You are on page 1of 3

Politik, Budaya dan Kemajuan Bangsa

Menggugat Peran Politik bagi Kemajuan Bangsa

Bangsa Indonesia adalah bangsa politik. Bangsa politik yang dimaksudkan di sini tidak
lain sebagai sebuah bangsa yang dapat teridentifikasi memiliki selera politik yang begitu
tinggi, bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bidang-bidang kehidupan lainnya,
seperti ekonomi, sosial dan budaya. Ini berbeda dengan negara-negara di Asia lainnya,
seperti Singapura, Korea Selatan, Thailand dan Cina.
Wajah bangsa seperti itu bukan hanya terlihat dari kehidupan demokrasi yang
begitu bergairah di negeri ini, dan banyaknya parpol peserta pemilu, serta tidak terhitung
banyaknya politisi yang terlibat dalam pertarungan memperebutkan kekuasaan,
melainkan karena ruang publik bangsa yang selalu disesaki hiruk-pikuk politik. Seolah
tidak ada ruang publik yang bebas politik.
Persoalannya, apakah selera politik bangsa yang demikian tinggi tersebut akan
membantu dan/atau menguntungkan bagi kemajuan bangsa? Atau, apakah politik
memang harus menjadi faktor utama yang menentukan kemajuan bangsa, –bukan budaya
atau ekonomi-, sehingga politik seolah telah menjadi segala-galanya, dan segala energi
bangsa pun disedot habis untuk kepentingan politik?

Politik demokratik dan budaya


Berbagai studi mutakhir menjelaskan bahwa demokrasi merupakan
“infrastruktur” politik yang mengantarkan sebuah negara mencapai kemajuan ekonomi.
Bahwasanya, ada hubungan positif antara hak-hak politik (political rights) dan
pertumbuhan ekonomi. Pandangan ini umumnya bermuara pada ahli ekonomi politik
seperti Tawares, Wacziarg, Barro, Balla, dan Amartya Sen.
Artinya, politik merupakan landasan dan pedoman arah bagi perkembangan
ekonomi suatu bangsa. Amartya Sen, sang peraih hadiah Nobel bidang ekonomi (1998),
misalnya mengatakan bahwa kehidupan politik, khususnya demokrasi, merupakan
prasyarat terpenting untuk bisa melaksanakan pembangunan ekonomi secara utuh. Makna
kemajuan suatu bangsa adalah kebebasan (development as freedom). Hal itu dapat
tercapai jika politik demokratik dapat dianut dan diimplementasikan secara sejati.
Lalu, bagaimana dengan kehidupan di bidang lain, khususnya budaya? Sejauh
mana pemikiran para ahli tentang budaya sebagai landasan dan pedoman arah bagi
kemajuan suatu bangsa? Ajaran pokok kelompok konservatif dan kelompok liberal yang
dilontarkan Daniel Patrick Moyniham menekankan dua titik tolak yang berbeda sebagai
penentu kemajuan suatu bangsa. Ajaran pokok kelompok konservatif adalah bahwa
budayalah dan bukan politik, yang menentukan kesuksesan sebuah masyarakat.
Sedangkan, ajaran pokok liberal adalah bahwa politik dapat mengubah sebuah budaya
dan membuatnya bertahan dan berkembang.
Bagaimana mengelaborasi ajaran pokok dari kedua pemikiran berbeda yang
dilontarkan Moyniham tersebut? Sebuah studi yang dilakukan oleh Harvart Academy for
International and Area Studies menjelaskan bahwa politik merupakan wadah dalam
pengambilan kebijakan yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Tetapi, dikatakan,
budayalah yang merupakan penentu utama bagi kemajuan suatu bangsa. Mengapa?
Argmentasi sejumlah ahli menjelaskan tentang pentingnya budaya, bukan politik sebagai
penentu utama kemajuan suatu bangsa.
Stace Lindsay dalam buku Culture Matters How Value Shape Human Progress
(2000), mendefinisikan budaya adalah sebuah penentu penting kemajuan suatu negara
untuk makmur karena budaya membentuk pemikiran orang-orang mengenai risiko,
penghargaan, dan kesempatan. Karena nilai budaya penting sebagai pembentuk prinsip-
prinsip yang di sekitarnya kegiatan ekonomi diatur –dan tanpa kegiatan ekonomi,
kemajuan tidak mungkin. Sebab, dari budayalah dapat terbentuk perilaku manusia yang
membawanya ke kehidupan yang lebih maju dan berkembang, seperti perilaku hidup
hemat, investasi, kerja keras, pendidikan, organisasi, dan disiplin.
Secara lebih konkret, Lawrence E. Harrison dalam bukunya Undervelopment Is a
State of Mind-The Latin American Case, yang merupakan hasil studinya terhadap
sejumlah kasus, mengemukakan bahwa di kebanyakan negara Amerika Latin, budaya
merupakan hambatan utama untuk berkembang. Dan negara-negara yang cukup cepat
kemajuan ekonomi dan berbagai bidang lainnya dilatari oleh faktor budaya sebagai
penentu utamanya, bukan politik.
Meskipun hasil studi itu pada awalnya menuai sejumlah protes dari para ekonom
dan politisi serta para intelektual, tetapi akhirnya banyak intelektual yang melihat banyak
unsur kesahihan dari pendapat tersebut. Banyak ilmuwan sosial, politik dan ekonomi
yang kemudian menjelaskan modernisasi, demokratisasi politik, demokrasi ekonomi,
pengembangan sosial, dan hukum sangat ditentukan oleh faktor budaya. Bahwa,
meskipun budaya bukanlah satu-satunya faktor penentu kemajuan suatu bangsa, tetapi
budayalah yang merupakan penentu perilaku sosial, politik, ekonomi, bahkan hukum
suatu masyarakat bangsa. Bahwa faktor korupsi, meskipun perkembangan demokrasi
cukup membantu dalam hal mencegah merebaknya korupsi karena hidupnya kontrol
publik, tetapi juga sangat ditentukan oleh budaya. Sebab dari budayalah dapat terbentuk
mentalitas suatu bangsa.
Pandangan-pandangan itu dipertegas lagi oleh Howard Gardner yang menegaskan
bahwa kemajuan ekonomi, sosial dan politik sangat tergantung pada perubahan cara
berpikir dan cara bertindak tentang penciptaan kekayaan, demokratisasi pengembangan
suatu peradaban masyarakat serta ketaatan terhadap hukum dan/atau penciptaan keadilan
masyarakat. Karena itu, tegas Gardner, untuk mencapai suatu tingkat perkembangan yang
tinggi di bidang ekonomi, sosial dan politik, maka pembangunan budaya ekonomi,
budaya politik, dan lain-lainnya menjadi sangat penting.

