Professional Documents
Culture Documents
Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur yang tidak material (immaterial
items)
1 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
KATA PENGANTAR
Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang beriaku saat ini belum sepenuhnya dapat
memenuhi kebutuhan akan standar akuntansi keuangan untuk transaksi sewa guna
usaha. Menyadari hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Asosiasi Leasing
Indonesia (ALI), Direktorat Jenderal Moneter (DJM) serta Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) telah mengadakan kerjasama untuk menyusun Pernyataan ini, yang
dituangkan dalam Piagam Kerjasama tertanggal 10 Nopember 1989.
Berdasarkan Piagam Kerjasama tersebut, telah dibentuk suatu Tim Perumus untuk
menyusun Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha, dengan susunan anggota
sebagai berikut:
Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 memuat konsep dasar, prinsip, prosedur, metode
dan teknik akuntansi yang merupakan norma umum dalam praktek penyusunan
laporan keuangan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar (akuntansi
keuangan). Untuk melengkapi dan mengembangkan buku PAI 1984, maka
diterbitkan seri "Pernyataan" dan "Interpretasi Prinsip Akuntansi Indonesia (IPAI)".
Di samping itu, sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan industri atau
jenis usaha tertentu, lkatan Akuntan Indonesia juga memandang perlu untuk
menerbitkan standar akuntansi dengan sebutan khusus. Setelah diadakan
pengkajian secara mendalam baik dari sudut pengetahuan maupun praktek
akuntansi, maka telah diperoleh kesepakatan untuk menggunakan istilah "Standar
Khusus Akuntansi" bagi setiap Pernyataan PAI yang khusus berlaku bagi suatu
industri atau jenis usaha tertentu.
2 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Sehubungan dengan itu Prinsip Akuntansi Indonesia Pernyataan No. 6 ini disebut
"Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha". Standar Khusus Akuntansi Sewa
Guna Usaha ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam perlakuan dan
pelaporan transaksi sewa guna usaha.
Pengurus Pusat
3 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia
4 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1. Dasar Pertimbangan
2. Tujuan
6. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Perusahaan Sewa
Guna Usaha
7. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Penyewa guna
usaha
TANGGAL BERLAKU
LAMPIRAN
5 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perluasan cara-cara pembiayaan tersebut sejalan dengan definisi leasing atau sewa
guna usaha sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut diatas yang menyatakan:
Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yang
lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian,
dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas
sebagaimana tersirat dalam pasal 1 keputusan tersebut yang menampung definisi-
definisi berikut ini:
a. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal
baik secara Finance Lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh
Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara berkala.
6 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
b. Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, di mana Penyewa Guna
Usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek
sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
c. Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha di mana Penyewa Guna
Usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha.
Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak merubah pengertian dasar sewa guna
usaha di Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan sewa guna
usaha untuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada
hakekatnya merupakan usaha sewa-menyewa biasa.
Di samping itu, meskipun kegiatan sewa guna usaha di negara-negara maju relatif
lebih dikenal dan berkembang, perlakuan akuntansi atas transaksi sewa guna usaha
ternyata masih terbentur pada berbagai masalah pelik dan rumit yang senantiasa
menjadi obyek pertentangan.
Masalah- masalah yang dihadapi dalam hubungan ini serta perkembangan akuntansi
sewa guna usaha diikhtisarkan dalam Lampiran.
Jenis-jenis sewa guna usaha yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenis
sewa guna usaha yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan
tersebut, adalah sebagai berikut:
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak
yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya
memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna
usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan
serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek transaksi sewa guna usaha.
Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha melakukan pembayaran sewa
guna usaha secara berkala di mana jumlah seluruhnya ditambah dengan
pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian
7 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan
pendapatan perusahaan sewa guna usaha.
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal
dan selanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan
finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating
lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena
perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan
barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna
usaha lainnya.
Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewa
guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang
disewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance lease, perusahaan sewa
guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggungjawab atas biaya-biaya
pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang
modal yang bersangkutan.
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha
secara langsung (direct finance lease) di mana dalam jumlah transaksi termasuk
laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan
perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini seringkali merupakan suatu
jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.
Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni
penyewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang
yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha.
Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna usaha dapat dilaksanakan
sebagai berikut:
Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal
yang menjadi obyek sewa guna usaha sehingga atas permintaannya perusahaan
sewa guna usaha membeli barang modal tersebut.
Tujuan utama penyewa guna usaha adalah mendapatkan pembiayaan melalui sewa
guna usaha untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses
produksi.
