Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Swastika Oktavia
BIJ007013
Oleh
Swastika Oktavia
B1J007013
Rombongan II
Kelompok 11
Asisten : Ina Farida
Ina Farida
NIM.B1J004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
idayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum
Algologi.
Penyusunan laporan praktikum Algologi bertujuan untuk memenuhi
persyaratan mengikuti ujian akhir (responsi) praktikum mata kuliah Algologi di
Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen mata kuliah Algologi.
2. Asisten praktikum Algologi, yang telah memberikan saran dan bimbingan
selama praktikum sehingga disetujuinya laporan ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan laporan
praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
ACARA
Acara I Kultur Mikroalga dan Keragaman Mikroalga.
Oleh :
Nama : Swastika Oktavia
NIM : BIJ007013
Rombongan :2
Kelompok : 11
Asisten : Ina
A. Latar Belakang
lingkungan sebagai produser primer, disamping bakteri dan fungia ada di sekitar kita.
menangkap energi matahari dan karbon dioksida menjadi karbon organik yang
berguna sebagai sumber energi bagi kehidupan konsumer seperti kopepoda, larva
moluska, udang dan lain-lain. Selain perannya sebagai produser primer, hasil
institusi di dunia telah menyimpan koleksi kultur mikroalgae yang potensial dapat
berkembang, baik secara intensif maupun secara semi intensif. Salah satu faktor yang
tersedianya pakan alami yang dibutuhkan. Ketersediaan pakan alami baik dalam
jenis maupun ukuran sesuai dengan ukuran bukan mulut ikan pada setiap stadia,
merupakan mata rantai yang sangat penting karena uumnya tingkat kematian benih
Pakan alami selain mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, juga mudah
dikultur, mempunyai ukuran yang sesuai dengan bukan mulut larva, mempunyai
mampu berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat, serta
membutuhkan biaya yang relatif murah. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas,
maka perlu diadakan kultur pakan alami yang dilakukan dalam skala laboratorium
untuk perbanyakan bibit murni, maupun dalam skala masal untuk memenuhi
mempunyai klorofil untuk menangkap energi matahari dan karbon dioksida menjadi
karbon organik yang berguna sebagai sumber energi bagi kehidupan konsumer
seperti kopepoda, larva moluska, udang dan lain-lain. Selain peranannya sebagai
produsen primer, hasil sampingan fotosintesa mikroalgae yaitu oksigen juga berperan
potensi yang telah lama dimanfaatkan oleh manusia. Potensi tersebut, antara lain
sebagai berikut: a) pakan alami berbagai jenis ikan, udang, kerang, b) bahan pangan
B. Tujuan
yaitu skala laboratorium, skala semi massal, dan skala massal. Unit-unit pembenihan
ikan maupun udang biasanya hanya melakukan kultur skala semi massal dan skala
massal. Namun demikian keberhasilan dari tahapan kultur semi massal dan massal
jenis/ strain yang tidak terkontaminasi (murni), sehingga dapat digunakan sebagai
bibit yang baik. Pada usaha pembenihan skala industri sudah mulai dilakukan kultur
pembenihan ikan, udang, kerang kerangan, kepiting dan lain sebagainya. Pakan
hidup, menurut Ryther dan Goldman( 1975) telah terbukti berperan penting dalam
beberapa kelebihan dibandingkan pakan buatan, karena pakan hidup antara lain
memiliki enzim autolisis sendiri sehingga mudah dicema oleh larva, tidak mengotori
media budidaya. Watanabe et al. (1983) dan Watanabe (1988) menyatakan bahwa
kegiatan pembenihan tidak mungkin berjalan tanpa kehadiran pakan hidup. Pakan
hidup harus diberikan pada larva untuk pertama kali mulai makan (firstfeeding).
Peranan pakan hidup sampai saat ini belum dapat digantikan secara menyeluruh.
Disamping sebagai sumber protein, karbohidrat dan lemak, pakan hidup terutama
mikroalga merupakan sumber utama asam lemak esensial yang sangat potensial
(Renaud et al., 1999). Larva membutuhkan asam lemak, terutama asam lemak tak
jenuh rantai panjang untuk pertumbuhan yang normal (Langdon & Walcock1981;
Enright et al., 1986). Disamping itu mikroalga juga kaya akan mineral yang baik
Pertumbuhan larva sangat tergantung pada kendungan zat gizi pada pakan
vitamin, dan mineral bagi pemangsanya. Nilai nutrisi yang dikandung plankton
sebagai pakan bervariasi antara satu jenis plankton dengan jenis plankton lainnya.
Zat hara dan kondisi lingkungan seperti intensitas cahaya, lama pencahayaan, dan
suhu dapat mempengaruhi nilai nutrisi yang dikandung oleh satu jenis planklton
inokulum pada skala semi massal dan skala massal setelah 5-7 hari pemeliharaan.
Fitoplankton dapat digunakan sebagai pakan larva yang secara visual ditandai
dengan warna air yang sesuai dengan pigmentasi sel plankton yang dikultur,
kepadatan sel yang tinggi dan bentuk sel yang sempurna serta tidak adanya
dapat dipanen secara parsial dengan penambahan air laut dan nutrient untuk
awal, dan lama pemeliharaan sekitar 4-5 hari sudah dapat digunakan kembali
(Suriadnyani, 2004).
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol kultur, lampu TL
40 watt, mikroskop, pipet tetes, aerator dan perangkatnya, kapas dan kain kasa, gelas
Tetraselmis chuii, Spirulina sp., Isochysis gaibona, Nitzchia sp., Dunaliella sp.,
B. Metode
2. Isolasi yaitu dengan metode pipet kapiler, pengenceran berseri, isolasi secara
3. Isolasi kultur monospesies yaitu dalam skala lab berdasarkan suhu, aerasi, cahaya
dan pertumbuhan.
