You are on page 1of 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV 2.1.1. Definisi HIV/AIDS AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom/ Sindrom imunodefisiensi didapat), adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV yang dulu disebut sebagai H !V"III (Human T cell Lymphotropic Virus III) atau !AV (Lymphadenophaty Virus) adalah #irus sitopatik dari famili retro#irus ($ri%e, &''().

2.1.2. Struktur HIV Virion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk keru%ut, dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti #irus mengandung protein kapsid terbesar yaitu p(), protein nukleokapsid p*/p', dua kopi +,A genom, dan tiga en-im #irus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase . $rotein p() adalah antigen #irus yang %epat terdeteksi dan merupakan target antibodi dalam tes screening HIV. Inti #irus dikelilingi oleh matriks protein dinamakan p&*, yang merupakan lapisan di ba.ah selubung lipid. Sedangkan selubung lipid #irus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp&(/ dan gp)&. 0enom #irus yang berisi gen gag, pol, dan env yang akan mengkode protein #irus. Hasil translasi berupa protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease men1adi protein mature ( 2a.et, (//&).

2.1.3. Klasifikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan kelompok #irus +,A 3 4amili Sub famili 0enus Spesies 3 +etro#iridae 3 !enti#irinae 3 !enti#irus 3 Human Immunodeficiency Virus (HIV"&) Human Immunodeficiency Virus ! (HIV"() HIV menun1ukkan banyak gambaran khas fisikokimia dari familinya. erdapat dua tipe yang berbeda dari #irus AIDS manusia, yaitu HIV"& dan HIV"(. 5edua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik (e#olusioner) dengan lenti#irus primata lainnya. 6erdasarkan pada deretan gen en#, HIV"& meliputi tiga kelompok #irus yang berbeda yaitu 7 (main), , (,e. atau non"7, non"8) dan 8 (8utlier). 5elompok 7 yang dominan terdiri dari && subtipe atau %lades (A"5). teridentifikasi 9 subtipe HIV"( yaitu sub tipe A"4 (2a.et-, (//&). 2.1.4. Siklus HIV Virus memasuki tubuh terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul protein :D). 5elompok sel terbesar yang mempunyai molekul :D) adalah limfosit . Sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrite, sel langerhans dan sel mi%roglia ($ri%e, &''(). 5etika HIV masuk tubuh, gly%oprotein (gp &(/) terluar pada #irus melekatkan diri pada reseptor :D) (cluster of differentiation "), protein pada limfosit "helper, monosit, makrofag, sel dendritik dan mikroglia otak. 0likoprotein terdiri dari dua sub"unit gp&(/ dan gp)&. Sub unit &(/ mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor :D) dan bertanggung 1a.ab untuk ikatan a.al #irus pada sel. $erlekatan ini menginduksi perubahan konformasi yang memi%u perlekatan kedua pada koreseptor. Dua reseptor kemokin utama yang digunakan oleh HIV adalah ::+; dan :<:+). Ikatan dengan kemoreseptor ini menginduksi perubahan konformasi pada sub unit glikoprotein )& (gp)&) yang mendorong masuknya sekuens peptida gp)& ke dalam membran target yang memfasilitasi fusi #irus. elah

Setelah ter1adinya fusi, #irus tidak berselubung mempersiapkan untuk mengadakan replikasi. 7aterial genetik #irus adalah +,A single stand#sense positif (ss+,A), #irus harus mentranskripsi +,A ini dalam D,A se%ara optimal pada replikasi sel manusia (transkripsi normal ter1adi dari D,A ke +,A, HIV beker1a mundur sehingga diberi nama retro#irus). =ntuk melakukannya HIV dilengkapi dengan en-im unik +,A"dependent D,A polymerase (reverse transcriptase). $everse transcriptase pertama membentuk rantai D,A komplementer, menggunakan +,A #irus sebagai templet. Hasil sintesa lengkap molekul dou%le#strand D,A (dsD,A) dipindahkan ke dalam inti dan berintegrasi ke dalam kromoson sel tuan rumah oleh en-im integrase. Integrasi ini menimbulkan beberapa masalah, pertama HIV dapat menyebabkan infeksi kronik dan persisten, umumnya dalam sel sistem imun yang berumur pan1ang seperti limfosit memori. 5edua, pengintegrasian a%ak menyebabkan kesulitan target. Selan1utnya integrasi a%ak pada HIV ini menyebabkan kelainan seluler dan mempengaruhi apoptosis. 0abungan D,A #irus dan D,A sel inang akan mengalami replikasi, transkripsi dan translasi. D,A polimerase men%atat dan mengintegrasi pro#irus D,A ke m+,A, dan mentranslasikan pada m+,A sehingga ter1adi pembentukan protein #irus. $ertama, transkripsi dan translasi dilakukan dalam tingkat rendah menghasilkan berbagai protein #irus seperti Tat, &ef dan $ev. $rotein Tat sangat berperan untuk ekspresi gen HIV, mengikat pada bagian D,A spesifik yang memulai dan menstabilkan perpan1angan transkripsi. 6elum ada fungsi yang 1elas dari protein &ef. $rotein $ev mengatur akti#itas post transkripsional dan sangat dibutuhkan untuk reflikasi HIV. $erakitan partikel #irion baru dimulai dengan penyatuan protein HIV dalam sel inang. ,ukleokapsid yang sudah terbentuk oleh ss+,A #irus disusun dalam satu kompleks. 5ompleks nukleoprotein ini kemudian dibungkus dengan & membran pembungkus dan dilepaskan dari sel pe1amu melalui proses > %udding> dari membran plasma. 5e%epatan produksi #irus dapat sangat tinggi dan menyebabkan kematian sel inang (Dipiro, (//;).

