You are on page 1of 58

SKRIPSI HUKUM TENTANG

“ PERATAAN LABA HUBUNGANNYA DENGAN RETURN dan

RESIKO PASAR SAHAM PERUSAHAAN LQ 45 YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA ( BEJ) “

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha menuntut adanya persaingan bisnis yang

semakin ketat. Persaingan ini mendorong para manajer untuk mempertahankan

dan meningkatkan kinerja perusahaannya. Baik buruknya kinerja suatu

perusahaan, akan mempengaruhi pertimbangan investor dalam melakukan

investasi. Semakin baik kinerja suatu perusahaan, maka semakin banyak pula

aliran dana yang akan diterima dari investor. Gambaran kinerja perusahaan dapat

dilihat pada laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan mengandung

informasi – informasi akuntansi yang dapat digunakan oleh pengguna laporan

keuangan dalam proses pengambilan keputusan bagi investor, informasi tersebut

seringkali menjadi pedoman dalam melakukan analisis saham suatu perusahaan

atau untuk memprediksi prospek earning di masa datang.

Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang

bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan

laba yang representatif dalam jangka panjang, meramalkan laba, menaksir risiko

2
dalam berinvestasi. ( Sugiarto, 2003 : 350 ). Dalam Statement of Financial

Accounting Concept (SFAC) Nomor 1, dijelaskan bahwa informasi laba pada

umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau

pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba membantu pemilik atau pihak

lain melakukan penaksiran atas earning power di masa yang akan datang

3
(Murtanto, 2004). Dengan melihat informasi laba pada laporan keuangan, maka

pihak pengguna informasi pada laporan keuangan dapat melihat kinerja serta

memprediksi keadaan perusahaan di masa yang akan datang.

Zulaikha dan Hidayati ( 2003 ) menjelaskan bahwa Investor seringkali

memperhatikan informasi laba tanpa memperhatikan lebih jauh proses dan

prosedur untuk menghasilkan laba tersebut, mendorong manajer untuk melakukan

manajemen laba ( earning manajemen ). Adanya keleluasaan manajemen untuk

memilih metode akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan,

membuat manajer semakin termotivasi untuk mentransformasikan laporan

keuangan. Usaha manajer dalam memanipulasi laba dapat ditempuh dengan cara

memaksimalkan/meminimalkan laba dan mengurangi fluktuasi laba (meratakan

laba), hal ini bergantung pada motivasi dalam meratakan laba tersebut.

Manajemen laba berkaitan erat dengan perataan laba (income smoothing),

di mana perataan laba merupakan salah satu aspek dalam manajemen laba.

Perataan laba merupakan tindakan manajemen yang dilakukan secara sukarela

yang dimotivasi oleh adanya aspek behavioural dalam perusahaan maupun

lingkungannya. Adanya keinginan manajemen untuk meningkatkan kepuasan

pihak-pihak internal (pemilik dan pemegang saham) dan pihak-pihak eksternal

(investor, kreditor, pemerintah) atas kinerjanya, mendorong manajemen untuk

meratakan labanya. ( Brayshaw dan Eldin, 1989 )

Tindakan perataan laba yang diambil oleh manajemen adalah untuk

memberikan persepsi pada para pemegang saham atas variabilitas earnings,

karena tindakan seperti itu dapat memberi pengaruh yang positif pada nilai pasar

6
perusahaan. Dalam melakukan investasi, investor akan memperkirakan jumlah

tingkat laba yang diharapkan (expected return) investasinya untuk suatu periode

tertentu di masa yang akan datang. Tetapi tingkat laba yang direalisasikan bisa

menjadi lebih tinggi atau bahkan lebih rendah dari yang diharapkan.

Ketidakpastian tingkat laba tersebut merupakan risiko yang harus

dipertimbangkan oleh investor. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan

perataan laba, investor akan membayar lebih banyak untuk perusahaan dengan

aliran perataan laba (Michelson et al, 1995).

Perataan laba (income smoothing), yang terjadi di pasar saham berpengaruh

bagi para pemegang saham. Bagi investor hal yang menjadi pertimbangan dalam

melakukan investasi saham adalah bagaimana kinerja saham tersebut, dengan

jalan melihat keuntungan (return) yang diukur dari perubahan harga saham dan

deviden yang akan diperoleh dengan tingkat risiko (risk) tertentu. Investor akan

tertarik melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai return tinggi

tetapi mempunyai tingkat risiko rendah. Apabila return perusahaan naik, tetapi

risiko perusahaan juga naik, maka investor tidak akan tertarik melakukan investasi

pada perusahaan tersebut. Investor akan tetap tertarik melakukan investasi pada

suatu perusahaan apabila tambahan return tersebut bisa mengkompensasi

tambahan risiko yang muncul. Kepuasan pemegang saham meningkat dengan

adanya rata – rata pertumbuhan pada laba perusahaan dan adanya laba yang stabil

( Gordon 1964 dalam Salno, 2000 : 17 – 34 )

Hasil penelitian mengenai perata laba yang dilakukan oleh Salno dan

Baridwan ( 2000 ) menyimpulkan bahwa antara perusahaan perata laba dan bukan

7
perata laba tidak terdapat perbedaan return dan risiko, selanjutnya dalam

penelitian Michelson et . al ( 1995 ) menghasilkan simpulan yang berbeda,

disimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan perataan laba memiliki return

dan risiko lebih rendah secara signifikan daripada perusahaan yang tidak

melakukan perata laba. Berdasar uraian diatas , maka penulis tertarik untuk

meneliti ada tidaknya perbedaan kinerja saham ( return dan risiko ) antara

perusahaan perata laba dan bukan perata laba pada perusahaan dalam daftar LQ

45 yang listing di BEJ pada periode 1999 – 2003 dalam menyusun skripsi dengan

judul “ Perataan Laba Hubunganya Dengan Return dan Risiko Pasar Saham

Perusahaan LQ 45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta ( BEJ) “

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai

berikut :

1. Bagaimana praktek perataan laba pada perusahaan – perusahaan yang go

publik, yang terdaftar di BEJ

2. Apakah terdapat perbedaan return saham antara perusahaan perata laba

dan perusahaan yang bukan perata laba?

3. Apakah terdapat perbedaan risiko pasar saham antara perusahaan perata

laba dan perusahaan yang bukan perata laba?

8
C. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian yang akan dilakukan terarah sesuai

dengan perumusan masalah, maka difokuskan pada perbandingan return dan

risiko pada perusahaan perata laba dan bukan perata laba yang masuk dalam

daftar LQ 45 yang listing di BEJ pada periode 1999 – 2003.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk membuktikan ada tidaknya praktek perataan laba pada perusahaan

yang go publik, yang terdaftar di BEJ.

b. Membandingkan return saham pada perusahaan perata laba dan bukan

perata laba yang terdaftar di BEJ.

c. Membandingkan risiko saham pada perusahaan perata laba dan bukan

perata laba yang terdaftar di BEJ.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan berguna bagi :

a. Bagi Investor dan Calon Investor, memberikan masukan bagi Investor

dan calon Investor dalam mempertimbangkan dan mengambil keputusan

Investasi.

b. Bagi Penulis, untuk manambah wawasan dan memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menerapkan analisa return dan risiko yang didapat

dari bangku kuliah.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori Terdahulu

Michelson et. al (1995) menganalisis adanya perataan laba yang terjadi di

pasar dengan meneliti 500 saham yang ada di Standard and Poor’s 500 Index

(S&P 500) pada tanggal 31 Desember 1991 dan mengklasifikasikan laba yang

diteliti menjadi empat, yaitu laba operasi setelah depresiasi, laba sebelum pajak,

laba sebelum extraordinary items, dan laba bersih yang dikumpulkan dari

Standard and Poor’s COMPUSTAT antara tahun 1980 sampai 1991. Dari 358

perusahaan yang menjadi sampelnya, Michelson et. al menemukan bahwa

perusahaan yang meratakan labanya secara signifikan mempunyai rata-rata return

tahunan yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak meratakan labanya.

Perusahaan perata laba juga mempunyai beta yang lebih rendah dan nilai pasar

ekuitas yang lebih tinggi. Mereka juga menemukan bahwa perusahaan perata laba

memiliki return dan risiko yang lebih rendah, dan biasanya merupakan

perusahaan yang berukuran besar. Ini mengindikasikan bahwa perataan laba

menurunkan risiko yang dapat diterima maupun risiko yang aktual perusahaan,

sehingga pada akhirnya akan menurunkan return bagi investor yang berinvestasi

pada perusahaan yang risikonya lebih rendah. Perusahaan dengan risiko yang

lebih rendah dan perusahaan yang lebih stabil biasanya diidentifikasikan sebagai

perusahaan besar dengan laba yang lebih konsisten. Penelitian ini sampai pada

10
kesimpulan akhir bahwa biasanya perusahaan besar dengan laba bersih yang stabil

mempunyai risiko keseluruhan dan return yang lebih rendah.

