You are on page 1of 23

Gereja Katolik Roma

Gereja Katolik, yang juga disebut Gereja Katolik Roma, adalah Gereja
terbesar di dunia, dan mengklaim memiliki semilyar anggota, yakni kira-kira
setengah dari seluruh umat Kristiani[note 2] dan seperenam dari populasi
dunia. Gereja Katolik adalah sebuah komuni (persekutuan) dari Ritus Barat
(Ritus Latin) dan 22 Gereja Katolik Timur (disebut gereja-gereja partikular),
yang membentuk 2.795 keuskupan pada 2008.
Otoritas duniawi tertinggi Gereja ini dalam perkara iman, moral dan
pemerintahannya adalah Sri Paus, saat ini Paus Benediktus XVI, yang
memegang otoritas tertinggi bersama-sama Dewan Uskup, yang
diketuainya.[16][17][18] Komunitas Katolik terdiri atas seorang pelayan-umat
tertahbis (rohaniwan) dan umat awam; baik rohaniwan maupun umat awam
dapat pula menjadi anggota dari komunitas-komunitas religius.[19]
Gereja ini mendefinisikan bahwa misinya adalah memberitakan Injil Yesus
Kristus, melayankan sakramen-sakramen dan melakukan karya amal.[20]
Gereja ini menjalankan program-program dan lembaga-lembaga sosial di
seluruh dunia, termasuk juga sekolah-sekolah, universitas-universitas, rumah-
rumah sakit, misi-misi dan perumahan, serta organisasi-organisasi seperti
Catholic Relief Services, Caritas Internasionalis dan Catholic Charities yang
membantu kaum papa, keluarga-keluarga, orang-orang jompo, dan orang-
orang sakit.[21]
Melalui suksesi apostolik, Gereja ini percaya bahwa dirinya merupakan
kelanjutan dari komunitas Kristiani yang didirikan oleh Yesus dengan
mentahbiskan Santo Petrus, sebuah pandangan yang juga dianut oleh banyak
sejarawan.[22] Gereja ini menetapkan doktrin-doktrinnya melalui berbagai
konsili ekumenis, meneladani para rasul pertama dalam Konsili Yerusalem.[23]
Atas dasar janji-janji Yesus pada rasul-rasulNya yang tertera dalam Injil, Gereja
ini percaya bahwa dia dituntun oleh Roh Kudus dan oleh karena itu terlindungi
dari terjadinya kesalahan doktrin.[24][25][26]
Keyakinan-keyakinan Katolik didasarkan atas deposit iman (mencakup baik
Kitab Suci maupun Tradisi Suci) yang diwarisi dari zaman Rasul-Rasul, dan
yang diinterpretasi oleh Otoritas Pengajaran Gereja. Keyakinan-keyakinan
tersebut terangkum dalam Kredo Nicea, dan secara resmi dirinci dalam
Katekismus Gereja Katolik. Peribadatan Katolik yang formal, yang disebut
liturgi, diatur oleh otoritas Gereja. Ekaristi, salah satu dari tujuh sakramen
Gereja dan bagian penting dari setiap Misa Katolik atau Liturgi Suci Katolik
Timur, adalah pusat dari peribadatan Katolik.
Dengan sejarah yang membentang sepanjang dua ribu tahun, Gereja ini
adalah salah satu lembaga tertua di dunia[27] dan telah berperan penting
dalam sejarah peradaban Barat sekurang-kurangnya sejak abad ke-4.[28] Pada
abad ke-11, sebuah perpecahan besar, yang terkadang disebut Skisma Akbar,
terjadi antara Kristianitas Timur dan Barat yang terutama diakibatkan oleh
ketidaksepahaman mengenai primasi kepausan. Gereja-Gereja Timur yang
tetap maupun yang kelak kembali menjalin persekutuan dengan Uskup Roma,
Sri Paus, membentuk Gereja-Gereja Katolik Timur, dan Gereja-Gereja yang
tetap berada di luar otoritas kepausan biasanya dikenal sebagai Gereja-Gereja
Ortodoks Timur. Pada abad ke-16, juga sebagai tanggapan atas bangkitnya
Reformasi Protestan di Eropa Barat, Gereja ini menyelenggarakan proses
reformasi dan renovasi internal, yang dikenal sebagai Kontra-Reformasi.
Meskipun Gereja ini menyatakan bahwa dialah "Gereja yang satu, kudus,
katolik, dan apostolik," didirikan oleh Yesus Kristus, tempat orang dapat
menemukan kepenuhan sarana keselamatan,[29][30] Gereja ini pun mengakui
bahwa Roh Kudus dapat menggunakan komunitas-komunitas Kristiani lainnya
untuk membawa orang menuju keselamatan.[31][32] Gereja ini percaya
bahwa dia dipanggil oleh Roh Kudus untuk mengupayakan kesatuan antar
segenap umat Kristiani, sebuah gerekan yang dikenal sebagai
ekumenisme.[32] Tantangan-tantangan moderen yang dihadapi Gereja ini
mencakup bangkitnya sekularisme dan penentangan terhadap sikapnya
mengenai aborsi, euthanasia, kontrasepsi, dan moralitas seksual.[33]
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Terminologi
• 2 Keyakinan
• 2.1 Otoritas pengajaran, tujuh sakramen
• 2.2 Hakikat Allah
• 2.3 Dosa asal
• 2.4 Gereja
• 2.5 Keselamatan
• 2.6 Kehidupan Katolik
• 2.7 Ajaran sosial
• 2.8 Hidup manusia
• 2.9 Seksualitas
• 3 Asal-usul dan sejarah
• 3.1 Pra Abad-Pertengahan
• 3.2 Skisma akbar
• 3.3 Perang Salib
• 3.4 Inkuisisi
• 3.5 Reformasi
• 3.6 Zaman Modern
• 3.7 Reformasi Konsili Vatikan Kedua
• 4 Liturgi
• 4.1 Sakramen
• 4.2 Kehidupan devosional Gereja Katolik
• 4.3 Doa pribadi
• 5 Gereja partikular dalam Gereja Katolik
• 6 Hubungan dengan umat Kristiani lainnya
• 7 Struktur hirarkis Gereja Katolik
• 7.1 Episkopat (jabatan uskup)
• 7.2 Presbiterat (jabatan presbiter/imam)
• 7.3 Diakonat (jabatan diakon)
• 8 Keanggotaan Gereja Katolik
• 9 Peranan Gereja Katolik dalam peradaban
• 9.1 Doktrin Gereja Dan ilmu pengetahuan
• 9.2 Gereja, seni, dan karya sastra
• 9.3 Gereja dan perkembangan ekonomi
• 9.4 Keadilan sosial, keperawatan, dan sistem rumah sakit
• 10 Kritik terhadap Gereja Katolik Roma
• 10.1 Skandal pelecehan seksual
• 11 Catatan kaki
• 12 Daftar pustaka
• 13 Pranala luar
Terminologi

