Professional Documents
Culture Documents
Gereja Katolik, yang juga disebut Gereja Katolik Roma, adalah Gereja
terbesar di dunia, dan mengklaim memiliki semilyar anggota, yakni kira-kira
setengah dari seluruh umat Kristiani[note 2] dan seperenam dari populasi
dunia. Gereja Katolik adalah sebuah komuni (persekutuan) dari Ritus Barat
(Ritus Latin) dan 22 Gereja Katolik Timur (disebut gereja-gereja partikular),
yang membentuk 2.795 keuskupan pada 2008.
Otoritas duniawi tertinggi Gereja ini dalam perkara iman, moral dan
pemerintahannya adalah Sri Paus, saat ini Paus Benediktus XVI, yang
memegang otoritas tertinggi bersama-sama Dewan Uskup, yang
diketuainya.[16][17][18] Komunitas Katolik terdiri atas seorang pelayan-umat
tertahbis (rohaniwan) dan umat awam; baik rohaniwan maupun umat awam
dapat pula menjadi anggota dari komunitas-komunitas religius.[19]
Gereja ini mendefinisikan bahwa misinya adalah memberitakan Injil Yesus
Kristus, melayankan sakramen-sakramen dan melakukan karya amal.[20]
Gereja ini menjalankan program-program dan lembaga-lembaga sosial di
seluruh dunia, termasuk juga sekolah-sekolah, universitas-universitas, rumah-
rumah sakit, misi-misi dan perumahan, serta organisasi-organisasi seperti
Catholic Relief Services, Caritas Internasionalis dan Catholic Charities yang
membantu kaum papa, keluarga-keluarga, orang-orang jompo, dan orang-
orang sakit.[21]
Melalui suksesi apostolik, Gereja ini percaya bahwa dirinya merupakan
kelanjutan dari komunitas Kristiani yang didirikan oleh Yesus dengan
mentahbiskan Santo Petrus, sebuah pandangan yang juga dianut oleh banyak
sejarawan.[22] Gereja ini menetapkan doktrin-doktrinnya melalui berbagai
konsili ekumenis, meneladani para rasul pertama dalam Konsili Yerusalem.[23]
Atas dasar janji-janji Yesus pada rasul-rasulNya yang tertera dalam Injil, Gereja
ini percaya bahwa dia dituntun oleh Roh Kudus dan oleh karena itu terlindungi
dari terjadinya kesalahan doktrin.[24][25][26]
Keyakinan-keyakinan Katolik didasarkan atas deposit iman (mencakup baik
Kitab Suci maupun Tradisi Suci) yang diwarisi dari zaman Rasul-Rasul, dan
yang diinterpretasi oleh Otoritas Pengajaran Gereja. Keyakinan-keyakinan
tersebut terangkum dalam Kredo Nicea, dan secara resmi dirinci dalam
Katekismus Gereja Katolik. Peribadatan Katolik yang formal, yang disebut
liturgi, diatur oleh otoritas Gereja. Ekaristi, salah satu dari tujuh sakramen
Gereja dan bagian penting dari setiap Misa Katolik atau Liturgi Suci Katolik
Timur, adalah pusat dari peribadatan Katolik.
Dengan sejarah yang membentang sepanjang dua ribu tahun, Gereja ini
adalah salah satu lembaga tertua di dunia[27] dan telah berperan penting
dalam sejarah peradaban Barat sekurang-kurangnya sejak abad ke-4.[28] Pada
abad ke-11, sebuah perpecahan besar, yang terkadang disebut Skisma Akbar,
terjadi antara Kristianitas Timur dan Barat yang terutama diakibatkan oleh
ketidaksepahaman mengenai primasi kepausan. Gereja-Gereja Timur yang
tetap maupun yang kelak kembali menjalin persekutuan dengan Uskup Roma,
Sri Paus, membentuk Gereja-Gereja Katolik Timur, dan Gereja-Gereja yang
tetap berada di luar otoritas kepausan biasanya dikenal sebagai Gereja-Gereja
Ortodoks Timur. Pada abad ke-16, juga sebagai tanggapan atas bangkitnya
Reformasi Protestan di Eropa Barat, Gereja ini menyelenggarakan proses
reformasi dan renovasi internal, yang dikenal sebagai Kontra-Reformasi.
