You are on page 1of 11

Jurnal penelitian Kejadian TB-paru

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN TB-paru USIA DIATAS 14 TAHUN DI WILAYAH KECAMATAN KEDATON KOTA BANDAR LAMPUNG Siti Aminah Abstrak
Kecamatan Kedaton mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, daerah pemukiman cukup rapat dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Bandar Lampung. Jumlah penderita Tb paru 56 orang data dari puskesmas Kedaton . Masalah penelitian ini apakah faktor lingkungan berpengaruh terhadap kejadian TB-paru. Tujuan penelitian mengetahui faktor lingkungan berpengaruh terhadap kejadian TB-paru Penelitian dilakukan bulan November sampai dengan Desember 2009, desain studi analitik observasional dengan kasus kontrol. Hasil penelitian semua variabel yang dteliti tidak ada yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru.karena p-value lebih besar dari alpha 5 %. artinya faktor lingkungan tidak berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun di wilayah kecamatan Kedaton. Kata kunci : Faktor yang berpengaruh, kejadian TB-paru

Kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung merupakan kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi dan daerah pemukiman yang cukup rapat dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Bandar Lampung. Data terahir jumlah penduduk di kecamatan Kedaton 45.409 jiwa, dengan jumlah penderita TB-paru 75 orang berdasarkan data dari wilayah kerja tiga puskesmas Kedaton, Way Halim, dan Way Kandis sampai dengan bulan Juli 2009. ( Profil kesehatan prov.Lampung,2009 ) TB-paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Penderita TB-paru ketika batuk atau bersin, dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk dan berhadapan dengan orang lain, kuman tersembur keluar dan terhisap kedalam paru orang sehat, dengan masa inkubasinya selama 3 6 bulan. Penularan penyakit TB-paru adalah melalui udara yang tercemar oleh Mycobacterium tuberkulosa yang dikeluarkan oleh penderita TB Paru saat batuk, pada anak-anak umumnya sumber infeksi berasal dari orang dewasa yang menderita TB paru. Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovasculer dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.

Sekitar 75 % penderita Tb paru adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis ( 15-50 tahun ). Diperkirakan seorang penderita Tb paru dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30 %. Jika ia meninggal akibat Tb paru, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun selain merugikan secara ekomonis, penyakit Tb paru juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. ( WHO,2004 ) Penyakit Tb-paru tidak hanya merupakan persoalan individu tetapi sudah merupakan persoalan masyarakat. Kesakitan dan kematian mempunyai konsekuensi yang signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik individu, keluarga, masyarakat, perusahaan dan negara. Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologi, maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia ( Lennihan dan Fletter, 1989 ) 4. Lingkungan Rumah Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemenelemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.( Notoatmodjo, S, 2003) Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain : a. Kepadatan Penghuni Rumah Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya.( Smith P.G dan Moss A.R,1994 ) Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan ber pengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m perorang daerah pedesaan 10 m per orang. b. Kelembaban Rumah Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 180C 300C.22) Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orangorang tertentu dapat menimbulkan alergi. ( DepKes R.I,1994 ) Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberkulosis.( Azwar A, 1995 )

Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang cukup. c. Ventilasi Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya.( DepKes RI,1994 ) Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteribakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. ( Azwar,1995) Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik. Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya prosespertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. (DepKes R.I,1994) d. Pencahayaan Sinar Matahari Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch (1843-1910). Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi kedalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Depkes RI, 1994). Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.(Atmosukarso, Sri Soewati,2000) d. Lantai rumah Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tb-paru , melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya. g. Dinding Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan. Untuk terpapar pada penyakit TB-paru seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1.

2.

3.

4.

Sosial ekonomi Keadaan rumah,kepadatan hunian, lingkungan rumah, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB paru. Pendapatan keluarga yang kecil mengakibatkan orang tidak dapat hidup layak dan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Status gizi Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru, keadaan ini merupakan factor penting baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Umur Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif ( 15-50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut > 55 tahun system imonologis seseorang menurun , sehinggga sangat rentan dengan berbagai penyakit, termasuk penyakit TB paru. Jenis kelamin Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan, menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar satu juta perempuan yang meninggal akibat TB paru. Dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok dan minum alcohol sehingga menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih muda terpapar dengan agent penyebab TB paru. (Aditama,2000) Hasil penelitian Atmosukarto, Litbang Kesehatan,2000 didapatkan data bahwa rumah tangga yang penderitanya mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko tertular 2,8 kali dibandingkan dengan tidur terpisah. Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari satu orang adalah 4 kali dibanding dengan hanya satu orang penderita Hasil penelitian Anwar Musadad, 2002 menunjukkan angka kejadian TB paru di rumah tangga sebesar 13,0 % (33 kasus). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penularan TB paru adalah keberadaan penderita lebih dari 1 orang dalam rumah. Besar resiko terjadi penularan untuk untuk rumah tangga dengan 1 orang penderita adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 penderita ( OR=3,99); rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko 3,7 kali di banding rumah yang dimasuki sinar matahari ( OR=3,71) dan rumah tangga yang mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko 2,8 kali dibanding yang tidur terpisah (OR=2,79). Hasil penelitian Ikeu Nurhidayah, dkk, 2007 menunjukkan kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan menimbulkan resiko terjadinya tuberculosis pada anak sebesar 18,57 kali jika dibandingkan rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Sub variable lain yang beresiko menimbulkan penyakit tuberculosis pada anak jika tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kepadatan penghuni, luas ventilasi rumah dan pencahayaan rumah, masingmasing sebesar 14 kali, 3,67 kali dan 5,85 kali jika dibandingkan dengan yang memenuhi syarat kesehatan. Hasil penelitian Tri Suwantatik, 2002 menunjukkan ada hubungan antara pendidikan ibu, pendidikan ayah, status pekerjaan ibu, jumlah balita dalam 1 keluarga, riwayat kontak, pencahayaan alami dalam rumah dan pengetahuan ibu tentang TB dengan kejadian TB paru primer pada anak. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dengan desain studi Analitik observasional dengan pendekatan Kasus kontrol untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun di Wilayah kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.

Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol ,dengan cara Observasi orang yang terpapar dan orang yang tidak terpapar dengan penyakit TB paru dalam waktu yang sama. Kemudian ingin mengetahui faktor-faktor resiko kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan yang paling kuat mempengaruhi terpapar dengan penyakit TB paru. Sumber Data Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu dua bulan November s/d Desember 2009 Di wilayah Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. Populasi dan Sampel Populasi Seluruh pasien yang berobat ke puskesmas Kedaton di wilayah kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung Sampel Seluruh pasien yang berobat ke Puskesmas Kedaton di wilayah kecamatan Kedaton yang memenuhi kriteria kasus kontrol Kriteria Sampel Kriteria kasus dan kontrol : Kasus adalah : Pasien yang berobat kepuskesmas berdasarkan gejala klinik batuk berdahak selama 2 3 minggu atau lebih dahak diikuti dengan bercampur darah , sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan dan hasil pemeriksaan laboratorium BTA (+). ( Depkes R.I,2008 ) Kriteria Inklusi : Menempati rumah lebih dari 6 bulan dari sejak didiagnosa menderita TB paru. Bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria Eksklusi : Penderita yang tinggal di wilayah kecamatan Kedaton. Kontrol adalah : tetangga kasus berdasarkan gejala tidak menderita TB paru. Kriteria Inklusi : Menempati rumah lebih dari 6 bulan, bertetangga dengan kasus. Bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria Eksklusi : Penduduk yang tinggal di wilayah kecamatan Kedaton Besar Sampel : Berdasarkan data dari Puskesmas kedaton sampai dengan bulan Juli 2009 jumlah penderita TB paru 56 orang, Seluruh populasi penderita TB paru akan dijadikan sampel. Cara pengambilan Sampel Kasus Membuat daftar penderita TB-paru yang ada di Puskesmas Kedaton Melakukan prosedur sistematika random sampling. Diperoleh jumlah penderita TB-paru 20 orang. Kontrol

Pengambilan kontrol dilakukan dengan cara mencari 20 orang tetangga yang tidak Menderita TB-paru, bersedia dijadikan subjek penelitian dengan cara mencatat seluruh nama, disebelah kanan, belakang, kiri, depan rumah kasus Teknik Pengumpulan Data Sumber data Data Primer : diperoleh dengan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner, observasi dan pengukuran langsung pada responden dan lingkungan fisik rumah. data sekunder : diperoleh dari register dari puskesmas Kedaton. Teknik Pengolahan Data Editing : Pemeriksaan lengkap dan ketepatan Coding : Memberi kode dengan angka yang telah ditetapkan sebelumnya. Entry : diolah dengan program komputer.

Teknik Analisis Data Dengan univariat, bivariat dan multivariat. Univariat : Dilakukan untuk memperoleh distribusi frequensi masing-masing variable.Data disajikan dalam bentuk tabel. Bivariat : Bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variable. Untuk uji statistik yang dipakai menggunakan uji Chi square karena datanya katagori untuk melihat hubungan antara variable terikat dengan variable bebas. Multivariat : Untuk melihat hubungan lebih dari dua variable bebas dengan variable terikat pada tahap ini digunakan Analisis Regresi logistik . Dengan analisis regresi logistik dapat diketahui Odds Ratio (OR) yang merupakan besarnya pengaruh variable bebas terhadap variable terikat. ( Mickey dan Greenland,1989 ) HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan penelitian Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru pada usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung dengan variabel yang diamati sebagai berikut : Tabel 5.1.1 Distribusi Responden faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung
VARIABEL
Usia responden Jumlah Penghuni rumah Kepadatan hunian dalam 1 kamar Luas rumah dalam m2 Luas ventilasi rumah Luas kamar tidur dalam m2 Luas ventilasi kamar tidur dalam m2 Pencahayaan dalam satuan lux Kelembaban rumah dalam % Penghasilan/bulan dalam Rp Jumlah

Mean 36,83 6 20
63,05 1,26 7,33 1,03 122,8675 52,89 710.000 40

SD

Minimal-maksimal 18 - 67 3 10 15 - 25
42 108 0,85 3,33 6 12 0,45 1,5 40 496,75 20 81,75 500.000 1.500.000 100

14,340 0,3874 0,2975 88,4199 20,51 212192,46

Dari 40 orang responden usia termuda 18 tahun dan tertua 67 tahun. Jumlah penghuni dalam satu rumah dengan rata-rata dihuni 6 orang, rumah dengan penghuni paling sedikit 3 orang dan paling banyak 10 orang.Kepadatan hunian dalam satu kamar rata-rata padat dalam satu kamar sejumlah 20 kamar, dengan kepadatan paling sedikit 5 kamar dan paling banyak 25 kamar. Luas rumah dalam m2 terkecil 42 m2 dan terbesar 108 m2 rata-rata luas rumah 63,05 m2 . Luas kamar tidur dalam m2 terkecil 6 m2 terbesar 12 m2 rata-rata luas kamar tidur Luas ventilasi kamar tidur terkecil 0,45 m2 dan terbesar 1,5 m2. Luas rata-rata 1,03 m2 luas ventilasi rumah terkecil 0,85 m2 dan terbesar 3,33 m2. , luas rata-rata 1,25 m2 Intensitas pencahayaan dalam rumah rata-rata : 122,86 lux terendah 40 lux tertinggi 496,75 lux, ratarata 122,86 lux. Kelembaban rumah terendah 20 % RH kelembaban tertinggi 81,75 % RH, rata-rata Kelembaban rumah 52,89 % RH. Penghasilan/bulan dari 40 responden responden, rata-rata berpenghasilan Rp.710.000,- dengan penghasilan terendah Rp.500.000,- dan penghasilan tertinggi Rp.1.500.000,-.

Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung
Variabel Kasus Jumlah responden Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Perguruan tinggi Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Luas rumah Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Luas ventilasi rumah Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Luas kamar tidur Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Luas ventilasi kamar tidur Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Kepadatan sekamar tidur Padat Tidak padat Pencahayaan ruangan Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Kelembaban rumah Memenuhi syarat Frekuensi 20 5 8 7 0 13 7 15 5 0 20 8 12 16 4 15 5 18 2 % 50 12,5 20 17,5 0 32,5 17,5 37,5 12,5 0 50 20 30 40 10 37,5 12,5 45 5 Frekuensi 20 5 6 7 2 13 7 8 12 0 20 10 10 10 10 10 10 16 4 Kejadian TB-paru Kontrol % 50 12,5 15 17,5 5 32,5 17,5 20 30 0 20 25 25 25 25 25 25 40 10

Tidak memenuhi syarat Jenis pekerjaan Ibu rumah tangga PNS Wiraswasta Buruh Lain-lain Bapak merokok Merokok Tidak merokok Perokok Perokok aktif Bukan perokok aktif JUMLAH

7 13 6 0 6 7 1 19 1 12 8 20

17,5 32,5 15 0 15 17,5 2,5 47,5 2,5 30 20 50

5 15 7 1 6 3 3 18 2 9 11 20

12,5 37,5 17,5 2,5 15 3,5 7,5 45 5 22,5 27,5 50

Dari sejumlah 20 responden kasus ataupun kontrol diperoleh hasil, untuk tingkat pendidikan SD sampai SMA, terdistribusi hampir sama jumlahnya berkisar 12,5 % - 17,5 %. Kecuali responden kontrol ada yang tingkat pendidikannya sampai perguruan tinggi sebesar 5 %. Jenis kelamin responden kasus maupun kontrol sama, untuk laki-laki 32,5 % dan perempuan 17,5 %. Luas rumah untuk responden kasus yang memenuhi syarat 37,5 %, sedangkan yang tidak memenuhi syarat 12,5 %. Untuk responden kontrol 20 % yang memenuhi syarat, dan 30 % tidak memenuhi syarat. Luas ventilasi rumah, seluruh responden kasus maupun kontrol tidak memenuhi syaratberdasarkan Kepmenkes no 829/Menkes/SK/VII/1999 sebesar 50 %. Luas kamar tidur untuk kasus yang memenuhi syarat 20 % dan yang tidak memenuhi syarat 30 %. Untuk kontrol, baik yang memenuhi syarat ataupun jumlahnya sama banyak yaitu 25 %. Luas ventilasi kamar tidur untuk kasus yang memenuhi syarat 40 % dan yang tidak memenuhi syarat 40 %. Responden kontrol jumlahnya sama banyak antara yang memenuhi syarat dan tidak yaitu sebesar 25 %. Pencahayaan ruangan untuk kasus yang memenuhi syarat 45 %, yang tidak memenuhi syarat 5 %. Untuk kontrol yang memenuhi syarat 40 % dan yang tidak memenuhi syarat 10 %. Kelembaban rumah untuk kasus yang memenuhi syarat 17,5 % sedang kan yang tidak memenuhi syarat 32,5 %. Untuk respondesn kontrol yang memenuhi syarat 12,5 % dan yang tidak tidakmemenuhi syarat 37,5 %. Jenis pekerjaan responden untuk kasus yang paling banyak bekerja sebagai buruh 17,5 % dan ibu rumah tangga 15 %. Sedangkan untuk kontrol ibu rumah tangga yang paling banyak yaitu 17,5 %, kemudian bapak yang merokok didalam rumah untuk kasus sejumlah 47,5 % untuk kontrol 45 %. Dan perokok aktif untuk kasus 30 % untuk kontrol 22,5 %. b. Analisis Bivariat : Dari hasil uji Bivariat semua variabel yang diteliti tidak ada yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru. Karena p-value lebih besar dari alpha 5 %. Berarti Ho gagal tolak artinya tidak ada pengaruh kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun di wilayah kecamatan Kedaton terhadap faktor-faktor hunian padat, kepadatan sekamar tidur, luas ventilasi rumah, luas ventilasi kamar tidur, intensitas cahaya dalam rumah, kelembaban udara dalam rumah, perokok aktif, pendidikan, pekerjaaan, penghasilan kepala keluarga. PEMBAHASAN Keterbatasan penelitian Karena keterbatasan waktu dan dana sehingga wilayah penelitian hanya 1 kecamatan Kedaton saja. Data alamat penderita TB-paru dari puskesmas kedaton yang dijadikan responden kasus tidak semuanya sesuai. Sehingga banyak responden kasus yang drop out menyebabkan hanya 20 orang responden kasus yang bisa diteliti.

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, didapatkan tidak ada pengaruh dari semua variabel yang diteliti. Tetapi ada beberapa variabel yang tidak memenuhi syarat jumlah lebihnya lebih tinggi dibandingkan yang memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes no 829/Menkes/SK/VII/1999 antara lain : Luas kamar tidur yang tidak memenuhi syarat untuk responden kasus 30 % sedangkan untuk kontrol 25 %. Walaupun dalam 1 kamar tidak dihuni lebih dari 2 orang, tetapi kamar tidurnya sempit. Kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat 32,5 % untuk kasus dan 37,5 % untuk kontrol. kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban ruangan yan tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. ( Azwar,1995) Jumlah responden kasus yang bapak atau respondennya merokok 47,5 %, sedangkan untuk kontrol sebesar 45 % hal ini dapat menyebabkan menurunnya system pertahanan tubuh, sehingga lebih muda terpapar dengan agent penyebab TB paru. ( Arifin, N 1990 ) Responden kasus yang merupakan perokok aktif sejumlah 30 %, hal ini dapat menyebabkan semakin lamanya waktu pengobatan dengan waktu penyembuhan yang semakin panjang dan tidak dapat menutup kemungkinan semakin luas pula penularan penyakitnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel hunian padat, kepadatan sekamar tidur, luas ventilasi rumah, luas ventilasi kamar tidur, intensitas cahaya dalam rumah, kelembaban udara dalam rumah, perokok Aktif, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan kepala keluarga dengan kejadian Tb-paru usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton Kota bandar Lampung. Artinya karekteristik lingkungan rumah tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian TB-paru diwilayah kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung SARAN Perlu dilakukan penyuluhan tentang bahaya merokok, khusus penderita TB-paru yang tetap sebagai perokok aktif oleh petugas kesehatan puskesmas Kedaton. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan cara memperluas wilayah penelitian dan menambah jumlah responden kasus. DAFTAR PUSTAKA Aditama, T. 2000. Tuberkulosis: Diagnosis, Tatalaksana dan Masalahnya. Jakarta: UI Press. Atmosukarto, Sri Soewati, 2000, Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis, Jakarta, Media Litbang Kesehatan, Vol 9 Azwar A, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara , Jakarta Bambang Supriyanto,makalah Tuberculosis anak,2006 Jakarta Departemen Kesehatan RI, 1994, Pengawasan Kualitas Kesehatan Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta

Depkes RI, Pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis edisi 2 cetakan 2 2008 Fletcher,1992.Sari epidemiologi klinik. Yogyakarta: Gajahmada University press Jawetz,Melnick & Adelberg, Mikrobiologi Kedokteran, 1995 Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Journal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005 Kusnindar, Masalah penyakit tuberculosis dan pemberantasannya di Indonesia, Cerminan dunia kedokteran,1990. Lennihan dan Fletter, 1989. Health and Environment.San Fransisco: Academic Press Penyakit Tuberkulosis, pusat informasi penyakit infeksi Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar,Jakarta Rineka Cipta Smith P.G. dan Moss A. R. , 1994, Epidemiology of Tuberculosis Patoghenesis, Protection and control, ASM Press, Washington DC Widoyono, 2008, Penyakit tropis Epidemiologi,penularan, pencegahan, dan pemberantasannya, Erlangga, Jakarta

16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Pengawasan kualitas Kesehatan Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta 17. Aspek Tehnis dalam Penyehatan Rumah, http : //miqra lingkungan blospot . com/2007 18. Departemen Pekerjaan Umum, 1986, Pedoman Tehnik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, No. 20/kprs/1986, Jakarta 19. Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta: Rineka Cipta 20. Azwar A, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara , Jakarta 21. Smith P.G. dan Moss A. R. , 1994, Epidemiology of Tuberculosis Patoghenesis, Protection and control, ASM Press, Washington DC 22. Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Journal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005 23. Departemen Kesehatan RI, 1994, Pengawasan Kualitas Kesehatan Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta 24. Departemen Kesehatan RI, 1989, Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Jakarta 25. Atmosukarto, Sri Soewati, 2000, Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis, Jakarta, Media Litbang Kesehatan, Vol 9

You might also like