You are on page 1of 15

PENERAPAN LEARNING ORGANISATION DALAM ORGANISASI

PEMERINTAH DALAM MENJAWAB PERUBAHAN LINGKUNGAN


Disadur dan disusun oleh : Fajar Iswahyudi, SE.1

PENDAHULUAN
Sejak dahulu manusia sudah diberi julukan sebagai “zoon politicon” (mahluk yang
hidup berkelompok), yang mengandung makna bahwa manusia selalu menginginkan
hubungan-hubungan dengan orang lain (Winardi, 2003). Dalam melakukan hubungannya
dengan orang lain itulah maka manusia hidup dalam organisasi. Mulai dari entitas yang
paling kecil yakni keluarga sampai dengan yang besar Negara atau bahkan dunia. Namun
hal ini bukanlah satu-satunya alasan mengapa manusia hidup berorganisasi.
Herbert G. Hicks (1972) menyatakan organisasi dapat dikatakan sebagai “…An
Organisation is a structured process in which persons interact for objectives”. Seperti apa
yang dikatakan oleh Hicks (1972) organisasi di isi oleh individu-individu yang memiliki
tujuan masing-masing. Terlepas dari tujuan tersebut sama atau pun berbeda satu dengan
yang lainnya. Sebagai wujud konkretnya ada;ah organisasi yang telah menjadi salah satu
instrument yang dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya (social
reason). Sebagai contohnya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan maupun papan
manusia tidak sanggup menyediakan semua sendiri di jaman yang modern ini. Manusia
membutuhkan bantuan dari manusia lain untuk memenuhinya. Alasan yang lain adalah
adanya kebutuhan-kebutuhan yang hanya dengan organisasi manusia dapat mencapainya
(material reason). Sebagai contohnya adalah penyediaan kebutuhan akan jasa-jasa
keamanan, kesehatan, pertahanan dan lain sebagainya.
Herbert G. Hicks (1972) yang dikutip oleh Winardi (2003) pernah menyatakan
bahwa organisasi bersifat sangat variable. Yang membuat organisasi dapat menjadi objek
yang diatur oleh individu maupun entitas didalamnya. Dan pada saat yang lain organisasi
dapat menjadi subjek yang mengatur individu yang ada didalamnya. Organisasi juga dapat
bersifat fleksibel sehingga banyak bentuk organisasi yang berkembang sampai dengan saat
ini. Beberapa diantaranya adalah Organisasi Formal, Organisasi Informal, Organisasi
Primer, Organisasi Sekunder (Hicks, 1972) dan bentuk-bentuk yang lainnya.
Organisasi Formal memiliki ciri sebagai berikut memiliki suatu struktur yang
terumuskan dengan baik, menerangkan hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan
tanggung jawabnya dengan baik. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk
saluran-saluran, melalui apa komunikasi berlangsung. Organisasi formal menunjukan
tugas-tugas terspesifikasi bagi anggotanya. Hirarki sasaran-sasaran organisasi bersifat
formal dan dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta
prasyarat lain terurutkan secara baik dan terkendalikan (Winardi, 2003). Salah satu contoh
organisasi yang bersifat formal adalah Organisasi Pemerintah.
Organisasi Pemerintah saat ini menghadapi tantangan yang tidak dapat disepelekan.
Menurut Philips J. Cooper (1998) di dalam bukunya yang berjudul “Public Administrator
for Twenty First Century” seperti yang dikutip oleh Utomo (2005) tantangan yang
dihadapi oleh Organisasi Pemerintah sebagai Administrator Publik terdiri dari: diversity,

1
Pelaksana Sub Bagian Kepegawaian dan Umum PKP2A III LAN Samarinda

1
accountability privatization, civil society, democrazy, decentralization, reengineering and
The Empowering Effect of High Technology. Sedangkan Hughes (1994) dalam bukunya
“Management and Public Administratrator” lebih jernih memandang tantangan.
Menurutnya seperti yang dikutip oleh Utomo (2005), challenges, opportunities and
directions in a number issues on public administrator as: The Culture Milieu of Public
Administration; Crisis/Disaster Management; Strengthening of Local Level Institututions;
Promoting Accountability in Public Management; Human Resources Development; The
Impact of Technology of Public Administration; Managing Economic and Technology
Interindepencies.
Organisasi Pemerintah saat ini juga mengalami perubahan lingkungan eksternal dan
internal yang cukup signifikan. Perubahan lingkungan organisasi ini juga dialami oleh
organisasi yang bergerak pada sektor swasta, sektor swadaya masyarakat dan sektor-sektor
lainnya. Pergeseran yang cukup signifikan dirasakan pada saat terjadinya pergeseran era
pemerintahan yang cukup radikal. Diawali dengan era proklamasi ditahun 1945-an
kemudian era revolusi (orde lama) ditahun 1960-an kemudian era orde baru 1970-an dan
terakhir era reformasi tahun 1998-an sampai dengan sekarang.
Perubahan-perubahan lingkungan yang di alami Organisasi Pemerintah sendiri
mengharuskan Organisasi Pemerintah yang terstruktur secara horizontal dan vertical
melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri menjadi keharusan jika tidak ingin dilibas
oleh perubahan itu sendiri. Dan kemampuan Organisasi Pemerintah untuk menjawab
semua tantangan saat ini dan kedepan menjadi salah satu item yang harus dimiliki oleh
Organisasi Pemerintah. Untuk mewujudkannya Organisasi Pemerintah membutuhkan
konsep konkrit yang menjadi jurus dalam melakukan dan menaklukan perubahan. Yang
salah satunya adalah Learning Organisation.
Learning Organisation bukanlah konsep baru dalam tema pengelolaan organisasi.
Konsep yang mulai dikenal di awal tahun 1990-an ini memberikan sedikit pencerahan
terhadap perubahan dan tantangan yang dihadapi oleh Organisasi Pemerintah seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Namun konsep ini hanya berhenti ditataran wacana dan
perdebatan para ahli perilaku organisasi baik didalam maupun diluar negeri. Tulisan
singkat ini diharapkan menjadi salah satu jalan keluar bagaimana menerapkan konsep
Learning Organisation khususnya dalam Organisasi Pemerintah.

