You are on page 1of 2

January 29, 2008

Menelisik Kasus Temasek


Oleh : Abdul Salam Taba
Alumnus School of Economics The University of Newcastle, Australia

Keputusan KKPU atas kepemilikan silang (cross ownership) Temasek Holding (TH) masih menjadi berita
hangat. Keputusan yang menimbulkan kontroversi itu tampaknya akan berbuntut panjang dengan upaya
Temasek memperkarakan keputusan KPPU tersebut pada semua forum hukum yang tersedia dengan alasan
pertimbangan yang mendasari keputusan itu memiliki banyak kelemahan.

Bila dicermati, berbagai kelemahan pertimbangan yang dikemukakan Temasek tampaknya tidak beralasan.
Sebagai contoh, pernyataan Direktur Eksekutif Temasek Simon Peres yang menyatakan perusahaan itu tidak
memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Pernyataan itu sepintas lalu ada benarnya.

Ini karena secara langsung Temasek tidak memiliki saham pada kedua operator seluler itu. Namun, lewat
Singtel dan STT yang notabene merupakan anak-anak perusahaannya. Temasek mengantongi saham
Telkomsel maupun Indosat masing-masing sebesar 35 persen dan 41,9 persen. Dengan demikian, amat aneh
bila Temasek beranggapan tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat.

Kepemilikan saham pada satu atau beberapa perusahaan yang bisnisnya sejenis atau tidak lewat anak-anak
perusahaan merupakan hal yang lazim dan secara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secara
nasional maupun multinasional. Yang dilarang apabila kepemilikan saham pada suatu perusahaan, baik
secara langsung maupun lewat anak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada satu jenis barang
atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur di Pasal 27 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Bagi ekonom, suatu perusahaan dikatakan berpangsa pasar dominan dan secara yuridis terlarang bila
memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen. Rasionalisasi di balik larangan itu karena perusahaan dengan
pangsa pasar lebih dari 50 persen memiliki market power mendikte pasar dan cenderung mempraktikkan
perilaku bisnis yang antikompetisi dan persaingan usaha tidak sehat. Kecenderungan ini lazim dipraktikkan
di negara-negara yang belum menjunjung tinggi nilai-nilai kompetisi sehat.

Dalam konteks itu, keputusan KPPU yang mengharuskan Temasek melepaskan sahamnya di Telkomsel atau
Indosat merupakan keputusan yang paling rasional dan acceptable baik secara ekonomi dan yuridis.
Keputusan itu merupakan wujud nyata sanksi administrasi KPPU atas Temasek untuk menghentikan posisi
dominannya (Pasal 25 UU No. 5/1999) yang tidak hanya dapat menciptakan persaingan usaha sehat, tetapi
juga berpotensi mendorong terjadinya penurunan tarif dan peningkatan kualitas layanan.

Penolakan Temasek atas penilaian yang menyatakan tidak melakukan penetapan tarif yang berdampak
merugikan konsumen juga tampaknya tidak logis. Terbukti tingkat pengembalian modal atau return on
equity (ROE) Telkomsel yang 35 persen sahamnya dimiliki Singtel mencapai 55 persen. Ini membuat
operator seluler dengan jaringan terluas di Indonesia ini meraup laba bersih Rp 11,182 triliun.

Selain itu, kalkulasi KPPU atas kerugian yang diderita konsumen akibat penerapan tarif mahal oleh
Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo selama periode 2003-2007 mencapai Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8
triliun. Keputusan KPPU yang turut menghukum Singapore Technologies Telemedia (STT), STT
Communications, AMH Company, Indonesia Communication, Singapore Telecommunication, dan
Singapore Telecom Mobile dengan alasan perusahaan-perusahaan itu berstruktur kepemilikan silang juga
tampaknya cukup beralasan.

Secara praktik bisnis, perusahaan-perusahaan itu berafiliasi dengan Temasek, baik langsung maupun tidak
langsung. Dengan demikian, secara yuridis mereka dapat dihukum secara tanggung renteng. Demikian pula
keberatan yang menyatakan tidak mungkin Temasek (yang hanya menguasai 35 persen saham Telkomsel,
sedang 65 persen sisanya dimiliki Telkom) mengendalikan Telkomsel, secara praktis juga dipertanyakan.
Secara operasional kelaziman bisnis menunjukkan pengendalian suatu perusahaan tidak bergantung pada
besar kecilnya saham yang dimiliki, tetapi ditentukan kemahiran pemilik saham (Temasek) 'menggiring'
pemilik saham (operator) lainnya atas nama kepentingan bersama, seperti penguasan pangsa pasar dan
peningkatan laba.

Hak Temasek mengangkat direksi dan komisaris di Telkomsel maupun di Indosat di posisi strategis, secara
praktis ekonomi merupakan indikasi konkret kemampuan Temasek (melalui Singtel dan STT) mendikte
Telkomsel dan Indosat yang secara operasional mendominasi pangsa pasar seluler nasional. Bukti dominasi
ini terlihat dari pangsa pasar ponsel Telkomsel dan Indosat yang menguasai 83,7 persen, sedang
Excelcomindo hanya 13,5 persen. Sisanya diperebutkan oleh Mobile-8, Sampoerna, HCPT, dan Natrindo.

Dengan pangsa pasar sebesar itu, dapat dipastikan Temasek memiliki market power dan market dominance
untuk mengendalikan pasar. Hasil studi Bank Dunia (InfoDev, 2000) menyimpulkan operator dengan
karakteristik seperti itu berkemampuan mengendalikan pasar (para operator), khususnya dalam penentuan
tarif secara eksesif.

Untuk mengatasi kondisi itu, regulator (KPPU) diharuskan melakukan intervensi kebijakan yang dapat
mengatasi perilaku buruk operator dan mengurangi kerugian masyarakat (konsumen). Sehubungan dengan
hal tersebut, keputusan KPPU yang mengharuskan Temasek melepaskan sahamnya di Telkomsel atau
Indosat dan menghukum Telkomsel menurunkan tarifnya sebesar 15 persen merupakan refleksi kebijakan
intervensi pasar pemerintah yang secara yuridis tidak melampaui kewenangan KPPU dan selaras dengan
tujuan Pasal 2 UU Nomor 5/1999.

Keputusan itu tidak hanya berdampak menciptakan iklim usaha yang kondusif dan persaingan usaha yang
sehat antaroperator. Tetapi juga memicu penurunan tarif dan peningkatan kualitas layanan dalam
bertelekomunikasi.

Sumber: Republika Online

Filed under Ekonomi Bisnis by wiki-3

Spread the word


del.icio.us Digg Furl Reddit Help

Permalink • Print • Email • Comment

Trackback uri
http://id.buck1.com/ekonomi-bisnis/menelisik-kasus-temasek-515/trackback

Related Entries
• Arus Balik Investasi Dunia
• Monopoli
• Menebar Salam
• Relasi Dagang RI-Australia
• Australia Baru

You might also like