4. Panen yaitu dengan menggunakan saringan alga filamen dan diperoleh endapan.
A. Hasil
N1 . V1 = N2 . V2
V1 = 43,48 ml
1995). Pada praktikum ini Phytolankton atau mikroalga yang digunakan sebagai
bibit adalah dari species Skeletonema costarum, Chlorella sp., Tetraselmis chuii,
Spirulina sp., Isochysis gaibona, Nitzchia sp., Dunaliella sp., Thallast siesiera,
Psiphyridium sp.berasal dari air laut. Kultur mikroalga ini ini dilakukan dalam skala
laboratorium dengan menggunakan medium dasar air tawar dengan volume sekitar 1
lebih besar hingga mencapai skala masal. Kultur phytoplankton hingga volume 3
liter yang dilakukan dalam laboratorium disebut dengan kultur skala laboratorium
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Bibit awal Spirulina sp. yang digunakan dalam
Menurut Frikardo (2008), Ada 3 metode yang digunakan untuk kultur algae
yaitu metode batch culture, modifikasi barth culture dan semi kontinyu. Metode
kultur batch klasik pada prinsipnya adalah menginokulasi bibit sel kedalam tabung
kultur dengan kepadatan sel algae yang rendah. Metode kultur yang kedua adalah
metode kultur modifikasi batch. Pada prisnsipnya setiap hari melakukan setting
kultur algae sebanyak 500 ml di dalam erlenmeyer flask. Setelah dipelihara 8 hari
kultur, kondisi kultur terlihat sudah cukup tua (kepadatan berkisar 105 – 106 sel /ml)
kultur dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama dan kedua masing-masing 200 ml
ml volume kultur di erlenmeyer flask sebagai stok kultur untuk 8 hari kultur yang
akan dating, sedangkan yang volume kultur 1 liter setelah 8 hari kultur dipindahkan
ke 20 liter kultur algae didalan Carboy dan 8 hari kultur berikutnya dari 20 liter
Carboy dipindahkan ke 200-320 liter tabung silinder untuk dikultur 5 – 8 hari kultur.
Dari kultur tabung silinder ini akan digunakan untuk pakan zooplankton atau untuk
larva ikan dan udang. Demikian proses yang terjadi di dalam proses modifikasi
kultur batch yang dapat dilakukan secara indoor kultur namun mendapatkan volume
dan kualitas hasil kultur yang terprediksi. Metode kultur yang ke 3 adalah kultur
semi kontinyu. Pada metode ini biasanya digunakan untuk mendesain kultur skala
kecil yang sering digunakan dari keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan
hobi sampai ukuran kultur masal. Metode ini mungkin terlhat tidak konvensional
ini adalah praktis dan mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup baik dan ini
berjalan beberapa tahun yang lalu. Disana konsisten untuk menumbuhkan kultur
peralatan dan wadah untuk melakukan kultur awal dengan inokulan baru.
Pengembangan metode ini mempunyai kelemahan kontrol yang tendah dan biasanya
menghasilkan produk kultur algae yang rendah daripada kultur yang dilakukan
dengan pemebersihan peralatan terlebih dahulu sebelum setiap wadah kultur itu
menghasilkan produksi sel algae persatuan unit volume daripada untuk mendapatkan
produksi sel algae yang lebih tinggi per satuan volume dalam periode waktu tertentu.
Jadi metode kultur mikroalgae dengan cara semi kontinyu ini merupakan suatu
pengulangan kultur yang harus melakukan panen total dari hasil produksi dengan
kata lain pemanenan hasil produksi kultur dalam metode ini dilakukan berulang
ulang dengan menyisakan sebagian hasil kultur didalam wadah untuk menjadi bibit
kultur yang baru. Disana hanya dilakukan penambahan media air pada periode-
yang bermutu tinggi. Kultur skala laboratorium dimulai dari volume 0,5 liter hingga
3-5 liter. Air laut dengan salinitas tertentu dimasukkan dalam botol kultur, namun
medium diberi pupuk kemudian sewaktu inkubasi diberi aerasi dan kultur diletakkan
dalam rak kultur dengan pencahayaan lampu TL. Djarijah (1995) menambahkan
bahwa air laut yang digunakan sebagai medium pertumbuhan harus disaring
dalam kultur dapat ditandai dngan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah
yaitu 1) fase istirahat, Pada fase ini populasi tidak mengalami pertumbuhan namun
ukuran sel secara umum meniningkat, 2) fase logaritmik/ eksponensial, yaitu diawali
dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang tetap dan pada kondisi yang
pertumbuhan mulai mengalami penurunan. Pada fase ini laju reproduksi samadengan
laju kematian dan yang ke 4) adalah fase kematian, yaitu laju kematian lebih cepat
dari laju reproduksi dan secara geometric jumlah sel menurun. Berdasarkan pola
tepat yaitu pada saat phytoplankton tersebut mencapai puncak populasinya. Apabila
pemanenan phytoplankton tersebut terlalu cepat maka sisa zat hara dapat
sebagai jasad pakan tersebut dapat ditangkap dan ditelan oleh larva. Ukuran jasad
pakan yang sesuai dengan bukaan mulut akan mengoptimalkan aktivitas dan jumlah
biomassa jasad pakan yang dimakan. Apabila pakan mempunyai ukuran terlalu kecil
dibanding dengan bukaan mulut larva, dengan aktivitas yang sama maka jumlah
biomassa jasad pakan yang dimakan akan rendah. Hal ini dapat mengakibatkan
pertumbuhan rendah.
Phylum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococales
Familia : Chlorellaceae
Genus : Chlorella
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Familia : Oscilatoriaceae
Genus : Spirulina
Phylum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Familia : Polyblepharidaceae
Genus : Dunaliella
adaptasi terhadap lingkungan kultur yang baru. Alga tersebut mengalami masa
adaptasi yang cukup singkat dan langsung tumbuh dengan cepat. Keadaan ini
mungkin disebabkan antara lain benih alga dan juga me-dia air yang digunakan
berasal dari lingkungan laboratorium yang sama. Pola pertumbuhan Tetraselmis sp.
juga mempunyai laju pertumbuhan daya adaptasi terhadap lingkungan yang relatif
mikroalga yang selama ini belum dikenal masyarakat. Dunaliella sauna dapat dapat
menyerap dan mengkompleksasi logam berat seperti timbal. Ligan yang diproduksi
oleh alga berasosiasi dengan gugus fungsional ion logam dan tidak dijumpai
pengaruh signifikan densitas sel terhadap kapasitas pengikatan. Oleh karena itu, ligan
yang dihasilkan oleh alga memegang peranan penting sebagai penyangga ion logam
timbal bebas.
cruentum. P. cruentum adalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk kelas
Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago yang
diekspresikan secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul mengelilingi sel. Sel
dapat menghambat beberapa bakteri seperti E. coli, B. subtilis, dan S. aureus. Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa terdapat senyawa dominan yaitu asam lemak Metil
heksadekanoat (asam palmitat) pada alga ini sebagai senyawa antibakteri (Kusmiyati
dan Agustini, 2007). Chlorella sp. juga dapat mengadopsi logam berat timbal dan
mikroalga Chlorella sp. mampu mengadopsi logam berat timbal (Pb) dan terjadi
istirahat, fase logaritmik atau eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian.
