yang rata-rata memilki tingkat pengtahuan yang sama) serta
metodis (widyaiswara harus mampu menerapkan metode, strategi atau pendekatan dalam
pembelajaran agar peserta didik berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran).

Profesi widyaisawra tidak hanya sebatas dalam menyampaikan materi pembelajaran,


tetapi lebih dari itu widyaiswara bertugas mendampingi peserta diklat dengan pelbagai
perbedaan, agar mampu membantu peserta diklat dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya dalam meningkatkan profesionalitas, pedagogik dan sosial. Dengan
demikian widyaiswara dituntut untuk memilki penguasaan akan kurikulumdan silabus
serta berbagai model pembelajaran aktif dan efektif yang sesuai dengan materi yang akan
diajarkan agar dapat memfasilitasi peserta diklat secara optimal.

Sudah sepantasnya widyaiswara melakukan perncanaan pembelajaran, dengan


membuat persiapan mengajar agar bejalan efektif dan menarik tidak membosan sepaerti
saat ini. Namun anehnya masih banyak widyaiswara yang tidak membuat perncaan
persiapan mengajar yang optimal. Sehingga mengakibatkan akan merugikan widyaiswara
sebagai tenaga professional dan tentunya akan menggangu dalam kegiatan pembelajaran
yang tanpa arah sehingga materi pokoknya tidak dapat tersampaikan dengan baik.

Sudah selayaknya pusdiklat memberikan ultimatum dan meningkatkan dana untuk


memberikan pelatihan kepada widyaiswara agar mereka mampu meningkatkan
profesionalisme dengan mengambil pendidikan ataupun pelatihan agar mereka tselalu
memiliki pengetahuan yang terbarukan.

3. Rekrutmen8

Sistem kepegawaian kita masih kurang sehat hal ini Nampak dari pelatihan dan
pendataan kepegawaian yang masih ganda. Kompleknya penerimaan cpns dianggap
sebagain orang menunjukkan kekurangasiapan panitia penyelenggara. Pemerintah
propinsi atau Departemen Agama (Kanwil) sebagai koordiantor penyeleksian sekaligus
sebagai penentu keluluasan, nampaknya belum menunjukkan pelayanan yang
memuaskan, bagaimana tahun 2004 ketika terjadi protes dari yang lolos tes seleksi
kemudian diadakan revisi pengumuman kelulusan, mungkin saat ini sudah lebih baik
dengan cara melamarnya lewat pos atau via internet.

Pengangkatan pegawai honorer menjadi pegawai negeri sipil lebih parah, dan masih
terjadi diskriminasi pengangkatan, menurut undang-undang yang akan diPNSkan
hanyalah guru honorer yang mendapat gaji dari APBN/APBD dan itupun hanya
diprioritaskan salah satunya kepada pendidik sedangkan untuk tenaga kepandidikan
belum mendapat kejelasan nasibnya. Selain itu gejolak muncul terkait aturan usia dan
8 Sebuah usah aktif dalam mencari tenaga potensial dengan cara mempengaruhi mereka agar mau menempati
posisi yang dalam lembaga sekolah (James.J.Jones & Donald. LWalters) dalam bukunya Human Resource
InEducation, hal: 126

15
masa kerja. Pada sudut lain ternyata tidak sedikit data yang dimanipulasi.

Bentuk atau cara perekrutan menurut UU tersebut disatu sisi memberikan keadilan,
tetapi disatu sisi juga akan menimbulkan ketimpangan dalam kaderisasi tenaga potensial
yang terhambat untuk memperbaikai birokrasi yang ada. Maka tidak mengherankan nanti
kebanyakan pegawai pemerintah adalah mereka orang-orang yang sudah uzur (berumur)
karena memang perencanaan pemeritah adalah unruk mengangkat tenaga honorer
berdasarkan lama pengabdian dan umur. Sementara untuk tenaga muda professional
hanya dialokasikan sisanya.

Disamping itu pengangkatan pegawai oleh pemerintah tidak memperhatikan


pertimbangan fungsi dari tenaga yang diangkat, hal ini berakibat menimbulkan
penumpukan tenaga kerja disatu bidang. Pada gilirannya mengurangi efektivitas dan
efisiensi kerja. Gejala demikian merupakan indikasi adanya struktur kepegawaian dan
perencanaan SDM yang kurang tepat atau tidak meperhatikan kebutuhan. Perencanaan
yang kurang tepat dari pengambil kebijakan mengakibatkan jumlah anggaran pemerintah
untuk menggaji pegawai menjadi membengkak, sehingga mengakibatkan dana untuk
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat menjadi berkurang. Belum lagi dengan
NIP ganda, orang yang meninggal masih memperolah gaji serta ketidakcocokan data
yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan pemprov serta pemkab. Adapun tindakan yang
dilakukan pemerintah hanya bersifat reaktif bukan menyentuh pada akar persoalannya.

