You are on page 1of 27

Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan

Harta

ZAKAT
Pembersih Jiwa dan
Harta
Alat untuk Memerangi
Kemiskinan
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.”
(Q.S At Taubah: 103)
Zakat menurut bahasa berarti tumbuh,
berkembang, bertambah, subur, mensucikan atau
membersihkan. Maknaya zakat adalah mengeluarkan
sebagian harta benda yang sudah mencapai nisab
kepada orang-orang yang berhak menerimanya
(mustahiq) menurut syarat yang telah ditentukan oleh
Allah SWT, yang secara hakikinya adalah pemilik
seluruh alam raya dan seluruh isinya (Rabbul ‘Alamin),
termasuk pemilik hakiki harta benda. Hakikatnya
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
manusia adalah menerima titipan amanat harta itu.

Zakat –- termasuk juga infaq dan shadaqah --


merupakan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Sang Pemiliknya, yakni Allah Ta’ala.

Imam Qurthubi mengatakan : "Zakat merupakan


bukti kebenaran iman orang yang mengeluarkannya atau
dengan kata lain ; ia bukan termasuk golongan orang-
orang munafik, sekaligus sebagai bukti kebenaran akan
cintanya kepada Allah SWT atau kesungguhan harapan
akan pahalanya atas apa yang telah diberikan oleh
Allah kepadanya".

Imam Al Sindi mengatakan : "Zakat merupakan


bukti kebenaran iman yang diakui pelakunya. Sebab,
tindakan mengeluarkan harta secara tulus karena Allah
tidak mungkin terjadi, kecuali jika ada kesungguhan
imannya".

Abu Ayyub r.a, menceritakan ketika seseorang


bertanya kepada Rasulullah : "beritahukan kepadaku
amal yang dapat memasukkan aku ke surga ?" Beliau
menjawab : "Harta ! Harta !" Selanjutnya beliau
bersabda : "Yang terpenting bagimu adalah menyembah
Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
menyambung silaturrahmi." (HR. Bukhari)
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

Dari Abu Dzar Al Ghifary r.a. berkata, aku


pernah mendatangi Rasulullah SAW ketika beliau
sedang duduk di serambi Ka’bah. Pada saat melihatku,
beliau bersabda : "Demi Allah, Pemelihara Ka’bah,
mereka adalah orang-orang yang merugi pada hari
kiamat….." Selanjutnya aku bertanya, Siapakah yang
engkau maksudkan, wahai Rasulullah ? Beliau
menjawab : "Yaitu orang-orang yang banyak memiliki
harta akan tetapi masih mengatakan begini, begini, dan
begini". Beliau mengisyaratkan tangannya ke depan,
sebelah kanan, dan sebelah kirinya. Rasul bersabda :
”Demi Dzat yang aku berada di tangan-Nya, tidaklah
seseorang mati dan meninggalkan unta atau sapi,
sedang ia tidak mengeluarkan zakatnya, melainkan pada
hari kiamat kelak akan didatangi oleh apa yang lebih
besar dan gemuk dari apa yang dia miliki sewaktu di
dunia. Lalu binatang yang tidak dikeluarkan zakatnya
itu menginjak-injak orang tersebut dengan kuku-kuku
kakinya dan menanduk dengan tanduknya. Setiap kali
yang terakhir selesai menginjak dan menanduk, maka
yang pertama kembali seperti semula. Sehingga ia
diberi putusan pengadilan di antara manusia." (HR.
Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
ISLAM MEMERANGI SIKAP KIKIR DAN
BOROS
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
Ajaran Islam memerangi kekikiran, pemborosan,
kemewahan. Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW
mengingatkan dengan tegas agar jangan kikir dengan
harta, karena kikir itu sifat orang yang kufur. "……
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapatkan) siksa yang pedih. Pada hari
dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka
jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka : "Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk diri kamu sendiri, maka rasakanlah
sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu
…". (Q.S. At Taubah : 34-35)

Rasulullah bersabda : "Jauhilah kekikiran.


Karena sesungguhnya ia telah membinasakan
orang-orang sebelum kalian, kekikiran telah
mendorong mereka menumpahkan darah mereka
dan menodai kehormatan mereka." (HR. Muslim,
Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Al Hakim)

ZAKAT DAPAT MENGUKUHKAN POSISI UMAT


Zakat dapat dipakai alternatif bagi penghapusan
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

kemiskinan umat. Atas dasar, “Saling bertolonganlah


kamu atas kebaikan dan ketaqwaan”. (QS.5, Al
Maidah : 2).
Alquran, meletakkan prinsip ta‘awunitas atau
partisipatif, saling tolong bertolongan untuk kebaikan
dan ketaqwaan. Tidak ada prinsip ta’awunitas itu
untuk keburukan maupun kemaksiatan.

