You are on page 1of 6

1

Kajian Filsafat Ilmu, 2009. Bab I

KAJIAN KOMPARATIF TENTANG


WIRID HIDAYAT JATI,
KIDOENG KAISLAMAN,
DAN TUTUNGKUSAN WARISAN
KARUHUN SUNDA

Oleh
E. Kosmayadi

Bagi yang memerlukan,


siapa pun boleh mengkopi dan menyebarkan tulisan ini.
Nilai-nilai dan ilmu yang terkandung dalam tulisan ini milik
Allah SWT. sehingga semua orang bebas menggunakannya.
Penulis berharap, semoga bermanfaat bagi seluruh umat
manusia.
2
Kajian Filsafat Ilmu, 2009. Bab I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Informasi terakhir terdengar bahwa mutu SDM Indonesia semakin


menyedihkan. Konon, Indek Pembangunan Manusia (IPM) urutan ke-112
dari 177 negara yang diteliti. IPM Jawa Barat sendiri berada pada urutan
ke-17 dari 26 provinsi di Indonesia (Tarkim Prov. Jabar 2004). Bandingkan
dengan tingkat korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berada pada urutan
ke-2 di dunia. Nyata benar bedanya.

Jika demikian adanya, bagaimana nasib bangsa di masa depan?


Mampukah untuk bangkit dengan IPM yang begitu rendah? Sementara,
saat ini kita masih dihadapkan kepada sejuta persoalan sosial, budaya,
ekonomi, politik, hukum, bahkan alam yang tidak bersahabat lagi serta
aspek kehidupan lainnya yang selalu dihantui ketidakpastian dan
keterbatasan sumber daya. Berbagai kebijakan pemerintah yang
diluncurkan kepada masyarakat, dengan maksud melakukan perubahan
ke arah yang lebih baik, senantiasa disambut dengan unjuk rasa, protes,
ketidakpuasan, waswas, kecewa, penyelewengan, penyalahgunaan, dan
segudang persoalan lainnya. Di pihak lain, karakteristik masyarakat yang
cenderung konsumtif, dengan mudahnya dimanfaatkan oleh pihak luar
guna memasarkan produk-produk canggih yang menarik. Semakin silau
oleh kecanggihan teknologi yang tak pernah sepi dari proses inovasi,
sehingga tak ada waktu untuk berpikir guna mengembangkan kreativitas
dan mengkaji diri baik secara filosofis maupun empiris.

Pertanyaan lain yang belum terjawab, berapa persen dari


masyarakat Indonesia yang mengetahui dan memahami persoalan itu?
Dari persentase yang diperkirakan akan kecil, berapa persen yang
menyadarinya? Berapa persen pula yang peduli dan mau mengambil
3
Kajian Filsafat Ilmu, 2009. Bab I

inisiatif untuk mengatasi hal itu? Sulit untuk dijawab, karena memang
bukan pekerjaan mudah.

Tapi, tak layak juga apabila hanya merenung sambil memikirkan


sejuta masalah. Mungkin lebih bijak apabila mencoba memungut kembali
pernik-pernik kecil dari nilai-nilai lama yang berjatuhan; Mengumpulkan
kembali mutiara-mutiara indah dalam kehidupan yang terceraiberai
berhamburan akibat banjir bandang globalisasi dan terbentur oleh ledakan
keras dari semangat reformasi yang kebablasan; serta Menggali kembali
kata-kata bijak penuh makna yang tenggelam di dalam lumpur kehidupan
yang semakin redup dan pekat. Barangkali sasieureun sabeunyeureun
dapat menumbuhkan kembali semangat hidup dan kepercayaan diri yang
berpijak pada nilai-nilai moral bangsa, dalam upaya menemukan jatidiri
yang pernah terkikis oleh derasnya arus globalisasi yang terus
mengglobal.

Walaupun IPM bukan satu-satunya kriteria yang mutlak untuk


mengukur mutu SDM, namun memahami hal itu dengan berpedoman
kepada IPM yang digunakan secara internasional memang perlu, karena
kita tidak mungkin dapat memisahkan diri dari kehidupan global yang
semakin mengglobal.

Tetapi, mengukur mutu SDM yang merujuk kepada keberhasilan


pembangunan pendidikan (APK, APM, RLS), kesehatan (AHH), dan
ekonomi (daya beli) saja tidak cukup. Guna meningkatkan mutu SDM,
diperlukan juga pemahaman terhadap nilai-nilai warisan para leluhur yang
telah terbukti dan teruji keunggulannya. Masih banyak warisan para
leluhur yang belum diungkap secara tuntas, karena kebanyakan hanya
dilirik sepintas, terlalu yakin dan percaya kepada berbagai sumber ilmu
pengetahuan yang datang dari dunia Barat. Ilmu-ilmu warisan para leluhur
tersebut antara lain Hidayat Jati yang merupakan ajaran Wali Songo
berbasis Tauhid, Kidoeng Kaislaman (buah Iman Islam) salah satu dari
4
Kajian Filsafat Ilmu, 2009. Bab I

sejumlah buku yang mengupas hakikat hidup, dan juga warisan para
leluhur berbentuk produk budaya yang sarat oleh nilai-nilai moral dengan
kadar tinggi.

Pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut diharapkan akan


mendorong seseorang untuk bersikap arif, bijaksana, dan toleran terhadap
sesama manusia sehingga pada gilirannya akan membentuk sikap yang
luhur dan mulia. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk
mengkaji secara komparatif terhadap sumber-sumber keilmuan lokal
tersebut, kemudian dituangkan ke dalam judul tulisan “Kajian Komparatif
tentang Hidayat Jati, Kidoeng Kaislaman, dan Tutungkusan Warisan
Karuhun Sunda”.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam upaya meningkatkan indek pembangunan manusia (IPM),
jika aspek pendidikan, kesehatan, dan daya beli memang dapat
diandalkan untuk meningkatkan kualitas SDM sah-sah saja untuk
dilakukan. Tetapi, perlu juga dipikirkan bahwa sesungguhnya terdapat
satu dimensi utama yang tidak boleh dilupakan, yakni moral. Kami
memaklumi, bahwa aspek pendidikan memang bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan (skill) dan moral manusia. Hanya terdapat
sesuatu yang kontradiktif dan mungkin kontra produktif, karena bangsa
Indonesia yang mayoritas agama Islam konsep pendidikan yang
digunakan banyak berkiblat ke Barat, hanya sebagian kecil saja yang
mengacu kepada ajaran Islam. Bahkan kami pernah menemukan buku
ajar (bahan kuliah) Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan tinggi dan
ditulis oleh pakar pendidikan Islam, manakala membahas tentang kejadian
alam semesta yang dijadikan dasar pembahasan adalah filsuf Yunani kuno
seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Parmenides, dan lain-lain.
Sementara pandangan filsafat mereka bersifat spekulatif. Idealnya,
5
Kajian Filsafat Ilmu, 2009. Bab I

gunakan pandangan filsof-filsof Islam yang telah memiliki konsep tentang


hal itu, bahkan bersifat menyeluruh dan tuntas sehingga jelas keterkaitan
antara Khalik dan Makhluknya.
Di sisi lain, salah satu aspek yang diandalkan untuk meningkatkan
IPM adalah daya beli, tetapi sistem ekonomi yang digunakan adalah
ekonomi liberal kapitalis yang sudah terbukti banyak kelemahan. Demikian
juga halnya ilmu kesehatan, terlalu mengagungkan ilmu medis, padahal
kesehatan rohani tak kalah pentingnya untuk membangun SDM yang
berkualtas.
Apabila masyarakat Indonesia sadar bahwa mereka memiliki
potensi sumber keilmuan yang sangat berharga, tidak perlu terlalu
berkiblat ke Barat. Baik urusan pendidikan, kesehatan, maupun
peningkatan daya beli (ekonomi), semuanya dapat dikembangkan melalui
ilmu yang telah ada di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Khusus di
Pulau Jawa, ditemukan tiga sumber ilmu yang sangat bernilai, yakni
Pertama: Wirid Hidayat Jati yang merupakan inti ajaran para Wali yang
dominan berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur, terutama di
kalangan keraton.; Kedua; Kidoeng Kaislaman yang berkembang di Tatar
Sunda, namun dilihat dari substansinya merupakan penjabaran dari Wirid
Hidayat Jati dengan gaya pemaparan yang khas; dan Ketiga Tutungkusan
Karuhun Sunda berupa produk budaya non benda yang sarat dengan nilai-
nilai pilosofis tinggi.
Dari uraian di atas, penulis ajukan rumusan masalah sebagai
berikut :”Nilai-nilai keilmuan apa yang terkandung dalam Wirid Hidayat
Jati, Kidoeng Keislaman, dan Tutungkusan Karuhun Sunda?”

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui nilai-nilai
keilmuan yang terkandung dalam Wirid Hidayat Jati, Kidoeng Keislaman,
6
Kajian Filsafat Ilmu, 2009. Bab I

dan Tutungkusan Karuhun Sunda. Dari tujuan tersebut terkandung pula


tujuan lain sebagai tindak lanjut dari hasil pengkajian tersebut, yakni
untuk menemukan sumber-sumber keilmuan yang sekiranya bermanfaat
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Di samping
itu, kami bertujuan untuk menggali nilai-nilai ajaran Islam yang pernah
diajarkan oleh para wali di Tanah Jawa, agar kita sebagai penerus bangsa
tidak melupakan jasa-jasa mereka sekaligus mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Fenomena yang terjadi, para wali diakui sebagai
kelompok orang yang sangat berjasa dalam menyebarkan Islam di Tanah
Jawa (Nusantara), tetapi sedikit sekali yang berusaha menggali substansi
dari ajarannya.

1.4 Pendekatan
Untuk dapat menemukan jawaban atas pertanyaan di atas,
pendekatan yang digunakan adalah analisis terhadap obyek kajian, yakni
Buku Wirid Hidayat Jati karangan R.Ng. Ronggowarsito yang diterbitkan
tahun 1997 oleh Effhar & Dahara Prize Semarang, dan Buku Kidoeng
Kaislaman (Buahna Iman Islam) yang ditulis oleh M.D. Endjoe, diterbitkan
oleh Winkel Masdjoe-Bandoeng tahun 1930. Di samping itu, sebagai
pembanding dimunculkan juga tutungkusan karuhun Sunda dalam bentuk
budaya non benda, sebut saja pernik-pernik kecil dari falsafah Sunda.
Dalam penyajiannya, kami gunakan sistematika sederhana
sehingga makalah ini dikemas hanya dalam dalam tiga Bab. Bab I
merupakan pendahuluan meliputi latarbelakang, masalah, tujuan dan
pendekatan. Bab II mengemukakan materi pokok yang dikaji dari sumber
pustaka yang dijadikan bahan kajian, yang terdiri atas Wirid Hidayat Jati,
Kidoeng Kaislaman, dan Tutungkusan Karuhun Sunda. Bab III merupakan
kesimpulan, mencakup temuan, jawaban, pemecahan masalah, dan
Intisari dan Makna Isi Makalah.

You might also like