2.1. . Pat!"enesis $er1alanan khas infeksi HIV yang tidak diobati, ber1angka .aktu sekitar satu dekade. ahap"tahapnya meliputi infeksi primer, penyebaran #irus ke organ limfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit klinis dan kematian. Durasi antara infeksi primer dan progresi men1adi penyakit klinis rata"rata sekitar &/ tahun. $ada kasus yang tidak diobati, kematian biasanya ter1adi dalam ( tahun setelah onset ge1ala. Setelah infeksi primer, selama )"&& hari masa antara infeksi mukosa dan #iremia permulaan, #iremia dapat terdeteksi selama sekitar ?"&( minggu. Virus tersebar luas ke seluruh tubuh selama masa ini, dan men1angkiti organ limfoid. $ada tahap ini ter1adi penurunan 1umlah sel @ :D) yang beredar se%ara signifikan. +espon imun terhadap HIV ter1adi selama & minggu sampai A bulan setelah terinfeksi, #iremia plasma menurun dan le#el sel :D) kembali meningkat. etapi respon imun tidak mampu menyingkirkan infeksi se%ara sempurna, dan selsel yang terinfeksi HIV menetap dalam limfoid. 7asa laten klinis ini dapat berlangsung sampai &/ tahun, selama masa ini banyak ter1adi replikasi #irus. Siklus hidup #irus dari saat infeksi sel ke saat produksi keturunan baru yang menginfeksi sel berikutnya rata"rata (,9 hari. !imfosit #irus. $asien akan menderita ge1ala"ge1ala konstitusional dan ge1ala klinis yang nyata, seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. !e#el #irus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lan1ut. HIV yang ditemukan pada pasien dengan penyakit tahap lan1ut, biasanya 1auh lebih #irulen dan sitopatik dari pada strain #irus yang ditemukan pada a.al infeksi (2a.et-, (//&). 2.1.#. Penularan HIV ditularkan selama kontak seksual (termasuk seks genital"oral), melalui paparan parenteral (pada transfusi darah yang terkontaminasi dan ":D), merupakan target utama yang bertanggung 1a.ab memproduksi

pemakaian bersama 1arum suntik / in'ecting drugs use (ID=)) dan dari ibu kepada bayinya selama masa perinatal. Seseorang yang positif" HIV asimtomatis dapat menularkan #irus, adanya penyakit seksual lainnya seperti sifilis dan gonorhoe meningkatkan resiko penularan seksual HIV sebanyak seratus kali lebih besar, karena peradangan membantu pemindahan HIV menembus barier mukosa. Se1ak pertama kali HIV ditemukan, akti#itas homoseksual telah dikenal sebagai faktor resiko utama tertularnya penyakit ini. +esiko bertambah dengan bertambahnya 1umlah pertemual seksual dengan pasangan yang berbeda. ransfusi darah atau produk darah yang terinfeksi merupakan %ara penularan yang paling efektif. $engguna obat"obat terlarang dengan seringkali terinfeksi melalui pemakaian 1arum suntik yang terkontaminasi. $aramedis dapat terinfeksi HIV oleh goresan 1arum yang terkontaminasi darah, tetapi 1umlah infeksi relatif lebih sedikit. Angka penularan ibu ke anaknya ber#ariasi dari &A B sampai )?B pada .anita yang tidak diobati. 6ayi bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan atau yang lebih sering melalui air susu ibu (ASI). anpa penularan melalui ASI, sekitar A/B dari infeksi ter1adi di dalam rahim dan */B saat kelahiran. Data menun1ukkan bah.a sepertiga sampai separuh infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. $enularan selama menyusui biasanya ter1adi pada 9 bulan pertama setelah kelahiran (2a.et-, (//&). 2.1.$. %e&ala Klinis 0e1ala"ge1ala dari infeksi akut HIV tidak spesifik, meliputi kelelahan, ruam kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari. AIDS ditandai dengan supresi yang nyata pada sitem imun dan perkembangan infeksi oportunistik berat yang sangat ber#ariasi atau neoplasma yang tidak umum (terutama sar%oma 5aposi). 0e1ala yang lebih serius pada orang de.asa seringkali didahului oleh ge1ala prodormal (diare dan penurunan berat badan) meliputi kelelahan, malaise, demam, napas pendek, diare kronis, ber%ak putih pada lidah (kandidiasis oral) dan