Salno dan Baridwan (2000) menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi perataan laba, yang dikaitkan dengan kinerja saham 74 perusahaan

yang terdaftar di BEJ dari tahun 1993-1996. Hipotesisnya yang pertama

menyatakan apakah ukuran perusahan, margin laba bersih (net profit margin),

kelompok usaha, dan status winner/losser stocks mempengaruhi peratan laba.

Hasilnya menyatakan bahwa semua faktor tersebut tidak mempengaruhi perataan

laba. Hipotesis kedua menyatakan apakah terdapat perbedaan return antara

perusahaan perata laba dan perusahaan yang bukan perata laba. Hasilnya

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan return antara perusahaan perata

laba dan perusahaan yang bukan perata laba. Sementara itu, hipotesisnya yang

ketiga menyatakan apakah terdapat perbedaan risiko antara perusahaan perata laba

dan perusahaan yang bukan perata laba, yang hasilnya menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan risiko di antara keduanya.

Novianety Didit ( 2004 ) meneliti perbedaan kinerja saham antara

perusahaan perata laba dan perusahaan bukan perata laba, dalam penelitianya,

Didit menganalisis 85 perusahaan yang terdaftar di BEJ pada periode 1997 –

2002. Dengan menggunakan alat indeks eckel, Didit menemukan dari 85

perusahaan tersebut terdapat 29 perusahaan merupakan perusahaan yang

melakukan perata laba. Hasil penelitianya menyatakan bahwa pertama, tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara return saham perusahaan perata laba

29
dan bukan perata laba, yang kedua terdapat perbedaan yang signifikan antara

risiko saham antara perusahaan perata laba dan bukan perata laba.

Kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Salno, Baridwan, dan Didi

dengan skripsi ini adalah pemilihan model Eckel dalam mengklasifikasikan

sampel menjadi perata laba dan bukan perta laba. Perbedaan antara penelitian

Salno dan Baridwan dengan skripsi ini adalah penulis hanya menguji tindakan

perataan laba dalam kaitannya dengan kinerja saham (return dan risk) tanpa

menguji faktor yang diduga mempengaruhi tindakan perataan laba, selain itu

periode yang digunakan sebagai dasar pengujian juga berbeda. Serta pada

pembagian koefisien varibel, Salno dan Baridwan membagi koefisien variabel

laba yang digunakan dalam model Eckel ke dalam tiga variabel yaitu laba

operasi, laba sebelum pajak, dan laba bersih setelah pajak.sedangkan koefisien

variabel laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba bersih setelah

pajak. Sedangkan antara penelitian yang dilakukan antara Didit dan penelitian ini

adalah pada objek penelitian dan periode penelitian. Didit mengambil data laporan

laba rugi perusahaan yang terdaftar di BEJ pada periode 1997 – 2002, sedangkan

penelitian ini mengambil data laporan laba rugi perusahaan yang masuk dalam

golongan LQ 45 yang terdaftar di BEJ.

2.2 Manajemen Laba

Menurut Fiscehr dan Rosenweig (1995) yang dikutip oleh Sutrisno (2002),

manajemen laba dapat didefinisikan sebagai berikut :

“…tindakan seorang manajer dengan menyajikan


laporan yang menaikkan (menurunkan) laba pada
periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggung

30
jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan)
profitabilitas ekonomi tersebut dalam jangka panjang.”

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi

kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan

keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai

angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setyawati

dan Na’im, 2000). Manajemen laba dimungkinkan dilakukan oleh manajer apapun

motivasinya, karena manajer memiliki informasi asimetri terhadap pihak eksternal

(Afni dan Ihalauw, 2002).

Strategi manajemen dalam melakukan manajemen laba yang dikemukakan

oleh Wild, et al (2001:122) dalam Afni dan Ihalauw (2002), yaitu :

1. Increasing income, yaitu dengan mempercepat pencatatan pendapatan,

menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain, untuk

meningkatkan keuntungan.

2. Big bath, yang dilakukan saat perusahaan mengalami kemunduran kinerja,

atau saat terjadi peristiwa yang tidak terjadi setiap harinya atau luar biasa.

3. Income smoothing, yaitu dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan

laba untuk mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan

terllihat stabil atau tidak beresikotinggi.

Scott (1997) mengidentifikasi adanya empat pola yang dilakukan

manajemen untuk melakukan manajemen atas laba, yaitu :

1. Taking a bath, bentuk manajemen laba ini dilakukan pada periode kinerja

yang buruk atau pada saat terjadi peristiwa yang jarang terjadi, maka

dalam periode tersebut pengakuan laba akan diturunkan atau dinaikkan.

31
2. Income minimization, pola ini dapat dilakukan dengan menangguhkan

aset modal dan aset tidak berwujud secara cepat. Bentuk manajemen laba

ini serupa dengan takin a bath namun dalam bentuk yang kurang ekstrim.

3. Income maximization, tujuan manajer menaikkan laba adalah untuk

memenuhi tuntutan stakeholders serta pemakai laporan eksternal lainnya,

dan untuk tujuan bonus.

4. Income smoothing, tujuan dilakukan perataan laba adalah untuk

mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan

2.3 Perataan Laba

Tirole ( 1995 ) menyatakan perataan laba adalah proses manipulasi waktu

terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil.

Sedangkan Beidleman ( 1973 ) menyatakan bahwa perataan laba adalah suatu

usaha yang dilakukan manajemen untuk mengurangi atau menekan variasi dalam

laba sepanjang hal itu diperbolehkan oleh Prinsip prinsip Akuntansi yang berlaku.

Definisi lain dikemukakan oleh Barnea ( 1976 dalam Sugiarto 2003 )

perata laba adalah pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi pada beberapa

level laba supaya dianggap normal bagi perusahaan.

Koch ( 1981 dalam Salno dan Baridwan 2000 ) mendefinisikan perataan

laba sebagai alat yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi

laba yang dilaporkan agar mencapai suatu tingkat laba yang diinginkan oleh

manajemen, baik melalui metode akuntansi maupun melalui transaksi.

Menurut Sutrisno (2001), perataan laba merupakan suatu model dalam

pembentukan tindakan manajemen laba dua periode, dimana manajer menggeser

32
laba tahun berjalan dengan kemungkinan laba di masa mendatang. Assih dan

Gudono (2000) mendefinisikan perataan laba sebagai cara pengurangan dalam

variabilitas laba sejunlah periode tertentu atau dalam satu periode, yang mengarah

pada tingkat yang diharapkan atas laba yang dilaporkan.

Perataan laba yang didefinisikan oleh Moses (1987) dalam Nasir, dkk

(2002), merupakan suatu hubungan sebab akibat yang langsung antara fluktuasi

earning dan risiko pasar. Sedangkan Fudenberg dan Tirole (1995) dalam Salno

dan Baridwan (2000), menyatakan bahwa perataan laba adalah proses manipulasi

waktu terjadinya laba laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil.

Dalam penelitian ini, untuk menentukan terjadi atau tidaknya perataan

laba, peneliti menggunakan indeks Eckel. Eckel menggunakan coefficient

variation (CV) variabel penjualan bersih dan variabel laba untuk

mengklasifikasikan perusahaan ke dalam kelompok perata atau bukan perata laba.

Menurut Albrecth dan Richardson (1990) indeks Eckel memiliki kelebihan antara

lain

1 Objektif dan didasarkan pada perhitungan statistik yang dapat

menghasilkan pemisahan yang jelas (clear cut off) antara perusahaan

perata dan bukan perata.

2 Indeks tersebut mengukur perataan dengan cara merata-rata pengaruh

beberapa variabel perata tanpa memaksakan prediksi pendapatan,

pembuatan model dari laba yang diharapkan, pengujian biaya, atau

pertimbangan subjektif lainnya.

Laba dan penjualan yang diuji adalah laba dan penjualan untuk beberapa periode.

33
2.3.1 Motivasi Perata Laba

Beidleman ( 1973 ) menyatakan bahwa ada dua alasan yang digunakan

manajemen untuk melakukan perataan laba. Alasan pertama didasarkan pada

asumsi bahwa aliran laba yang stabil dapat mendukung tingkat deviden yang lebih

tinggi dibandingkan dengan aliran laba yang lebih berfluktuasi. Dengan anggapan

tersebut, perataan laba diharapkan memberi pengaruh yang menguntungkan bagi

nilai saham perusahaan karena risiko perusahaan dapat dikurangi. Yang kedua

berkaitan dengan upaya meratakan kemampuan untuk mengantisipasi fluktuasi

pada pola laba yang dilaporkan dan kemungkinan mengurangi korelasi antara

return yang diharapkan perusahaan dengan return portofolio pasar.

Bryshaw dan Eldin ( 1989 ) menemukan bahwa alasan manajemen

melakukan praktek perata laba adalah : 1 ) skema kompensasi manajemen yang

dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi

yang dilapoorkan, 2) fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat mengakibatkan

intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan atau

penggantian manajemen secara langsung. Ancaman penggantian manajemen

tersebut mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja sesuai dengan

keinginan pemilik.

Sopa Sugiharto ( 2003 ) menjelaskan beberapa faktor yang mendukung

perataan laba oleh manajemen antara lain ( Kompensasi bonus, Kontrak hutang,

Faktor politik, Pengurangan pajak, Perubahan CEO ). Manajemen akan

mendapatkan bonus jika melaporkan kinerja laba yang stabil, dengan perata laba

manajemen dapat mencapai suatu tingkat laba yang diinginkan. Jika ingin

34
memperpanjang kontrak hutang manajemen dapat merekayasa jumlah laba yang

diinginkan. Produsen domestic dapat menurunkan laba untuk mempengaruhi

keputusan regulasi impor. Untuk mengurangi jumlah pajak terutang perusahaan

bisa menurunkan jumlah laba dengan metode FIFO dalam persediaanya.

Perekayasaan laba dilakukan pada periode satu tahun sebelum penggantian tak

rutin excekutif.

Adapun motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan perataan laba

(Scott, 1997), yaitu :

1. Bonus plans

Laba sering dijadikan indikator penilaian prestasi manajer perusahaan,

dengan cara menetapkan tingkat laba yang harus dicapai dalam periode

tertentu. Laba juga dapat mengurangi biaya keagenan (agency cost).

2. Contracting incentives

Secara umum untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kontraktual termasuk

perjanjian hutang (debt convenants).

3. Stock price effets

Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan bertujuan

untuk mempengaruhi pasar, yaitu persepsi investor.

4. Political motivations

• Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari pemerintah,

dilakukan dengan cara menurunkan laba.

35
• Untuk memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah,

misalnya subsidi, perlindungan dari pesaing luar negeri, dilakukan

dengan cara menurunkan laba.

• Untuk meminimalkan tuntutan serikat buruh, dilakukan dengan cara

menurunkan laba.

5. Taxations motivations

Dalam hal ini manajer berusaha menurunkan laba untuk mengurangi beban

pajak yang harus dibayar.

6. Changes of Chief Executive Officer (CEO)

Dalam kasus pergantian manajer biasanya di akhir tahun tugasnya manajer

akan melaporkan laba yang tinggi, sehingga CEO yang baru akan merasa

sangat berat untuk mecapai tingkat laba tersebut

2.3.2 Teknik – teknik Perata Laba

Sopa Sugiarto ( 2003 ) menjelaskan berbagai teknik yang digunakan dalam

perataan laba adalah sebagai berikut :

1 Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi

Pihak manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi

melalui kebijakan manajemen sendiri (accruals). Misalnya pada biaya

riset dan pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang

menerapkan kebijakan diskon dan kredit sehinga hal ini dapat

menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan

terakhir tiap kuarter, sehingga laba kelihata stabil pada periode tertentu.

2 Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu

36
Manajer memiliki kewenangan untuk mengalokasikan pendapatan dan

atau beban untuk periode tertentu. Masalnya, jika penjualan meningkat

maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan penelitian serta

amortisasi goodwill pada periode itu untuk menstabilkan laba.

3 Perataan melalui klasifikasi

Manajemen memiliki kewenangan dan kebijakan sendiri untuk

mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda.

Misalnya, jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan maka

manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau

pendapatan non-operasi. Dan hal ini dapat digunakan sewaktu-waktu

untuk meratakan laba melihat kondisi pendapatan periode itu

2.3.3 Tipe Perataan Laba

Eckel (1981 dalam Michelson et. al, 1995) menggolongkan perataan laba

kedalam dua tipe perataan, yaitu:

1. Natural Smoothing, di mana proses laba secara inheren menghasilkan

aliran laba yang rata. Contohnya public utilities (perusahaan yang

earning-nya relatif stabil).

2. Intentional Smoothing, yang biasanya dikaitkan dengan tindakan

manajemen. Dalam hal ini, rangkaian laba yang dilaporkan dipengaruhi

oleh tindakan manajemen. Intentional smoothing diklasifikasikan

menjadi :

a. Real Smoothing, yang merupakan usaha yang diambil manajemen

dalam merespon perubahan kondisi ekonomi. Perataan ini

37
menyangkut pemilihan waktu kejadian transaksi untuk mencapai

sasaran perataan.

b. Artificial Smoothing, merupakan suatu usaha yang disengaja untuk

mengurangi variabilitas aliran laba secara artifisial. Perataan laba

ini dicapai dengan menggunakan kebebasan memilih metode

akuntansi yang memperbolehkan pemindahan biaya (cost) dan/atau

pendapatan (revenue) dari suatu periode akuntansi ke periode yang

lainnya. Artificial smoothing dapat dilakukan misalnya dalam

pemilihan metode depresiasi, yaitu dengan mengubah taksiran

umur aktiva.

Tipe income smoothing yang diklasifikasikan oleh Eckel (1981) dapat digambar-

kan sebagai berikut :

Gambar 2.1
Tipe Income Smoothing

Smooth Income Stream

Intentionally being smoothed by Naturally Smooth


management

Artificial Smoothing Real Smoothing

38
Dacher dan Malcom (1970) dalam Assih dan Gudono (2000) menyatakan

bahwa perataan laba atas laba yang dilaporkan dapat dicapai dengan 2 jenis

perataan, yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing adalah

perataan laba yang dilakukan melalui transaksi keuangan sesungguhnya dengan

mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja atas kebijakan operasi dan

waktunya. Sedangkan artificial smoothing adalah perataan laba melalui prosedur

akuntansi yang diterapkan untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari

satu periode ke periode yang lain. Oleh sebab itu, artificial smoothing sering juga

disebut accounting smoothing.

Barnea et.al ( 1976 ) membedakan dimensi perataan laba menjadi 3 jenis,

yaitu :

1. Perataan melalui keterjadian atau pengakuan suatu peristiwa

(smoothing through on event strategic management occurance or

recognition), misalnya : pengeluaran biaya riset dan pengembangan.

Selain itu, banyak juga perusahaan yang menerapkan kebijakan diskon

dan kredit, sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya jumlah

piutang dan penjualan, sehingga laba terlihat stabil pada periode

tertentu.

2. Perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu (smoothing through

allocation overtime). Manajer memiliki kewenagan untuk

mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu.

Misalnya : jika penjualan meningkat, maka manajemen dapat

39
membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada

periode tersebut untuk menstabilkan harga.

3. Perataan melalui klasifikasi ( classificatory smoothing ).

Manajemen memiliki kewenangan dan kebijakan sendiri untuk

mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda.

Misalnya : jika pendapatan non- operasi sulit untuk didefinisikan,

maka manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatn

operasi atau pendapatan non-operasi. Dalam hal ini dapat digunakan

sewaktu-waktu untuk meratakan laba dengan melihat kondisi

pendapatan periode itu.

Ayres (1994) dalam Narsa, dkk. (2003) mengungkapkan 3 faktor yang

dapat dikaitkan dengan munculnya praktik perataan laba, yaitu :

a. Manajemen akrual (accruals management).

Faktor ini biasa dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat

mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi

merupakan wewenang dari para manajer. Contohnya : dengan

mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan, menganggap

biaya sebagai suatu tambahan investasi.

b. Penerapan suatu kebijakan akuntansi (adoption of mandatory

accounting changes).

Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapakan

suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan,

yaitu: antara menerapkan lebih awal dari waktu yang diterapkan atau

40
menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut. Para manajer

tentu akan memilih menerapkan kebijaksanaan akuntansi bila dengan

penerapan tersebut dapat mempengaruhi baik aliran kas maupun

keuntungan perusahaan.

c. Perubahan akuntansi secara sukarela ( voluntary accounting changes )

Faktor ini berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau

mengubah suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak

metode yang dapat dipilih dan tersedia serta diakui oleh badan

akuntansi yang ada. Contohnya : penggantian metode FIFO ke LIFO

atau sebaliknya, mengubah metode penyusutan aktiva dari metode

garis lurus ke metode yang dipercepat atau sebaliknya

2.4 Laporan Keuangan

Menurut Baridwan ( 2000:17 ) laporan keuangan adalah hasil dari transaksi-

transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.Sedangkan

menurut Syam ( 2001:10 ) menyebutkan bahwa laporan keuangan sebagai salah

satu bahan dalam proses pengambilan keputusan atau sebagai laporan

pertanggung-jawaban manajemen atas pengelolaan perusahaan.

