You are on page 1of 16

Dasar Ilmu Budaya dan Ilmu Budaya Dasar

Sebuah Catatan Kritis untuk buku


Ilmu Budaya Dasar dalam Perspektif Al Qur’an
Karya Drs. Abdul Kholiq, MA

Catatan kecil ini disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah Ilmu Budaya Dasar
Yang diampu oleh bapak Drs. Abdul Kholiq, MA

Disusun Oleh

Abaz Zahrotien

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2008
Dasar Ilmu Budaya dan Ilmu Budaya Dasar
Sebuah Catatan Kritis untuk buku
Ilmu Budaya Dasar dalam Perspektif Al Qur’an
Karya Drs. Abdul Kholiq, MA

A. Pendahuluan

Tradisi, Peradaban, seni dan Kultur merupakan kata-kata yang memiliki


hubungan khusus dan saling terkait antara yang satu dengan yang lain.
Satu kata memiliki arti yang berbeda dari kata yang lain, namun dalam
penggunaan kata-kata tersebut sering kali disalah artikan sebagai satu
entitas linguistic yang lazim digunakan tanpa menghubungkan makna dan
penggunaannya dalam disiplin ilmu bahasa.

Sederhananya, tradisi adalah hal, adat, laku social, hokum, norma dan
nilai yang berlaku secara turun temurun dalam jangka waktu yang sangat
lama oleh sekelompok masyarakat yang menyepakati berlakunya tradisi
tersebut sebagai cirri khas dan identitas kelompok masyarakatnya.

Ini berbeda dengan budaya, budaya adalah, hasil cipta, karsa, karya
manusia. Pembahasan detail mengenai studi linguistic mungkin tidak
terlalu tepat apabila menjadi prolog dalam diskusi teks ini, sehingga akan
lebih baik apabila pembahasannya langsung pada point of view yakni
mengenai study budaya.

Ilmu Budaya dasar sebagai mata kuliah dasar umum (MKDU) merupakan
mata kuliah yang wajib untuk mahasiswa1, sebagai mata kuliah dasar yang
berlaku di setiap jurusan, tentunya memiliki alasan yang kuat untuk
dianggap sebagai mata kuliah wajib. Dalam catatan M. Habib Mustopo2
tujuan diadakannya ilmu budaya dasar adalah

1. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap dan bertindak sesuai

1 Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No.
32/DJ/Kep/1983 tentang pendidikan Ilmu Budaya Dasar sebagai Mata Kuliah Dasar Umum untuk
semua mahasiswa di setiap perguruan tinggi, baik negeri atau swasta. Lihat juga
http://www.depdiknas.go.id/dikti
2 Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar, Usaha Nasional Surabaya, 1983, hal. 15 sebagaimana
dikutip Drs. M. Abdul Kholiq, dalam Ilmu Budaya Dasar dalam Perspektif Al Qur’an, LP3M Unsiq,
2003, hal. 5
dengan ajaran agamanya, dan memiliki tenggang rasa terhadap
pemeluk agama lain.

2. Berjiwa Pancasila sehingga segala keputusan serta tindakannya


mencerminkan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan memiliki
integritas kepribadian yang tinggi, yang mendahulukan kepentingan
nasional dan kemanusiaan sebagai sarjana Indonesia.

3. Memiliki wawasan budaya yang luas tentang kehidupan


bermasyarakat dan secara bersama-sama mampu berperan serta
meningkatkan kualitasnya, maupun lingkungan alamiah dan secara
bersama-sama berperan serta di dalam pelestariannya.

4. Memiliki Wawasan komperehensif dan pendekatan integral di dalam


menyikapi permasalahan kehidupan baik social, ekonomi, politik,
kebudayaan maupun pertahanan keamanan.

Konstruksi Ilmu budaya, menurut Abdul Kholiq, merupakan ilmu


gabungan yang menggabungkan empat disiplin keilmuan sekaligus
sebagai pisau analisis dan basic konstruksinya. Komponen disiplin ilmu
yang dimaksud oleh Abdul Kholiq adalah Filsafat, Teologi, Sejarah dan
Seni. Keempat ilmu ini masing-masing memiliki peranan penting dalam
upaya mengkonstruk Ilmu Budaya sehingga menjadi satu disiplin ilmu
turunan yang sering kali disebut sebagai humaniora.

Sebagai ilmu humaniora, dimana akan bersentuhan langsung dengan


manusia, atau tepatnya ilmu terapan, maka perlu mengetahui juga
karakteristik individu, makna subjektif tindak individu serta laku social
dan karakter social suatu masyarakat yang akan dituju. Langkah yang
ditempuh dalam upaya ini, mahasiswa dibekali melalui ilmu budaya dasar
untuk dapat lebih menanamkan kepekaannya dalam memahami
lingkungan social budaya.

