You are on page 1of 4

"Sebuah catatan pribadi mengenai fenomena alam dunyawi dan ukhrawi; Mendekati petunjuk

sang pencipta utama, yang menjadikan setiap nyawa, mencari pencerahan yang sejati. di balik
ruang dan waktu. sebagai petunjuk bagi Insan utama"

12 January 2007

Corak Filsafat Abad pertengahan

Zaman Patristik dan Skolastik


Pendahuluan.
Dalam sejarah filsafat ada saat-saat yang dianggap penting sebagai patokan suatu era (zaman),
karena selain memiliki zaman atau khas, yaitu suatu aliran filsafat bisa meniggalkan pengaruh
yang sangat bersejarah pada peradaban manusia. Pada awal abad ke-6 filsafat berhenti untuk
waktu yang lama. Segala perkembangan ilmu pada waktu itu terhambat. Hal ini disebabkan
karena abad ke-6 dan ke-7 adalah abad-abad yang kacau. Karena pada waktu itu adanya
perpindahan bangsa-bangsa yang masih belum beradab terhadap kerajaan romawi, sampai
kerajaan tersebut runtuh. Bersama kerajaan itu runtuh, runtuh pula lah peradaban romawi, baik
itu yang bukan umat kristiani maupun peradaban kristiani yang di bangun pada abad ke-5
terakhir. Pada perkembangan peradaban yang kacau ini, mungkin ada yang berkembang pada
peradaban yang baru di bawah pemerintahan Karel Agung (742 — 814), yang memerintah pada
awal abad pertengahan, di eropa mungkin ada ketenangan di bidang politik. Pada waktu itulah
kebudayaan mulai bangkit, dan bangkitlah ilmu pengetahuan dan kesenian. Juga filsafat mulai di
perhatikan.
Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan pemikiran
dunia kuna. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah-tengah
suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut
skolastik.
Abad pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas akan pemikiran eropa yang
berkembang pada abad tersebut, dan menjadikan suatu kendala yang disesuaikan dengan ajaran
agama.
Dalam agama kristen, pada abad pertengahan, tentu saja ada kecerdasan logis yang mendukung
iman religius. Namun iman sama sekali tidak disamakan dengan mistisisme.

