Professional Documents
Culture Documents
Burung hantu tersebar hampir di seluruh bagian dunia. Di Indonesia sendiri, selain T.
alba yang berasal dari Famili Tytonidae, juga terdapat beberapa genus dari Famili Strigidae,
seperti: Otus, Bubo, dan Ninox.
Walaupun telah dikenal jauh sebelumnya, T. alba baru dideskripsikan secara resmi
pada tahun 1769 oleh seorang naturalis berkebangsaan Italia bernama Giovanni Scopoli. Nama
spesies alba dipilih berdasarkan warna bulu badannya yang putih. Nama lain dari T.alba antara
lain adalah: burung hantu muka monyet, burung hantu kerdil, burung hantu emas, burung hantu
perak, burung hantu malam, burung hantu tikus, burung hantu pemekik, burung hantu jerami
dan burung hantu cantik.
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Strigiformes
Famili : Tytonidae
Genus : Tyto
Sub spesies : di seluruh bagian dunia terdapat 35 sub species, dua diantaranya
terdapat di Indonesia, yakni : T. alba deliculata di Pulau Timor, T. alba
javanica di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau
Kangean.
Su b spesi es T. al ba lain nya (ti dak ter dapat di Indon esia secara alam i): T. a.
alba, T. a. gutata, T. a. ernesti, T. a. affinis, T. a. schmitzi, T. a. gracilirostris, T. a. detorta, T. a.
thomensis, T. a. hypermetra, T. a. erlangeri, T. a. stertens, T. a. sumbaensis, T. a. meeki, T. a.
crassirostris, T. a. interposita, T. a. lulu, T. a. pratincola, T. a. lucayana, T. a. furcata, T. a.
glaucops, T. a. nigrescens, T. a. insularis, T. a. guatemalae, T. a. contempta, T. a. subandeana,
T. a. hellmayri, T. a. bargei, T. a. tuidara, T. a. punctatissima, T. a. poensis, T. a. bondi, T. a.
niveicauda, T. a. hauchecorni.
Be bera pa sp esies dari Famil i Str igid ae dan seba rannya di Ind onesia:
Otus angelinae, O. lempiji (Jawa), O. alfredi (Flores), O. magicus (Maluku), O. beccari (Biak),
O. manadensis (Sulawesi), O. colari (Sangihe), O. umbra (Simeuleu), O. mentawi (Mentawai),
Bubo sumatranus (Sumatera), Ketupa ketupa (Sumatera), Ninox sp. (Sumba), N. squampilia
(Maluku).
Pertela an
- Morfolo gi umum
Badan bagian atas berwarna abu-abu terang dengan garis-garis gelap dan bintik-bintik
pucat yang tersebar pada bulu-bulunya. Pada sayap dan punggung terdapat bintik-bintik lusuh.
Badan bagian bawah berwarna putih dengan beberapa bintik-bintik hitam (terkadang tidak ada).
Bulu-bulu pada kaki bagian bawah biasanya jarang (tipis). Bentuk muka menyerupai jantung
berwarna putih dengan tepi berwarna kecoklatan dan pada tepi lingkar mata terdapat bintik-
bintik berwarna coklat. Iris mata berwarna hitam. Kaki berwarna putih kekuning-kuningan
sampai kecoklatan (Gambar 1). Ukuran tubuh jantan dan betina biasanya hampir serupa.
Betina dan anakan lebih banyak memiliki bintik-bintik gelap.
- Ukur an tubuh
- Panjang badan: 34 – 40 cm
- Panjang badan: 32 – 38 cm
- Sua ra
Suara yang sering dikeluarkan oleh T. alba adalah cicitan serak (parau). Panggilan
kawin (cumbuan) dari individu jantan berupa cicitan yang melengking dan berulang-ulang. Pada
saat kembali ke sarang, individu dewasa terkadang mengeluarkan suara parau seperti suara
katak. Jika dikejutkan, T. alba mengeluarkan desisan, cicitan dan suara gemeretak keras yang
dilakukan dengan cara menggerak-gerakkan lidahnya.
Seperti halnya jenis burung yang lain, masa perkembangbiakan adalah masa yang
sangat penting bagi burung hantu putih. Tidak seperti jenis-jenis burung yang lain, T. alba
merupakan jenis burung yang bersifat monogami. Seekor jantan selalu berpasangan dengan
seekor betina yang sama.