limfadenopati. 0e1ala"ge1ala penyakit pada saluran pen%ernaan , dari esophagus sampai kolon merupakan penyebab utama kelemahan. anpa pengobatan inter#al antara infeksi primer oleh HIV dan timbulnya penyakit klinis pertama kali pada orang de.asa biasanya pan1ang, rata"rata sekitar &/ tahun (2a.et, (//;). CH8 menetapkan empat stadium klinik pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS, sebagai berikut 3 abel (.&. Stadium klinik HIV Stadium & Asimtomatik idak ada penurunan berat badan idak ada ge1ala atau hanya !imfadenopati 0eneralisata $ersisten Stadium ( Sakit ringan $enurunan berat badan ;"&/B IS$A berulang, misalnya sinusitis atau otitis Herpes -oster dalam ; tahun terakhir !uka disekitar bibir ((eilitis angularis) =lkus mulut berulang +uam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo"$$D ()ruritic papular eruption)) Dermatitis seboroik Infeksi 1amur kuku Stadium A Sakit sedang $enurunan berat badan E &/B Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari & bulan 5andidosis oral atau #aginal 8ral hairy leukoplakia 6 $aru dalam & tahun terakhir Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll) 6 limfadenopati 0ingi#itis/ $eriodontitis ulseratif nekrotikan akut Anemia (H6 F ? gB), netropenia (F ;////ml), trombositopeni kronis (F;/.////ml) Stadium ) Sakit berat (AIDS) Sindroma .asting HIV $neumonia pnemosistis, pnemoni ba%terial yang berat berulang Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan 5andidosis esophageal 6 DGtraparu Sar%oma 5aposi +etinitis :7V (:ytomegalo#irus)

Abses otak oksoplasmosis Dn%efalopati HIV 7eningitis 5riptokokus Infeksi mikobakteria non" 6 meluas !ekoensefalopati multifo%al progresif ($7!) $eni%iliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis meluas, histoplasmosis ekstra paru, %o%idiodomikosis) !imfoma serebral atau 6"%ell, non"Hodgkin (gangguan fungsi neurologis dan tidak sebab lain seringkali membaik dengan terapi A+V) 5anker ser#iks in#asi#e !eismaniasis atipik meluas 0e1ala neuropati atau kardiomiopati terkait HIV HSumber 3 CH8, (//?I 2.1.'. Dia"n!sis Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu metode pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. $emeriksaan laboratorium meliputi u1i imunologi dan u1i #irologi. a(. Dia"n!sis klinik Se1ak tahun &'?/ CH8 telah berhasil mendefinisikan kasus klinik dan sistem stadium klinik untuk infeksi HIV. CH8 telah mengeluarkan batasan kasus infeksi HIV untuk tu1uan penga.asan dan merubah klasifikasi stadium klinik yang berhubungan dengan infeksi HIV pada de.asa dan anak. $edoman ini meliputi kriteria diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit berat HIV untuk mempertimbangkan memulai terapi antiretro#iral lebih %epat (+ead, (//*). abel (.(. 0e1ala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV 5eadaan =mum 5ehilangan berat badan E &/B dari berat badan dasar Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral E A*,;/ :) lebih dari satu bulan Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan !imfadenofati meluas 5ulit $$DJ dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV. 6eberapa kelainan seperti kutil genital (genital .arts), folikulitis dan

psoriasis sering ter1adi pada 8DHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV Infeksi Infeksi 1amur 5andidosis oralJ Dermatitis seboroik 5andidosis #agina kambuhan Infeksi #iral Herpes -oster (berulang/melibatkan lebih dari satu dermatom)J Herpes genital (kambuhan) 7oluskum kontagiosum 5ondiloma 6atuk lebih dari satu bulan Sesak nafas 6 $nemoni kambuhan Sinusitis kronis atau berulang ,yeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak 1elas penyebabnya) 5e1ang demam 7enurunnya fungsi kognitif

0angguan $ernafasan

0e1ala ,eurologis

J 5eadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV HSumber 3 Dep 5es, (//*I )(. Dia"n!sis *a)!rat!riu+ 7etode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi dalam dua kelompok yaitu 3 1(. U&i I+un!l!"i =1i imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV"& dan digunakan sebagai test skrining, meliputi en*yme immunoassays atau en*yme + lin(ed immunosor%ent assay (D!ISAs) sebaik tes serologi %epat (rapid test). =1i ,estern %lot atau indirect immunofluorescence assay (I4A) digunakan untukK memperkuat hasil reaktif dari test krining. =1i yang menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun meliputi 1umlah dan persentase :D)L dan :D?L Deteksi anti)!,i HIV "limfosit absolute. =1i ini sekarang tidak digunakan untuk diagnose HIV tetapi digunakan untuk e#aluasi.

$emeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV. D!ISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan ,estern -lot atau I4A (Indirect Immunofluorescence Assays). Sedangkan hasil yang negatif tidak memerlukan tes konfirmasi lan1utan, .alaupun pada pasien yang terinfeksi pada masa 1endela (.indo. period), tetapi harus ditindak lan1uti dengan dilakukan u1i #irologi pada tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat ter1adi pada orang"orang yang terinfeksi HIV"& tetapi belum mengeluarkan antibodi mela.an HIV"& (yaitu, dalam 9 (enam) minggu pertama dari infeksi, termasuk semua tanda"tanda klinik dan ge1ala dari sindrom retro#iral yang akut. $ositif palsu dapat ter1adi pada indi#idu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, .anita hamil, dan transfer maternal imunoglobulin 0 (Ig0) antibodi anak baru lahir dari ibu yang terinfeksi HIV"&. 8leh karena itu hasil positif D!ISA pada seorang anak usia kurang dari &? bulan harus di konfirmasi melalui u1i #irologi (tes #irus), sebelum anak dianggap mengidap HIV"&. Rapid test 7erupakan tes serologik yang %epat untuk mendeteksi Ig0 antibodi terhadap HIV"&. $rinsip pengu1ian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau imunokromatografi. D!ISA tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Cestern blot atau I4A. Western blot Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif D!ISA atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang benar"benar positif. =1i ,estern %lot menemukan keberadaan antibodi yang mela.an protein HIV"& spesifik (struktural dan en-imatik). ,estern %lot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang (D!ISA atau rapid tes). Hasil negati#e ,estern %lot menun1ukkan bah.a hasil positif D!ISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV"&. Hasil ,estern %lot positif menun1ukkan keberadaan antibodi HIV"& pada indi#idu dengan usia lebih dari &? bulan. Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)

=1i ini sederhana untuk dilakukan dan .aktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan sedikit lebih mahal dari u1i ,estern %lot. Antibodi Ig dilabel dengan penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV 1ika berada pada sampel. 2ika slide menun1ukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif), yang menun1ukkan keberadaan antibodi HIV"&.

Penurunan siste+ i+un $rogresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan :D)L limfosit, sebagian besar sel target HIV pada manusia. 5e%epatan penurunan :D) telah terbukti dapat dipakai sebagai petun1uk perkembangan penyakit AIDS. 2umlah :D) menurun se%ara bertahap selama per1alanan penyakit. 5e%epatan penurunannya dari .aktu ke .aktu rata"rata &// sel/tahun. 2(. U&i Vir!l!"i es #irologi untuk diagnosis infeksi HIV"& meliputi kultur #irus, tes amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (,AA s) , test untuk menemukan asam nukleat HIV"& seperti D,A arau +,A HIV"& dan test untuk komponen #irus (seperti u1i untuk protein kapsid #irus (antigen p())). Kultur HIV HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer #irus lebih tinggi dalam plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. $ertumbuhan #irus terdeteksi dengan mengu1i %airan supernatan biakan setelah *"&) hari untuk akti#itas reverse transcriptase #irus atau untuk antigen spesifik #irus. NAAT HIV-1 .&ucleic Acid Amplification Test) 7enemukan +,A #irus atau D,A pro#iral yang banyak dilakukan untuk diagnosis pada anak usia kurang dari &? bulan. 5arena asam nuklet #irus mungkin berada dalam 1umlah yang sangat banyak dalam sampel. $engu1ian +,A dan D,A #irus dengan amplifikasi $:+, menggunakan metode en-imatik untuk mengamplifikasi +,A HIV"&. !e#el +,A HIV merupakan petanda prediktif

penting dari progresi penyakit dan men1adi alat bantu yang bernilai untuk memantau efekti#itas terapi anti#irus. U&i anti"en .24 $rotein #irus p() berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p() atau dalam keadaan bebas dalam aliran darah indi#udu yang terinfeksi HIV"&. $ada umumnya u1i antigen p() 1arang digunakan dibanding teknik amplifikasi +,A atau D,A HIV karena kurang sensitif. Sensiti#itas pengu1ian meningkat dengan peningkatan teknik yang digunakan untuk memisahkan antigen p() dari antibodi anti"p() (+ead, (//*). 2.1./. Infeksi 0.!rtunistik $enyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien HIV tahap lan1ut adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen"agen yang 1arang menyebabkan penyakit serius pada indi#idu dengan kemampuan imun baik. 8leh karena itu pengobatan ditu1ukan untuk mengatasi beberapa agen patogen oportunistik sehingga memungkinkan pasien AIDS bertahan hidup lebih lama. Infeksi oportunistik yang paling sering ter1adi pada pasien AIDS meliputi infeksi dari3 (&). $roto-oa" spesies To/oplasma gondii, Isospora %elli ((). 2amur @ 0andida al%icans, 0yyptococcus neoforman, 0occidioides immitis, Histoplasma capsulatum, )neumonitis carinii (A). 6akteri @ 1yco%acterium avium#intraseluler, 1yco%acterium tu%erculosis, Lysteria monocytogen, &ocardia asteroids, spesies salmonella, spesies streptokokus ()).Virus" 0ytomegalovirus, virus herves simple(s, virus varicella#*oster, adenovirus, virus hepatitias (2a.et-, (//&). 2.2. 1es.!n I+un +espon imun merupakan hasil ker1asama antara sel"sel yang berperan dalam respon imun itu sendiri. Sel"sel tersebut terdapat pada organ limfoid seperti kelen1ar limfe , sumsum tulang , kelen1ar timus , dan limpa. +espon imun ini akan

mendeteksi keberadaan moleku"molekul asing dimana molekul tersebut memiliki bentuk yang berbeda dengan molekul normal. +espon imun terdiri dari 3 +espon imun spesifik dan non spesifik. +espon imun spesifik atau disebut 1uga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditu1ukan khusus terhadap satu 1enis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen 1enis lain. +espon imun non spesifik disebut 1uga komponen non adaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditu1ukan hanya untuk satu 1enis antigen, tetapi untuk berbagai ma%am antigen. Imunitas alamiah sudah ada se1ak indi#idu dilahirkan dan terdiri atas berbagai ma%am elemen non spesifik. $erbedaanya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen (2udar.anto, (//'). 6ila respon imum non spesifik tidak dapat mengatasi in#asi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. 7ekanisme pertahanan (respon imun) spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag. Dilihat dari %aranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut 1uga respons imun didapat (adaptive immunity) (Albert, (//(). Satu sampai tiga minggu pas%a infeksi, ditemukan respon imun spesifik HIV berupa antibodi terhadap protein gp &(/ dan p(), 1uga ditemukan sel sitotoksik HIV yang spesifik. Dengan adanya respon imun yang adaptif tersebut, #iremia menurun dan tidak disertai ge1ala klinis. Hal ini berlangsung ("&( tahun, dengan menurunnya 1umlah :D)L akan menun1ukkan ge1ala klinis. Dalam A"9 minggu pas%ainfeksi ditemukan kadar antigen HIV p() dalam plasma yang tinggi. Antibodi HIV spesifik dan sel sitotoksik menurun, sedangkan p() meningkat. $er1alanan infeksi HIV ditandai oleh beberapa fase yang berakhir dengan defisiensi imun. 2umlah sel :D)L dalam darah mulai menurun di ba.ah normal &;// sel/mmA dan penderita men1adi rentan terhadap infeksi dan disebut menderita AIDS (6arata.id1aya, (//').