Kekristenan

Sepanjang sejarahnya, Gereja yang dijelaskan dalam artikel ini menggunakan


banyak nama, antara lain "Gereja", "Gereja Katolik", dan "Gereja Katolik
Roma". Nama "Gereja Katolik" digunakan untuk membedakannya dengan
Gereja-Gereja lain yang tidak berada dalam persekutuan penuh (komuni
penuh) dengan Uskup Roma, yakni Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental,
Anglikan, dan berbagai denominasi Protestan.
Nama "Gereja Katolik Roma" pertama kali digunakan oleh kaum Protestan
untuk menyebut seluruh Gereja yang setia kepada Uskup Roma. Namun nama
ini juga digunakan oleh umat Katolik sendiri sejak abad ke-17, baik dalam
bahasa Inggris, bahasa Perancis, maupun bahasa Latin, untuk
memperkenalkan iman mereka terutama dalam hal persekutuan mereka
dengan tahta keuskupan Roma. Di kawasan Timur Tengah, sebutan Gereja
Katolik Roma dapat pula berarti Gereja Melkit, atau Gereja katolik yang
menggunakan Ritus Latin, atau bahkan bisa berarti Gereja Katolik di kota
Roma, Italia.
Dalam hubungannya dengan Gereja-Gereja lain, nama "Gereja Katolik" yang
dipergunakan, dan untuk urusan internal digunakan nama "Gereja". Sebagai
contoh, dalam Katekismus Gereja Katolik, nama "Gereja" digunakan ratusan
kali, sedangkan nama "Gereja Katolik" hanya digunakan 24 kali, bahkan nama
"Gereja Katolik Roma" sama sekali tidak digunakan.
Penggunaan nama "Gereja Katolik" secara resmi diterima oleh beberapa
Gereja Kristen lainnya, namun kebanyakan dari mereka menggunakan istilah
"Gereja Katolik Roma" untuk menyebut Gereja ini. Meskipun demikian, dalam
penggunaan secara informal, bahkan oleh anggota-anggota Gereja lainnya
istilah "Gereja Katolik" difahami sebagai nama dari Gereja ini. Pada tahun 397
Masehi, Santo Agustinus menjelaskan bahwa nama tersebut bahkan difahami
oleh mereka yang digolongkannya sebagai kaum bidaah:
... Nama itu, yakni Katolik, yang bukannya tanpa alasan, dengan
dikelilingi begitu banyak bidaah, telah digunakan oleh Gereja;
dengan demikian, meskipun semua kaum bidaah ingin disebut
Katolik, namun jika ada orang asing bertanya dimanakah jemaat
Katolik berkumpul, maka tak satupun kaum bidaah yang berani
menunjuk kapel atau rumahnya sendiri.

Singkatnya, baik nama "Gereja Katolik", maupun "Gereja Katolik Roma"


digunakan sebagai sebutan alternatif bagi seluruh gereja "yang dipimpin oleh
pengganti Petrus dan oleh para uskup yang berada dalam satu komuni
bersamanya."
Keyakinan

Nama Allah di atas citra Kristus yang tersalib dikelilingi bala malaikat, bagian
dari latar altar dalam sebuah gedung Gereja Katolik.
Gereja Katolik meyakini bahwa hanya ada satu Allah saja, yang hadir dalam
tiga pribadi: Allah Bapa; Yesus Sang Putera; dan Roh Kudus. Keyakinan-
keyakinannya terangkum dalam Kredo Nicea[34] dan dirinci dalam Katekismus
Gereja Katolik.[35][36] Kredo Nicea juga merupakan pusat pernyataan
keyakinan dari denominasi-denominasi Kristen lainnya.[37] Pertama-tama
adalah umat Kristen Ortodoks Timur, yang keyakinan-keyakinannya mirip
dengan keyakinan-keyakinan umat Katolik, perbedaan utamanya terletak
dalam hal infalibilitas kepausan, klausa filioque, dan Maria dikandung tanpa
noda.[38][39] Berbagai denominasi Protestan bervariasi dalam keyakinan-
keyakinannya, namun pada umumnya mereka berbeda dari umat Katolik
dalam hal Sri Paus, Tradisi Gereja, Ekaristi, penghormatan orang-orang kudus,
serta dalam isu-isu yang berkaitan dengan anugerah, perbuatan baik, dan
keselamatan.[40]
Konsili Yerusalem, yang diselenggarakan oleh para Rasul sekitar tahun 50
untuk memperjelas ajaran-ajaran Gereja, menjadi tolok ukur bagi konsili-konsili
Gereja selanjutnya yang diselenggarakan oleh para pimpinan Gereja
sepanjang sejarah.[23][41][42] Konsili terakhir dalam Gereja ini adalah Konsili
Vatikan kedua, yang berakhir pada 1965.[43]

Otoritas pengajaran, tujuh sakramen


Berdasarkan janji Yesus di dalam Injil, Gereja Katolik percaya bahwa ia
dibimbing secara berkesinambungan oleh Roh Kudus, dan oleh sebab itu
terhindar dari kemungkinan kekeliruan doktrin.[16][44] Gereja Katolik
mengajarkan bahwa Roh Kudus menyingkapkan kebenaran Allah melalui Kitab
Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium.[45] Kitab Suci, atau Alkitab Katolik, terdiri
atas kitab-kitab yang sama dengan yang terdapat dalam Perjanjian Lama versi
Yunani—disebut pula Septuaginta[46]—beserta ke-27 tulisan Perjanjian Baru
yang terdapat dalam Codex Vaticanus dan terdaftar dalam Surat Hari Raya
yang ke-39 yang ditulis Athanasius.[47] Seluruh kitab tersebut merupakan ke-
73 Kitab Suci Katolik, berbeda dengan banyak gereja Protestan yang
menggunakan 66 kitab saja.[46] Kitab-kitab dan tulisan-tulisan yang dianggap
kanonik oleh Gereja Katolik tetapi tidak dianggap kanonik oleh beberapa
kelompok lainnya disebut juga kitab-kitab Deuterokanonika. Tradisi Suci terdiri
atas ajaran-ajaran yang menurut keyakinan Gereja telah diwarisi dari zaman
para Rasul.[44] Kitab Suci beserta Tradisi Suci bersama-sama disebut "deposit
iman" (Bahasa Latin: depositum fidei). Deposit iman ini nantinya ditafsirkan
oleh Magisterium (dari kata magister dalam bahasa Latin yang artinya "guru"),
otoritas pengajaran Gereja Katolik, yang—melalui suksesi apostolik --
dilaksanakan oleh Sri Paus dan uskup-uskup yang berada dalam kesatuan
dengan Sri Paus.[48]
Menurut Konsili Trente, Yesus melembagakan tujuh sakramen dan
mempercayakannya kepada Gereja.[49] Ketujuh sakramen tersebut adalah
Pembaptisan, Krisma, Ekaristi, Rekonsiliasi (Sakramen Pengakuan Dosa),
Minyak Suci (atau sakramen "Pengurapan Orang Sakit"), Imamat, dan
Pernikahan. Sakramen-sakramen adalah ritual-ritual kasat mata yang pengting
artinya, dan yang oleh umat Katolik dipandang sebagai tanda-tanda kehadiran
Allah serta saluran-saluran yang efektif dari anugerah Allah kepada orang-
orang yang menerima sakramen-sakramen tersebut dengan disposisi yang
sesuai (ex opere operato).[50][51]

Hakikat Allah
Katolisisme itu monoteistik: percaya bahwa Allah itu esa, abadi, maha kuasa
(Omnipotens), maha tahu (Omnisciens), maha baik (Omnibenevolens), dan
ada di mana-mana (Omnipresens). Allah eksis secara berbeda dan mendahului
ciptaan-Nya (yakni, segala sesuatu yang bukan Allah, dan yang eksistensinya
bergantung pada Allah) dan meskipun demikian tetap hadir secara intim
dalam ciptaan-Nya. Dalam Konsili Vatikan Pertama Gereja Katolik mengajarkan
bahwa, meskipun dengan akal budi alami manusiawi, Allah dapat dikenal
dalam karya-Nya sebagai asal mula dan akhir segala ciptaan,[52] Allah telah
memilih untuk mewahyukan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya secara
supernatural dalam cara-cara yang tertera dalam Surat kepada umat Ibrani
1:1-2.
Katolisisme itu juga Trinitarian: percaya bahwa, meskipun Allah itu esa dalam
hakikat, esensi, dan keberadaan, Allah yang esa ini eksis dalam tiga pribadi
illahi, yang masing-masing identik dengan satu esensi, yang perbedaannya
cuma dalam hubungan mereka satu sama lain: hubungan Bapa terhadap
Putera, hubungan Putera terhadap Bapa, dan hubungan keduanya dengan Roh
Kudus, menjadikan Allah yang esa sebagai Trinitas.
Umat Katolik dibaptis dalam nama (bentuk tunggal) Bapa dan Putera dan Roh
Kudus — bukan tiga allah, melainkan satu Allah yang menetap dalam tiga
Pribadi. Sekalipun satu esensi keillahianNya, Bapa, Putera, dan Roh Kudus itu
berbeda, bukan sekedar tiga "topeng" atau manifestasi dari satu Pribadi. Iman
Gereja dan tiap individu Kristiani didasarkan atas hubungan dengan ketiga
Pribadi dari satu Allah tersebut.
Gereja Katolik percaya bahwa Allah mewahyukan diri-Nya sendiri kepada umat
manusia sebagai Bapa bagi Putera tunggal-Nya, yang berada dalam
persekutuan abadi dengan Sang Bapa (Matius 11:27).
Umat Katolik percaya bahwa Allah Putera, Sang Logos Illahi, Pribadi Allah yang
kedua, berinkarnasi sebagai Yesus Kristus, seorang manusia, lahir dari
Perawan Maria. Dia tetap sungguh-sungguh illahi dan pada saat yang sama
sungguh-sungguh manusia. Dalam perkataan dan cara hidupnya, dia
mengajar semua orang bagaimana untuk hidup, dan mewahyukan Allah
sebagai Kasih, pemberi anugerah atau rahmat secara cuma-cuma.
Sesudah penyaliban dan kebangkitan Yesus, para pengikutnya, terutama
kedua belas rasul, semakin ekstensif menyebarkan imannya dengan semangat
yang menurut mereka berasal dari Roh Kudus, Pribadi Allah yang ketiga, yang
diutus ke atas mereka oleh Yesus.