8 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal
yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal
yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna
usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.
Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa perusahaan sewa guna usaha secara
bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna usaha.
Sewa guna usaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau besar atau
karena faktor-faktor lain. Salah satu perusahaan sewa guna usaha akan ditunjuk
sebagai koordinator sehingga penyewa guna usaha cukup berkomunikasi dengan
perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang menyangkut transaksi
sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat dilakukan baik melalui sewa guna
usaha langsung maupun penjualan dan penyewaan kembali.
9 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
BAB II
1. Dasar Pertimbangan
Menurut ketentuan dalam pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan bahwa sepanjang
perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek
transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan
demikian, selama jangka waktu sewa guna usaha, hak milik (legal title) atas aktiva
yang disewagunausahakan tetap berada pada perusahaan sewa guna usaha
meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna usaha tanggung jawab atas
penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa guna usaha.
Oleh karena itu, apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna
ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta resiko yang melekat
pada kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai
perolehan suatu aktiva dan terjadinya kewajiban (capital lease) bagi penyewa guna
usaha, dan suatu penjualan atau pembiayaan (finance lease) bagi perusahaan sewa
guna usaha.
Sebaliknya apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna
ekonominya tidak merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan resiko yang
melekat pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus dipandang
sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease) antara perusahaan sewa
guna usaha dengan penyewa guna usaha.
2. TUJUAN
(a) Diperlukan ketegasan tentang perlakuan dan pelaporan transaksi sewa guna
usaha yang dapat mengungkapkan status aktiva yang disewagunausahakan
baik bagi perusahaan sewa guna usaha maupun penyewa guna usaha.
(c) Dengan meluasnya transaksi sewa guna usaha di Indonesia setelah kebijakan
deregulasi dan debirokratisasi, maka perlu diatur pengungkapan yang layak
10 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Berhubung dasar pertimbangan utama yang digunakan adalah asas makna ekonomi,
maka suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease
bagi penyewa guna usaha atau finance lease bagi perusahaan sewa guna usaha
apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini:
(a) Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang
disewagunausaha pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah
disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
(b) Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang
modal yang disewagunausaha serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan
sewa guna usaha (full payout lease).
Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi sewa guna
usaha dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease).
2. Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan
harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan diperlakukan sebagai
pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
3. Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara
konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat
pengembalian berkala (periodic rate of retum) atas penanaman neto perusahaan
sewa guna usaha.
4. Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa
guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan
antara harga jual dengan penanaman neto dalam sewa guna usaha pada saat
penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian
periode berjalan.
11 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
5. Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi Sewa Guna Usaha
harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
2. Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang
diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa.
Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus
sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha
mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
4. Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku
dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun
berjalan.
1. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan
kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh
pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus
dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama
masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan
dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban
penyewa guna usaha.
2. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran
sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa
guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha.
4. Kalau aktiva yang disewagunausaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna
usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa
kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
5. Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka
panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna
usaha.
12 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
6. Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback)
maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah
yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga
jual dan nila i buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai
keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau
kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya
amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital
lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan
operating lease.
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang
diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha,
meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama
setiap periode.
4. Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha dalam sewa guna
usaha sindikasi dan leveraged leases harus dilaporkan oleh masing- masing pihak
secara proporsional sesuai dengan penyertaannya.
13 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
6. 2. Operating Lease
14 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar paling tidak untuk 2 (dua)
tahun berikutnya.
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
15 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
BAB III
TANGGAL BERLAKU
Pernyataan ini berlaku untuk transaksi sewa guna usaha yang dilakukan selambat-
lambatnya mulai tanggal 1 Januari 1991. Namun demikian penerapan lebih dini
dianjurkan.
Transaksi sewa guna usaha yang telah dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 1991,
perlakuannya harus mengacu pada pernyataan ini mulai tanggal 1 Januari 1991,
tanpa perlu melakukan pernyataan kembali (restatement) terhadap laporan
keuangan yang telah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya.
16 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
LAMPIRAN
Footnote :
1 SFAS S22, "Changes in the Provision of Lease Agreements Resulting from Refunding of Tax Exempt Debt: SFAS 23,
"Inception of the Lease"; SFAS 26,"Profit Recognition on Sales -Type Leases of Real Estate"; SFAS 27, "Classification of
Renewals or Extensions of Existing Sales-Type or Direct Financing Leases"; SFAS 29, "Determining Contingent
Rentals"; FASB Interpretation 19,"Lessee Guarantee of the Residual Value of Leased Property"; FASB
Interpretation 23, "Leases of Certain Property Owned by a Governmental Unit or Authority"; FASB Interpretation 24,
"Leases Involving Only Part of a Building"; FASB Interpretation 26, "Accounting for Purchase of a Leased Asset by the
Lessee During the Term of the Lease"; dan FASB Interpretation 27, "Accounting for a Loss on Sublease".