Meskipun Gereja ini menyatakan bahwa dialah "Gereja yang satu, kudus,
katolik, dan apostolik," didirikan oleh Yesus Kristus, tempat orang dapat
menemukan kepenuhan sarana keselamatan,[29][30] Gereja ini pun mengakui
bahwa Roh Kudus dapat menggunakan komunitas-komunitas Kristiani lainnya
untuk membawa orang menuju keselamatan.[31][32] Gereja ini percaya
bahwa dia dipanggil oleh Roh Kudus untuk mengupayakan kesatuan antar
segenap umat Kristiani, sebuah gerekan yang dikenal sebagai
ekumenisme.[32] Tantangan-tantangan moderen yang dihadapi Gereja ini
mencakup bangkitnya sekularisme dan penentangan terhadap sikapnya
mengenai aborsi, euthanasia, kontrasepsi, dan moralitas seksual.[33]
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Terminologi
• 2 Keyakinan
• 2.1 Otoritas pengajaran, tujuh sakramen
• 2.2 Hakikat Allah
• 2.3 Dosa asal
• 2.4 Gereja
• 2.5 Keselamatan
• 2.6 Kehidupan Katolik
• 2.7 Ajaran sosial
• 2.8 Hidup manusia
• 2.9 Seksualitas
• 3 Asal-usul dan sejarah
• 3.1 Pra Abad-Pertengahan
• 3.2 Skisma akbar
• 3.3 Perang Salib
• 3.4 Inkuisisi
• 3.5 Reformasi
• 3.6 Zaman Modern
• 3.7 Reformasi Konsili Vatikan Kedua
• 4 Liturgi
• 4.1 Sakramen
• 4.2 Kehidupan devosional Gereja Katolik
• 4.3 Doa pribadi
• 5 Gereja partikular dalam Gereja Katolik
• 6 Hubungan dengan umat Kristiani lainnya
• 7 Struktur hirarkis Gereja Katolik
• 7.1 Episkopat (jabatan uskup)
• 7.2 Presbiterat (jabatan presbiter/imam)
• 7.3 Diakonat (jabatan diakon)
• 8 Keanggotaan Gereja Katolik
• 9 Peranan Gereja Katolik dalam peradaban
• 9.1 Doktrin Gereja Dan ilmu pengetahuan
• 9.2 Gereja, seni, dan karya sastra
• 9.3 Gereja dan perkembangan ekonomi
• 9.4 Keadilan sosial, keperawatan, dan sistem rumah sakit
• 10 Kritik terhadap Gereja Katolik Roma
• 10.1 Skandal pelecehan seksual
• 11 Catatan kaki
• 12 Daftar pustaka
• 13 Pranala luar
Terminologi
Kekristenan
Nama Allah di atas citra Kristus yang tersalib dikelilingi bala malaikat, bagian
dari latar altar dalam sebuah gedung Gereja Katolik.