Penyusunan pelaporan keuangan pada umumnya digunakan untuk

menyediakan memberikan informasi yang menyangkut keuangan perusahaan pada

periode tertentu, baik untuk pihak intern maupun pihak ekstern. Menurut Syam

(2000:2-3) menyatakan bahwa “Pemakai informasi akuntansi dari suatu

perusahaan adalah pihak-pihak yang berkepentingan untuk perusahaan yang

mengeluarkan laporan keuangan untuk dipergunakan dalam pengambilan

41
keputusan ekonomi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut”. Dimana pihak-

pihak yang berkepentingan tesebut adalah : Manajer, Karyawan, Investor, Pemberi

pinjaman, Pemasok dan Kreditor lain, Pelanggan, Pemerintah dan Masryarakat.

Menurut IAI dalam PSAK paragraf 12 (2002:4) menyatakan bahwa tujuan

dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi

keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang

bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Laporan keuangan menurut SFAC No. 1 (FASB,1983) terdiri dari :

1 Neraca (Balance Sheet atau Statement of Financial Stataement)

2 Laporan laba rugi (Income atau Earning Statement)

3 Laporan laba ditahan (Statement of Retained Earning)

4 Laporan perubahan kepemilikan (Statement Of Order Changes in

Owner or Stockholder Equity)

5 Laporan aliran kas/ laporan perubahan posisi keuangan (Statement of

Changes in Financial Position/ Statement of Sources and Application

of Fund)

2.5 Saham

Saham merupakan suatu bentuk modal penyertaan atau bukti posisi

kepemilikan dalam suatu entitas. Saham yang dapat menjadi alat investasi adalah

yang dikenal sebagai emisi yang diperdagangkan secara umum yaitu saham yang

tersedia bagi masyarakat umum dan dibeli serta dijual di pasar terbuka.

( Sunariyah 2003 )

42
Hak dasar yang diharapkan investor adalah memperoleh dividen, yaitu

bagian keuntungan dari perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham.

Keputusan tentang besarnya dividen yang dibagikan ditentukan oleh direksi

perusahaan. Direksi tidak harus membayarkan semua keuntungan atau laba

perusahaan kepada pemegang saham, tetapi juga dapat menahan laba dengan

tujuan menambah fasilitas kekayaan perusahaan atau untuk memperkuat struktur

keuangan perusahaan Perusahaan yang sedang berkembang cepat cenderung

membagikan sedikit dividen kas atau bahkan tidak sama sekali, karena dana

perusahaan akan digunakan untuk melakukan ekspansi usaha. Sebaliknya

perusahaan yang sudah mapan dan menguntungkan akan membagikan laba dalam

bentuk dividen kas. ( Sunariyah 2003 )

2.5.1 Analisis saham

Hanafi dan Halim ( 2003 ) mengemukakan ada tiga cara yang digunakan

untuk menganalisa saham, yaitu :

1 Analisis fundamental

Analisis fundamental menekankan pada penentuan harga berdasarkan

keinginan investor untuk melakukan investasi, baru kemudian melihat pasar

untuk melihat apakah saham yang dijual di pasar sesuai dengan

keinginannya. Selain itu analisis fundamental juga menekankan pada nilai

intrinsik dari saham, artinya nilai intrinsik ini tergantung pada keuntungan

potensial dari suatu sekuritas, dalam hal ini juga tergantung pada faktor-

faktor fundamental seperti kualitas manajemen, kinerja perusahaan, kondisi

dari industri, serta kondisi ekonomi yang ada.

43
2 Analisis teknis

Analisis teknis berusaha untuk memprediksi tingkat harga saham dimasa

yang akan datang dengan mengevaluasi satu atau beberapa bentuk data masa

lalu yang diperoleh dari pasar itu sendiri. Asumsi dasar teori teknis ini

adalah bahwa kejadian masa lalu yang telah berulang kali terjadi. Perilaku

harga yang mempunyai pola tertentu dalam sekuritas individual dan akan

terjadi dimasa yang akan datang.

3 Pendekatan pasar modal efisien

Pendekatan pasar menyatakan bahwa seseorang tidak dapat meramalkan

harga saham di masa yang akan datang hanya berdasarkan pada peristiwa

masa lalu mengingat pasar sekuritas yang begitu sempurna. Dalam pasar,

harga sekuritas mencerminkan seluruh informasi yang ada dan informasi

tersebut relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga

sekuritas, maka semakin efisien pasar modal tersebut. Adanya informasi

yang dipublikasikan akan merubah keyakinan para investor yang dapat

dilihat dari reaksi pasar.

2.5.2 Kinerja Saham

Fabozzy ( 1999 ), menyatakan yang dimaksud dengan kinerja saham

adalah :

1. Return saham adalah tingkat keuntungan yang diperoleh dalam

beberapa periode tertentu, umumnya satu tahun, melalui investasi

yang dilakukan investor.

44
2. Risk (risiko) saham. Risiko pada umumnya diukur sebagai perbedaan

pengembalian dari waktu ke waktu, yaitu berapa besar selisih

pengembalian terhadap rata-rata pengembalian.

a. Return saham

Dalam melakukan investasi, investor menghendaki tingkat keuntungan

(return) tertentu yang diharapkan untuk masa-masa yang akan datang. Dengan

kata lain, return merupakan hasil yang dinikmati oleh para pemodal (investor)

atas suatu investasi yang dilakukannya (Prasetio dan Astuti, 2003).

Return dari suatu investasi tergantung pada instrumen investasinya.

Sertifikat deposito di bank memberikan bunga sebesar prosentase tertentu dan

sifatnya pasti. Obligasi menjanjikan kupon bunga yang akan dibayarkan secara

periodik atau sekaligus dan sifatnya pasti. Lain halnya dengan saham, saham tidak

menjanjikan suatu return yang pasti bagi para investor. Pemengang saham dapat

memperkirakan besarnya return yang akan diterima dimasa yang akan datang,

tetapi belum tentu tepat. Hal ini kemudian dijelaskan oleh Hanafi dan Halim

( 2003 ) bahwa risiko yang berkaitan dengan investasi saham pada dasarnya sama

dengan risiko yang berkaitan dengan perusahaan pada umumnya, yang juga

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : kondisi perekonomian (misalnya resesi

dan inflasi), faktor-faktor industri (misalnya persaingan, perubahan teknologi,

kekuatan tawar-menawar dari supplier, pembeli, tersedianya barang-barang

substitusi), faktor-faktor dari perusahaan itu sendiri (misalnya kualitas

manajemen, goodwill dan paten yang dipunyai). Faktor-faktor tersebut akan

45
mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan dan mempengaruhi return

perusahaan.

Return yang diterima oleh investor dalam investasinya pada saham, dapat

berupa return realisasi (realized return) yang sudah terjadi atau return realisasi

(expected return) yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi dimasa

mendatang (Harianto et. al, 1998 dalam Prasetio dan Astuti, 2003). Return

realisasi merupakan return yang dihitung berdasrkan data historis. Return

realisasi ini penting karena digunakan sebaga salah satu pengukur kinerja

perusahaan dan juga berguna sebagai dasar penentuan return ekpektasi dan risiko

di masa datang.

Pada penelitian ini return yang akan dihitung adalah return yang diterima oleh

investor yakni return realisasi yang merupakan keuntungan yang benar-benar

terjadi.

b. Return pasar

Secara keseluruhan return pasar saham dapat diukur dengan menggunakan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG dipakai sebagai ukuran statistikal

untuk mengetahui perubahan harga saham dari waktu ke waktu terhadap tahun

dasar. Indeks ini dapat dihitung untuk semua saham atau hanya sebagian dari

saham yang beredar di bursa. IHSG di bursa efek diperoleh melalui perhitungan

IHGS tertimbang. IHSG dapat dikatakan sebagai indikasi harga saham-saham

secara keseluruhan. Sunariyah ( 2003 )

46
c. Risiko (β)

Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah dalam

mempertimbangkan suatu investasi. Return dan risiko mempunyai hubungan yang

positif, semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin besar pula return

yang harus dikompensasikan.

Hanafi dan Halim ( 2003 ) membedakan risiko menjadi dua macam, yaitu :

1. Risiko sistematis (systematic risk), yakni risiko yang berpengaruh

terhadap semua investasi dan tidak dapat dikurangi atau dihilangkan

dengan jalan melakukan diversifikasi. Risiko ini timbul akibat pengaruh

keadaan perekonomian, politik dan sosial budaya, dimana mempunyai

pengaruh secara keseluruhan. Termasuk dalam risiko ini adalah risiko

pasar, risiko tingkat bunga, risiko daya beli. Risiko ini juga disebut

undiversiable risk.

2. Risiko tidak sistematis (unsystematic risk), yakni risiko yang melekat

pada investasi tertentu karena kondisi yang unik dari perusahaan. Risiko

ini dapat dikurangi dengan mengadakan diversifikasi. Termasuk dalam

risiko ini adalah risiko keuangan dan risiko bisnis. Risiko ini juga

disebut diversifiable risk.