Dosa asal
Dalam keyakinan Katolik, manusia mula-mula diciptakan untuk hidup dalam
persatuan dengan Allah. Karena ketidaktaatan manusia pertama, hubungan
itu putus dan dosa serta maut datang ke dunia.[53] Kejatuhan tersebut
menjadikan manusia berada dalam suatu status yang disebut dosa asal, yakni,
keterpisahan dari status aslinya yang intim dengan Allah yang membawa
maut melalui gagasan bahwa tiap jiwa manusia itu abadi. Namun ketika Yesus
datang ke dunia, menjadi Allah sekaligus manusia, Dia mampu melalui
pengorbananNya untuk mendamaikan umat manusia dengan Allah. Dengan
bersatu dalam Kristus, melalui Gereja, umat manusia sekali lagi mampu untuk
menjalin keintiman dengan Allah tetapi juga menawarkan suatu karunia yang
lebih menakjubkan lagi: partisipasi dalam Hidup Ilahi di Bumi, yang kelak
mencapai kepenuhannya di surga dalam Visi Beatifis. Sakramen Pembaptisan
adalah satu-satunya sarana untuk memperoleh pengampunan atas dosa asal.

Gereja

Alkitab Gutenberg cetakan 1455. Menjelang akhir era 1400-an, orang-orang


Katolik seperti Johann Gutenberg mengoperasikan 250 usaha percetakan di
seluruh Eropa.
Gereja, sebagaimana yang dikatakan oleh Kitab Suci, adalah "tubuh
Kristus,"[54] dan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja merupakan satu
kesatuan tubuh dari umat beriman di dalam surga dan di atas bumi. Oleh
karena itu hanya ada satu Gereja yang sejati, yang nampak dan yang bersifat
fisik, bukannya beberapa Gereja. Dan bagi Gereja yang satu ini, yang awalnya
didirikan oleh Yesus di atas Petrus dan para rasul, Yesus memberikan suatu
mandat untuk menjadi pengajar dan penjaga yang berwenang dari iman.
Untuk mentransmisikan wahyu ilahiah Kristus, para rasul diberi mandat untuk
"memberitakan injil," yang mereka laksanakan baik secara lisan maupun
tulisan, dan yang mereka lestarikan dengan meninggalkan para uskup sebagai
penerus mereka. Katekismus menyatakan bahwa "pemberitaan rasuli, yang
diekspresikan secara khusus dalam kitab-kitab yang terilhami, yang
dilestarikan dalam rantai suksesi yang berkesinambungan hingga akhir zaman.
Transmisi hidup ini, terselenggara dalam Roh Kudus, disebut Tradisi, karena
berbeda dengan Kitab Suci, meskipun terkait erat dengannya." Gereja juga
merupakan sumber rahmat ilahi yang diberikan melalui sakramen-sakramen
(lihat di bawah). Gereja menyatakan diri tidak dapat keliru (infallibel) dalam
mengajarkan iman, berdasarkan janji-janji Yesus yang alkitabiah bahwa Ia
akan senantiasa menyertai Gereja-Nya, dan memeliharanya dalam kebenaran
melalui Roh Kudus. Selanjutnya, Yesus menjanjikan perlindungan ilahi bagi
ajaran-ajaran dan penilaian-penilaian para rasul, serta mereka yang menjadi
penerus para rasul dalam jabatan mereka sebagai pengajar (yaitu para
uskup). lagi pula, Yesus menetapkan Gereja sebagai mahkamah tertinggi bagi
seluruh umat beriman: "dan jika dia menolak untuk mendengarkan mereka,
sampaikanlah kepada Gereja; dan jika dia menolak pula untuk mendengarkan
Gereja, biarlah dia menjadi bagimu seperti seorang asing dan seorang
pemungut cukai." Dalam ayat alkitab ini, tampak bahwa Gereja mendasarkan
doktrin-doktrinnya pada peninggalan apostolik yang tertulis, yaitu Perjanjian
Baru, dan pada tradisi lisan yang diwariskan dari para rasul bagi para penerus
mereka (para uskup) melalui kesaksian Gereja yang berkesinambungan.

Basilika Santo Yohanes Lateran, Katedral Keuskupan Roma, yakni Katedral Sri
Paus.
Bagian ke-8 dari dekrit Konsili Vatikan II mengenai Gereja, Lumen Gentium
menyatakan bahwa "Gereja Kristus yang tunggal yang dalam kredo diikrarkan
sebagai satu, kudus, katolik dan apostolik" berada "dalam Gereja Katolik, yang
dipimpin oleh penerus Petrus dan para uskup yang berada dalam persekutuan
dengannya." (Istilah penerus Petrus bermakna Uskup Roma, Sri Paus).
Katekismus Gereja Katolik, 85 menyatakan bahwa interpretasi otentik dari
Firman Allah dipercayakan kepda Magisterium Gereja yang hidup, yakni para
uskup dalam persekutuan dengan penerus Santo Petrus. Teologi Katolik
menempatkan wewenang interpretasi Kitab Suci pada tangan-tangan penilaian
yang konsisten dari Gereja dari abad ke abad (hal yang senantiasa dan di
mana saja diajarkan) bukannya pada penilaian pribadi perseorangan.
Meskipun demikian, ,magisterium mendorong umat gembalaannya untuk
membaca Kitab Suci.
Menurut Katekismus Gereja Katolik, "maksud utama Gereja adalah untuk
menjadi sakramen persatuan batiniah antara manusia dengan Allah." Dengan
demikian "struktur Gereja secara keseluruhan di diarahkan kepada kesucian
anggota-anggota tubuh Kristus."

Keselamatan
Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal adalah
kehendak Allah bagi semua orang, dan bahwa Allah menganugerahkannya
bagi para pendosa sebagai suatu anugerah yang cuma-cuma, suatu rahmat,
melalui pengorbanan Kristus. "Sehubungan dengan Allah, sama sekali tidak
ada hak atas kelayakan apapun di pihak manusia. Antara Allah dan kita
terentang kesenjangan yang tak terkira, karena kita telah menerima segala
sesuatu dari-Nya, Pencipta kita.Allahlah yang membenarkan, yakni, yang
membebaskan dari dosa dengan karunia kekudusan yang cuma-cuma (rahmat
pengudusan, yang disebut juga sebagai rahmat habitual atau rahmat
pengilahian). Kita dapat menerima anugerah yang dikaruniakan Allah melalui
iman dalam Yesus Kristus dan melalui pembaptisan,ataupun menolaknya.
Peran serta manusia diperlukan, sejalan dengan kemampuan baru untuk
berpegang teguh pada kehendak ilahi yang disediakan Allah.Iman seorang
Kristiani bukannya tanpa perbuatan, karena tanpa perbuatan iman itu akan
mati.Dalam pengertian ini, "dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan
bukan dengan iman semata-mata,"dan kehidupan kekal adalah, pada satu
saat yang sama, rahmat dan upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan
baik dan kelayakan.Iman, dan oleh karenanya perbuatan, merupakan hasil
dari rahmat Allah - oleh karena itu, hanya karena rahmat maka orang beriman
dapat dipandang "layak memperoleh" keselamatan. Gereja Katolik
mengajarkan bahwa melalui rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat
manusia dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan
dapat diterima bahkan oleh orang-orang yang berada di luar batas-batas yang
nampak dari Gereja. Umat Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika dalam
hidupnya mereka secara positif tanggap terhadap rahmat dan kebenaran yang
disingkapkan Allah kepada mereka melalui belas kasihan Kristus, dapat
diselamatkan (suatu sikap yang kerap disebut , dalam kasus umat non-
Kristiani, sebagai "baptisan keinginan"). Hal ini kadangkala mencakup pula
kesadaran akan kewajiban untuk menjadi bagian dari Gereja Katolik. Dalam
kasus-kasus semacam itu, "maka barang siapa, yang mengetahui bahwa
Gereja Katolik telah dijadikan perlu oleh Kristus, menolak untuk masuk atau
tetap di dalamnya, tidak dapat diselamatkan.

Kehidupan Katolik

Ajaran sosial

Hidup manusia

Penciptaan Adam karya Michelangelo


Gereja Katolik menegaskan kesucian seluruh hidup manusia, sejak dalam
kandungan hingga kematian secara alami. Gereja Katolik percaya bahwa tiap
pribadi diciptakan menurut "gambar dan rupa Allah," dan bahwa hidup
manusia tidak boleh diukur berdasarkan nilai-nilai lain seperti ekonomi,
kenyamanan, preferensi pribadi, atau teknik sosial. Oleh karena itu, Gereja
menentang aktivitas-aktivitas yang diyakininya menghancurkan atau
menistakan hidup yang diciptakan suci itu, termasuk euthanasia, eugeniks dan
aborsi.

Seksualitas
Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia dan seksualitas manusia
kedua-duanya tak terpisahkan dan suci. [55] Gereja mengajarkan bahwa
Manikeisme, keyakinan bahwa roh bersifat baik sedangkan tubuh bersifat
jahat, adalah bidaah. Oleh karena itu, Gereja tidak mengajarkan bahwa seks
itu dosa atau merusak hidup yang penuh rahmat. Karena Allah menciptakan
tubuh manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri, dan karena Dia melihat
bahwa segala sesuatu yang telah diciptakannya itu "sungguh baik," (Kejadian
1:31) maka demikian pula tubuh manusia dan seks itu baik adanya. Dalam
Katekismus diajarkan bahwa "tubuh adalah alat keselamatan."[56]
Sesungguhnya, Gereja menganggap ekspresi cinta antara suami istri sebagai
aktivitas manusia yang paling luhur, yang mempersatukan, suami istri dalam
penyerahan-diri yang seutuhnya satu sama lain, dan membuka hubungan
mereka kepada kehidupan baru. “Aktivitas seksual, yang di dalamnya suami
istri secara intim dan murni saling bersatu, dan yang melaluinya hidup
manusia diturunkan, adalah, sebagaimana yang dikatakan oleh Konsili
terakhir, ‘mulia dan layak.’”[57] Hanya dalam hal ekspresi seksual yang terjadi
di luar pernikahan sakramental, atau dalam hal fungsi prokreasi dari ekspresi
seksual dalam pernikahan secara sengaja dihalang-halangi, maka Gereja
Katolik mengungkapkan keprihatinan moralnya.

Asal-usul dan sejarah


Gereja Katolik didirikan oleh Yesus dan Keduabelas Rasul, dilanjutkan oleh para
uskup sebagai penerus para rasul umumnya, dan Sri Paus sebagai penerus
Santo Petrus khususnya.[58] Istilah "Gereja Katolik" diketahui pertama kali
digunakan dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang
menulis bahwa: "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama
seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ."[59]
Selain itu, para penulis Katolik memberikan daftar sejumlah kutipan dari para
Bapa Gereja terdahulu yang mendukung bahwasanya Tahta Keuskupan Roma
memiliki otoritas yurisdiksional atau primasi atas gereja-gereja lain,[60] di lain
pihak para penulis Ortodoks menolak klaim tersebut yang merupakan salah
satu dari pokok permasalahan di balik skisma Timur-Barat, dengan secara
historis memandang Sri Paus sebagai primus inter pares (yang pertama di
antara yang sederajat).[61]
Di pusat doktrin-doktrin Gereja Katolik ada Suksesi Apostolik, yakni
keyakinan bahwa para uskup adalah para penerus spiritual dari Keduabelas
Rasul mula-mula, melalui rantai konsekrasi yang tak terputus secara historis.
Perjanjian Baru berisi peringatan-peringatan terhadap ajaran-ajaran yang
sekedar bertopengkan Kekristenan,[62] dan menunjukkan bahwa para
pimpinan Gereja diberi kehormatan untuk memutuskan manakah yang
merupakan ajaran yang benar.[63] Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja
Katolik adalah keberlanjutan dari orang-orang tetap setia pada kepemimpinan
apostolik (rasuli) dan episkopal (Keuskupan) serta menolak ajaran-ajaran
palsu.

Pra Abad-Pertengahan
Sesudah melewati suatu periode awal yang diwarnai penganiayaan secara
sporadik namun intens, Kekristenan menjadi legal pada abad ke-4, ketika
Kaisar Konstantinus I mengeluarkan Edicta Milano (Edik Milano) pada tahun
313. Konstantinus berperan penting dalam penyelenggaraan Konsili Nicea
Pertama pada tahun 325, yang ditujukan untuk melawan bidaah Arianisme
dan merumuskan Kredo Nicea yang digunakan oleh Gereja Katolik, Ortodoksi
Timur, dan berbagai Gereja Protestan. Pada tanggal 27 Februari 380, Kaisar
Teodosius I memberlakukan sebuah hukum yang menetapkan Kekristenan
Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dan memerintahkan untuk
menyebut yang lain dari pada itu sebagai bidaah.[64]

Halaman bergambar dari Book of Kells yang termasyhur itu, 800.


Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, Gereja Katolik melewati suatu masa
kegiatan dan ekspansi misi. Selama Abad Pertengahan Katolisisme menyebar
di antara bangsa Jerman (pada awalnya bersaing dengan Arianisme), Viking,
Polandia, Kroasia, Ceko, Slowakia, Hungaria, Lithuania, Latvia, Finlandia dan
Estonia. Keberhasilan kehidupan monastik menumbuhkan berbagai pusat
pembelajaran, teristimewa yang paling masyhur di Irlandia dan Gallia, serta
berkontribusi bagi Abad Pencerahan Dinasti Carolingian (Carolingian
Renaissance). Di kemudian hari yakni pada kurun waktu Abad Pertengahan,
Sekolah-sekolah Katedral berkembang menjadi universitas-universitas
(Universitas Paris, Universitas Oxford, dan Universitas Bologna), cikal bakal
dari lembaga-lembaga pembelajaran Barat modern.

Skisma akbar
Dalam abad ke-11, melalui serentetan proses selama beberapa abad, Gereja
mengalami skisma akbar di mana Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur
terbelah akibat isu-isu administrasi, liturgi, dan doktrin, khususnya masalah
klausa Filioque dan primasi jurisdiksi kepausan. Secara konvensional skisma ini
berpenanggalan tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel dan Sri Paus
mengeluarkan pernyataan saling mengucilkan. Baik Konsili Lyons II tahun
1274 maupun Konsili Basel tahun 1439 berusaha menyatukan kembali kedua
Gereja, namun pihak Ortodoks menolak kedua konsili itu. Gereja Katolik dan
Gereja Ortodoks Timur masih dalam keadaan skisma hingga hari ini, meskipun
demikian dalam deklarasi bersama Katolik-Ortodoks tahun 1965 pernyataan
pengucilan tersebut ditarik kembali baik oleh Roma maupun Konstantinopel,
dan upaya-upaya mengakhiri skisma terus berlanjut. Beberapa Gereja Timur
telah bersatu kembali dengan Gereja Katolik dengan menerima primasi
kepausan, dan beberapa Gereja Timur lainnya mengaku tidak pernah keluar
dari persekutuan dengan Sri Paus.