Burung hantu dapat berkembang biak sepanjang tahun, tergantung kecukupan suplai
makanan. Jika kondisi lingkungan memungkinkan, sepasang T. alba dapat berbiak dua kali
dalam setahun. Pada daerah temperata dan sub Artik, perkembangbiakan (perkawinan dan
peletakan telur) terjadi pada musim semi. Populasi tikus yang tinggi di suatu daerah dapat
memacu perkembangbiakan populasi T. alba secara dramatis.
Dalam satu musim, kawin individu betina T. alba dapat menghasilkan telur sebanyak 3
– 6 butir (terkadang dapat mencapai 12 butir) dalam interval 2 hari. Telur berwarna putih dan
berbentuk bulat oval. Panjang telur 38 – 46 mm dengan lebar 30 – 35 mm. Telur dierami segera
setelah telur pertama diletakkan dengan lama pengeraman 30 – 34 hari. Karena peletakan telur
berlangsung dalam interval beberapa hari, maka penetasannya pun tidak bersamaan. Hal ini
menyebabkan terjadinya gradasi ukuran tubuh anakan yang baru menetas. Anakan dengan
ukuran tubuh terbesar biasanya memperoleh suplai makanan yang lebih banyak dari induknya.
Akibatnya, jarang sekali ditemukan seluruh anakan yang menetas dalam satu sarang pada
periode yang sama akan bertahan hidup, kecuali sumber makanan di sekitar sarang sangat
banyak. Umumnya, anakan yang paling kecil (yang menetas terakhir) akan mati atau bahkan
dibunuh oleh anakan yang lebih besar (lebih tua). Kelihatannya, hal ini merupakan strategi
bertahan hidup yang ganjil, namun justru menjamin kelangsungan hidup suatu keluarga T. alba
secara keseluruhan. Apapun kondisi ketersediaan makan yang ada di sekitar sarang, beberapa
anakan akan bertahan hidup dan menghasilkan keturunan di masa yang akan datang. Jika
semua anakan diberi jumlah makanan yang sama, resiko kematian anakan akan semakin besar
terutama pada masa paceklik makanan.
Anakan T. alba (Gambar 2) berbulu putih dan diasuh oleh induknya selama sekitar 2
minggu dan disapih setelah 50 – 55 hari. Setelah itu, anakan tetap berada di sarang induknya
selama lebih kurang satu minggu untuk belajar berburu, kemudian menyebar di areal sekitar
sarang induknya itu. T. alba muda dapat berbiak setelah berumur sekitar 10 bulan.
- Mortalitas
T. alba merupakan burung berumur pendek. Angka kematian tertinggi terjadi pada
tahun pertama kehidupan mereka, dengan rata-rata harapan hidup 1 – 2 tahun. T. alba tertua
yang ditemukan di Amerika Utara mencapai umur 11 tahun 6 bulan, sedangkan yang ditemukan
di Belanda dapat mencapai umur 17 tahun 10 bulan.
T. alba dapat hidup hampir di semua tipe (jenis) habitat. Namun demikian, biasanya T.
alba ditemukan hidup di lahan-lahan terbuka yang ditumbuhi pepohonan. T. alba sangat jarang
ditemukan di hutan yang tertutup. Biasanya, burung hantu aktif pada malam hari. Namun
demikian, terkadang aktif pada senja hari dan dini hari, bahkan sesekali bisa dijumpai sedang
terbang pada siang hari. Pada siang hari, T. alba biasanya berdiam diri pada lubang-lubang
pohon, gua, sumur, bangunan-bangunan tua atau pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat.
T. alba merupakan jenis burung yang tersebar hampir di seluruh bagian dunia
(kosmopolitan). Populasi burung ini dapat ditemukan di seluruh benua (kecuali Antartika),
termasuk di seluruh wilayah Australia dan Tasmania. T. alba juga dapat ditemukan di sebagian
besar wilayah Inggris Raya dan sebagian besar Eropa daratan, sebagian besar wilayah Asia
Selatan, Tenggara dan Barat, sebagian besar benua Afrika dan sebagian besar wilayah
Amerika Utara. Di Amerika Selatan, T. alba dapat ditemukan di daerah padang rumput dan di
kepulauan Oceania, seperti kepulauan Galapagos. Peta penyebaran T. alba dapat dilihat pada
Gambar 3.
- Jenis mangsa
T. alba mengkhususkan diri untuk memangsa mamalia kecil yang hidup di permukaan
tanah. Makanan utama T. alba adalah hewan pengerat (rodentia) kecil. Di Australia, makanan
pokok T. alba adalah mencit (Mus musculus), sedangkan di Amerika dan Eropa adalah tikus
ladang, cecurut, mencit dan tikus rumah. Mangsa lain dari T. alba adalah kelinci, kelelawar,
katak, kadal, beberapa jenis burung lain dan serangga. Jenis-jenis mangsa tersebut biasanya
didapatkan pada areal terbuka, terutama pada padang rumput. T. alba seringkali terlihat
bertengger pada tempat-tempat yang agak tinggi untuk mengintai mangsanya.
Fisiolo gi
Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya, T. alba aktif pada malam hari. Untuk
mendukung perilaku seperti ini, diperlukan indera penglihatan dan pendengaran yang sangat
peka. Bagian ini menguraikan keunggulan-keunggulan fisiologis T. alba sebagai predator yang
aktif mencari mangsa pada malam hari dan perilakunya.
Strategi perburuan dari T. alba sangat berbeda dengan jenis-jenis burung predator yang
lain. Burung-burung predator lain, mengandalkan kecepatan dan kejutan untuk mendatangi dan
menangkap mangsa. Dalam perburuan mangsa, T. alba sangat bergantung pada cara
terbangnya yang tanpa suara dan pada pendengarannya yang sangat tajam. Suara yang timbul
akibat pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti beludru pada
permukaan bulu-bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap T. alba memiliki jumbai-jumbai yang
sangat halus yang juga berfungsi untuk meredam bunyi kepakan sayap. Cara terbang yang
tanpa suara ini menyebabkan mangsa tidak mampu mendengar pergerakan T. alba dan juga
membantu pendengaran T. alba sendiri.
Indera penglihatan merupakan sesuatu yang penting bagi T. alba. Mata T. alba sangat
peka sehingga dapat melihat pada kegelapan. Namun demikian, hasil penelitian terkini
mengatakan bahwa kepekaan mata T. alba tidaklah sehebat yang diduga orang. Untuk
mendeteksi lokasi mangsa, mata dan pendengaran T. alba bekerja bersama-sama dalam suatu
harmoni yang serasi. Bola mata T. alba diketahui memiliki kedudukan tetap pada tempatnya,
menghadap ke depan dan memberikan penglihatan yang bersifat binokuler dan stereoskopik.
Kedudukan mata yang tetap memiliki kelemahan, terutama dalam hal mendeteksi lingkungan
sekitar. Untuk menanggulangi hal ini, T. alba memiliki leher yang sangat fleksibel sehingga
kepalanya dapat diputar 270 derajat dalam empat arah: ke arah kiri, kanan, atas dan bawah.
Mata T. alba memiliki adaptasi yang baik untuk melihat pada intensitas cahaya yang
sangat rendah. Hal ini ditandai dengan ukuran pupil yang sangat besar dan retina yang
tersusun dari sel-sel yang sangat sensitif, yang memberikan efek penglihatan monokromatik.
Kemampuan melihat dalam gelap ini dikatakan sekitar 3 – 4 kali kemampuan manusia. Bola
mata T. alba dilengkapi dengan lapisan membran penutup yang dapat dibuka dan ditutup.
Gerakan buka-tutup dari membran tersebut berfungsi untuk membersihkan bola mata dari debu
dan kotoran yang menempel pada permukaan mata.
T. alba memiliki susunan letak lubang telinga yang cukup unik, karena tidak simetris di
mana letak pada kepala antara satu dengan yang lainnya tidak sama tinggi dan dengan sudut
yang berbeda pula. Lubang-lubang telinga tersebut diselubungi oleh suatu lapisan fleksibel
yang tersusun dari bulu-bulu pendek seperti bulu-bulu yang menyelimuti lingkar mukanya.
Lapisan tersebut berfungsi sebagai keping pemantul (reflektor) suara. Kelengkapan
pendengaran seperti itu membuat T. alba memiliki pendengaran yang peka dan bersifat
mengarah (direksional) terhadap sumber bunyi, sehingga T. alba mampu mendeteksi lokasi
mangsa (dalam arah dan jarak) secara tepat walau dalam keadaan gelap gulita sekalipun.
- Kaki da n jari
Sebagaimana umumnya burung hantu, T. alba memiliki kaki-kaki yang panjang dan
besar serta dilengkapi dengan jari-jari dan kuku yang kokoh. Keadaan ini membuat T. alba
memiliki kemampuan yang baik dalam mencengkeram mangsa. Kokohnya cengkeraman cukup
untuk membuat mangsa tidak berdaya (bahkan mati) pada saat ditangkap. Susunan jari-jari T.
alba biasanya adalah tiga mengarah ke depan dan satu ke belakang. Susunan ini sewaktu-
waktu dapat diubah di mana tiga jari diarahkan ke belakang dan satu ke depan, dengan tujuan
untuk meningkatkan kemampuan dalam menangkap mangsa.
- Par uh
Seperti halnya burung predator yang lain, T. alba memiliki paruh yang besar dan berbentuk
melengkung dengan ujung yang runcing dan tajam. Paruh yang kokoh seperti ini berfungsi
untuk membunuh mangsa, membawa mangsa pada saat terbang, dan merobek-robek tubuh
mangsa sebelum ditelan atau disuapkan kepada anakannya. Paruh tertutupi bulu, sehingga
terkadang terlihat
kecil. Pada saat dibuka untuk menelan mangsa, paruh akan terlihat sangat besar,
cukup untuk menelan seekor mamalia kecil secara langsung.
T. alba memiliki kebiasaan makan yang unik. Tergantung ukuran mangsa yang
tertangkap, T. alba dapat menelan utuh mangsanya atau membaginya dalam ukuran yang lebih
kecil sebelum ditelan. Daging dan bagian yang lunak dari tubuh mangsa akan dicerna,
sementara bulu-bulu dan tulang belulang tidak dicerna dan kemudian secara berkala
dimuntahkan kembali dalam bentuk pellet.
Pada habitat yang sesuai, T. alba dapat menghasilkan keturunan yang banyak satu
atau dua kali setahun. Untuk itu, diperlukan strategi perbanyakan yang sesuai agar populasi T.
alba dapat berkembang baik sehingga upaya pengendalian hama mamalia kecil berhasil
dengan baik. Secara alami, T. alba bersarang di lubang-lubang pohon, gua, sumur, bangunan-
bangunan tua atau pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat. Kebiasaan bersarang di lubang
pohon misalnya, cukup beresiko terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan anakan, jika
lubang pohon yang ada tidak cukup memberikan ruang gerak.
Sesuai dengan perilakunya, anakan T. alba muda akan mencari sarang di sekitar lokasi
sarang induknya. Karena itu, metode perbanyakan populasi di lapangan yang sesuai untuk T.
alba adalah dengan menyediakan sarang buatan di sekitar sarang induknya. Penempatan
sarang buatan haruslah memperhatikan luasan kebun yang ingin dicakupi. Sebagai contoh,
pada areal kelapa sawit yang berbatasan dengan pemukiman dimana diketahui terdapat burung
hantu, dipasang sarang buatan pada jarak 500 – 1000 meter. Apabila sarang buatan (Gambar
4) telah dihuni, maka secara sistematis dipasang sarang buatan dengan jarak kurang lebih 500
meter, sehingga satu sarang buatan mencakupi kurang lebih 25 hektar tanaman. Beberapa
pilihan lain dari desain sarang buatan yang dapat dipergunakan sebagai sarana memperbanyak
populasi T. alba pada suatu areal kebun, tersaji pada Gambar 5.
Burung lebih sering mati akibat stress daripada akibat cedera yang diderita. Tindakan
yang cepat dan tepat dapat mengurangi stress. Seekor T. alba yang cedera dan mudah untuk
ditangkap, kemungkinan justru berada pada kondisi yang parah dan bahkan akan mengalami
trauma. Sebaiknya, penanganan cedera dilakukan oleh seorang yang ahli (dokter hewan). Hal
lain yang harus dilakukan adalah mencatat tempat ditemukannya T. alba yang cedera tersebut,
sehingga setelah sembuh dapat dikembalikan ke tempat asalnya (daerah edar / teritori).
Berikut ini disajikan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menangani T. alba
yang cedera, sebelum dibawa secepatnya ke dokter hewan:
2. Letakkan burung ke dalam kotak ukuran sedang untuk seekor T. alba. Kotak tersebut harus
memiliki sirkulasi udara yang baik dan kemudian ditutupi kain berwarna gelap. Dasar kotak
tersebut dilapisi handuk atau koran. Jangan gunakan jerami atau serbuk gergaji, dan
jangan letakkan air di dalam kotak;
BIBLIO GRAFI
3. König, Weick dan Becking. 1999. Owls: A Guide to the Owls of the World. Yale University
Press
6. Nuraini, S., Widyaningsih, S., Riyatno, Sipayung, A., dan Suhartawan, H. 1996. Pedoman
Pengembangbiakan Burung Hantu, Tyto alba sebagai Predator Tikus di Areal Tanaman
Perkebunan. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Perkebunan,
Departemen Pertanian. Jakarta.
7. Sipayung, A. 1990. Burung Hantu, Tyto alba. Pemangsa Tikus di Perkebunan Kelapa
Sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Pematang Siantar.
8. Sterry, P. 2000. Owls: a Portrait of the Animal World. Todri Productions Limited. New York.