Professional Documents
Culture Documents
www.tniad.mil.id
Jurnal
Yudhagama
12
Transformasi TNI AD Dibidang Latihan
6
Transformasi Peran Angkatan Darat Dalam Menghadapi Perubahan
D A F T A R I S I
20
Kepemimpinan Militer Di Era Transformasi Angkatan Darat (Suatu tinjauan psikologi) Oleh: Brigjen TNI Ngurah Sumitra Jaya Utama, M.Psi.
28
Transformasi Doktrin TNI AD
Transformasi Pengelolaan Anggaran Dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Menjadi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Oleh: Brigjen TNI Dr. I Nengah Kastika, S.H., M.H.
34
42
Transformasi Pembinaan Personel Dalam Meningkatkan Kualitas Prajurit Oleh: Kolonel Caj Budi Prasetyono
50
Signifikansi Peran Pemimpin Transformasional Dalam Proses Transformasi TNI AD Oleh: Letkol Arh Hamim Tohari, MA
56
TNI AD Menuju Tentara Kelas Dunia, Mungkinkah?
Jurnal Yudhagama
Kata Pengantar
Susunan Redaksi
Yudhagama
Jurnal
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
PELINDUNG : Kepala Staf TNI Angkatan Darat PEMBINA : Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat PENASEHAT : Irjenad, Aspam Kasad, Asops Kasad, Aspers Kasad, Aslog Kasad, Aster Kasad, Asrena Kasad, Kasahli Kasad. PEMIMPIN REDAKSI : Brigjen TNI Rukman Ahmad, S.IP. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI : Kolonel Chb Firdaus Komarno, S.E.,M.Si. DEWAN REDAKSI : Kolonel Arh Erwin Septiansyah, S.IP. Kolonel Caj Drs. Moh. Noor, M.M. Kolonel Inf Drs. Zaenal Mutaqim, M.Si. KETUA TIM EDITOR : Kolonel Inf Drs. Andi Suyuti, M.M. SEKRETARIS TIM EDITOR : Mayor Caj (K) Dra. Sri Indarti ANGGOTA TIM EDITOR : Letkol Caj Drs. M. Yakub Mayor Caj (K) Yeni Triyeni, S.Pd. Mayor Inf Dodi Fahrurozi, S.Sos. Mayor Inf Supriyatno Kapten Inf Candra Purnama, S.H. Lettu Caj (K) Besarah Septiana M., S.S. DISTRIBUSI : Mayor Chb Gara Hendrik, A.Md. DESAIN GRAFIS : Serka Enjang TATA USAHA : Peltu (K) Ety Mulyati, PNS Listin PNS Supriyatno REDAKTUR FOTO : Letkol Czi Drs. Syarifuddin Sara, M.Si. ALAMAT REDAKSI : Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Jl. Veteran No. 5 Jakarta Pusat Tlp. (021) 3456838, 3811260, Fax. (021) 3848300, Alamat email : jurnalyudhagama@yahoo.co.id
ak terasa kita sudah berada di tahun 2013. Di awal tahun ini kita dituntut untuk bekerja lebih maksimal, baik secara individu maupun sebagai bagian dari suatu institusi agar pencapaian kinerja kita dapat optimal.
Di awal tahun ini, rasa syukur selalu kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya, redaksi kembali dapat menghadirkan Jurnal Yudhagama Volume 33 Nomor I Edisi Maret 2013 yang menampilkan tulisantulisan aktual berisi informasi strategis mengenai Angkatan Darat dari buah pikiran para perwira yang berpengalaman dan memiliki kualitas serta kompetensi sesuai dengan bidangnya. Pada edisi kali ini, redaksi masih menghadirkan tulisan-tulisan mengenai transformasi Angkatan Darat. Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc mengulasnya dalam judul Transformasi Peran Angkatan Darat Dalam Menghadapi Perubahan. Transformasi TNI Angkatan Darat dibidang Latihan, diulas oleh Brigjen TNI Irwansyah, M.Sc. Menurutnya, transformasi latihan justru sangat dinamis disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, utamanya dalam teknologi dan persenjataan. Integrasi kemampuan antar kesenjataan dan interoperabilitas antar matra ditunjang dengan komando dan pengendalian yang solid akan dapat bertindak sebagai pengganda kekuatan. Organisasi TNI Angkatan Darat perlu melakukan berbagai perubahan mendasar terkait dengan sistem pengembangan kepemimpinannya. Dimulai dari perumusan doktrin kepemimpinan yang tetap menjaga integritas nilai-nilai tradisional TNI AD namun dapat mengakomodir berbagai kecenderungan lingkungan strategis yang ada. Kadispsiad, Brigjen TNI
Drs. Ngurah Sumitra, M.Psi membahasnya dalam judul Kepemimpinan di Era Transformasi Angkatan Darat. Yang tak kalah menariknya, Kolonel Inf Joko P. Putranto, M.Sc. dalam tulisannya berjudul Transformasi Doktrin TNI AD akan menunjukkan bahwa transformasi belum terjadi apabila tidak menyangkut hal dasar, salah satu yang terpenting adalah doktrin, karena dalam teknologi militer terdapat hubungan kausal antara teknologi military hardware dengan doktrin yang menuntun sistem senjata yang digunakan. Transformasi pengelolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi) perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran dapat dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel sesuai undang-undang Nomor 17 tahun 2003, dan undang-undang Nomor 1 tahun 2004, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Brigjen TNI Dr. I Nengah Kastika, S.H., M.H. akan membahasnya dalam judul tulisan Transformasi Pengelolaan Anggaran Dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Menjadi Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Pembaca yang budiman, pembinaan personel merupakan bagian integral dari sistem pembinaan TNI Angkatan Darat. Transformasi pembinaan personel dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas
prajurit untuk tercapainya kekuatan pokok minimum dengan sasaran kekuatan personel secara kuantitas dan kualitas yang mampu menjamin pelaksanaan tugas, pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel dengan tidak mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang personel. Kolonel Caj Budi Prasetyono menulisnya dalam Transformasi Pembinaan Personel Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Prajurit. Tulisan lain yang tak kalah menariknya adalah Signifikansi Peran Pemimpin Transformasional dalam Proses Transformasi TNI AD oleh Letkol Arh Hamim Tohari, MA. Sebagai penutup Mayor Kav M. Iftitah Sulaiman S menulis tentang TNI AD Menuju Tentara Kelas Dunia, Mungkinkah? Akhirnya, segenap redaksi Jurnal Yudhagama menyampaikan terima kasih atas sumbangan tulisan baik berupa ide/gagasan maupun konsepsi yang sangat bermanfaat bagi kemajuan TNI Angkatan Darat. Redaksi berharap kiranya apa yang disajikan pada edisi kali ini senantiasa dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca sekalian.
Jurnal Yudhagama sebagai media komunikasi internal TNI Angkatan Darat, mengemban misi: a. Menyebarluaskan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat kepada seluruh prajurit di jajaran TNI Angkatan Darat. b. Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan TNI Angkatan Darat dan fungsi teknis pembinaan satuan sesuai tugas pokok TNI Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara matra darat. c. Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran Kemanunggalan TNI-Rakyat.
Tulisan yang dimuat dalam Jurnal Yudhagama ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan bukan pandangan resmi TNI Angkatan Darat, namun redaksi berhak merubah tulisan (rewrite) tanpa mengubah inti tulisan untuk disesuaikan dengan misi yang diemban Jurnal Yudhagama dan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat. Redaksi menerima karangan dari dalam maupun dari luar lingkungan TNI Angkatan Darat, dengan syarat merupakan karangan asli dari penulis. Topik dan judul tulisan diserahkan kepada penulisnya, dengan ketentuan panjang tulisan berkisar sepuluh halaman kertas folio, dengan jarak satu setengah spasi.
Jurnal Yudhagama
Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc. (Karo TUUD Kemhan RI)
Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari juridiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang.
PENDAHULUAN. erangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu transformasi institusi. Demikian juga dengan transformasi Angkatan Darat. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat harus berubah menjadi modern karena fungsi outward-looking menuntut kapasitas ini. Disamping itu, untuk mendukung perwujudan profesionalisme prajurit Angkatan Darat, sebagai konsekuensi logis alat pertahanan negara di darat, Angkatan Darat dituntut untuk selalu siap menghadapi tantangan tugas yang akan datang. Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari juridiksi profesional militer tradisionalnya. Fenomena ini
pulau-pulau kecil terluar, ancaman separatisme, terorisme, bencana alam, konflik horizontal, radikalisme, kelangkaan energi dan berbagai kegiatan ilegal baik di darat maupun di laut yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Kesiapan pertahanan negara dalam menghadapi ancaman potensial seperti pencemaran lingkungan, pandemik, cyber crime, pemanasan global, krisis finansial, agresi militer, serta berbagai kemungkinan ancaman yang muncul di sepanjang alur laut kepulauan Indonesia tetap menjadi perhatian pembangunan pertahanan negara dalam jangka pendek, sedang maupun panjang. Ancaman aktual ataupun ancaman potensial yang sifatnya militer akan berpengaruh langsung terhadap pertahanan negara, sedangkan ancaman yang bersifat nonmiliter secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pertahanan negara. Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, maka Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula. Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, tentang Tentara Nasional Indonesia, menegaskan tugas pokok TNI dalam operasi militer untuk perang adalah menghadapi agresi musuh dari luar negeri. Sedangkan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang antara lain : (1) mengatasi gerakan separatis bersenjata, (2) mengatasi pemberontakan bersenjata, (3) mengatasi aksi terorisme, (4) mengamankan wilayah perbatasan, (5) mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, (6) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, (7) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, (8) memberdayakan wilayah pertahanan
Jurnal Yudhagama
doktrin,taktik,organisasi dan infrastrukturnya. Upayaupaya ini diliput dalam kegiatan yang mereka kenal dengan definisi revolusi urusan militer atau RMA (Revolution in Military Affairs), inilah mungkin yang perlu dicermati dan diharapkan. Mencermati fenomena tersebut tentu saja keberadaan Angkatan Darat tidak serta merta mengikuti berbagai pengembangan model RMA yang dilakukan di belahan lain dunia. TNI Angkatan Daratlebih mengedepankan pada perwujudan SDM berkualitas, seperti yang saat ini sedang berjalan yaitu proses kaji ulang pembinaan personel dan perlunya proses kaji ulang kesinambungan pola pembinaan pendidikan dengan pola pembinaan latihan yang mensinergikan kecabangan-kecabangan yang ada di Angkatan Darat. Kekuatan utama Angkatan Darat terletak pada profesionalitas, soliditas dan kualitas prajurit Angkatan Darat serta kedekatannya dengan rakyat, sehingga peran sumber daya manusia dalam pembinaan Angkatan Darat bersifat mutlak, karena bagaimanapun keberhasilan atau kegagalan pembinaan kekuatan dan kemampuan Angkatan Darat diantaranya sangat ditentukan oleh kualitas personelnya. Konsep transformasi bagi Angkatan Darat bukanlah suatu yang baru. Konsep tersebut populer dikarenakan negara-negara besar beranggapan tuntutan revolusi urusan militer dan dukungan terhadap revolusi urusan bisnis (termasuk revolusi urusan industri pertahanan), akan berhasil mencapai sasaran bila mampu mentransformasikan rencana pertahanan dan proses alokasi sumber daya pertahanan nasional secara tepat, cepat, efektif dan efisien. DESAIN TRANSFORMASI ANGKATAN DARAT. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Pada aspek realitas, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak pernah tunggal melainkan jamak dan bersifat multidimensional serta sulit diprediksi, sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang tinggi. Respon berbagai negara di dunia menyikapi perubahan karateristik bentuk ancaman di abad ke-21, adalah dengan mengembangkan RMA (Revolution in Military Affairs) dalam rangka penyesuaian terhadap perubahan pola peperangan modern (modern warfare) yang sekaligus merubah karakteristik perang dimasa kini dan mendatang. Walaupun perang bukan pilihan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antar negara, namun pembangunan kekuatan militer di dunia tetap menonjol mengingat kekuatan militer merupakan bagian dari alat diplomasi. Format modern dalam pembahasan ini lebih pada pengembangan strategi, taktik dan teknik bertempur kedepan serta meninggalkan kebiasaan lama dan tidak lagi membenarkan kebiasaan yang berorientasi pada pola peperangan lama yang sudah ditinggalkan oleh negara-negara maju di dunia. Mindset kedepan adalah membiasakan penggunaan strategi, taktik dan teknik yang benar dan sesuai dengan fenomena kekinian dan sensitifitas lainnya yang perlu ditinggalkan seperti adanya pemikiran yang masih bersifat linier dan regular. Pemikiran kedepan harus tidak terbelenggu dengan pola peperangan masa lalu dan tidak ragu untuk melakukan perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terus berkembang. SASARAN TRANSFORMASI. Pada masa lalu, hubungan elit sipil-militer di negeri ini diselesaikan dengan menegasikan dikotomi sipil-militer. Apakah dengan menegasikan isu ini, akan menyelesaikan masalah? Dua kubu yang berbeda peran, strategi dan perilakunya tersebut hampir dipastikan akan tetap menjadi isu utama bila tidak ada upaya untuk saling bersinergi satu dengan lainnya. Masalah berikutnya yang juga cukup krusial adalah trauma yang dialami publik tentang masa lalu TNI. Untuk itu perlu adanya upaya yang dapat menjadi solusi bagi isu-isu tersebut di atas yang salah satunya harus dilakukan melalui transformasi peran di lingkungan TNI khususnya TNI AD. Disamping itu, sasaran berikutnya adalah agar terwujud sinergitas, adaptabilitas dan interoperabilitas dari TNI Angkatan Darat dalam melaksanakan misinya baik dalam rangka operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP) bersama-sama dengan unsur-unsur TNI dan militer
kehadirannya di tempat yang jauh (farground-sea presence) dan mobilitas yang lebih baik bila sewaktuwaktu terjadi pergeseran kekuatan baik yang sudah diproyeksikan maupun belum. Kedua, konsep operasi untuk penggunaan kekuatan transformasiantara lain operasi atau peperangan anti-litoral dalam rangka proyeksi kekuatan ke darat, berikutnyasasaran stand-off dan masuk dengan paksaan dalam rangka anti akses atau menolak ancaman, jaminan pukulan taktis jauh kedalam dari suatu sasaran dalam rangka penggunaan kekuatan secara efektif dengan kekuatan udara gabungan, operasi tempur yang mematikan dan manuver jauh kedalam bagi aset kekuatan daratnya. Operasi yang sangat terencana dan jaminan kelangsungan operasi tersebut hendaknya mampu berlangsung dalam jangka panjang. Selanjutnya membangun kurikulum operasi gabungan, dimulai dari operasi gabungan urusan sipil (joint civil affairs operation), operasi gabungan sipil-militer (joint civil-military operation) dan operasi gabungan militer (joint military operation), yang dapat diikuti elit sipil di semua tingkatan termasuk salah satunya dibidang pendidikan (antara lain memberikan kesempatan kepada generasi muda kandidat elit politik, eksekutif maupun yudikatif untuk dapat mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan tertinggi Angkatan, TNI maupun Nasional). Kalau di negara lain kebijakan pendidikan seperti ini sangat efektif, kenapa tidak dicoba di negeri ini? Sekurangkurangnya membangun format knowledge-based antara elit sipil dan militer tentang kepentingan nasional, strategi nasional, strategi keamanan nasional, substrategi DIME (Diplomasi, Informasional, Militer dan Ekonomi nasional), serta turunannya seperti kebijakan nasional dan program-program nasionalnya. Pembinaan dan pendidikan latihan gabungan dengan pihak/organisasi sipil dan pembinaan think-tank yang profesional dimaksudkan agar generasi muda sipil yang akan datang lebih mengerti fenomena yang terjadi dalam tubuh TNI, demikian juga sebaliknya.