$enderita AIDS membentuk antibodi dan menun1ukkan respon 0ytoto/ic T Lymphocyte (: !) terhadap antigen #irus. ,amun respon tersebut tidak men%egah progres penyakit. : ! 1uga tidak efektif membunuh #irus karena #irus men%egah sel yang terinfeksi untuk mengekspresikan 1ayor Histompati%ility 0omple/ (7H:"&). Antibodi terhadap glikoprotein en#elope seperti gp &(/ dapat inefektif, karena #irus dengan %epat memutasi regio gp &(/ yang merupakan sasaran antibodi. +espon imun HIV 1ustru dapat meningkatkan penyebaran penyakit. Virus yang dilapisi antibodi dapat berikatan dengan ( 2ragmen crystali*a%le $eceptor) 4%"+ pada makrofag dan sel dendritik di kelen1ar limfoid, sehingga meningkatkan #irus masuk ke dalam sel"sel tersebut dan men%iptakan reser#oir baru. 6ila : ! berhasil menghan%urkan sel terinfeksi, #irus akan dilepas dan menginfeksi lebih banyak sel. 2.3. 0)at Antiretr!2iral Antiretro#iral (A+V) adalah obat yang menghambat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Dep5es, (//9). $engobatan infeksi HIV dengan antiretro#iral digunakan untuk memelihara fungsi kekebalan tubuh mendekati keadaan normal, men%egah perkembangan penyakit, memperpan1ang harapan hidup dan memelihara kualitas hidup dengan %ara menghambat replikasi #irus HIV. 5arena replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif sistem imun, 3 menyebabkan berkembangnya infeksi oportunistik, keganasan (malignasi), penyakit neurologi, penurunan berat badan yang akhirnya mendorong ke arah kematian (7%D#oy, (//)). erdapat lebih dari (/ obat antiretro#iral yang digolongkan dalam 9 golongan berdasarkan mekanisme ker1anya, terdiri dari 3 &ucleoside4 nucleotide reverse transcriptase inhi%itors (,+ I) ,+ Is beker1a dengan %ara menghambat kompetitif reverse transcriptase HIV"& dan dapat bergabung dengan rantai D,A #irus yang sedang aktif dan menyebabkan terminasi. 8bat golongan ini memerlukan akti#asi intrasitoplasma, difosforilasi oleh en-im men1adi bentuk trifosfat. 0olongan ini terdiri dari 3 Analog deoksitimidin (Mido#udin), analog

timidin (Sta#udin),K analog deoksiadenosin (Didanosin), analog adenosisn ( eno#ir disoproGil fumarat/ D4), analog sitosin (!ami#udin dan Mal%itabin) dan analog guanosin (Aba%a#ir) (5at-ung, (//)). &on#nucleoside reverse transcriptase inhi%itors (,,+ Is) ,,+ Is beker1a dengan %ara membentuk ikatan langsung pada situs aktif en-im reverse transcriptase yang menyebabkan akti#itas polimerase D,A terhambat. 0olongan ini tidak bersaing dengan trifosfat nukleosida dan tidak memerlukan fosforilasi untuk men1adi aktif. 0olongan ini terdiri dari3 ,e#irapin, Dfa#iren-, Dela#irdine (5at-ung, (//)). )rotease inhi%itors ($Is) Selama tahap akhir siklus pertumbuhan HIV, produk"produk gen 0ag"$ol dan 0ag ditranslasikan men1adi poliprotein dan kemudian men1adi partikel yang belum matang . $rotease bertanggung 1a.ab pada pembelahan molekul sebelumnya untuk menghasilkan protein bentuk akhir dari inti #irion matang dan protease penting untuk produksi #irion infeksius matang selama replikasi. 8bat golongan ini menghambat ker1a en-im protease sehingga men%egah pembentukan #irion baru yang infeksius. 0olongan ini terdiri dari 3 SaNuina#ir, +itona#ir, ,elfina#ir, Amprena#ir (5at-ung, (//)). 2usion inhi%itors (4Is) 4Is menghambat masuknya #irus ke dalam sel, dengan %ara berikatan dengan subunit gp )& selubung glikoprotein #irus sehingga fusi #irus ke sel target dihambat. 8bat golongan ini terdiri dari 3 Dnfu#irtide ( "(/ atau pentafuside). Antagonists 00$5 6eker1a dengan %ara mengikat ::+; (reseptor kemokin ;) di permukaan sel :D) dan men%egah perlekatan #irus HIV dengan sel pe1amu. 0olongan ini terdiri dari 3 7ara#iro%, Apla#iro%, Vi%ri#iroG ( sibris, (//*). Integrase strand transfer inhi%itors (I,S I)