Hanafi dan Halim ( 2003 ) menjelaskan bahwa dalam hubungannya

dengan pasar, risiko diukur dengan beta (β). Beta merupakan suatu pengukur

volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta

mengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio

relatif terhadap risiko pasar. Jika fluktuasi return-return sekuritas atau portofolio

47
secara statistik mengikuti fluktuasi return-return pasar, maka beta dari sekuritas

atau portofolio tersebut dikatakan bernilai 1. Beta bernilai 1 menunjukkan bahwa

risiko sistematik suatu sekuritas atau portofolio sama dengan risiko pasar. Beta

sama dengan satu juga menunjukkan jika return pasar begerak naik (turun), return

sekuritas atau portofolio juga bergerak naik (turun) sama besarnya mengikuti

return pasar .

2.6 Kerangka Pemikiran

Perusahaan yang telah go publik akan mengeluarkan laporan keuangan pada akhir

periode, informasi – informasi dalam laporan keuangan dapat dijadikan sebagai

media komunikasi antara pihak manajemen dengan pihak – pihak yang lain.

Informasi yang biasanya menjadi pusat perhatian adalah laba, karena kinerja suatu

perusahaan, khususnya kinerja manajemen dapat dilihat dari laba, yang nantinya

akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh berbagai pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan.

Sebagian manajer melakukan perata laba, dan sebagian lagi tidak

melakukan perata laba. Adanya keinginan manajer untuk memuaskan para

pengguna laporan keuangan atas kinerjanya, mendorong manajer untuk

melekukan perataan laba. Hal ini disebabkan karena laba yang stabil atau rata

dapat meningkatkan kepercayaan para pemegang saham, yang secara tidak

langsung akan memperluas pasar saham perusahaan, meningkatkan nilai saham,

mengurangi covarians atas return dengan pasar, yang nantinya berhubungan

dengan risiko pasar saham. Sehingga kerangka pemikiran dapat digambarkan

seperti dibawah ini :

48
Perusahaan yang termasuk dalam LQ-45 (1998-2003), Diambil sampel
menggunakan metodePurposive Sampling

Diuji dengan Indeks Eckel

Bila CV ΔS > Bila CV ΔS <


CV ΔI, ditandai Perata Bukan Perata CV ΔI, ditandai
dengan angka 1 dengan angka 0

Menguji Apakah
1. Ada Perbedaan return antara perusahaan perata dengan bukan perata
2. Ada Perbedaan resiko antara perusahaan perata dengan bukan perata

Analisis Beda dua rata-rata untuk


hipotesis kedua dan ketiga

Data berdistribusi Data berdistribusi


normal, diuji tidak normal, diuji
dengan Indipendent dengan Mann-
t-test Whitney test

* t hitung > t tabel, H0 ditolak * z hitung > z tabel, H0 ditolak


* t hitung < t tabel, H0 diterima * z hitung < z tabel, H0 diterima

Kesimpulan

49
2.7 Hipotesis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Michelson et. al ( 1995 ) yang

menyatakan bahwa terdapat praktek perataan laba yang terjadi di pasar saham

yang ada di Standard and Poor’s 500 index. Dan menemukan bahwa perusahaan

yang melakukan perata laba memiliki return dan risiko saham yang lebih rendah

daripada perusahaan yang tidak melakukan perata laba. Dari penelitian ini maka

hipotesis penelitian yang diajukan adalah :

a. Diduga terdapat praktek perataan laba pada perusahaan go publik yang

terdaftar di BEJ

b. Diduga terdapat perbedaan signifikan antara return saham pada perusahaan

perata laba dan perusahaan bukan perata laba.

d. Diduga terdapat perbedaan signifikan antara risk saham pada perusahaan

perata laba dan perusahaan bukan perata laba.

50
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek penelitian

Objek penelitian yang peneliti lakukan yaitu pada perusahaan perusahaan

yang masuk secara berturut – turut dalam daftar LQ 45 dari tahun 1998 sampai

dengan tahun 2003 yang listing di BEJ

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Analisis (Analitytical Research)

karena bertujuan untuk menguji Kebenaran hipotesis dan menggunakan

pendekatan Kuantitatif. Penelitian ini akan menganalisis dan membuktikan ada

tidaknya, perbedaan kinerja saham ( return dan risk ) perusahaan perata laba

3.3 Jenis Data Dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder,Dalam

hal ini data yang diperlukan adalah:

1. Data laporan laba rugi per 31 Desember periode th 1998 sampai dengan th

2003 pada perusahaan-perusahaan yang secara berturut – turut masuk dalam

Daftar LQ 45 yang listing di BEJ.

2. Data saham yang meliputi Data Indeks harga saham dan Data IHSG Th 1998

sampai dengan Th 2003 pada perusahaan-perusahaan yang berturut – turut

masuk dalam Daftar LQ 45 yang listing di BEJ.

51
Sumber data tersebut diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory

(ICMD), Prospektus Perusahaan, Fact Book BEJ, JSX Statistic, serta database

Pojok BEJ Universitas Brawijaya. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan

metode kuantitatif

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode

Dokumentasi, dikumpulkan, diseleksi kemudian diolah.

3.5 Teknik Analisa Data

Dalam menganalisa data penulis menggunakan data Kuantitatif,yaitu data

yang berbentuk Angka kemudian dianalisa dengan membandingkan data yang

satu dengan data yang lain.

Tahapan-tahapan dalam menganalisis data adalah sbb:

a. Status perusahaan sebagai perata laba dan bukan perata laba akan

diklasifikasikan dengan menggunakan indeks eckel. Untuk itu yang perlu

dilakukan adalah :

1. Suatu perusahaan dikatakan perata apabila coefficient variation

perubahan penjualan (CV∆S) lebih besar daripada coefficient variation

perubahan laba (CV∆I). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui

besarnya CV∆S maupun CV∆I sebagai berikut

Σ(∆x - ∆x ) 2
CV∆S atau CV∆I = : ∆x
n −1

52
keterangan :

∆x = perubahan penjualan (S) atau laba (I) antara tahun n dengan n-1

∆x = rata-rata perubahan penjualan (S) atau perubahan laba (I)

n = banyaknya tahun yang diamati.

Menghitung CV∆S dan CV∆I untuk masing-masing sampel dengan

menggunakan program Excel.

2. Setelah CV diketahui, terhadap masing-masing perusahaan akan diberi

tanda. Untuk perusahaan dengan CV∆S > CV∆I diberi nama perata laba,

yang berarti telah melakukan perataan laba. Sebaliknya, perusahaan dengan

CV∆S < CV∆I akan diberi nama bukan perata laba, yang berarti tidak

melakukan perataan laba.

b. Return saham merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh dari investasi saham

yang diperoleh dari Capital Gain atau Capital Losses. Capital Gain atau Capital

Losses merupakan tingkat harga saham di Bursa Efek Jakarta setiap akhir bulan

berikutnya sebagai awal bulan (t-1) dan harga saham akhir bulan yang

bersangkutan sebagai nilai akhir (t).

Return saham bulanan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pi , t − Pi , t −1 Pi , t
R i, t = = −1
Pi , t −1 Pi , t −1

53
Dimana,

Ri, t = return saham perusahaan i selama bulan t

Pi, t = harga jual terakhir untuk saham perusahaan i selama bulan t

Pi, t-1 = harga jual terakhir untuk saham perusahaan i selama bulan t-1

c. Return pasar merupakan perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setiap

bulan sebelumnya sebagai nilai awal (t-1) dan IHSG akhir bulan yang

bersangkutan sebagai nilai akhir (t), dapat dirumuskan :

IHSG t − IHSG t −1
Rm =
IHSG t −1

Keterangan:

Rm = Return pasar perioda t

IHSGt = Indeks Harga saham gabungan perioda t

IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan perioda t-1

d. Sedangkan risiko saham merupakan variabilitas dari return saham. Dalam

penelitian ini risiko diukur dengan parameter statistik yakni beta (β). Dengan

menggunakan model CAPM ( Capital Asset Pricing Model ), akan diperoleh

angka beta untuk masing-masing perusahaan. Model CAPM dapat

diformulasikan sebagai berikut :

Ri = Rf + ( Rm – Rf ) βi

54
Keterangan:

Rf = Return Investasi bebas risiko, dalam hal ini dilihat dari tingkat

suku bunga deposito bank pemerintah

Rm = Return pasar

βI = Beta saham i ( indikator risiko sistematis )