Zakat adalah dana yang wajib dikeluarkan, wajib


ditagih, wajib dipungut, dari pemegang harta. Zakat,
sebagaimana halnya shalat, merupakan satu sendi dari
Islam. Zakat adalah rukun, sendi ketiga, setelah
syahadatain, shalat, dan kemudian shaum, puasa.
Orang mukmin yang benar, selain mempercayai hari
akhir, serta mengerjakan shalat, dan tidak
menserikatkan Allah, juga seorang pembayar zakat.
Alquran selalu meng hubungkan antara shalat dan
zakat. Seakan antara keduanya tidak boleh ada
pemisahan. Alquranul Karim juga menyebut zakat
dengan kata-kata shadaqah. Memungut zakat dan
membagikannya adalah melaksanakan perintah Allah.

َ‫خذْ مِ نْ أَمْوَالِهِم ْم صَمَدقَةً ُتطَهّرُهُم ْم وَ تُزَكّيْهِم ْم بِهَا و‬


ُ
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan

ٌ‫علِ ْيم‬
َ ‫صَلوَا َتكَ شَ َكنٌ لَ ُه ْم وَ الُ سَ ِميْ ٌع‬
َ ّ‫علَيْ ِهمْ ِإن‬
َ ‫ل‬
ّ‫ص‬َ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk
mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (At Taubah,
9:103)
Dalam pandangan Alquran (Islam), seorang belum
dapat dikatakan bertaqwa, sebelum dia mengeluarkan
zakat hartanya. Tanpa zakat, seseorang terjauh dari
rahmat Allah.

Maka dampak pelaksanaan zakat antara lain


adalah, mengikis sifat-sifat kikir dalam diri dengan
melatih sifat-sifat dermawan, dan mensyukuri nikmat
Allah, sehingga pada akhirnya ia dapat mensucikan
diri dan mengembangkan kepribadiannya. Dengan
demikian seseorang yang membayarkan zakat berarti
menciptakan ketenangan dan damai, tidak hanya
kepada penerima, tetapi juga pada diri pemberi
zakat, infaq dan shadaqah. Mengeluarkan zakat
bermakna mengembangkan manfaat harta benda itu.

a) sisi spritual, berdasarkan


firman Allah dalam surat
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

Al Baqrah ayat 276 :


"Allah memusnahkan riba
dan menyuburkan sedekah
atau zakat."
b) sisi ekonomis-psikologis,
yaitu ketenangan batin bagi
pemberi zakat (shadaqah
dan infaq) akan
mengantarkannya
konsentrasi dalam usaha
dan pengembangan
hartanya. Dan bagi
penerima zakat (infaq dan
shadaqah) akan mendorong
terciptanya daya beli dan
produksi dengan sendirinya
akan meningkat pula.

Tatkala Rasulullah mengirimkan utusan ke Yaman,


Nabi menginstruksikan Mu’adz bin Jabal beberapa
pokok yang mesti dijalankan, sebagai diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dalam shahihnya.