Perang Salib
Perang Salib adalah serangkaian perang militer sejak tahun 1092 di Tanah Suci
dan tempat-tempat lain, direstui oleh kepausan, dimulai pada masa kepausan
Urbanus II sebagai tanggapan terhadap permintaan bantuan dari Kaisar
Byzantium melawan ekspansi Turki. Perang Salib ini serta perang-perang Salib
selanjutnya akhirnya gagal meredakan agresi orang-orang Turki dan bahkan
menimbulkan rasa benci antar umat Kristiani akibat penjarahan dan
pendudukan kota Konstantinopel selama Perang Salib ke-4.

Inkuisisi
Sejak sekitar tahun 1184, dan berlanjut selama Reformasi Protestan, terjadi
sejumlah kegiatan historis yang melibatkan Gereja Katolik, dan yang dikenal
luas sebagai Inkuisisi, ditujukan untuk menyelamatkan kesatuan religius dan
doktrinal dalam Kekristenan melalui pentobatan, dan kadang kala
penganiayaan, orang-orang yang didakwa bidaah. Terbukti bidaah, yang
dipandang sebagai pengkhianatan terhadap dunia Kristen, dapat
mengakibatkan penerimaan hukuman yang berkisar dari hukuman ringan
sampai hukuman mati (antara lain dibakar hidup-hidup) yang dilaksanakan
oleh negara. Contoh dari langkanya pelaksanaan hukuman mati tersebut
adalah, sejak tahun 1540 sampai 1700 dari semua perkara yang diajukan
kepada Inkuisisi Spanyol hanya 2-3% yang berakhir dengan eksekusi mati,
lebih rendah dari pada peradilan sekuler manapun secara virtual pada masa
itu.[65] Menurut para sejarawan, Inkuisisi Abad Pertengahan, Inkuisisi Spanyol,
Inkuisisi Roma, dan Inkuisisi Portugis adalah peristiwa-peristiwa historis yang
berbeda. Cakupan dari aktivitas Inkuisisi, dan khususnya angka kematian yang
tepat, telah menjadi bahan propaganda di kemudian hari.

Reformasi
Keretakan kedua dalam sejarah Kekristenan terjadi saat Reformasi Protestan,
yang dimulai di Jerman pada abad ke-16. Selama kurun waktu tersebut
pelbagai kelompok masyarakat, seringkali dengan dukungan pemerintah lokal,
menolak primasi Sri Paus, kewajiban selibat bagi klerus, serta berbagai doktrin
dan praktek Katolik lainnya, sekaligus penyelewengan-penyelewengan
(semisal praktek simoni/praktek pembelian jabatan gerejawi) yang umum
terjadi pada masa itu. Para reformator dalam Gereja Katolik meluncurkan
Kontra Reformasi atau Reformasi Katolik, suatu periode klarifikasi doktrin,
perbaikan klerus dan liturgi, dan re-evangelisasi yang dimulai dengan Konsili
Trente.
Konsili Trente dan perbaikan-perbaikannya menghasilkan tema sentral untuk
300 tahun ke depan dari sejarah Katolik. Periode tersebut menitikberatkan
karya katekese dan misi, bidang yang menjadi keunggulan bagi ordo Yesuit
dan Fransiskan. Katolisisme menyebar ke seluruh dunia, seiring dengan
kolonialisme bangsa Eropa: ke Amerika, Asia, Afrika, dan Oseania.

Zaman Modern
Gereja pada abad ke-18 dan ke-19 tidak hanya harus berhadapan dengan
ajaran-ajaran Protestantisme, namun juga dengan ajaran-ajaran Pencerahan
dan Modernisme mengenai hakikat pribadi manusia, negara, dan moralitas.
Dengan terjadinya Revolusi Industri, dan meningkatnya keprihatinan akan
kondisi-kondisi para buruh urban, Paus-Paus abad ke-19 dan ke-20
mengeluarkan ensiklik-ensiklik (teristimewa Rerum Novarum) yang
memaparkan Ajaran Sosial Katolik.
Konsili Vatikan Pertama (1869–1870) menegaskan doktrin infabilitas kepausan
yang diyakini umat Katolik sebagai kontinuitas dengan sejarah Supremasi
Petrus dalam Gereja.

Reformasi Konsili Vatikan Kedua

Konsili Vatikan II
Gereja Katolik melakukan salah satu dari perubahan-perubahan paling
menyeluruh dalam sejarahnya selama Konsili Vatikan II (1962-1965) dan
dasawarsa sesudahnya. Gereja Katolik, lebih dari pada sebelumnya,
menekankan apa yang dipandangnya positif ketimbang apa yang
dipandangnya negatif dalam komunitas-komunitas Kristiani lain, dalam
agama-agama lain, dan dalam aspirasi-aspirasi umat manusia pada umumnya.
Gereja mendorong pembaharuan yang mutakhir atas kehidupan religius. Dan
Gereja memberi wewenang kepada konferensi-konferensi waligereja untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam disiplin-disiplin misalnya
berpantang daging pada hari Jumat.
Konsili Vatikan II (1962–1965) yang diperhimpunkan oleh Paus Yohanes XXIII,
terutama sebagai suatu konsili pastoral namun otoritatif,[66] untuk membuat
ajaran-ajaran historis Gereja Katolik menjadi jelas bagi dunia modern. Konsili
ini mengeluarkan dokumen-dokumen mengenai sejumlah topik, termasuk
hakikat Gereja, misi awam, dan kebebasan beragama. Konsili ini juga
mengeluarkan pengarahan-pengarahan bagi revisi liturgi, termasuk izin bagi
ritus liturgi Latin untuk menggunakan bahasa setempat di samping Bahasa
Latin dalam Misa dan sakramen-sakramen lainnya.[67]
Liturgi
Gereja Katolik secara mendasar bersifat liturgis dalam peribadatannya. Liturgi
berasal dari kata Yunani yang artinya "pekerjaan masyarakat." Konsili Vatikan
II menyatakan "karena liturgi, yang melaluinya karya penebusan kita
terselesaikan,' terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, merupakan sarana-sarana
terbaik bagi umat beriman untuk dapat mengekspresikan dalam
kehidupannya, dan memanifestasikan bagi sesama, misteri Kristus dan hakikat
sejati dari Gereja yang benar."[68]

Sakramen
Katekismus Gereja Katolik, 1131 mengajarkan: "Sakramen-sakramen adalah
tanda-tanda yang berfaedah dari rahmat, yang dilembagakan oleh Kristus dan
dipercayakan kepada Gereja, yang dengannya kehidupan ilahi disalurkan bagi
kita. Ritus-ritus yang terlihat yang dengannya sakramen-sakramen dirayakan
menandai dan menghadirkan rahmat-rahmat sesuai dengan tiap sakramen.
Sakramen-sakramen berbuah dalam diri mereka yang menerimanya dalam
keadaan yang seharusnya."
Ketujuh sakramen adalah:
• Pembaptisan
• Krisma
• Ekaristi
• Imamat
• Pernikahan
• Pengakuan dosa[69]
• Pengurapan orang sakit

Kehidupan devosional Gereja Katolik


Selain sakramen-sakramen, yang dilembagakan oleh Yesus, terdapat pula
banyak sakramental, yaitu tanda-tanda suci (upacara-upacara atau benda-
benda) yang beroleh kuasa dari doa Gereja. Sakramental-sakramental
melibatkan doa dengan tanda salib atau tanda-tanda lainnya. Contoh-contoh
penting adalah pemberkatan-pemberkatan (yang didalamnya diangkat pujian
bagi Allah dan memohon karunia-karunia-Nya), konsekrasi orang-orang, dan
penyucian benda-benda yang digunakan untuk menyembah Allah. Devosi-
devosi populer bukan bagian dari liturgi, namun jika dinilai otentik, maka
didukung oleh Gereja. Devosi-devosi mencakup penghormatan relikwi-relikwi
orang-orang kudus, kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat suci, ziarah-
ziarah, perarakan-perarakan (termasuk perarakan Sakramen Maha Kudus),
ibadat jalan salib, ibadat harian (Holy Hours), Penyembahan Sakramen Maha
Kudus, Pemberkatan Sakramen Maha Kudus, dan doa Rosario.