6eker1a dengan %ara menghambat penggabungan sirkular D,A (%D,A) #irus dengan D,A sel inang (hospes). 0olongan ini terdiri dari 3K +altegra#ir dan el#itegra#ir (D#ering H, (//?). erapi tunggal A+V menyebabkan kemun%ulan %epat mutan HIV yang resisten terhadap obat. 5ombinasi obat antiretro#iral merupakan strategi yang men1an1ikan se%ara klinik, ditun1uk sebagai terapi antiretro#iral yang sangat aktif (HAA+ ). 5ombinasi ini mempunyai target multi langkah pada reflikasi #irus sehingga memperlambat seleksi mutan HIV. pan1ang pada sel"sel yang terinfeksi, termasuk sel HAA+ meningkat (2a.et-, (//;). 2.3.1. Tu&uan .en"!)atan Antiretr!2iral 6erdasarkan pedoman nasional tahun (//), tu1uan pengobatan dengan Antiretro#iral adalah 3 &. 7engurangi la1u penularan HIV di masyarakat (. 7enurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV A. 7emperbaiki kualitas hidup 8DHA ). 7emulihkan dan / atau memelihara fungsi kekebalan tubuh ;. 7enekan replikasi #irus se%ara maksimal dan se%ara terus menerus 2.3.2. K!+)inasi Antiretr!2iral $rinsip $emilihan obat A+V &. $ilihan pertama !ami#udin (A :), ditambah (. $ilihan dari salah satu obat dari golongan nucleoside reverse transcriptase inhi%itor (,+ I), Mido#udin (AM ) atau Sta#udin (d) ) abel (.A. $ilihan paduan A+V untuk lini pertama etapi HAA+ tidak dapat menyembuhkan infeksi HIV, karena #irus menetap pada reser#oir yang berumur :D) memori, sehingga ketika dihentikan atau terdapat kegagalan terapi , produksi #irus kembali

An1uran $ilihan =tama

$aduan A+V AM LA :L,V$

5eterangan AM dapat menyebabkan anemia, dian1urkan untuk pemantauan hemoglobin, tapi AM lebih disukai dari pada d) karena efek toksik d) (lipodistrofi, asidosis laktat, neuropati perifer) $ada a.al penggunaan ,V$ terutama pasien perempuan dengan :D)E (;/ beresiko untuk timbul gangguan hati simtomatik, yang biasanya berupa +uam kulit yang sering ter1adi pada 9 minggu pertama dari terapi

$ilihan alternatif

AM LA :LD4V

Dfa#iren- (D4V) sebagai substitusi dari ,V$ manakala ter1adi intoleransi dan 6ila pasien mendapat terapi ripamfisin. D4V idak boleh diberikan bila ada $eningkatan en-im alanin aminotransferasi (A! ) $ada tingkat ) atau lebih. $erempuan hamil tidak boleh diterapi dengan D4V. $erempuan usia subur Harus men1alani tes kehamilan terlebih dahulu sebelum mulai terapi dengan D4V

d) LA :L ,V$ atau D4V

d) dapat digunakan dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium

HSumber 3 Dep5es, (//*I

$rofil obat A : (!ami#udin), AM (Mido#udin), Sta#udin (d) ), ,e#irapin (,V$) dan Dfa#iren- (D4$) pada !ampiran &

2.3.3. In,ikasi +e+ulai tera.i Antiretr!2iral $rosedur memulai A+V sesuai dengan $edoman ,asional tahun (//*, dimana tes HIV dita.arkan pada pasien yang mengingikannya setelah mendapatkan konseling pra tes pada unit layanan konseling dan pemeriksaan sukarela (Voluntary 0ounseling and Testing4 V0T) untuk menemukan kasus yang memerlukan pengobatan dan layanan konseling tindak lan1ut untuk memberikan dukungan psikososial. Indikasi lain untuk dita.arkan tes HIV adalah adanya infeksi menular seksual, hamil, tuber%ulosis ( 6) aktif, ge1ala dan tanda lain yang mengarah pada infeksi HIV serta pasien yang beresiko tinggi tertular HIV. 5eputusan untuk memulai terapi A+V pada 8HDA de.asa dan rema1a didasarkan pada pemeriksaan klinis dan imunologis. ,amun pada keadaan tertentu maka penilaian klinis sa1a dapat memandu keputusan memulai terapi A+V, semua pasien dengan stadium A dan ) harus memulai terapi A+V. Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan diredakan sebelum terapi A+V Saat yang paling tepat untuk memulai terapi A+V adalah sebelum pasien 1atuh sakit atau mun%ulnya I8 yang pertama. $erkembangan penyakit akan lebih %epat apabila terapi A+V dimulai pada saat :D) F (// sel/mmA dibandingkan bila terapi dimulai pada :D) di atas 1umlah tersebut. Apabila tersedia sarana tes :D) maka terapi A+V sebaiknya dimulai sebelum :D) kurang dari (// sel/mmA erapi A+V dian1urkan pada pasien dengan manapun dengan :D) F A;/ sel/mmA (Depkes, (//*). abel (.). Saat memulai terapi pada 8DHA de.asa Stadium 6ila tersedia pemeriksaan :D) 6ila tidak tersedia 6 paru atau infeksi bakterial berat dan :D) F A;/ sel/mmA. 2uga pada ibu hamil stadium klinis