Gereja Katolik meyakini bahwa hanya ada satu Allah saja, yang hadir dalam
tiga pribadi: Allah Bapa; Yesus Sang Putera; dan Roh Kudus. Keyakinan-
keyakinannya terangkum dalam Kredo Nicea[34] dan dirinci dalam Katekismus
Gereja Katolik.[35][36] Kredo Nicea juga merupakan pusat pernyataan
keyakinan dari denominasi-denominasi Kristen lainnya.[37] Pertama-tama
adalah umat Kristen Ortodoks Timur, yang keyakinan-keyakinannya mirip
dengan keyakinan-keyakinan umat Katolik, perbedaan utamanya terletak
dalam hal infalibilitas kepausan, klausa filioque, dan Maria dikandung tanpa
noda.[38][39] Berbagai denominasi Protestan bervariasi dalam keyakinan-
keyakinannya, namun pada umumnya mereka berbeda dari umat Katolik
dalam hal Sri Paus, Tradisi Gereja, Ekaristi, penghormatan orang-orang kudus,
serta dalam isu-isu yang berkaitan dengan anugerah, perbuatan baik, dan
keselamatan.[40]
Konsili Yerusalem, yang diselenggarakan oleh para Rasul sekitar tahun 50
untuk memperjelas ajaran-ajaran Gereja, menjadi tolok ukur bagi konsili-konsili
Gereja selanjutnya yang diselenggarakan oleh para pimpinan Gereja
sepanjang sejarah.[23][41][42] Konsili terakhir dalam Gereja ini adalah Konsili
Vatikan kedua, yang berakhir pada 1965.[43]
Hakikat Allah
Katolisisme itu monoteistik: percaya bahwa Allah itu esa, abadi, maha kuasa
(Omnipotens), maha tahu (Omnisciens), maha baik (Omnibenevolens), dan
ada di mana-mana (Omnipresens). Allah eksis secara berbeda dan mendahului
ciptaan-Nya (yakni, segala sesuatu yang bukan Allah, dan yang eksistensinya
bergantung pada Allah) dan meskipun demikian tetap hadir secara intim
dalam ciptaan-Nya. Dalam Konsili Vatikan Pertama Gereja Katolik mengajarkan
bahwa, meskipun dengan akal budi alami manusiawi, Allah dapat dikenal
dalam karya-Nya sebagai asal mula dan akhir segala ciptaan,[52] Allah telah
memilih untuk mewahyukan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya secara
supernatural dalam cara-cara yang tertera dalam Surat kepada umat Ibrani
1:1-2.
Katolisisme itu juga Trinitarian: percaya bahwa, meskipun Allah itu esa dalam
hakikat, esensi, dan keberadaan, Allah yang esa ini eksis dalam tiga pribadi
illahi, yang masing-masing identik dengan satu esensi, yang perbedaannya
cuma dalam hubungan mereka satu sama lain: hubungan Bapa terhadap
Putera, hubungan Putera terhadap Bapa, dan hubungan keduanya dengan Roh
Kudus, menjadikan Allah yang esa sebagai Trinitas.
Umat Katolik dibaptis dalam nama (bentuk tunggal) Bapa dan Putera dan Roh
Kudus — bukan tiga allah, melainkan satu Allah yang menetap dalam tiga
Pribadi. Sekalipun satu esensi keillahianNya, Bapa, Putera, dan Roh Kudus itu
berbeda, bukan sekedar tiga "topeng" atau manifestasi dari satu Pribadi. Iman
Gereja dan tiap individu Kristiani didasarkan atas hubungan dengan ketiga
Pribadi dari satu Allah tersebut.
Gereja Katolik percaya bahwa Allah mewahyukan diri-Nya sendiri kepada umat
manusia sebagai Bapa bagi Putera tunggal-Nya, yang berada dalam
persekutuan abadi dengan Sang Bapa (Matius 11:27).
Umat Katolik percaya bahwa Allah Putera, Sang Logos Illahi, Pribadi Allah yang
kedua, berinkarnasi sebagai Yesus Kristus, seorang manusia, lahir dari
Perawan Maria. Dia tetap sungguh-sungguh illahi dan pada saat yang sama
sungguh-sungguh manusia. Dalam perkataan dan cara hidupnya, dia
mengajar semua orang bagaimana untuk hidup, dan mewahyukan Allah
sebagai Kasih, pemberi anugerah atau rahmat secara cuma-cuma.
Sesudah penyaliban dan kebangkitan Yesus, para pengikutnya, terutama
kedua belas rasul, semakin ekstensif menyebarkan imannya dengan semangat
yang menurut mereka berasal dari Roh Kudus, Pribadi Allah yang ketiga, yang
diutus ke atas mereka oleh Yesus.