Doa pribadi
Selain itu, banyaknya varietas dari spiritualitas Katolik memungkinkan umat
Katolik untuk berdoa sendiri dengan berbagai macam cara. Bagian ke-4 dan
terakhir dari Katekismus meringkas tanggapan Katolik terhadap misteri iman:
"Oleh sebab itu, misteri ini, mengharuskan supaya umat beriman
meyakininya, supaya mereka merayakannya, dan supaya mereka hidup
darinya dalam suatu hubungan yang bersifat vital dan pribadi dengan Allah
yang hidup dan sejati. Hubungan itu adalah doa."[70]

Gereja partikular dalam Gereja Katolik

St. Efrem dari Syria, dihormati oleh umat Maronit, yang senantiasa berada
dalam persekutuan dengan Roma.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gereja Partikular


Tidak seperti "persekutuan" atau "serikat" Gereja-Gereja yang terbentuk oleh
saling pengakuan antar badan-badan gerejawi yang berbeda-beda, Gereja
Katolik menganggap dirinya sebagai sebuah Gereja tunggal ("satu Tubuh")
yang terbentuk dari sejumlah besar Gereja-Gereja partikular, yang masing-
masing merupakan perwujudan dari Gereja Katolik yang esa. Gereja universal,
diyakini merupakan "suatu realita yang secara ontologis dan temporal
mendahului setiap Gereja Partikular secara individu."[71]
Meskipun demikian, Gereja Katolik menekankan pentingnya Gereja-Gereja
partikular di dalamnya, yang arti signifikansi teologisnya diulas dalam Konsili
Vatikan Kedua. Dibedakan dua penggunaan istilah Gereja partikular.
• Gereja-Gereja atau Ritus-Ritus partikular otonom (sui iuris).
Lihat: Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur
• Gereja-Gereja partikular atau lokal (Keuskupan dan Konferensi
Waligereja Nasional). Lihat: Gereja Partikular

[sunting] Hubungan dengan umat


Kristiani lainnya
Meskipun mengaku sebagai Gereja yang didirikan oleh Yesus, Gereja Katolik
mengakui bahwa banyak unsur-unsur keselamatan dalam Injil terdapat pula di
dalam Gereja-Gereja dan komunitas-komunitas gerejawi lainnya. Dokumen
Konsili Vatikan II, Lumen Gentium mengajarkan bahwa "Gereja Kristus yang
esa yang dalam kredo dimaklumkan sebagai "yang satu, kudus, katolik dan
apostolik..." terdapat dalam (Lumen Gentium menggunakan kata Latin
"Subsistit in") Gereja Katolik, yang dipimpin oleh penerus Petrus dan oleh para
uskup dalam persekutuan dengan beliau, meskipun banyak unsur-unsur
pengudusan dan kebenaran terdapat di luar dari strukturnya yang
tampak.[72] Dengan demikian, dokumen tersebut meneguhkan doktrin Extra
Ecclesiam Nulla Salus[73] (tidak ada keselamatan di luar Gereja).
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik telah menjangkau badan-badan Kristiani,
mengusahakan rekonsiliasi yang semaksimal mungkin. Kesepakatan-
kesepakatan penting telah dicapai mengenai Pembaptisan, Pelayanan, dan
Ekaristi bersama para teolog Anglikan. Dengan badan-badan Lutheran telah
dicapai kesepakatan serupa mengenai teologi pembenaran (justifikasi).
Dokumen-dokumen penting ini telah makin mempererat ikatan persaudaraan
dengan komunitas-komunitas gerejawi tersebut. Meskipun demikian,
perkembangan-perkembangan terbaru, semisal pentahbisan wanita dan
penerimaan terhadap pasangan homoseksual, menghadirkan hambatan-
hambatan baru bagi rekonsiliasi dengan Gereja Lutheran, Gereja-Gereja
Reformasi, dan khususnya Gereja Anglikan, .
Konsekuensinya, pada beberapa tahun terakhir, Gereja katolik memusatkan
upayanya pada rekonsiliasi dengan Gereja-Gereja Ortodoks Timur, yang
perbedaan teologisnya dengan Gereja Katolik tidaklah sedemikian besar.
Hubungan-hubungan dengan Gereja-Gereja Ortodoks Rusia mengalami
keretakan pada tahun 1990-an sehubungan dengan masalah-masalah properti
di negara-negara bekas Uni soviet, masalah-masalah tersebut belum
terselesaikan (khususnya paroki-paroki milik Gereja Katolik-Yunani Ukraina),
sekalipun hubungan-hubungan persaudaraan dengan Gereja-Gereja Timur
lainnya terus mengalami kemajuan.

Struktur hirarkis Gereja Katolik


Gereja Katolik memiliki sebuah struktur hirarkis, yang artinya sebuah urutan
suci (bertolak belakang dengan struktur karismatis). Sifat hirarkis ini
diterapkan dalam keseluruhan Gereja Katolik, meskipun sering dikaitkan hanya
dengan para pelayan Gereja yang tertahbis, yang tergabung dalam salah satu
dari tiga jenjang imamat suci: episkopat (para uskup), presbiterat (para imam),
atau diakonat (para diakon)Episkopat (jabatan uskup)
Para uskup, yang memiliki kepenuhan imamat Kristiani, merupakan sebuah
badan Dewan Uskup, para penerus para Rasul dan merupakan "para Gembala
yang ditugaskan dalam Gereja, untuk menjadi para pengajar doktrin, para
imam dalam peribadatan suci dan para pengurus dalam pemerintahan."
Sri Paus, para kardinal, patriark, primat, uskup agung dan metropolitan
semuanya adalah uskup dan anggota dari episkopat atau kolega para uskup
Gereja Katolik.

Presbiterat (jabatan presbiter/imam)


St. Yohanes Maria Vianney, seorang imam praja yang masyhur karena
hidupnya yang suci dan pelayanannya sebagai seorang konfesor (pendengar
pengakuan dosa)
Para uskup dibantu oleh para imam dan diakon. Paroki-paroki, baik yang
berbasis teritorial maupun orang, dalam sebuah keuskupan biasanya dipimpin
oleh seorang imam yang dikenal sebagai imam paroki atau pastor.
Para imam dapat menjalankan banyak fungsi yang tidak langsung berkaitan
dengan aktivitas pastoral biasa, seperti studi, penelitian, mengajar atau
pekerjaan kantor. Mereka juga dapat menjadi rektor kapelan (imam pada
lembaga tertentu misalnya dalam kemiliteran atau universitas), konfesor,
kepala biara, atau dekan Katedral.
Dalam peraturan Ritus Latin, hanya pria selibat yang ditahbiskan menjadi
imam, sedangkan dalam peraturan Ritus Timur, pria yang sudah menikah
dapat pula ditahbiskan. Di antara Gereja-Gereja partikular Ritus Timur, Gereja
Katolik Ethiopia hanya menahbiskan pria yang hidup selibat, namun juga
memiliki imam-imam yang telah menikah yang dulunya ditahbiskan dalan
Gereja Ortodoks. Gereja-Gereja Katolik Timur lainnya, yang menahbiskan pria
yang sudah menikah, di beberapa negara misalnya di Amerika Serikat, tidak
memiliki imam yang menikah. Ritus Barat atau Latin kadang-kadang, namun
sangat jarang, menahbiskan pria-pria yang sudah menikah, biasanya mereka
adalah klerus Protestan yang beralih menjadi Katolik. Semua ritus Gereja
Katolik memelihara tradisi kuno yakni tidak mengizinkan pernikahan setelah
pentahbisan. Bahkan jika isteri seorang imam yang menikah meninggal dunia,
maka imam tersebut tidak boleh menikah lagi.

