Professional Documents
Culture Documents
orang. Kadang-kadang kecemasan juga disebut dengan ketakutan atau perasaan gugup.
Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang
berbeda-beda. hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu merasa tidak memiliki kemampuan
untuk menghadapi hal yang mungkin menimpanya dikemudian hari. Dalam teori Behavior dijelaskan
bahwa kecemasan muncul melalui clasical conditioning, artinya seseorang mengembangkan reaksi
kecemasan terhadap hal-hal yang telah pernah dialami sebelumnya dan reaksi-reaksi yang telah
dipelajari dari pengalamannya (Bellack & Hersen, 1988:284).
Taylor (1953) dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa kecemasan
merupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi
umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang
tidak menentu ini pada umumnya tidak menyenangkan dan menimbulkan atau disertai disertasi
perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal
panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi).
Carlson (1992:201) menjelaskan kecemasan sebagai rasa takut dan antisipasi terhadap nasib buruk
dimasa yang akan datang, kecemasan ini memiliki bayangan bahwa ada bahaya yang mengancam
dalam suatu aktivitas dan obyek, yang jika seseorang melihat gejala itu maka ia akan merasa cemas.
Kecemasan merupakan respon emosional yang tidak menentu terhadap suatu obyek yang tidak jelas.
Menurut Massion, Warshaw, & Keller (1993) (dalam Weiten & Llyod, 1999:437) Kecemasan
merupakan gangguan yang ditandai dengan perasaan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi secara
berlebihan.
Kecemasan merupakan respon emosional yang tidak menentu terhadap suatu obyek yang tidak jelas
(Stuard and sudeen, 1998: 175).
Menurut (Darajat, 1996:27) kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang sedang mengalami tekanan
perasaan (Frustasi) atau pertentangan batin (konflik). Manakala seseorang sedang mengalami cemas
karena perasaan atau konflik, maka perasaan itu akan muncul melalui berbagai bentuk emosi yang
disadari dan yang tidak disadari. Segi yang disadari dari cemas tampak dalam segi seperti rasa takut,
terkejut, ngeri, rasa lemah, rasa berdosa, rasa terancam, dsb. Sementara segi yang tanpa disadari dari
cemas tampak dalam keadaan individu yang merasakan takut tanpa mengetahui faktor-faktor yang
mendorongnya pada keadaan itu.
Kecemasan dapat diartikan sebagai energi yang tidak dapat diukur, namun dapat dilihat secara tidak
langsung melalui tindakan individu tersebut, misalnya berkeringat, sering buang air besar, kulit lembab,
nafsu makan menurun, tekanan darah, nadi dan pernafasan meningkat (Lang, 1997 dalam Goldstein &
Krasner,1988:284).
Atkinson (1990:6) kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan dan ditandai dengan dengan
istilah-istilah seperti kehawatiran, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam
tingkat yang berbeda.
Kecemasan menurut Yoseph (dalam Sobur; 2003,345) adalah bentuk serta intensitas dari perasaan
orang yang terancam keselamatannya, sedangkan orang yang terancam tersebut tidak mengetahui
langkah dan cara yang harus diambil untuk menyelamatkan dirinya.
Sedangkan menurut (Sobur, 2003:345) Kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan
terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam.
Kartono (1989,127) menjelaskan bahwa Kecemasan adalah rasa ragu, masygul, gentar atau tidak berani
terhadap hal-hal yang tidak konkrit, yang riil, yang semu atau khayali, hal-hal yang tidak jelas.
Kecemasan juga memiliki orientasi di masa depan. Seseorang mungkin memiliki bayangan bahwa ada
bahaya yang mengancam dalam suatu obyek. Ia melihat gejala itu ada, sehingga ia merasa cemas.
Kecemasan ini dibutuhkan agar individu dapat mempersiapkan diri menghadapi peristiwa buruk yang
mungkin akan terjadi. Menurut Branca, 1964 (dalam John & Pervin, 406:2001).
Cluster (dalam Douglas, 1990:107) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan reaksi individu
yang tertekan dalam menghadapi kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi. Seperti yang diungkapkan
dalam kamus psikologi oleh Chaplin (1989,32) bahwa kecemasan adalah perasaan campuran berisikan
ketakutan dan kekhawatiran mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan
tersebut.
Greenberger & Padesky (2004,209) kecemasan merupakan periode singkat perasaan gugup atau takut
yang dialami seseorang ketika dihadapkan pada pengalaman yang sulit dalam kehidupan.
Menurut (Warga, 1983:110) kecemasan merupakan ketakutan terpusat pada sebuah object seperti emosi
yang menimbulkan suatu reaksi seperti kegelisahan, ketakutan yang ditandai dengan tekanan darah,
jantung yang semakin meningkat dsb. Yang mana hal ini merupakan antisipasi emosi tindakan sebagai
alat penekan.