Abdul Kholiq juga mencatat, para mahasiswa yang mempelajari ilmu


budaya dasar diharapkan mampu menjunjung tinggi persatuan diatas
perbedaan, mengutamakan kepentingan bersama dan tidak chauvinistic
terhadap daerah, agama atau sukunya. Universalitas menjadi harapan
kedepannya dalam penerapan disiplin ilmu ini. Pengkotak-kotakan
berdasarkan agama, suku, daerah serta adat istiadat merupakan hal yang
mencoba ditepis dalam disiplin ilmu ini karena sentiment semacam ini,
ditengah-tengah masyarakat kita merupakan sentiment yang sangat
dapat mudah disulut untuk menyebabkan konflik social, dan bahkan
memungkinkan terjadinya disintegrasi bangsa kedepannya.
Selain itu, sebagai mata kuliah dasar umum, Ilmu Budaya Dasar juga
berperan dalam upaya membekali mahasiswa agar dapat ‘diterima’
masyarakat setelah study. Artinya, fleksibilitas social dan intimitas social
diharapkan mampu terbangun meskipun disiplin jurusan yang diambil
mahasiswa berbeda antara satu dan yang lainnya, dan terkadang, sama
sekali jurusan tersebut tidak ada kaitannya dengan kehidupan social dan
bermasayarakat.

Dalam buku yang akan kita bahas, Drs. M. Abdul Kholiq mencoba
menggabungkan dua disiplin ilmu sekaligus yang dikemas dalam satu
pembahasan yang cukup unik dan menarik, yakni antara teori-teori dasar
budaya dan teori-teori teologis. Dua disiplin ilmu ini dikemas menjadi satu
tema yang saling menguatkan antara satu dengan yang lain, apabila yang
pertama sebagai dalil riil, maka yang kedua berperan sebagai justifikasi
teologis, apabila yang kedua menjadi ilustrasi historis, maka yang
pertama menempatkan dirinya sebagai studi tekstual normative.

B. Deskripsi Global Buku

Dalam Disiplin Ilmu Budaya Dasar, setidaknya ada delapan kajian


turunannya yang lebih spesifik membahas mengenai persoalan-persoalan
budaya, individu, social dan religious. Kedelapan kajian turunan ini
diharapkan secara mendalam mampu membedah problem social,
menganalisisnya, menemukan problem social serta mampu mencari
solving problem atas persoalan tersebut. Disamping itu, secara mendalam
melalui kajian turunan setidaknya pembahasan lebih dapat mudah
dipahami sebagai kajian spesifik untuk kemudian mengaitkan antara satu
kajian turunan dengan kajian turunan yang lainnya. Meskipun pada
dasarnya satu entitas, namun akan lebih tepat ketika dalam mengkajinya
dipecahkan berdasarkan spesifikasi dan target pembahasannya.

Kedelapan kajian turunan yang dimaksud adalah, Manusia dan Cinta


Kasih, Manusia dan Keindahan, Manusia dan Penderitaan, Manusia dan
Keadilan, Manusia dan Pandangan Hidup, Manusia dan Tanggung Jawab
serta Pengabdian, Manusia dan Kegelisahan dan terakhir, Manusia dan
Harapan serta Cita-cita.

Agar dalam diskusi tekstual ini tidak terlalu overleap dan lebih terarah
diskusinya, maka kita putuskan untuk membahas secara terperinci sesuai
dengan kajian turunan disiplin ilmu ini. Maksudnya, pembahasannya
langsung pada inti pembahasan ilmu budaya dasar yakni mengenai
delapan kajian turunan seperti telah dicantumkan diatas.

1. Manusia dan Cinta Kasih


Pada dasarnya, manusia diciptakan dibekali dengan sifat-sifat bawaan,
bayi yang baru lahir telah memiliki sifat-sifat dasar yang pada nantinya
akan muncul sesuai dengan perkembangan fisik serta pengaruh luar yang
mempengaruhi perkembangannya. Sifat-sifat dasar inilah yang kemudian
sering kali disebut sebagai sunatullah, atau segala sesuatu yang telah ada
sejak bayi lahir, dalam bahasa filsafatnya ini disebut sebagai hubungan
eksistensi dan esensi. Esensi diartikan sebagai sifat dasar sementara
eksistensinya adalah wujud manusia, dimana keberadaan keduanya saling
terkait, tidak ada yang satu maka tidak ada yang lainnya.

Berangkat dari sifat-sifat dasar inilah, secara naluriah bayi, setelah


tumbuh seiring dengan pertumbuhan fisik, akan dapat membedakan
mana yang tepat dan mana yang tidak tepat, mana yang baik dan mana
yang kurang baik, mana yang benar dan mana yang salah. Sifat dasar ini
dapat kelihatan ketika bayi akan lebih merasa aman ketika bersama ibu
kandungnya dibanding harus digendong oleh orang yang baru dikenalnya.
Bersama ibunya dia merasa lebih baik. Seiring dengan perkembangan
tubuhnya, dan yang paling penting, pengaruh luar terhadap
perkembangan karakteristik bayi, maka dia dengan akalnya telah dapat
mengetahui bahwa ada sesuatu yang baik dan yang buruk, dapat
membeakannya serta memilih jalan mana yang akan dia ambil.