Dosa asal
Dalam keyakinan Katolik, manusia mula-mula diciptakan untuk hidup dalam
persatuan dengan Allah. Karena ketidaktaatan manusia pertama, hubungan
itu putus dan dosa serta maut datang ke dunia.[53] Kejatuhan tersebut
menjadikan manusia berada dalam suatu status yang disebut dosa asal, yakni,
keterpisahan dari status aslinya yang intim dengan Allah yang membawa
maut melalui gagasan bahwa tiap jiwa manusia itu abadi. Namun ketika Yesus
datang ke dunia, menjadi Allah sekaligus manusia, Dia mampu melalui
pengorbananNya untuk mendamaikan umat manusia dengan Allah. Dengan
bersatu dalam Kristus, melalui Gereja, umat manusia sekali lagi mampu untuk
menjalin keintiman dengan Allah tetapi juga menawarkan suatu karunia yang
lebih menakjubkan lagi: partisipasi dalam Hidup Ilahi di Bumi, yang kelak
mencapai kepenuhannya di surga dalam Visi Beatifis. Sakramen Pembaptisan
adalah satu-satunya sarana untuk memperoleh pengampunan atas dosa asal.
Gereja
Basilika Santo Yohanes Lateran, Katedral Keuskupan Roma, yakni Katedral Sri
Paus.
Bagian ke-8 dari dekrit Konsili Vatikan II mengenai Gereja, Lumen Gentium
menyatakan bahwa "Gereja Kristus yang tunggal yang dalam kredo diikrarkan
sebagai satu, kudus, katolik dan apostolik" berada "dalam Gereja Katolik, yang
dipimpin oleh penerus Petrus dan para uskup yang berada dalam persekutuan
dengannya." (Istilah penerus Petrus bermakna Uskup Roma, Sri Paus).
Katekismus Gereja Katolik, 85 menyatakan bahwa interpretasi otentik dari
Firman Allah dipercayakan kepda Magisterium Gereja yang hidup, yakni para
uskup dalam persekutuan dengan penerus Santo Petrus. Teologi Katolik
menempatkan wewenang interpretasi Kitab Suci pada tangan-tangan penilaian
yang konsisten dari Gereja dari abad ke abad (hal yang senantiasa dan di
mana saja diajarkan) bukannya pada penilaian pribadi perseorangan.
Meskipun demikian, ,magisterium mendorong umat gembalaannya untuk
membaca Kitab Suci.
Menurut Katekismus Gereja Katolik, "maksud utama Gereja adalah untuk
menjadi sakramen persatuan batiniah antara manusia dengan Allah." Dengan
demikian "struktur Gereja secara keseluruhan di diarahkan kepada kesucian
anggota-anggota tubuh Kristus."
Keselamatan
Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal adalah
kehendak Allah bagi semua orang, dan bahwa Allah menganugerahkannya
bagi para pendosa sebagai suatu anugerah yang cuma-cuma, suatu rahmat,
melalui pengorbanan Kristus. "Sehubungan dengan Allah, sama sekali tidak
ada hak atas kelayakan apapun di pihak manusia. Antara Allah dan kita
terentang kesenjangan yang tak terkira, karena kita telah menerima segala
sesuatu dari-Nya, Pencipta kita.Allahlah yang membenarkan, yakni, yang
membebaskan dari dosa dengan karunia kekudusan yang cuma-cuma (rahmat
pengudusan, yang disebut juga sebagai rahmat habitual atau rahmat
pengilahian). Kita dapat menerima anugerah yang dikaruniakan Allah melalui
iman dalam Yesus Kristus dan melalui pembaptisan,ataupun menolaknya.