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013 9
Jurnal Yudhagama
Bahwa ada purnawirawan TNI yang kembali aktif kekancah politik, mestinya itu dianggap sah-sah saja, serta merupakan sesuatu yang alami dalam pertumbuhan demokrasi. Berlebihan barangkali jika mencurigai TNI menciptakan strategi untuk kembali kefungsi gandanya. Akan lebih penting bagi TNI untuk lebih memfokuskan diri bagaimana membangun dan menggunakan kekuatannya terhadap ancaman yang lebih rasional, yaitu ancaman asimetrik serta mempertajam operasi gabungan selain perang maupun operasi gabungan sipil-militer. Hal itu berbasiskan pada rancang bangun strategi pertahanan nasional sebagai arahan untuk membangun (Strategics Guidance Planning) dengan substrategi militer nasional tentang kearah mana TNI akan dimodernisasi agar siap sewaktu-waktu jika digunakan. Rancang bangun strategis yang tercipta tersebut setidak-tidaknya akan mampu mengarahkan transformasi TNI termasuk TNI Angkatan Darat. Transformasi peran institusi Angkatan Darat masih memerlukan berbagai evaluasi sampai dengan diperoleh format baru sesuai perubahan yang dikehendaki. Kemampuan institusi Angkatan Darat dalam memodifikasi pola hubungan baik dengan elit politik sipil maupun masyarakat secara umum menunjukkan adanya proses adaptasi institusi sesuai dengan perubahan peran yang dikehendaki. Namun demikian, sebagai suatu proses yang masih terus berlangsung, perlu mendapatkan dukungan khususnya adanya regulasi yang mampu mengatur secara jelas dan tegas tentang peran institusi TNI. Pada akhirnya, sinergi positif antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat mendukung bagi tercapainya tujuan dalam mewujudkan visi TNI sebagai tentara profesional dan modern, memiliki kemampuan yang tangguh untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjaga keselamatan bangsa dan negara serta kelangsungan pembangunan nasional. KESIMPULAN. Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Pada kenyataannya, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak lagi bersifat
Konsep OBE (Operasi Berbasiskan Efek) yang melibatkan badan di luar TNI, termasuk NGO/LSM. Konsep ini lebih banyak pada konsep operasi militer atau perencanaan pembangunan kekuatan TNI dengan memperbanyak membangun think-tank resmi yang didalamnya terdiri dari pakar-pakar sipil, militer aktif dan purnawirawan TNI untuk membangun proses transformasi TNI kedepan. Pembinaan think-tank akan lebih memberikan pandangan akademik dan ilmiah, konstruktif terhadap semua perangkat lunak organisasi, doktrin, sistem informasi dan lain-lainnya. Konsep seperti ini akan mendemonstrasikan gabungan antara kearifan intelektual, profesional, kepemimpinan dan pengalaman komandan di lapangan guna membangun suatu infrastruktur berikut perangkatnya menjadi lebih kokoh. Konsep yang ditawarkan di atas tadi, diharapkan dapat mengurangi bahkan mengeliminir sisa-sisa trauma publik yang ada. TRANSFORMASI PERAN INSTITUSI ANGKATAN DARAT DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN. Transformasi peran institusi Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan perlu didukung oleh berbagai pihak. Transformasi ini membutuhkan waktu dan komitmen bersama secara nasional untuk peran yang seharusnya dijalankan. Hubungan antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat menentukan bagi keberlangsungan transformasi peran institusi TNI khususnya Angkatan Darat kearah pencapaian tujuan sesuai dengan yang dikehendaki bersama. Angkatan Darat sebagai subsistem dalam sistem nasional Indonesia akan sangat terikat dengan pembagian tugas, struktur hirarkhis, aturan-aturan tingkah laku yang formal dan sasaran-sasaran masyarakat atau pola-pola hubungan antara struktur sosial dengan sistem-sistem normatif yang berkaitan dengan struktur sosial, dimana semua itu merupakan konsekuensi bagi perwujudan negara demokratis.
10 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
: : : : : : :
Bambang Hartawan, MSc Brigjen TNI Jakarta, 20 Mei 1961 Islam Kawin AKABRI/1985 Karo TUUD Kemhan RI
II. Pendidikan. A. Dikbangum. 1. AKABRI 2. Sussarcab Kav 3. Suslapa I 4. Diklapa II 6. Seskoad 7. Lemhannas AS : : : : : : 1985 1985 1990 1996 2000 2011
B. Dikbangspes. 1. KIBI I : 1987 2. Suspa Intel Ter : 1991 3. KIBI II : 1992 4. Sus Human Resources Management : 1993 5. TOEFL : 1994 6. Sussar Para : 1998 7. Susdandim : 2004 8. Suspa Intelstrat : 2005 9. Sus Athan : 2006
11
Jurnal Yudhagama
Oleh : Brigjen TNI Irwansyah, M.Sc. (Waaspam Kasad) Transformasi latihan justru sangat dinamis disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, utamanya dalam teknologi dan persenjataan. Integrasi kemampuan antar kesenjataan dan interoperabilitas antar matra ditunjang dengan komando dan pengendalian yang solid akan dapat bertindak sebagai pengganda kekuatan (force multiplier).
K
12
PENDAHULUAN. eberadaan suatu angkatan bersenjata tidak akan terlepas dari struktur formal negara. Terkait dengan hal tersebut Thomas Hobbes, salah satu ahli teori kenegaraan ternama, menyatakan bahwa tujuan pendirian negara utamanya adalah untuk memberikan rasa aman; dalam pelaksanaannya negara lalu membentuk angkatan bersenjata untuk menjaga keamanan dan kedaulatannya.1 Globalisasi dan batas negara yang semakin sumir saat ini menyebabkan semakin kompleks juga bentuk ancaman terhadap keamanan suatu negara. Secara umum terjadi pergeseran persepsi ancaman terhadap
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
keamanan suatu negara yang tidak melulu berasal dari ancaman yang bersifat militer. Akan tetapi, dimensi ancaman yang kompleks tidak lantas menghilangkan hakekat proyeksi pembangunan kekuatan militer karena sejarah secara dominan telah membuktikan bahwa dalam menghadapi ancaman militer jalan terbaik adalah apabila dihadapi secara militer, sebaliknya dalam menghadapi ancaman yang bersifat nirmiliter metode yang terbaik adalah menempuh solusi yang juga sifatnya nirmiliter.2 Akan tetapi pandangan ini juga tidak berdiri secara eksklusif. Dalam prakteknya militer sering dilibatkan dalam penanganan masalah-masalah yang bersifat nirmiliter. Hal ini terkait dengan keunggulan militer yang memiliki struktur komando dan pengendalian dengan hirarki yang tegas serta dukungan sumber daya yang dapat dimobilisasi dengan cepat. Saat ini militer sangat sering dilibatkan untuk menangani ancaman yang berasal dari gangguan nirmiliter seperti penanganan bencana alam, menangani ancaman keamanan dan ketertiban dalam negeri maupun kejahatan transnasional. Dalam rangka menyampaikan ide tulisan ini, maka pendekatan terhadap fungsi angkatan bersenjata, khususnya Angkatan Darat, dilihat secara dominan dari kacamata proyeksi penggunaan kekuatan dalam rangka menghadapi ancaman bersenjata terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara dari agresi, aneksasi wilayah maupun separatisme dan pemberontakan. Lalu secara khusus tulisan ini akan berdiskusi tentang upaya transformasi bidang latihan dalam lingkungan Angkatan Darat sebagai bagian integral dari transformasi TNI AD menuju menjadi kekuatan yang memiliki orientasi outward looking yaitu TNI AD yang diawaki oleh personel yang profesional dengan didukung Alutsista yang modern, sehingga memiliki efek tangkal yang tinggi dalam menghadapi ancaman terhadap keamanan dan kelangsungan hidup negara. PERANG : SIFAT DAN KARAKTER. Berbicara tentang tugas utama militer tidak akan bisa lepas dari pembinaan kekuatan dan kemampuan untuk dapat memenangkan suatu perang. Konsep Si vis pacem para bellum atau Bila ingin damai,
bersiaplah untuk perang merupakan konsep pikir yang sudah diperkenalkan sejak jaman Plato. Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa pemikiran ini banyak mendasari keputusan para panglima dan pimpinan negara untuk berperang dengan negara lain. Konsep ini jugalah yang hingga sekarang mendasari para pemikir militer untuk senantiasa berkontemplasi dalam membangun kekuatan dan meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan perang dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pemikiran yang sama juga tidak dipungkiri telah menginspirasi perkembangan generasi perang mulai dari generasi pertama (1st generation warfare) hingga perang generasi keempat (4th generation warfare).3 Dalam upaya untuk memperoleh pengertian tentang perang ini selanjutnya kita juga perlu memahami tentang sifat perang (the nature of war) dan karakter perang (the character of war). Penganut teori Clausewitz (Clausewitzian) mengambil kesimpulan bahwa perang, apapun itu bentuknya (agresi, aneksasi, perang saudara ataupun intervensi militer), memiliki sifat (nature) yang konstan, universal dan mengandung nilai yang tetap sepanjang masa yaitu melibatkan penggunaan kekerasan, memiliki kesempatan menang atau kalah serta penuh dengan unsur ketidakpastian dalam medan peperangan. Dalam teori yang sama Clausewitz juga menyatakan bahwa prasyarat suatu pihak dapat diindikasikan kalah dalam suatu perang adalah meliputi kehancuran angkatan bersenjata, Ibu kota dikuasai musuh, dan sekutu yang ingin membantu dipukul mundur oleh lawan.4 Pernyataan ini semakin memperkuat pemahaman bahwa dalam pelaksanaan suatu perang akan terjadi kekejaman, kehancuran dan pemaksaan kehendak dari pihak yang menang terhadap pihak yang kalah. Terkait dengan karakter perang, keberadaannya sangat tergantung dari banyak faktor sesuai dengan perkembangan yang terjadi di dunia. Teori Clausewitz
Jurnal Yudhagama
oleh kemungkinan penugasan yang dihadapi, terutama setelah adanya pergeseran dari masa perang dingin yang terkonsentrasi pada pengembangan kekuatan perang total (konvensional?) menjadi kekuatan yang lebih siap menghadapi konflik multi spektrum yang menuntut kemampuan operasional yang adaptif sesuai dengan perkembangan situasi dan lingkungan pertempuran. Satu hal menarik yang dapat kita lihat bahwa US Army juga mempertimbangkan kondisi proses bisnis yang sangat memengaruhi proses transformasi. Hal ini dapat dimengerti dengan pemahaman konsep pengembangan pertahanan reality based. Pengembangan pertahanan tak akan pernah terlepas dari proses ekonomi akuisisi kemampuan pertahanan dan akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi suatu negara.
Visualisasi Konsep Transformasi US Army 8 Visualisasi Konsep transformasi US Army juga dengan jelas memperlihatkan kompleksnya implikasi dan proses transformasi. Secara umum proses transformasi dilaksanakan sebagai upaya untuk tetap dapat menyediakan kekuatan angkatan bersenjata yang relevan dan selalu siap dalam menghadapi kemungkinan ancaman yang beragam pada abad ke-21 yang semakin kompleks dan penuh dengan ketidakpastian. Angkatan Darat sebagai bagian dari militer Amerika Serikat secara umum merupakan salah satu pelaksana strategi militer Amerika Serikat sehingga harus mengembangkan kemampuan interoperabilitas yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas matra gabungan.
14 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
TRANSFORMASI TNI AD. Berbicara tentang konsep transformasi TNI AD tidak akan terlepas dari konsep transformasi TNI secara umum. Hal utama yang menjadi dasar pemikiran tentang transformasi di lingkungan TNI dan TNI AD pasca reformasi internal adalah kebijakan negara untuk mengubah orientasi pengembangan pertahanan yang semula berorientasi menyelesaikan masalah keamanan dalam negeri (inward looking) menjadi pembangunan pertahanan yang juga mempertimbangkan faktor ancaman dari luar (outward looking) guna memberikan efek deteren yang kuat. Hal ini hanya dapat dicapai apabila kondisi Alutsista TNI AD sudah sesuai dengan
Jurnal Yudhagama
tercapai kekuatan minimum TNI AD yang memiliki daya tangkal untuk dapat memelihara keamanan Indonesia dari dalam dan luar negeri dengan dukungan Alutsista yang modern dan sesuai dengan perkembangan jaman. Terkait dengan hal tersebut maka sejak tahap I pembangunan MEF ini TNI AD harus sudah mulai mensinergikan proses transformasinya sejalan dengan tahapan kebijakan pembangunan pertahanan negara. Transformasi ini juga harus dilakukan sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling bergantung satu dengan yang lain baik itu dibidang doktrin, organisasi, latihan, materiil/Alutsista, kepemimpinan dan personel; sejalan dengan industri pertahanan. Berbicara tentang latihan akan sangat dipengaruhi oleh salah satu premis yang menyatakan bahwa latihkanlah apa yang akan dilakukan. Suatu pernyataan logis yang selanjutnya harus dijabarkan dengan pemikiran yang mendalam. Sebagai hal yang sudah diketahui bersama, latihan dalam lingkungan TNI AD dilaksanakan untuk memberikan, memelihara maupun meningkatkan kemampuan prajurit maupun satuan TNI AD untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik dalam rangka mendukung tugas-tugas TNI AD. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa proyeksi utama penggunaan angkatan darat adalah dalam keadaan perang. Dari tinjauan sifat perang (nature of war) dan karakter perang (character of war) maka transformasi yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut: Pertama, tinjauan dari Sifat Perang (Nature of War). Sifat perang akan tetap sama sepanjang masa, yaitu melibatkan kekerasan, kejam, ada kemungkinan menang atau kalah serta penuh dengan ketidakpastian. Terkait dengan hal tersebut, maka latihan yang akan dilaksanakan tetap tidak boleh menyampingkan nilai-nilai keprajuritan yang paling mendasar, seperti semangat pantang menyerah, tahan menderita, berani, daya juang serta loyalitas yang tidak tergoyahkan kepada negara. Hal ini dilaksanakan dengan tetap mengimplementasikan latihan-latihan yang keras baik itu dari segi fisik dan mental untuk dapat membentuk prajurit TNI AD yang tangguh. Konsistensi dalam melaksanakan latihan yang menuntut ketahanan fisik dan mental ini penting mengingat pentingnya kualitas perorangan prajurit sebagai kombatan dalam kondisi wilayah pertempuran maupun konflik yang penuh dengan tantangan. Ini juga tidak berarti kita akan tetap bertahan sebagai tentara tradisional, karena penerapan kemajuan teknologi juga akan sangat penting sebagai pengganda kekuatan prajurit (force multiplier). Pentingnya mempertahankan kemampuan dasar prajurit bahkan sudah diakui oleh angkatan darat modern seperti US Army. Saat ini US Army sudah memperkenalkan sistem pertempuran
kerangka Tri-Matra Terpadu. Disposisi kekuatan secara merata merupakan hal mendasar untuk menjamin coverage terhadap seluruh wilayah NKRI. Penguasaan wilayah tidak secara fisik juga menjadi pertimbangan dalam peningkatan kemampuan jangkauan tembakan senjata lintas lengkung untuk dapat mencapai batasbatas terluar wilayah NKRI untuk pertahanan dari ancaman luar. Ketiga, konsep pengembangan force to-force-ratio tahun 2020-2024. Pada tahap ini sasarannya adalah terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah NKRI dan kedaulatan negara baik dari ancaman luar dan dalam negeri, yang didukung oleh mantapnya kemampuan pertahanan dan keamanan negara yang ditandai oleh terwujudnya TNI yang profesional dengan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang kuat serta terwujudnya sinergi kinerja dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontraintelijen yang efektif, disertai kemampuan industri pertahanan yang andal. Pada tahap ini sasaran pembangunan kekuatan TNI AD untuk menuntaskan pemantapan Satpur dan Banpur yang ditandai dengan tuntasnya pemenuhan TOP yang disesuaikan dengan perkembangan bidang militer (Revolution in Military Affairs), serta semakin berfungsinya interoperability antar-angkatan. Keempat, tahap akhir yaitu pembangunan postur pertahanan yang sudah sejalan dengan perkembangan terkini dalam penerapan teknologi militer (Revolution in Military Affairs). Dalam tahap ini, yang diharapkan untuk dicapai pada tahun 2050, TNI AD sudah benarbenar berdiri sejajar dengan angkatan darat negara lain di dunia dengan menerapkan teknologi paling mutakhir hingga nano technology dalam kemampuan dan sistem tempurnya.9 TRANSFORMASI TNI AD BIDANG LATIHAN. Sesuai dengan tujuan akhir dari Minimum Essential Force diharapkan pada tahun 2024 telah
16 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
Jurnal Yudhagama
pelaksanaan kegiatan latihan dengan cukup dan tidak kekurangan sesuai dengan kondisi di daerah masingmasing. Apabila perlu sistem dukungan anggaran yang ada sekarang dapat dirubah. Sistem anggaran yang ada saat ini menuntut perencanaan jauh di awal latihan namun dana baru turun setelah pertanggungjawaban keuangan selesai, sehingga tak jarang satuan penyelenggara latihan harus berhutang terlebih dahulu untuk dapat melaksanakan latihan. Sistem anggaran yang baru dapat berupa sistem pengajuan dana sesuai kebutuhan riil saat latihan dan dana turun sebelum kegiatan, sehingga dapat langsung digunakan. Kesepuluh, Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Latihan. Tidak bertujuan untuk hanya mencari-cari kesalahan akan tetapi lebih kepada menunjukkan kekurangan untuk dapat diperbaiki dimasa yang akan datang. Transformasi lain yang perlu dipertimbangkan adalah pemanfaatan latihan bersama dengan AD negara sahabat sebagai salah satu program untuk meningkatkan kemampuan operasional. Dengan adanya strategi MEF maka dalam beberapa hal Alutsista yang dimiliki TNI AD sudah dapat disetarakan dengan beberapa negara di kawasan ataupun negara adi daya seperti Amerika Serikat. Terkait dengan hal tersebut maka latihan bersama dengan angkatan darat negara lain dalam skala besar seharusnya sudah dapat dipertimbangkan menjadi agenda latihan TNI AD dalam rangka saling belajar dan berbagi pengalaman dengan angkatan darat negara sahabat. Sebagai ilustrasi Angkatan Darat Australia membuat siklus latihannya menjadi siklus 2 tahunan. Siklus latihan tahun pertama mencapai klimaks pada latihan puncak gabungan antar matra internal angkatan bersenjata Australia dengan kode Exercise Hammel. Pada tahun pertama ini seluruh latihan satuan diproyeksikan untuk melatihkan interoperabilitas latihan dalam lingkup matra darat, laut dan udara Australia. Siklus pada tahun berikutnya adalah siklus untuk latihan puncak Talisman Sabre yaitu latihan bersama dengan New Zealand dan Amerika Serikat. Pada tahun ini latihan diarahkan pada lingkup menciptakan interoperabilitas Trimatra Australia untuk dapat beroperasi dengan kekuatan darat, laut dan udara negara sekutunya. KESIMPULAN. Sesuai dengan hakekat perang yang merupakan upaya habis-habisan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam rangka memaksakan kehendak kepada lawan dan bilamana perlu terkadang harus menghancurkan lawan maka kekejaman adalah unsur yang sangat dominan dalam perang. Berkaitan dengan hal tersebut maka latihan terhadap prajurit harus dapat
18 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
memberikan efek yang dapat menumbuhkan semangat pantang menyerah dan tahan menderita dalam rangka mencapai tujuan nasional. Dengan alasan tersebut maka latihan-latihan yang bertujuan menumbuhkan dan meningkatkan daya juang tidak perlu dilaksanakan transformasi karena hal ini tidak akan berubah sepanjang masih adanya kemungkinan perang di dunia. Akan tetapi karakter perang akan berubah seiring dengan perkembangan jaman. Kemajuan teknologi dan persenjataan jelas merupakan faktor yang sangat dominan terhadap hal tersebut. Perang secara fisik akan tetap kejam akan tetapi tidak seperti masa silam dimana prajurit harus berhadap-hadapan langsung secara fisik dan bertarung mati-matian dengan taruhan nyawa untuk kemudian menyaksikan langsung bagaimana lawannya meregang maut. Perang saat ini walaupun kejam tidak harus dilakukan secara berhadapan langsung dengan musuh. Perkembangan teknologi militer saat ini telah memungkinkan untuk membunuh lawan yang jaraknya puluhan kilometer dan bahkan antar benua hanya dengan menekan sebuah tombol. Terkait dengan hal tersebut transformasi latihan justru sangat dinamis disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi utamanya dalam teknologi dan persenjataan. Integrasi kemampuan antar kesenjataan dan interoperabilitas antar matra ditunjang dengan komando dan pengendalian yang solid akan dapat bertindak sebagai pengganda kekuatan (force multiplier). Pengintegrasian kemampuan dan kesenjataan inilah yang nantinya akan menjadi pertimbangan utama dalam transformasi latihan sambil tetap menjunjung tinggi peningkatan kualitas personel agar dapat menjadi prajurit yang profesional. Globalisasi juga telah membuka kesempatan bagi kerja sama antar angkatan darat tanpa harus perlu membentuk aliansi militer. Adanya komunikasi dengan militer asing akan dapat menambah khasanah wawasan dan pengalaman prajurit TNI AD dalam meningkatkan profesionalisme. Utamanya dengan kondisi saat ini dimana TNI AD sedang mulai melaksanakan modernisasi Alutsistanya, maka interaksi dengan AD negara sahabat dalam bentuk latihan bersama dapat dijadikan sebagai salah satu referensi tambahan bukan hanya untuk belajar dari pengalaman (Lesson Learned) tetapi juga sebagai sarana implementasi kemampuan untuk dapat berkembang sebagai salah satu kekuatan angkatan darat yang diakui dunia (world class army). End Notes. 1. T Hobbes, Leviathan, 1660 in C.B. Macpherson, Leviathan, Penguin, Harmondsworth, 1968, Chapter XVII. 2. Wver, O. (1995). Securitization and
II. Riwayat Pendidikan Militer. A. Dikbangum. 1. Akmil 2. Sussarcab Inf 3. Diklapa II 4. Seskoad 5. Lemhannas USA B. Dikbangspes. 1. Sussar Para 2. Komando 3. Sus Bahasa Inggris 4. Suspa Intel 5. Suspa Sandi Yudha 6. Suslapa I Inf 7. Sus Dandim 8. Sus Intelstrat : : : : : : : : : : : : : 1984 1985 1995 2001 2011 1986 1986 1988 1989 1990 1991 2003 2005
III. Riwayat Penugasan. A. Dalam negeri. 1. Ops. Seroja 2. Ops. Reksaka Dharma 3. Ops. Seroja 4. Ops. Seroja 5. Ops. Pam Konflik Ambon
: : : : :
IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton Kopassus 2. Dan Unit-22 Grup-2 Kopassus 3. Wadantim Grup-2 Kopassus 4. Dantim-3 Grup-2 Kopassus 5. Dantim-2 Grup-2 Kopassus 6. Pasi-1/22 Kopassus 7. Dansat Scuba Grup-3 Kopassus 8. Wadanyon-11/1 Kopassus 9. Kasi-1 Grup-1 Kopassus 10. Pamen Kopassus (Dik. LN, S2) 11. Pgs. Pbdya. Mintel Kopassus 12. Pamen Kopassus (Dik) 13. Pbdya. Gal Sinteldam 14. Danden Inteldam XVI/Ptm 15. Dandim-1502/Malteng 16. Waas Intel Kasdam XVI/Ptm 17. Pbdya. E-32 Dit Bais TNI 18. Athan RI 19. Pamen Mabes TNI 20. Pabut Kamkonkomunal 21. Pamen Mabesad (Dik) 22. Pamen Ahli Gol. IV Kopassus 23. Paban V/Kermamil Sopsad 24. Paban VI/Kermamil Sopsad 25. Waaspam Kasad
19
Jurnal Yudhagama
Organisasi TNI AD perlu melakukan berbagai perubahan mendasar terkait dengan sistem pengembangan kepemimpinannya. Dimulai dari perumusan doktrin kepemimpinan yang tetap menjaga integritas nilai-nilai tradisional TNI AD namun dapat mengakomodir berbagai kecenderungan lingkungan strategis yang ada
dan mantan prajurit Pasukan Khusus Amerika Serikat, berbeda dari perusahaan sebagai perseroan terbatas yang memiliki kewajiban yang juga terbatas (limited liability), organisasi militer menuntut kewajiban yang tidak terbatas dari anggotanya (unlimited liability). Ini karena militer adalah satu-satunya profesi yang memberi kewenangan pada pimpinannya, setiap saat waktu dibutuhkan, untuk memerintahkan anggotanya membunuh orang lain, atau sebaliknya mengorbankan jiwanya sendiri, dan dibunuh orang lain. Inilah pengertian dari kewajiban tak terbatas yang hanya ada di dunia militer, dimana bagi seorang prajurit, gugur dalam tugas adalah suatu kehormatan. Dengan demikian, tantangan utama dalam membahas kepemimpinan militer, dikaitkan dengan proses transformasi menuju Angkatan Darat yang berbasis kemampuan, adalah sejauh mana sistem pengembangan kepemimpinan, dan perubahan yang diperlukan, dapat menghasilkan kader pimpinan yang efektif, yang mampu melaksanakan tugas-tugas di lingkungan strategis yang sedang mengalami perubahan intens, namun pada saat yang sama tetap memegang teguh nilai-nilai kemiliteran yang telah diturunkan oleh para founding fathers Angkatan Darat. TRANSFORMASI BUDAYA MILITER DI ABAD KE-21. Suatu kajian dari Departemen Psikologi Kementerian Pertahanan Singapura tentang Kepemimpinan Militer di Abad ke-21, menyatakan ada dua tantangan masa depan yang perlu dijawab oleh pemimpin militer di manapun. Pertama adalah tantangan organisasional, yang diakibatkan dari dua fenomena, yaitu munculnya dunia yang tanpa batas dan perubahan bentuk organisasi militer dari organisasi modern ke organisasi post-modern. Yang kedua adalah tantangan di tingkat individu, yang berasal dari konflik antara tuntutan institusional versus okupasional (Chan, Soh & Ramaya, 2012). Berikut adalah pemikiran yang melatarbelakangi paradigma ini. Organisasi Militer dan Dunia yang Tanpa Batas. Era globalisasi saat ini, menyebabkan dunia seolaholah menjadi tak berbatas. Oleh karena itu, konsep
K
20
epemimpinan sebagai ilmu dan seni memengaruhi orang lain, adalah suatu topik yang tidak pernah habis dibahas sepanjang masa. Mengingat manusia adalah bagian dari sistem sosial yang selalu berubah, tidak mengherankan jika para pakar selalu tergugah untuk mempelajari kembali perilaku kepemimpinan efektif, yang dapat menjawab tantangan perubahan di eranya. Terkait kepemimpinan militer yang efektif, menarik untuk membahas terlebih dahulu ciri khas profesi militer. Menurut Selmeski (2007), profesor antropologi di Akademi Militer Kanada
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
komandan lapangan untuk berkoordinasi dengan pihak sipil seperti LSM dan media massa, yang menuntut hak untuk ikut beraktivitas di daerah operasi militer (Rehse, 2004). Contoh konkret dari fenomena ini adalah situasi ironis yang dihadapi prajurit Amerika Serikat saat pertama kali menyerbu Irak. Mereka bukannya sibuk menghadapi pasukan Garda Republik Irak, tetapi justru harus menghadapi wartawan dan juru kamera CNN, Fox News, Al Jazeera dan China Central Television (CCTV), yang saling berkompetisi untuk menayangkan berita menurut versi editorial masing-masing selama 24 jam sehari 7 hari seminggu (24/7), dan disalurkan ke rumahrumah di seluruh dunia melalui televisi kabel (Compton, 2004). Ini berarti di era post-modern, organisasi militer sudah tidak dapat lagi beroperasi di suatu ruang hampa. Berubahnya Nilai-Nilai Institusional-Ideologis Menuju Kearah Okupasional. Selain tantangan di tingkat organisasional, lingkungan strategis yang dihadapi para pemimpin militer juga mengalami perubahan di tingkat individual. Konsep militer sebagai profesi khusus yang berorientasi pada nilai-nilai institusional seperti tugas, kehormatan, dan pengorbanan, secara perlahan telah berubah menjadi konsep militer sebagai suatu pekerjaan yang sama seperti pekerjaan sipil lainnya yang berorientasi pada nilai-nilai okupasional seperti gaji, tunjangan, dan kepuasan kerja (Chan, Soh & Ramaya, 2012). Perubahan ini terjadi akibat adanya pergeseran sosial dari masyarakat era industri di abad 20 yang disebut modern, ke era informasi abad ke-21 yang disebut postmodern, yang juga berimbas ke lingkungan militer. Perubahan konsep profesionalisme yang paling signifikan dipicu pemaknaan kesesuaian orang dan jabatan (job-person fit), dari yang berorientasi pada pekerjaan, menjadi ke pekerja-nya. Hal ini menyebabkan, besarnya tanggung jawab akibat meningkatnya tugas dan jabatan, tidak lagi semata-mata muncul karena jabatan dan struktur
21
(Diadaptasi dari R.W. Walker (2007), A Professional Development Framework to Address Strategic Leadership in the Canadian Forces. Dalam J. Stouffer & A. MacIntyre (Eds.), Strategic Leadership Development: International Perspectives, Ontario: Canadian Defence Academy Press, hal. 31)
yang tersedia di organisasi, tetapi lebih ditentukan oleh seberapa lengkap seseorang telah meningkatkan kompetensinya dengan cara membekali diri dengan kapasitas, keahlian, dan kualitas kepribadian yang dituntut di suatu jabatan (Walker, 2007). Beberapa fakta transformasi profesionalisme militer dalam konteks kesesuaian orang dan jabatan, dapat disimak dari tabel 1. TANTANGAN TNI AD TERKAIT KOMPETENSI MILITER DI ERA ABAD KE-21. Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang perubahan lingkungan strategis yang dapat memberikan dampak pengaruh terhadap peran, fungsi dan keberadaan organisasi dan profesi militer di abad ke-21, maka selanjutnya perlu dibahas kompetensi kepemimpinan militer yang dibutuhkan. Hal ini menjadi penting mengingat konsep transformasi TNI AD adalah merujuk pada konsep pembangunan berbasis kemampuan dengan tujuan agar organisasi Angkatan Darat mampu berkompetisi dengan organisasi Angkatan Bersenjata negara lain.
22 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
Menurut penulis, permasalahan utama yang terkait dengan transformasi Angkatan Darat di bidang pengembangan kepemimpinan adalah belum terumuskannya doktrin kepemimpinan yang paling sesuai untuk TNI AD di era masa depan. Menurut salah satu founding fathers TNI, Letnan Jenderal (Purn.) Sayidiman Suryohadiprojo (1996), konsep kepemimpinan di TNI baru ada sekitar tahun 1953, sejak sejumlah perwira TNI kembali dari pendidikan militer di Amerika Serikat dan mempelajari konsep kepemimpinan militer yang di kalangan psikologi dikenal sebagai pendekatan ilmu perilaku (behavioristic approach). Hal ini disebabkan karena sebelumnya, di kalangan psikologi Belanda/Eropa, termasuk di lingkungan militernya, dan Indonesia sebagai jajahannya, konsep kepemimpinan (leiderschap) dianggap sebagai kemampuan yang muncul sejak lahir (trait approach), dan bukan karena mendapat pendidikan tertentu. Dari latar belakang inilah, Jenderal Sayidiman dan kawankawan, berhasil merumuskan konsep kepemimimpinan TNI yang disebut dengan 11 Azas Kepemimpinan TNI, yang didasari pada nilai-nilai budaya Indonesia.
23
Jurnal Yudhagama
yang dianggap dapat menjawab tuntutan tugas yang semakin kompleks diera abad ke-21 saat ini. Kepemimpinan Militer Tradisional. Diantara sejumlah tantangan akibat transformasi budaya organisasi dan kemiliteran dewasa ini, hal yang cukup krusial dan kritis adalah perubahan dalam nilai-nilai keprajuritan terkait persepsi tentang profesi militer yang lebih dikaitkan dengan nilai-nilai pekerjaan seperti gaji, tunjangan dan kepuasan kerja. Dalam hal ini sesuai doktrin kepemimpinan Angkatan Bersenjata Kanada, pimpinan militer masa depan harus mampu menjadi pengarah (steward), yang mampu menjaga profesionalisme militer sebagai ideologi (profesional ideology), pada saat ideologi manajerialisme dan kewirausahaan menjadi dominan dalam pengelolaan organisasi masa kini (CFLI, 2007a). Hal ini mengingat bahwa organisasi militer modern seperti Angkatan Darat Amerika Serikat pun juga memiliki kerangka kompetensi kepemimpinan yang disebut dengan BeKnow-Do, dimana Be adalah domain sistem nilai yang dirumuskan dari nilai-nilai kepemimpinan tradisional yang dianggap tidak boleh berubah sepanjang masa (Hesselbein, Shinseki & Cavanagh, 2004). Dengan demikian, untuk tingkat organisasi, TNI AD perlu merumuskan doktrin kepemimpinan yang dapat tetap menjaga nilai-nilai keprajuritan yang selama ini menjadi kekuatan ideologis dan jati diri profesionalisme TNI AD, terutama sebagai tentara pejuang yang diakui mampu menghasilkan militansi yang dapat menggetarkan pasukan militer negara lain. Sedangkan di tingkat individu, perlu dirumuskan kembali indikator perilaku dari konsep kepemimpinan semacam 11 Azas Kepemimpinan, sehingga pemimpin TNI AD di setiap strata, dapat menjadi fasilitator yang mampu mengintegrasikan organisasi secara keseluruhan, dengan membangun secara terus menerus visi, misi, sistem nilai, dan sasaran secara bersama (shared). Kemampuan Operasional Terpadu Secara Global (Global Interoperability). Di tingkat organisasi, satuan-satuan militer TNI AD harus mampu beroperasi di dunia yang tanpa batas, serta berinteraksi dan menjalin kerjasama dengan organisasi militer negara sahabat, seperti misalnya melalui pelibatan di misi pemeliharaan perdamaian PBB, penyelenggaraan latihan militer bersama, ataupun penanganan bencana, baik di tingkat bilateral, regional maupun global. Hal ini menuntut adanya kemampuan untuk melaksanakan operasi secara terpadu dengan negara lain (global interoperability), baik dari sisi doktrin, sistem dan prosedur serta aturan, berdasarkan suatu kesepakatan internasional (NATO, PBB, ASEAN, ataupun standard lainnya), sehingga fungsi organisasi dan prosedur kerja militer yang berlaku di mitra kerja internasional, dapat lebih mudah dipahami dan dioperasionalkan ketika satuan TNI AD mendapatkan tugas di lingkungan militer global. Di tingkat organisasi, hal ini menjadi tantangan tersendiri karena sistem pengembangan kepemimpinan TNI AD saat ini masih cenderung melahirkan perwira yang berorientasi kedalam (inward looking), karena memang selama ini doktrin TNI AD juga demikian dan tidak terlalu berorientasi pada penugasan yang bersifat internasional, kecuali di sebagian strata yang bersifat strategis. Di tingkat individu, kecenderungan ini menuntut adanya kompetensi kepemimpinan global (global leadership) di kalangan perwira TNI AD. Ini berarti, mereka harus mampu memimpin prajurit dari negara atau budaya lain. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan, seperti misalnya dalam penugasan di bawah bendera PBB, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, yang bersangkutan dapat juga digunakan oleh satuan-satuan militer internasional, dibawah pimpinan komandan negara lain, untuk melaksanakan tugas dan wewenang yang telah menjadi tanggung jawabnya Kemampuan Penggunaan Teknologi Tinggi. Meningkatnya penggunaan teknologi tinggi oleh militer, terutama dalam peperangan berbasis NCW, memungkinkan penerapan operasi nonfisik dengan
24 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
pengendalian jarak jauh langsung ke sasaran tempur lawan. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan Alutsista canggih dengan bom-bom pintar (smart bombs) dan pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle) yang dianggap dapat mengurangi korban warga sipil nonkombatan, penggunaan teknologi informasi di kalangan intelijen, serta penggunaan stasiun antariksa, satelit, serta teknologi informasi lainnya, sebagai bagian dari perang dunia maya (cyber warfare) (Brenner, 2009). Di tingkat organisasi, berbagai kecenderungan ini menuntut kesiapan infrakstruktur, baik piranti keras, maupun piranti lunak terkait. Sebagai contoh, tank Leopard, helikopter Apache, alat angkut personel Marder, serta meriam Caesar, yang pengadaannya baru dilakukan TNI AD, mau tidak mau akan menuntut perubahan secara total doktrin, strategi, taktik, serta berbagai buku petunjuk yang terkait dengan penggunaan Alutsista canggih tersebut (Sasongko, 2012). Di tingkat individu, pemimpin militer harus mampu menerapkan kepemimpinan digital (e-leadership), atau suatu kompetensi yang dapat menghasilkan perubahan sosial dalam sikap, emosi, pemikiran, tingkah laku, dan unjuk kinerja individu, kelompok serta organisasi, melalui proses penerapan teknologi informasi tingkat tinggi (Avolio & Kahai, 2003: 54). Hal ini menjadi lebih penting lagi terkait dengan fenomena Strategic Private yang telah dibahas sebelumnya, mengingat pengorganisasian personel dan pengelolaannya dikebanyakan organisasi militer masih bertumpu pada konsep perang era Napoleon abad ke-19, yang tidak sesuai lagi dengan realitas perang modern yang melibatkan Youtube, kamera HP dan blog internet (Mitchell, 2008). Hal ini telah dirasakan sendiri oleh pihak TNI AD, ketika prajuritnya terpaksa diadili atas tuduhan melakukan penyiksaan terhadap anggota OPM, karena videonya yang direkam melalui kamera telepon seluler diunggah
Jurnal Yudhagama
KEPEMIMPINAN GLOBAL
KEPEMIMPINAN MILITER
KEPEMIMPINAN MELAYANI
(Servant Leadership)
(Global Leadership)
TRADISIONAL
KEPEMIMPINAN
DIGITAL
(e-Leadership)
PENUTUP. Dari pembahasan yang telah dilakukan, terkait dengan perubahan lingkungan strategis yang berpengaruh terhadap dunia militer, serta proses transformasi TNI AD yang mengacu pada konsep pembangunan berbasis kemampuan, maka dapat disimpulkan bahwa organisasi TNI AD perlu melakukan berbagai perubahan mendasar terkait dengan sistem pengembangan kepemimpinannya. Dimulai dari perumusan doktrin kepemimpinan yang tetap menjaga integritas nilai-nilai tradisional TNI AD namun dapat mengakomodir berbagai kecenderungan lingkungan strategis yang ada, doktrin tersebut kemudian perlu dijabarkan menjadi berbagai pedoman yang dapat mengarahkan program-program pengembangan kompetensi kepemimpinan yang relevan. DAFTAR PUSTAKA. Alberts, D.S., Garstka, J.J., & Stein, F.P. (2000). Network Centric Warfare: Developing and leveraging information superiority, 2nd edition. Washington: Command and Control Research Program. Avolio, B. & Kahai, S. (2003). Placing the E in E-Leadership: Minor Tweak or Fundamental Change. Dalam S. Murphy & Riggio (Eds.), The Future of Leadership Development, hal. 49-70. New Jersey:
Lawrence Erlbaum. Chan, K-y, Soh, S., & Ramaya, R. (2012). Military Leadership in the 21st Century: Science and Practice (2012). Singapore: Cengage. Canadian Forces Leadership Institute/CFLI (2007a). Leadership in the Canadian Forces: Leading the institution. Kingston: Canadian Defence Academy Press. Canadian Forces Leadership Institute/CFLI (2007b). Leadership in the Canadian Forces: Leading people. Kingston: Canadian Defence Academy Press. Compton, J.R. (2004). Shocked and Awed: The Convergence of Military and Media Discourse. Makalah yang dipaparkan di konferensi International Association for Media and Communication Research, Porto Alegre, Brazil, 25-30 Juli, 2004. Farmer, S.W. (2011). Servant leadership attributes in senior military officers: A qualitative study examining demographic factors. Cambridge, Proquest: UMI Dissertation Publishing. Hesselbein, F., Shinseki, E. & Cavanagh, R.E. (2004). Be Know Do: Leadership the Army way. Adapted from the official Army leadership manual. San Fransisco: JosseyBass. Humphreys, J.H. (2005). Contextual Implications for Transformational and Servant Leadership: A historical investigation. Management Decision, 43(10), 1410-
26
: : : : : : :
Drs. Ngurah Sumitra, M.Psi. Brigjen TNI Denpasar/27-01-1959 Hindu Kawin Sepawamil/1984 Kadispsiad
II. Riwayat Pendidikan Militer. A. 1. 2. 3. 4. 5. Dikbangum. Sepawamil Sekalihpa Suslapa I Suslapa II Seskoad : : : : : 1984 1992 1993 1994 1999
B. Dikbangspes. 1 Suspa Ajen 2. Susjurpa Minu 3. Sussar Para 4. Suskat Manajemen Modern
IV. Riwayat Jabatan. 1. Pa Testor Lalek/Klas Dispsiad 2. Paursus Siklas Subdispsipers Dispsiad 3. Kaurah Sisel Subdispsiper Dispsiad 4. Kaurmin Subdispsiops Dispsiad 5. Kaurdik Siklas Subdispsipers Dispsiad 6. Pgs. Kasisel Subdispsipers Dispsiad 7. Kasisel Subdispsipers Dispsiad 8. Ps. Kapsi Akmil 9. Pamen Akmil 10. Kabag Anev Subdispsiteknomil Dispsiad 11. Kabagrengar Setdispsiad 12. Ps. Kasubdispsiklinik Dispsiad 13. Kasubdispsiklinik Dispsiad 14. Kasubdispsiops Dispsiad 15. Sekretaris Dispsiad 16. Kadispsiad
27
Jurnal Yudhagama
Oleh : Kolonel Inf Joko P. Putranto, M.Sc. (Sespri Kasum TNI) . . . pada hakekatnya perang gerilya adalah sama dengan bertahan, dan tidak mampu mengalahkan musuh. Musuh hanya bisa dikalahkan hanya dengan ofensif oleh unit-unit tentara reguler. Jenderal A.H. Nasution dalam Pokok-Pokok Perang Gerilya
PENDAHULUAN. alam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, TNI akan dikembangkan secara profesional untuk mencapai tingkat kekuatan yang mencapai standar penangkalan (deterrence). Ukuran standar penangkalan dalam hal ini berada di atas kekuatan pokok minimum yang mempunyai kemampuan menjaga NKRI serta disegani minimal pada lingkup regional.1 Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) adalah suatu standard kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya secara efektif tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual.2 Untuk mencapai hal tersebut memerlukan waktu 14 tahun, dari mulai tahun 2010 hingga 2024, sejak Perpres Nomor 41 tentang Kebijakan Umum
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
28
29
Jurnal Yudhagama
waktu itu tentara berperang menjadi satu diantara penduduk, seperti apa yang dikatakan oleh Mao bahwa antara rakyat dan tentara bagaikan ikan dan air yang tidak dapat dipisahkan.12 Inilah yang disebut sebagai perang rakyat yang berlarut (protracted), antara rakyat dan tentara tidak bisa dibedakan. Kini doktrin perang rakyat sudah ditinggalkan dan PLA memperkenalkan doktrin yang lebih diterima di era kini yaitu menyiapkan diri untuk perang yang cepat untuk mencapai hasil cepat (fight a quick battle to force a quick resolution),13 sehingga dengan doktrin ini rakyat tidak ikut menderita atau jadi korban dari peperangan itu sendiri. ANALISA DAN DISKUSI. Meski Indonesia tidak bisa disamakan dengan China, namun apa yang dilakukan oleh PLA tentunya bisa menjadi inspirasi dalam melakukan perubahan doktrin dalam tubuh TNI. Jika perwira PLA pada awalnya amat sulit untuk meninggalkan dokrin perang rakyat warisan Mao, situasi dalam TNI juga demikian, masih banyak pandangan yang meyakini bahwa perang rakyat, perang dengan mengandalkan peran aktif rakyat sebagai kompensasi lemahnya sistem senjata yang dimiliki diyakini masih valid.14 Keampuhan perang gerilya memang tidak diragukan apalagi gerilya dilakukan dalam konteks perang kemerdekaan, perang revolusi atau perang pembebasan (war of liberation) dari belenggu penjajahan. Rakyat semua bangkit mengangkat senjata dan ikut berjuang dengan tentara reguler maka kombinasi antara semangat untuk merdeka dan strategi gerilya diyakini sebagai key ingredient untuk menang perang adalah benar. Tetapi meski Indonesia pernah sukses mengusir penjajah dengan, salah satunya strategi gerilya, ada baiknya pokok-pokok gerilya yang pernah ditulis oleh Jendral A.H. Nasution untuk diingat yaitu bahwa perang gerilya tidak bisa secara sendiri membawa kemenangan terakhir, perang gerilya hanyalah untuk memeras darah musuh. Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yang teratur dalam perang yang biasa karena hanya dengan tentara demikianlah yang dapat melakukan ofensif yang dapat menaklukkan musuh.15 Lebih lanjut lagi, Jenderal Nasution mengatakan bahwa gerilya bukan berarti bertempur asal berani-beranian dan sesuka hatinya saja. Hanya menggempur atau menghancurkan musuh. Gerilya memang strategi yang hebat, dapat mengikat dan melemahkan musuh yang berpuluh-puluh kali kekuatannya. Namun pada hakekatnya perang gerilya adalah sama dengan bertahan, dan tidak mampu mengalahkan musuh. Musuh hanya bisa dikalahkan hanya dengan ofensif oleh unit-unit tentara reguler.16 Lalu bagaimana apabila perwira TNI masa kini masih menginginkan bahwa doktrin gerilya masih ingin
30 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
dilestarikan dikarenakan masih adanya kelemahan dalam kualitas sistem persenjataan yang ada, sehingga gerilya masih dipandang sebagai solusi murah untuk menutup kelemahan tersebut. Sebetulnya hal ini tampak sebagai ironi, karena para pendahulu yang juga merupakan pelaku perang gerilyapun menyiratkan untuk tetap mengembangkan satuan reguler [baca: konvensional]. Dari gambaran situasi antara China dan Indonesia dapat diambil pelajaran yang berharga tentang bagaimana posisi doktrin perang warisan pendahulu ditempatkan. Doktrin militer tentu tidak bisa disamakan seperti ajaran agama yang tidak bisa dirubah. Di China sendiri terjadi perdebatan antara menghormati doktrin warisan pendahulu yang terbukti sukses dihadapkan dengan situasi modern yang sama sekali sudah berbeda dalam banyak hal. Sejak awal, baik Mao maupun Jenderal Nasution sudah menyadari bahwa perang rakyat dengan strategi gerilya hanya bisa bersifat temporer yang memang pada waktu itu sesuai. Namun keduanya mempunyai visi peperangan di masa mendatang yang sama yaitu keduanya menginginkan generasi mendatang untuk mengembangkan peperangan dalam kondisi dimasa mendatang. Tampak jelas antara Nasution dan Mao sebagai visioner ulung, mereka tidak menginginkan bahwa perang gerilya tetap dipertahankan dalam kondisi modern era dimasa depan. Situasi di Indonesia memang mempunyai banyak kemiripan dengan China pada waktu dipimpin Mao Zedong. Mao mengembangkan kekuatan antara rakyat dan tentara, yang secara berangsur-angsur bergerak dari daerah pedalaman ke kota dengan menggunakan taktik gerilya. Secara gradual perlawanan menjadi membesar dan mengubah balance of power (perimbangan kekuatan). Ini digunakan untuk menutupi kelemahan dalam hal persenjataan guna menghadapi musuh, tentara imperial Jepang yang powerful. Meluasnya perlawanan yang didukung seluruh rakyat ini adalah kunci untuk sukses.17 Namun kini, seperti yang juga dikatakan oleh Letjen Suryo Prabowo, bahwa efektivitas perang gerilya sudah berakhir. Meskipun TNI awalnya merupakan kelompok-kelompok gerilya yang berjuang bersamasama dengan rakyat mengusir penjajah, namun gerilya dimasa mendatang sudah tidak bisa lagi dilakukan oleh militer konvensional seperti TNI. Hal ini adalah konsekwensi Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan telah meratifikasi aneka hukum internasional, termasuk hukum perang internasional. Status sebagai tentara konvensional yang harus taat kepada hukum perang internasional pada saat perang dengan sendirinya telah menegaskan status konvensional yang inherent kepada TNI.18
Jurnal Yudhagama
dan Larry M. Wortzel, US Army War College, Carlisle, the Strategic Studies Institute Publisher, 2002, hal 6566. 5. Lihat Bruce A. Alleman, Modern Chinese Warfare, 1795-1989, New York, Routledge, 2001, hal 274-275. 6. Lihat Office of the Secretary of Defense, Annual Report to Congress, Military and Security Development Involving the Peoples Republic of China 2010, US Departement of Defense, 2010, hal 29. 7. Ellis Joffe, The Chinese Army After Mao, Cambridge, Harvard University Press, 1987, hal 71-77. 8. Lihat Letjen TNI J. S. Prabowo, TNI Dalam Menyikapi Perubahan Lingkungan Strategis, Jakarta, Penerbitasn Internal Terbatas, 2012, hal 25-39. Juga bisa dilihat, Bates Gill dan Lonnie Henley, China and the Revolution in Military Affairs, Carlisle Barracks, The Strategic Studies Institute, 1996. 9. Lihat You Ji, Armed Forces of China, New York, I.B Tauris & Co Ltd, 1999, hal 3. 10. Lihat David Shambaugh, Modernizing Chinas Military, Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University of California Press, 2004, hal 63. Juga lihat Ulric Killion, A Modern Chinese Journey to the West: Economic Globalization and Dualism, New York, Nova Science Publisher, 2006, hal 224-225. 11. Mel Gurtov and Byong-Moo Hwang, Chinas Security, the New Roles of the Military, Boulder, Lynne Rienner Publishers, Inc, 1998, hal 94-95. 12. Mao Tse-tung, On Guerilla Warfare, diterjemahkan oleh Samuel B. Griffith II, Champaign, University of Illinois Press, 1961, hal 8. 13. Lihat selengkapnya, Andrew J. Nathan dan Andrew Schobell, Chinas Search for Security, New York, Columbia University Press, 2012, hal 281-282. 14. Lihat Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Penerbit Dephan RI, 2007. Pada halaman79 menyatakan: Kerangka perang rakyat semesta diwujudkan dalam Perang Gerilya dengan perlawanan bersenjata dan tidak bersenjata sebagai satu kesatuan perjuangan. Perang gerilya dengan perlawanan fisik bersenjata dilaksanakan oleh pertahanan militer sebagai kekuatan inti dan diselenggarakan dalam unit-unit perlawanan dalam satuan kecil dan terbesar [tersebar?] untuk menguras kekuatan lawan sampai akhirnya dapat melancarkan serangan yang menentukan untuk menghancurkan dan mengusir lawan dari bumi Indonesia. Di halaman 85: Konsep penangkalan dengan pembalasan dikembangkan untuk mampu menyelenggarakan perang berlarut dengan keunggulan pada perlawanan gerilya yang efektif untuk menguras kekuatan lawan yang unggul teknologi persenjataan sehingga membuatnya frustrasi dan pada akhirnya tidak mampu lagi melanjutkan tindakannya. Indonesia
32 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
pada masa perjuangan merebut kemerdekaan berhasil menggunakan strategi penangkalan dengan pola pembalasan dengan memadukan perlawanan secara bersenjata dan perlawanan tanpa senjata dengan taktik perang gerilya... 15. Kutipan kata-kata Jendral A.H. Nasution dalam buku Pokok-Pokok Perang Gerilya juga tercantum dalam hal 112, Himpunan Catatan Tentang Perang Gerilya, Mao, Nasution, Che, Carlos, & Crabtree, dengan kata pengantar oleh Letjen TNI J.S Prabowo. 16. Ibid. Lihat sampul belakang. 17. J. L. S. Girling, China Peoples War, J.L.Girling, Oxfordshire, Roudledge, 2005, hal 12. 18. Undang-Undang TNI no. 34/2004 Pasal 7 ayat (2) huruf a yang menyatakan,. . . melawan kekuatan negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan/atau dalam konflik dengan suatu negara atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang Internasional. 19. Lihat J. S Prabowo, Pokok-Pokok Pikiran Perang Semesta cetakan ke-2, Jakarta, PPSN, 2012, Kata Pengantar. 20. David Shambaugh, Chinas Military Modernization, dalam Military Modernization, in an Era of Uncertainty, diedit oleh Ashley J. Tellis dan Michael Wills, Washington, DC, The National Bureau of Asian Research, 2005, hal 85. Works Cited. Andrew J. Nathan dan Andrew Schobell, Chinas Search for Security, New York, Columbia University Press, 2012. Bates Gill dan Lonnie Henley, China and the Revolution in Military Affairs, Carlisle Barracks, The Strategic Studies Institute, 1996. Bruce A. Alleman, Modern Chinese Warfare, 17951989, New York, Routledge, 2001. David Shambaugh, Modernizing Chinas Military, Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University of California Press, 2004. David Shambaugh, Modernizing Chinas Military, Progress, Problems, and Prospects, Berkeley, University of California Press, 2004 Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Penerbit Dephan RI, 2007. Ellis Joffe, The Chinese Army After Mao, Cambridge, Harvard University Press, 1987. Hideaki Kaneda, A View from Tokyo; Chinas Growing Military Power and Its Significance for Japans National Security, dalam Chinas Growing Military Power: Perspectives on Security, Ballistic Missiles, and Conventional Capabilities, diedit oleh Andrew Scobell dan Larry M. Wortzel, US Army War College, Carlisle, the Strategic Studies Institute Publisher, 2002.
: : : : : : :
Joko P. Putranto, M.S.c. Kolonel Inf/ Magelang/2-10-1966 Islam Kawin AKABRI/1990 Sespri Kasum TNI
II. Pendidikan. A. Dikbangum. 1. AKABRI 2. Sussarcab Inf 3. Sussar Para 4. Suslapa Inf 4. Seskoad B. Dikbangspes. 1. Lat Komando 2. Sus Gumil 3. Jump Master 4. Gultor 5. Suspa Intel Analis 6. Sus Bahasa Inggris 7. Sus Danyon : : : : : : : : : : : : 1990 1991 1991 2000 2004 1992 1993 1995 1997 1998 2002 2005
33
Jurnal Yudhagama
TRANSFORMASI PENGELOLAAN ANGGARAN DARI SURAT KEPUTUSAN BERSAMA (SKB) MENJADI PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK)
(Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA sebagai otorisasi)
Oleh : Brigjen TNI Dr. I Nengah Kastika, S.H., M.H. (Irku Itjen Kemhan RI) Transformasi pengelolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi) perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran dapat dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003, dan UU Nomor 1 Tahun 2004, serta peraturan perundang-undangan lainnya.
dengan PMK, sedangkan pihak Kemhan menginginkan untuk saat ini lebih baik merevisi SKB terlebih dahulu. Belum ada kesepakatan, karena terdapat perbedaan sudut pandang antara Kemhan dan Kemenkeu, dimana menurut Kemhan jika SKB diganti dengan PMK (sebagaimana konsep RPMK yang telah dibuat), akan berdampak sangat signifikan terhadap organisasi Kemhan dan TNI, maupun sistem yang sudah tergelar selama ini. Sangat disadari, memang kedepan rencana Kemenkeu dengan memberlakukan DIPA sebagai otorisasi harus dilaksanakan karena sudah sangat gamblang diatur didalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maupun dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Oleh karena itu, sejak dini Kemhan dan TNI harus sudah mulai menyiapkan konsep dan merumuskan materi muatan PMK atau apapun namanya agar dampak dari kebijakan baru itu tidak mengganggu kinerja Kemhan dan TNI secara keseluruhan. Maksud dan Tujuan. Maksud tulisan ini adalah menguraikan pelaksanaan anggaran sesuai SKB antara Menkeu dan Menhan, dan perkembangan pembahasan seputar rencana transformasi SKB menjadi PMK. Adapun tujuannya adalah agar dapat dijadikan sebagai masukan dalam merumuskan konsep transformasi anggaran dari SKB menjadi PMK. LATAR BELAKANG. Sebelum reformasi 1998, pengelolaan anggaran di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan/ Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Dephankam/ ABRI) menjadi tugas pokok atau dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perencanaan Umum dan Anggaran (Ditjen Renumgar).1 Kemudian, sebagaimana amanat reformasi yang menginginkan efektifitas dan efisiensi di dalam pengelolaan anggaran, maka pemerintah menerbitkan UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kemudian ditindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 42 Tahun 2002; UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang
K
34
PENDAHULUAN. Umum. etika saya diminta menulis tentang transformasi Angkatan Darat dibidang pengelolaan anggaran, saya teringat dengan pengalaman menghadiri rapat membahas tentang rencana pemberlakuan DIPA sebagai otorisasi di lingkungan Kemhan dan TNI. Rapat telah dilaksanakan beberapa kali, dan sampai sekarang belum ada kesepakatan, apakah akan merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan (Menkeu) Menhan yang berlaku selama ini, atau mengganti SKB dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Pihak Kemenkeu menginginkan SKB diganti
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
Pertahanan Negara; UU Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI); dan UU Nomor 35 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan peraturan-peraturan lain dibawahnya. Sebagai tindak lajut dari UU tersebut, Dephankam/ABRI divalidasi menjadi Kemhan dan TNI, serta POLRI. Selanjutnya, dibidang pengelolaan anggaran, diterbitkan SKB antara Menkeu Menhan yang pada intinya memberikan kelonggaran kepada Menhan untuk mengatur kembali DIPA yang telah diterima melalui penerbitan otorisasi (kecuali gaji). SKB ini telah berjalan lebih dari 10 tahun, kemudian ada wacana pemberlakuan DIPA sebagai otorisasi yang pada intinya menginginkan transformasi pengelolaan anggaran dari Kemhan dalam hal ini. Ditjenrenhan Kemhan (sebelumnya Ditjenrenumgar) ke Kemenkeu dalam hal ini. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)2 melalui perubahan dari SKB menjadi PMK. Rencana transformasi ini menjadi perhatian pimpinan termasuk pimpinan TNI Angkatan Darat, kemudian memerintahkan agar transformasi dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa pengelolaan anggaran kementerian/lembaga berpedoman pada APBN yang kemudian ditindaklanjuti dengan Kepres Nomor 42 Tahun 2002 (terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010). Di lingkungan Kemhan, hal ini tentu tidak serta merta dapat dilaksanakan karena beberapa alasan diantaranya
Pertama, dibidang organisasi perlu adanya penataan ulang Satuan Kerja (Satker) sebagai penerima DIPA,3 termasuk penataan ulang peran badan anggaran, dan peran badan keuangan; Kedua, dibidang piranti lunak, banyak peraturan yang harus direvisi sebagai dampak perubahan mekanisme penyaluran anggaran dan pembiayaan; dan Ketiga, dibidang Sumber Daya Manusia (SDM) perlu segera disiapkan personel-personel yang akan melaksanakan tugas-tugas dibidang anggaran maupun dibidang pembiayaan/keuangan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi agar nantinya tidak mengganggu kinerja Kemhan dan TNI. Kemudian, terbitlah Kepres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dimana pada Pasal 56 Ayat (2) disebutkan bahwa tata cara penerimaan dan pengeluaran baik rutin maupun pembangunan Dephan diatur bersama oleh Kemenkeu dengan Menhan. Sebagai tindak lanjut terbitlah SKB Nomor 630/KMK.06/2004 dan MOU/04/M/XII/2004 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-Lain. Adapun materi muatan SKB, baru sebatas Belanja Pegawai khususnya gaji, sedangkan penyaluran anggaran belanja yang lainnya masih menggunakan mekanisme Otorisasi. Hal ini kemudian menjadi salah satu temuan Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan (LK) Kemhan dan TNI Tahun 2011, sehingga merekomendasikan agar materi muatan SKB diperluas. Disamping itu, mekanisme penyaluran
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013 35
Jurnal Yudhagama
Kepada Menhan selaku pengguna anggaran/pengguna barang. Terkandung maksud bahwa sebagai penerima kuasa, Menhan wajib menjalankan kuasa yang diberikan oleh Presiden itu dengan sebaik-baiknya, sebagaimana diatur pula pada Pasal 3 (1) UU yang sama yang berbunyi: .....Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Demikian juga, pada UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada Pasal 4 Ayat (1) disebutkan: .... Menteri/Pimpinan Lembaga adalah sebagai pengguna anggaran/pengguna barang bagi kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Oleh karena itu, pengelolaan anggaran di lingkungan Kemhan dan TNI harus berpedoman kepada kedua undang-undang tersebut, sebagai wujud ketaatan kepada peraturan perundang-undangan. Masih dalam konteks pengelolaan anggaran, pada Surat Keputusan Menteri Pertahanan Nomor: Skep/1590/XII/ 2003 tanggal 1 Desember 2003 tentang Petunjuk Pembinaan Keuangan di lingkungan Kemhan dan TNI disebutkan prinsip-prinsip pembinaan yang dianut dalam pengelolaan keuangan negara salah satunya adalah saluran tunggal secara berjenjang dalam bidang penganggaran melalui Badan Penganggaran (Banggar), dan bidang pembiayaan melalui Badan Keuangan (Baku). Selain itu juga memedomani prinsip pembinaan tunggal keuangan untuk menjamin ketertiban, keseragaman, efisiensi dan efektivitas serta kesinambungan dalam pembinaan keuangan negara.6 Berdasarkan prinsip saluran tunggal secara berjenjang dalam pembinaan pengurusan keuangan negara, maka pengorganisasian Banggar dan Baku adalah Banggar Tingkat I dalam hal ini Dirjen Rensishan Dephan (sekarang Dirjen Renhan Kemhan), Banggar Tingkat II dalam hal ini Asrenum Panglima TNI, Banggar Tingkat III dalam hal ini Asrena Kas Angkatan, Kabagren Setjen Kemhan), dan Banggar Tingkat IV dalam hal ini Asrena Kotama). Sedangkan pengorganisasian Baku adalah Baku Tingkat I dalam hal ini Pusku Kemhan, Baku Tingkat II dalam hal ini Pusku TNI/Ditku/Disku Angkatan/ Bagku Setjen Dephan, Baku Tingkat II dalam hal ini Bagku Pusku TNI/Ku Kotama, dan Baku Tingkat IV dalam hal ini Pekas. Didalam pengelolaan anggaran dan pembiayaan, penyaluran otorisasi (KOM/KOP/P-3) secara berjenjang dari Banggar Tingkat I sampai dengan Bagar Tingkat IV, diikuti dengan penyaluran dana (NPBM/NPBP/NPB) dari Baku Tingkat I sampai dengan Tingkat IV. Demikian pula dalam hal pelaporan keuangan dilakukan dari satuan bawah (Banggar/Baku Tingkat IV) ke Banggar/Baku di atasnya dan berujung pada LK Kemhan dan TNI.
anggaran melalui otorisasi menyebabkan pengelolaan anggaran tidak efektif dan efisien, sehingga menghambat pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).4 Oleh karena itu, dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi BPK, maka Kemhan menyiapkan konsep revisi SKB dengan menambahkan materi muatan pada SKB, kemudian pada saatnya nanti ditingkatkan menjadi DIPA sebagai Otorisasi. Hanya saja dalam pembahasan berikutnya kemudian berkembang, dimana dari pihak Kemenkeu menyampaikan konsep PMK, sehingga menimbulkan diskusi yang berkepanjangan antara merevisi SKB atau menggantinya dengan PMK. Dari uraian di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan dan sekaligus akan dibahas dalam tulisan ini yaitu pertama, mengapa perlu dilakukan transformasi pengelolaan anggaran; kedua, bagaimana transformasi dilakukan; dan ketiga, apa dampaknya terhadap organisasi Kemhan dan TNI khususnya pada TNI Angkatan Darat. TRANSFORMASI PENGELOLAAN ANGGARAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, arti kata transformasi sebagai berikut: 1. perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya); 2 .... lingkungan; mengubah struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya.5 Dari pengertian tersebut, secara sederhana, transformasi pengelolaan anggaran dapat diartikan sebagai perubahan bentuk pengelolaan anggaran dari SKB menjadi PMK. Pada saat ini, pengelolaan keuangan negara berpedoman kepada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada Pasal 6 Ayat (1) disebutkan Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, selanjutnya sesuai Pasal 6 Ayat (2). b disebutkan: ....dikuasakan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dalam hal ini.
36 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
37
Jurnal Yudhagama
melaksanakan revisi SKB dengan penambahan belanja barang khususnya belanja barang operasional, setelah itu, baru melangkah kepada draf DIPA sebagai otorisasi; (2) pihak Mabes TNI menginginkan mengganti SKB menjadi PMK dengan sedikit perubahan rumusan dalam pengelolaan anggaran yaitu ada DIPA Umum dan DIPA Khusus; dan (3) TNI Angkatan Darat pada intinya menginginkan segera diterapkan mekanisme DIPA sebagai otorisasi, kecuali dalam hal-hal khusus yang memang masih perlu diatur di tingkat Kemhan. Kedua, sebagai antisipasi pelaksanaan transformasi dari SKB menjadi PMK, perlu segera menyiapkan konsep penyempurnaan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang diterapkan di lingkungan Kemhan dan TNI dengan mengacu kepada PMK Nomor 171/PMK.05/2007, antara lain mencakup rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKPB; sistem mekanisme pencatatan dan pelaporan secara berjenjang atas utang, piutang, kas dan setara kas, PNBP hasil pemanfaatan aset, dan penyesuaian pencatatan transaksi dana terpusat. Dibidang pengelolaan BMN, mengadakan penatausahaan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi (SIMAK) dan mencatat seluruh aset serta permasalahan-permasalahan yang disampaikan BPK dengan melibatkan Kotama, mengenai pencatatan persediaan dan Alutsista secara intensif dengan tetap mengakomodasikan keunikan proses bisnis dan kodifikasi di lingkungan Kemhan dan TNI khususnya TNI Angkatan Darat. Ketiga, melakukan koordinasi dengan Kemenkeu cq. Direktur Jenderal (Dirjen) terkait pengelolaan anggaran dan BMN untuk melakukan inventarisasi serta penilaian ulang di seluruh Satker, termasuk menyelaraskan metodologi dan standard penilaian dalam pelaksanaan Inventarisasi Penilaian (IP), serta mempertajam pemahaman atas sistem pencatatan dan pelaporan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelesaian dan penyempurnaan IP. Di lingkungan internal, perlu meningkatkan koordinasi antara KPA dalam hal ini Kasad dengan para Pangkotama dan para Kasatker mengenai rekonsiliasi hasil IP serta memberikan petunjuk dan pedoman yang jelas atas tindak lanjut serta pemanfaatan hasil IP. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan transformasi pengelolaan anggaran TNI Angkatan Darat dari SKB menjadi PMK, perlu dilakukan langkah-langkah srategis sebagai berikut: Pertama, penataan kembali struktur organisasi yang ada saat ini, diarahkan agar dapat mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan dibidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan. Seperti telah disinggung sebelumnya, keberadaan Satker di lingkungan TNI Angkatan Darat cukup banyak
38 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
dan tersebar sampai ke tingkat daerah, perlu segera ditata ulang sesuai dengan kebutuhan. Demikian juga penataan Banggar sebagai fungsi anggaran dan Baku yang melaksanakan fungsi pembiayaan perlu segera divalidasi karena sebagian besar kewenangannya sudah beralih ke Kemenkeu. Disamping itu, penataan gelar Satker dan Baku (Pekas) perlu mendapat perhatian guna memudahkan koordinasi utamanya didalam melaksanakan kegiatan rekonsosiliasi antara bidang anggaran dan keuangan. Kedua, pembentukan Satker yang akan ditunjuk sebagai pemegang DIPA yang nantinya harus menyajikan LK. Jumlah Satker yang ada pada saat ini sebanyak 604 buah, sedangkan konsep yang diajukan sebanyak 466 buah. Jumlah ini diharapkan mampu menyelenggarakan pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien dan dapat memenuhi kebutuhan satuan. Ketiga, menginventarisasi pengelompokan anggaran sesuai Sumber Anggaran (SA), Jenis Dana (JD) dan Belanja, serta akun yang akan didistribusikan kepada satuan pemegang DIPA sekaligus selaku KPA. Keempat, membuat piranti lunak yang mengatur tentang tugas-tugas dibidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan; dan Kelima, meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang pengelolaan anggaran maupun pembiayaan melalui pendidikan dan latihan baik formal maupun informal. PENTAHAPAN TRANFORMASI. Agar transformasi pengelolaan anggaran dari SKB manjadi PMK dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, maka perlu ditetapkan adanya masa transisi dengan pentahapan sebagai berikut: Pertama, Masa Transisi-I. Seperti telah diuraikan di atas, pada pasca terbitnya Kepres Nomor 42 Tahun 2002 yang ditandai dengan ditandatanganinya SKB, maka ditetapkan tata cara pelaksanaan anggaran Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lain-lain di lingkungan Kemhan dan TNI. Pada masa ini penyaluran anggaran ditentukan sebagai berikut Belanja Pegawai khususnya gaji dilayani langsung oleh KPPN Wilayah dimana satuan berada, dan Belanja Pegawai (selain gaji), Belanja Barang, dan Belanja Modal masih dikelola oleh Kemhan dan TNI, dimana penyalurannya tetap menggunakan mekanisme penerbitan otorisasi. Pada masa transisi-I ini, sebagai tahap pertama terdapat 35 Jenis (belanja gaji) yang dikelola langsung oleh Kemenkeu dalam hal ini. KPPN adalah Belanja Gaji Pokok PNS TNI, Belanja Pembulatan Gaji PNS TNI, Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS TNI, Tunjangan Anak PNS TNI, Belanja Tunjangan Struktural PNS TNI, Belanja
berhubungan langsung dengan KPPN sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan, DIPA khusus adalah DIPA yang program kegiatannya dilaksanakan berdasarkan perintah Menhan, Panglima TNI dan Kas Angkatan secara berjenjang. Dalam hal pembiayaan, untuk DIPA Umum masing-masing Satker berhubungan langsung dengan KPPN dengan mekanisme sebagaimana yang berlaku di kementerian/lembaga lain. Sedangkan, DIPA Khusus dibiayai dengan penyaluran dana dari KPPN berupa Uang Persediaan (UP) kepada Kapusku Kemhan. Selanjutnya disalurkan dengan mekanisme penyaluran dana dengan Nota Pemindah Bukuan (NPB). Sehubungan dengan itu, Kemhan telah menyusun konsep dengan menambahkan beberapa jenis belanja untuk dimasukkan kedalam DIPA Umum yaitu Belanja Barang Operasional yang dapat disalurkan langsung kepada Satker seperti Belanja Keperluan Perkantoran, Belanja Pengadaan Bahan makanan, Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh, Belanja Pengiriman Surat Dinas Pos Pusat, Honor Opersional Satuan Kerja, Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya, Belanja Jasa Profesi, Belanja Jasa Lainnya, dan Belanja Peralatan dan Mesin untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda. Ketiga, Transformasi Pengelolaan Anggaran dari SKB menjadi PMK (DIPA sebagai otorisasi). DIPA sebagai otorisasi artinya didalam penyaluran anggaran tidak perlu lagi melalui penerbitan otorisasi (KOM/ KOP), melainkan DIPA disalurkan secara langsung ke masing-masing Satker, pendanaannya dilayani oleh KPPN wilayah. Satuan-satuan penerima DIPA ditetapkan menjadi 5 UO (seperti telah diuraikan di atas). Pentahapannya dapat dimulai dari DIPA sebagai Otorisasi secara terbatas, yaitu tidak semua jenis belanja diberlakukan DIPA sebagai otorisasi, melainkan masih ada belanja yang tetap menggunakan mekanisme penyaluran melalui penerbitan otorisasi seperti Belanja Modal khususnya untuk pengadaan Alutsista, dan belanja yang lainnya yang dianggap perlu. Setelah
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013 39
Jurnal Yudhagama
itu dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012) tentang kekhususankekhususan didalam pengadaan Alutsista, maka DIPA sebagai otorisasi secara penuh dapat mulai diterapkan. DAMPAK TRANFORMASI. Tranformasi pengelolaan anggaran seperti diuraikan di atas, sudah tentu akan berdampak pada beberapa hal seperti organisasi, piranti lunak, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang perlu segera disesuaikan. Dibidang Organisasi. Pelaksanaan pengelolaan anggaran Angkatan Darat dengan pola penyaluran anggaran DIPA sebagai Otorisasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, maka akan memangkas organisasi yang ada sekarang ini, paling tidak pada organisasi yang berkaitan dengan penerbitan otorisasi dan pendanaan. Misalnya, fungsi dibidang pelaksanaan anggaran yang berada di Mabes TNI AD, Kotama/Balakpus harus divalidasi, demikian juga bagian yang menangani bidang pendanaan yang diemban oleh Seksi Anggaran dan Pembiayaan (Garbia) di Baku I sampai dengan Baku IV (dengan pola DIPA sebagai otorisasi semuanya langsung ditangani oleh KPPN). Demikian juga, gelar Satker dan gelar Baku harus ditata ulang disesuaikan dengan kebutuhan Satker guna memudahkan koordinasi dalam penyusunan LK. Dibidang Piranti Lunak. Piranti lunak yang telah ada seperti Peraturan Menteri (Permen), Buku Petunjuk Pembinaan (Bujukbin), Buku Petunjuk Pelaksanaan (Bujuklak) dan Buku Petunjuk Teknik (Bujuknik) yang mengatur tentang bidang perencaan dan anggaran serta pendanaan/ pembiayaan yang telah dikuasai dan diaplikasikan dengan baik di jajaran Banggar maupun Baku harus segera divalidasi. Hal ini, tentu akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyusun piranti lunak yang dibutuhkan, mengingat banyaknya piranti lunak yang harus divalidasi. Termasuk juga waktu untuk menyosialisasikan piranti lunak yang baru disusun. Dibidang Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan adanya kebijakan baru yang berdampak kepada perubahan organisasi dan revisi piranti lunak, maka secara tidak langsung akan berdampak kepada SDM yang mengawaki organisasi maupun yang menerapkan piranti lunak tersebut. Karena itu, perlu mendapat perhatian melalui pembinaan SDM dalam
40 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
rangka mewujudkan Good Governance dan Clean Government. Dalam kontek ini, Kemhan dan TNI telah menyikapinya dengan komitmen pengelolaan dan penyelenggaraan program pemerintah yang bersih dan transparan melalui kerja sama dengan BPKP, BPK RI, Kemenkeu dan Bappenas dengan mengadakan pendidikan dan latihan seperti kursus perencanaan, keuangan, pengadaan dan auditor ahli yang diselenggarakan oleh Kemhan diikuti oleh personel pengelola anggaran dan pembiayaan. Dengan demikian, semua instansi yang mengawaki bidang pengelolaan anggaran dan pembiayaan mempunyai pandangan, persepsi dan standard kompetensi yang memadai. PENUTUP. Kesimpulan. Pertama, transformasi penglolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi) perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran dapat dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien dan akuntabel sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003, dan UU Nomor 1 Tahun 2004, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua, perlu dilakukan langkah-langkah persiapan sebelum transformasi pengelolaan anggaran (DIPA sebagai otorisasi secara penuh) dilakukan seperti penataan organisasi, piranti lunak dan penyiapan SDM yang memiliki kompetensi dibidangnya. Ketiga, belum ada kesepakatan antara Kemenkeu, Kemhan dan TNI dalam pemilihan bentuk transformasi, apakah dengan merevisi SKB atau membuat PMK atau yang lainnya. Saran. Pertama, pengelolaan anggaran DIPA sebagai otorisasi menuntut setiap Satker penerima DIPA wajib menyampaikan Laporan Keuangan (LK), karena itu gelar Satker dan jumlahnya hendaknya menyesuaikan dengan gelar badan keuangan (Pekas) agar rekonsiliasi laporan antara bidang anggaran dan pembiayaan dapat dilaksanakan dengan baik. Kedua, sebagai jalan tengah, pilihan bentuk transformasi pengelolaan anggaran disarankan menggunakan Peraturan Menteri Bersama (PMB) antara Kemenkeu dengan Kemhan. Hal ini perlu segera diputuskan di level pimpinan Kemhan dan TNI serta Kemenkeu agar segera dapat ditindaklanjuti di tingkat pelaksana. End Notes. 1. Ditjen Renumgar adalah singkatan dari Direktorat Perencanaan Umum dan Anggaran yang berkedudukan di bawah Departemen Pertahan Keamanan/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Dephankam/ABRI).
II. Riwayat Pendidikan Militer. A. Dikbangum. 1. Sepamilwa 2. Sekalihpa 3. Suslapa Ku 4. Seskoad : 1981 : 1989 : 1993 : 1997 : 1982 : 1988 : 1994 : 1999 : 2000 : 2000 : 2001
B. Dikbangspes. 1. Suspabewan Hankam 2. Suspabuk Hankam 3. Susfungren Hankam 4. Suspadnas Hankam 5. Susjemen Hankam 6. Suskatjemen Hankam 7. Diksar Para
41
Jurnal Yudhagama
Transformasi pembinaan personel dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas prajurit untuk tercapainya kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) dengan sasaran kekuatan personel secara kuantitas dan kualitas yang mampu menjamin pelaksanaan tugas. Pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel dengan tidak mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang personel.
mengemban tugas serta senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga selalu siap dan mampu melaksanakan tugas. Pembinaan personel tidak terlepas dengan penerapan kebijakan Zero Growth of Personnel (ZGP) dan Right Sizing dalam kerangka Minimum Essential Force (MEF), dimana peningkatan kemampuan anggaran pertahanan diprioritaskan pada peningkatan Alutsista. Anggaran pertahanan negara tidak hanya terserap untuk anggaran rutin, tetapi dapat didayagunakan untuk penambahan dan pemeliharaan Alutsista sesuai dengan hakikat ancaman yang dihadapi. Sejalan dengan kebijakan tercapainya Minimum Essential Force (MEF) dengan sasaran tingkat kekuatan yang cukup mampu menjamin kepentingan strategis, maka pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel. Transformasi bidang personel pada hakikatnya merupakan perubahan konsep pembinaan personel, namun tetap dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang personel. Pembinaan personel Angkatan Darat selama ini telah berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, namun demikian kegiatan tersebut perlu ditingkatkan secara optimal untuk memperoleh kualitas prajurit yang diharapkan. Dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategis dan tantangan tugas kedepan, Angkatan Darat perlu melaksanakan transformasi dalam pembinaan personel, sehingga dapat mendukung pelaksanaan tugas. TRANSFORMASI ANGKATAN DARAT. Dengan keterbatasan anggaran pertahanan yang hanya sekitar 40 % dari kebutuhan aktual untuk mencapai standard penangkalan, diterapkan kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Kebijakan tersebut bukan hanya karena terbatasnya anggaran pertahanan, namun lebih pada upaya mencari efektivitas dan efisiensi dari anggaran yang tersedia. Kebijakan ini tentunya tidak terlepas dari sasaran jangka panjang dalam rangka mewujudkan optimum force dan ideal essential force.
P
42
PENDAHULUAN. embinaan personel merupakan bagian integral dari sistem pembinaan TNI Angkatan Darat secara keseluruhan, diarahkan untuk memeroleh kualitas sumber daya manusia yang tepat dan memadai dalam mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat. Sebagai unsur utama yang mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat, setiap prajurit dituntut untuk memiliki kemampuan
Penyediaan prajurit dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan organisasi, sehingga diperoleh keseimbangan kekuatan dan komposisi prajurit yang tepat dan diperlukan dalam mengawaki organisasi. Penyediaan prajurit dilaksanakan melalui kegiatan penerimaan prajurit bagi prajurit sukarela dan pengerahan prajurit bagi prajurit wajib, untuk golongan kepangkatan perwira, bintara dan tamtama. Pendidikan prajurit dilaksanakan secara terencana, terarah dan berlanjut untuk membentuk dan mengembangkan kualitas calon prajurit dan prajurit yang berjiwa Pancasila dan Sapta Marga, memiliki kepribadian pejuang prajurit dan prajurit pejuang, serta memiliki kecerdasan, keterampilan, dan kesamaptaan jasmani, sehingga mampu mengemban setiap tugas yang diberikan. Pendidikan prajurit yang ditempuh melalui berbagai jenis dan jenjang pendidikan memungkinkan prajurit memiliki kepribadian yang semakin mantap, kemampuan penguasaan teknologi yang semakin mendalam dan penguasaan pengetahuan yang semakin luas. Penggunaan prajurit dilaksanakan untuk mendayagunakan setiap prajurit secara optimal dalam penugasan dan pemanfaatannya serta memberikan kemungkinan pengembangan karier seluas-luasnya selama pengabdiannya. Keberhasilan penggunaan prajurit diperoleh melalui pembinaan karier yang adil, obyektif, dan transparan dengan pemanfaatan setiap prajurit seoptimal mungkin. Perawatan prajurit diberikan untuk menjamin setiap prajurit selalu siap mengemban tugas dengan sebaik-baiknya. Pemberian rawatan kedinasan dan purna dinas kepada setiap prajurit dan keluarganya diarahkan pada keseimbangan antara kewajiban dan hak setiap prajurit, sehingga dapat terwujud keserasian antara kepentingan organisasi dan kebutuhan prajurit. Pemisahan prajurit merupakan kegiatan akhir dari siklus pembinaan prajurit yang dilaksanakan untuk
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013 43
Jurnal Yudhagama
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan beragamnya suku bangsa prajurit TNI Angkatan Darat tentunya akan memudahkan pembinaan teritorial dalam mendukung pelaksanaan tugas. Kampanye penerimaan prajurit khususnya Taruna Akmil dilaksanakan langsung ke sasaran yaitu sekolahsekolah unggulan yang terdapat di setiap daerah, seperti SMA Taruna Nusantara, SMA Krida Nusantara dan lainlain. Manfaatkan keberadaan sekolah-sekolah unggulan di setiap provinsi atau daerah untuk kepentingan penerimaan prajurit. Sedangkan penerimaan Pa PK yang bersumber dari perguruan tinggi, hendaknya diperuntukkan bagi sarjana yang berkualitas dan dibutuhkan organisasi sesuai dengan disiplin ilmunya. Kampanye penerimaan Pa PK dilaksanakan secara langsung ke perguruan tinggi negeri dan swasta yang terkemuka. Kampanye penerimaan prajurit bintara dan tamtama dilaksanakan langsung melalui organisasi pelajar, kepemudaan dan kemasyarakatan yang ada, seperti OSIS, Pramuka, PMR, pecinta alam, dan sebagainya, khususnya pada daerah-daerah yang terbatas tranportasinya ke kota-kota besar tempat penerimaan prajurit. Penentuan alokasi penerimaan bintara dan tamtama perlu memerhatikan kompetensi prajurit yang dibutuhkan, baik untuk prajurit pria dan wanita. Berdasarkan analisa kebutuhan prajurit dapat ditetapkan alokasi penerimaan bintara dan tamtama berdasarkan sumber pendidikan umum yang dimiliki, seperti SMA jurusan IPA atau IPS, SMK jurusan otomotif, bangunan, listrik, tata boga dan sebagainya. Selain melaksanakan kampanye penerimaan prajurit untuk memeroleh animo calon prajurit, perlu diimbangi dengan pembentukan Tim Seleksi penerimaan prajurit yang bersifat mobile selain kepanitiaan penerimaan prajurit yang dibentuk disetiap Panda dan Sub Panda. Tim Seleksi ini akan bergerak di setiap sekolah dan daerah terpencil, seperti sekolahsekolah unggulan, kabupaten-kabupaten di pedalaman, dan wilayah-wilayah terpencil lainnya, sehingga calon prajurit tidak membuang waktu serta biaya transportasi dan akomodasi bila mengikuti seleksi penerimaan prajurit. Untuk menentukan calon prajurit hasil seleksi team mobile tersebut, dapat dilaksanakan oleh Panpus dengan memanfaatkan media tele conference maupun media teknologi informasi lainnya seperti skype. Hasil seleksi team mobile dapat diputuskan secara langsung melalui sidang pemilihan oleh Panpus, sehingga dapat menjaring calon prajurit di seluruh pelosok tanah air. Untuk memeroleh calon prajurit yang berkualitas, seleksi penerimaan prajurit dilaksanakan secara obyektif, adil dan transparan, sehingga meningkatkan persaingan dan kompetisi sehat antar calon. Setiap kegiatan
memelihara dan menjaga kekuatan dan komposisi prajurit, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemisahan prajurit dilaksanakan secara tepat waktu sesuai ketentuan perundang-undangan, selain itu juga untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap prajurit untuk melanjutkan pengabdiannya di luar lingkungan TNI. TRANSFORMASI PEMBINAAN PERSONEL. Peningkatan kualitas prajurit merupakan tuntutan yang harus dihadapi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas. Peningkatan kualitas prajurit dilaksanakan melalui transformasi pembinaan personel yang terencana, terarah dan berlanjut sesuai dengan siklus pembinaan personel, yang dimulai dari penyediaan prajurit sampai dengan pemisahan prajurit. Penyediaan Untuk memeroleh calon prajurit yang berkualitas sesuai tuntutan organisasi perlu dilaksanakan kegiatan kampanye penyediaan prajurit dan seleksi penerimaan prajurit secara obyektif, adil dan transparan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya kebijakan Zero Growth of Personnel (ZGP), maka alokasi penerimaan prajurit hanya sebesar jumlah prajurit yang pensiun atau dipisahkan. Namun demikian hal tersebut bukan berarti stagnasi personel, justru terkandung di dalamnya perubahan menuju peningkatan kualitas personel dalam kerangka manajemen modern. Kampanye penerimaan prajurit, untuk perwira, bintara dan tamtama dilaksanakan secara terpusat dan tersebar ke seluruh daerah dan pelosok nusantara. Selain kualitas calon prajurit yang diharapkan, calon prajurit juga proporsional dari seluruh daerah atau suku bangsa di Indonesia. Khusus untuk suku bangsa pada daerah-daerah perbatasan dan terpencil seperti Papua, Dayak, Flores, Mentawai dan sebagainya perlu mendapat perhatian dan rekomendasi dalam penerimaan prajurit. Hal ini akan mendukung keutuhan
44 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
45
Jurnal Yudhagama
persyaratan dan lulus seleksi yang ketat serta potensial untuk menduduki jabatan Gol. IV/Kolonel sesuai dengan kompetensinya. Seleksi pendidikan Seskoad harus benar-benar obyektif dan transparan sehingga benar-benar menjadi ajang kompetisi dalam proyeksi pembinaan karier yang akan datang. Dalam penentuan calon peserta didik Sesko TNI, harus mempertimbangkan kecabangan dan arahan jabatan yang bersangkutan. Lulusan Sesko TNI diproyeksikan untuk jabatan strategis yang diperlukan dalam operasi gabungan antar matra angkatan. Selain itu, yang menjadi pertimbangan utama adalah persyaratan lulusan Seskoad 30% terbaik dan/atau perwira pilihan berdasarkan track record dalam penugasannya di lapangan/satuan operasional. Dikbangspes dilaksanakan untuk mengembangkan kemampuan spesialisasi dalam rangka proyeksi penugasan prajurit selanjutnya. Seleksi Dikbangspes harus memerhatikan bakat, minat dan potensi yang dimiliki seorang prajurit sesuai dengan pendidikan spesialisasi yang akan ditempuh. Setiap jabatan akan diisi oleh prajurit yang memiliki bekal pendidikan sesuai Dikbangspes yang telah dimiliki. Pendidikan di luar negeri perlu diseleksi berdasarkan kemampuan dan kompetensi prajurit yang bersangkutan karena membawa nama baik negara. Peserta didik di luar negeri tidak semata memiliki kemampuan berbahasa asing, namun harus memiliki kompetensi serta proyeksi dalam pembinaan karier yang bersangkutan. Kemampuan berbahasa asing diberikan secara intensif setelah yang bersangkutan lulus seleksi pendidikan di luar negeri sesuai dengan kompetensinya. Penggunaan Sesuai kebijakan MEF dan ZGP, penggunaan prajurit dilaksanakan seoptimal mungkin dan memberikan kemungkinan pengembangan karier seluas-luasnya. Penggunaan prajurit memerhatikan kepentingan ganda yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kepentingan organisasi dan kepentingan prajurit sebagai individu, yang dalam keadaan tertentu kepentingan organisasi lebih diutamakan. Dengan adanya kelebihan personel pada strata kepangkatan tertentu, menyebabkan persaingan yang semakin ketat untuk memeroleh jenjang jabatan yang lebih tinggi dalam rangka pembinaan karier. Oleh karena itu, pembinaan karier perwira harus sesuai dengan konsep pembinaan prajurit jangka panjang dan jangka pendek. Perwira karier jangka panjang lulusan Akmil dan Pa PK diprioritaskan untuk menduduki jabatan Gol. V ke atas. Sedangkan perwira karier jangka pendek lulusan Secapa Reguler diperuntukkan guna mengisi ruang jabatan Pama dan Gol. VI.
46 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
Penempatan dalam jabatan harus sesuai dengan prinsip the right man on the right place dan dilaksanakan melalui mekanisme seleksi karier dan sidang jabatan berdasarkan penilaian talent scouting, peringkat pendidikan, prestasi penugasan, sosiometri serta metode penilaian yang berbasis kompetensi jabatan. Penempatan dalam jabatan berpedoman pada daftar urut kepangkatan dan jabatan (dafukaj) perwira serta pola pembinaan karier perwira yang terarah dan berjenjang sesuai dengan struktur organisasi yang semakin ramping ke atas. Untuk memeroleh prajurit yang berkualitas dengan proyeksi pembinaan karier masa datang, setiap prajurit lulusan Dikma ditempatkan pada penugasan lapangan di satuan operasional. Penempatan pada satuan operasional merupakan kesempatan untuk mengenal dan merasakan langsung hakikat kehidupan prajurit senyatanya. Penempatan di satuan lapangan dapat memberikan bekal kepemimpinan tatap muka (face to face) dalam memegang tanggung jawab satuan tingkat terendah. Untuk itu, setiap prajurit lulusan Akmil diarahkan hanya pada kecabangan Pur/Banpur untuk memeroleh bekal penugasan lapangan. Setelah penugasan di satuan operasional, sebelum yang bersangkutan mengikuti Diklapa I, diadakan reklasifikasi untuk penentuan kecabangan perwira lulusan Akmil selanjutnya. Hasil dari reklasifikasi tersebut akan menyebabkan sebagian perwira alih kecabangan dari kecabangan Pur/Banpur menjadi kecabangan Banmin. Dengan demikian, setiap perwira lulusan Akmil akan memeroleh pengalaman penugasan di satuan operasional sebagai bekal kepemimpinan dimasa yang akan datang. Demikian juga dalam pembinaan karier bintara dan tamtama, setiap prajurit diarahkan pada kejuruan Pur/Banpur untuk memeroleh bekal penugasan lapangan. Setelah penugasan di satuan operasional, diadakan reklasifikasi sesuai dengan Dikbangspes yang telah dimiliki. Hasil dari reklasifikasi tersebut akan menyebabkan sebagian bintara dan tamtama
beralih kejuruan dari Pur/Banpur menjadi banmin sebelum yang bersangkutan mengikuti Diktuk Secapa atau Secaba. Penugasan prajurit di luar struktur TNI Angkatan Darat merupakan rangkaian pola pembinaan karier dalam rangka pengembangan karier yang seluasluasnya dengan tetap mengedepankan penilaian secara obyektif, adil dan transparan. Oleh karena itu, promosi jabatan prajurit, baik didalam struktur maupun diluar struktur, merupakan kewenangan Angkatan Darat dengan mempertimbangkan saran masukan pengguna diluar struktur. Prajurit yang tidak optimal dalam penugasan di luar struktur dapat segera diganti dengan prajurit yang memiliki kemampuan dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pengguna diluar struktur TNI Angkatan Darat. Selain kenaikan pangkat reguler yang diberikan sesuai dengan promosi jabatan yang telah dipangkunya, perlu diberikan kenaikan pangkat khusus berupa kenaikan pangkat luar biasa (KPLB) dan kenaikan pangkat penghargaan (KPH) bagi prajurit terpilih secara ketat dan selektif. Dalam kondisi tidak ada operasi militer perang, pemberian KPLB operasi militer selain perang akan dapat meningkatkan moril prajurit serta memberikan contoh dan tauladan bagi setiap prajurit. Demikian juga pemberian KPH bagi prajurit yang telah melaksanakan pengabdian secara sempurna dan tanpa terputus dengan dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi dapat meningkatkan moril prajurit untuk berbuat yang terbaik dalam pengabdiannya. Perawatan Peningkatan kualitas prajurit sejalan dengan kebijakan MEF didukung dengan perawatan prajurit yang memadai, sehingga setiap prajurit senantiasa siap mengemban tugas yang dibebankan. Perawatan prajurit diberikan baik dalam bentuk materi maupun rohani agar setiap prajurit dapat memberikan pengabdian yang terbaik dalam setiap penugasannya. Pembinaan moril dilaksanakan dengan memelihara dan meningkatkan moril prajurit melalui pemberian
Jurnal Yudhagama
untuk memberikan pelayanan pemakaman kedinasan. Kodim dan Koramil berkewajiban untuk memiliki data setiap purnawirawan yang berada di wilayahnya, sehingga dapat bertindak cepat dan tepat untuk memberikan pelayanan pemakaman kedinasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat memiliki kebanggaan sebagai keluarga prajurit. Untuk menjamin kepastian hunian dihari tua setelah pensiun, setiap prajurit diberikan bantuan perumahan yang dikelola oleh BP TWP. Setiap prajurit yang memasuki pensiun akan memeroleh perumahan atau uang senilai harga rumah saat pensiun tanpa iuran yang memberatkan penghasilan prajurit. Dengan pemberian subsidi silang antar setiap prajurit dengan dukungan PT Asabri (Persero) akan dapat diperoleh perumahan bagi setiap prajurit yang memasuki masa pensiun. Pemisahan Pemisahan prajurit sebagai bagian akhir dari pembinaan prajurit dilaksanakan secara cepat, tepat dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemisahan prajurit tidak hanya karena telah berakhir masa dinas keprajuritannya, namun yang terpenting adalah sebagai alat kendali untuk memelihara kekuatan dan komposisi prajurit. Pemberian Masa Persiapan Pensiun (MPP) selama-lamanya satu tahun sebagai persiapan memasuki masa pensiun, dilaksanakan secara proporsional untuk memelihara kekuatan prajurit, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemberian MPP tidak dilakukan secara menyeluruh kepada setiap prajurit, namun diberikan sesuai dengan kebutuhan organisasi pada strata jabatan dan kepangkatan tertentu dengan mempertimbangkan kompetensi prajurit yang bersangkutan. Selain pemberhentian dari dinas keprajuritan karena telah mencapai batas usia pensiun maksimal, pengakhiran dinas keprajuritan juga dapat disebabkan karena berakhirnya Ikatan Dinas Lanjutan (IDL I, II dan III). Prajurit yang telah memiliki masa dinas keprajuritan 20 tahun atau berakhirnya IDL I dapat diberikan kesempatan untuk memasuki masa pensiun dengan diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan. Oleh karena itu, IDL juga merupakan alat kendali untuk memelihara kekuatan dan komposisi prajurit. Hal yang berbeda bagi prajurit sukarela dinas pendek (PSDP) penerbang yang berakhir masa Ikatan Dinas Pendek (IDP) setelah 10 tahun melaksanakan dinas. