You are on page 1of 12

1

Makna dan Pesan Simbolik Kurban dan Haji 1

Khutbah Idul Adha 1429 H. di KBRI Paris, Prancis.

Oleh: Ayang Utriza NWAY, S.Ag., DEA.

Mahasiswa PhD Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS) Paris

Sekolah
Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS)
Centre Asie du Sud-Est (CASE)
Bureu 732, 54 Bd. Raspail 75006, Paris, France.

Rumah
12 rue Boucry (Batiment Rue, 4e étage, porte droite)
75018 Paris, France.
(+33) 6 46 41 43 33
(+33) 9 52 58 51 83

Indonesia
Cibening RT. 007 RW. 03 No. 9
Bintara-Jaya Bekasi Barat 17136 Bekasi
Telepon (62-21) 864 53 11
Faks (62-21) 864 54 54

O ó ¡Î0 « !$ # Ç ` » u H ÷ q §  9 $ # É O Ï m §  9 $ #

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa LilLahil Hamd,


Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah swt.,

Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban di Indonesia merupakan hari raya besar
kedua setelah Hari Raya Idul Fitri. Sebaliknya, bagi masyarakat Muslim-Arab di Timur
Tengah dan di Afrika, Idul Adha adalah hari raya besar pertama, sementara Idul Fitri
sebagai hari raya besar kedua. Idul Adha dilihat sebagai hari raya besar yang lebih
penting dari Idul Fitri, karena di dalamnya telah merekam kejadian penting. Idul Adha
adalah hari untuk mengenang kembali peristiwa penyembelihan Ismail oleh ayahandanya
Nabi Ibrahim. Kejadian tersebut merupakan batu ujian ketaatan Ibrahim kepada Allah
1 Tulisan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tentang kurban dan haji. Tulisan tentang kurban telah dimuat
di Sinar Harapan, Senin, 9 Januari 2006 dengan judul “Makna Intrinsik Berkurban”. Adapun tulisan tentang
haji dimuat di Media Indonesia, Jumat, 13 Januari 2006 dengan judul “Makna dan Pesan Simbolik Haji.”
2

swt. Di kemudian hari, pengurbanan ini menjadi tradisi bagi umat Islam untuk
menyembelih hewan kurban baik berupa kambing maupun sapi setiap tanggal 10
Dzulhijah dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

Sejarah berkurban
Ali Syariati (1997) menjelaskan bahwa sejarah berkurban diawali pada saat Nabi Ibrahim
merasakan kesepian. Karena hingga umurnya mencapai satu abad, ia tak kunjung
dikaruniai anak. Hal ini disebabkan istrinya, Sarah, yang mandul. Ibrahim hanya dapat
berdoa “Ya Tuhanku karuniailah aku seorang anak yang salih” (Qs.37:100).

É b > u ‘ ó = y d ’ Í < z` Ï B tûü Å s Î = » ¢ ¡9 $ # ÇÊ É É È


“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh.”
Selang beberapa waktu, Allah menjawab keluh kesah dan rintihan Ibrahim dengan
mengaruniakan seorang putra bernama Ismail (dari Bahasa Ibrani yisma -mendengar- dan
il -tuhan- yang berarti: Tuhan mendengar) melalui hamba perempuannya yang bernama
Hajar. Namun di tengah kebahagiaan dan kegembiraannya itu, Allah kembali menguji
Ibrahim dengan perintah melalui mimpi untuk menyembelih anak yang dikasihinya.

H s> sù x ÷ n = t/ ç m y è tB zÓ ÷ Î ¡ ¡9 $ # tA $ s% ¢ Óo _ ç 6 » tƒ þ ’ Îo T Î ) 3 “ ¬$
u ‘r& ’ Î û Ï Q $ u Z y J ø 9 $ # þ ’ Îo T r& y 7 ç tr2 ø Œ r& ö  Ý àR $ $ sù # sŒ $ tB
2 ”t s? 4 tA $ s% Ï M t/r'¯ » tƒ ö @ y è ø ù$ # $ tB 㠍 tB ÷ s è ? (
þ ’ Î T ß ‰ É ftFy ™ b Î ) u ä !$ x © ª !$ # z` Ï B tû ï Î Ž É 9 » ¢ ¡9 $ # ÇÊ É Ë È
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar.”