ORGANISASI PEMERINTAH DAN LINGKUNGANNYA


Organisasi sebagai suatu bentuk kehidupan dalam masyarakat juga mengalami
perubahan. Organisasi memiliki bentuk yang dinamis. Organisasi sebagai bentuk dan
hubungan yang mempunyai sikap yang dinamis, dalam arti organisasi itu selalu
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Organisasi mengalami
perubahan karena organisasi selalu menghadapi berbagai macam tantangan. Tantangan itu
timbul akibat dari perubahan lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan organisasi
adalah keseluruhan faktor yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi
(Wursanto, 2003). Lingkungan organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam yakni
lingkungan internal dan lingkungan eksternal.
Lingkungan Internal adalah lingkungan yang ada dalam organisasi itu sendiri dan
memberikan pengaruh terhadap proses dan kegiatan yang di lakukan oleh organisasi.
Sedangkan, lingkungan eksternal yang berada diluar organisasi dan memberikan pengaruh

2
terhadap proses dan kegiatan yang di lakukan oleh organisasi. Lingkungan internal
merupakan lingkungan yang secara individu maupun entitas didalam organisasi dapat
dikendalikan oleh organisasi. Sebaliknya lingkungan ekstenal merupakan lingkungan yang
secara individu maupun entitas tidak dapat dikendalikan oleh organisasi itu sendiri.
Walaupun pengertian terakhir akan menjadi bias bagi Organisasi Pemerintah. Karena tidak
jarang melalui beberapa peraturan dan kebijakan Organisasi Pemerintah dapat
mempengaruhi lingkungan eksternal.
Lingkungan internal dan eksternal organisasi tidak dapat di pungkiri memiliki
kekuatan-kekuatan yang cukup signifikan dalam memberikan pengaruh kepada Organisasi
Pemerintah. Berikut beberapa analisis mengenai analisis lingkungan internal dan
lingkungan eksternal khususnya dikaitkan dengan kekuatannya dalam Organisasi
Pemerintah.

LINGKUNGAN INTERNAL
Lingkungan internal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah keseluruhan
faktor yang ada didalam organisasi yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan
organisasi. Faktor-faktor intern yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi
menurut Wursanto (2003) antara lain: perubahan kebijaksanaan pimpinan; Perubahan
tujuan; Pemekaran/perluasan wilayah operasi organisasi; volume kegaiatan yang
bertambah banyak; tingkat pengetahuan dan ketrampilan dari para anggota organisasi
Berbagai ketentuan baru yang berlaku di organisasi.
Salah satu elemen yang cukup penting fungsinya adalah pengelola organisasi.
Pengelola organisasi bertugas untuk menjalankan fungsi pemanfaatan sumberdaya yang
ada dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Ada
beberapa penyebutan nama yang berbeda tentang pengelola organisasi ini. Pengelola
organisasi dalam sebuah organisasi non profit disebut pengurus, dalam organisasi profit
disebut manajemen dan dalam Organisasi Pemerintah disebut sebagai Aparatur Negara.
Kondisi saat ini memprihatinkan dimana telah terjadi kondisi yang disebut sebagai
patologi birokrasi (penyakit-penyakit birokrasi) di kalangan Aparatur Pemerintah.
Sehingga Aparatur Pemerintah (individu dalam organisasi) memiliki reputasi sebagai
sluggish, cumbersome, swollen, redtape, inefficient, routine, rigid, narrow, arrogance,
complex procedures, formal measure dan lain sebagainya yang menyebabkan atau
membuat aktivitas pemerintahan atau Organisasi Pemerintah menjadi tidak efektif, tidak
efiseien, tidak responsive dan tidak ekonomis Utomo (2005).
Utomo (2005) menyatakan bahwa saat ini telah terjadi apa yang disebut sebagai
upheaval dan turbulence yang tidak saja memerlukan adanya kesadaran untuk berubah
tetapi juga memerlukan interconnection dan interdependence. Dan untuk itu diperlukan
integrated approach atau pendekatan yang menyeluruh dari setiap elemen sistem yang ada.

LINGKUNGAN EKSTERNAL
Sulit bagi organisasi untuk dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari organisasi lain.
Sebagai organisasi, Organisasi Pemerintah juga sangat tergantung dengan organisasi lain di
lingkungannya. Elbing (1974) seperti yang dikutip oleh Winardi (2003) melakukan
klasifikasi terhadap lingkungan eksternal organisasi. Pertama, komponen aksi langsung.