Diakonat (jabatan diakon)


Sejak Konsili Vatikan Kedua, Gereja Latin kembali menerima pria dewasa yang
beristri untuk ditahbiskan menjadi Diakon. "Para diakon ditahbiskan sebagai
suatu tanda sakramental bagi Gereja dan bagi dunia milik Kristus, yang
datang 'untuk melayani dan bukan untuk dilayani.' Seluruh Gereja dipanggil
oleh Kristus untuk melayani, dan diakon, karena tahbisan sakramentalnya dan
melalui berbagai pelayanannya, menjadi seorang pelayan dalam Gereja-
pelayan. Sebagai pelayan Sabda, para diakon memberitakan Injil, berkhotbah,
dan mengajar dalam nama Gereja. Sebagai pelayan Sakramen, diakon
membaptis, memimpin umat beriman dalam doa, menjadi saksi pernikahan,
melaksanakan ibadat kematian dan pemakaman. Sebagai pelayan amal-kasih,
diakon merupakan pemimpin dalam hal mengenali kebutuhan-kebutuhan
orang lain, kemudian menggunakan sumber-sumber daya Gereja untuk
menutupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Para diakon juga dibaktikan bagi
penghapusan ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang menimbulkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut."
Para kandidat untuk diakonat menjalani suatu program formasi diakonal yang
dirancang berdasarkan kebutuhan-kebutuhan mutakhir keuskupan mereka
tetapi harus mencapai standar-standar minimum yang ditetapkan oleh
konferensi waligereja di negara asal mereka. Setelah menyelesaikan program
formasi mereka dan memperoleh persetujuan dari uskup setempat, para
kandidat menerima sakramen imamat melalui pentahbisan. Umumnya,
setelah ditahbiskan, seorang diakon ditempatkan oleh uskupnya pada sebuah
paroki lokal di mana dia akan menjalankan pelayanannya dan melayani Gereja
dan komunitas lokal tersebut.
Keanggotaan Gereja Katolik
Menurut Hukum Kanonik, seseorang menjadi anggota Gereja Katolik dengan
cara dibaptis dalam Gereja Katolik atau dengan cara diterima ke dalam Gereja
Katolik (dengan membuat suatu pernyataan iman, jika yang bersangkutan
telah dibaptis).
Apabila atas kemauan sendiri seseorang hendak memutuskan ikatan yuridis
dengan Gereja Katolik, maka disyaratkan adanya suatu tindakan formal secara
tertulis di hadapan Pejabat Gereja setempat atau imam paroki dari yang
bersangkutan, yang akan menilai apakah tindakan tersebut tergolong murtad,
bidaah atau skisma; tanpa tindakan keluar secara resmi ini, "bidaah (baik
formal maupun material), skisma dan murtad tidak dengan sendirinya
merupakan suatu tindakan keluar secara resmi, jika tidak secara eksternal
diwujudnyatakan dan dimanifestasikan kepada otoritas gerejawi dengan cara-
cara yang disyaratkan."
Mereka yang tidak melakukan tindakan ini dianggap masih terikat dengan
Gereja Katolik dan "terus terikat oleh hukum-hukum gerejawi belaka."
Seseorang yang keluar dari keanggotaan Gereja Katolik dapat diterima
kembali di kemudian hari, setelah yang bersangkutan membuat suatu
pernyataan iman.

Peranan Gereja Katolik dalam peradaban


Doktrin Gereja Dan ilmu pengetahuan
Para ahli sejarah ilmu pengetahuan, termasuk yang bukan beragama Katolik
seperti J.L. Heilbron Alistair Cameron Crombie, David C Lindberg, Edward
Grant, Thomas Goldstein, dan Ted Davis, berpendapat bahwa Gereja Katolik
memiliki pengaruh positif yang penting terhadap perkembangan peradaban.
Mereka yakin bahwa, bukan saja para biarawanlah yang menyelamatkan dan
membudidayakan sisa-sisa dari peradaban kuno selama invasi-invasi kaum
barbar, melainkan juga bahwasanya Gereja Katoliklah yang mendorong
pembelajaran dan ilmu pengetahuan melalui dukungannya terhadap banyak
universitas yang, di bawah kepemimpinannya, bertumbuh cepat di Eropa pada
abad ke-11 dan ke-12. St. Thomas Aquinas, "teolog model" Gereja Katolik,
tidak saja berpendapat bahwa akal budi itu bersesuaian dengan iman, beliau
bahkan mengakui bahwa akal budi dapat berkontribusi bagi pemahaman
wahyu Illahi, dan dengan demikian mendorong perkembangan intelektual.
Para imam-ilmuwan Gereja Katolik, yang kebanyakan adalah para Yesuit, dan
yang merupakan para pelopor dalam ilmu astronomi, genetika,
geomagnetisme, meteorologi, seismologi, and fisika matahari, menjadi
"bapak-bapak" ilmu-ilmu pengetahuan tersebut. Perlu kiranya untuk
disebutkan di sini, nama-nama para rohaniwan Katolik semisal Abbas Ordo St.
Agustinus Gregor Mendel (pelopor dalam studi genetika) dan pastur Belgia
Georges Lemaître (orang pertama yang mengedepankan teori Big Bang).
Sebuah peta universitas-universitas abad pertengahan memperlihatkan
universitas-universitas yang didirikan Gereja Katolik di Eropa.
Kenyataan ini merupakan suatu kebalikan dari pandangan yang dipertahankan
oleh beberapa filsuf abad pencerahan, bahwa doktrin-doktrin Gereja Katolik
bersifat tahayul dan menghalang-halangi kemajuan peradaban.
Salah satu contoh terkenal yang diajukan oleh para kritikus tersebut adalah
Galileo Galilei, yang pada tahun 1633, dikutuk karena berpegang teguh pada
ajaran jagad raya yang heliosentris (jagad raya berpusat pada matahari), teori
yang pertama kali dicetuskan oleh Nicolaus Copernicus, seorang imam Katolik.
Setelah bertahun-tahun diinvestigasi, berkonsultasi dengan Paus, berjanji
kemudian dilanggar oleh Galileo sendiri, dan akhirnya suatu pengadilan oleh
Tribunal Inkuisisi Romawi dan Universal, Galileo didapati "dituduh sebagai
bidaah" - bukan bidaah, sebagaimana yang seringkali secara keliru disebut-
sebut. Meskipun ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa dua dari
empat thesis ilmiah yang dikedepankan oleh Galileo sebenarnya keliru, yakni
bahwasanya Matahari adalah pusat jagad raya, dan bahwasanya Bumi
mengitari Matahari dalam orbit berbentuk lingkaran sempurna, Paus Yohanes
Paulus II secara terbuka mengungkapkan penyesalan atas tindakan-tindakan
orang-orang Katolik yang memperlakukan Galileo dengan buruk dalam
pengadilan pada tanggal 31 Oktober 1992.[83] Sebuah abstraksi dari
tindakan-tindakan dalam proses pengadilan terhadap Galileo dapat dijumpai di
Arsip Rahasia Vatikan (Vatican Secret Archives), yang mereproduksi
sebahagian arsip tersebut dalam situs web-nya. Kardinal John Henry Newman,
pada abad ke-19, berkata bahwa orang-orang yang menyerang Gereja Katolik
hanya mampu menunjukkan kasus Galileo, yang bagi banyak sejarawan
tidaklah membuktikan adanya oposisi Gereja terhadap ilmu pengetahuan
karena justru banyak rohaniwan Katolik pada masa itu yang didorong oleh
Gereja untuk meneruskan penelitian mereka.
Saat ini, Gereja Katolik telah dikritik karena ajarannya bahwa penelitian sel
induk embrio manusia (embryonic stem cell research) merupakan suatu
bentuk dari eksperimentasi pada manusia, dan mengakibatkan pembunuhan
seorang manusia, dengan alasan bahwa ajaran ini menghalangi penelitian
ilmiah. Gereja Katolik sebaliknya berpendapat bahwa kemajuan dalam ilmu
pengobatan dapat terjadi tanpa perlu ada penghancuran manusia (yang masih
dalam tahap kehidupan embrio); misalnya, dengan menggunakan sel induk
dewasa (adult stem cell) atau sel induk tali pusat (umbilical stem cell) sebagai
ganti sel induk embrio.
Gereja, seni, dan karya sastra

Mona Lisa karya Leonardo da Vinci, yang menurut beberapa penulis,


merupakan suatu ilustrasi dari suka cita Kristiani.
Beberapa ahli sejarah menilai Gereja Katolik berjasa atas kegemilangan dan
keagungan seni Barat. Mereka mengacu pada perlawanan gereja terhadap
ikonoklasme (suatu gerakan yang menentang penggambaran visual dari yang
ilahi), kegigihan Gereja dalam membangun gedung-gedung yang mendukung
peribadatan, kutipan ayat Alkitab oleh Agustinus dari Hippo - dari kitab
Kebijaksanaan 11:20 (Allah "menyuruh segala sesuatu diukur, dihitung, dan
ditimbang") yang menuntun kepada konstruksi-konstruksi geometris dari
arsitektur Gothik, sistem-sistem ilmiah yang koheren dari kaum Skolastik yang
disebut Summa Theologiae yang mempengaruhi tulisan-tulisan yang konsisten
secara ilmiah dari Dante, theologi penciptaan dan sakramental Gereja yang
telah mengembangkan suatu imajinasi Katolik yang mempengaruhi para
penulis seperti J. R. R. Tolkien C.S. Lewis, dan William Shakespeare,dan
akhirnya, perlindungan yang diberikan para paus di masa Renaissance bagi
karya-karya agung para seniman Katolik seperti Michelangelo, Raphael,
Bernini, Borromini, dan Leonardo da Vinci.