Koleksi
Isolasi
Panen
Oleh :
Nama : Swastika Oktavia
NIM : BIJ007013
Rombongan : II
Kelompok : 11
Asisten : Ina Farida
C. Latar Belakang
tingkat rendah termasuk dalam divisi Thallophyta. Rumput laut terdiri dari empat
divisi yaitu alga hijau (Chlorophyta), alga hijau biru (Cyanophyta), alga coklat atau
alga pirang (Phaeophyta), dan alga merah (Rhodophyta). Bagian tumbuhan ini secara
keseluruhan disebut talus, tidak dapat dibedakan antara bagian akar, batang dan
daun. Rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil laut yang mempunyai
dari panen alami (wild crop), sehingga kelangsungan produksi sulit dikendalikan,
baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Usaha budidaya yang lebih intensif, perlu
penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai pada pengeringan
Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi.
Pengolahan rumput laut kering dapat menghasilkan agar-agar, karaginan, atau algin
tergantung kandungan yang terdapat dalam rumput laut. Pengolahan ini kebanyakan
dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya dapat juga dilakukan oleh petani.
C. Tinjauan Pustaka
Pascapanen merupakan akhir dari suatu kegiatan budidaya. Saat ini akan
diketahui baik buruknya mutu dan banyaknya jumlah rumput laut yang dipanen
sebagai hasil dari kegiatan budidaya. Mutu dan jumlah produksi akan baik bila telah
dipersiapkan lokasi yang benar, pemilihan bibit yang baik, penanaman dan
pemeliharaan dengan cara yang benar. Hal lain yang juga sangat penting untuk
diperhatikan yaitu umur tanaman pada saat panen, cara panen dan pascapanen yang
dilakukan. Umumnya, rumput laut akan cukup baik untuk dipanen pada umur
tanaman berkisar 4-6 minggu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas rumput
atau proses yang dimulai sejak setelah tanaman dipanen yaitu meliputi pencucian,
berusia sekitar 45 sampai 60 hari (akan sangat tergantung pada kesuburan lokasi
penanaman) atau dengan memilih tanaman yang dianggap sudah cukup matang
untuk dikeringkan. Sedangkan tanaman yang masih belum matang atau bagian
tanaman yang masih muda dipetik untuk kemudian ditanam kembali sebagai bibit
baru. Sebelum dikeringkan hasil panen dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan
air tambak untuk menghilangkan lumpur dan kotoran lainnya. Apabila tidak ada
permintaan lain dari pembeli maka keringkan langsung dengan sinar matahari
dengan dialasi gedek, krey bambu, daun kelapa atau dengan menggunakan bahan
lainnya.
II. MATERI DAN METODE
C. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah nampan plastik, kertas
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut hasil
D. Metode
2. Rumput laut yang telah dicuci kemudian diletakkan ke dalam nampan plastik yang
3. Nampan yang berisi rumput laut ditutup rapat menggunakan plastik bening.
4. Hasil dijemur di bawah sinar matahari sampai terjadi perubahan warna talus
B. Hasil
pemanasan langsung, fermentasi dengan nampan dan fermentasi tanpa nampan atau
yang dilakukan oleh para petani dan dengan metode konvensional karena langsung
dijemur di bawah sinar matahari. Teknik ini menghasilkan rumput laut kering yang
berwarna coklat tua dan cenderung kurang baik jika dibuat agar (Afrianto dan
Liviawati, 1993).
yang berguna bagi manusia. Fermentasi rumput laut merupakan suatu proses
pemucatan dan pengasaman rumput laut. Fermentasi rumput laut akan menghasilkan
perubahan warna thallus rumput laut karena adanya dekolorisasi dan depigmentasi
pada thallus rumput laut disebabkan adanya kondisi lingkungan yang lembab.
Perubahan warna thallus biasanya akan berubah menjadi berwarna putih (Kadi dan
Atmadja, 1988).
pascapanen dengan fermentasi tanpa nampan lebih baik daripada teknik yang lain.
Teknik ini dapat menghasilkan agar yang kualitasnya baik. Teknik ini merupakan
teknik penanganan pasca panen dengan fermentasi tetapi tidak mengalami keadaan
lingkungan yang kedap udara (anaerob), tetapi udara yang terdapat didalamnya pada
saat fermentasi akan menguap ke atas menjadi uap air dan akan dipantulkan ke dasar,
dan akan terserap di dasar. Metode ini mengkondisikan agar lingkungan tetap kering
dan agar agar lebih sedikit mengandung uap air. Berbeda dengan teknik fermentasi
sehingga udara yang dikeluarkan rumput laut akan menjadi uap air sehingga akan
menimbulkan kondisi lingkungan yang lembab dan akan menghasilkan rumput laut
Menurut Fateha (2006), salah satu teknik pengawetan rumput laut dapat
menggunakan larutan KOH 0,1 % untuk perendaman selama 60 menit. Perlakuan ini
akan memperlihatkan nilai rendemen lebih tinggi dan kadar rumput laut kering lebih
Gracilaria sp. Rumput laut ini merupakan rumput laut yang banyak dibudidayakan
karena mengandung agar untuk industri agar-agar. Selain untuk makanan, rumput
laut ini dapat dimanfaatkan sebagai makanan karena kandungan gizinya cukup tinggi
dan G. sjoestedtii dapat dipanen setelah 3-5 bulan. Saat pemanenan, rumput laut
diambil dengan tangan, dibersihkan dari Lumpur dan rumput liar kemudian
dikeringkan di panas matahari. Saat pasca panen, perlu dilakukan pencucian dan
kekuning-kuningan di bawah sinar matahari. Secara normal, rasio dari berat kering
Domain : Eukaryota
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Biliphyta
Phylum : Rhodophyta
Subphylum : Macrorhodophytina
Class : Florideophyceae
Order : Gracilariales
Family : Gracilariaceae
Genus : Gracilaria
Afrianto, E. dan Evi Liviawati. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara
Pengolahannya. Bathara, Jakarta.
Anonim. 2005. Systema Naturae. http://sn2000.taxonomy.nl/. Diakses tanggal 20
Mei 2009.
Angkasa, W. I., H. Purwoto, dan J. Anggadiredja. 2009. Teknik Budidaya Rumput
Laut. http://kenshuseidesu.tripod.com/. Diakses pada tanggal 19 Mei 2009.
Basmal J. 2001. Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen dan
Industri Rumput Laut. Forum Rumput Laut. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan
Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan
dan Perikanan. hlm 16-22.
Bold, H. C dan Wynne M. J. 1985. Introduction to Algae 2nd Edition. Prentice-Hall
Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Chapman VJ dan DJ Chapman. 1980. Seaweeds and Their Uses. Third Edition.
