You are on page 1of 12

Permasalahan Ijab dan Qabul (1) http://kerjoanku.wordpress.

com/2009/12/21/ijab-dan-qabul/

Hubungan interaksi antara dua orang, terlebih-lebih akad perniagaan, biasanya diungkapkan dengan rangkaian kata-kata, yang disebut dengan ijab dan qabul. Ijab-qabul tersebut berfungsi untuk mengekspresikan akan maksud dan keinginan kedua belah pihak. Segala puji hanya milik Allah Taala, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dans ahabatnya. Hubungan interaksi antara dua orang, terlebih-lebih akad perniagaan, biasanya diungkapkan dengan rangkaian kata-kata, yang disebut dengan ijab dan qabul. Ijab-qabul tersebut berfungsi untuk mengekspresikan akan maksud dan keinginan kedua belah pihak. Ijab ialah perkataan yang diucapkan oleh penjual, atau yang mewakilinya dalam mengutarakan kehendak hatinya yang berkaitan dengan akad yang dijalin Sedangkan Qabul ialah perkataan yang diucapkan oleh pembeli atau yang mewakilinya sebagai ekspresi dari kehendaknya berkaitan dengan akad tersebut. Transaksi jual-beli dapat berlangsung dengan segala ucapan yang menunjukkan kepadanya, misalnya: saya jual kepadamu barang ini, saya berikan kepadamu barang ini, milikilah barang ini, singkatnya tidak ada ucapan tertentu yang harus diucapkan dalam transaksi jual-beli, sehingga ucapan apa saja yang menunjukkan akan jual-beli, maka terjalinlah dengannya transaksi jual-beli. Imam An Nawawi rahimahullah berkata: Pendapat inilah yang secara dalil lebih kuat, dan itulah yang saya pilih, karena dalam syariat tidak ada dalil yang mensyaratkan ucapan tertentu, sehingga kita harus mengikuti tradisi yang berlaku, sebagaimana hal-hal lainnya.([1]) Dan praktek masyarakat sejak zaman dahulu, mereka menggunakan berbagai ucapan dalam menjalankan akad jual-beli, ada yang dengan kata: kirimkan, ada pula yang dengan kata: beri saya beras sekian kilo, misalnya, ada yang dengan kata: minta minyak goreng sekian liter, misalnya, dst. Dan dengan berbagai ucapan ini, dan masing-masing dari penjual dan pembeli memahami dan tidak ada perbedaan sedikitpun bahwa yang dimaksud dari berbagai ucapan ini adalah akad jual-beli. Bila ada yang bertanya: Apakah pendapat ini berlaku pada seluruh transaksi (akad)? Permasalahan ini diperselisihkan oleh para ulama: Pendapat pertama: Sebagian ulama ada yang mensyaratkan bagi sebagian akad teks-teks tertentu, yang harus diucapkan padanya, misalnya akad nikah, mereka berpendapat bahwa pada

akad ini harus digunakan kata-kata: (/ saya nikahkan/kawinkan anda), dan pihak kedua menjawab dengan berkata: Saya terima. Pendapat kedua: Sebagian lagi, ada yang berpendapat bahwa setiap akad/ transaksi dapat terjalin dan sah dengan ucapan apa saja yang biasa digunakan oleh masyarakat guna menjalankan akad tersebut. Pendapat kedua inilah yang rajih (lebih kuat) dan yang semestinya untuk dianut. Pendapat ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syeikhul Islam Ibnu taimiyyah rahimahullah.([2]) Permasalahan muamalat (interaksi sesama manusia) tidaklah termasuk amalan ibadah sehingga harus seratus persen sesuai dengan yang dicontohkan. Muamalat hanyalah hubungan sesama manusia, sehingga apa saja yang mereka anggap sebagai transaksi jual-beli, maka itu dikatakan jual-beli. Apa saja yang mereka anggap sebagai akad pegadaian, maka itu adalah pegadaian, Apa saja yang mereka anggap sebagai wakaf, maka itu adalah wakaf. Dapa saja yang mereka anggap sebagai akad pernikahan, maka itu adalah pernikahan. Tidak pernah ada satu dalilpun atau satu riwayatpun, baik dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau para sahabatnya yang dapat dijadikan dalil guna menggariskan definisi akad jualbeli. Ibnu Taimiyyah berkata: Berbagai nama dan istilah ini telah disebutkan dalam Al Quran dan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beserta berbagai hukum yang terkait dengannya. Dan setiap nama pasti memiliki definisi tersendiri. Sebagian definisi nama-nama tersebut dapat diketahui melalui ilmu bahasa, semisal sebutan matahari, bulan, gandum, laut, langit, dan bumi. Sebagian lainnya hanya dapat diketahui melalui wahyu (syariat), semisal sebutan: mukmin, kafir, munafiq, shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan nama atau sebutan yang tidak ditemukan definisinya dalam ilmu bahasa atau wahyu (syariat), maka anda harus merujuk kepada tradisi masyarakat setempat. Misalnya sebutan al qabdhu (serah-terima) yang disebutkan pada sabda nabi shallallahu alaihi wa sallam berikut: Barang siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya. Telah diketahui bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menyebutkan definisi jual-beli, sewamenyewa, hibah dan yang serupa, baik dalam Al Quran atau As sunnah. Sebagaimana tidak pernah diriwayatkan dari seorang sahabat, atau tabiinpun, bahwa ia menentukan ucapan tertentu guna menjalankan akad ini. Juga tidak pernah ditemukan satu ucapan yang dapat mengarah kepada pemahaman bahwa suatu akad tidak sah, kecuali bila dijalin dengan ucapan-ucapan tertentu.

Sebaliknya, sebagian ulama menegaskan bahwa anggapan semacam ini nyata-nyata menyelisihi kesepakatan ulama zaman dahulu, sehingga dapat dikatagorikan sebagai bidah. Bila suatu hal tidak memiliki definisi dalam syariat, tidak juga dalam ilmu bahasa, maka rujukannya adalah tradisi masing-masing masyarakat. Pendek kata: apa saja yang oleh masyarakat disebut sebagai jual-beli maka itulah jual-beli. Dan apa saja yang mereka sebut sebagai hibah, maka itulah hibah. (Majmu Fatwa Ibnu Taimiyyah 29/16) Pada kesempatan lain beliau berkata: Pendapat yang benar, bahwa kedua pihak bila telah saling mengetahui maksud lawan transaksinya, maka dengan ucapan apa saja mereka menjalankan suatu akad, akad antara mereka berdua adalah sah. Dan ini berlaku umum pada seluruh jenis transaksi. Dikarenakan Allah dan rasul-Nya tidak pernah memberikan batasan dalam hal ucapan akad. Akan tetapi Allah Taala dan rasul-Nya menyebutkannya tanpa ada batasan. Sebagaimana transaksi dapat dijalin dengan bahasa Persia, Romawi atau lainnya, maka transaksi boleh dijalin dengan ucapan apa saja dalam bahasa Arab yang menunjukkan akan transaksi tersebut. Kesimpulan beliau ini didukung oleh kaedah ilmu fiqih yang berbunyi: Adat-istiadat itu memiliki kekuatan hukum. Yang dimaksud dengan adat-istiadat disini ialah adat-istiadat yang telah berlaku dan dijalankan oleh setiap orang dan tidak menyelisihi syariat. Dan kaedah berikut juga menguatkan kesimpulan beliau di atas: Hukum asal pada setiap masalah yang tercakup dalam adat kebiasaan, adalah boleh. Dan akad jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan dan yang serupa adalah sebagian dari bentuk adat istiadat, dan bukan peribadahan. Dengan demikian, semua akad ini tercakup oleh keumuman kaedah tersebut. Bila ada yang berkata: Akad nikah, disebutkan oleh Allah dengan kata-kata nikah, sehingga pada akadnya harus menggunakan kata-kata: menikahkan. Maka kita jawab: begitu juga halnya dengan (/ jual-beli beli), Allah sebutkan dengan kata (/jual-beli), apakah anda juga akan berpendapat bahwa ketika anda bertransaksi jual-beli anda harus menggunakan kata: ( )saya jual? Jawabannya pasti: tidak. Bila demikian, akad jual-beli beli dapat terjalin dengan ucapan apa saja yang biasa digunakan ketika menjual (ijab) dan begitu juga ketika membeli (kabul).([3]) Ditambah lagi, ternyata akad nikah dalam hadits-hadits nabi tidak hanya disebutkan dengan kata nikah. Akan tetapi disebut pula dengan kata lainnya. .

Silahkan engkau membawanya pulang, aku telah menjadikannya milikmu dengan mas kawin surat-surat Al Quran yang telah engkau hafal. (Muttafaqun alaih) Anda bisa bayangkan, betapa susahnya hidup anda, bila setiap transaksi yang anda jalankan harus diutarakan dan diucapkan. Bila demikian adanya, maka anda tidak akan bisa berbelanja di supermarket, atau tempat-tempat serupa. Hukum Jual Beli Dengan Metode Muathah Dan di antara metode jual-beli yang dibenarkan dalam syariat ialah dengan cara saling menyerahkan barang yang dimaksud, pembeli menyerahkan uang pembayaran, dan penjual menyerahkan barang yang dibeli oleh pembeli tanpa ada satu katapun dari kedua belah pihak (metode muathah). Hal ini sebagaimana yang lazim terjadi di pusat-pusat perbelanjaan, seperti supermarket, dan yang serupa. Alasannya: Allah Taala melalui Al Quran dan As Sunnah An Nabawiyyah hanya mensyaratkan dalam perniagaan adanya taradhi (suka sama suka), dan hal ini letaknya dalam hati setiap orang. Sebagaimana ucapan ijab dan qabul dianggap sebagai bukti adanya rasa suka sama suka dalam hati, begitu juga perbuatan saling menyerahkan, dapat menjadi bukti adanya rasa suka sama suka yang dimaksudkan. Dan praktek masyarakat sejak zaman dahulu menunjukkan akan hal ini. Inilah pendapat yang lebih kuat dalam permasalahan ini.([4]) Ibnu Qudamah berkata: Sesungguhnya Allah telah menghalalkan transaksi jual-beli, dan Allah tidak pernah menjelaskan kepada kita tentang metodenya, sehingga wajib atas kita untuk mengikuti tradisi yang telah berlaku, sebagaimana tradisi telah dijadikan standar/pedoman dalam penentuan metode penyerah-terimaan barang yang diperjual-belikan, dan juga dalam batasan perpisahan dalam akad. Dan seperti inilah praktek kaum muslimun di pasar-pasar dan dalam setiap perniagaan mereka. Karena perniagaan telah ada sejak zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan telah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi Allah dan Rasul-Nya hanya menentukan beberapa hukum dengan peniagaan tersebut, dan tetap membiarkannya seperti yang telah berjalan di masyarakat, sehingga tidak boleh bagi kita untuk merubah yang telah berlaku hanya berdasarkan akal-pikiran dan seenak sendiri. Dan tidak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan juga tidak dari para sahabatnya padahal mereka seering melakukan perniagaan- penggunaan kata ijab dan qabul. Dan seandainya mereka menggunakan ijab dan qabul dalam perniagaan mereka, niscaya akan diriwayatkan secara mutawatir. Dan seandainya ijab dan qabul adalah syarat dalam setiap perniagaan, niscaya hukumnya wajib untuk diriwayatkan, dan tidak mungkiun para ulama melupakannya, karena perniagaan adalah hal yang telah memasyarakat([5]) Dengan demikian, akad jual-beli dapat dilakukan dengan metode ucapan lisan dan metode perbuatan Metode ucapan lisan, yaitu dengan adanya ucapan ijab dari penjual dan kabul dari pembeli. Metode perbuatan, yaitu yang diistilahkan dengan al muathah, yaitu dengan saling

menyerahkan barang yang dimaksudkan oleh masing-masing dari yang menjalankan akad jualbeli, tanpa adanya ucapan ijab atau qabul dari keduanya, atau dari salah satunya: Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa urusan transaksi itu mudah, pedomannya ialah tradisi masyarakat, dan seluruh masyarakat telah menganggap metode jual-beli dengan perbuatan semacam ini sebagai akad jual-beli yang jelas dan sah. Semoga apa yang dipaparkan di sini bermanfaat bagi kita semua, wallahu aalam bisshawab.

[1] ) Raudhatut Thalibin, oleh Imam An Nawawi 3/337 [2] ) Ini adalah pendapat yang dianut dalam mazhab Maliky. Syeikhul Islam berkata dalam kitab al Ikhtiyaraat, hal (121): Dan setiap transaksi yang dianggap oleh masyarakat sebagai transaksi jual-beli, atau hibah, baik secara berkesinambungan (antara ucapan ijab dan kabulnya) atau terjadi tenggang waktu antara keduanya, baik berupa ucapan atau perbuatan, maka terjalinlah (telah sah-lah) transaksi jualbeli dan hibah. [3] ) Syarhul Mumti 8/115. [4] ) Sebagian ulama, diantaranya Imam As Syafii dan kebanyakan para pengikutnya mensyaratkan adanya ijab dan qabul dalam akad jual-beli, sehingga menurut mereka jual-beli tidak sah bila tidak ada ada ijab dari penjual dan qabul dari pembeli. Baca: Raudhatut Thalibin 3/336, Tafsir Ibnu Katsir, 1/479, Kifayatul Akhyar, 1/239, Subulus Salaam, 3/4. [5] ) Al Mughny Oleh Ibnu Qudamah 6/8.

Permasalahan Ijab dan Qabul (2)


http://ilmudanulamak.blogspot.com/2011/03/jual-beli-melalui-mesin.html

JUAL-BELI MELALUI MESIN


Soalan; Assalamualaikum ustaz, Saya ada satu permasalahan tentang perniagaan,yakni tentang perniagaan menjual air minuman seperti air tin dan air R.O water yang menggunakan mesin.wang dimasukkan didalam mesin untuk membeli minuman tersebut,tiada penjual dan tiada ijab kabul.Apakah hukumnya ,adakah diharuskan didalam islam.Sebab saya ingin memulakan perniagaan ini jika diharuskan oleh islam.minta ustaz jelaskan.sekian terima kasih. Jawapan; Tujuan ijab dan qabul ialah untuk menzahir keredhaan/persetujuan dari kedua belah pihak untuk berjual-beli. Jual-beli tidak sah tanpa keredhaan/persetujuan kedua-belah pihak iaitu penjual dan pembeli. Firman Allah; "Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesama kamu secara batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling meredhai antara kamu" (Surah an-Nisa', ayat 29). Oleh kerana keredhaan asalnya berada dalam hati, maka ia perlu dizahirkan. Menurut mazhab Syafiie; menzahirkan keredhaan wajib dengan bahasa atau ucapan iaitulah ijab dari satu pihak (yakni ucapan penawaran) dan qabul dari pihak satu lagi (iaitu ucapan penerimaan). Namun menurut jumhur (majoriti) ulamak; Untuk menzahirkan keredhaan tidaklah terhad kepada ucapan sahaja. Ia juga boleh dengan perlakuan, bahasa badan, isyarat, tulisan dan sebagainya asalkan menunjukkan keredhaan/persetujuan. Kerana itu, mereka mengharuskan jual-beli secara almuathah ( )iaitu saling memberi dan menerima di antara penjual dan pembeli tanpa mengeluarkan sebarang ucapan (yakni pembeli memberi wang dan mengambil barang, sementara penjual pula memberi barang dan mengambil wang, kemudian mereka berdua berlalu pergi tanpa melafazkan ijab atau qabul). Ini kerana dengan adanya saling memberi dan menerima itu sudah cukup untuk membuktikan kedua mereka redha/bersetuju dengan akad jual beli yang berlaku. Pandangan kedua inilah yang rajih. Antara yang mentarjihnya ialah Imam al-Baghawi dan Imam Nawawi (kedua-duanya ulamak besar mazhab Syafiie). Berdasarkan pandangan kedua, jual-beli menggunakan mesin sebagaimana yang saudara sebutkan itu hukumnya adalah harus dan sah jika memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Syariat ke atas jual beli (selain syarat ijab dan qabul atau saling meredhai tadi), antaranya; 1. Barang/produk yang dijual jelas ada di dalam mesin tersebut dan menepati sebagaimana iklan yang terpampang di mesin. 2. Harga bagi setiap satu produk juga jelas (tiada kesamaran atau kekeliruan). 3. Tidak menafikan hak khiyar untuk pembeli (hak mengembalikan barang) jika barang yang keluar dari mesin itu rosak atau tidak menepati sebagaimana yang diiklankan. Wallahu a'lam. Rujukan; 1. Tamam al-Minnah, Syeikh Adil al-'Azzazi, 3/289-290. 2. Soal-Jawab MLM Syariah, Ahmad Adnan bin Fadzil, hlm. 42.

JENIS JUAL BELI


http://ustazabdulwahab.wordpress.com/muamalat/jenis-jenis-jualbeli/

Jenis-jenis jual beli

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Jual sarf Jual faedah Jual Jizaf Jual Fuduli Jual Muatah Jual Tasir Jual Urbun

Jual beli Fuduli

Takrif Jual sesuatu yang bukan hak miliknya seperti seseorang itu menjual barangan milik orang lain tanpa diwakilkan atau tanpa izin. Contohnya seorang suami menjual barang milik isterinya tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu daripada isterinya.

Hukum jual beli Fuduli :-

Mazhab Maliki dan Hanafi Sah sekiranya dipersetujui oleh tuannya dan dengan syarat :

(1) sekiranya ia menguntungkan pemilik asal (2) sekiranya tidak menzalimi pemilik dan penjual serta harga

(3) mestilah orang yang mampu melaksanakan urusan jual beli (4) mendapat persetujuan kedua belah pihak selepas akad Mazhab Syafie, Hanbali dan Zahiri Batal walaupun setuju kerana persetujuan pemilik harta mestilah di waktu akad. Hujah: (1)pengurusan harta orang lain tanpa izinnya adalah ditegah (2)bukan pemiliknya dan bukan pemilik waktu akad itu

Jual beli Muatah

Maksud pembeli dan penjual bersetuju atas penetapan harga , tanpa lafaz ijab dan qabul. Contohnya seseorang itu mengambil barang dan membayar harga tanpa ada sighah ijab dan qabul seperti jualan layan diri di pasaraya

Hukum jual beli Muatah :-

-Menurut Jumhur Ulamak(Hanafi ,Malik dan Hanbali) sah dan harus dilaksanakan. Syaratnya ialah pembeli dan penjual saling reda meredai Menurut pendapat Imam Syafie tidak sah kerana tidak ada lafaz ijab dan qabul yang jelas atau secara sindiran. Mestilah dengan lafaz kerana keredaan itu tersembunyi di dalam hati dan orang lain tidak tahu Segelintir pengikut Imam Syafie (Imam Nawawi , Bagahawi dan Mutawalli)sah walaupun tidak dibuktikan dengan lafaz

kerana sudah menjadi adat kepada manusia tidak ada lafaz ijab dan qabul tetapi saling berterimaan di majlis akad.

Jual beli Tasir

Kawalan harga oleh pemerintah dalam menetapkan harga sesuatu barang supaya tidak menzalimi pembeli dan penjual . Contohnya barang keperluan asas seperti beras. Hukum jual beli Tasir :-

Menurut Syafie haram sebab bukan miliknya Malik dan Hanafi harus sebab maslahah umum

Jual beli Urbun

Menjual sesuatu barang dengan syarat membayar sebahagian dari harga barang sebagai wang pendahuluan dan bakinya dijelaskan kemudian (bayar cengkeram) Sekiranya tidak bersetuju Wang tersebut diberikan kepada penjual. .Hukum jual Urbun :Jumhur Ulamak Haram , batal dan tidak sah kerana mengandungi unsure-unsur penipuan dan kezaliman

Nabi sendiri melarang jual beli cara Urbun kerana termasuk dalam penipuan dan makan harta orang lain secara haram berlaku penindasan dan hangus sekiranya tidak jadi berurusan

Jual Beli Tunai dan Bertangguh

1. AI-BaiBi Thamani al-Ajil ( Jual beli dengan bayaran tunai) 2. Al-BaiBi Thamani al-Ajil Oual beli dengan bayaran bertangguh).

Kedua-dua jenis jual beli ini berlaku dalam kehidupan seharian. Biasanya bagi barang-barang keperluan seharian atau yang tidak mahal harganya, orang akan membeli dengan cara tunai seperti barang-barang makanan, pakaian dan alat persekolahan. Tetapi bagi memiliki barang yang mahal harganya orang akan membeli dengan cara bayaran beransur seperti kereta dan rumah. Namun begitu, orang yang kurang berkemampuan atau rendah daya beli biasanya akan membeli barang-barang keperluan secara bayaran beransur atau dibayar bertempoh mengikut tempoh yang dipersetujui antara penjual dan pembeli.

A 1-Bai Bi Thaniani al-Ajil bermaksud: Menangguhkan bayaran sesuatu barang jualan iaitu dengan pembeli menerima serahan barang dan pcnjual akan menerima bayaran dalam tempoh yang ditetapkan sama ada secara sekaligus atau secara beransur.

Al-BaiBi Thaniani al-Ajil adalah termasuk dalam kumpulan Bai al-Aial ( jual beli yang bertempoh). Jika bayaran didahulukan dan barang dikemudiankan (mengikut tempoh), maka ia dikenali sebagai al-Salam. Jika serahan barang jualan didahulukan dan bayaran dikemudiankan, maka ia dinamakan hutanc,. Istilah Bai al-Ajil dalam konsep muamalat di Malaysia bermaksud membeli suatu yang dibayar harganya secara beransur-ansur.

Jenis-jenis Jual Beli Berdasarkan Harga

1 . Baial-Murabahah: Jual beli pada harga asal dengan tambahan keuntunean pada kadar tertentu yang kedua-duanya dinyatakan oleh penjual daii dipersetujui olch pembeli. Contohnya: Saya jual rumah itu dengan harga pokok RM 50,000 dan saya mengambil untung RM 5,000. (harga jualan RM 55,000). 2. Baial-Tauliah: Jual beli pada harga asal dengan penjual tidak mengambil sebarang keuntungan ( Jual beli pada harga kos). Contohnva:Saya jual kereta itu dengan harga pokok RM 25,000. (harga jualan RM 25,000). 3. Baial-Wadhiah: Jual beli pada harga yang lebih rendah daripada harga asal dengan penjual sedia menerima kerugian pada kadar tertentu ( Jual beli pada harga di bawah kos). Contohnya: Saya jual rumah itu dengan harga RM 45,000 kurang RM 5,000 daripada harga pokok. (Harga pokok ialah RM 50.000) 4. Baial-Musawamah: Jual beli dengan kerelaan kedua-dua pihak Penjual dan pembeli tanpa menyatakan keuntungan yang diambil oleh perjual. Contohnya:Saya jual barang itu kepada kamu dengan harga RM 100. 5. Bai al Isyrak: Jual beli sebahagian barang dengan sebahagian harga asal dengan penjual tidak mengambil sebarang keuntungan. Contohnya: Harga asal tanah itu ialah RM 20,000, saya jual setengah daripadanya kepada kamu dengan harga RM 10,000

Etika/ Adab Perniagaan dalam Islam

1. Peniaga/ pengusaha: Beriman, bertaqwa, mempunyai ilmu dan kemahiran, amanah dan dedikasi. 2. Bahan yang dikeluarkan: Baik, halal dan berkualiti. 3. Perjalanan perniagaan: Adil, jujur dan teratur mengikut 4. Sumber kewangan: Bebas daripada riba dan halal. 5. Tujuan perniagaan: Meningkatkan modal pengeluaran, 6. mendapatkan keuntungan dan memberi kepuasan kepada pelanggan. 7. Matlamat perniagaan: Membina masyarakat sejahtera,

Akibat mengabaikan perniagaan dikalangan umat Islam

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Sumber asli tidak dapat dimanfaatkan Kekayaan diterokai oleh orang lain Tidak dapat kuasai ekonomi dunia Taraf kehidupan umat Islam rendah. Kemiskinan meluas di dunia Islam. Peluang pembangunan tidak dapat dimanfaatkan oleh umat Islam. Kedudukan umat Islam dipandang rendah oleh orang lain. Umat Islam mundur dan ketinggalan dalam semua lapangan kehidupan dan kemajuan dunia. Gejala sosial dan jenayah mudah berkembang di dunia Islam. Mudah menyerah dan mengalah kepada orang lain. Tidak berupaya menentang penindasan dan penjajahan. Mudah terjerumus kepada gejala maksiat dan kekufuran. Tidak dapat menjadi umat yang dihormati dan dicontohi. Dakwah Islam tidak dapat dilaksanakan dengan lancar atau terbantut.

You might also like