Kasih sayang adalah juga merupakan sifat dasar yang dibawa ketika bayi
lahir. Kasih sayang ini termanifestasikan dalam hubungan antara ibu dan
bayinya. Bayi akan dapat mengenal sentuhan kasih dari orang tuanya,
dapat mengenal sentuhan cinta ketika Ibu memberikan ASI kepada
bayinya, ada contoh kasuistik, bahwa terkadang bayi dapat merasakan
ASI dari ibu kandungnya (atau ibu yang biasa menyusuinya) serta menolak
ASI yang diberikan dari ibu lainnya.

Cinta Kasih terus berkembang seiring dengan perkembangan bayi hingga


menjadi anak-anak, anak-anak ketika menjelang usia remaja, remaja
ketika mulai tumbuh menjadi dewasa, dewasa ketika memasuki usia tua
dan ketika sudah tua beranjak menuju usia senja. Cinta kasih terus
tumbuh sesuai dengan pertumbuhan usia, dan pengejawantahan dari
kasih tersebut juga berbeda sesuai usianya. Pernyataan cinta seorang ibu
akan berbeda dengan pernyataan cinta anak kepada ibunya. Pernyataan
kasih kakek kepada cucunya akan berbeda dengan seorang ayah kepada
anaknya. Begitulah usia berpengaruh terhadap manifestasi cinta kasih
manusia.

Cinta kasih adalah cinta yang tumbuh dan berkembang dalam lubuk
sanubari setiap manusia, bukan karena dorongan kepentingan tertentu.
Cinta kasih ini tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, tidak pula terbatasi
oleh umur, jenis kelamin, suku budaya, bangsa dan agama. Dalam cinta
kasih ini, tidak dapat ditemui rasa cemburu, iri hati, persaingan atau
penyisihan, sebabnya, dalam cinta kasih tidak hanya berbicara mengenai
kepentingan, maka semuanya dianggap sama, semuanya merupakan
objek pemberian kasih kepada sesama tanpa memberikan arti khusus
untuk kepentingan tertentu.

Pentingnya cinta kasih dalam kehidupan manusia adalah karena manusia


selain sebagai makhluk individu yang akan menghidupi diri mereka
sendiri, juga sebagai makhluk social, yang membutuhkan bantuan orang
lain, membutuhkan orang lain dalam mengarungi kehidupan agar dapat
lebih terpuaskan kebutuhan sosialnya. Karena manusia membutuhkan
sesamanya, maka manusia juga harus menyatakan cintanya kepada
sesamanya tanpa membedakan antara satu dan yang lain karena
sentiment tersertentu yang sengaja ataupun tidak sengaja digulirkan.
Cinta harus ditebarkan kepada setiap makhluk dengan porsi yang setara,
tidak ada persaingan dalam cinta dan tidak ada kecemburuan dalam
cinta, saling mengulurkan tangan dan saling bergandengan tangan.

Melalui cinta ini pula, hubungan khusus antar manusia dapat terjalin,
cinta juga merupakan rasa yang mampu menjalin hubungan keluarga,
menjalin ikatan persaudaraan, menggandeng perbedaan menjadi satu
kesatuan dan menciptakan persaudaraan yang saling mengerti kebutuhan
satu dengan yang lainnya.

Dalam membicarakan manusia dengan kasih sayang, dapat pula


dispesifikasikan menjadi beberapa kelompok, yakni kasih sayang antar
individu, kasih sayang interindividu, kasih sayang sesama, kasih sayang
keibuan, kasih sayang erotis dan kasih sayang terhadap Tuhan dan
Rasulnya.

Kasih sayang antar individu adalah manifestasi dari cinta yang mengaitkan
hubungan khusus dua individu yang memiliki rasa cinta dan ketertarikan
antara satu dengan yang lain. Kasih sayang antar individu ini adalah
fondasi dasar dari hubungan keluarga, dengan kasih sayang antar individu
ini, maka terjalinlah pernikahan, memiliki keturunan dan selanjutnya
menjadi satu keluarga besar dalam beberapa decade kedepannya.

Cinta yang tumbuh antara satu orang dengan orang lain biasanya lebih
dapat dilihat dari ketertarikan secara fisik ataupun non fisik seseorang
kepada orang lain yang kemudian cinta itu disambut kemudian menjalin
kesepakatan bersama dalam ikatan pernikahan.

Secara umum dalam pandangan masyarakat awam, yang dinamakan cinta


adalah yang demikian ini, hubungan antar individu, cinta sama artinya
dengan hubungan khusus satu orang dengan satu orang yang lain. Sering
kali masyarakat awam berpandangan sempit mengenai cinta, sehingga
tafsiran mengenai cinta itu sendiri juga diartikan sempit dan tertutup dari
penjelasan yang lebih universal.

Kasih sayang interindividu adalah kasih sayang seseorang terhadap


dirinya sendiri, bagaimana seseorang mencintai dirinya sendiri dan
memanifestasikan cinta itu kepada dirinya sendiri. Tentang klasifikasi
cinta ini, orang cenderung mengabaikan, tidak menempatkan kasih
kepada dirinya sendiri sebagai bagian penting dari cinta. Padahal,
kebutuhan cinta paling mendasar adalah cinta yang mendalam kepada
dirinya sendiri, cinta terhadap diri sendiri ini mengarah pada upaya
menjaga diri, memperbaiki diri, merias diri serta membawa diri dalam
situasi dan kondisi tertentu.

