You are on page 1of 10

REMISI DAN HAK-HAK NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Remisi pada hakekatnya adalah hak semua narapidana dan berlaku bagi siapapun sepanjang narapidana tersebut menjalani pidana sementara bukan pidana seumur hidup dan Pidana Mati, Menurut Pasal 1 Ayat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No.174 Tahun 1999, remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999, terkait Remisi dan secara khusus terdapat dalam PP NO 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dimana dalam pasal 34 ayat 3 Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak

pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berkelakuan baik; dan b. telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana. Melihat dari ketentuan yang diatur baik dalam UU nomor 12 tahun 1995 dan Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2006, bahwa tidak adalarangan bagi terpidana korupsi untuk memperoleh remisi Titik sentral penolakan penhapusan hak Remisi bagi pelaku Tipikor,Narkotika, dan terorisme setelah mendapatkan putusan PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 022/PUU-III/2005 terkait pengujian Pasal 14 UU NO.12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan dengan menyatakan menolak permohonan pengujian UU atas UUD sehingga berimplikasi pemberian Remisi kembali ke hakikatnya yaitu hak bagi semua narapidana tanpa terkecuali dan Mengutip Menteri Hukum dan HAM yang menyatakan bahwa kriteria pemberian remisi pada narapidana selama ini menggunakan kriteria yang jelas Penghilangan hak Remisi terhadap terpidana Korupsi,terorisme, dan narkotika atas pertimbangan dalam

pasal 28D dan pasal 28 Pasal 28I ayat 2. Narapidana bukan saja obyek melainkan juga subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Pengurangan masa pidana (pemberian remisi) yang diberikan Pemerintah (oleh Presiden dan dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) kepada para narapidana, pada dasarnya telah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (sila Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keadilan Sosial) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana atau anak pidana agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai. Bahwa pengurangan masa pidana (pemberian remisi) kepada seseorang yang sedang menjalani hukuman atas

putusan pengadilan (narapidana) merupakan perwujudan pemenuhan hak narapidana sebagai penghargaan dari negara (Pemerintah) terhadap narapidana yang telah berperilaku baik/positif selama menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu pengurangan masa pidana (pemberian remisi) merupakan norma yang Bahwa terhadap narapidana yang telah menunjukkan penyesalan atas kesalahan/kekhilafannya, dan menunjukkan ketaatan terhadap hukum, nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, perlu diberikan kesempatan agar Iebih cepat melaksanakan pemberian remisi). Perserikatan Nations Bangsa Bangsa Rules (PBB) for juga telah integrasi sosialnya, masa yaitu pidana ( dengan cara memberikan pengurangan

mengeiuarkan aturan standar minimum berupa United Standard Minimum mempunyai Non-Custodial setelah dan remisi Measzwes yang wemenang has menegaskan perlunya pejabat yang altematif tindakan

pemidanaan (post sentencing alternatives) yang cukup untuk menghindari proses institusionalisasi membantu pelaku tindak pidana berintegrasi kembali ke masyarakat. Tindakan itu antara lain meliputi (remission).

Pemberian remisi bagi narapidana

diusulkan oleh

Kalapas. Selanjutnya usulan remisi dari Kalapas tersebut diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui Kepala Kanwil (Kakanwil) Departemen Hukum dan HAM. Dengan kata lain, kewenangan pemberian remisi ada ditangan Menteri Hukum dan HAM. Namun demikian, dalam pelaksanaannya Menteri dapat mendelegasikan kewenangan pemberian remisi tersebut kepada Kakanwil. Penetapan pembenan remisi akan dilaksanakan dengan Keputusan Kakanwilatas mengeluarkan nama Menteri. Setelah maka Kakanwil wajib penetapan tersebut,

menyampaikan laporan tentang penetapan pengurangan masa pidana itu kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Syarat Pemberian Remisi Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (PP 32/1999), remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua AtasPeraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (PP 99/2012), setiap narapidana dan anak pidana berhak mendapatkan remisi. Mengenai pihak yang berhak memperoleh remisi dan jenis-jenis remisi dapat Anda baca lebih lanjut dalam artikel Bagaimana Prosedur Mengajukan Remisi? Apakah narapidana harus membayar denda terlebih dahulu untuk mendapatkan remisi? Untuk menjawab ini, kita perlu mengacu pada syarat-syarat bagi narapidana dan anak pidana untuk memperoleh remisi yang terdapat dalam Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP 99/2012: (2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi syarat:

a. berkelakuan baik; dan b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan. (3) Persyaratan berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibuktikan dengan: a. tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi; dan b. telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh LAPAS dengan predikat baik. Selain syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 34 PP 99/2012, persyaratan lain juga terdapat dalam Pasal 34A ayat (1) PP 99/2012 yang berbunyi: Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar: 1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan RepublikIndonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau 2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme. Berdasarkan ketentuan di atas, terutama Pasal 34A ayat (1) huruf b PP