3
Komponen ini memberikan dampak langsung kepada organisasi. Kedua, komponen aksi
tidak langsung. Komponen ini memberikan dampak yang tidak langsung kepada
organisasi. Namun dalam kondisi-kondisi tertentu dapat menjadi komponen aksi langsung.
Elemen komponen aksi langsung terdiri dari konsumen, pesaing dan rekanan.
Dalam Organisasi Pemerintah konsumen adalah pihak-pihak yang menggunakan barang
atau jasa sebagai hasil proses produksi Organisasi Pemerintah seperti masyarakat,
pengusaha dan lain-lain. Konsumen pengguna jasa Organisasi Pemerintah saat ini menjadi
semakin kritis terhadap apa yang mereka dapatkan. Skala kepuasan sebagai dampaknya
juga meningkat. Selain itu harapan akan perbaikan Barang atau jasa yang di berikan oleh
Organisasi Pemerintah terus menerus di kumandangkan. Tanpa adanya perbaikan yang
menyeluruh dari setiap proses produksi Organisasi Pemerintah harapan konsumen
Organisasi Pemerintah akan sulit tercapai.
Pesaing didifinisikan sebagai produsen lain yang memberikan barang maupun jasa
yang sama dengan yang diberikan oleh Organisasi Pemerintah. Baik sebagai barang atau
jasa pokok, subtitusi maupun tersier. Dalam beberapa sektor Organisasi Pemerintah masih
memonopoli khususnya pada penyediaan barang maupun jasa pokok. Namun sebagai
pihak yang berkewajiban untuk menyediakan barang dan jasa kepada konsumennya.
Pemerintah juga hendaknya mampu memperbaiki dan memberikan barang maupun jasa
yang terbaik untuk konsumennya.
Rekanan adalah pihak yang bekerjasama dengan Organisasi Pemerintah dalam
menyediakan Barang maupun Jasa bagi konsumen. Organisasi Pemerintah harus mampu
melakukan pemilihan dengan tepat dan benar rekanan yang akan dijadikan partner dalam
menyediakan barang maupun jasa. Namun dalam prakteknya banyak sekali kasus hukum
yang melibatkan Organisasi Pemerintah dan rekanannya. Untuk itu organisasi hendaknya
mampu melakukan perbaikan mekanisme maupun sistem dalam memilih rekanan ini.
Sedangkan komponen aksi tidak langsung terdiri atas isu-isu yang ikut
mempengaruhi organisasi dari luar secara tidak langsung. Isu-isu tersubut diantaranya
adalah isu teknologi, isu ekonomi, isu politik dan hukum dan isu kultural dan social.
Isu teknologi yang paling hangat saat ini adalah penggunaan Information
Technology (IT) dalam Organisasi Pemerintah. Kemajuan IT yang cukup pesat saat ini
menuntut Organisasi Pemerintah dapat melakukan adopsi guna mempercepat pencapaian
tujuan. Karena IT diyakini dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan
proses bagi Organisasi Pemerintah. Namun penggunaan IT seolah menjadi dua sisi mata
uang. Disatu sisi memberikan peluang-peluang maupun terobosan-terobosan dan
menjawab persoalan-persoalan ketidakefisienan. Disisi lainnya juga memberikan sebuah
persoalan yang perlu dijawab seperti adanya persoalan keamanan, pembajakan kekayaan
intelektual, investasi yang cukup besar dan lain sebagainya. Untuk itu Organisasi
Pemerintah harus mampu memilih dan memilah produk atau layanan apa saja yang dapat
bermanfaat bagi organisasi.
Isu ekonomi juga memberikan andil yang cukup signifikan dalam Organisasi
Pemerintah. Saat ini ancaman krisis global menjadi isu paling hangat dibicarakan.
Dampaknya bagi Organisasi Pemerintah adalah tuntutan untuk lebih efisien dalam
melakukan proses pemerintahan. Efisien dapat diartikan sebagai perbandingan terbaik
antara hasil yang diharapkan dengan proses yang dilakukan untuk mendapatkan hasil

4
tersebut. Sehingga Organisasi Pemerintah di pandang perlu untuk melakukan review
terhadap segala proses maupun kegiatannya untuk mningkatkan efisiensi.
Isu politik juga ikut memberikan pengaruh yang cukup besar. Sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa Organisasi Pemerintah telah mengalami perubahan
secara dramatis terutama sejak bergulirnya masa reformasi. Dimana banyak Organisasi
Pemerintah yang berubah bentuk dari bentuk sebelum masa reformasi. Kondisi ini juga
berdampak pada kewenangan dan pengelolaan yang juga berubah dibandingkan masa
sebelumnya.
Isu terakhir adalah isu mengenai cultural dan social. Isu ini mencakup
permasalahan tradisi, kebiasaan dan keyakinan-keyakinan yang ikut mempengaruhi
organisasi. “act locally think globally” setidaknya hal ini harus dimiliki oleh Organisasi
Pemerintah karena sejak dicanangkannya otonomi daerah konsumen Organisasi
Pemerintah terpetakan menurut cirri maupun kekhasan daerahnya masing-masing.
Organisasi dituntut untuk memahami budaya dimasing-masing wilayah sebagai salah satu
cara memahami konsumennya.
Komponen-komponen menurut Winardi (2003) dapat memberikan pengaruh
terhadap organisasi melalui dua cara. Pertama, organisasi luar dapat memberikan pengaruh
langsung terhadap organisasi, atau pengaruh tidak langsung melalui sebuah komponen aksi
langsung. Kedua, komponen-komponen aksi tidak langsung tertentu dapat mempengaruhi
iklim di mana organisasi tersebut dapat berfungsi.
Kondisi lingkungan internal dan eksternal memberikan tantangan dan persoalan
yang harus dijawab dengan cepat dan tepat. Untuk dapat melakukannya Organisasi
Pemerintah diharuskan memiliki konsep organisasi. Hampir dua dasawarsa yang lalu para
ahli organisasi telah melakukan pembedahan terhadap konsep-konsep organisasi. Sejak
konsep Weber-ian sampai dengan konsep re-inventing government dari gabler and osborn.
Namun ada sebuah konsep yang cukup menarik yang di kemukakan pada akhir tahun
1980-an yakni Learning Organisation.

SEJARAH LEARNING ORGANISATION


Learning Organisation bukan konsep yang benar-benar baru dalam ilmu perilaku
organisasi. Diawali oleh tulisan Robert Garratt (1987) yang mengkritisi organisasi-
organisasi yang pada saat itu tidak melakukan mekanisme “debat terbuka” untuk
membicarakan hal-hal mengenai peraturan dan strategi dalam organisasi. Kondisi ini yang
membuat Garratt memberikan julukan “brainless organisation” kepada organisasi
tersebut. “Brainless organisation” dapat difinisikan sebagai:
“…an unthinking organisation, which was doomed to a long and painful organisational
death as it became estranged from its environment and the knowledge, good will and
commitment of its workforces”. (Garrat, 1987)
Garrat menyimpulkan bahwa brainless organisation adalah kondisi dimana organisasi telah
sekarat dikarenakan ketidak tanggapan organisasi terhadaph lingkungan, pengetahuan,
komitmen dan niat bagi dari dalam organisasinya. Garrat (1987) menyimpulkan
permasalahan utama sehingga timbul “brainless organization” adalah kepemimpinan yang
tidak melakukan stimulant terhadap entitas dalam organisasinya untuk melakukan