Cinta kepada diri sendiri tidaklah sama dengan mementingkan diri sendiri,
cinta kepada diri sendiri tidak berarti mencintai dirinya sendiri kemudian
meninggalkan kebutuhan cinta terhadap sesama. Mementingkan diri
sendiri akan membawa seseorang dalam keegoisan, memandang
kepentingan social dibawah kepentingan individu dan mengutamakan
dirinya sendiri dibanding mendahulukan orang lain atau masyarakat
dalam setiap hal.

Mencintai diri sendiri yang berarti menjaga diri membawa seseorang


pada upaya yang tegar menghadapi setiap persoalan yang dihadapi dan
menyelesaikannya secara bijak. Mampu menempatkan diri pada situasi
apapun dan memperbaiki dirinya apabila ternyata dia melakukan
kesalahan yang merugikan orang lain dan masyarakat secara umum.

Klasifikasi cinta yang lain adalah cinta erotis, yakni cinta yang
mendambakan adanya peleburan, penyatuan antar pribadi dengan
intimitas yang tinggi. Cinta erotis mendambakan adanya dua pribadi yang
mengaktualisasikan cintanya melalu tindakan-tindakan erotis yang
mampu menutupi kebutuhan biologis diantara keduanya.

Dalam kasus cinta erotis, tidaklah merupakan bagian dari cinta yang
umum, ini kasuistik dan bersifat ekslusif. Cinta jenis ini terjadi apabila ada
ketertarikan secara seksual antara satu orang dengan orang lain yang
telah memiliki hubungan cinta antar individu yang mendalam. Dorongan
seksual yang tinggi merupakan bagian terpenting dalam jenis cinta ini.

Selanjutnya cinta terhadap sesama, cinta ini adalah cinta yang bersifat
universal, cinta dalam pandangan kaum universalis adalah mencintai
kepada setiap makhluk tuhan yang ada dibumi, tidak hanya mencintai
sesama manusia saja, tetapi mencintai alam raya, binatang-binatang dan
mencintai kekayaan alam dengan menjaganya dari kepunahan.
Cinta terhadap sesama tidak ada kata cemburu atau iri hati dalam
pengejawantahannya. Seseorang yang mencintai sesamanya, maka secara
otomatis orang lain akan mencintainya juga, cinta ini bersifat universal,
kadarnya tidak terlalu tinggi apabila dibaningkan dengan cinta antar
individu dan cinta erotis, sehingga jarang sekali seseorang cemburu
karena orang lain mencintai hutan belantara, mencintai rakyat, mencintai
masyarakat secara umum.

Menyatakan cinta terhadap sesama tidak harus dibuktikan dengan kata-


kata kepada semua orang bahwa ia mencintainya, tetapi dibuktikan
dengan tindakan yang nyata, tindakan yang orang lain dapat menilainya
sebagai pengejawantahan rasa cinta. Dengan senyum, orang dapat
mengetahui bahwa orang yang tersenyum menebarkan kasih kepadanya,
misalnya, atau dengan mengajak orang lain bersalaman, berpelukan atau
cium pipi maka orang akan merasa bahwa orang tersebut memberinya
cinta. Atau dalam kasus lain, orang dapat dikatakan cinta kepada alam
raya ketika orang tersebut turut serta dalam upaya reboisasi, pencegahan
global warming, menjaga kelesatarian hutan dan kekayaan alam dan
menjaga binatang-binatang langka yang hamper punah dari perburuan
liar untuk kepentingan pribadi.

Orang juga dapat dikatakan mencintai terhadap sesama ketika orang


tersebut ternyata dapat dibuktikan setiap kata-katanya, setiap
tindakannya, setiap langkahnya tidak merugikan orang lain, membuat
orang lain senang dan membuat setiap orang merasa nyaman dan aman
ketika berada disekeliling orang tersebut.

Ini berbeda dengan cinta seorang ibu kepada anaknya, cinta keibuan lebih
didasarkan cinta yang bernilai tanggung jawab dan perhatian. Seorang ibu
akan merasa bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anaknya,
sehingga dengan jalan apapun ia memberikan perhatian, kasih sayang,
cinta, dan kebutuhan anaknya yang lain. Ia akan merasa nyaman ketika
anaknya merasa nyaman pula, ia akan merasa senang apabila setiap
kebutuhan anaknya terpenuhi, ia akan merasa bahagia meskipun ia
membanting tulang untuk masa depan anaknya ketika melihat anaknya
sukses.

Cinta seorang ibu kepada anaknya tidak bernilai materi, tidak pula bernilai
timbal balik, cinta seorang ibu tulus kepada anaknya, ia akan rela jatuh
bangun memenuhi kebutuhan anaknya, ia akan bahagia ketika anaknya
senang meskipun dirinya sendiri sengsara. Cinta seorang ibu melebihi
cinta kepada apapun. Sehingga peran ibu menjadi sangat penting dalam
menunjang masa depan anak kedepannya.