99/2012, khusus untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi, baru dapat diberikan remisi jika narapidana yang bersangkutan telah membayar denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Jadi, persyaratan wajib telah membayar denda dan uang pengganti khusus ditujukan kepada pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi. II. Syarat Pembebasan Bersyarat Menurut Penjelasan Pasal 12 huruf k Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan), Pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Penjelasan lebih lanjut mengenai pengajuan pembebasan bersyarat

dapat Anda simak dalam artikelSyarat dan Prosedur Pengajuan Pembebasan Bersyarat. Di dalam artikel tersebut, ada sejumlah persyaratan substantif dan administratif yang harus dipenuhi narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Perlu Anda ketahui, dari beberapa persyaratan tersebut tidak disebutkan apakah narapidana wajib membayar denda terlebih dahulu untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Sepanjang ia memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, maka setiap narapidana dapat memperoleh pembebasan bersyarat.

GRATIE VERTENING Grasi : Penghapusan Denda Perubahan / penggantian Pengurangan pidana (Jumlah) Pengurangan denda UU grasi ---------------- UU no. 22 tahun 2002, pengganti UU no. 1 tahun 1950 Berlakunya grasi setelah putusan hakim yang incrahct. Pengertian Merupakan pengampunan yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, seolah olah dengan adanya pengampunan dari kepala negara, lantas keseluruhan kesalahn dari terpidana menjadi diampuni atau seluruh akibat hukum dari tindak pidana menjadi ditiadakan. Untuk menghilangkan kesalahfahaman itu pengampunan tidak boleh sematamata diartikan sebagai sesuatu yang sama sekali menghilangkan akibat hukum dari suatu tindak pidana yang dilakukan terpidana. Artinya pengampunan dimaksudkan tidaklah melulu berkenaan dengan diadakannya penghapusan pidana yang telah dijatuhkan oleh hakaim yang telah punya kekuatan hukum tetap, melainkan juga dapat berkenaan : 1. Perubahan dari jenis pidana yang telah dijatuhkan hakim. Misal : perubahan dari pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup. 2. Pengurangan lamanya pidana penjara, pidana tutupan dan pidana kurungan.

3. Pengurangan besarnya uang denda seperti yang telah diputuskan hakim bagi terpidana.
Menurut VAN HAMMEL, grasi adalah suatu pernyataan dari kekuasaan yang tertinggi yang menyatakan bahwa akibat-akibat menurut hukum pidana dari suatu delik itu menjadi ditiadakan, baik seluruhnya maupun sebahagian.

Menurut HATEWINKEL SURINGA , grasi adalah pemidanaan dari seluruh pidana atau pengurangan dari suatu pidana (mengenai waktu, jumlah) atau perubahan mengenai pidana tersebut. Menurut Pasal 1 UU no. 22 tahun 2002, Grasi diartikan sebagai pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanan pidana kepada terpidana. BENTUK BENTUK GRASI Didalam ilmu pengetahuan hukum pidana peniadaan pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim bagi seorang terpidana yang telah punya kekuatan hukum tetap biasanya disebut grasi dalam arti sempit. Akan tetapi secara komprehensif grasi dapat dibagi dalam 4 bentuk : 1. Grasi (dalam arti sempit) yaitu peniadaan pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim yang telah punya kekuatan hukum tetap.