‫ إِنّ كَ تَأْتِي َقوْمًا‬:َ‫ َفقَال‬،ِ‫ث مُعَاذًا ِإلَى الْيَمَ ن‬


َ َ‫بَع‬
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan

ّ‫َهه إِل‬
َ ‫ل إِل‬
َ ‫َنه‬
ْ ‫ُمه إِلَى شَهَادَةِ أ‬
ْ ‫َابه فَادْعُه‬
ٍ ‫أَ ْهلَ كِت‬
‫عوْا‬
ُ ‫ فَإِ نْ هُ مْ َأطَا‬،ِ‫س ْولُ ال‬
ُ َ‫الُ وَ أَنّ مُحَ ّمدًا ر‬
َ‫خمْ س‬
َ ْ‫علَيْهِ م‬
َ ‫ض‬
َ َ‫علِمْهُ ْم أَنّ الَ َقدْ فَر‬
ْ ‫لِ َذلِ كَ فَا‬
‫عوْا‬
ُ ‫ُمه أَطَا‬
ْ ‫ِنه ه‬
ْ ‫ْمه وَ الّل ْيلَةِ فَإ‬
ِ ‫صهَلوَاتٍ فِي اْل َيو‬
َ
ً‫صدَقَة‬
َ ْ‫علَيْهِ م‬
َ َ‫علِمْهُ ْم أَنّ الَ َقدْ فَرَ ض‬
ْ ‫لِ َذلِ كَ فَا‬
ْ‫ن هُم‬
ْ ِ‫ فَإ‬،ْ‫علَى فُ َقرَائِهِم‬
َ ّ‫خذُ مِنْ أَغْنَيَائِ ِهمْ فَتُ َرد‬
َ ْ‫ُتؤ‬
َ‫ وَاتّ ق‬،ْ‫ك وَ كَرَائِ َم أَ ْموَالَهُ م‬
َ ‫عوْا لِ َذلِ كَ فَإِيّا‬
ُ ‫أَطَا‬
ِ ‫ْنه ال‬
َ ‫ْسه بَ ْينَه َا وَ بَي‬
َ ‫ّهه لَي‬
ُ ‫ْمه فَِإن‬
ِ ‫ظلُو‬
ْ ‫دَعْ َوةَ الْ َم‬
)‫(رواه الشيخان‬ .ٌ‫حِجَاب‬
Kau akan berada di tengah umat Ahli Kitab.
Ajaklah mereka mengakui, tidak ada Tuhan
selain Allah dan Saya (Muhammad) adalah
Rasul-Nya. Bila mereka menerima (mengakui),
beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka
wajib melaksanakan shalat lima kali dalam
sehari semalam. Bila mereka telah
menjalankannya, beritahukan pula, mereka
diwajibkan mengeluarkan zakat, yang dipungut
dari orang-orang kaya dan dikembalikan kepada
orang-orang miskin.
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

Dan bila mereka menjalankannya (shalat dan


zakat ), maka kau harus melindungi harta
kekayaan mereka itu. Selanjutnya rasulullah
menegaskan lagi. Dan takutlah kepada doa-doa
orang yang teraniaya (diantaranya orang-orang
miskin). Karena antara doa orang teraniaya
dengan allah tidak ada batas (penghalang).
(HR.Bukhari Muslim, dari Anas Radhiallahu
‘anhu).
Zakat harus dipungut dan dihitung nisab secara
pasti. Institusi “amil” menjadi pemungut (collector)
dan pembagi zakat (distributor).

Pendistribusian zakat perlu dipandu oleh amil


untuk mempermudah memintasi penghapusan
kemiskinan umat. Zakat bukanlah milik pembayar
zakat.

Zakat adalah “harta milik Allah”, yang


diamanahkan untuk dibayarkan kepada orang-orang
tertentu. Ketentuannya datang dari Allah yang
memberi harta itu. Dalam hal ini menjadi tugas pokok
amil untuk mengumumkan pertanggungjawaban
terbuka kepada umat. Karena itu, Umar bin Khattab
berkata ;
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan

ّ‫ن لَ ِإلَهَ ِإل‬


ْ َ‫حتّى يَشْ َه ُدوْا أ‬
َ َ‫ل النّاس‬
َ ‫ت أَنْ أُقَا ِت‬
ُ ْ‫أُمِر‬
َ‫لةَ و‬
َ َ‫س ْولُ الِ وَ يُ ِقيْ ُموْا ال ص‬
ُ َ‫ح ّمدًا ر‬
َ ُ‫الُ َو أَ نَ م‬
‫ فَِإذَا فَ َعُلوْا َذلِك هَ عَص هَ ُموْا ِمنّى ه‬،َ‫ُيؤْ ُتوْا الزّكَاة‬
ْ‫لمِ وَ حَ سَابَ ِهم‬
َ ْ‫دِمَاءِهِ ْم وَ أَ ْموَالِهِ مْ ِإلّ بِحَقّ ْالِ س‬
)‫(رواه الشيخان عن ابن عمر‬ .ِ‫علَى ال‬
َ
Aku diperintahkan memerangi manusia, kecuali bila
mereka meng-ikrarkan syahadat, bahwa tidak ada
tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah
(kemudian) mendirikan Shalat dan membayarkan
zakat. (HR.Bukhari Muslim)

Hadist Nabi menyebutkan, “Bila shadaqah (zakat)


bercampur dengan kekayaan lain. Bila harta kekayaan
tidak dikeluarkan zakatnya. Kekayaan itu akan binasa “
(HR Bazar dan Baihaqi , dalam Nailul Authar, jilid IV-
126).

Zakat seorang Mukmin memiliki beberapa fungsi ,

1. Perintah Allah, tanda pembenaran syahadat


dan shalat.
2. Pembersih harta kekayaan
3. Penghapus Kemiskinan umat, karena ditujukan
kepada orang miskin.
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

4. Sumber dana umat, penggunaanya diarahkan


kepada obyek tertentu, asnaf yang delapan
5. Pembeda antara Mukmin dan Munafik

Dalam kehidupan sehari-hari tampak bahwa


“tidak ada orang yang melarat lantaran mengeluarkan
zakat“. Sebaliknya, seseorang kaya (Muslim) tidak
mengenyam ketentraman, karena selalu menahan hak
zakat. Maka, setiap muslim pemilik harta se nisab
dalam se tahun wajib berzakat. Besar yang wajib
dikeluarkan dari tingkat 2,5 % (dua setengah persen)
untuk perniagaan dan 10 % untuk pertanian.

Penerima zakat juga disebutkan dengan tegas.

َ‫ن وَ الْعَا ِملِيْ ن‬


ِ ْ‫إِنّمَا ال صّدَقَاتُ ِللْفُقَرَاءِ وَ اْلمَ سَاكِي‬
َ‫ه و‬
ِ ‫ه وَ فِهي الرّقَاب‬
ْ ‫علَيْهَها وَ الْ ُمؤَلّفَةِ ُقُلوْبِهِم‬
َ
،ِ‫السهبِ ْيل‬
ّ ‫ْنه‬ِ ‫سهِب ْيلِ ال ِ وَ اب‬
َ ‫ْنه وَ ف ِي‬
َ ‫الْغَا ِرمِي‬
ٌ‫علِيْ ٌم حَكِيْم‬
َ ُ‫فَ ِر ْيضَةً مِنَ الِ وَ ال‬
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan
yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah (IX) ayat 60)

Firman Allah ini menjelaskan penerima zakat


(asnafnya) delapan kelompok, 1. Orang fakir, 2. Orang
Miskin, 3. Para Amil (pengelola zakat dan penanggung
jawab fakir miskin itu), 4. Muallaf yang dibujuk
hatinya, 5. Membebaskan perbudakan, 6. Orang
berhutang, 7. Jihad pada jalan Allah, 8. Orang yang
terlantar dalam perjalanan. “Demikian diwajibkan
Allah Maha Tahu Maha Bijaksana”.
Lima kelompok asnaf ini orang yang memerlukan
perhatian khusus. Mereka tengah berada di tepi
jurang kemelaratan. Mereka adalah fakir, miskin,
budak yang diperhamba, orang yang dililit hutang dan
yang terlantar dalam perjalanan.

Dua kelompok berhadapan dengan medan dakwah


illallah, Muallaf dan fisabilillah. Kelompok Muallaf
dengan kesadaran hati menerima Islam. Problema
yang dihadapi mereka tidak sedikit. Kadang-kadang
berbentuk pengucilan dari kelompok lamanya. Mereka
cenderung berproses kearah kemiskinan, jika tidak
segera dibantu.

Begitu pula fisabilillah. Mereka tengah berjihad,


Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

mempertahankan aqidah Islamiah. Mereka yang


tengah berdakwah di daerah sulit. Ruang lingkup
fisabilillah cukup luas, antara lain juga penuntut ilmu
pengetahuan yang akan kembali ke tengah umat.
Hakekatnya mereka berjuang untuk kepentingan
orang banyak. Mencari redha Allah semata. Mereka
perlu mendapatkan perhatian yang mendalam. Semua
kelompok asnaf mendapat porsi dari sumber zakat
menurut prioritas, kondisi dan situasi. Pengelola, atau
amil berhak mendapatkan bahagian, agar amanah.
Amil zakat tetap akan menerima bahagian dari
zakat itu, walau mereka orang-orang berpunya juga.
Adakalanya mereka mengembalikan dalam bentuk
shadaqah, seperti diceritakan Allah dalam
masyarakat Anshar dan Muhajirin di masa Nabi.

‫َو الّذِيْنَم تَ َب ّوءُ ْو الدّارَ َو اْلِيْمًانَم مِن ْم قَ ْبلِهِم ْم ُيحِبّوْنَم‬


ً‫ن هَاجَرَ ِإلَيْهِ مْ وَلَ َيجِدُ ْو نَ فِي صُدُوْرِهِ ْم حَاجَة‬
ْ َ‫م‬
‫ِمم‬
ْ ‫َانم ِبه‬
َ ‫ُسمهِمْ َولَوْ ك‬
ِ ‫ْنم عَلىَ أَ ْنف‬
َ ‫مِمّام أُوْتُوْا وَ يُؤْثِ ُرو‬
‫ُمم‬
ُ ‫ِكم ه‬
َ ‫ َفأُ ْولَئ‬،ِ‫ْسمه‬
ِ ‫ْقم شُح ّ َنف‬
َ ‫َنم يُو‬
ْ ‫خَصمَاصَةٌ وَ م‬
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan

.َ‫الْ ُمفِْلحُوْن‬
Dan orang-orang yang telah menempati Kota
Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.
Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati
mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas
diri mereka sendiri. Sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al
Hasyr ayat -9)
Mukmin bersikap mengutamakan pertemanan lebih
dari diri mereka sendiri. Meskipun mereka sedang
berada di dalam kesusahan pula. Demikian bentuk dari
kualitas umat, yang terbina karena iman kepada Allah.
Hidup dalam redha Allah.

ZAKAT UNTUK PENGHAPUS KEMISKINAN


Sejak masa Rasullullah SAW zakat difungsikan
sebagai penghapus kemiskinan. Dalam sebuah hadist
di riwayatkan Bukhari Muslim, diingatkan,
“Meminta-minta tidak halal kecuali salah satu beban.
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

Yaitu 1.orang yang menanggung beban berat,tak


mampu memikul sendiri maka baginya halal meminta,
2.orang yang di balut kemiskinan, maka baginya halal
meminta sampai dia kembali tegak dan hidup secara
wajar. Selain dari tersebut diatas haram baginya
makan hasil meminta-minta. (HR.Bukhari Muslim, dari
Qabishah al Hilali).
Batasan Rasulullah ini, membuka peluang boleh
meminta sampai terangkat kemiskinan, sampai mereka
dapat hidup wajar. Kalangan miskin diangkat melalui
pendidikan. Diajar membina hidup layak dan mampu
mengolah kehidupan. Untuk itu perlu dikaji kesediaan
“si miskin” untuk mengubah sikap jiwa. Dari menerima
menjadi mengolah kehidupannya.

Manakala fakir miskin dapat diberi zakat dalam


bentuk peralatan permodalan, yang disesuaikan
dengan keperluan untuk menghapuskan kemiskinan.
Meskipun jumlah permodalan itu besar.1

Imam Syafei menegaskan, ”Bantuan zakat bisa


dalam bentuk memberikan sebuah pekerjaan.
Malah kemudian dapat pula ditambah usaha-usaha
lainnya hingga dapat memenuhi kebutuhan si-
miskin” (Al Umm). Pendapat ini disepakati oleh Imam

1 Imam Nawawi, Syarah Minhaj -VI/159.


Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
Ahmad, ”orang miskin boleh mengambil zakat untuk
seluruh kebutuhan hidup, berupa sumber usaha
yang berketerusan.”2
Selanjutnya Khattabi berpendapat, ”Batas
pemberian zakat adalah kecukupan. Dengan zakat
diciptakan kehidupan seseorang menjadi lebih baik.
Batas itu disesuaikan dengan kondisi serta tingkat
kehidupan umum yang berlaku.Tentu akan berbeda
pada tiap orang, sesuai dengan keadaaan mereka
(bangsa)”.3 Kebijakan umum Umar bin Khattab. ”Kalau
memberi bantuan hendaknya mencukupi”. Umar
mencontohkan di masa pemerintahannya memberi
zakat tiga ekor unta kepada seorang laki-laki yang
memerlukan bantuan. Umar menyatakan niat yang
teguh dalam “menghapus kemiskinan“ di tengah
rakyatnya. Akan aku ulangi pembagian zakat (sedekah)
walau diantara mereka baru akan cukup dengan
4
menyerahkan seratus ekor unta,”

Zakat berguna efektif meningkatkan taraf hidup


muslimin untuk menjadi keluarga mampu dan hidup
layak dalam ukuran ekonomis. Ini pula paham Imam Al
Ghazzali, ”Hendaknya zakat dapat dipakai untuk

2 Al Inshaf,III/238.
3 Ma’alim as Sunnah (II/239.
4 Al Anwaal, 565-566.
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

pembeli tanah, diolah untuk keperluan orang miskin


dan hasilnya cukup untuk seumur hidup”.5

Maka dengan zakat, dapat membuka perkebunan


dan lahan-lahan pertanian sebagai jalan pintas untuk
menghapuskan kemiskinan itu.