London, New York: Chapman and Hall. 333 p.David, L. 1983. Pantai Laut. PT
Widyakarya, Jakarta.
Fahrul. 2006. Pelatihan Budidaya Laut. Yayasan Mattirotasi’, Makassar.
Fateha. 2006. Teknik Penanganan Pascapanen Rumput Laut Coklat Sargassum
filipendula Sebagai Bahan Baku Alginat. Balai Besar Riset Pengolahan Produk
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Kadi, A. dan W. S. Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae), Jenis, Reproduksi,
Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-
LIPI, Jakarta.
Widyartini, D. S. dan A. I. Insan. 2007. Meningkatkan Produksi Rumput Laut
Gracilaria gigas Melalui Modifikasi Sistem Jaring (Studi Kasus : Di Perairan
Nusakambangan, Cilacap). Oseana. 32 (4) : 13 – 20.
LAMPIRAN
Diletakkan di nampan
plastik berlapis koran
Dijemur di bawah
sinar matahari
EKSTRAKSI AGAR
Oleh :
Nama : Swastika Oktavia
NIM : BIJ007013
Kelompok : 11
Rombongan : II
Asisten : Ina Farida
E. Latar Belakang
Rumput laut banyak diproduksi karena memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi yaitu dapat menghasilkan agar. Rumput laut di Indonesia sudah dibudidayakan
sejak lama baik secara swadaya oleh nelayan maupun secara massal untuk keperluan
industri maupun ekspor. Rumput laut banyak dimanfaatkan pada berbagai bidang,
antara lain bidang pangan, kosmetik dan farmasi karena memiliki kandungan alginat,
555 jenis rumput laut. Empat jenis diantaranya merupakan komoditas ekspor yang
bernilai tinggi. Keempat jenis rumput laut tersebut adalah Eucheuma sp., Gracilaria
sp., Gelidium sp., dan Sargassum sp. (Satari (1996) dalam Atmadja et. al., 1996).
atau alginat.
Rumput laut mengandung bahan-bahan atau zat kimia yang penting dan
bermanfaat bagi manusia. Rumput laut dapat diekstraksi untuk mendapatkan zat
kimia murni yang dikandungnya. Salah satu zat kimia hasil ekstraksi rumput laut
pada perairan dengan suhu rendah (dingin) daerah temperata dan garis lintang tinggi.
Bagian dalam dinding sel Phaeophyceae mengandung asam alginik dan alginat serta
bernilai ekonomis penting karena penggunaanya sangat luas dalam berbagai bidang
industri. Menurut Suryadi et al., (1993), rumput laut tumbuh hidup dengan cara
menyerap zat makanan dari perairan dan melakukan fotosintesis, intensitas cahaya
Chapman dalam Suryadi (1993), bahwa kandungan kimia rumput laut dipengaruhi
merupakan hasil ekstraksi baik dalam bentuk kering maupun gel. Agar-agar tidak
larut dalam air dingin dan larut dalam air panas, pada temperatur 32-39˚C berbentuk
beku dan tidak mencair pada suhu 85˚C (Insan dan Widyartini, 2001).
umur panen dan teknik budidaya yang intensif serta penanganan pasca panen yang
B. Tujuan
C. Tinjauan Pustaka
Menurut Aslan (1991), rumput laut mengandung berbagai zat dan bahan
yang berguna dalam berbagai industri, zat-zat dalam bahan tersebut adalah:
gel diekstrak dari Agarophyt dari kelompok Rhodophyceae. Penghasil agar- agar
antara lain Gracillaria, Gelidium, Ahnfeltia. Agar-agar tidak dapat larut dalam air
Menurut Indriani dan Suminarsih (1999), fungsi utama agar adalah sebagai
bahan pemantap, bahan pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan
pembuat del. Agar banyak dimanfaatkan dalam beberapa industri seperti industri
makanan, kosmetik dan farmasi. Beberapa indutri lain menggunakan agar sebagai
bahan aditif.
Satari (2001), menyatakan bahwa sifat agar antara lain dapat membentuk gel
dalam larutan yang sangat encer misalnya 1%. Konsentrasi rendahpun bisa
rumput laut yang dikeringkan perlu diasamkan terlebih dahulu sebelum pemasakan
dan ekstraksi. Proses pengasaman ini selain menggunakan asam sulfat dapat juga
digunakan asam lainnya seperti asam sitrat, asan asetat. Pengasaman ini bertujuan
E. Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini meliputi neraca analitik,
bak plastik, tempat penjemuran, pisau, oven, erlenmeyer 1 liter, gelas ukur, botol
duran, kertas pH, saringan (kain kasa), freezer, termometer, hot plate, pipet,
akuades, kaporit 0,3% (b/v), NaOH 15% (b/v), asam cuka 0,5% (v/v), ekstrak jeruk
F. Metode
Rumput laut kering dicuci dengan air tawar sampai bersih dari kotoran yang
menempel seperti pasir, kerang dan lumpur serta rumptu laut jenis lain
dihilangkan.
2. Pengeringan
Rumput laut yang sudah dicuci dan dibersihkan kemudian dijemur. Penjemuran
dilakukan di bawah sinar matahari sampai kering (±2 hari). Rumput laut yang
Ditimbang sebanyak 20gram rumput laut kering, kemudian dierndam dengan air
sumur sebanyak 400ml (perbandingan rumput laut dengan air 1g : 20ml) selama
4. Pelembutan
Rumput laut direndam dalam ekstrak jeruk nipis 50% selama 15 menit,
kemudian direndam dan dicuci dengan akuades selama 15 menit dan ditiriskan.
5. Penghancuran
6. Pemasakan (ekstraksi)
Rumput laut halus dimasak dalam akuades sebanyak 800ml (40 kali berat rumput
laut) pada suhu 90°- 100°C sampai mencair. Setelah mendidih diperiksa pH-nya,
bila pH kurang dari 6 maka ditambah larutan NaOH 15% dan bila pH lebih dari
7. Pengepresan
Hasil pemasakan disaring dengan kain kasa denga ukuran 40 mess. Cairan yang
antara agar dan air. Air dibuang dan agar dinetralkan dengan penambahan larutan
KCl 0,3% sehingga pHnya menjadi 7-7,5 cairan dimasak kembali sambil diaduk.
Setelah mendidih hasil dituangkan dalam bak plastik (cetakan) hingga membeku.