Selain kepada sesama makhluk, manusia juga dituntut untuk mencintai


kepada tuhannya sebagai upaya memenuhi kebutuhan rohani setiap
manusia. Mencintai tuhan berarti mencintai dan bersyukur dengan apa
yang telah dianugerahakan oleh tuhan kepada dirinya, orang yang
bersyukur adalah orang yang begitu mencintai tuhannya.

Pernyataan cinta kepada tuhan dibuktikan dengan pengabdian kepada


tuhan dengan sepenuh hati dan jiwa raganya. Seseorang mencintai
tuhannya ketika orang tersebut mampu membuktikan bahwa dia dalam
setiap tindakannya tidak bertentangan dengan apa yang diperintahkan
oleh tuhan untuk dikerjakan dan tidak pula melanggar terhadap setiap
larangan tuhan yang manusia tidak diperkenankan untuk
mengerjakannya.

Pengabdian kepada tuhan, diatur dalam aturan agama yang dibentuk


untuk kepentingan bersama oleh tuhan. Orang tidak dapat menolak
perintah tuhan yang ada dalam perintah agama. Apabila sampai terjadi
hal yang demikian itu, maka orang tersebut dapat dikatakan tidak
mencintai tuhannya. Orang yang tidak mau mengabdi kepada tuhannya
orang tersebut dapat dikatakan tidak mencintai tuhannya.

Cinta kepada tuhan, juga diharuskan untuk cinta kepada rasulnya. Orang
dapat dikatakan mencintai tuhannya apabila ia juga mencintai rasulnya
sebagaimana ia mencintai tuhannya. Demikian hubungan cinta ini
berjalan, saling mendukung dan saling terkait antara yang satu dengan
yang lainnya.

2. Manusia dan Keindahan

Ketika berada dikampus, tataplah kearah timur kampus, maka pandangan


kita akan terbentur pada rangkaian perbukitan yang saling terrangkai
membentuk gelombang bumi yang dihiasi dengan tanaman-tanaman
kayu, pada gelombang bukit yang saling terrantai ini terpaku pada bukit
yang tertinggi, gundul, tanpa tanaman, namun pada puncaknya dililit oleh
awan putih yang membentuk formasi tertentu, rangkaian ini semua
tampak sangat enak untuk dinikmati dalam pandangan mata, rangkaian
ini, karena kenikmatannya dinikmati oleh mata, seringkali menjadi objek
dalam membuat lukisan, fotografi ataupun ilustrasi untuk menuliskan
narasi-narasi tertentu mengenai alam raya.

Atau misalnya, lihatlah dari lantai tiga gedung Al Jadid, dari sana lihatlah
rumput yang menghijau disetiap lapangan, ditengahnya terbelah jalan
aspal yang membentuk formasi unik, serta bangunan masjid yang bergaya
punden berundak, pohon-pohon rindang yang menghiasi karpet rumput
hijau semakin menambah kenikmatan mata memandang suasana kampus
yang begitu hijau. Ramuan hijau ini, membuat mahasiswa merasa nyaman
ketika berlama-lama berada dikampus, apalagi di dukung dengan suasana
yang enak untuk diarasakan, hawa udara yang menyejukkan, jauh dari
kebisingan dan lalu lintas padat, serta letak tata gedung yang sudah mulai
ditata dengan tata ruang yang teratur.

Sungguh indah, demikian yang terucap dari setiap orang ketika menikmati
pandangan rangkaian perbukitan yang menggelombang serta melihat
keasrian kampus. Keindahan alam semacam ini merupakan hiburan yang
membuat orang merasa nyaman ketika berada dilingkungan yang juga
indah. Keindahan membuat manusia menjadi lebih merasakan gairah
yang berlebih, semangat yang menyala serta keengganan untuk
terpisahkan dari keindahan itu. Bukti nyata dari itu adalah, orang akan
cenderung lebih semangat untuk merelaksasikan pikiran dan penat yang
dialaminya dengan berlibur ke tempat-tempat yang indah dibandingkan
harus ke tempat-tempat kerja atau aktivitas yang membuat orang
merasakan beban pikiran yang justru membuat menambah penat.

Melihat keindahan, menikmati keindahan, merasakan keindahan adalah


harapan setiap orang untuk menutupi segala beban yang dirasakannya.
Namun apa sebenarnya keindahan itu dan mengapa keindahan memiliki
nilai candu yang begitu tinggi. Baiklah sebelum jauh memperbincangkan
mengenai keindahan, kita mulai dahulu dari pengertian keindahan serta
segala sesuatu mengenai keindahan yang mampu dideskripsikan secara
tekstual.