Peran serta manusia diperlukan, sejalan dengan kemampuan baru untuk
berpegang teguh pada kehendak ilahi yang disediakan Allah.Iman seorang
Kristiani bukannya tanpa perbuatan, karena tanpa perbuatan iman itu akan
mati.Dalam pengertian ini, "dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan
bukan dengan iman semata-mata,"dan kehidupan kekal adalah, pada satu
saat yang sama, rahmat dan upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan
baik dan kelayakan.Iman, dan oleh karenanya perbuatan, merupakan hasil
dari rahmat Allah - oleh karena itu, hanya karena rahmat maka orang beriman
dapat dipandang "layak memperoleh" keselamatan. Gereja Katolik
mengajarkan bahwa melalui rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat
manusia dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan
dapat diterima bahkan oleh orang-orang yang berada di luar batas-batas yang
nampak dari Gereja. Umat Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika dalam
hidupnya mereka secara positif tanggap terhadap rahmat dan kebenaran yang
disingkapkan Allah kepada mereka melalui belas kasihan Kristus, dapat
diselamatkan (suatu sikap yang kerap disebut , dalam kasus umat non-
Kristiani, sebagai "baptisan keinginan"). Hal ini kadangkala mencakup pula
kesadaran akan kewajiban untuk menjadi bagian dari Gereja Katolik. Dalam
kasus-kasus semacam itu, "maka barang siapa, yang mengetahui bahwa
Gereja Katolik telah dijadikan perlu oleh Kristus, menolak untuk masuk atau
tetap di dalamnya, tidak dapat diselamatkan.
Kehidupan Katolik
Ajaran sosial
Hidup manusia
Seksualitas
Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia dan seksualitas manusia
kedua-duanya tak terpisahkan dan suci. [55] Gereja mengajarkan bahwa
Manikeisme, keyakinan bahwa roh bersifat baik sedangkan tubuh bersifat
jahat, adalah bidaah. Oleh karena itu, Gereja tidak mengajarkan bahwa seks
itu dosa atau merusak hidup yang penuh rahmat. Karena Allah menciptakan
tubuh manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri, dan karena Dia melihat
bahwa segala sesuatu yang telah diciptakannya itu "sungguh baik," (Kejadian
1:31) maka demikian pula tubuh manusia dan seks itu baik adanya. Dalam
Katekismus diajarkan bahwa "tubuh adalah alat keselamatan."[56]
Sesungguhnya, Gereja menganggap ekspresi cinta antara suami istri sebagai
aktivitas manusia yang paling luhur, yang mempersatukan, suami istri dalam
penyerahan-diri yang seutuhnya satu sama lain, dan membuka hubungan
mereka kepada kehidupan baru. “Aktivitas seksual, yang di dalamnya suami
istri secara intim dan murni saling bersatu, dan yang melaluinya hidup
manusia diturunkan, adalah, sebagaimana yang dikatakan oleh Konsili
terakhir, ‘mulia dan layak.’”[57] Hanya dalam hal ekspresi seksual yang terjadi
di luar pernikahan sakramental, atau dalam hal fungsi prokreasi dari ekspresi
seksual dalam pernikahan secara sengaja dihalang-halangi, maka Gereja
Katolik mengungkapkan keprihatinan moralnya.