Meskipun baru berkembang pada tahap dini, situasi yang dihadapi di Indonesia tidak
jauh berbeda. Selama ini, perkembangan perlakuan akuntansi transaksi sewa guna
usaha yang diterapkan oleh perusahaan sewa guna usaha dan penyewa guna usaha
selama ini hanya mengacu pada berbagai sumber serta ketentuan-ketentuan sebagai
berikut ini:
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri No. SE-499/MD/1984 tanggal
24 Januari 1984 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyampaian Laporan Perusahaan
Leasing. Butir 5 Surat Edaran tersebut menyatakan bahwa: "Neraca dan Perhitungan
Laba Rugi Perusahaan disusun berdasarkan finance method dengan ketentuan
sekurang-kurangnya harus dapat mencerminkan secara jelas posisi investasi dalam
leasing, aktiva lancar, aktiva tetap, hutang lancar/ jangka pendek, hutang jangka
panjang dan modal sendiri (equity) perusahaan pada periode laporan".
Surat Edaran tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Keputusan Presiden
No. 61/1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988.
17 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
2. Exposure Draft Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1983 Pasal 13 Pada Bab III tentang
leasing menyatakan:
2.2. Akuntansi untuk el ase berlandaskan pada konsep makna ekonomi ("substance
over form"), yaitu dengan melihat pada makna/hakekat dari transaksi yang
bersangkutan, apakah telah terjadi pemindahan secara substantial atas
manfaat dan risiko yang inherent dalam pemilikan aktiva yang disewakan.
Bila terjadi pemindahan risiko dan manfaat secara substansial dari lessor
kepada lessee, lease demikian dikategorikan sebagai "capital lease" oleh lessee,
dan merupakan "direct financing lease" atau "sales-type lease" bagi lessor. Bila
terjadi hal yang sebaliknya, baik lessor maupun lessee
mempertanggungjawabkannya sebagai operating lease.
2.3. Perlakuan akuntansi untuk lease dalam laporan keuangan lessee dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha
akan dialokasikan sebagai pengurang kewajiban serta biaya bunga.
Aktiva yang disewagunausaha berdasarkan capital lease serta akumulasi
penyusutannya harus disajikan dalam neraca lessee secara terpisah
ataupun diungkapkan secara wajar dalam catatan atas laporan
keuangan. Demikian pula dengan kewajiban karena suatu sewa guna
usaha, harus dinyatakan dan dikelompokkan sebagai kewajiban lancar
atau kewajiban jangka panjang dalam neraca sesuai dengan ketentuan
yang lazim dilakukan. Penyusutan aktiva yang disewagunausaha yang
dibebankan terhadap pendapatan harus pula diungkapkan.
2.3.2. Operating lease. Pembayaran sewa guna usaha dalam suatu operating
lease dibebankan sebagai biaya sepanjang masa sewa guna usaha pada
saat terhutang .
18 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
2.4.1. Direct financing lease. Pada neraca dicatat "tagihan pembayaran lease"
(lease payments receivable) sejumlah pembayaran sewa minimum
ditambah unguaranteed residual value. Selisih nilai tersebut dengan
biaya atau nilai buku aktiva yang disewakan, dicatat sebagai
pendapatan yang ditangguhkan.
2.4.3. Operating lease . Lessor tetap mencatat aktiva yang disewakan sebagai
aktiva tetap dan menyusutkannya sesuai dengan kebijaksanaan
penyusutan yang normal. Pendapatan sewa harus dilaporkan dalam
laporan laba rugi selama jangka waktu lease.
Usul ini telah diputuskan untuk ditangguhkan dan tidak ditampung dalam
Standar Akuntansi Keuangan dengan catatan akan dikeluarkan dalam suatu
pernyataan tersendiri.
Pengelompokan sewa guna usaha oleh IAS didasarkan pada pandangan makna
ekonomi di mana risiko serta manfaat yang melekat pada kepemilikan aktiva yang
disewagunausahakan ada pada pihak lessor atau lessee dan bukannya berdasarkan
kontrak sewa guna usaha.