2. Amnesti, yakni suatu pernyataan secara umum menurut ditiadakannya semua akibat hukum. Menurut hukum pidana dari suatu tindak pidana atau dari suatu jenis tindak pidana tertentu bagi semua orang, yang mungkin saja terlibat dalam tindak pidana tersebut, baik yang telah dijatuhi pidana maupun yang belum dijatuhi pidana oleh hakim, baik yang sudah dituntut maupun yang belum dituntut, baik yang disidik maupun yang yang belum disidik, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui oleh kekuasaan yang syah. 3. Abolisi, yaitu peniadaan dari hak untuk melakukan penuntutan menurut hukum pidana atau penghentian dari penuntutan dari hukum pidana yang telah dilakukan. 4. Rehabilitasi, yaitu pengembalian kewenangan hukum dari seseorang yang telah hilang berdasarkan suatu putusan hakima taupun berdasarkan suatu putusan hakim yang bersifat khusus (militer).
PERMOHONAN GRASI Menurut UU no. 22 tahun 2002, diatur prinsip prinsip dan tata cara pengajuan grasi. Prinsip umum tentang pengajuan grasi antara lain : 1. Terhadap putusan pengadilan yang punya kekuatan hukum tetap

2.

Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah :

a. b.

Pidana mati Pidana penjara seumur hidup

c. Pidana penjara paling rendah 2 tahun, terhadap pidana kebijaksanaan pemindakan tidak dapat diajukan grasi. 3.
Permohonan grasi hanya dapata diajukan satu kali, kecuali dalam hal :

a. Terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah lewat waktu 2 tahun sejak penolaka tersebut.

b. Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi penjara seumur hidup, dan telah lewat waktu 2 tahun sejak tanggal pemberian grasi diterima. 4. Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusa pemidanaan bagi terpidana kecuali terhadap putusan terpidana mati. 5. Presiden berhak mengabulkan / menolak permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana setelah mendapat pertimbangan dari MA 6.
Pemberian grasi oleh presiden dapat berupa :

a. b. c.

Peringanan atau perubahan jenis pidana Pengurangan jumlah pidana Penghapusan pelaksanaan pidana

ORANG ORANG YANG BERHAK MENGAJUKAN GRASI Orang orang yang berhak mengajukan grasi adalah : 1. Terpidana (setelah putusan incrahct)

2.

Kuasa hukum terpidana

3. Keluarga terpidana dengan persetujuan terpidana tersebut kecuali untuk terpidana mati.
ALASAN ALASAN MENGAJUKAN GRASI Menurut POMPE, Adanya kekuarangan dalam UU yang dalam suatu peradilan telah menyebabkan hakim terpaksa menjatuhkan suatu pidana tertentu, yang apabila kepada hakim itu telah diberikan kebebasan yang lebih besar, akan menyebabkan seseorang itu dibebaskan, atau tidak diadili seperti overmacht. GRASI ( UU NO. 22 TAHUN 2002) GRASI adalah suatu kemurahan hati ( vorstelijk guns beton) kepala negara pada suatu waktu terhadap putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri dan putusan tersebut merupakan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Incracht van gewijsde). Grasi ini dapat dimohonkan oleh terpidana sendiri / keluarga terpidana. Grasi ada karena ketidak puasan terpidana terhadap putusan yang dijatuhkan oleh hakim pengadilan negeri. Hukuman mati dilaksanakan didaerah (Wilayah) mana hukuman itu dijatuhkan dan dijalankan oleh regu tembak dari kepolisian (Aparatur negara). MACAM MACAM GRASI Grasi dalam arti sempit ada 3 : 1. Abolisi

2.

Amnesti

3.

Rehabilitasi

Grasi dalam arti luas ada 4 : 1. Grasi dalam arti sempit

2. 3. 4.

Abolisi Amnesti Rehabilitasi

Untuk melakukan upaya hukum (14 hari setelah putusan) dihitung 1 hari setelah hari dimana putusan dijatuhkan. ABOLISI ---------------- Peniadaan dari hak untuk melakukan penuntutan menurut hukum pidana / penghentian tuntutan. GRASI DALAM ARTI SEMPIT ---------------- Pengadaan pidana yang dijatuhkan oleh hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. AMNESTI ---------------- Pernyataan secara umum ditiadakan semua akibat hukum menurut hukum pidana / dari satu jenis tindak pidana tertentu untuk semua orang yang telah dijatuhkan hukuman yang sedang dituntut oleh jaksa yang sedang disidik polisi, orang yang belum diapa apakan. REHABILITASI ----------------- Pengembalian kewenangan hukum dari seseorang yang telah hilang berdsarkan putusan hakim / berdasarkan putusan hakim yang bersifat khusus.

You might also like