Pra Abad-Pertengahan
Sesudah melewati suatu periode awal yang diwarnai penganiayaan secara
sporadik namun intens, Kekristenan menjadi legal pada abad ke-4, ketika
Kaisar Konstantinus I mengeluarkan Edicta Milano (Edik Milano) pada tahun
313. Konstantinus berperan penting dalam penyelenggaraan Konsili Nicea
Pertama pada tahun 325, yang ditujukan untuk melawan bidaah Arianisme
dan merumuskan Kredo Nicea yang digunakan oleh Gereja Katolik, Ortodoksi
Timur, dan berbagai Gereja Protestan. Pada tanggal 27 Februari 380, Kaisar
Teodosius I memberlakukan sebuah hukum yang menetapkan Kekristenan
Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dan memerintahkan untuk
menyebut yang lain dari pada itu sebagai bidaah.[64]
Skisma akbar
Dalam abad ke-11, melalui serentetan proses selama beberapa abad, Gereja
mengalami skisma akbar di mana Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur
terbelah akibat isu-isu administrasi, liturgi, dan doktrin, khususnya masalah
klausa Filioque dan primasi jurisdiksi kepausan. Secara konvensional skisma ini
berpenanggalan tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel dan Sri Paus
mengeluarkan pernyataan saling mengucilkan. Baik Konsili Lyons II tahun
1274 maupun Konsili Basel tahun 1439 berusaha menyatukan kembali kedua
Gereja, namun pihak Ortodoks menolak kedua konsili itu. Gereja Katolik dan
Gereja Ortodoks Timur masih dalam keadaan skisma hingga hari ini, meskipun
demikian dalam deklarasi bersama Katolik-Ortodoks tahun 1965 pernyataan
pengucilan tersebut ditarik kembali baik oleh Roma maupun Konstantinopel,
dan upaya-upaya mengakhiri skisma terus berlanjut. Beberapa Gereja Timur
telah bersatu kembali dengan Gereja Katolik dengan menerima primasi
kepausan, dan beberapa Gereja Timur lainnya mengaku tidak pernah keluar
dari persekutuan dengan Sri Paus.
Perang Salib
Perang Salib adalah serangkaian perang militer sejak tahun 1092 di Tanah Suci
dan tempat-tempat lain, direstui oleh kepausan, dimulai pada masa kepausan
Urbanus II sebagai tanggapan terhadap permintaan bantuan dari Kaisar
Byzantium melawan ekspansi Turki. Perang Salib ini serta perang-perang Salib
selanjutnya akhirnya gagal meredakan agresi orang-orang Turki dan bahkan
menimbulkan rasa benci antar umat Kristiani akibat penjarahan dan
pendudukan kota Konstantinopel selama Perang Salib ke-4.
Inkuisisi
Sejak sekitar tahun 1184, dan berlanjut selama Reformasi Protestan, terjadi
sejumlah kegiatan historis yang melibatkan Gereja Katolik, dan yang dikenal
luas sebagai Inkuisisi, ditujukan untuk menyelamatkan kesatuan religius dan
doktrinal dalam Kekristenan melalui pentobatan, dan kadang kala
penganiayaan, orang-orang yang didakwa bidaah. Terbukti bidaah, yang
dipandang sebagai pengkhianatan terhadap dunia Kristen, dapat
mengakibatkan penerimaan hukuman yang berkisar dari hukuman ringan
sampai hukuman mati (antara lain dibakar hidup-hidup) yang dilaksanakan
oleh negara. Contoh dari langkanya pelaksanaan hukuman mati tersebut
adalah, sejak tahun 1540 sampai 1700 dari semua perkara yang diajukan
kepada Inkuisisi Spanyol hanya 2-3% yang berakhir dengan eksekusi mati,
lebih rendah dari pada peradilan sekuler manapun secara virtual pada masa
itu.[65] Menurut para sejarawan, Inkuisisi Abad Pertengahan, Inkuisisi Spanyol,
Inkuisisi Roma, dan Inkuisisi Portugis adalah peristiwa-peristiwa historis yang
berbeda. Cakupan dari aktivitas Inkuisisi, dan khususnya angka kematian yang
tepat, telah menjadi bahan propaganda di kemudian hari.
Reformasi
Keretakan kedua dalam sejarah Kekristenan terjadi saat Reformasi Protestan,
yang dimulai di Jerman pada abad ke-16. Selama kurun waktu tersebut
pelbagai kelompok masyarakat, seringkali dengan dukungan pemerintah lokal,
menolak primasi Sri Paus, kewajiban selibat bagi klerus, serta berbagai doktrin
dan praktek Katolik lainnya, sekaligus penyelewengan-penyelewengan
(semisal praktek simoni/praktek pembelian jabatan gerejawi) yang umum
terjadi pada masa itu. Para reformator dalam Gereja Katolik meluncurkan
Kontra Reformasi atau Reformasi Katolik, suatu periode klarifikasi doktrin,
perbaikan klerus dan liturgi, dan re-evangelisasi yang dimulai dengan Konsili
Trente.