5
pembelajaran secara berkelanjutan (Learning Organization). Ada dua faktor yang cukup
penting dalam mengejawantahkan Learning Organisation yaitu kepemimpinan dan
informasi terhadap lingkungan internal dan lingkungan ekstenal organisasi.
Satu tahun kemudian Pedler, Burgoyne dan Boydell menulis “Learning Company
Report” yang didalamnya memuat nilai-nilai Learning Organisation sekaligus penelitian
mengenai bagaimana perusahaan-perusahaan di inggris bekerja dan melakukan proses.
Mereka juga memberikan beberapa karakteristik yang oleh Eva Maroga (2006) di
golongkan menjadi tiga bagian. Bagian pertama, strategi organisasi yang menggambarkan
bagaimana pendekatan learning dalam menyusun strategi dan metode partisipasi dalam
membuat peraturan. Bagian kedua adalah struktur organisasi dengan membentuk struktur
agar lebih informatif, formatif dalam akuntansi dan control, melakukan pertukaran
informasi internal dan pemberian reward yang fleksibel, adanya filter individu dalam
organisasi dalam melakukan proses learning dan pembelajaran antar organisasi. Bagian
ketiga, kesempatan untuk learning yaitu iklim dan kesempatan yang diciptakan oleh
organisasi.
Terakhir Peter Senge (1990) dalam bukunya The Fifth Discipline. The Art and The
Practice of Learning Organisation. Bagi para prktisi dan manajer pada waktu itu buku ini
dinilai fenomenal. Karena dalam buku ini diungkap mengenai teori-teori organisational
learning dan teori sitem berfikir yang sangat profokatif dan menginspirasi. Disamping
banyaknya kritikan-kritikan yang juga disampaikan oleh para praktisi dan akademisi pada
waktu itu.
Dua poin penting yang disampaikan oleh Senge (1990) mengenai Learning
Organisation sebagai berikut. Pertama, “organisation learn only though individuals
who learn. Individual learning does not guarantee organisational learning. But
without it no organisational learning occurs”. Senge (1990) berpendapat organisasi
belajar ketika individu-individu dalam organisasi itu belajar. Namun, ketika individu
belajar tidak menjamin organisasi itu belajar. Individu-individu dalam organisasi adalah
elemen penting dalam membentuk Learning Organisation. Namun apa yang di pelajari
individu yang bersangkutan ada yang tidak memberikan kontribusi dalam membentuk
Learning Organisation secara keseluruhan. Kondisi ini tercipta ketika apa yang di pelajari
individu tidak sejalan atau relevan terhadap proses maupun kegiatan organisasi.

Kedua, “individual learning, at some level, is irrelevant for organisational


learning. But if teams learn, they become microcosm for learning throughout the
organisation”. Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya Senge (1990) berpendapat
bahwa kegiatan belajar yang dilakukan individu pada tingkatan-tingkatan tertentu tidak
relevan bagi keseluruhan kegiatan sebuah Learning Organisation. Namun, kegiatan belajar
individu yang saling dipadukan menjadi kegiatan belajar berkelompok akan menjadi suatu
entitas kecil yang penting dalam membentuk Learning Organisation.
Individu yang melakukan kegiatan belajar bagi Senge (1990) menjadi elemen
penting dalam mendukung terbentuknya Learning Organisation. Sehingga Senge (1990)
menyusun lima “disiplin” yang di fokuskan pada individu-individu dalam organisasi.
“Disiplin” oleh Senge (1990) dianggap hal yang penting dan hendaknya ada dalam
membentuk Learning Organisation.

6
Pertama, Personal Mastery. Sebenarnya individu dan organisasi memiliki tugas
masing-masing dalam membentuk Learning Organisation. Individu-individu dalam
organisasi bertugas untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui cara apapun. Namun
pengembangan diri ini hendaknya memiliki arah dan tujuan yang jelas. Organisasi bertugas
untuk membentuk lingkungan yang mendukung pengembangan dan pencapaian hasil yang
ingin di capai oleh individu tersebut. Esensinya adalah bagaimana mengkombinasikan
kebutuhan-kebutuhan pengembangan diri dalam individu yang bersangkutan dengan
kebutuhan pengembangan organisasi kedepan. Sehingga terdapat kesamaan arah antara
pengembangan diri individu didalam organisasi dan tujuan organisasi.
Kedua, Mental Model, organisasi hendaknya membentuk kapabilitas personal
individu-individu dalam organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi dilingkungannya. Esensinya adalah tidak berhenti membentuk kesadaran dan
kepekaan di setiap individu-individu dalam organisasi. Namun juga merekam dan
mendiskusikan perubahan lingkungan yang dapat memberikan dampak terhadap
organisasi.
Ketiga, shared vision dimana hendaknya organisasi dapat memberikan pengertian
mengenai visi organisasi. Diharapkan dengan adanya shared vision individu dapat
mengetahui arah tujuan organisasi kedepan dan menyelaraskannya dengan pengembangan
dirinya. Sehingga tidak terjadi kekhawatiran Senge (1990) akan adanya proses
pembelajaran yang sia-sia tidak terjadi. Organisasi juga hendaknya membangun komitmen
dalam organisasi itu sendiri dengan membentuk cara pandang yang sama antar individu
dalam organisasi tentang masa depan organisasi yang diharapkan bersama. Dan organisasi
hendaknya juga membentuk peraturan dan ketentuan yang menjadi rambu-rambu untuk
mencapainya.
Keempat, Team Learning dimana organisasi hendaknya melakukan transformasi
kemampuan berfikir individu-individu yang ada di organisasi kedalam kelompok-
kelompok di dalam organisasi. Sehingga tercapai kemampuan belajar secara berkelompok
dibandingkan kemampuan individu yang belajar sendiri-sendiri. Organisasi hendaknya
membuka kesempatan-kesempatan untuk melakukan diskusi dan debat mengenai
permasalahan-permasalahan strategis dalam organisasi.
Kelima, System Thinking atau cara berfikir dan berbicara untuk menjelaskan dan
memberikan pengertian mengenai kekuatan dan saling terhubungnya segala sesuatu yang
membentuk perilaku dalam system. System thinking membantu kita untuk mencari cara
untuk membuat sebuah system menjadi lebih efektif. Organsasi mengembangkan pola
berfikir bersama dalam merumuskan sesuatu ataupun memecahkan masalah tanpa melihat
struktur organisasi. Kemampuan yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk melihat lebih
dalam dan lebih jauh terhadap system yang saat ini dijalankan oleh organisasi.