5linis & ( A pertimbangkan terapi sebelum :D) F (// sel/mmA $ada kehamilan atau 6 3 " 7ulai terapi A+V pada semua ibu hamil dengan :D) F A;/ sel/mmA " 7ulai terapi A+V pada semua 8DHA dengan :D) F A;/ sel/mmA dengan 6 paru atau infeksi bakterial berat ) 5eterangan 3 erapi A+V dimulai tanpa memandang 1umlah :D) erapi antiretro#iral dimulai bila :D) F (// sel/mmA

pemeriksaan :D) erapi A+V tidak diberikan 6ila 1umlah total limfosit F &(// 2umlah :D) (//"A;/ sel/mmA, erapi A+V dimulai tanpa memandang 1umlah limfosit total

:D) dian1urkan digunakan untuk membantu menentukan mulainya terapi. :ontoh, 6 paru dapat mun%ul kapan sa1a pada nilai :D) berapapun dan kondisi lain yang menyerupai penyakit yang bukan disebabkan oleh HIV (misalnya, diare kronis, demam berkepan1angan).

,ilai yang tepat dari :D) di atas (// sel/mmA dimana terapi A+V harus dimulai belum dapat ditentukan. 2umlah limfosit total O &(// sel/mmA dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan :D) tidak dapat dilaksanakan dan terdapat ge1ala yang berkaitan dengan HIV (stadium II atau III). Hal ini tidak dapat dimanfaatkan pada 8DHA asimtomatik. 7aka, bila tidak ada pemeriksaan :D), 8DHA asimtomatik (Stadium I) tidak boleh diterapi karena pada saat ini belum ada petanda lain yang terper%aya di daerah dengan sumberdaya terbatas.

HSumber 3 Dep5es, (//*I

CH8 tahun (//' merekomendasikan untuk memulai terapi A+V 3 &. 7ulai pengobatan A+V pada semua pasien dengan HIV yang mempunyai 1umlah :D) O A;/ sel/mmAtanpa memandang ge1ala klinik (. es :D) diharuskan untuk mengetahui 1ika pasien dengan stadium klinik & dan ( perlu memulai terapi A+V. A. 7ulai pengobatan A+V pada semua pasien HIV dengan stadium klinik A dan ) tanpa memandang 1umlah :D) (CH8, (//'). $ada pasien dengan infeksi opotrunistik aktif, 1angan memulai terapi A+V bila masih terdapat I8 yang aktif. $ada dasarnya I8 harus diobati atau diredakan dulu, ke%uali 1yco%acterium avium 0omple/ (7A:), dimana terapi A+V merupakan pilihan yang lebih baik, terutama apabila terapi spesifik untuk 7A: tidak tersedia. 5eadaan lain yang mungkin akan membaik ketika dimulai terapi A+V adalah kandidosis dan riptosporidosis. abel (.;. I8 dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan atau diredakan sebelum terapi A+V $enyakit Semua infeksi aktif yang tidak terdiagnosis pada pasien dengan demam atau sakit 6 $:$ .)neumocystis 0arinii )neumonia) Infeksi 1amur in#asif P 5andidosis esophageal erapi 6, mulai terapi A+V sesuai an1uran erapi $:$, mulai terapi A+V segera setelah terapi $:$ lengkap erapi kandidosis esophageal dulu, mulai terapi A+V segera setelah pasien mampu menelan dengan normal erapi meningitis kriptokokal, penisilosis, histoplasmosis terlebih dahulu, mulai A+V setelah terapi lengkap indakan 6uat diagnosis dengan terapi, baru dimulai terapi A+V

$neumoni ba%terial 7alaria +eaksi obat Diare akut yang mungkin menghambat penyerapan A+V Anemia tidak berat (H6 E ?g/dl)

erapi pmeumoninya dulu, mulai terapi A+V setelah terapi lengkap erapi malarianya dulu, mulai terapi A+V setelah terapi lengkap 2angan mulai terapi A+V Diagnosis dan terapi diare dulu, mulai terapi A+V setelah diare mereda atau terkendali 7ulai terapi A+V bila tidak ada penyebab lain dari anemia (HIV sering menyebabkan anemia) hindari AM

5elainan kulit seperti $$D dan dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis ekspoliatif terkait HIV Diduga 7A:, kriptosporidiosis, mikrosporidiosis Infeksi sitomegalo#irus HSumber 3 Dep5es, (//*I

7ulai terapi A+V (terapi A+V dapat meredakan penyakit)

7ulai terapi A+V (terapi A+V dapat meredakan penyakit) 8bati bila tersedia obatnya, bila tidak tersedia mulai terapi A+V

$ersyaratan lain sebelum memulai terapi A+V Sebelum mendapat terapi A+V pasien harus dipersiapkan se%ara matang dengan konseling kepatuhan yang telah baku, sehingga pasien paham benar akan manfaat, %ara penggunaan, efek samping obat, tanda"tanda bahaya dan lain sebagainya yang terkait dengan terapi A+V. $asien yang akan mendapat terapi A+V harus memiliki penga.as minum obat ($78), yaitu orang dekat pasien yang akan menga.asi kepatuhan minum obat. $asien yang mendapat terapi A+V harus men1alani pemeriksaan untuk pemantauan klinis dengan teratur