Keindahan menurut Baum Garten adalah beauty is another of parts in the


manual relation and in their relation to the whole. Ini berarti keindahan
merupakan satu komposisi yang keseluruhan dan teratur dari bagian-
bagian lain yang saling berhubungan satu sama lain. Penulis
mengambilkan contoh dari pengertian yang diajukan oleh Baum Garten
ini, bahwa yang dimaksud dengan keindahan adalah ibarat contoh
pertama diatas, apabila dilihat hanya satu, maka rangkaian bukit akan
terlihat kurang begitu menarik, apalagi hanya melihat gunung sindoro
yang gundul, gersang dan tidak terlihat keindahan didalamnya. Namun
ketika gunung sindoro dirangkai dengan keindahan lain seperti awan yang
menyelimuti dan membentuk formasi yang unik, disambut gelombang
bukit-bukit hijau maka keindahannya tidak diragukan lagi. Inilah yang
dimaksud oleh Garten sebagai manual relation, relasi manual yang antara
bagian-bagian yang saling berhubungan.

Namun demikian, memperbincangkan mengenai keindahan, orang tidak


akan mampu mendeskripsikan dan mendefinisikan secara tepat dan
objektif, karena keindahan adalah bersifat subjektif, tergantung siapa dan
apa yang dilihat, tidak berlaku batasan baku yang paling tepat untuk
mendefinisikan keindahan. Orang Dieng akan memandang panorama
kawasan Dieng sebagai hal yang biasa saja, dan akan melihat keindahan
ketika berada di Jakarta dan melihat gedung-gedung pencakar langit yang
jumlahnya tak mampu mereka hitung, namun orang Jakarta akan
menggap Dieng keindahannya sangat luar biasa dibandingkan dengan
daerah lainnya, apalagi Jakarta yang mereka rasakan sebagai lahan
penatnya. Dari kasus ini, maka keindahan, terutama ketika melihat
kasuistik, tidak dapat ditemukan batasan definitifnya.

Satu hal lagi, orang mengartikan keindahan biasanya hanya dilihat pada
sisi visual saja, artinya orang mengatakan segala sesuatu indah apabila
mata mereka yang menangkapnya lalu mengirimkan sinyal ke otak dan
ditafsirkan sebagai keindahan. Keindahan dalam batasan umum hanya
pada sisi visual saja, namun mengabaikan sisi yang lainnya. Entah karena
ada diksi yang lain untuk indera lain atau bagaimana, tetapi yang jelas,
berbicara mengenai keindahan, juga erat kaitannya dengan indera yang
lain yang juga menangkap sinyal yang sama. Misalnya, seindah-indahnya
kawasan Dieng, orang tidak akan mengatakan itu kurang apabila disana
masih banyak dijumpai pupuk kandang di pinggiran jalan dengan bau
yang sangat menyengat, lalat-lalat yang berterbangan dimana-mana,
aroma kurang sedap ini mengurangi nilai keindahan. Atau ketika berada
di goa, orang menganggap goa kurang indah ketika didalam goa masih
banyak dijumpai binatang melata seperti ular yang hidup didalamnya dan
sering kali dapat membahayakan orang yang masuk didalamnya.

Terlepas dari semua itu, penulis yakin semua orang memiliki definisi
masing-masing mengenai keindahan, setiap orang mengetahui secara
pasti apa yang menurut mereka indah dan apa yang menurut mereka
tidak indah. Setiap orang juga mengetahui objek mana yang dapat
dikatakan indah, dan objek mana yang tidak menarik untuk dinikmati
keindahannya.

Begitulah keindahan, tidak ada batasan pasti untuk menafsirkannya,


tetapi semua orang memahami bahwa keindahan adalah segala sesuatu
yang memiliki daya pikat tertentu, baik bernilai visual, audio, rasa, bau
dan tekstur.

Menyikapi keindahan, tanggung jawab manusia terhadap keindahan


adalah menjaganya agar keindahan tersebut dapat setiap saat dirasakan,
dinikmati dan digunakan untuk mengurangi penat dan beban pikiran
sebagai ‘candu’ yang memabukkan. Tanggung jawab ini tidak hanya
sebatas itu, tetapi juga manusia harus mengupayakan peningkatan yang
lebih agar objek yang dituju dapat terus menjadi indah, tambah indah dan
yang paling penting manusia dapat lebih menikmati keindahan tersebut.
Ini penting mengingat hari ini eksploitasi kekayaan alam semakin
mengurangi keindahan natural yang ada disekitar kita, pembalakan kayu
liar disetiap hutan menjadikan alam disekitarnya tidak lagi indah, pohon-
pohon besar yang rindang tidak lagi ada. Ekosistem alam yang tadinya
stabil dengan ‘hukum alam’ yang mengaturnya diganti ‘hukum manusia’
yang eksploitatif. Hutan gundul, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran
hutan, global warming adalah efek domino dari eksploitasi yang dilakukan
manusia terhadap kekayaan alam ini. Sehingga manusia memiliki
tanggung jawab untuk menjaga kestabilan ekosistem alam secara
keseluruhan.

Disamping itu, keindahan juga erat kaitannya dengan objek tertentu,


selain objek natural, maka manusia harus pandai-pandai membawa diri
agar objek keindahan yang dimaksudkan, baik yang bernilai estetis
ataupun natural, dapat merasakan kenikmatan yang sama seperti apa
yang kita rasakan ketika merasakan kenikmatan tersebut.