PENGERTIAN LEARNING ORGANISATION


Pedlar, Boydell and Burgoyne (1989) merumuskan Learning Organisation sebagai
“An organisation which facilitates the learning of all its members and continuously
transforms itself”. Namun pengertian ini bukanlah satu-satunya pengertian. Masih banyak
pengertian lain yang tergantung dari bagaimana organisasi yang melakukan adaptasi
terhadap konsep Learning Organization (Maroga, 2006).

7
Ortenblad (2002) merumuskan Learning Organisation sebagai “Organisation
where individuals learn as agents for the organisation and the knowledge is stored in the
organisation memory”.
Mayo and Lank (1994) merumuskan Learning Organisation sebagai “a Learning
Organisation harnesses the full brain power, knowledge and experience available to it, in
order to evolve continually for the benefit of all its stakeholders”.
Peter Senge (1990) mengartikan Learning Organisation sebagai “organisation
where people continuously expand their capacity to create results they desire, where new
and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and
where people are continually learning how to learn together”. Atau dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan organisasi dimana individu-individu didalamnya secara terus
menerus memperbesar kapasitasnya untuk menghasilkan sesuatu yang di inginkan.
Organisasi dimana pola berfikir yang baru dan luas dipelajari. Organisasi dimana aspirasi
kelompok di bebaskan. Dan organisasi dimana individu didalamnya mempelajari
bagaimana belajar bersama.
Menurut Penulis sendiri Learning Organization adalah sebuah organisasi yang
menciptakan suasana penunjang dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
individu didalamnya untuk belajar secara individu dan berkelompok kemudian
mengaplikasikan hasil belajarnya kedalam proses maupun kegiatan organisasi. Jadi
kegiatan belajar ini tidak berhenti pada sistem maupun mekanisme bagaimana belajar saja.
Namun, bagaimana mengaplikasikannya sehingga dapat berguna bagi organisasi. Sumber
belajar itu sendiri dapat dari manapun dari intern maupun ekstern.

PERBEDAAN ANTARA LEARNING ORGANISATION DENGAN


ORGANISATIONAL LEARNING
Sebelum konsep Learning Organisation mengemuka telah ada konsep lain yang
menggunakan kosa kata yang hampir sama yaitu Organisation Learning. Dua konsep ini
agaknya hampir sama pengertiannya. Apakah benar demikian? Sampai dengan saat ini
telah banyak literature yang menggambarkan perdebatan untuk mengetahui apa perbedaan
aupun kesamaan mengenai konsep Learning Organisation dengan Organisational Learning.
Berikut sedikit penjelasan mengenai debat tersebut yang dikutip dari situs
http://www.culturallearningorganisations.net/.
Konsep Organisational Learning pertama kali mengemuka pada tahun 1960-an
dimana sejumlah pengarang seperti Crozier, Herbst, Simon dan Argyris (Argyris dan
Schon, 1996). Pada tahun 1970-an Argyris dan Schon menulis buku berjudul
Organisational Learning: A Theory in Action Perspectives yang menjadi inspirasi tulisan-
tulisan Organisation Learning selanjutnya. Pada tahun 1990-an Organisational Learning
menjadi konsep organisasi. Kondisi ini dikarenakan pada saat itu banyak organisasi atau
perusahaan yang mati sehingga para praktisi dan akademisi mencari cara yang berbentuk
konsep yang mampu diaplikasikan dan mendukung organisasi untuk survive (mampu
beradaptasi dan melakukan perubahan-perubahan).
Organization Learning pada waktu itu di artikan sebagai kemampuan untuk
merumuskan kesimpulan dari pengalaman-pengalaman dimasa lampau untuk selanjutnya
dipelajari dan diterapkan untuk merubah proses dalam organisasi, sehingga organisasi

8
tersebut dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan
melakukan inovasi. Organisational Learning hanya berkutat mengenai proses belajar dalam
organisasi (Maroga, 2006).
Penjelasan lain mengenai Organization Learning di kemukakan oleh Susan Fisher
dan Margaret White yang di kutip oleh Kreitner (2006) Fisher dan White mengartikan
Organisation Learning sebagai berikut:
“Organisational Learning is a reflective process, played out by members at all levels of
organization, that involves the collection of information from both the internal
environments. This information is filtered through a collective sensemaking process, which
results in shared interpretations that can be used instigate action resulting in enduring
changes to the organizations behavior and theories in use”
Dalam pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Organization Learning dititik
beratkan tentang proses belajar dalam organisasi, darimana sumbernya dan bagaimana
proses mengintrepelasikannya.
Konsep Learning Organisation muncul sejak akhir tahun 1980-an dan baru benar-
benar dikenal secara luas setelah Peter Senge pada tahun 1990 mengeluarkan buku The
Fifth Discipline. The Art and The Practice of Learning Organisation. Kreitner (2006)
menggaris bawahi pengertian Senge yang menggambarkan Learning Organisation:
“is one that proactively creates, acquires and transfers knowledge and that changes its
behavior on the basis of new knowledge that changes its behavior on the basis of new
knowledge and insight”
Setidaknya ada tiga hal yang ingin di kemukakan oleh Senge dari catatan Kreitner
tersebut. Pertama, sebuah organisasi yang menerapkan Learning Organisation selalu
memasok organisasinya dengan ide-ide baru dan informasi baru. Yang bersumber dari
lingkungan sekitarnya, pengembangan pegawai dan sumber lain yang relevan. Kedua,
pengetahuan mengenai ide dan informasi baru tersebut hendaknya dapat ditransfer ke
seluruh elemen dalam organisasi. Ketiga, perilaku organisasi hendaknya berubah sebagai
akibat dari pengetahuan baru yang diterima.
Perbedaan antara Organisation Learning dengan Learning Organisation berada pada
titik transfer pengetahuan dan pengaplikasikan pengetahuan. Dimana sebuah organisasi
dapat dikatakan telah mengaplikasikan Learning Organisation ketika pengetahuan yang
didapat dapat di transfer ke seluruh elemen organisasi dan telah terjadi perubahan terhadap
perilaku organisasi.