Return pasar bisa dihitung melalui return IHSG. Return investasi bebas risiko bisa

dilihat dari tingkat bunga deposito bank pemerintah, karena diasumsikan bank

pemerintah mempunyai perlindungan implisit, sehingga bank pemerintah tidak

mungkin bangkrut ( Hanafi dan Halim 2003 )

e. Melakukan uji kenormalan data dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov

test. Kolmogorov-Smirnov test merupakan suatu test yang digunakan untuk

melakukan uji normalitas data, yaitu menguji populasi berdistribusi normal atau

tidak berdistribusi normal. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menetapkan

hipotesis awal dan hipotesis alternatif, yaitu:

Ho : data berdistribusi normal

Ha : data tidak berdistribusi normal

Adapun rumus hitung Kolmogorov-Smirnov adalah:

D = maksimum Fo (x) - S N ( x )

Keterangan:

55
Fo (x) = distribusi frekuensi kumulatif baku

SN (x) = distribusi frekuensi kumulatif observasi

Tingkat signifikasi (α) yang digunakan adalah sebesar 5%

Ho ditolak jika Dhitung > Dtabel

Santoso (2003) menyebutkan bahwa hipotesis nol diterima apabila nilai

probabilitas yang dihasilkan adalah lebih dari 0,05 yang menyatakan data

berdistribusi normal dan kemudian akan dilakukan pengujian dengan uji t. Namun

apabila hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal,

maka alternatif pengujiannya adalah dengan menggunakan uji non parametrik

Mann-Whitney.

f. Melakukan uji F (uji Lavene)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians 2 populasi sama atau

berbeda. Hasil pengujian ini berguna untuk menentukan rumus t hitung yang

digunakan. Apabila varians sama maka akan digunakan rumus t hitung dengan

asumsi varians sama (pooled varians). Apabila varians populasi tidak sama maka

akan digunakan rumus t hitung dengan asumsi varians tidak sama (separated

varians) (Sugiyono, 1999:198). Pengujian dilakukan dengan menetapkan

hipotesis, yakni:

Ho : kedua varians populasi adalah sama

Ha : kedua varians populasi adalah tidak sama

56
Adapun rumus uji F adalah:

Varian terbesar
F=
Varian terkecil

Dengan df pembilang = n terbesar –1, dan df penyebut = n terkecil –1

Tingkat signifikasi (α) yang digunakan adalah sebesar 5%

P value < α signifikan

g. Melakukan uji t untuk 2 sampel independen

Uji t dalam hal ini dilakukan untuk menguji signifikasi antara dua sampel

independen yang berasal dari suatu populasi dan hanya dapat digunakan apabila

asumsi data terdistribusi normal terpenuhi. Hipotesis yang dibuat:

Ho : tidak terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata return/risk perusahaan

perata laba dan perusahaan bukan perata laba.

Ha : terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata return/risk perusahaan

perata laba dan perusahaan bukan perata laba

Rumus t hitung dengan asumsi varians sama (pooled varians) adalah:

x1 − x 2
t=  1 1 
Sp 2  + 
 n1 n 2 

57
2 2
(n − 1) S1 + (n 2 − 1) S 2
Sp = 1
2
n1 + n 2 − 2

Tingkat signifikasi yang digunakan adalah 5%, dengan df = n1 + n2 – 2

Rumus t dengan asumsi varians tidak sama (separated varians) adalah:

x1 − x 2
2 2
S1 S
+ 2
n1 n2

Harga t sebagai pengganti t tabel adalah selisih t tabel dengan df (n 1 - 1) dan df (n2

- 1) dibagi 2 dan kemudian ditambahkan dengan harga t tabel yang terkecil

(Sugiyono, 1999:197).

Keterangan:

x 1 dan x 2 adalah rata-rata hitung sampel

n1 dan n2 adalah jumlah sampel

Sp2 adalah estimasi varian gabungan

S2 adalah standar deviasi kuadrat

Ho diterima apabila t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

Santoso (2003) menyebutkan bahwa apabila nilai yang didapatkan lebih besar

dari tingkat signifikan 0,05 maka kesimpulan yang harus diberikan adalah Ho

diterima.

58
BAB IV

HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian data

1. Deskripsi PT. Bursa Efek Jakarta

Pasar modal Indonesia telah ada sejak masa penjajahan Belanda yaitu pada

tangggal 14 Desember 1912 dengan dibentuknya 13 asosiasi broker di Jakarta yang

memperdagangkan saham-saham perusahaan Belanda. Pada tahun 1949 sampai tahun

1976 pasar modal Indonesia mengalami stagnasi.

Pasar modal Indonesia dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dengan

keluarnya keputusan presiden No. 52 tahun 1976 yang menetapkan pendirian pasar

modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal, pembentukan Badan Pelaksana

Pasar Modal (BAPEPAM), dan PT Danareksa.

59
BEJ mempunyai target dan fungsi menyelenggarakan sistem dan sarana untuk

mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan

memperdagangkan efek diantara mereka. Untuk melaksanakan tugas perdagangan

efek, sebelumnya pada tanggal 17 Februari1992 BEJ telah menetapkan ketentuan

mengenai BEJ melalui KEP 01/BEJ/1992.

Pasar modal Indonesia sampai tahun 1988 hanya mempunyai 24 perusahaan

yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, sehingga dikatakan pasar modal Indonesia dalam

keadaan tidur panjang. Kemudian setelah tahun 1988 pasar modal Indonesia

mengalami peningkatan aktivitas yaitu ditunjukkan oleh bertambahnya jumlah

60
perusahaan yang terdaftar di BEJ, pada tahun 1990 telah mencapai 122 perusahaan

yang tercatat dan terus meningkat menjadi 316 perusahaan tercatat pada tahun 2002.

Dari 316 perusahaan didalamnya terdapat 45 perusahaan yang memilki kinerja

saham terbaik, kemudian 45 perusahaan digolongkan kedalan indeks LQ – 45. Indeks

ini hanya terdiri dari 45 saham yang telah terpilih setelah beberapa kriteria pemilihan

sehingga akan terdiri dari saham – saham dengan likuiditas ( LiQuid ) dan kapasitas

pasar yang tinggi.

Indiks LQ 45 dihitung mundur hingga tanggal 13 juli 1994 sebagai hari dasar,

dengan nilai dasar 100. Sehingga memiliki data histories yang cukup panjang. Untuk

seleksi awal digunakan data pasar dari juli 1993 – juni 1994, hasilnya terpilih 45

emiten yang mengcover 73 % dari total kapitalisasi pasar dan 72,5 % nilai transaksi

di pasar regular.

Untuk dapat masuk dalam pemilihan, suatu saham harus memenuhi kriteria

tertentu dan melewati seleksi utama, sebagai berikut :

1. Masuk dalam ranking 60 terbesar dari total transaksi saham di pasar regular

( rata rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir )

2. Rank berdasar kapitalisasi pasar ( rata – rata kapitalisasi harian selama 12

bulan terakhir )

3. Telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan

4. Keadaan keuangan perusahaan dan prospektus pertumbuhanya, frekuensi

dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar regular.

61
Bursa Efek Jakarta akan terus memantau perkembangan komponen usaha

yang masuk dalam perhitungan Indeks LQ 45. Setiap tiga bulan sekali akan dilakukan

review pergerakan ranking saham – saham yang akan digunakan dalam perhitungan

Indeks LQ 45. pergantian saham akan dilakukan setiap 6 bulan sekali, yaitu setiap

awal bulan Februari – Agustus.

Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria lagi, maka saham

tersebut harus dikeluarkan dari perhitungan indeks dan digantikan dengan saham lain

yang memiliki kriteria.

2. Deskripsi Objek Penelitian

Objek penelitian yang dijadikan sampel pada penelitian ini terdiri dari 16

perusahaan yang merupakan hasil pemilihan sampel dari 45 sampel dengan kriteria

tertentu, 16 perusahaan hasil seleksi sampel digambarkan dalam tabel 4.1 berikut ini.

62
Tabel 2.1
Nama-Nama Sampel Hasil Seleksi

No Kode Nama Emiten Sektor Industri


1 AALI Astra Argo Lestari, Tbk Agriculture

2 ANTM Aneka Tambang, Tbk Mining

3 ASII Astra International Indonesia,Tbk Automotive and Components

4 GGRM Gudang Garam, Tbk Tobacco manufactures

5 HMSP H.M Sampoerna, Tbk Tobacco manufactures

6 INDF Indofood Sukses Makmur, Tbk Food and Beverages

7 ISAT Indosat, Tbk Telecomunication

8 JIHD Jakarta In’t Hotel & Dev, Tbk Restaurant, Hotel&Tourism

9 KLBF Kalbe Farma, Tbk Pharmaceuticals

10 MPPA Matahari Putra Prima, Tbk Retail Trade

11 PNBN Bank Pan Indonesia, Tbk Bank

12 RALS Ramayana Lestari Sentosa, Tbk Retail Trade

13 SMCB Semen Cibinong, Tbk Cement

14 SMGR Semen Gresik (Persero), Tbk Cement

15 TINS Timah, Tbk Metal and Mineral Mining

16 TLKM Telekomunikasi Indonesia, Tbk Telecomunication


Sumber: ICMD tahun 1998-2003

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terdapat 16 sampel perusahaan yang merupakan

perusahaan yang selama 5 tahun berturut – turut masuk kedalam kategori Indeks

LQ 45 sejak tahun 1998 – 2003.