3. Manusia dan Penderitaan

Sejak tanggal 27 Desember 2008 hingga hari ini, serangan tentara Israel
ke Jalur Gaza, Palestina, menyebabkan jutaan warga sipil tidak hanya
kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka saja, bahkan
beratus-ratus diantara mereka bergelimpangan meregang nyawa. Kota
Gaza jatuh berantakan. Ribuan orang mengungsi ke Negara lain disekitar
Palestina, bermigrasi dari satu daerah ke daerah lain.

Ratusan anak kehilangan orang tua mereka, menderita tanpa rumah,


tanpa orang tua, tanpa teman bermain, tanpa dapat menikmati masa
kecil mereka layaknya anak-anak kecil lain yang ada di kawasan damai.
Anak-anak tidak dapat bersekolah, tidak dapat pergi kemanapun karena
bahaya maut dari rudal-rudal tentara Israel mengancam keselamatan
nyawa mereka.

Demikian setidaknya derita dan penderitaan yang dialami oleh saudara-


saudara kita di kota Gaza, Palestina belakangan ini. Mereka harus
menjalani hidup dengan penuh penderitaan, menjalani hidup dengan
tanpa masa depan yang jelas. Kelaparan, sedu sedan tangis, ratapan
kesakitan, menjadi bagian yang terpisahkan dari penderitaan yang
mereka alami.

Atau, lihatlah ke Afrika Daratan, anak-anak warga Negara Nepal, warga


Negara Ethiopia, Suriname, dan daerah Afrika Tengah yang lain, mereka
merasakan penderitaan yang mendalam, menghadapi serangan
kelaparan, busung lapar, tanpa ada sesuatupun yang dapat mengisi perut
mereka yang terus menerus menuntut untuk diisi dengan asupan gizi.
Jangankan untuk merancang masa depan mereka melalui pendidikan dan
bimbingan social, untuk dapat makan sehari-hari saja mereka akan sangat
mensyukuri seandainya dapat makan sehari satu kali saja.

Derita dan penderitaan yang berkepanjangan yang mereka hadapi sampai


sekarang menjadi hal yang tidak bisa terpisahkan. Betapa menderitanya
mereka menghadapi kenyataan hidup yang begitu pahit. Kesedihan
mewarnai jalan hidup mereka, kepedihan menjadi bagian terpenting dari
mereka. Cerita memprihatinkan adalah kenyataan kehidupan mereka
sehari-harinya.

Penderitaan adalah kondisi kejiwaan dimana ketika sedang mengalami


masa-masa terrendah dari kestabilan standar normal psikologi,
fenomenologi dan perasaan manusia. Pergeseran kestabilan yang
semakin menyeret nalar kesadaran mereka beranjak menuju titik frozen
adalah hal yang lumrah yang setiap saat selalu mengiringi kondisi
fenomenologi mereka.

Kenyataan, setiap orang yang sedang mengalami penderitaan, maka tidak


hanya kesedihan, atau perasaan saja yang bermain, tetapi nalar
kesadaran merekapun akan terbawa pada kondisi yang demikian,
sehingga seringkali ketika seseorang sedang mengalami penderitaan yang
mendalam, orang lebih cenderung berfikir sempit, berfikir dengan
sekedarnya saja, sehingga keputusan yang diambil juga tidak jarang
berdampak negative bagi diri mereka kedepannya.

Demikian juga halnya dengan kestabilan emosi, orang yang sedang


mengalami penderitaan yang mendalam, sulit sekali dapat mengontrol
emosi mereka. Tidak begitu mampu mengatur emosi mereka sendiri
sehingga tak jarang, luapan emosi menjadi pelampiasan penderitaan yang
mereka alami dengan ekspersi yang memuncak.

Contoh kasus yang sering terjadi adalah, orang yang mengalami


penderitaan karena desakan factor ekonomi, misalnya karena sudah
miskin, tidak memiliki harta simpanan, dia terlilit utang dan terlilit pula
dengan kebutuhan hidup sehari-hari, sementara pendapatan dari
pekerjaan sama sekali tidak ada. Maka biasanya tempramen emosinya
akan sering mudah marah, sering mudah tersinggung dan mudah pula
mengumpat, memaki bahkan memukul orang lain yang membuatnya
tersinggung dengan ucapan atau tindakan. Bagi yang emosinya lemah,
orang tersebut hanya dapat menyesali keadaan dirinya, menyesali kenapa
dia dilahirkan dengan kondisi yang seperti ini, ingin memberontak dengan
keadaan, kemudian dia hanya bisa meluapkan kesedihannya dengan
menangis dan menyesali kenyataan karena control emosinya tidak
mampu berjalan normal. Bahkan tidak sedikit pula yang karena control
emosinya tidak normal, control nalarnya juga tidak stabil, jalur praktis
sering diambil dengan bunuh diri, gantung diri, minum racun atau
menyiksa diri mereka sendiri dengan tindakan yang menyakitkan. Dan
kenyataan semacam ini sering kali terjadi, sering kali mewarnai kehidupan
masyarakat kita akhir-akhir ini.