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subyektif
mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai disertasi perubahan
fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang,
bingung, tidak bisa berkonsentrasi).
http://wangmuba.com/2009/02/13/pengertian-kecemasan/
Lahey & Ciminero (1980: 192-195), menyebutkan jenis-jenis kecemasan berdasarkan sifatnya adalah :
a) Kecemasan bersifat afersif. Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga
seseorang yang mengalaminya dengan intensitas tinggi biasanya berusaha keras untuk mengurangi atau
menghindari kecemasan dengan menghindarkan diri dari berbagai stimulus yang dapat menghasilkan
kecemasan.
b) Kecemasan bersifat mengganggu. Kecemasan dapat menjadi pengalaman yang mengganggu
kemampuan kognitif dan motorik.
c) Kecemasan yang bersifat psikofisiologis. Kecemasan berkaitan dengan pengalaman yang melibatkan
aspek psikologis dan biologis, artinya selama periode kecemasan berlangsung terjadi perubahan-
perubahan dalam pola perilaku atau perubahan psikologis dan gejala-gejala fisiologis.
Darajat (1977,27) menyebutkan bahwa terdapat macam-macam atau bentuk-bentuk kecemasan, antara
lain :
1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancam dirinya.
2. Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
3. Rasa cemas karena merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan
keyakinan hati nurani.
http://wangmuba.com/2009/02/13/macam-macam-kecemasan/
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari
dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan,
atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal
(Stuart and Sundeens, 1998).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda
somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala
yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal
(Kusuma W, 1997).
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-
samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997).
Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat
didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas.
Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk
psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor
etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak
disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika
mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus
berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai
simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini
juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan
lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan
respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya
muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat
restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan
sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam
bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-
besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego
menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan
berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu
cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan
tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai
tujuan yang di inginkan.
c.Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga
menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam
keluarga.
e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall,
1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik
emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).
Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam
beberapa fase, yaitu :
a. Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight
(berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat
dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan,
terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan
otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher
dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan
gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini
kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa
system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
b. Fase 2 (dua)
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan
keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie,
1985).
Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian
menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-
kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase
dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang
menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat
barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut,
penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada
fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga
umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan
stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan
kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi
terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988)
Dalam proses pembelajaran di sekolah, Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan
secara luas pada berbagai jenjang pendidikan di sekolah. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-
bilangan, hubungan-hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian persoalan mengenai bilangan Pada umumnya, siswa mengalami kecemasan terhadap
pelajaran matematika. Kecemasan matematika adalah reaksi emosional berupa perasaan takut,
tegang, dan cemas bila berkaitan dengan manipulasi angka atau bilangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin positif sikap siswa terhadap pembelajaran
matematika maka akan semakin rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi pelajaran atau ujian
matematika. Semakin rendah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika maka akan semakin tinggi
tingkat kecemasan dalam menghadapi pelajaran atau ujian matematika.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan kepada kepala sekolah agar memperhatikan
kesejahteraan para guru dan menyediakan sarana prasarana, media pembelajaran yang mendukung guru
untuk kreatif dalam mengajar. Guru kelas agar dapat menciptakan suasana yang kompetisi yang sehat
agar minat siswa terpacu untuk lebih menyukai pelajaran matematika. Guru BK agar dapat membantu
guru kelas dalam menangani masalah kelas dan diharapkan guru BK dapat memberikan layanan
konseling belajar kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Kecemasan merupakan hal yang umum dalam kehidupan manusia. Kecemasan ini
dapat ditujukan pada bidang yang spesifik, dalam hal ini bidang akademik. Salah satu
bidang akademik yang seringkali dianggap sulit dipahami siswa adalah matematika.
Pada masyarakat Indonesia, matematika seringkali dianggap sebagai pelajaran
yang terpenting sehingga dijadikan ukuran kepandaian seorang anak. Anak yang
menguasai matematika dianggap sebagai anak pandai, sedangkan anak yang tidak mampu
dalam matematika dianggap sebagai anak yang bodoh dan tidak mampu pula pada bidang
lainnya. Oleh karena itu, orangtua umumnya menuntut agar anak mendapat nilai
matematika yang bagus.
Akibat adanya tekanan dari anggapan masyarakat di atas, pelajaran matematika
telah berkembang menjadi sesuatu yang mengancam dan menakutkan bagi siswa
sehingga muncul berbagai reaksi kecemasan matematika yang pada akhirnya dapat
mengganggu prestasi belajar matematika anak.
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=78496