Konsili Trente dan perbaikan-perbaikannya menghasilkan tema sentral untuk
300 tahun ke depan dari sejarah Katolik. Periode tersebut menitikberatkan
karya katekese dan misi, bidang yang menjadi keunggulan bagi ordo Yesuit
dan Fransiskan. Katolisisme menyebar ke seluruh dunia, seiring dengan
kolonialisme bangsa Eropa: ke Amerika, Asia, Afrika, dan Oseania.
Zaman Modern
Gereja pada abad ke-18 dan ke-19 tidak hanya harus berhadapan dengan
ajaran-ajaran Protestantisme, namun juga dengan ajaran-ajaran Pencerahan
dan Modernisme mengenai hakikat pribadi manusia, negara, dan moralitas.
Dengan terjadinya Revolusi Industri, dan meningkatnya keprihatinan akan
kondisi-kondisi para buruh urban, Paus-Paus abad ke-19 dan ke-20
mengeluarkan ensiklik-ensiklik (teristimewa Rerum Novarum) yang
memaparkan Ajaran Sosial Katolik.
Konsili Vatikan Pertama (1869–1870) menegaskan doktrin infabilitas kepausan
yang diyakini umat Katolik sebagai kontinuitas dengan sejarah Supremasi
Petrus dalam Gereja.
Konsili Vatikan II
Gereja Katolik melakukan salah satu dari perubahan-perubahan paling
menyeluruh dalam sejarahnya selama Konsili Vatikan II (1962-1965) dan
dasawarsa sesudahnya. Gereja Katolik, lebih dari pada sebelumnya,
menekankan apa yang dipandangnya positif ketimbang apa yang
dipandangnya negatif dalam komunitas-komunitas Kristiani lain, dalam
agama-agama lain, dan dalam aspirasi-aspirasi umat manusia pada umumnya.
Gereja mendorong pembaharuan yang mutakhir atas kehidupan religius. Dan
Gereja memberi wewenang kepada konferensi-konferensi waligereja untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam disiplin-disiplin misalnya
berpantang daging pada hari Jumat.
Konsili Vatikan II (1962–1965) yang diperhimpunkan oleh Paus Yohanes XXIII,
terutama sebagai suatu konsili pastoral namun otoritatif,[66] untuk membuat
ajaran-ajaran historis Gereja Katolik menjadi jelas bagi dunia modern. Konsili
ini mengeluarkan dokumen-dokumen mengenai sejumlah topik, termasuk
hakikat Gereja, misi awam, dan kebebasan beragama. Konsili ini juga
mengeluarkan pengarahan-pengarahan bagi revisi liturgi, termasuk izin bagi
ritus liturgi Latin untuk menggunakan bahasa setempat di samping Bahasa
Latin dalam Misa dan sakramen-sakramen lainnya.[67]
Liturgi
Gereja Katolik secara mendasar bersifat liturgis dalam peribadatannya. Liturgi
berasal dari kata Yunani yang artinya "pekerjaan masyarakat." Konsili Vatikan
II menyatakan "karena liturgi, yang melaluinya karya penebusan kita
terselesaikan,' terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, merupakan sarana-sarana
terbaik bagi umat beriman untuk dapat mengekspresikan dalam
kehidupannya, dan memanifestasikan bagi sesama, misteri Kristus dan hakikat
sejati dari Gereja yang benar."[68]
Sakramen
Katekismus Gereja Katolik, 1131 mengajarkan: "Sakramen-sakramen adalah
tanda-tanda yang berfaedah dari rahmat, yang dilembagakan oleh Kristus dan
dipercayakan kepada Gereja, yang dengannya kehidupan ilahi disalurkan bagi
kita. Ritus-ritus yang terlihat yang dengannya sakramen-sakramen dirayakan
menandai dan menghadirkan rahmat-rahmat sesuai dengan tiap sakramen.