Penderitaan yang dialami manusia, adalah hal yang wajar terjadi,


sebagaimana dalam filosofi China, terkadang kekuatan terkalahkan
dengan emosi yang tidak stabil (salah satu strategi perang Tsun Tzu).
Kehidupan bagaikan putaran roda, ada kalanya berada dipuncak
kebahagiaan, dititik tertinggi roda, tetapi terkadang berada di paling
bawah dari putaran roda, terinjak oleh putaran kehidupan.

Dalam menghadapi penderitaan, sebaiknya, manusia menempatkan


dirinya pada titik poros. Artinya, akan lebih baik ketika dalam kondisi
bagaimanapun tidak terlampau terlena dengan apa yang dialaminya.
Dalam kondisi puncak kegembiraan, jangan terlalu membiarkan diri
kedalam larutan kegembiraan tersebut, bersikaplah di tengah, biasa-biasa
saja sehingga emosi dan nalar dapat terkontrol dengan stabil, demikian
juga ketika sedang mengalami penderitaan yang mendalam, posisi poros
akan memungkinkan seseorang tidak terlalu terlarut dengan kondisi yang
sedang dialami dan dapat lebih mudah mengontrol emosi dan pikirannya
agar tidak terlalu berpandangan sempit terhadap persoalan yang sedang
dihadapinya, seperih apapun atau sesedih apapun.

Strategi perang Tsun Tzu dapat menjadi contoh, bahwa ketika musuh
sedang mengalami ketidakstabilan psikologis, karena kegembiraan yang
meluap, disitulah sebenarnya kelemahan mereka yang dengan mudah
dapat digempur dari berbagai sisi. Oleh karenanya control terhadap
kestabilan mental, kestabilan emosi dan pikiran adalah hal yang paling
utama yang harus dilakukan seseorang apabila sedang menghadapi
penderitaan yang mendalam. Manusia tidak diperkenankan oleh Tuhan
untuk menerima apa adanya penderitaan dengan terus meratapinya,
tetapi manusia harus berusaha memperbaiki diri untuk mencapai
kesempurnaan diri mereka dalam upaya mencapai insan yang ulul albab.

4. Manusia dan Keadilan

Salah satu putusan pengadilan yang paling mencengangkan akhir-akhir ini


adalah dibebaskannya tanpa syarat apapun kepada Muchdi PR oleh
Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dakwaan jaksa penuntut
umum yang menjadikan Muchdi PR sebagai tersangka utama kasus
pembunuhan aktivis HAM Munir beberap tahun yang lalu ketika
melakukan perjalan untuk study dari Jakarta menuju London Inggris.
Putusan pengadilan yang membebaskan tersangka dari dakwaan yang
dituduhkan membuat pro kontra di kalangan masyarakat. Mantan Kepala
Badan Intelejen Nasional ini didukung oleh keluarga, kerabat dan pejabat
tinggi militer yang mendukung putusan pengadilan. Yang menolak
putusan hasil pengadilan lebih banyak dari kalangan aktivis, mulai dari
KontraS, LSM tempat perjuangan Munir sewaktu masih hidup, LBH
Jakarta, Komnas HAM, National Integrated Movements, Jaringan Islam
Liberal, Komunitas Utan Kayu, dan berbagai LSM/NGO lainnya yang
memberi simpati mendalam terhdap perjuangan Munir selama hidupnya.

Kasus lain yang terjadi, Tuhan adalah maha kaya, maha adil, maha
member dan maha-maha yang lain. Tetapi mengapa Abu Rizal Bakrie
mendapatkan gelar sebagai orang terkaya di Indonesia sementara Abu
Rizal, Warga Kelurahan Kalibeber hidupnya pas-pasan, jauh dari
kecukupan. Dengan adanya dikotomi semacam ini, bentuk keadilan yang
bagaimana yang sebenarnya Tuhan janjikan kepada makhluknya, keadilan
semacam apa yang diberikan Tuhan dalam rangka upayanya
memerdekakan manusia dalam kondisi yang sama rata. Perbedaan secara
ekonomi adalah hal yang menonjol yang dapat dilihat. Kesenjangan pada
ranah ini sering kali menimbulkan konflik yang berkepanjangan.

Atau misalnya, protes seorang anak kecil, yang masih duduk di Play Group
kepada orang tuanya, karena uang saku yang diberikan kepadanya hanya
sedikit sementara untuk kakaknya yang sudah sekolah di salah satu SMP
negeri berkali-kali lipat dari jumlah uang saku yang ia dapatkan. Bukan
pada persoalan jumlahnya yang menjadi permasalahan, tetapi apakah ini
juga merupakan bagian dari keadilan. Atau adilkan ketika pemerintah
memberikan BLT sebanyak Rp. 300.000/tiga bulan kepada warga
masyarakat miskin. Atau sebenarnya keadilan itu apa dan bagaimana
penerapannya.

5. Manusia dan Pandangan Hidup

6. Manusia dan Tanggung Jawab serta Pengabdian

7. Manusia dan Kegelisahan

8. Manusia dan Harapan serta Cita-Cita

C. Catatan Analisis
D. Penutup

You might also like