63
B. Hasil Analisis

1. Klasifikasi Perusahaan Sampel Kedalam Kelompok Perata Laba dan Bukan

Perata Laba dengan Menggunakan Indeks Eckel

Perusahaan sampel diklasifikasikan menjadi perusahaan perata laba dan

perusahaan bukan perata laba dengan menggunakan indeks Eckel. Hasil dari

pengklasifikasian ini disajikan pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 2.2
Ringkasan Hasil Penghitungan Indeks Eckel

Status Kode Nama Perusahaan


Perata AALI Astra Agro Lestari Tbk
HMSP HM Sampoerna
JIHD JIHD
MPPA Matahari Putra Prima Tbk
PNBN Bank Pan Indonesia Tbk
SMCB Semen Cibinong
TINS Timah Tbk
Jumlah 7 ( Tujuh )
Bukan Perata ANTM Aneka Tambang ( Persero ) Tbk
ASII Astra Int’l Tbk
GGRM Gudang Garam
INDF Indofood Sukses Makmur
ISAT INDOSAT
KLBF Kalbe Farma
RALS Ramayana Lestari Sentosa Tbk
SMGR Semen Gresik
TLKM Telkomunikasi Indonesia
Jumlah 9 ( Sembilan )
Total Sampel 16 ( Enam Belas )
Sumber diolah : data diolah lampiran

Selama periode penelitian (1998-2003), diperoleh sebanyak 16 perusahaan

sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Diperoleh status perusahaan

sebagai perata laba sebanyak 7 perusahaan atau 44% dari keseluruhan jumlah

64
sampel, sedangkan jumlah perusahaan yang berstatus bukan perata laba lebih banyak

jumlahnya daripada perusahaan perata laba, yaitu sebanyak 9 perusahaan atau 56%

dari keseluruhan jumlah sampel. Hasil ini mengindikasikan bahwa secara umum

perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kategori LQ-45 tidak melakukan usaha

earning management dengan perataan laba selama peiode penelitian.

2. Pengujian Terhadap Return dan Risiko Pasar Saham

A. Uji Statistik Diskriptif

Uji statistik deskriptif dilakukan terhadap rata-rata return saham dan rata-rata

beta saham perusahaan sampel. Untuk mengetahui secara pasti distribusi data yang

sesungguhnya, dilakukan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,05. Pengujian dilakuakan pada sub-bab berikutnya.

Tabel berikut menyajikan hasil uji statistik deskriptif untuk variabel return,

dan beta perusahaan.

Tabel 3.1
Hasil Uji Statistik Deskriptif
De scriptiv e Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


return_perata 7 .00073 .00958 .0030637 .00320960
return_bukanperata 9 .00003 .00601 .0028303 .00185754
beta_perata 7 .67134 1.15287 .8748127 .19305223
beta_bukanperata 9 .57280 1.26046 .8868580 .17827508
Valid N (listwise) 7
Sumber: data diolah lampiran

Dari tabel 4.2 di atas, baik untuk return ataupun beta dapat diketahui bahwa

masing-masing terdapat 7 data observasi yang berstatus perata dan 9 data observasi

65
yang berstatus bukan perata, sehingga jumlah keseluruhan observasi adalah sebanyak

16 data observasi.

Selama periode penelitian, untuk variabel return saham diperoleh nilai

minimum sebesar 0,003%, nilai maksimum sebesar 0,958%, dengan nilai rata-rata

sebesar 0,306% untuk perusahaan yang berstatus perata dan sebesar 0,283% untuk

perusahaan yang berstatus bukan perata. Hasil ini menunjukkan bahwa saham-saham

LQ-45 selama periode 1998-2003 mampu menunjukkan kinerja yang cukup stabil

dan bagus, hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya return saham bernilai

negatif selama periode ini, baik yang berstatus perata atau bukan perata. Dari nilai

rata-rata tampak bahwa perusahaan dengan status perata ternyata mampu memberikan

tingkat keuntungan yang lebih besar daripada perusahaan bukan perata.

Untuk beta saham, selama periode penelitian diperoleh nilai minimum sebesar

0,57, nilai maksimum sebesar 1,26, dengan nilai rata-rata sebesar 0,874 untuk

perusahaan berstatus perata dan sebesar 0,887 untuk perusahaan berstatus bukan

perata. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan perataan laba

ternyata memang mampu mengurangi tingkat risiko perusahaan, hal ini bisa dilihat

dari nilai rata-rata beta yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan perusahaan

yang tidak melakukan perataan laba.

B. Uji Normalitas Data

66
Uji normalitas data dilakukan terhadap variabel return dan beta saham,

pengujian dilakukan dengan tujuan agar dapat digunakan alat uji statistik yang tepat

terhadap data penelitian. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut.

67
Tabel 3.2

Hasil Uji Normalitas Return dan Risiko saham

One – Sample Kolmogrov – Sminorv Test


Asymp. Sig
No Variable Keterangan Distribusi
( 2-Tailed )
1 Return Perata 0,541 P > 0,005 Normal
Return Bukan Perata 0,330 P > 0,005 Normal
2 Risiko Perata 0,802 P > 0,005 Normal
Risiko Bukan Pertata 0,627 P > 0,005 Normal
Sumber : Data Diolah Lampiran
Dari hasil pengujian pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 diatas diperoleh nilai

Asymptotic Significance >0,05 untuk semua variabel penelitian (return dan beta

saham), baik untuk perusahaan perata atau bukan perata, dengan hasil ini maka dapat

disimpulkan bahwa data berdistribusi normal sehingga digunakan statistik parametrik

sebagai alat uji hipotesis.

C. Pengujian Hipotesis

1. Uji Hipotesis I

Pengujian Hipotesis I dilakukan untuk membuktikan apakah memang terdapat

praktek earning management yang dilakukan dengan melakukan income smoothing

(perataan laba) pada perusahaan-perusahaan yang tergolong dalam indeks LQ 45 di

BEJ. Pengujian dengan menggunakan Indeks Eckel dengan dasar apabila nilai Indeks

Eckel yang diperoleh <1 maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan melakukan

usaha perataan laba. Hasil perhitungan Indeks Eckel disajikan pada tabel berikut:

68
Tabel 3.3

Indeks Eckel Perusahaan Sampel

Perusahaan CV ∆I CV ∆S Indeks Status

AALI 2,068 2,584 0,80007 Perata


ANTM 66,917 5,007 13.36477 Bukan Perata
ASII 1,006 0,921 1.09138 Bukan Perata
GGRM 7,506 2,023 3.71004 Bukan Perata
HMSP 1,487 1,649 0.90191 Perata
INDF 3,397 3,132 1.08461 Bukan Perata
IAST 2,003 1,495 1.33964 Bukan Perata
JIHD 1,813 2,965 0.61166 Perata
KLBF 15,513 1,837 8.44716 Bukan Perata
MPPA 2,060 2,979 0.69150 Perata
PNBN 1,253 57,633 0.02173 Perata
RALS 19,040 3,833 4.96710 Bukan Perata
SMCB 1,027 2,553 0.40223 Perata
SMGR 14,139 2,732 5.17558 Bukan Perata
TINS 1,765 50,726 0.03479 Perata
TLKM 1,472 1,215 1.21194 Bukan Perata
Sumber: data diolah lampiran

Dari tabel 4.3 di atas tampak bahwa terdapat sebanyak 7 perusahaan

yang memiliki nilai Indeks Eckel <1, dengan hasil ini maka Hipotesis I dapat

dinyatakan bahwa terdapat praktek perata laba sebanyak 7 perusahaan dari 16

perusahaan sampel yang berturut – turut masuk dalam Indeks LQ 45.

69
2. Uji Hipotesis II dan III

Pengujian Hipotesis II dilakukan untuk untuk membuktikan apakah memang

terdapat perbedaan signifikan antara return dan beta saham pada perusahaan perata

laba dan perusahaan bukan perata laba. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.4
Hasil Uji-t Sampel Independen

Variabel Nilai t-hitung Probabilitas (p) Keterangan


Return 0,183 0,857 Tidak signifikan
Beta -0,129 0,899 Tidak signifikan
Sumber: data diolah lampiran

Kaidah pengambilan keputusan adalah apabila nilai p<0,05 maka Ho ditolak.

Dari hasil pengujian pada tabel 4.6 diatas, untuk variabel return diperoleh nilai p

sebesar 0,857 (lebih besar dari 0,05), dengan hasil ini maka Hipotesis II tidak ditolak,

jadi tidak terdapat perbedaan signifikan antara return saham pada perusahaan perata

laba dan perusahaan bukan perata laba.