2.3.4. Ke.atu3an tera.i antiretr!2iral Alasan utama ter1adinya kegagalan terapi A+V adalah ketidakpatuhan atau adherence (kepatuhan) yang buruk. 5epatuhan harus selalu dipantau dan die#aluasi se%ara teratur serta didorong pada setiap kun1ungan pasien. 5epatuhan pada pengobatan antiretro#iral sangat kuat hubungannya dengan supresi #irus HIV, menurunkan resistensi, meningkatkan harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. 5arena pengobatan HIV merupakan pengobatan seumur hidup, dan karena banyak pasien yang memulai terapi dalam kondisi kesehatan yang baik dan tidak meun1ukkan tanda penyakit HIV, maka kepatuhan men1adi tantangan khusus dan membutuhkan komitmen dari pasien dan tim yang mera.atnya. 5epatuhan berhubungan dengan karakteristik pasien, aturan dan dukungan kuat dari keluarga pasien. Informasi harus diberikan dan pasien mengerti mengenai penyakit HIV dan aturan khusus untuk menggunakan obat adalah sangat penting. 6eberapa faktor yang berhubungan dengan kurangnya kepatuhan, meliputi 3 ingkat pendidikan yang rendah =mur (seperti 3 kurang penglihatan, lupa) 5ondisi psikis (seperti 3 depresi, kurang dukungan sosial, dimensia, psikosis) 5etergantungan obat aktif 5esulitan menerima pengobatan (seperti 3 sulit menelan obat, 1ad.al minum obat harian) Aturan pakai yang rumit (seperti 3 frek.ensi pemberian obat, persyaratan makanan) Dfek obat yang tidak diinginkan $engobatan melelahkan

(CH8, (//?).

2.3. . 42aluasi tera.i Antiretr!2iral Setelah pengobatan dengan A+V dimulai, diperlukan pemantauan klinis dan laboratorium, meliputi 3 $enilaian tanda/ge1ala toksisitas obat yang potensial 5onseling dan penilaian kepatuhan penilaian respon terapi dan tanda"tanda kegagalan pengobatan $engukuran berat badan $engu1ian :D) paling sedikit setiap 9 bulan $emantauan Hb bagi pasien yang menggunakan AM $emantauan dilakukan (,),?,&( dan () minggu setelah pengobatan dimulai dan kemudian setiap enam bulan sekali untuk pasien yang telah stabil pada terapi (Dep5es, (//*). 2.3.#. In,ikasi ke"a"alan tera.i Antiretr!2iral 5egagalan terapi dapat didefinisikan se%ara klinis dengan menilai perkembangan penyakit, se%ara imunologis dengan penghitungan :D) dan /atau se%ara #irologis dengan mengukur viral load. 5egagalan klinis3 7un%ulnya I8 pada stadium ) setelah setidaknya 9 bulan dalam terapi A+V, ke%uali 6, kandidosis esofageal, dan infeksi bakterial berat yang tidak selalu diakibatkan oleh kegagalan terapi. elaah respon dari terapi terlebih dahulu, bila responnya baik maka 1angan diubah dulu. 5egagalan Virologis3 Viral load E &/ /// / ml setelah 9 bulan men1alani terapi A+V. 5egagalan terapai A+V tidak dapat didiagnosis berdasarkan kriteria klinis semata dalam 9

bulan pertama pengobatan. Viral load masih merupakan indikator yang paling sensitif dalam menentukan adanya kegagalan terapi. 0e1ala klinis yang mun%ul dalam .aktu 9 bulan terapi sering kali menun1ukkan adanya I+IS .Immune reconstitution inflammatory syndrome) dan bukan kegagalan terapi A+V.

5egagalan Imunologis Setelah satu tahun terapi :D) kembali atau lebih rendah dari pada a.al

terapi A+V. $enurunan :D) sebesar ;/B dari nilai tertinggi yang pernah di%apai selama terapi A+ (bila diketahui) (Dep5es, (//*). 2.3.$. In,ikasi Pen""antian Antiretr!2iral Dfek samping obat dan kegagalan pengobatan merupakan dua alasan utama kemungkinan kombinasi A+V diubah. Dfek samping 5adang"kadang efek samping obat dapat begitu kuat, tidak dapat ditoleransi atau bahkan mengan%am 1i.a dimana pengobatan harus diubah. Dalam kasus seperti ini biasanya aman untuk mengubah hanya obat yang menyebabkan efeksamping. 5egagalan pengobatan $erubahan pengobatan diperlukan ketika A+V gagal untuk memperlambat replikasi #irus dalam tubuh. Hal ini dapat ter1adi sebagai akibat dari resistensi obat, kepatuhan kurang, penyerapan obat kurang, kombinasi obat lemah, peningkatan viral load HIV atau timbulnya penyakit terkait tanda"tanda kegagalan A+ . :D) 1uga dapat digunakan untuk menentukan apakah perlu mengubah terapi atau tidak. Sebagai %ontoh, mun%ulnya penyakit baru yang termasuk dalam stadium A, di mana dipertimbangkan untuk mengubah terapi, tetapi bila :D) E(// sel/mmA tidak dian1urkan untuk mengubah terapi. 5adar #iral load yang optimal sebagai batasan untuk mengubah paduan A+V belum dapat ditentukan dengan

pasti. ,amun #iral load E ;///"&/./// turunan/ml diketahui berhubungan dengan perubahan klinis yang nyata atau turunnya 1umlah :D) (Dep 5es, (//*).

You might also like