PENERAPAN LEARNING ORGANISATION DALAM ORGANISASI


PEMERINTAH
Kondisi yang dihadapi oleh Organisasi Pemerintah seperti yang dijelaskan pada
bagian sebelumnya membutuhkan pendekatan konseptual dari segi perilaku organisasi.
Sampai dengan saat ini para ahli telah banyak melakukan pengkajian untuk mencari
konsep maupun metode yang cocok serta konkrit untuk membentuk sebuah organisasi
pemerintah yang diharapkan bersama. Mengapa Learning Organisation? UNPAN (1994)
setidaknya menulis setidaknya ada 10 (sepuluh) alasan mengapa harus memilih Learning

9
Organisation: (1) untuk meningkatkan performa; (2) untuk melakukan perubahan
performa; (3) untuk memenuhi keinginan konsumen; (4) untuk mendapatkan keunggulan
kompetitif; (5) untuk membangun komitmen di lingkungan kerja; (6) untuk mengelola
perubahan; (7) untuk kebenaran; (8) karena adanya kesadaran ketergantungan satu dengan
yang lain; (9) karena memang adanya keinginan dalam organisasi; dan (10) karena waktu
mengingkan.
Learning Organisation sampai dengan sekarang lebih banyak diterapkan organisasi
profit (Maroga, 2006). Namun tidak menutup kemungkinan konsep ini diterapkan pada
organisasi non profit dan formal seperti Organisasi Pemerintah. Salah satu contohnya
adalah penerapan Learning Organisation di Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN)
Malaysia. INTAN dalam beberapa literature telah menerapkan konsep Learning
Organisation sejak tahun 1997 (Yusoff, 2005).
Lima “disiplin” yang telah dikemukakan oleh Senge (1990) telah diterapkan dalam
organisasi-organisasi yang berorientasi profit. Menilik dari penerapan Learning
Organisation di INTAN, Yusoff (2005) mengemukakan bahwa ada beberapa elemen
penting dalam sebuah Organisasi Pemerintah jika hendak menerapkan Larning
Organisation. Disamping lima “disiplin” yang telah dikemukakan oleh Senge (1990).
Elemen pertama, awareness. Aparatur Pemerintah yang menjadi elemen dalam
Organisasi Pemerintah hendaknya memiliki kepekaan terhadap lingkungannya dan selalu
meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. Peningkatan kepekaan, kapasitas dan
kapabilitas ini dapat dilakukan melalui beberapa cara. Dapat melalui metode pembelajaran
yang bersifat formal dan non formal yang dapat bersumber dari manapun. Dapat dilakukan
pendekatan terhadap posisi maupun proses yang dilakukan individu dalam organisasi dari
sisi yang berbeda seperti dari sisi kreatif dan inovatifnya (Thornhill dan Dijk, 2003).
Proses pembelajaran ini hendaknya selalu diselaraskan dengan visi Organisasi Pemerintah
sehingga dapat termanfaatkan. Muara dari elemen awareness ini adalah personal mastery ,
salah satu “disiplin” yang telah dijelaskan oleh Senge (1990) sebelumnya. Sebagai inti dari
personal mastery Senge (1990) seperti yang dikutip oleh Thornhill dan Dijk (2003) adalah
bagaimana belajar dapat membuat dan menjaga rasa kreatifitas dari para individu di
organisasi dalam setiap melakukan fungsinya dalam organisasi.
Elemen kedua, building learning culture. “Establishing a Learning Organisation
depends on creating a learning culture” (Thornhill dan Dijk, 2003). Untuk mendukung
kepekaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya harus didukung oleh lingkungan
organisasi. Untuk itu perlu dibangun budaya belajar melalui kesempatan-kesempatan yang
diadakan secara formal dan informal maupun dengan memberikan stimulan dalam
organisasi agar individu-individu didalamnya dapat saling berinteraksi dan belajar. Untuk
membentuk learning culture tidak dapat disamakan dengan mengirimkan individu dalam
organisasi ke pelatihan-pelatihan maupun pendidikan-pendidikan formal tanpa melakukan
revisi terhadap outcome-nya (Thornhill dan Dijk, 2003). Ada beberapa syarat lain yang
perlu diperhatikan untuk membentuk learning culture. Pertama, adanya dukungan untuk
mengaplikasikan “right person on the right place and right time”. Tujuannya individu
dapat mendalami dan menguasai apa yang dikerjakan. Kedua, posisi atau jabatan dalam
organisasi hendaknya tidak menjadi hambatan untuk berinteraksi dalam proses belajar.
Dan terakhir adalah penerapan teknologi yang sesuai. Karena teknologi dapat

10
mempercepat proses belajar dalam sebuah organisasi, namun juga sebaliknya dapat
menghambat jika penerapannya tidak sesuai.
Elemen ketiga, system thinking. 'Systems thinking is a discipline for seeing wholes'
(Senge 1990). Pembentukan System Thinking merupakan salah satu unsur pembentuk
sebuah Learning Organisation. System thinking merupakan pendekatan dalam melihat
setiap proses organisasi. Proses dalam organisasi dilakukan secara utuh yang melibatkan
seluruh komponen yang ada didalamnya. Sehingga pola berfikir hendaknya dibangun
secara holistic tidak secara parsial. Karena individu-individu didalamnya menjadi satu
bagian yang utuh dalam sebuah organisasi. Pemecahan masalah juga hendaknya
melibatkan setiap elemen dalam sebuah organisasi. Untuk dapat melakukannya setiap
manajer hendaknya perlu melakukan adaptasi terhadap nilai-nilai keterbukaan,
transparansi, akuntabilitas dan lain sebagainya sebagai penunjang dari terbentuknya system
thinking.