Begitu menerima wahyu Allah itu, Ibrahim hamba Allah yang paling patuh dan tokoh
pemberontak yang paling terkenal di dalam sejarah gemetar dan goyah sekan-akan
hendak roboh, dan seakan-akan tokoh sejarah yang tak terkalahkan itu sedang mengalami
kehancuran. Batinnya sangat guncang menerima wahyu itu. Bayangkan, kekayaan apa
yang lebih berharga ketimbang anak? Tetapi wahyu tersebut adalah perintah Allah,
Ibrahim tidak dapat mengelak dari-Nya.
3

Ibrahim menghadapi dua buah pilihan: mengikuti perasaan hatinya dengan


“menyelamatkan” Ismail, atau mentaati perintah Allah dengan mengorbankannya. Ia
harus memilih salah satu di antara keduanya. “Cinta” dan “kebenaran” berperang di
dalam batinnya. Untuk memecahkan persoalan ini, Ibrahim mendialogkan dengan
anaknya: “Wahai anakku aku bermimpi semalam bahwa aku menyembelihmu, bagaimana
pendapatmu?” Sang anak yang saleh menjawab “Wahai ayahku, jika memang itu perintah
Tuhanmu, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah engkau akan
menjumpaiku termasuk orang yang sabar (Qs. 37:102).

Dengan berat hati Ibrahim menimbang-nimbang, barulah ia yakin dan tipu daya setan
yang memperdayakan tidak dapat menghancurkan keteguhan hatinya untuk menyembelih
Ismail. Maka diajak putranya ke lembah Mina untuk melaksanakan perintah Allah.
Dibaringkannya Ismail seperti layaknya seekor hewan yang hendak dipotong. Ketika
pisau Ibrahim menyentuh leher Ismail, segeralah Allah berseru:

ç m » o Y ÷ ƒy ‰ » tR u r b r& Þ O Š Ï d º t ö / Î *¯ » tƒ ÇÊ É Í È ô ‰ s% |M ø % £
‰ |¹ !$ tƒ ö ä ”  9 $ # 4 $ ¯ R Î) y 7 Ï 9 º x ‹x . “Ì “øg w U
tûü Ï Z Å ¡ ó s ß J ø 9 $ # ÇÊ ÉÎÈ ž c Î ) # x ‹» y d u q ç lm ; (# à s¯ » n = t7 ø 9 $ #
ß ûü Î 7 ß J ø 9 $ # ÇÊ É Ï È ç m » o Y ÷ ƒy ‰ sùu r ? x ö / É ‹ Î / 5 O Š Ï àtã ÇÊ ÉÐ È
“Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu. Sesungguhnya, demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar.

“Wahai Ibrahim engkau telah mentaati perintah-Ku, karena ketaatannmu aku ganti Ismail
dengan seekor domba. Dan apa yang kuperintahkan adalah semata ujian yang berat
bagimu, dan engkau termasuk orang yang muhsin (Qs.37:104-107). Inilah kisah Ibrahim
dan putranya Ismail yang kemudian menjadi tradisi bagi kaum muslimin untuk
menyembelih seekor domba (Qs.37:108):
o Y ø .t s? u r Ï m ø ‹n = t㠒 Î û tû ï Ì  Å zF y $ # ÇÊ É Ñ È $
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang
datang kemudian,”
4

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa LilLahil Hamdi,


Bapak, Ibu, Saudara/i yang baik hatinya,

Makna Intrinsik
Kurban –yang secara harfiah berarti mendekatkan– dimaksudkan mendekatkan diri pada
Tuhan dengan mendekatkan diri kepada sesama manusia, khususnya mereka yang
sengsara. Ibadah kurban –papar Jalaludin Rakhmat (1996)- mencerminkan pesan Islam:
Anda mendekatkan saudara-saudara Anda yang kekurangan. Dengan berkurban berarti
kita dekat dengan mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda disuruh
berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila puasa mengajak Anda merasakan lapar
seperti orang miskin. Maka ibadah kurban mengajak mereka untuk merasakan kenyang
seperti Anda.
Dengan demikian, berkurban minimal memiliki dua makna, pertama, makna social.
Untuk membangun makna ini Rasulullah menegaskan dalam sebuah hadisnya: “…wa
man lahu sa’atun, falam yudlahhi, falâ yaqrabanna mushallânâ, Barang siapa yang
memiliki kesempatan rezeki untuk berkurban, kemudian ia tidak melakukannya, maka
jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” Dengan ini, Nabi ingin mendidik
umatnya agar memiliki kepekaan terhadap sesamanya. Dengan berkurban berarti kita
telah menumbuhkan solidaritas sosial.

Rasulullah mengajarkan kita untuk memiliki jiwa sosial. Dan hal ini telah dicontohkan
sendiri oleh beliau, yaitu setiap hari raya Idul Adha beliau membeli dua ekor domba yang
gemuk, bertanduk, berbulu putih bersih, bagus fisiknya dan tidak cacat. Kemudian
setelah salat dan khutbah beliau menyembelih seekor seraya berkata “…hâzâ min
muhammadin wa âli muhammadin, Ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan keluarga
Muhammad. Lalu Nabi menyembelih seekor lagi dengan berkata: “…hâzâ min ummati
muhammadin, Ya Allah terimalah ini dari umat Muhammad.” Rasulullah telah
meyembelihkan seekor domba bagi umat Islam yang tidak mampu berkurban. Beginilah
model Rasullullah memberikan suri tauladan bagi umatnya, yaitu agar memiliki Islam
sosial bukan Islam individual.

Makna yang kedua, makna esensial, bahwa apa yang dikurbankan tidak boleh manusia
5

tetapi sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia, semacam rakus, ambisi yang tak
terkendali, menindas, menyerang dan tidak mengenal hukum dan norma apapun
(Shihab:1997: 415).

Sesungguhnya Ismail yang dikurbankan oleh ayahnya, kata Ali Syariati, hanya simbol
dari setiap sesuatu yang melemahkan imanmu, setiap sesuatu yang menghalangi
“perjalananmu”, setiap sesuatu yang membuat engkau memikirkan kepentinganmu
sendiri, setiap sesuatu yang membuat engkau tidak dapat mendengarkan perintah Allah
dan menyatakan kebenaran, setiap sesuatu yang memaksa engkau untuk “melarikan diri”,
setiap sesuatu yang membutakan matamu dan telingamu. Ismail hanya simbol dari
seorang manusia, benda, pangkat, realita, kedudukan dan “kelemahan dirimu” (1997:101-
2). Semua sifat dan kelemahan inilah yang harus dikorbankan, yang harus disembelih dan
ditiadakan.

Ismail hanya simbol dari istrimu, pekerjaanmu, keahlianmu, kepuasan nafsu seksualmu,
kekuasaanmu, dan lain sebagainya. Ismail hanya simbol dari setiap sesuatu yang
merampas kekebasanmu dan menghalangimu, setiap sesuatu yang membuat engkau tidak
dapat mendengar dan mengetahui kebenaran, setiap sesuatu yang menyebabkan engkau
mengajukan alasan-alasan untuk menghindari tanggung jawab; setiap orang yang
mendukung engkau untuk memperoleh dukunganmu di kemudian hari (op.cit.,h.120-1).
Sifat-sifat demikian inilah yang harus dibunuh, ditiadakan, disembelih, dan dijadikan
korban demi mencapai kurban (kedekatan) diri kepada Allah swt. Itu sebabnya Allah
mengingatkan: “Daging dan darahnya sekali-kali tidak dapat mencapai Allah; tetapi
ketakwaanmulah yang dapat mencapainya (Qs.22:37):

s9 tA $ u Z tƒ © ! $ # $ y g ã B q ç té : Ÿ w u r $ y d ä t! $ tB Ï Š ` Å 3 » s9 u r `
ã& è !$ u Z tƒ 3 “u q ø ) G 9 $ # ö N ä 3 Z Ï B 4 y 7 Ï 9º x ‹ x . $ y d t  ¤‚ y ™
ö/ä 3 s9 ( # r ç Ž Éi9 s3 ç G Ï 9 © ! $ # 4 ’n ?t ã $ tB ö/ä 3 1 y ‰ y d 3
Ύ Å e ³ o 0 u r šúü Ï Z Å ¡ó sß J ø 9 $ # Ç ÌÐÈ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
6

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa LilLahil Hamdi,


Bapak, Ibu, Saudara/i yang baik hatinya,

Makna dan Pesan Simbolik Haji


Saat ini ratusan ribu orang Indonesia tengah menunaikan ibadah haji. Mereka tengah
melaksanakan rentetan terpenting ibadah haji yang terdiri dari rukun dan wajib, yaitu
ihram dan mengambil niat di miqat, wukuf di Arafah, bermalam (mabit) di Muzdalifah,
bermalam di Mina, melontar jumroh, dan diakhiri dengan tawaf dan sa’i ifadah lalu
ditutup mencukur rambut (tahallul) sebagai tanda tuntasnya pelaksanaan haji. Alangkah
indahnya jika jamaah haji mengerti secara sungguh-sungguh makna dari semua tahapan
dan gerakan haji yang mereka lakukan. Ali Syariati (1997) dalam karya monumentalnya
tentang “Haji” menjelaskan secara filosofis makna simbolik dari semua gerakan haji
tersebut.

Di miqat (tempat mengambil niat haji) kita melepaskan pakaian kita, dan diganti dengan
kain ihram. Pakaian melambangkan pola, preferensi, status dan perbedan-perbedaan
tertentu. Pakaian menunjukkan ‘batas’ antara sesama manusia. Pakaian menjadi penanda
antara “kita” dan “mereka.” Pakaian adalah citra dan lambang ego kita. Pakaian dapat
menipu orang. Inilah yang kita harus lepas. Pakaian yang selama ini menjadi topeng kita,
harus dilepaskan. Kita tanggalkan semua sifat buruk yang kita miliki.

Kita yang wujudnya manusia, setelah menjalani proses kehidupan, mungkin, telah
berubah menjadi binatang. Kita menjadi srigala, tikus, anjing dan domba. Srigala
melambangkan kekejaman dan penindasan, tikus melambangkan kelicikan, anjing
melambangkan tipu daya dan domba melambangkan penghambaan. Di miqat inilah kita
tanggalkan sifat kebinatangan kita tadi, dan diganti dengan kain kemanusian, yaitu ihram.

Ihram ialah dua helai kain putih bersih. kain ihram ini mencerminkan pesan bahwa kita
memakai pakaian yang sama dengan orang lain. Artinya, kita semua adalah sama di
hadapan Allah. Tidak ada yang membedakannya, kecuali ketakwaan yang ada di dalam
hati. Kain ihram juga mencerminkan kesederhanaan dan tidak riya, yaitu sifat suka pamer
7

kelebihan yang kita miliki. Warna kain ihram yang putih menggambarkan bahwa kita
harus memiliki hati yang putih bersih seperti kaih ihram itu. Kita harus menjadi putih
bersih seperti tatkala kita lahir. Karena itu diharapkan, setelah pulang haji, jamaah haji
akan bersih dari dosa-dosanya seperti putihnya kain ihram.

Kata ihram, yang berasal dari kata yang sama dengan haram, berarti sejak dikenakannya
pakaian ihram, kita mengharamkan semua prilaku yang tidak baik dan merusak. Ihram
berarti, meminjam istilah Ziauddin Sardar, state of peace, keadaan damai. Kita berdamai
dengan manusia, binatang bahkan alam raya. Karena itu ada larangan yang berlaku
setelah mengenakan kain ihram, yang dikenal dengan istilah muharramat, seperti
membunuh binatang, mencabut pepohonan dan bertengkar dan bermusuhan antarsesama.
Setelah berada di miqat dan mengenakan kain ihram, maka jamaah mengucapkan niat
haji dan bersiap berangkat ke Arafah untuk wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Wukuf di Arafah mengandung dua pesan. Pertama, wukuf, dalam bahasa Arab, berarti
berhenti. Maksudnya, mulai tanggal 9 Dzulhijjah, kita berjanji untuk berhenti dari
perbuatan maksiyat. Berhenti dari melakukan apa yang dilarang oleh Allah dan
Rasulullah. Berhenti membicarakan keburukan orang lain. Berhenti menggunjing
kejelekan sesama muslim. Berhenti dari semua perbuatan tercela seperti korupsi,
memeras orang, mengambil hak orang lain, mencuri, membunuh, menyebarkan fitnah
dan kebencian. Kita berhenti sejenak untuk berfikir (arafah).

Arafah, dalam bahasa arab, berarti pengetahuan atau ilmu. Arafah juga bermakna berfikir,
memahami, dan merenung. Dengan berhenti di padang tandus yang gersang itu, kita
merenung bahwa seperti inilah kita di padang Mahsyar pada hari perhitungan (yawm al-
hisâb) nanti, setelah hari akhir (yawm al-qiyamah). Kita merenung dari apa kita
diciptakan dan ke mana kita kembali. Arafah juga mencerminkan pesan bahwa umat
Islam harus cerdas dan pandai menggunakan akalbudi sehingga fajar kebangkitan umat
Islam akan muncul. Hanya dengan ilmu pengetahuan, kemajuan umat akan tercapai.
Tanpanya, kita akan tetap menjadi buih di tengah lautan kemajuan manusia. Tanpa ilmu
pengetahuan (arafah), kita tetap menjadi penonton di negeri sendiri. Tanpa ilmu
8

pengetahuan, kita akan menjadi umat yang tertinggal, terbelakang, dan tetap bodoh yang
hidup dalam kegelapan, yang mengais-ngais minta belas kasihan dari negara-negara maju
yang memang telah mengambil keuntungan dari kebodohan kita sendiri.

Dari Arafah kita menuju Muzdalifah untuk bermalam dan mengumpulkan batu. Di
Muzdalifah, bersama jutaan jamaah haji lainnya, kita bermalam sejenak di tengah gurun
pasir untuk menyadari kelemahan kita sebagai manusia, karenanya kita butuh Allah
sebagai sandaran dan penopang keyakinan hidup kita. Kita berzikir dan berdoa di sini.
Lalu, kita kumpulkan batu untuk persiapan melontar esok hari di Mina.

Di Mina, kita bermalam untuk melakukan jumrah (melontar). Ada tiga jumrah yang akan
kita lontar: ula, wustho dan aqabah. Ada makna yang tersembunyi di balik jumrah ini.
Jumrah ula digambarkan seperti Fir’aun yang melambangkan penindasan; jumrah wustho
digambarkan seperti Karun yang melambangkan kapitalisme, dan jumrah aqabah
digambarkan seperti Balam yang melambangkan kemunafikan. Di jumroh inilah, kita
lontar, buang, dan timpuk Fir’aun, Karun dan Balam. Kita buang dan kita lontar jauh-
jauh sifat yang ada dalam diri kita seperti menindas orang lain, mengumpulkan kekayaan
sebanyak mungkin tanpa peduli hak kaum papah dan kemunafikan dengan membenarkan
kesalahan yang terjadi di depan mata. Sifat buruk dan jahat inilah yang kita harus
tinggalkan di lobang jumroh itu. Sehingga sepulang jamaah haji dari tanah suci akan
menjadi orang-orang yang damai dan bening hatinya. Dari Mina, jamaah haji
berbondong-bondong kembali ke Mekkah untuk melakukan Thawaf dan Sa’i ifadhah.

Thawaf ialah berputar mengelilingi kakbah. Thawaf mencerminkan pesan bahwa


kehidupan ini berputar dari tiada dan kembali ke tiada. Dimulai dan diakhiri di hajarul
aswad (batu hitam) menggambarkan bahwa penciptaan manusia diambil dari segumpal
tanah dan kembali ke tanah. Thawaf melambangkan transisi kehidupan setiap makhluk
hidup: senang-susah, kaya-miskin, sehat-sakit, lapang-sibuk dstnya. Kita mengelilingi
pusat eksistensi yaitu kakbah. Kakbah adalah lambang wujud Allah di muka bumi. Ini
mecerminkan pesan bahwa kita harus selalu dekat dengan Allah. Kita harus jadikan Allah
sebagai topangan kehidupan kita. Tanpa-Nya, kita akan tersesat di jalan dan terjerumus di
9

lorong-lorong gelap dan hitam yang tak diketahui ujungnya. Dari thawaf, kita melakukan
sa’i.

Sa’i ialah berlari kecil antara Shafa dan Marwah. Sa’i melambangkan perjuangan seorang
ibu, Siti Hajar, mencari air untuk anaknya, Ismail. Sa’i berarti sebuah pencaharian, dan
air adalah lambang kehidupan materil di atas dunia. Sa’i mencerminkan pesan carilah
materi sebanyak mungkin, raihlah prestasi kehidupan dunia setinggi mungkin, tapi jangan
lupakan kehidupan akhirat. Kehidupan materi untuk mencapai kebahagian kehidupan
akhirat. Sa’i juga memberikan pesan kepada kita untuk menghargai perempuan: hormati
ibumu yang telah bersusah payah mengandungmu, menyusuimu, dan mengasuhmu
dengan penuh kasih sayang. Nyawa dipertaruhkan hanya untukmu. Hormati istrimu yang
telah mengandung, melahirkan, dan mengasuh anakmu, memperhatikan kehidupan rumah
tangga. Inti pesan sa’i hormati perempuan!

Sa’i dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwa. Shafa berarti cinta murni kepada orang
lain. Shafa mencerminkan pesan cintailah orang lain seperti engkau mencintai dirimu
sendiri. Kasihi orang lain seperti engkau mengasihi saudaramu. Perhatikan lingkungan
sekitarmu, tetanggamu, dan teman kerjamu. Shafa adalah hati yang bersih dan tulus untuk
sampai ke Marwa, yaitu manusia ideal yang memiliki sifat menghargai, bermurah hati,
dan suka memaafkan orang lain. Sa’i membentuk jamaah haji yang memiliki sifat-sifat
agung tadi. Sehingga mereka menjadi orang yang ‘Marwa.’

Perjalanan haji ditutup dengan mencukur beberapa helai rambut sebagai ‘wisuda’ jamaah
haji, karena telah menyelesaikan ibadah yang agung ini. Diharapkan, sekembalinya dari
Arab Saudi, jamaah haji menerapkan makna dan pesan yang tercermin dari semua
gerakan dan tahapan ibadah haji. Jika tidak, maka haji yang baru mereka laksanakan
tidak memiliki arti apa-apa. Wallahu a’lam

Allahu akbar, Allahu akbar wa Lillahil Hamd

Bârakallahu lî wa lakum fil qurânil ‘azhîm


10

wa nafa’aniî wa iyyâkum bimâ fîhi minal âyâti wa zikril hakim


Wa taqabballâhu minnî wa minkum tilâwatahu innahu huwas sami’ul ‘alîm
Fastagfirûhu faya fawzal mustaghfirîn wa yâ najât tâibîn

Doa dan Renungan

Ya Allah, Yang Maha Penyayang


Ampunilah dosa kami, ya Allah
Dosa yang kami lakukan seperti butiran pasir di tepi lautan
Ampuni kami, ya Allah…

Rabb, inilah kami hamba-hamba pendosa


Yang sering berbuat dosa dan aniaya
Begitu banyak Engkau telah memberi nikmat,
Tetapi kami selalu lalai padaMu
Ampuni kami, ya Allah...

Oh Tuhan yang Maha Menatap


Engkau telah ciptakan mata ini untuk melihat yang hak
Untuk membaca Alquran
Namun, kami menggunakannya untuk bermaksiyat padaMu
Padahal begitu mudah bagiMu untuk membuat kami buta dalam sekejap
Ampuni kami, ya Rabb...

Duhai yang Maha Agung


Engkau telah ciptakan telinga ini untuk mendengar yang hak
Untuk mendengar pengajian, pelajaran, Alquran, zikir
Tapi, kami gunakan telinga ini untuk berbuat dosa padaMu
Padahal begitu mudah bagiMu untuk membuat kami tuli dalam sekilas
Ampuni kami, ya Rabb...

Rabb....
Engkau telah ciptakan mulut ini untuk berkata yang baik
Engkau ciptakan lisan ini untuk membaca Alquran
Tapi, kami gunakan mulut ini untuk bergibah dan memfitnah orang

Betapa sering lisan kami menyakiti perasaan orang


Dengan lisan ini juga kami sering menyakiti suami, isteri dan anak kami
Padahal begitu mudah Engkau jadikan kami bisu dalam sekejap
Ampuni kami, ya Rabb...

Wahai yang Maha Menggenggam jiwa kami,


Ampuni kedua orang tua kami Rabb...
Sayangi mereka seperti mereka menyayangi kami di waktu kecil
11

Betapa banyak lisan kami telah menyakiti hati orang tua kami Ya Allah
Padahal, dari air susu merekalah kami bisa seperti ini
Ampuni semua dosa mereka ya Rabb
Jika mereka sudah di alam kubur
Lapangkan kubur mereka
Angkat azab mereka
Masukkan mereka ke dalam kasihMu ya Allah
Jika mereka masih hidup
Panjangkan usia mereka untuk beribadah padaMu
Kasihi mereka ya Allah
Curahkan keberkahanMu pada mereka

Rabb
Jadikanlah anak-anak kami, anak yang saleh
Anak yang berbakti dan berguna
Sehatkanlah badan mereka
Cerdaskanlah akal fikiran mereka
Bimbing mereka dalam sinar cahayaMu ya Allah

Rabb
Jadikanlah isteri kami, isteri yang salehah
Isteri yang bening hatinya
Isteri yang dapat membawa ke dalam ketaatan
Isteri yang menjaga kepercayaan suami
Isteri yang dapat merawat anak-anak

Rabb
Jadikanlah suami kami, suami yang saleh
Suami yang dapat membimbing kami dalam kebaikan
Suami yang menjadi teladan bagi kami dan anak-anak kami
Suami yang bertanggung jawab
Suami yang memberi kami harta yang halal

Rabb
Mudahkanlah urusan kami
Mudahkanlah belajar kami
Luluskanlah kami dalam ujian
Berilah pekerjaan bagi yang masih menganggur
Berilah jodoh yang baik bagi yang menantinya
Sembuhkanlah mereka yang sakit
Berilah rezeki bagi yang berhutang
Makmurkan dan sejahterakan kehidupan rakyat Indonesia
Sadarkan para pemimpinnya

Rabb...
Muliakanlah kami di dunia dan di akhirat
12

You might also like