Sakramen-sakramen berbuah dalam diri mereka yang menerimanya dalam
keadaan yang seharusnya."
Ketujuh sakramen adalah:
• Pembaptisan
• Krisma
• Ekaristi
• Imamat
• Pernikahan
• Pengakuan dosa[69]
• Pengurapan orang sakit
Doa pribadi
Selain itu, banyaknya varietas dari spiritualitas Katolik memungkinkan umat
Katolik untuk berdoa sendiri dengan berbagai macam cara. Bagian ke-4 dan
terakhir dari Katekismus meringkas tanggapan Katolik terhadap misteri iman:
"Oleh sebab itu, misteri ini, mengharuskan supaya umat beriman
meyakininya, supaya mereka merayakannya, dan supaya mereka hidup
darinya dalam suatu hubungan yang bersifat vital dan pribadi dengan Allah
yang hidup dan sejati. Hubungan itu adalah doa."[70]
St. Efrem dari Syria, dihormati oleh umat Maronit, yang senantiasa berada
dalam persekutuan dengan Roma.
Ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, berujar bahwa Gereja Katolik
mempelopori perkembangan suatu sistem rumah sakit yang ditujukan bagi
kaum tersisih.
Menurut ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, Gereja Katolik telah memberi
sumbangsih bagi masyarakat melalui doktrin sosialnya (ajaran sosial Gereja)
yang telah menuntun para pemimpin untuk mempromosikan keadilan sosial
dan dengan membentuk sistem rumah sakit di Eropa abad pertengahan, yakni
suatu sistem yang berbeda dengan keramah-tamahan dari masyarakat Yunani
dan kewajiban-kewajiban berasaskan keluarga dari masyarakat Romawi.
Rumah-rumah sakit tersebut didirikan untuk menyediakan pelayanan bagi
kelompok masyarakat tertentu yang tersisihkan akibat kemiskinan, penyakit,
dan usia lanjut."
James Joseph Walsh menulis tentang kontribusi Gereja Katolik bagi sistem
rumah sakit, sebagai berikut:
Selama abad ke-13 sejumlah besar rumah-rumah sakit [ini] didirikan.
Kota-kota Italia merupakan pemimpin-pemimpin dari gerakan itu.
Milan memiliki tidak kurang dari selusin rumah sakit dan Florence
sebelum akhir abad ke-14 memiliki sekitar 30 rumah sakit. Beberapa
diantaranya merupakan bangunan-bangunan yang sangat indah. Di
Milan sebagian dari bangunan rumah sakit umum dirancang oleh
Donato Bramante dan sebagiannya lagi dirancang oleh Michelangelo.
Rumah sakit kaum tak berdosa di Florence untuk menampung anak-
anak terlantar merupakan sebuah permata arsitektur. Rumah sakit di
Sienna, yang didirikan sebagai penghormatan kepada Santa Katerina
dari Siena, sejak semula sudah tersohor. Di seluruh Eropa gerakan
rumah sakit ini menyebar di mana-mana. Virchow, Pathologis besar
dari Jerman, dalam sebuah artikel mengenai rumah-rumah sakit,
menunjukkan bahwa tiap kota di Jerman yang berpenduduk 5000
jiwa memiliki rumah sakit. Ia menelusuri gerakan rumah sakit ini
sampai kepada Paus Innosentius III, dan meskipun bukan seorang
pendukung kepausan, Virchow tanpa ragu-ragu memberikan pujian
tertinggi bagi Paus tersebut untuk segala sesuatu yang telah
dilakukannya demi kebaikan anak-anak dan umat manusia yang
menderita.
Gereja Katolik sebagai opus proprium, sebut Benediktus XVI dalam Deus
Caritas Est, telah melaksanakan selama berabad-abad sejak awal mulanya dan
terus melaksanakan berbagai pelayanan kasih — antara lain, rumah-rumah-
sakit, sekolah-sekolah, dan program-program pemberantasan kemiskinan.