Zaman Patristik.
Asal muasalnya zaman patristik adalah berawal dari suatu kelompok yang disebut patrisme,
patrisme sendiri berasal {dari kata latin pater yang artinya ”Bapak Gereja” maka disebut dengan
patrisme sendiri dikarnakan adanya sekumpulan para pendeta-pendeta.}[1] bertarti juga disebut
sebagai pujangga-punjangga kristen dalam abad-abad permulaan tarikh masehi yang meletakkan
dasar utama bagi intelektual agama kristen.[2] Awal berkembangnya agama Kristen pada abad
pertama, sudah ada pemikir-pemikir Kristiani yang menolak filsafat Yunani bersama dengan
seluruh kebudayaan kafir, menurut pandangan mereka, di pandang sebagai hasil pemikiran
manusia semata. Mereka berpendapat bahwa setelah Allah memberikan wahyu kepada manusia,
maka mempelajari filsafat Yunani yang non-Kristen dan non-Yahudi adalah sia-sia bahkan
berbahaya yang mengancam kemurniaan iman krisriani. Salah seorang pemuka pikiran atau
menganut pendirian ini ialah Tertulianus (160-222). Tetapi pemikir-pemikir Kristen lain ada
yang juga mempelajari filsafat Yunani,karena perkembangan pemikiran yunani itu di pandang
sebagai persiapan menuju ke Injil, kedua macam sikap ini sebenarnya masih tetap menggema di
zaman pertengahan. seperti: Yustinus Martir[3] ( [abad ke-2]?-165 ), Klemens dari Alexandria
(150-215), Origines(185-254). Gregorius dari Nanzianza (330-390), Basilius Agung (330-379).
Gregorius dari Nyssa (335—394) menciptakan suatu sintesa antara agama Kristen dengan
kebudayaan Hellenistik (filsafat Yunani), tanpa mengorbankan apapun dari kebenaran agama
Kristen. Tetapi ada juga karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Dionysios yang sangat
berbau neoplatonis.
Dalam daerah timur kekaisaran Romawi, dalam daerah barat pun abad 4 merupakan zaman
keemasan bagi pemikiran kristiani. Beberapa nama yang pantas disebut ialah Ambrosius darei
Milano dan Hieronymus. Tetapi tidak dapt diasingkan bahwa Bapa-bapa gereja barat yang
paling besar dari zaman Patristik ini ialah Aurelius Agustinus (354-430) ia dilahirkan di
thagaste, di Numedia, afrika utara. Dari sudut sejarah filsafat, dialah pemikir yang paling
penting dari seluruh masa patristik. Ayahnya bukan kristen, tetapi ibunya adalah seorang kristen
yang saleh. dan merupakan filsuf & teolog kristen terbesar pertama serta seorang raksasa dalam
sejarah gereja, selain penyair kecil-kecilan ia juga mengajar tata bahasa dan retorika. kumpul
kebo (ia memang pernah hidup sebagai play boy) dan memiliki seorang anak diluar nikah.
Tetapi itu semua tidak menghalanginya sebagai uskup gereja. Setelah di ombang-ambingkan
dari manikheisme ke dalam skeptisisme dan neoplatoisme, akhirnya ia bertobat dan di baptiskan
pada tahun (387) oleh Amborius. Kemudian ia ditahbiskan menjadi imam pada tahun (392).
Karena kesalehan dan kecakapannya ia diangkat menjadi uskup di hippo (Afrika Utara, pada
tahun (396). Ialah orang yang pertama yang berhasil membentuk filsafat kristen yang besar
pengaruh nya pada abad pertengahan, sehingga dapat disebut guru skolastik yang sejati. Ia
menulis karyanya diantaranya. "Confesiones" (pengakuan-pengakuan), "De Trinitate” (tentang
trinitas), "De Civitate Dei" (kota Allah / tentang negara allah).

Agustinus diakui sebagai Bapak Gereja yang besar oleh orang-orang Katolik Roma maupun
orang-orang Protestan. Dalam teologinya jelas ada pengaruh Plato (Plotinus)[4]. Tetapi pada

umumnya ia berpegang ketat pada Alkitab yang diterimanya sebagai Firman


Allah.

Hakekat manusia Yesus Kristus dan manusia pada umumnya dijelaskan berdasarkan
pembahasan tentang Allah. Ditegaskan, terutama oleh Agustinus (354-430 M) bahwa manusia
tidak sanggup mencapai kebenaran tanpa terang ("lumens") dari Allah. Meskipun demikian
dalam diri manusia sudah tertanam benih kebenaran (yang adalah pantulan Allah sendiri). Benih
itu memungkinkannya menguak kebenaran. Sebagai ciptaan, manusia merupakan jejak Allah
yang istimewa : "imago Dei" (citra Allah), dalam arti itu manusia sungguh memantulkan siapa
Allah itu dengan cara lebih jelas dari pada segala ciptaan lainnya.

"Tuhan, engkau lebih tinggi daripada yang paling tinggi dalam diriku, dan lebih dalam daripada
yang paling dalam dalam batinku" itu ungkapan Agustinus tentang pengalaman manusia
mengenai transendensi dan imanensi Allah dalam satu rumusan. Dalam zaman ini pokok-pokok
iman Kristiani dinyatakan dalam syahadat iman rasuli (teks "Aku Percaya" yang panjang).
Didalamnya dituangkan rumusan ketat pokok-pokok iman, termasuk tentang trinitas, tentu saja
dalam katagori pemikiran filsafati pada waktu itu dan dengan bahan dari Alkitab.