Gereja dan perkembangan ekonomi


Francisco de Vitoria, seorang murid dari Thomas Aquinas dan seorang pemikir
Katolik yang mempelajari hal-hal seputar hak-hak azasi manusia dari rakyat
pribumi jajahan, diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai seorang Bapak
hukum internasional, dan kini juga diakui oleh para ahli sejarah ekonomi dan
demokrasi sebagai cahaya terdepan bagi demokrasi Barat dan percepatan
ekonomi.
Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi dari abad ke-20, menunjuk pada
kaum skolastik, ketika menulis bahwa, "merekalah yang paling layak lebih dari
kelompok manapun juga untuk disebut sebagai ‘pendiri’ ilmu ekonomi yang
ilmiah." Ahli-ahli ekonomi dan sejarah lainnya, seperti Raymond de Roover,
Marjorie Grice-Hutchinson, dan Alejandro Chafuen, juga telah mengeluarkan
pernyataan serupa. Sejarawan Paul Legutko dari Universitas Stanford
mengatakan bahwa Gereja Katolik "berada pada pusat perkembangan nilai-
nilai, gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, hukum, dan lembaga-lembaga
yang membentuk apa yang kita sebut peradaban Barat."

Keadilan sosial, keperawatan, dan sistem rumah sakit

Ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, berujar bahwa Gereja Katolik
mempelopori perkembangan suatu sistem rumah sakit yang ditujukan bagi
kaum tersisih.
Menurut ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, Gereja Katolik telah memberi
sumbangsih bagi masyarakat melalui doktrin sosialnya (ajaran sosial Gereja)
yang telah menuntun para pemimpin untuk mempromosikan keadilan sosial
dan dengan membentuk sistem rumah sakit di Eropa abad pertengahan, yakni
suatu sistem yang berbeda dengan keramah-tamahan dari masyarakat Yunani
dan kewajiban-kewajiban berasaskan keluarga dari masyarakat Romawi.
Rumah-rumah sakit tersebut didirikan untuk menyediakan pelayanan bagi
kelompok masyarakat tertentu yang tersisihkan akibat kemiskinan, penyakit,
dan usia lanjut."
James Joseph Walsh menulis tentang kontribusi Gereja Katolik bagi sistem
rumah sakit, sebagai berikut:
Selama abad ke-13 sejumlah besar rumah-rumah sakit [ini] didirikan.
Kota-kota Italia merupakan pemimpin-pemimpin dari gerakan itu.
Milan memiliki tidak kurang dari selusin rumah sakit dan Florence
sebelum akhir abad ke-14 memiliki sekitar 30 rumah sakit. Beberapa
diantaranya merupakan bangunan-bangunan yang sangat indah. Di
Milan sebagian dari bangunan rumah sakit umum dirancang oleh
Donato Bramante dan sebagiannya lagi dirancang oleh Michelangelo.
Rumah sakit kaum tak berdosa di Florence untuk menampung anak-
anak terlantar merupakan sebuah permata arsitektur. Rumah sakit di
Sienna, yang didirikan sebagai penghormatan kepada Santa Katerina
dari Siena, sejak semula sudah tersohor. Di seluruh Eropa gerakan
rumah sakit ini menyebar di mana-mana. Virchow, Pathologis besar
dari Jerman, dalam sebuah artikel mengenai rumah-rumah sakit,
menunjukkan bahwa tiap kota di Jerman yang berpenduduk 5000
jiwa memiliki rumah sakit. Ia menelusuri gerakan rumah sakit ini
sampai kepada Paus Innosentius III, dan meskipun bukan seorang
pendukung kepausan, Virchow tanpa ragu-ragu memberikan pujian
tertinggi bagi Paus tersebut untuk segala sesuatu yang telah
dilakukannya demi kebaikan anak-anak dan umat manusia yang
menderita.

Keindahan dan efisiensi rumah-rumah sakit Italia bahkan mengilhami sebagian


orang yang justru mengkritik Gereja Katolik. Sejarawan Jerman Ludwig von
Pastor mengutip kembali kata-kata Martin Luther yang, tatkala melakukan
perjalanan ke Roma saat musim dingin tahun 1510-1511, berkesempatan
mengunjungi beberapa dari rumah-rumah sakit tersebut:
Di Italia, menurutnya, rumah-rumah sakit didirikan dengan megah,
dan sungguh mengagumkan bahwa rumah-rumah sakit itu
diperlengkapi dengan makanan dan minuman yang sangat baik,
perhatian yang seksama dan tabib-tabib yang terpelajar. Tempat-
tempat tidur dan perlengkapan tempat tidurnya bersih, dan dinding-
dinding ditutupi dengan lukisan-lukisan. Bilamana seorang pasien
dibawa masuk, pakaian-pakaiannya dilepaskan di hadapan seorang
notaris yang menginventarisirnya dengan cermat, kemudian pakaian-
pakaian itu disimpan dengan aman. Sehelai smock (jubah pasien)
putih dikenakan padanya dan ia dibaringkan di atas sebuah dipan
yang nyaman, dialasi linen yang bersih. Ada dua orang dokter yang
mendatanginya, dan para pelayan membawakannya makanan dan
minuman dalam gelas-gelas yang bersih, yang memperlihatkan
padanya segala perhatian yang dapat diberika

Gereja Katolik sebagai opus proprium, sebut Benediktus XVI dalam Deus
Caritas Est, telah melaksanakan selama berabad-abad sejak awal mulanya dan
terus melaksanakan berbagai pelayanan kasih — antara lain, rumah-rumah-
sakit, sekolah-sekolah, dan program-program pemberantasan kemiskinan.

Kritik terhadap Gereja Katolik Roma


Skandal pelecehan seksual
Pada tahun 2002, Amerika Serikat dihebohkan oleh suatu skandal besar ketika
serangkaian tuntutan, disertai bukti-bukti pendukung, ditujukan kepada para
imam yang melakukan tindakan pelecehan secara seksual terhadap anak-anak
sepanjang beberapa dasawarsa. Yang makin memparah keadaan adalah
terungkapnya kenyataan bahwa Gereja mengetahui beberapa dari imam-
imam pelaku pelecehan tersebut, dan pada mulanya memperlakukan mereka
dengan cara menyangkal mengetahui kejahatan yang mereka lakukan dan
memindahtugaskan mereka dari satu jemaat ke jemaat lain dari pada
menindaki mereka. Skandal yang menjadi penyebab pengunduran diri Kardinal
Bernard Law dari Keuskupan Agung Boston itu, merupakan pukulan yang
menghancurkan citra Gereja di mata publik — Dalam salah satu survey
sesudah mencuatnya skandal tersebut 64% dari responden setuju bahwa
kebanyakan imam Katolik "kerap melakukan pelecehan terhadap anak-anak"
(data mengindikasikan bahwa hanya 1,5-1,8% imam Katolik yang benar-benar
telah dituntut karena melakukan pelecehan terhadap anak-anak.

You might also like