Professional Documents
Culture Documents
Berbeda dengan masyarakatkonteks budaya tinggi, masyarakat konteks budaya rendah, atau
yang biasa disebut dengan low context culture diartikan sebagai masyarakat yang
mengartikan dan menyampaikan pesan tanpa banyak basa-basi. Mereka menyampaikan lewat
arti sesungguhnya tanpa kiasan atau cara yang berbelit-belit agar bisa dimengerti. Pola
1
Materi Kuliah Teori Komunikasi – Uncertainty Reduction oleh Drs. Turnomo Rahardjo
komunikasi seperti ini cenderung digunakan oleh masyarakat yang bersifat individualistis.
Dalam sebuah pembicaraan, mereka biasanya cenderung blak-blakan, langsung pada inti apa
yang ingin diucapkan, tanpa menyaring kata-kata yang akan dikeluarkan. Sehingga
kemungkinan lawan bicaranya tersinggung itu lebih besar. Namun, kebanyakan dari mereka
berkomunikasi dengan sesamanya. Sehingga kemungkinan terrsinggung akan lebih kecil. Hal
ini karena lawan bicaranya (sesama masyarakat budaya rendah) juga terbiasa mengatakan hal
yang sama, lugas, langsung, dan to the point. Pilihan kata (diksi) yang tepat juga tidak begitu
diperhatikan, dalam berkomunikasi, yang terpenting maksud pembicara dapat tersampaikan
tanpa harus repot-repot memilih susunan kalimat yang baik. Berkebalikan dari masyarakat
konteks budaya tinggi, masyarakat budaya rendah cenderung tidak suka mengindahkan
aturan. Dalam sistem masyarakat ini, kita akan jarang menemukan aturan-aturan yang
mengikat. Mungkin ada beberapa, namun tidaklah banyak. Biasanya mereka lebih mengacu
pada aspek rasionalitas dalam menghadapi sebuah persoalan. Kita pun akan jarang
menemukan makna ambiguitas di dalam masyarakat ini. Masyarakat konteks budaya rendah
cenderung tidak begitu bisa untuk “membaca lingkungan”. Ini berarti, pada saat berbicara
mereka tidak dapat membaca situasi/keadaan. Hal ini disebabkan mereka tidak begitu ahli
dalam membaca bahasa non-verbal lawan bicaranya.
pola komunikasi banyak menggunakan metafor, pesan yang disampaikan to the point,
pesan-pesan yang implisit, tidak “to tidak “berputar-putar”.
the point”.
sikap diri apabila menerima/meyikapi kesalahan yang menilai kesalahan terjadi karena faktor
terjadi kesalahan terjadi sebagai kesalahan pribadi, eksternal/orang lain.
cenderung untuk meng-internalisasi
banyak hal.
ekspresi reserved, mendem jero, ilmu padi ekspresif, kalau tidak suka/tidak setuju
(semakin berisi semakin merunduk terhadap sesuatu akan disampaikan,
– rendah hati). tidak dipendam.
orientasi terhadap ada pemisahan yang jelas antara ini terbuka, tidak terikat dalam dengan
kelompok kelompok saya VS itu bukan satu kelompok, bisa berpindah-pindah
kelompok saya. sesuai kebutuhan/konteks.
ikatan kelompok memiliki ikatan kelompok yang cenderung untuk tidak memiliki ikatan
sangat kuat, baik itu keluarga, kelompok yang kuat – lebih individuil.
kelompok masyarakat, dsb.
fleksibilitas waktu bukanlah sebuah titik, waktu adalah sebuah titik yang apabila
terhadap waktu melainkan sebuah garis - proses tidak dimanfaatkan dengan baik, akan
lebih penting daripada hasil akhir. terbuang percuma - hasil akhir lebih
penting daripada proses.
diadaptasi dari: model budaya Prof. Edward T. Hall, seorang antropog dari Columbia
University.
( Sensifitas Budaya-http://www.rumahsakitmandiri.com/artikel/66-mgt-umum/135-
sensitifitas-budaya.html )
Komunikasi Non Verbal dalam Hubungan Asmara antara Orang Indonesia dengan
Amerika
Menurut Antropolog Edward T Hall (1979), bangsa Indonesia masuk dalam kelompok
high context culture dalam berkomunikasi2. Dalam budaya ini, konteks atau pesan nonverbal
diberi makna yang sangat tinggi. Sebaliknya, bangsa Amerika termasuk dalam low context
culture dalam berkomunikasi.
Eye Gaze
Bagi orang Amerika, kontak mata sebagai tanda kejujuran. Orang Amerika yang
berkomunikasi tanpa memandang mata pihak lawan bicara dipandang tidak jujur. Namun
Bagi orang Indonesia, memandang mata lawan bicara masih dianggap tidak sopan.
Sentuhan
2
Tantangan Komunikasi di tengah Keragaman Budaya Dunia -
http://docs.google.com/gview?a=v&q=cache:wtfDl3lRK_EJ:faculty.petra.ac.id/ido/courses/
3b_tantangan_komunikasi.pdf+kOMUNIKASI+NON+VERBAL+MASYARAKAT+HIGH+AND+
LOW+CONTEXT+CULTURE&hl=id&gl=id
Hasil studi menunjukkan bahwa bagi orang Amerika sentuhan diintepretasikan
sebagai “kekuatan” atau bias diartikan membantu atau menolong. Orang yang lebih kuat akan
menyentuh orang yang kurang kuat, seperti jabat tangan. Namun bagi orang Indonesia
terutama wanita, sentuhan merupakan hal yang tabu, apalagi belum menikah. Hal tersebut
tidak lepas dari budaya ketimuran yang menganggap sentuhan antara laki-laki dan
perempuan, meskipun dalam hubungan asmara adalah perbuatan yang tidak senonoh.
Paralanguage
Paralanguage sesungguhnya termasuk dalam unsur-unsur linguistik, yaitu bagaimana
atau cara sesuatu pesan diungkapkan dan bukan isi pesan itu sendiri. Bagi orang Amerika
cara berbicara dan mengungkapkan sesuatu cenderung diungkapkan dengan apa adanya atau
bahkan blak-blakkan. Mereka tidak terlalu memperhatikan intonasi, volume ataupun
dialeknya. Sedangkan orang Indonesia justru sebaliknya, cenderung menyampaikan pesan
secara berbelit-belit dengan banyak menggunakan simbol, kiasan, dan kata-kata halus.
Diam
Diam bisa berarti juga sedang melakukan komunikasi. Seseorang dengan diam bisa
saja ia mengkomunikasikan tidak ingin diganggu, atau sedang marah, sebel, benci, dan
sebagainya. Dalam komunikasi di budaya Timur, diam bisa diartikan dengan beragam arti.
Sedangkan orang Amerika menggap diam adalah hal yang berbeda. Bisa berarti setuju atau
sedang berpikir.
Body Movement
Setiap budaya memiliki bahasa tubuhnya sendiri. Orang Amerika menggerakkan
tubuhnya dengan cara bahasa Amerika. Dan orang Indonesia juga memiliki pergerakan tubuh
khas Indonesia. Meskipun hal tersebut juga tidak lepas dari latar belakang etnis, kelas sosial,
gaya pribadi dan lain-lain, ini semua akan mempengaruhi bahasa tubuh kita Beberapa
perbedaan kebudayaan mungkin dengan mudah dapat dikenali namun ada juga yang sukar.
Penciuman (Bau)
Indera penciuman dapat berfungsi sebagai saluran untuk membangkitkan makna.
Orang AS merupakan pencerminan dari kebudayaan yang anti bau3, sedangkan orang
Indonesia menganggap penting bau seseorang sebagai perluasan dari pribadi individu
tersebut.
Warna, waktu, dan bunyi.
3
Di negara-negara yang penduduknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi daging, ada
anggapan bahwa orang-orang AS mengeluarkan bau yang tidak enak karena terlalu
banyak makan daging.
Faktor tersebut menjadi hal yang relative bagi setiap pribadi. Hal tersebut tidak lepas
dari psikologi (kesukaan, favorit, kegemaran, atau ketidaksukaan.
Kedekatan Ruang dan Waktu
Orang Amerika Serikat lebih suka ada meja yang membatasi dirinya dengan orang
lain. Orang Amerika Serikat lebih suka membiarkan pintu kamar kerjanya terbuka dan kalau
ditutup berarti ada suatu rahasia atau hal yang serius yang dibicarakan. Orang Indonesia
belajar untuk membuat batas tembok dengan orang lain, yaitu dengan cara bicara dalam nada
rendah atau diam. Kebiasaan ini bagi orang Amerika Serikat dapat dianggap sebagai silent
treatment4.
Contoh
Eye Gaze
4
Menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan sedang marah
Bagi orang Jawa, kontak mata secara langsung dianggap hal yang tidak sopan.
Terlebih jika hal tersebut dilakukan terhadap orang yang lebih tua. Orang jawa menyebutnya
unggah-ungguh atau tata krama. Bagi orang luar jawa sebenarnya kontak mata secara
langsung bukan hal yang dipermasalahkan. Namun walaupun begitu bukan berarti orang
Batak menganggap kontak mata secara langsung hal yang wajar. Tetap saja kontak mata tetap
ada aturannya karena bagi sebagian orang, kontak mata yang terlalu berlebihan dianggap
menantang bahkan pelecehan.
Sentuhan
Masyarakat jawa adalah masyarakat yang sangat menjunjung adat ketimuran. Salah
satunya adalah sentuhan. Masyarakat jawa akan sangat menjaga diri mereka dengan lawan
jenisnya sebelum mereka menikah. Hal tersebut menyangkut harga diri dan masalah tata
krama yang ada. Hal tersebut sama bagi orang Batak.
Paralanguage
Inilah komunikasi non verbal yang begitu kontras antara orang Jawa dan Batak.
Masyarakat Jawa sangat terkenal dengan tutur bahasanya yang lembut dan penuh sopan
santun. Intonasi dan suaranya pelan. Lebih banyak basa-basi dan berbelit-belit. Sebaliknya,
orang Jawa sangat blak-blakkan. Tidak peduli siapa lawan bicara. Intonasi dan suara sangat
keras dan cenderung kasar bagi orang Jawa.
Diam
Bagi orang Jawa, berbicara sebenarnya hanya diperbolehkan seperlunya saja. Jadi
ketika orang Jawa diam, hal itu adalah hal yang lumrah. Hal tersebut sesuai dengan adat
orang Jawa yang sangat berhati-hati ketika berbicara. Terlebih membicarakan orang lain.
Namun bagi orang batak, diam adalah penolakan.
Body Movement
Setiap budaya memiliki bahasa tubuhnya sendiri. Orang Jawa dan Batak memiliki
khas bahasa tubuhnya masing-masing.
Kedekatan Ruang dan Waktu
Orang Jawa sangat menjaga jarak dengan orang lain. Ada banyak factor mengapa.
Salah satunya adalah adanya tingkatan-tingkatan bagi orang Jawa yaitu anak-anak-dewasa-
orang tua. Sedangkan Orang batak tidak mengenal tingkatan sehingga jarak dan waktu
bukanlah penghalang dalam setiap komunikasi.
Contoh
Si A adalah mahasiswa dari Jawa dan memiliki teman B dari luar Jawa yaitu Batak.
Keduanya akan sangat sulit untuk saling menyesuaikan. Si A akan berbicara dengan nada
yang pelan atau biasa dan dengan intonasi serta tekanan yang biasa pula. Namun si B
berbicara dengan suara yang lantang disertai intonasi tekanan yang keras. Di sini bisa saja Si
A salah paham karena menganggap B suka berbicara dengan keras dan punya tata krama.
Namun tidak bagi si B. B merasa hal itu wajar-wajar saja.
Lainnya, Si A mungkin terbiasa dengan tingkah lakunya sesuai dengan unggah-
ungguh atau tata krama adat Jawa. Selalu menunduk dan tidak melihat wajah lawan bicara,
selalu senyum, dan mengucapkan permisi sambil membungkuk ketika lewat di depan
seseorang . Namun semua hal tersebut mungkin tidak dilakukan oleh B. Berbicara secara
blak-blakkan dan berjalan lalu lalang begitu saja tanpa permisi merupakan hal yang biasa
bagi si B.
Jadi di sinilah perlu adanya sikap saling mengerti dan saling menyesuaikan antara
keduanya dalam komunikasi antar pribadi agar tidak terjadi benturan budaya di antara
keduanya.
Inilah model komunikasi antar pribadi yang berbeda dan unik di antara model
komunikasi antar pribadi lainnya, Komunikasi non verbal dalam hubungan pertemanan dan
persahabatan sabtri dalam pesantren sedikit berbeda dengan orang pada umumnya. Betapa
tidak, setiap hubungan baik itu pertemanan dan persahabatan dalam pesantren tidak bisa
dilakukan sembarangan dan harus mengikuti aturan-aturan yang ada terlebih jika hubungan
tersebut adalah lawan jenis, baik karena didasarkan aturan agama juga aturan dari pesantren
itu sendiri. Orang yang hidup dalam pondok pesantren atau santri sebenarnya tidak mengenal
yang namanya pacaran. Hal tersebut dilarang dalam agama Islam karena Islam tidak
mengenal yang namanya pacaran. Islam hanya mengenal ta’aruf 5 dan khitbah6. Sebagai satu
contoh fenomena yang menarik adalah diharamkannya facebook oleh para ulama se-Jawa dan
Bali.
Facebook HARAM?????
Boomingnya layanan situs jejaring sosial, seperti facebook, friendster maupun
chatting untuk menjalin hubungan pertemanan diam-diam diawasi oleh ulama.
Pondok Pesantren se Jawa-Madura yang tergabung dalam Forum Komunikasi
Pondok Pesantren Putri (FMP3) mengharamkan pemanfaatan situs jejaring sosial secara
berlebihan, seperti mencari jodoh maupun pacaran.
Pernyataan ini sesuai dengan hasil pembahasan dalam Forum Bahtsul Masail di
Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtdien Lirboyo, Kelurahan Lirboyo, Kecamatan
Mojoroto, Kota Kediri, yang dilaksanakan sejak beberapa hari yang lalu.
5
Pertemuan antar pihak laki-laki dengan pihak perempuan sebelum memutuskan untuk
menikah
6
Lamaran atau pinangan
( http://staff.blog.ui.ac.id/syam-mb/2009/05/25/facebook-haram)
Jadi, di sini Saya hanya akan menjelaskan komunikasi non verbal hubungan
pertemanan dan persahabatan saja karena hubungan pacaran tidak dikenal dalam pesantren.
Contoh
A dan B adalah santri dan santriwati dari sebuah pesantren. Ketika mereka saling
bertemu dan bicara, mereka tidak saling menatap mata (eye gaze) dan memandang satu sama
lain. Lebih-lebih melihat matanya, melihat wajahnya pun A dan B tidak berani. Mereka hanya
akan melihat satu sama lain sekilas saja. Hal tersebut untuk menjaga pandangan mereka.
Nada dan intonasi dalam paralanguageA dan B pun sangat pelan-pelan. Mereka tidak
bicara keras-keras bahkan membentak. Mereka sangat berhati-hati dalam mengungkapkan
atau menyampaikan setiap kalimat.
Jarak dan waktu mereka pun tidak terlalu dekat. Mereka saling menjaga jarak karena
tidak diizinkan untuk saling bersentuhan bahkan untuk sekedar bersalaman sekalipun.
Mereka juga tidak boleh bertemu berduaan saja terlebih dalam waktu yang lama untuk
menjaga dari fitnah. Ketika si B diam maka si A pun diam. Mereka hanya bicara seperlunya
saja.
Mereka tidak tertawa terbahak-bahak sampai gigi mereka terlihat, namun hanya
tersenyum saja. Itulah bentuk-bentuk komunikasi non verbal santri-santri dalam pesantren. Itu
berlaku untuk semua, entah itu teman ataupun sahabat.
Referensi :
Materi Kuliah Teori Komunikasi – Uncertainty Reduction oleh Drs. Turnomo Rahardjo
FACEBOOK HARAM????
http://staff.blog.ui.ac.id/syam-mb/2009/05/25/facebook-haram
PENGARUH PERSAINGAN BISNIS DAN KECEMBURUAN SOSIAL JAWA DAN
CINA
http://lutfihistory.blogspot.com/2009/04/pengaruh-persaingan-bisnis-
dan.html