Agustinus menerima penafsiran metaforis atau figuratif atas kitab Kejadian, yang menyatakan
bahwa alam semesta dicipta creatio ex nihilo dalam 6 hari, dan pada hari ketujuh Allah
beristirahat, sesudah melihat semua itu baik adanya. "Allah tidak ingin mengajarkan kepada
manusia hal-hal yang tidak relevan bagi keselamatan mereka". Penciptaan bukanlah suatu
peristiwa dalam waktu, namun waktu diciptakan bersama dengan dunia. Penciptaan adalah
tindakan tanpa-dimensi-waktu yang melaluinya waktu menjadi ada, dan tindakan kontinu yang
melaluinya Allah memelihara dunia. Istilah ex nihilo tidak berarti bahwa tiada itu merupakan
semacam materi, seperti patung dibuat dari perunggu, namun hanya berarti "tidak terjadi dari
sesuatu yang sudah ada". Hakikat alam ciptaan ialah menerima seluruh Adanya dari yang lain,
yaitu Sang Khalik. Alam ciptaan adalah ketergantungan dunia kepada Tuhan.

Disini tidak disinggung persoalan, apakah penciptaan itu terjadi dalam waktu, atau terjadi pada
suatu ketika atau sudah ada sejak zaman kelanggengan. Para ahli filsafat pada umumnya
sependapat bahwa a priori kita tidak dapat memastikan mana yang terjadi. -- Menciptakan,
sebagai tindakan aktif, dipandang dari sudut Tuhan, merupakan cetusan kehendakNya yang
bersifat langgeng, karena segala sesuatu dalam Tuhan adalah langgeng. Tetapi dipandang dari
sudut ciptaan, secara pasif, ketergantungan dari Tuhan, terciptanya itu dapat terjadi dalam arus
waktu, atau di luarnya, sejak zaman kelanggengan. Jadi kelirulah jika dibayangkan bahwa
Tuhan suatu ketika menciptakan alam dunia lalu mengundurkan Diri. Andaikata Tuhan seolah-
olah beristirahat, maka buah ciptaan runtuh kembali ke nihilum, ke ketiadaan. Dunia terus
menerus tergantung pada Tuhan (creatio dan sekaligus conservatio).

Ketika ditanya mengenai apa yang dilakukan Allah sebelum menciptakan dunia, Agustinus
menjawab tidak ada artinya bertanya mengenai itu, karena tidak ada waktu sebelum penciptaan
tersebut.

Zaman Skolastik dan Abad Pertengahan.


Sebutan skolastik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan yang di
usahakan oleh sekolah-sekolah, dan ilmu tersebut terikat pada tuntutan pengajaran di sekolah-
sekolah itu. Semula skolastik timbul di biara-biara tertua di Gallia selatan, tempat pengungsian
ketika ada perpindahan bangsa-bangsa. Sebab di situlah tersimpan hasil-hasil karya para tokoh
kuna dan para penulis kristiani. Dari biara-biara di Gallia selatan itu kemudian skolastik timbul
di sekolah-sekolah kapittel, yaitu sekolah-sekolah yang dikaitkan dengan gereja.
Sifat filsafat skolastik adalah: pengetahuan yang digali dari buku-buku diberi tekanan berat.
Jagad raya memang di pelajari, akan tetapi bukan dengan penelitian-nya, melainkan dengan
menanyakan kepada pendapat para filsuf yunani tentang jagad raya itu. Ada yang mengatakan
juga bahwa skolastik itu filsafat yang berdasarkan atas agama atau kepercayaan.
Abad ke-5 sampai abad ke-9 terjadi perpindahan bangsa-bangsa. Suku bangsa Hun pindah dari
Asia ke-Eropah. Bangsa Jerman pindah pindah melewati perbatasan kerajaan Romawi. Dan
begitu seterusnya. Eropah kacau balau. Perkembangan teologi dan filsafat tidak begitu besar.
Nama seperti Boethius (480-534) dan Alcuinus berasal dari masa ini.
Baru pada akhir abad ke-9 muncul nama-nama yang mempengaruhi teologi dan filsafat seperti
Johanes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus
(1079-1142), Ibn Sina (980-1037) orang Arab dengan nama latin Avicenna, Ibn Rushd (1126-
1198) juga orang Arab dengan nama latin Averroes,Moses Maimodes (1135-1204) orang
Yahudi, Bonaventura (1221-1274), Albertus Agung (1205-1280) dan yang paling terkenal ialah
Thomas Aquinas (1225-1274). Thomas Aquinas sangat terpengaruh oleh filsafat Aristoteles.
Orang Katolik terima Thomas Aquinas sebagai Bapak gereja. Orang protestan banyak menolak
argumen-argumen Thomas yang terlalu terpengaruh oleh Aristoteles sehingga kadang-kadang
menyimpang dari exegese yang sehat dari Alkitab.
Yang mau saya tekankan disini adalah bahwa teologi dan filsafat saling mempengaruhi
walaupun ada peringatan dari Tertulianus akan bahayanya pengaruh filsafat non-Kristen pada
iman Kristiani. Kalau pada zaman Patristik pengaruh Plato yang terasa sangat dominan pada
teologi masa itu, pada zaman abad pertengahan pengaruh Aristoteles yang sangat dominan.
Saya membagi zaman skolastik dalam 2 tahapan (1) zaman skolastik timur, yang diwarnai
situasi dalam komunitas Islam di Timur Tengah, abad 8 s/d 12 M, dan (2) zaman skolastik barat,
abad 12 s/d 15 M, yang diwarnai oleh perkembangan di Eropa (termasuk jazirah Spanyol).
Secara sederhana, dalam zaman Patristik, "filsafat teologi", dengan tanda dapat dibaca sebagai
"identik dengan", "sama sebangun dengan", "praktis tidak berbeda dengan". Sementara dalam
periode skolastik timur, terdapat berbagai interpretasi atas simbul dalam rumusan "filsafat
teologi", dalam periode skolastik barat tidak ada keraguan tentang makna simbul dalam rumusan
"filsafat teologi".
Kesimpulan.
Saya menarik kesimpulan ini, bahwa zaman abad pertengahan sangatlah berarti bagi para
filosof, khususnya bagi pemikir eropa pada abad tersebut, memang dekat sekali dengan suatu
ajaran agama khususnya agama Kristen. Karena pada zaman abad pertengahan dan menjadi
tokoh utama Bapak gereja yang paling besar dari zaman Patristik ini ialah Aurelius Agustinus
(354-430) ia dilahirkan di thagaste, di Numedia, afrika utara. Dan setelah itu berkembang
kezaman skolastik ialah Thomas Aquinas (1225-1274).

Referensi {Sample}.
@F Hadiwijono, Harun. 1989, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Yogyakarta: Kanisius.
@F Hassan, Fuad. 2001, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta: Pustaka Jaya.
@F Woodhouse, Mark. 2000, Berfilsafat Sebuah Langkah Awal, Yogyakarta: Kanisius.
@F Bertens, Kees. 1998, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.
@F Poedjawijatna, I, R. 2002, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: Rineka Cipta.

end note;
[1] Sumber rujukan ini saya ambil dari buku Filsafat Umum. Kata pengantarnya Dr Mulyadhi
Kartanegara.
[2] Sumber rujukan ini saya ambil dari buku ringkasan sejarah filsafat. Penulisnya Prof. K.
Bertens.
[3] Orang yang digelari sebagai filsuf Kristen pertama.
[4] Mewariskan pesan plato kepada generasi-generasi Kristen, seperti hal-nya bahwa keburukan
merupakan absensi kebaikan.

Created By: Aa Dany Khan di Friday, January 12, 2007

You might also like