Elemen keempat, leadership. Leadership atau kepemimpinan merupakan faktor


yang terpenting dalam membentuk sebuah Learning Organisation (Garratt, 1987). Senge
(1990) seperti yang diungkapkan oleh Thornhill dan Dijk (2003) “…Learning
Organisation requires a new view or leadership”.
Pengimplementasian Learning Organisation membutuhkan waktu yang cukup lama
dan sumberdaya yang cukup besar. Proses yang panjang dan mahal ini hendaknya perlu
disadari oleh Pimpinan Organisasi Pemerintah. Pemimpin Organisasi Pemerintah
hendaknya juga mampu memberikan pengertian kepada setiap elemen didalamnya tentang
visi, misi dan nilai-nilai organisasi. Sehingga terjadai kesamaan arah dalam melakukan
proses. Pemimpin organisasi juga memegang peran kunci dalam membuka kran informasi
dalam organisasi.
Elemen kelima, empowerment. Kanter (2001) seperti yang dikutip oleh Yusoff
(2005) berpendapat “„[e]mployees themselves, more often than not, know what needs to be
done to improve operations”. Kondisi ini dapat dibenarkan jika di kaitkan dengan
Organisasi Pemerintah bahwa Aparatur yang menangani pekerjaan tertentu mengetahui
kelebihan maupun kekurangan dalam pekerjaannya. Hal ini dapat didapatkan dari
pengalaman-pengalamannya dalam melakukan operasi. Pemberdayaan diperlukan untuk
mengetahui dan mempelajari pengalaman-pengalaman tersebut. Selain itu pemberdayaan
juga mencakup penghargaan terhadap masukan-masukan yang bersifat inovatif dan kreatif.
Pemberdayaan ini mungkin lebih dikhususkan untuk pekerja-pekerja yang berada di
tingkatan bawah yang berhubung langsung dengan konsumen. Mungkin pemberdayaan
akan berisiko, namun disisi lain pemberdayaan dapat menjadi sebuah bentuk kepercayaan
yang diberikan oleh atasan kepada bawahan.

CONTOH PENERAPAN LEARNING ORGANISATION DALAM


ORGANISASI PEMERINTAH
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya salah satu Organisasi
Pemerintah yang menerapkan Learning Organisation adalah INTAN di Malaysia. The
Malaysian National Institute of Public Administration atau INTAN Malaysia memiliki
tugas untuk melakukan pelatihan dan pengembangan untuk sumber daya aparatur di
Malaysia agar dapat mencapai visi Malaysia 2020. INTAN telah mengaplikasikan

11
Learning Organisation sejak tahun 1997 (Yusoff, 2005). Berikut beberapa catatan
mengenai penerapan Learning Organisation di INTAN yang mungkin dapat menjadi
inspirasi dan contoh konkrit.
Penerapan Learning Organisation di INTAN tidak secara langsung dan
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Karena INTAN sepenuhnya menyadari bahwa
Learning Organisation adalah konsep yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan
proses membuat sebuah barang.
Ide utama mengapa INTAN menerapkan Learning Organisation menurut Yusoff
(2005) adalah pengembangan INTAN yang berkelanjutan termasuk individu-individu yang
ada didalamnya, kapasitas dan kapabilitas organisasi dan untuk meningkatkan performa
organisasi. Dan secara eksplisit di tuangkan dalam visi INTAN “… to become a world-
class public sektor training organisation”.
INTAN memiliki motto “one step ahead” yang mencerminkan inisiatif INTAN
untuk terus maju menjadi Learning Organisation. Sebagai lembaga yang mereplikasikan
Learning Organisation INTAN memiliki tiga kampus utama Peninsular Malaysia, Sabah
dan Sarawak. Kampus-kampus ini memiliki fasilitas-fasilitas yang kondusif dan
mendukung kegiatan belajar bagi konsumen dan individu didlamnya. INTAN bergerak dari
konsep pelatihan yang berdasarkan program dan prosedur ke arah pelatihan yang
berlandaskan pengetahuan dan kompetensi. Dengan adanya pergeseran-pergeseran ini
membuat individi-individu dalam organisasi INTAN melakukan transformasi system
thinking.
Individu-individu dalam organisasi INTAN selalu mencari cara-cara inovatif dalam
melakukan kegiatan belajar. Cara-cara tersebut dapat diperoleh dari stakeholder dan
peserta pelatihan selain dari interaksi antar individu didalam INTAN itu sendiri. Melalui
melakukan akuisisi, menterjemahkan tanda-tanda yang ada dan melalui sharing informasi.
Beberapa hal yang dapat mengidentifikasikan INTAN sebagai Learning Organisation
diantaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, adanya kesadaran yang kuat akan tujuan bersama diantara pihak pengelola
(manajemen) dan seluruh individu dalam INTAN. Sebagai contoh dicerminkan dengan
adanya keterbukaan dalam setiap rapat. Keterbukaan dalam hal mengemukakan pendapat
dan aspriasi. Yang kedua, segala permasalahan maupun masukan mengenai metodologi,
materi dan hal-hal lain dalam penyelenggaraan pelatihan juga didiskusikan secara terbuka.
Secara stimulan INTAN telah menciptakan kondisi yang memungkinkan adanya transfer
informasi dan ide diantara individu dalam organisasi. Yang akan memungkinkan
penyelesaian masalah melalui pendekatan sistem.
Kedua, individu-individu dalam INTAN selalu terbuka dengan hal-hal dan
perspektif baru. Sebagai wujud nyatanya INTAN selalu melakukan evaluasi terhadap
setiap penyelenggaraan kegiatan. Termasuk didalamnya materi, pengisi kegiatan,
coordinator kegiatan dan hal-hal lain yang tercakup dalam penyelenggaraan kegiatan yang
dilaksanakan pada akhir kegiatan. Konsumen langsung INTAN dapat memberikan
masukan-masukan yang metodenya sudah terformulasi dalam ISO 9000:2000. Ide-ide baru
diperlukan oleh INTAN untuk selalu melakkukan improvisasi dan inovasi. Kondisi ini
membuat INTAN belajar dari pengalaman dan kesalahan-kesalahannya sendiri.

12
Ketiga, INTAN selalu meningkatkan kegiatan Sharing pengetahuan antar lini
dalam INTAN. Sebagai wujud nyatanya INTAN membentuk Knowledge Bank yang
didalamnya terdapat artikel, jurnal, contoh kasus dan bentuk lain yang temanya
menyangkut kegiatan-kegiatan manajemen. Setiap orang dalam INTAN dapat
menggunakan Knowledge Bank untuk mengembangkan diri.
Keempat, terbentuknya system thinking. Sebagai bentuk implementasi nyata dari
ISO 9000:2000 yang di peroleh INTAN pada tahun 1997 dalam hal operational learning of
methods and processes for continous improvement. INTAN telah melakukan
penyederhanaan setiap kegiatan-kegiatannya baik itu kegiatan pelatihan, katering dan lain
nya. INTAN memahami bahwa ketika penyederhanaan ini dilakukan akan menghadapi
banyaknya kompleksitas-kompleksitas yang berujung pada permasalahan. Untuk
penyelesainnya dibutuhkan system berfikir yang benar karena kondisi ini harus
diselesaikan secara besama oleh individu-individu dalam INTAN sendiri. Karena itulah
INTAN membentuk system thinking yang memungkinkan penyelesaian masalah dengan
pendekatan sistem.