Suatu sewa guna usaha dikelompokkan sebagai finance lease apabila seluruh risiko
serta manfaat yang melekat pada kepemilikan diserahkan kepada lessee. Sewa guna
usaha jenis ini biasanya tidak dapat dibatalkan dan menjamin lessor terhadap
pengembalian modal maupun pendapatannya dalam penanaman sewa guna usaha
tersebut.
Sewa guna usaha yang tidak memenuhi kriteria ini dikelompokkan sebagai operating
lease.
Dalam pasal 48 dinyatakan bahwa suatu aktiva berdasarkan finance lease harus
dicatat dalam neraca sebagai piutang sejumlah yang sama dengan penanaman neto
dalam sewa guna usaha dan bukannya sebagai aktiva tetap.
Sedangkan dalam pasal 49 dinyatakan bahwa pendapatan dalam finance lease harus
didasarkan pada suatu pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian berkala
yang tetap dan harus diterapkan secara konsisten.
19 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Dalam operating lease pendapatan sewa guna usaha harus diakui berdasarkan garis
lurus selama masa sewa guna usaha atau dengan dasar lain yang lebih sistimatis
dan tetap berdasarkan pola waktu pembentukan pendapatan.
Atas transaksi sewa guna usaha yang dilaporkan sebagai finance lease
pengungkapan yang layak harus dilakukan pada setiap tanggal neraca mengenai
jumlah bruto penanaman, pendapatan yang belum dihasilkan serta nilai sisa aktiva
yang dilease yang tidak terjamin. Dasar yang digunakan untuk pengakuan
pendapatan juga harus diungkapkan. Sedangkan apabila sebagian besar kegiatan
usaha lessor terdiri dari operating /ease, pada setiap tanggal neraca lessor harus
mengungkapkan jumlah aktiva berdasarkan pengelompokan aktiva serta akumulasi
penyusutannya.
Dalam pasal 44 dinyatakan bahwa suatu finance lease harus dicerminkan dalam
neraca lessee dengan mencatat aktiva dan kewajiban sejumlah yang sama dengan
nilai pasar yang wajar atau dengan nilai tunai jumlah pembayaran sewa guna usaha
berkala pada saat permulaan masa sewa guna usaha.
Dalam finance lease, alokasi pembayaran sewa guna usaha harus dilakukan terhadap
pengurangan pokok kewajiban lessee serta pembayaran bunga berdasarkan tingkat
bunga yang tetap terhadap sisa kewajiban lessee. Suatu finance lease
mengakibatkan timbulnya penyusutan atas aktiva yang disewagunausahakan bagi
lessee. Kebijaksanaan penyusutan aktiva yang disewagunausaha harus diterapkan
secara konsisten sesuai dengan kebijaksanaan penyusutan aktiva tetap lainnya.
Apabila tidak ada kepastian bahwa lessee akan mendapatkan kepemilikan pada akhir
masa sewa guna usaha, nilai aktiva yang disewa guna usaha harus disusutkan
seluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat daripada masa sewa guna usaha
atau umur ekonomisnya.
Dalam transaksi sale-leaseback yang dilakukan secara finance lease, kelebihan hasil
penjualan terhadap nilai buku tidak boleh segera diakui sebagai pendapatan dalam
laporan keuangan penjual (lessee) melainkan pengakuannya ditangguhkan dan
dialokasikan selama masa sewa guna usaha.
20 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Pada setiap tanggal neraca, pengungkapan yang layak harus dilakukan terhadap
jumlah aktiva yang diperoleh melalui finance lease. Kewajiban yang berhubungan
dengan sewa guna usaha harus dinyatakan secara terpisah dari kewajiban lainnya
dengan membedakan bagian yang bersifat lancar dan jangka panjang.
Ikatan untuk pembayaran sewa guna usaha minimum berdasarkan finance lease
maupun dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan dan jangka waktunya
melebihi satu tahun, harus diungkapkan dalam bentuk ringkasan yang meliputi
jumlah serta masa berdasarkan jatuh tempo pembayarannya.
Dan apabila pada awal suatu sewa guna usaha terpenuhi salah satu dari kriteria
berikut, maka sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi
lessee, apabila tidak, maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan sebagai
operating lease.
1. Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat pemindahan kepemilikan aktiva yang
disewagunausaha dari lessor kepada lessee.
2. Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat hak opsi bagi lessee untuk membeli
aktiva yang disewagunausaha pada suatu tingkat harga yang lebih rendah dari
taksiran nilai pasar yang wajar pada saat hak opsi dilakukan.
3. Masa sewa guna usaha sama atau melebihi 75 % dari taksiran umur ekonomis
aktiva yang disewa guna usaha.