Dari hasil pengujian terhadap beta saham diperoleh nilai p sebesar 0,899

(lebih besar dari 0,05), dengan hasil ini maka Hipotesis III juga tidak ditolak, jadi

tidak terdapat perbedaan signifikan antara risiko saham pada perusahaan perata laba

dan perusahaan bukan perata laba.

C. Pembahasan

Dari hasil pengujian terhadap Hipotesis I, diperoleh fakta yang mendukung

teori bahwa memang terdapat praktek perataan laba pada perusahaan LQ 45 di BEJ,

70
yang berturut – turut masuk dalam indeks 45 pada periode 1998 – 2003, dari 16

perusahaan yang berturut – turut masuk, terdapat 7 perusahaan yang tergolong

sebagai perata laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Michelson et. al

(1995), walaupun dilakukan pada pasar modal Amerika Serikat. Hasil penelitian ini

juga konsisten dengan hasil penelitian Salno dan Baridwan (2000) dan Didit (2004).

Persamaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian pendahuluan adalah bahwa

masih lebih banyak perusahaan yang memilih untuk tidak melakukan perataan laba

pada pasar modal Indonesia, hasil ini ditunjukkan dengan jumlah perusahaan dengan

status perata yang masih kurang dari 50% dari keseluruhan sampel penelitian. Hasil

ini juga menggambarkan bahwa beberapa perusahaan lebih memilih melakukan

earning management dengan metode lain selain melakukan income smoothing.

Pada pengujian Hipotesis II dan III, diperoleh fakta yang mendukung tidak

ditolaknya hipotesis nol, yaitu tidak terdapat perbedaan return dan risiko antara

perusahaan perata dan buka perata. Hasil ini konsisten dengan penelitian Salno dan

Baridwan (2000) akan tetapi tidak konsisten dengan hasil penelitian Didit (2004)

yang menemukan fakta bahwa terdapat perbedaan risiko antara perusahaan dengan

status perata dengan bukan perata. Hasil penelitian Didit (2004) ini juga didukung

oleh hasil penelitian Michelson et al. (1995) yang menghasilkan fakta bahwa

memang terdapat perbedaan yang signifikan antara return dan risiko perusahaan

dengan status perata dan bukan perata.

Hasil yang beragam ini mengindikasikan bahwa faktor return secara umum

masih dijadikan pertimbangan utama oleh investor didalam berinvestasi sebagai biaya

71
atas modal yang ditanamkan, baik dengan memperhatikan status atau kinerja

perusahaan dengan analisis lanjutan, atau tanpa menggunakan analisis yang rumit

cukup dengan analisis fundamental saja. Hal ini yang menyebabkan pembedaan status

laba perusahaan tidak dijadikan acuan utama investor dalam mempertimbangkan

berinvestasi pada suatu saham.

Hal yang sama juga berlaku terhadap beta saham, sebagai variabel yang

menunjukkan tingkat risiko dari investasi pada saham, investor ternyata lebih

memperhatikan besarnya nilai beta ini, daripada status laba perusahaan. Hasil

pengujian terhadap beta saham menunjukkan bahwa perusahaan yang berstatus

perusahaan perata memang memiliki beta saham yang lebih kecil. Hasil ini sesuai

dengan tujuan perataan laba itu sendiri yaitu untuk memperkecil risiko yang dihadapi

perusahaan karena aliran dividen yang stabil, sehingga cukup menguntungkan bagi

nilai saham perusahaan.

72
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pengujian hipotesis pada bab sebelumnya, beberapa kesimpulan

yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 7 perusahaan dari 16

perusahaan yang berturut – turut masuk ke dalam indeks LQ 45 di BEJ yang

memiliki nilai Indeks Eckel <1, dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa

memang terdapat praktek perataan laba pada perusahaan – perusahaan yang

tergolong dalam indeks LQ 45 di BEJ.

2. Dari hasil pengujian terhadap return saham dapat disimpulkan bahwa ternyata

terdapat perbedaan tingkat return saham, yaitu perusahaan perata memiliki nilai

return yang lebih tinggi dari pada perusahaan bukan perata, tetapi tingkat

perbedaanya tidak signifikan

3. Dari hasil pengujian terhadap beta saham dapat disimpulkan bahwa nilai beta

saham perusahaan perata lebih kecil dari perusahaan bukan perata, tetapi

perbedaan itu tidak signifikan.

73
74
75

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut:

1. Penelitian ini didalam melakukan pengklasifikasian status perusahaan (dengan

menggunakan Indeks Eckel) hanya menggunakan rasio antara laba bersih

dengan penjualan bersih perusahaan.

2. Pengambilan sampel hanya dilakukan terhadap perusahaan yang masuk dalam

kategori LQ-45 sehingga diperoleh jumlah sampel yang cukup terbatas.

3. Periode penggunaan data penelitian yang dilakukan kurang, sehimgga kurang

mengungkap kinerja perata laba.

C. Implikasi Untuk Penelitian Selanjutnya

Dengan berbagai keterbatasan yang ada pada penelitian ini, penelitian

selanjutnya dengan tema penelitian sejenis patut mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Layak dijadikan bahan pertimbangan untuk menggunakan seluruh rasio

keuangan yang ada pada Indeks Eckel (laba bersih setelah pajak, laba sebelum

pajak, dan laba operasional), agar mampu dibedakan status perusahaan apabila

dikaitkan dengan masing-masing pos laba perusahaan.

2. Pemilihan sampel bisa diperluas dari sektor-sektor yang lain agar diperoleh

jumlah sampel yang lebih banyak, sehingga penarikan kesimpulan yang

dilakukan dapat lebih digeneralisasikan untuk pasar modal Indonesia.

3. Periode penelitian bisa diperpanjang, sehingga akan mengungkap kinerja

perata laba yang lebih jelas.


76

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W. D., and F, M. Richardson, (1990), Income Smoothing by Economic

Sector, Jurnal Of Business and Finance, Vol. 17 No. 5, Winter, h. 713-730

Baridwan, Zaki, (1992), Intermediate Accounting, Cetakan Ketiga, BPFE,

Yogyakarta.

Bartov, E., 1993. The Timing of Asset Sales and Earning Manipulation. The

Accunting Review. Vol. 68. No.4. October. Hal: 840-855.

Beidlemen, C. R., (1973), Income Smoothing: The Role of Management,

Accounting Review, October, h. 653-667

Belkaoui, Ahmed Riahi, (2000), Accounting Theory, Cetakan Ketiga, BPFE,

Yogyakarta.

Bryshaw, R. E, and A. E. K. Eldin, (1989), The Smoothing Hyphotesis and The

Role of Exchange Differences, Journal of Business Finance and

Accounting, Winter, h. 621-633

Fabozzi, F, J, ( 1999 ), Manajemen Investasi, Buku satu, Salemba Empat, Jakarta.

Fudenberg, D., and J. Tirole, (1995), A Theory of Income and Dividend

Smoothing Based on Incumbency Rents, Journal of Political Economy,

February, h. 75-93

Hanafi, M. H. dan A. Halim. 2000. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta:

UPP AMP YPKN.


77

Hidayati, Siti Munfiah dan Zulaika. 2003. Analisis Perilaku Earning

Management: Motivasi Minimalisasi Income Tax. Simposium Nasional

Akuntansi VI. Hal: 526-537.

Husna, Suad, (1998), Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP

AMP YKPN, Yogyakarta.

Michelson, Stuart E, James J. Wagner and Charles W. Wotton, (1995), A Market

Based Analysis of Income Smoothing, Journal of Business, Finance and

Accounting, December, h. 1179-1193

Novianedy, Didit, ( 2004). Perataan Laba Kaitannya Dengan Return Dan

Risiko Pasar Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta

(Bej). Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya

Prasetio, J. Eko dan Sri Astuti, (2003), Dampak Pengumuman Bond Rating

Terhadap Return Saham Perusahaan di Bursa Efek Jakarta,

Simposium Nasional Akuntansi, UPN Veteran, Yogyakarta, h. 683-692

Salno, H. M., dan Z. Baridwan, (2000), Analisis Perataan Penghasilan (Income

Smopthing): Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Kaitannya

dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia, Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia, Vol. 3 No. 1, Januari, h. 17-34

Sugiarto, Sopa, (2003), Perataan Laba Dalam Mengantisipasi Laba Masa

Depan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek,

Simposium Nasional Akuntansi VI, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,

h. 350-358
78

Sunariyah, ( 2003 ), Pengetahuan Pasar Modal, Edisi ketiga, UPP AMP YKPN,

Yogyakarta.

Syam, Daniel ( 2001 ), Akuntansi Pengantar I, Cetakan pertama, Edisi Kedua

You might also like