Budaya politik
Karena diyakini bahwa kehidupan politik, khususnya pengembangan demokrasi
menjadi faktor penting bagi kemajuan bangsa ini, maka kini yang perlu dipikirkan untuk
diimplementasikan adalah bagaimana membangun budaya yang dapat memungkinkan
terciptanya kemajuan di bidang ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain. Adalah bagaimana
membangun politik dan demokrasi yang dinapasi oleh budaya nasional, yang terdiri dari
budaya-budaya daerah, agar kemajuan masyarakat bangsa yang dicita-citakan dapat
tercapai. Tetapi, apakah dengan demikian, sistem politik multipartai dan demokrasi yang
masih sangat artifisial ini tetap dipertahankan?
Di situlah dibutuhkan suatu pengkajian yang mendalam untuk bisa memberikan
jawabannya. Bahwa demokrasi dengan sistem multipartai yang kini dikembangkan di
negeri ini harus diakui merupakan adopsi dari Barat. Dan bangsa ini pun bangga dengan
label baru yang mengatakan Indonesia merupakan negara paling demokratis di dunia,
tanpa bercermin lebih ke dalam apakah itu sudah cocok dengan budaya lokal yang telah
menjadi urat nadi bagi bangsa ini?
Hemat kita, yang perlu diperhatikan dalam pengembangan politik demi kemajuan
bangsa adalah terutama penanaman nilai-nilai budaya seperti budaya hidup hemat, kerja
keras, dan disiplin serta organisasi politik yang dinapasi semangat gotong-royong.
Bukankah kehidupan politik dengan sistem multipartai yang memungkinkan sangat
banyak orang terlibat dalam memperebutkan kekuasaan tersebut sesungguhnya telah
melunturkan budaya hidup hemat, pengambilan jalan pintas, serba instan alias cepat kaya
dengan menjadi politisi? Inilah sebuah pertanyaan terbuka untuk dijawab.

Penulis, Direktur Social Development Center

You might also like