4. Nilai tunai pada awal masa sewa guna usaha atas pembayaran sewa guna usaha
minimum, tidak termasuk biaya biaya pelaksanaan, sama atau lebih besar dari
90 % nilai wajar aktiva yang disewagunausaha.
Sedangkan bagi lessor untuk dapat dikelompokkan sebagai direct financing lease
selain salah satu dari kriteria di atas, dua kriteria lain juga mutlak harus dipenuhi.
Apabila tidak maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan sebagai
operating lease.
21 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa dalam direct financing lease pembayaran sewa
guna usaha minimum ditambah dengan nilai sisa yang tidak dijamin yang
diperhitungkan sebagai manfaat lessor harus dicatat sebagai penanaman bruto
dalam sewa guna usaha.
Selisih jumlah penanaman bruto dengan harga perolehan akan dicatat sebagai
pendapatan yang belum diakui yang akan dialokasikan selama masa sewa guna
usaha untuk menghasilkan suatu tingkat pengembalian berkala terhadap penanaman
neto dalam sewa guna usaha. Penanaman bruto dikurangkan dengan pendapatan
yang belum diakui, akan merupakan penanaman neto dalam sewa guna usaha.
Pengelompokan penanaman neto sebagai aktiva lancar dan aktiva jangka panjang
dalam neraca dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan dalam pasal 19 dinyatakan bahwa dalam operating lease, barang modal
yang menjadi obyek sewa guna usaha akan dicatat sebagai aktiva yang
disewagunausahakan, dan disajikan mendahului atau segera setelah aktiva tetap
dalam neraca lessor. Penyusutan dilakukan berdasarkan cara yang lazim dilakukan
lessor untuk penyusutan aktiva tetap lainnya dan akumulasi penyusutannya
dikurangkan atas penanaman dalam sewa guna usaha tersebut.
Pembayaran sewa guna usaha dalam operating lease akan dilaporkan sebagai
pendapatan selama masa sewa guna usaha pada saat terhutang oleh lessee sesuai
dengan ketentuan dalam kontrak sewa guna usaha.
Meskipun pembayaran sewa guna usaha berbeda dengan metode garis lurus, namun
pengakuan sebagai pendapatan dilakukan dengan metode garis lurus, kecuali apabila
terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola waktu
pengurangan manfaat aktiva akibat penggunaan.
Pada setiap tanggal neraca dalam suatu direct financing lease harus diungkapkan
secara layak jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum yang harus diterima
untuk setiap tahun sampai tahun kelima, nilai sisa yang tidak dijamin yang
diperhitungkan untuk manfaat lessor serta pendapatan yang belum diakui.
Sedangkan untuk operating lease harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan
atau nilai sisanya apabila berbeda diungkapkan dengan merinci berdasarkan sifat
dan fungsi kelompok aktiva disertai dengan akumulasi penyusutannya masing-
masing. Jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum atas sewa guna usaha yang
tidak bisa dibatalkan harus diungkapkan untuk setiap tahun sampai tahun kelima
berikutnya.
22 of 23
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
Dalam pasal 10 dinyatakan bahwa dalam capital lease, lessee harus mencatat
barang modal sewa guna usaha sebagai aktiva, dan kewajiban pada suatu jumlah
yang sama dengan nilai tunai pembayaran sewa guna usaha minimum selama masa
sewa guna usaha pada saat permulaan sewa guna usaha. Dalam hal jumlah yang
ditentukan terhadap aktiva yang disewagunausaha melebihi nilai pasar yang wajar
pada saat permulaan sewa guna usaha, jumlah yang dicatat sebagai aktiva dan
kewajiban harus tetap berdasarkan jumlah nilai pasar yang wajar. Selama masa
sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha akan dialokasikan sebagai
pengurang kewajiban serta biaya bunga.
Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan berdasarkan metode garis
lurus, biaya sewa guna usaha tetap harus diakui berdasarkan metode garis lurus
kecuali terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola waktu
manfaat yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.
Pengungkapan yang layak harus dilakukan dalam direct financing lease terhadap
jumlah bruto aktiva yang disajikan berdasarkan sifat dan fungsi aktiva serta jumlah
pembayaran sewa guna usaha minimum setiap tahun sampai tahun kelima.
Pengungkapan yang layak dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan harus
dilakukan terhadap jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum untuk setiap
tahun sampai tahun kelima.
Pembayaran sewa guna usaha yang merupakan biaya dalam perhitungan rugi laba
yang disajikan harus pula diungkapkan.
23 of 23