Yang mesti dijaga adalah tujuan utama dari zakat


adalah mentaati perintah Allah, mensyukuri nikmat,
mengamalkan isi Alquran, dan untuk kepentingan
peningakatan taraf hidup orang melarat.
ZAKAT SEAKAN RUKUN ISLAM YANG TERABAIKAN.
“ Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk
menafkahkan(hartamu) pada jalan Allah. Maka di
antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir
sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya
sendiri. Dan Allah-lah Yang Maha Kaya sedanqkan
kamulah orang-orang yang berhendak (kepada-Nya);
dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain. Dan mereka tidak akan
seperti kamu (ini).” (Q.S.47, Muhammad 38)
Di saat sebuah slogan “Ayo Sekolah" diserukan,
ada saja yang menjawab dengan berseloroh, “ di mana
duitnya ?". Tetapi, di kala orang-orang bersendawa
karena kenyang setelah selesai menyantap makanan,

5 Ihya,I/207, al Halabi
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
ternyata di tempat lain, masih banyak orang-orang
yang menekan perutnya, menahan lapar.

Ada juga orang-orang yang bingung besok makan


apa, untuk mengganti menu seleranya hari ini. Namun
ada pula di keliling mereka kelompok orang yang juga
bingung, karena ia tak tahu, apakah besok masih bisa
makan, apakah besok masih ada orang yang berbelas
kasihan padanya seperti hari ini.

Kondisi ini sering terlihat jelas di keliling kita.


Islam, telah memerintahkan para aghniya’ (orang-
orang yang dikaruniai kelebihan harta) agar
memperhatikan para dhu’afa’ (orang-orang yang tak
mampu), mengasihi dan menolong mereka agar
terlepas dari belenggu kesusahan dan kemiskinan,
dengan mewajibkan mengeluarkan sebagian harta
(2,5%) bagi yang memerlukan.

Salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh


setiap muslim adalah mengeluarkan sebagian harta
yang dimilikinya. Semestinya dipahami bahwa yang
dapat dimanfaatkan dari harta yang dimiliki hanyalah
97,5% dan yang 2,5% persennya harus dikeluarkan
untuk mustahiqun (asnaf yang delapan) terutama
golongan ekonomi lemah, yang secara syar’i disebut
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

dengan Zakat.

Terutama diberikan kepada orang-orang yang


telah ditetapkan Al Qur’an sebagai yang berhak
menerimanya (ashnaf delapan / al mustahiqqun), yaitu
dengan mewajibkan setiap orang yang berharta untuk
menunaikan zakat. Kita masih menemui anak-anak
putus sekolah dan kaum dhu’afak di kolong-melarat
yang terlantar. Hal ini dapat terjadi, mungkin karena
masih banyak dari kaum muslimin yang enggan
mengeluarkan zakatnya, terutama zakat maal (zakat
harta).

Timbul pertanyaan, mengapa masih banyak orang


Islam yang enggan mengeluarkan zakatnya ? Bisa jadi
penyebabnya, dikarenakan umat Islam masih banyak
yang tergolong kaum fakir-miskin sehingga tidak
mampu untuk membayar zakat, atau mungkin
dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang zakat dan
sistem pengelolaan-nya, ataukah mungkin karena
kurangnya perhatian umat Islam terhadap kewajiban
zakat, atau karena Rukun Islam yang satu ini sudah
terabaikan. Wallahu a’lamu
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan

PERANSERTA PEMERINTAH MENGELOLA


ZAKAT
Integrasi zakat ke dalam peraturan negara
sebenarnya pembumian syariat agama Islam dan
perwujudan Ketuhanan YME terhadap realitas sosial
yang berada dalam lingkungan masyarakat muslim.
Pemberlakuan zakat dalam konteks masyarakat
modern bukan semata tuntutan Syari’at Islam dalam
menunaikan zakat, tetapi juga upaya membentuk
masyarakat berkehidupan yang layak.

Semua elemen masyarakat muslim mestinya


berusaha membuat zakat sumber dana pembangunan
umat yang ditata dengan peraturan perundangan,
dan menjadikannya alat di dalam meningkatkan
pemerataan ekonomi dan keadilan.

Di Indonesia, kini pengelolaan zakat telah diatur


dalam UU No. 38 tahun 1999, dan tidak bisa luput
dari wajah pembangunan dan otonomi daerah kini.
Benang merah antara pengelolaan zakat dan otonomi
daerah meliputi proses demokratisasi, peran serta
masyarakat, pemerataan kesejahteraan dan keadilan
sosial serta potensi keanekaragaman daerah.
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

Rangkaian proses tersebut di atas dapat kita


temukan dasarnya pada UU Number 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat, di antaranya:

1. Dalam Bab III tentang


Organisasi Pengelolaan Zakat
pada pasal 5, 6, 7 dan 8
disebutkan bahwa, untuk
pengelolaan zakat, pemerintah --
pusat maupun daerah --
membentuk sebuah lembaga
pengelola yang disebut badan
amil zakat (BAZ) yang memiliki
tugas pokok, mengumpul,
mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat sesuai
dengan ketentuan agama. Dengan
tujuan guna meningkatnya
pelayanan bagi masyarakat dalam
menunaikan zakat, meningkatnya
fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
serta meningkatnya hasil guna
dan daya guna zakat.