Maka DEPAG dan DIKNAS serta lembaga terkait perlu melakukan analisis
kebutuhan kerja dimasa yang akan datang. Langkah bagus bila pemerintah menata ulang
sistem penerimaan kepegawaiannya, serta perekrutan pegawai berdasarkan kualitas dan
kompetensi sesuai dengan kebutuhan perkembangan dunia. Disini penulis memberikan
sumbangsih alternatife penerimaan khusus untuk pendidik dan tenaga kependidikan,
menurut penulis langkah awalnya adlah menaikkan honorarium, memang saat ini
mengalami kenaikan tetapi tidak setinggi pegawai yang lain, serta pemberian sertifikasi
pun tersendat-sendat inilah yang harus dibenahi oleh pemerintah khususnya DEPAG dan
DIKNAS atau istilah gampangnya menjanjikan kesejahteraan.

Tentu dengan kesejahteraan yang menjanjikan, nantinya dapat merebut hati para
putra-putri bangsa yang cerdas, yang berpengetahuan yang tinggi untuk memasuki
Fakultas Keguruan, FIP memberikan standar penerimaan yang super ketat, kemudian
hasil lulusan yang paling baik 1-5 atau sepuluh dari tiap FIP seluruh Indonesia diangkat
menjadi pendidik. Ketika hal ini terjadi penulis yakin mutu pendidikan akan meningkat
dengan baik, tentu harus diimbangai dengan peraturan dan pengambil kebijakan yang
berpihak pada pendidik. Tentu dengan hal ini pemerintah akan sangat mudah untuk
menata system kepegawaiannya.

D. Kesimpulan

Perencanaan adalah sebuah strategi bagi penentuan tindakan dimasa depan.


Perencanaan memberikan cara yang luar biasa untuk mengatasi tantangan dimasa yang
akan datang pula, baik dalam hal pemenuhan akan tenaga kerja, pemindahan serta
pelatiahan

Sumber daya manusia dan personalia merupakan elemen paling penting dalam setiap
lembaga (pendidikan). Sdm dan personalia merupakan penentu mati atau majunya sebauh
lembaga. Dalam hal ini sebagai penentu untuk merencanakan. Maka setiap lembaga tidak
bisa meremehkan akan pentingnya perencaan.

Indonesia masih mempunyai permasalahan yang cukup pelik untuk pemberdayaan


sdm dan personalia pendidikan, hal tersebut disebabkan kareana pemerintah tidak
mempunyai perencanaan yang tepat untuk memajukan dunia pendidikanatau malah
pemerintah tidak ingin pendidikan ini maju setara dengan bangsa yang lain, pendidikan
hanya dijadikan komuditas untuk menarik simpati masyarakat agar memilihnya dalam
pilpres, pilkadal dan lain sebagainya.sehingga pendidikan kita selalu menduduki
peringkat paling wahid dari bawah antara Negara ASEAN.

Permasalahan pemberdayaan sumber daya manusia dan personalia pendidikan


menurut penulis yang paling krusial adlah terletak pada pemerataan pendidik dan tenaga
pendidikan. Dimana pendidik dan tenaga kependidikan yang ada saat ini hanya tersebar
dipulau jawa, itupun mengindikasikan banyak yang tidak berkualitas, sedang dipihak lain
diluar jawa masih kekurang pendidik dan tenaga kependidikan. Permasalahan ini
nampaknya belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, sebetulnya pemerintah

17
dalam hal ini depag dan diknas telah memberikan iming-iming kenaikan gaji, pangkat
dan perumahan namun belum menarik.

Pelatihan bagi pendidik dan tenaga kepandidikan masih menyisakan persoalan mulai
dari diskriminasi, hanya terkesan untuk pariwisata gratis, srte menghabiskan anggaran.
Serta yang menyedihkan widyaiswara pun pengetahuannya out of date, tentu hal ini akan
mempengaruhi kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada audiensya.

Permasalahan yang cukup krusial yang tidak kalah peliknya adlah soal perekrutan
pendidik dan tenaga pendidikan yang tidak berdasarkan atas kebutuhan, bagaimana akan
berdasar kebutuhan kalau dalam perekrutannya tidak memperhatikan perencaan dan
analisis kebutuhan tenaga kerja. Nomor induk tenaga kerja yang ganda, dll

E. Saran-Saran

Penulis merasa gelisah terhadap masa depan pendidikan yang tidaka pernah beranjak dari
posisi keterpurukannya dibanding dengan Negara yang lain, permasalahannya pun hanya
persoalan klasik, yang nampaknya sampai saat ini belummenemukan titik temunya untuk
memperbaikinya. Penulis mencoba memberikan beberapa penawaran dan alternative
untuk sedikit mengurai permasalahan tersebut, walaupun hal ini jauh dari kesempurnaan.
Saran tersebut penulis rangkum kedalam bagan dibawah ini:

DAS SEIN Pemberdayaan(perencana DAS SOLLEN


an dan analisis) SDM
1. Banyaknya guru yang 1.penempatan guru didaerah
beredar dipula jawa dan terpencil dengan iming-iming
perkotaan dan mereka kenaikan 2x gaji, perumahan,
kekurangan jam serta kenaikan pangkat.
mengajar sesuai amanat PEMERATAAN 2.Pemerintah daerah perlu
UU memaksimalkan pegawai selain
2. Kemampuan daerah guru untuk menjadi guru dengan
untuk pengadaan guru pelatihan yang berkala.
mengalami keterbatasan 3. alangkah baiknya
pemerintah secara
bertahap mengankat dan
3. selama ini pemerintah kurang
menyebar pustakawan
memperhatikan pengakatan sampai kepada
personalia pendidikan lemabaga pendidikan
daerah agar terjadi
(pustakawan) sedangkan dia
pemerataan dan
mempunayi funsi untuk membantu kelancaran
membatu kelancaran penerapan penerapan ktsp, tentu
dengan dilengkapi
ktsp
bukunya dan fasilitas
dan ruang yang
memadai

1.guru dalam penguasaan metode 1.pemerintah mengadakan


dan pengetahuan out of date pelatihan kepada guru tentang
dalam proses KBM metode pembelajaran yang baru
2.pelatihan masih bersifat 2.peraturan yang mengatur hal
diskriminatif antara pns dan non tersebut perlu dirubah dengan
pns memperhatikan perbedaan status
PELATIHAN kepegawaian yang ada.
3.pelatihan hanya dijadikan 3.pemerintah dalam hal ini
untuk ajang refresing gratis + hanya sabagai fasilitator dengan
uang saku, serta membebani memberikan kebebasan bagi
sekolah karena guru guru untuk memelih materi dan
meninggalkan tugas mengajar. tempatnya yang telah ditentukan
pemerintah dengan memberikan
dukungan pendanaan dan
fasilitas lainnya.
4.widyaiswara dengan 4. pemerintah dalam hal ini
persolannya yang kompleks balitbang depag perlu mentraing
dari kurang perencanaan dalam serta memberikan beasiswa
bahan ajar, pengatahuan yang untuk menempuh pendidikan
ketinggalan jaman, penguasaan yang lebih tinggi.
materi yang rendah, metode
yang tidak atraktif dll
1.rekrutmen guru mengandalkan 1.pemerintah lebih baik
KKN terutama pegawai mengalokasikan pengangkatan
honorer guru muda professional, yang
ditest dengan berlapis

19
2. tidak mengunakan analisis dan 2. membandingkan rasio guru-
perencanaan akan kebutuhan murid dan mengangkat
guru berdasarkan kebutuhan.
3.sistem kepegawaian masih 3.menata ulang system
amburadul dan minat kaum penerimaan guru dengan
muda menjadi guru rendah REKRUTMEN mengangkat lulusan terbaik FIP
secara langsung, menaikkan
honorarium setara dengan
pegawai yang lain, supaya
menarik kaum muda yang pintar
dan cerdas untuk menjadi guru,
lambat-laun kualitas pendidikan
akan meningkat
4.pengangkatan personalia 4. dalam pengangkatan kepsek
pendidikan (kepsek) tanpa sesuai aturan yang ada ditambah
menggunakan criteria yang jelas seluruh calaon didebatkan
dihadapan guru dan siswa
tentang visi dan misi,kemudian
guru dan siswa memilih dengan
jurdil

DAFTAR PUSTAKA

Depoter, Bobbi & Hernacki Mike, Quantum Learning, Bandung, Kaifa, 1999.

Dweck, Carol. S, Change Your Mindset Change Your Life, Bandung, Serambi, 2007

James. J. Jones & Donald. L.Walters, Human Resource In Education, Yogyakarta, Q-


Media. 2008.

James. J. Jones & Donald. LWalters, Human Resource In Education, Yogyakarta, Q-


Media. 2008.

Mulyono, Manajemen Administrasi Pendidikan Dan Organisasi Pendidikan, Ar-Ruzz


Media, Yogyakarta, 2008.

Nawawi Hadari, Perencanaan SDM, Yogjakarta, Gajah Mada University Press, 2005.

Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan, Jakarta, Renika Cipta, 2004.

Sallis, Edward, Total Quality Management In Education (Manajemen Mutu Pendidikan),


terj Ali Riyadi dkk. Yogyakarta, IRCISod, 2008.

www. Kompas.com.

www. Republika.com

www. depag.go.id.

www. diknas.go.id

21

You might also like