8. Pendinginan
Cairan yang sudah membeku didinginkan dalam freezer pada suhu 6°-3°C
Agar yang diperoleh dihitung dengan metode Colloids, dengan rumus sebagai
berikut:
C. Hasil
F. Pembahasan
Ciri-ciri umum Gracilaria adalah thallus berbentuk pipih atau silindris. Percabangan
tidak beraturan, talus kaku, dan didominasi dengan warna kemerahan (Afrianto dan
liviawati, 1993). G. gigas memiliki ciri-ciri talus agak besar, silindris, agak kasar dan
kaku, warna hijau, kuning, ukuran talus mencapai 30 cm dengan diameter sekitar
seling, berulang ulang searah, ujung meruncing, jarak antar cabang berjauhan sekitar
5-25 mm (Kadi dan Atmadja, 1997). Klasifikasi dari G. gigas menurut Lobban and
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gracilariales
Suku : Gracilaria
Marga : Gracilaria
agak besar, silindris, agak kasar dan kaku, warna hijau kuning atau hijau. Ukuran
runcing dan jarak antar cabang relatif berjauhan, sekitar 5 – 25 mm. Agar memiliki
sifat khas yaitu tidak larut dalam air dingin namun larut dalm air panas (Aslan,
1991). Beberapa sifat agar adalah pada suhu 25◦C dengan pemurnian tinggi tidak
larut dalam air dingin namun larut dalam air panas pada suhu 32-39◦C berbentuk
padat dan mencair pada suhu 60-97◦C pada konsentrasi 1,5%. Agar sangat stabil
dalam keadaan kering, pada suhu tinggi dan pH rendah akan mengalami degradasi.
Viskositas agar pada suhu 45◦C pH 4,5-9 dengtan konsentrasi larutan 1% adalah 2-10
senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi
larut dalam air panas dengan membentuk gel. Rumus molekul : (C12H14O5(OH)4)n
Rumus bangun agar-agar :
Beberapa sifat dari agar-agar : suhu 25°C dengan kemurnian tinggi tidak
larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, suhu 32–39°C berbentuk padat
dan mencair pada suhu 60–97°C pada konsetrasi 1,5%, dalam keadaan kering agar-
agar sangat stabil, pada suhu tinggi dan pH rendah agar-agar mengalami degradasi,
viskositas agar-agar pada suhu 45°C, pH 4,5–9 dengan konsentrasi larutan1% adalah
2–10 cp. Senior (2004) menambahkan sifat yang paling menonjol dari agar- agar
point (suhu mencairnya gel) yang sangat menguntungkan untuk dipakai dalam dunia
Fungsi utama agar-agar adalah sebagai bahan baku pada industri makanan,
bahan pembuat emulsi pada pembuatan es krim, bahan pengental dan pembentuk gel
pada produksi manisan. Kelebihan ini digunakan dalam beberapa industri seperti
industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kulit, dan sebagai media pertumbuhan
farmasi agar-agar berguna sebagai pencahar atau peluntur dan media kultur bakteri.
Industri kosmetika digunakan dalam industri salep, cream, sabun, pembersih muka
dan lotion. Beberapa industri lain menggunakan agar-agar sebagi bahan additive atau
tambahan misalnya dalam proses industri kertas, tekstil, fotografi, semir sepatu, pasta
gigi, pengalengan ikan atau daging serta untuk kepentingan mikrotomi, museum dan
Menurut Utari et al. (2008), Agar selain digunakan sebagai bahan makanan
juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama plastik biodegradabel yang. Agar
ini berasal dari rumput laut jenis Gracilaria coronapifolia karena agar-agar dari jenis
ini mudah diperoleh dan murah harganya. Pemanfaatan agar yang digunakan untuk
plastik biodegradabel ini dapat menambah nilai jual suatu rumput laut dan
spesies dan lokasi pertumbuhannya yang umumnya berkisar antara 16%-45% (Aslan,
1991). Hasil praktikum didapati kandungan agar pada Gracilaria gigas adalah 47,4
Suminarsih (1999) adalah kadar air sebesar 15-21%, kadar abu maksimal 4%, kadar
karbohidrat sebagai galakton minimal 30%, logam berbahaya (arsen) tidak ada, zat
perendaman, lama ekstraksi, konsentrasi zat yang digunakan dalam perendaman dan
pelembutan, metode ekstraksi yang digunakan dan faktor lingkungan tempat rumput
laut tersebut tumbuh. Randemen juga dipengaruhi oleh skala produksi dimana skala
produksi yang besar akan menghasilkan rendemen yang besar pula (Chapman dan
Chapman, 1980).
yang konsisten. Perendaman rumput laut dalam kaporit 0,25% berfungsi untuk
merubah warna rumput laut menjadi putih dan menjadi lebih bersih. Penambahan
NaOH untuk membuat larutan lebih asam dan penambahan KCl 0,3% untuk
menetralkan pH.
Menurut Zatnika dan Istini (2007), kualitas agar ditentukan oleh 3,6
anhydro galactose, gel strength, dan sedikitnya kandungan sulfat, sedangkan kualitas
rumput laut ditentukan selain oleh kualitas agar tersebut juga rendemennya. Artinya
rumput laut berkualitas baik bila rendemen agarnya tinggi dengan kualitas agar
seperti 3,6 AG, gel strength tinggi sedangkan sulfatnya rendah. Selain parameter-
parameter tersebut masih terdapat parameter kualitas agar lainnya seperti viskositas,
melting point dan gelling point tergantung kebutuhan dalam aplikasi agar tersebut.
Akan tetapi tiga parameter terakhir ini kurang diperlukan dalam industri
memanfaatkan agar.
IV. KESIMPULAN
pengeringan.
2. Randemen agar yang didapatkan dalam praktikum kali ini adalah 47,4 %.
DAFTAR REFERENSI
Pengeringan
Pelembutan
Penghancuran
Pemasakan (ekstraksi)
Pengepresan
Pendinginan
Oleh :
Nama : Swastika Oktavia
NIM : BIJ007013
Kelompok : 11
Rombongan : II
Asisten : Ina Farida
G. Latar Belakang
cukup potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri alginat. Alginat
Fucus, Turbinaria dan Sargassum. Jenis rumput laut alginofit yang banyak
alginat pada rumput laut Sargassum berkisar antara 8-32% tergantung pada kondisi
tidak mempunyai perbedaan susunan kerangka antara akar, batang, dan daun.
Keseluruhan tanaman ini merupakan batang yang dikenal sebagai talus. Bentuk talus
rumput laut ada bermacam ragam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat
seperti kantong, seperti rambut dan lain sebagainya, thalli ini ada yang tersusun oleh
Indonesia terdapat 555 jenis rumput laut dan empat jenis dikenal sebagai komoditas
ekspor yaitu: Eucheuma sp., Gracillaria sp., Gelidium sp. dan Sargassum sp. (Satari
1996 dalam Atmadja et al., 1996). Dalam praktikum ini menggunakan S.polycystum
C. Tinjauan Pustaka
Alginat merupakan komponen utama dari getah alga coklat dan merupakan
senyawa penting dalam dinding sel. Secara kimia, algin merupakan polimer murni
dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linear yang panjang. Algin dalam
pemanfaatannya berupa garam alginat dan garam ini larut dalam air. Industri yang
membutuhkan alginat adalah industri kosmetik (sebagai bahan hand lotion, jeli, dan
krem), industri karet (penstabil emulsi lateks dan menaikkan viskositas), industri
makanan (sebagai bahan pengental, pembentuk gel, pengikat air, dan penstabil),
industri farmasi (sebagai bahan sediaan cetakan gigi dan sebagai pengikat pada
pembuatan tablet), dan industri kertas (sebagai bahan perekat dan bahan pengawet)
(Winarno, 1990).
Bau senyawa alginat yang dihasilkan adalah tidak berbau (netral). Hal ini
sesuai dengan pendapat Wikanta (1996), yang menyatakan bahwa senyawa alginat
merupakan produk yang tidak berbau. Kerasnya senyawa alginat ini disebabkan
senyawa alginat yang masih berikatan dengan mineral dan senyawa lain. Hal ini
dijelaskan oleh pendapat Wikanta et al. (2000), yang menyatakan tingkat kekerasan
dalam dunia indistri dan perdagangan karena banyak manfaatnya. Pemanfaatan algin
dalam dunia industri berbentuk asam alginat dan alginat (Soegiarto et al., 1992).
Algin merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai
linier yang panjang (Winarno, 1990). Bentuk alginat yang paling banyak dijumpai
adalah natrium alginat yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air. Jenis alginat
lain yang larut dalam air adalah kalium atau ammonium alginat, sedangkan alginat
yang tidak larut dalam air adalah kalsium alginat (Zailanie et al., 2001).
saja atau α-L-Asam-Glukopiranosil uronat saja, atau algin dapat berupa senyawa
dalam industri:
a. Makanan: pembuatan es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen, mentega, saus,
kayu.
bervariasi dari 3,5-10, dengan viskositas (1% larutan alginat, 25oC) 10-5000 cps; dan
kadar air 5-20% dengan ukuran partikel 10-200 mesh (Winarno, 1990).
Alginat yang memiliki mutu food grade harus bebas dari selulosa dan
warnanya sudah dipucatkan (bleached) sehingga terang atau putih. Di samping grade
tersebut, ada hal lain lagi yang disebut industrial grade yang biasanya masih
mengizinkan adanya beberapa bagian dari selulosa, dengan warna dari coklat sampai
hipopolimer yang terdiri dari monomer sejenis yaitu ß-D-mannopiranusil uronat saja
atau ά-L-asam Glukopiranosil uronat. Algin juga dapat berupa heteropolimer jika
1990).
Algin merupakan asam alginik, alginik nya berbentuk derivat garam yang
dinamakan garam alginat yang terdiri dari sodium alginat, potassium alginat, dan
ammonium alginat. Garam alginate tidak larut dalam air tetapi mudah terlarut dalam
larutan alkali. Asam alginik terdiri dari dari asam D-manuroniv dan asam L-
m. Pertumbuhan algae ini sebagai makro algae bentik melekat pada substrat dasar
Salah satu sifat terpenting dalam pemanfaatan natrium alginat, kalium alginat
karbonat, kalsium sulfat, kalsium klorida, kalsium fosfat dan kalsium tartrat. Selain
(pengikat air), pengemulsi, penstabil dan bahan pembuat filmstrip (Rasyid, 2005).
II. MATERI DAN METODE
G. Materi
meter, timbangan, gelas piala, gelas ukur, ember, nampan, hot plate, saringan 100
H. Metode
2. Rumput laut direndam dalam larutan NaOH 0,5% selama 30 menit dengan
rumput laut).
3. Rumput laut direndam dalam larutan HCl 0,5% selama 30 menit dengan
perbandingan 10:1
5% ke dalam larutan dengan perbandingan 10:1 dan dipanaskan pada suhu 50o C
dengan lama ekstraksi 2 jam. Hasil yang didapat kemudian disaring dengan kain
blacu.
9. Analisis Hasil
D. Hasil
Untuk Terbentuk
11. Pengeringan pada suhu kamar menghilangkan alginat warna
25-1128 oC kadar air yang coklat muda
tersisa
2,12 gram
= X 100 %
20 gram
= 10,6 %
H. Pembahasan
upaya ini dilakukan juga untuk mendapatkan agar, karaginan, maupun zat lainnya
pencucian, pengasaman dengan HCl, dan akhirnya asam alginat diubah menjadi Na-
Rumput laut yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Sargassum
duplicatum. Proses ekstraksi alginat ini pertama-tama rumput laut yang kering
ditimbang seberat 20 gram. Kemudian rumput laut kering dicuci dengan air bersih.
Pencucian dengan menggunakan air berfungsi untuk membersihkan rumput laut dari
segala kotoran yang menempel pada rumput laut tersebut seperti pasir, garam, lumut
atau jenis rumput laut lainnya. Selanjutnya dilakukan perendaman, Perendaman
rumput laut dilakukan 2 kali. Pertama, rumput laut di rendam dalam larutan NaOH
0,5% selama 30 menit dengan perbandingan 10:1, warna menjadi keruh. Kedua
rumput laut direndam dalam larutan HCl 0,5% selama 30 menit dengan
perbandingan 10:1. Perendaman dengan HCl 0,5%, warna larutan tetap, rumput laut
karena kotoran dari rumput laut terserap oleh larutan NaOH. Fungsi perendaman ini
untuk membuka permukaan dinding sel rumput laut sehingga permukaannya lebih
luas dan lebih mudah untuk melepaskan alginat (Basmal et al. (1998) dalam Basmal
et al. (2002)).
perendaman ini adalah tetap. Larutan Na2CO3 berfungsi sebagai bahan pengekstrak
alginat dari dalam rumput laut. Suasana yang terlalu basa dapat menyebabkan
dengan asam (HCl) jumlah asam alginat yang diperoleh sedikit. Pengasaman
menyebabkan larutan menjadi berbusa, warna coklat kehitaman, dan agak kental.
tetap, rumput laut lunak berwarna cokelat. Menurut Gliksman (1998) penggunaan
HCl pada alginat, akan memecah dinding sel sehingga memudahkan ekstraksi,
karena HCl merupakan asam kuat dan akan terionisasi sempurna dan hasil rendemen
Proses ekstraksi rumput laut Phaeophyta dilakukan dalam suasana basa yang
kandungan alginat yang terdapat didalam talus rumput laut coklat. Kecepatan
ekstraksi alginat yang ada dalam talus sangat tergantung pada konsentrasi Na2CO3,
suhu dan lama waktu ekstraksi yang diberikan (Basmal et al., 1998).
menggunakan larutan Na2CO3 5% selama 2 jam adalah 2,12%. Menurut Basmal dkk.
rendemen. Adanya pemberian perlakuan alkali telah menyebabkan kulit luar thallus
yang berwarna coklat terpisah. Diduga ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil rendemen. Menurut Basmal et al. (2003), asam alginat akan
terdegradasi oleh larutan alkali, atau senyawa pereduksi. Bila alginat terdegradasi
oleh larutan alkali akan terbentuk sejumlah turunan asam uronat tidak jenuh. Suasana
yang terlalu basa dapat mendegradasi alginat dengan memotong rantai polimer
ketouronat. Yani (1988) dalam Basmall et al. (2002) menyatakan bahwa pada
dinding sel rumput laut, sehingga dengan ekstraksi semakin banyak bahan-bahan
NaOH 10% ini berfungsi untuk mengeluarkan atau memisahkan natrium alginat dan
asam alginat sehinga terbentuk natrium alginat dari asam alginat. Menurut Yulianto
rendah nilai viskositas yang diperoleh. Sedangkan rendemen dari hasil ekstraksinya
tidak berpengaruh nyata. Perlakuan akhir dengan isopropanol 95% pada suhu kamar
akan mengikat natrium alginat sehingga akan menggumpal (Basmal et al., 1998).
air dari suspensi ekstrak alginat. Dengan bahan baku yang segar maka ekstraksi lebih
mudah karena tidak diperlukan proses rehidrasi sel-sel jaringan rumput laut yang
kering. Semakin pekat konsentrasi isopropanol, semakin tinggi air yang ditarik.
sifat lebih polar dibandingkan dengan isopropanol, dimana semakin polar suatu
cairan dan mendekati air yang semakin polar, maka etanol lebih sukar menarik air
( Kadi, 2006).
sgaram alginat terdiri drai sodium alginat, potasium algimnat dan amonium alginat.
Garam alginat tidak larut dalam dalam air, tetapi larut dala larutan alkali. Asam
alginik tersusun dari asan D-manuronik dan asam L- guluroni ( Kadi, 2006).
Rumus bangun moleul asam alginik menurut Aslan (1991), adalah sebagai
berikut:
OH OH COOH O
O O O
alginik
COOH O OH OH
Standar mutu Natrium alginat ( Anonymous, 1981 )
digunakan sebagai bahan pembuat sabun, pomade, cream bodylotion, sampo dan cat
rambut. Di industri farmasi sebagai bahan pembuat kapsul obat, tablet, salep,
insektisida dan pelindung kayu. Di industri makanan sebagai bahan pembuat saus
dan campuran mentega. Manfaat lainnya dalam industri fotografi, kertas, tekstil dan
adalah
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum duplicatum Bory
Kadar abu merupakan salah satu kriteria yang menentukan mutu dari alginat
yang dihasilkan. Tingginya kadar abu pada ekstrak alginat diduga karena rumput laut
yang tumbuh di perairan pantai dipengaruhi oleh baik buruknya air laut karena
polusi. Sedangkan kadar abu yang diperbolehkan menurut food chemical codex
antara 13-27%. Diduga karena pada saat pembentukan garam alginat, pemakaian
ini didukung oleh penelitian Junizal dan Jamal (1999) bahwa kadar abu dari jenis
bahan baku alternatif setelah Sargassum dan Turbinaria dalam pengolahan natrium
memiliki kadar natrium alginat dan nilai viskositas yang sangat rendah. Hal ini akan
sebagai berikut :
pengasaman dengan HCl, dan akhirnya asam alginat diubah menjadi Na-alginat
2. Nilai rendemen yang didapat adalah 2,12%. Hasil ini dipengaruhi oleh
menurun.
DAFTAR REFERENSI
Anonim. 1981. Food Chemical Codex, Volume III. National Academic of Science.
Washington DC.
Aslan, L.M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Atmadja, W.S., A. Kadi, Sulistijo dan R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis
Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.
Basmal, J. Yunizal, dan Tazwir. 1998. Pengaruh perlakuan pembuatan Semi Refined
Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Turbinaria ornata) Segar Terhadap
Kualitas Sodium Alginat. Forum Komunikasi I. Ikatan Fikologi
Indonesia, 97-110.
Basmal. 2003. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Kalium Hidroksida dan Natrium
Karbonat dalam Ekstraksi Natrium Alginat terhadap Kualitas Produk yang
Dihasilkan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, volume 8 No. 6 : 45-52.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press, New
York.
Herbarium Bandungense. 2009. Klasifikasi Tumbuhan. http://www.sith.itb.ac.id/
herbarium. Diakses tanggal 20 Mei 2009.
Indriani, H dan Sumiarsih. 1999. Budidaya, Pemanfaatan dan Pemasaran Rumput
Laut. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Junizal, J. T. Murtini dan B. Jamal. 1999. Teknologi Ekstraksi Alginat dari Rumput
Laut Cokelat ( Phaeophyceae ). Dalam Laporan Teknis 1998-1999. Balai
Penelitian Perikanan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Jakarta.
Kadi, A. 2006. Beberapa Catatan Kehidupan Marga Sargassum sp. Di Perairan
Indonesia Bidang Sumber Daya Laut. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI,
Jakarta.
Moirano, A. L. 1977. Sulfated Seaweed Polisaccharide Food Colloid. AVI. Wesport.
Connecticut.
Rasyid, A. 2005. Beberapa Catatan Tentang Alginat. Oseana. 25 (1) : 9-14.
________. 2007. Ekstraksi Natrium Alginat dari Padina australis. Oceana. 3 : 271 –
279.
Soegiarto, A, W. A. Atmadja, H. Mubarak. 1978. Rumput Laut, Manfaat, Potensi,
dan Usaha Budidaya. Lembaga Oseanologi LIPI, Jakarta.
Wikanta, T. 1996. Prospek Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut Coklat
(Phaeophyceae) di Indonesia Sebagai Sumber Senyawa Alginat. Jurnal
Litbang Pertanian XV (1): 16-21.
Wikanta, T., Basmal J., Yunizal. 2000. Pengaruh Perbedaan Bahan Pengemas dan
Lama Penyimpanan pada Suhu Kamar Terhadap Sifat Fisiko Kimia Produk
Natrium Alginat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan. (1999/2000):
301-309.
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Yani, M. 1998. Modifikasi dan Optimasi Proses Ekstraksi dalam Rancang Bangun
Proses Tepung Algin dari jenis Turbinaria sp. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor.
Yulianto, Kresno. 2007. Pengaruh konsentrasi natrium hidroksida terhadap
viskositas natrium alginat yang diekstrak dari sargassum duplicatum j.g.
Agardh (phaeophyta). Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 33 : 295 –
306.
Zailanie, K., T. Susanto dan B.W. Simon. 2001. Ekstraksi dan Pemurnian Alginat
dari Sargassum filipendula Kajian dari Bagian Tanaman, Lama Ekstraksi
dan Konsentrasi Isopropanol. Jurnal Teknologi Pertanian 2: 10-2.
LAMPIRAN
Ekstraksi, Na2CO3 5%
(rasio 10:1, suhu 50oC, selama 2 jam)
Algin
EKSTRAKSI KARAGINAN (Eucheuma cotonii)
Oleh :
Nama : Swastika Oktavia
NIM : BIJ007013
Rombongan : II
Kelompok : 11
Asisten : Ina Farida
I. Latar Belakang
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis alga merah
Komposisi dinding sel dari jenis rumput laut selain zat tertentu seperti agar, algin dan
keraginan, terdapat juga beberapa zat organik seperti protein, lemak, serabut kasar,
Rumput laut dimanfaatkan secara luas baik dalam bentuk raw material
maupun dalam bentuk hasil olahan. Dalam bentuk raw material di Indonesia banyak
digunakan sebagai lalapan, sayuran, manisan dan asinan. Pemanfaatan lainnya dalam
bentuk raw material digunakan sebagai makanan ternak dan sebagai sumber energi.
Pemanfaatan hasil olahan yaitu memanfaatkan produk alam yang dikandung (Insan
gelling agent, addictive atau komponen tambahan dalam pembuatan coklat, milk,
pudding, instant milk, bakery, dan makanan kaleng. Untuk industri non food antara
lain pada industri farmasi sebagai suspensi, emulsi, stabilizer dalam pembuatan pasta
B. Tujuan
sulfat. Karaginan merupakan suatu produk yang relatif baru, dimana industri
karaginan baru mulai berproduksi setelah tahun 1945 sebagai salah satu substitusi
Dunia industri mengenal karaginan sebagai hasil ekstraksi rumput laut yang
digunakan sebagai bahan baku berbagai macam produk. Karaginan berbentuk garam
dengan sodium dan potassium. Karaginan terbagi dalam dua fraksi yaitu kappa
karaginan dan iota karaginan. Kappa karaginan terdapat pada Eucheuma cottonii, E.
edule, E. speciosum, bahan ini larut dalam air panas. Sedangkan iota karaginan larut
dalam air dingin, bahan ini didapat dari E. spinosum (Graham and Lee, 2000).
Divisio : Thallophyta
Classis : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Familia : Solieraceae
Genus : Eucheuma
seperti penggunaan racun/bom untuk penangkapan ikan. Secara biologis, rumput laut
memegang peranan sebagai produsen primer penghasil bahan organik dan oksigen di
lingkungan perairan. Dari segi ekonomi, merupakan komoditas yang potensial untuk
beberapa sifat, yaitu kelarutan, viskositas, gel, reaktivitas dengan protein, dan
sinergisme dengan polisakarida yang bukan gel. Kappa dan iota karaginan berperan
sebagai pembentuk gel, sedangkan lambda karaginan yang bukan gel berperan
sebagai pengental. Karaginan juga digunakan pada pembuatan roti, lapisan gula, jelli
(Rasyid, 2003)
II. MATERI DAN METODE
I. Materi
timbangan, gelas piala, gelas ukur, ember, nampan, hot plate, saringan 60 mesh,
pipet, pipet ukur, pengaduk, kain kasa, penjemur, saringan, stop watch, labu ukur 100
ml, para-para penjemur, baskom, pan penjendal, hot plate, beaker glass, blender,
presssure cooker.
J. Metode
2. Rumput laut direbus dalam pressur coocker pada suhu 1200C selama 15 menit
air.
diperoleh pH 8-9.
4. Hasil yang didapatkan kamudian disaring menggunakan kain kasa ddalam keadaan
pengendapan.
6. Pengendapan karaginan dilakukan dengan cara menuangkan filtrat ke dalam
7. Endapan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 600C selama 15-20 jam,
kemudian ditimbang.
E. Hasil
J. Pembahasan
sebesar 18,8 %. Hasil ini sesuai dengan kisaran Anggadireja et al. (2006) yaitu 8
rumput laut sehingga berpengaruh pada pertumbuhan rumput laut yang pada
akhirnya juga berpengaruh pada karaginan yang dihasilkan, yang menyatakan bahwa
fotosintesis dan respirasi pada rumput laut cenderung berkorelasi dengan suhu,
rendemen karaginan. Proses pemanasan pada saat ekstraksi membuat proses estraksi
lebih mudah sehingga karaginan yang terlepas dari dalam thalus semakin banyak.
Jelly merupakan makanan paling sederhana yang dibuat dari agar atau
atau bubur kacang-kacangan pada industri rumah tangga. Pada industri makanan
dalam kaleng, seperti daging atau ikan dalam kaleng, memerlukan bahan pengental,
pembentuk gel, serta pensuspensi dengan memanfaatkan agar dan keraginan, di mana
agar memiliki kemampuan melting temperatur dan gel strenght lebih tinggi
sebagai bahan campuran (additives) sehingga banyak dicari oleh industri makanan,
farmasi dan kosmetik. Industri-industri ini sebagian besar masih menggunakan bahan
baku rumput laut yang berasal dari alam. Terjadinya eksplorasi yang terus menerus
alam juga dapat mengancam kelestarian spesies rumput laut dan merusak
bahan agar-agar, karaginan maupun algin maka perlu dilakukan usaha budidaya yang
polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karaginan
mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester
digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan
merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah
dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi
(Glicksman 1983).
Menurut Suryaningrum et al. (2003), rumput laut yang diberi perlakuan KOH
kadar abu dan kadar abu tak larut asam yang lebih baik. Perlakuan terhadap bahan
baku rumput laut dan volume larutan pengekstrak tidak berpengaruh nyata terhadap
Menurut Bawa et al. (2007), Senyawa karaginan hasil isolasi identik dengan
senyawa standar. Karaginan yang didapat dari isolasi rumput laut dari jenis
endapan.
banyak.
DAFTAR REFERENSI
Karaginan