2. Dalam Bab VIII tentang


ketentuan-ketentuan lain pada
pasal 23 dijelaskan bahwa, dalam
menunjang pelaksanaan tugas
Badan Amil Zakat yang dibentuk,
pemerintah wajib membantu
biaya operasional BAZ.

ZAKAT DAN OTONOMI DAERAH


Pada dasarnya, hubungan paradigma zakat dan
otonomi daerah sebenarnya telah menemukan
bentuknya yang sempurna. Dan untuk realitas
empirisnya, maka peran pemerintah selaku pengukuh,
pembina dan sekaligus pelindung atas pelaksanaan
pengelolaan zakat sangatlah dituntut untuk lebih pro-
aktif. Dan pemberdayaannya haruslah terprogram
dalam sebuah agenda kerja prioritas pemerintah.

Dana zakat yang terkumpul sangatlah potensial


dalam pemberdayaan umat Islam, untuk meningkatkan
kesejahteraan umat dan sekaligus sebagai pembebas
umat dari belenggu kemiskinan, baik struktural
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

maupun kultural.

Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak mungkin terjadi, seorang fakir menderita


kelaparan atau kekurangan sandang dan pangan kecuali
disebabkan kebakhilan para hartawan (aghniya’).
Ingatlah bahwa, Allah Ta’ala akan melakukan
perhitungan teliti serta meminta pertanggung jawaban
mereka, lalu akan menyiksa mereka dengan siksaan
yang amat pedih.” (HR. Imam Al Ashbahani)
Dari hadist ini disimpulkan ;

1. Kemiskinan yang diderita fakir miskin


bukan semata-mata karena kemalasan
mereka semata. Mungkin sekali
diakibatkan kurang pemerataan
kesejahteraan dan kurangnya perhatian
dan tanggung jawab sosial para aghniya’.
2. Allah SWT telah mewajibkan para
aghniya’ untuk menyisihkan sebagian
hartanya untuk para fakin miskin, dengan
cara membayar zakat.
Apabila pengelolaan zakat ditangani dengan serius
oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama,
maka zakat secara realitas akan dapat menjadi
penunjang kemandirian ekonomi daerah, insya Allah.
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
Fungsi zakat di awal kerasulan ditekankan pada
kepedulian atas kesejahteraan masyarakat dalam
tingkat regional (bersifat daerah). Saat itu, sistem
pelaksanaan zakat secara kolektif mulai dibentuk.
Rasulullah juga mengutus para petugas zakat ke
berbagai daerah dengan membawa berbagai instruksi
yang diperlukan, terdiri dari harta yang dikenakan
zakat, perasaan kasih sayang, kebijaksanaan, dan
pendekatan individual. Nasehat Nabi kepada Mu’adz
bin Jabal ketika dikirim ke Yaman, tahun 10 H.,
adalah pembentukan dasar-dasar yang sah tentang
permasalahan zakat. Sebagaimana tersimak di dalam
Sabda Rasulullah saw.
‫صدَقَ ًة ُتؤْخَ ُذ‬
َ ‫علَيْهِ ْم‬َ ‫ض‬ َ ‫علِمْهُ مْ أَنّ الَ َقدْ فَ َر‬ ْ ‫فَا‬
‫ُمه‬
ْ ‫ِنه ه‬ْ ‫ َفإ‬،‫ِمم‬ْ ‫ِمم َفتُرَ ّد عَلَى فُقَرَا ِئه‬
ْ ‫غنَيَا ِئه‬ْ ‫ِنم َأ‬
ْ ‫م‬
َ‫ وَاتّ ق‬،ْ‫ك وَ كَرَائِ َم أَ ْموَالَهُ م‬
َ ‫عوْا لِ َذلِ كَ فَإِيّا‬ُ ‫أَطَا‬
ِ ‫ْنه ال‬
َ ‫ْسه بَ ْينَه َا وَ بَي‬
َ ‫ّهه لَي‬
ُ ‫ْمه فَِإن‬
ِ ‫ظلُو‬ْ ‫دَعْ َوةَ الْ َم‬
)‫ (رواه الشيخان‬.ٌ‫حِجَاب‬

« … maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah


telah mewajibkan mereka mengeluarkan zakat
(shadaqah) yang engkau ambil dari harta orang-orang
kaya di antara mereka, dan dibagikan kepada kaum
miskin di antara mereka. Jika mereka mentaatimu,
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

berarti kamu akan mendapatkan harta yang terbaik,


dan takutilah jeritan kaum tertindas, karena tidak
ada tabir antara mereka dan Allah…. » (HR. Bukhari)
Hadits ini menggambarkan tentang perhatian
Islam atas upaya meningkatkan taraf hidup berdasar
asas teritorialnya. Sepanjang satu wilayah telah
terbangun sistem ekonominya, maka yang perlu
diupayakan adalah mengurangi kemiskinan. Tampak
asas desentralisasi dalam paradigma zakat erat
kaitannya dengan upaya pemberlakuan otonomi
daerah masa otonomi ini.
TANTANGAN PELAKSANA KELOLA ZAKAT
1. Kurangnya pengetahuan umat
tentang hukum zakat.
2. Kurangnya perhatian dan
kesadaran umat terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan
kewajiban zakat.
3. Perhatian umat yang setengah-
setengah dalam melaksanakan
kewajiban zakat, seperti hanya
terfokus pada kewajiban zakat
fitrah saja. Kewajiban zakat
lainnya, seperti zakat profesi,
Menjadi Alat bagi Umat untuk
Memerangi Kemiskinan
zakat maal, tidak
terperhatikan.
4. Pendistribusian zakat hanya
terkonsentrasi kepada
seseorang atau kelompok
tertentu yang mengakibatkan
pendistribusian tidak merata,
tidak tepat guna dan tepat
sasaran.
5. Kurang pendayagunaan dana
zakat yang terkumpul, di mana
al mustahiqun selama ini. Hal
ini menuntut suatu upaya
menjadikan para mustahiqun
tidak terus menjadi penerima
zakat, tetapi berupaya
menjadikan mereka sebagai
Muzakki di suatu saat kelak.
6. Kurangnya personil di Badan
Amil Zakat yang menguasai
hukum fiqih - khususnya
tentang fikih zakat dan
menejemen pengelolaan zakat.
KELOLALAH ZAKAT DENGAN TERPADU
1. Segera disosialisasi keberadaan BAZ
(Badan Amil Zakat) yang telah dibentuk
Zakat sebagai Pembersih Jiwa dan
Harta

pemerintah dan manajemen pengelolaan


zakat yang baik.
2. Membangun kesatuan visi, misi dan
orientasi dalam masyarakat tentang
pengelolaan zakat.
4. Melakukan pelatihan khusus
pengelola zakat secara
professional.
5. Kerjasama dan perhatian semua
pihak, serta pemeranan media
mutlak diperlukan.

Layaknya siang dan malam, kaya dan miskin


memang selalu ada. Sebenarnya, persoalannya
bukan terletak ada-tidaknya kaya dan miskin.
Akan tetapi, mengupayakan agar kesejahteraan
dan keadilan terwujud di tengah-tengah umat
adalah sebuah keniscayaan
ِ ‫خيْرًا‬
َ ‫جعَلْ غَ َدنَا‬ ْ ‫ وَ ا‬،‫سنَا‬ ِ ْ‫ن َأم‬
ْ ‫ل َي ْومَنَا خَيْرًا ِم‬ ْ َ‫جع‬ ْ ‫الّلهُمّ ا‬
ْ‫ وَ َأجِ ْرنَا ِمن‬،‫ل ُموْ ِر ُكّلهَا‬ ُ‫يا‬ ِ ‫ وَ احْسِنْ عَا ِقبَ َتنَا ف‬،‫مْن َي ْومِنَا‬
َ‫ الّلهُمّ ِإنّا َنسَْأُلكَ اْل َع ْفوَ و‬،ِ‫ب الخِرَة‬ ِ ‫خِ ْزيِ ال ّد ْنيَا وَ عَذَا‬
‫ َرّبنَا آ ِتنَا فِى‬،‫العَا ِفيَةَ فيِ ِد ْينِنَا وَ ُد ْنيَانَا وَ َأ ْهِليْنَا وَ َأ ْموَالِنَا‬
.ِ‫ب النّار‬ َ ‫سنَ ًة وَ ِقنَا عَذَا‬ َ َ‫سنَ ًة وَ فِى الخِ َرةِ ح‬ َ َ‫ال ّد ْنيَا ح‬

You might also like