PENUTUP
Sampai dengan saat ini harapan untuk membuat Organisasi Pemerintah yang
tanggap terhadap perubahan lingkungan masih menjadi kebutuhan. Untuk mewujudkannya
telah banyak teori maupun pendekatan yang di rumuskan oleh para ahli. Salah satu
pendekatan tersebut adalah Learning Organisation yang sangat monumental pada awal
tahun 1990-an.
Masih ada keraguan apakah konsep Learning Organisation dapat diterapkan pada
Organisasi Pemerintah. Karena Learning Organisation lebih banyak diaplikasikan di
organisasi profit. Terobosan telah dilakukan oleh INTAN Malaysia yang telah
mereplikasikan Learning Organisation. Dan dari pengalaman INTAN tersebut hendaknya
dapat menjadi pelajaran bagi Organisasi Pemerintah yang akan mereplikasikan Learning
Organisation.
Beberapa elemen yang hendaknya ada dalam Organisasi Pemerintah adalah
awareness, building learning culture, leadership dan empowerment. Untuk membentuknya
individu dan Organisasi Pemerintah memiliki peran masing-masing. Harus ada komitmen
bersama yang saling mendukung terbentuknya Learning Organisation di Organisasi
Pemerintah.
Penerapan Learning Organisation tidak dapat secara langsung namun
membutuhkan proses yang cukup panjang. Kline dan Saunders yang dikutip oleh Thornhill
dan Dijk (2003) pernah menulis buku yang berjudul “Ten Steps to Learning Organisation”
yang isinya menjelaskan tentang sepuluh langkah mengimlementasikan Learning
Organisation. Pertama, ukur sejauh mana learning culture dalam organisasi. Kedua,
promosikan isu-isu positif kedalam organisasi dengan menggunakan konsep berfikir yang
jelas dan dapat diaplikasikan.Ketiga, pastikan organisasi aman dan nyaman untuk berfikir.
Keempat, berikan apresiasi positif terhadap tindakan-tindakan pengambilan risiko. Kelima,
bentuk dan jadikan individu-individu dalam organisasi menjadi sumber pengetahuan
sehingga dapat saling mengisi dan berinteraksi. Keenam, berikan keyakinan kepada setiap
individu dalam organisasi bahwa kekuatan untuk belajar adalah sumberdaya yang mahal
dan tidak terbatas. Ketujuh, petakan visi secara nyata dan yakinkan bahwa pencapaian visi

13
haruslah mengikut sertakan seluruh potensi dalam organisasi. Kedelapan, jabarkan visi
secara nyata Kesembilan, perbaiki system karena kegiatan yang bermasalah berawal dari
system yang salah. Kesepuluh, perkenalkan proses.
Hal yang menghambat penerapan Learning Organisation yang perlu di eliminir
adalah sebagai berikut mind set dan perilaku yang tidak dapat berubah, terlalu banyak
pekerjaan yang dilakukan secara tradisional dan saling menunggu, gaya manajemen yang
top-down yang kurang memberdayakan bawahan, ketakutan untuk memberikan pelatihan
kepada karyawan dan investasi kepada karyawan dan tidak adanya focus yang baik tentang
bagaimana system, prosedur, dan hal lain dalam organisasi.
Seorang Tukang Kayu yang baik tidak akan menyalahkan peralatannya. Sebaliknya
seorang Tukang Kayu yang buruk akan meyalahkan peralatannya. Dan (biasanya) Tukang
Kayu yang baik akan selalu mencari peralatan yang murah dan sederhana (anonymous).

REFERENSI
Agarwal, Ajay, Learning Organisation, http://www.hrfolks.com/, diunduh April
2009
Aggestam, Lena, Learning Organisation or Knowledge Management – Which
Came First, Chicken or The Egg ?, Information Technology and Control, 2006, Vol.35,
No.3a.
Garratt, R., The Learning Organisation: and The Need For Directors Who Think,
Aldershot, Gower, 1987
Goodale, 2003, Learning Organisation ,
http://www.unpan.org/Library/SearchDocuments/tabid/70/ModuleID/985/mctl/Document
Details/dn/UNPAN009011/language/en-US/Default.aspx, diunduh Juni 2009

Hicks, Herbert G., Management of Organisation, A System and Human Resources


Approach, Mc.Graw Hill Book Company, New York, 1972
Kinicki, Angelo dan Robert Kreitner, 2006, Organisational Behavior: Key
Concepts, Skills and Best Practices, McGraw-Hill International Edition, New York
Kline, P. dan Sounders, 1993, Ten Steps to a Learning Organisation, Great Ocean
Publisher, Airlonga:Virginia.
Malhotra, Yogesh., Organizational Learning and Learning Organizations: An
Overview, http://www.brint.com/papers/orglrng.htm, diunduh Juni 2009
Maroga, Eva, 2006, Cultural Learning Organisation: A Model,
http://www.culturallearningorganisations.net/, di unduh April 2009
Pedler, M., T. Boydell dan P. Burgoyne, 1989, Towards The Learning Company”
Management Education and Development, Vol. 20, No. 1.

14
Thornhill, C. dan Van Dijk, H.G., 2003, The Public Service As a Learning
Organisation, Journal of Public Administration.
Utomo, Warsito, 2005, Administrasi Publik Baru Indonesia Peubahan Paradigma
Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Winardi, J., Teori Organisasi dan Pengorganisasian, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2003
Wursanto, Drs. Ig. , 2003, Dasar-Dasar Ilmu Organisasi, Penerbit Andi, ,
Yogyakarta
Yusoff, Malek Shah Bin Mohd., 2005, The public service as a Learning
Organisation: the Malaysian Experience, International Review of Administrative Sciences,
Malaysia

15

You might also like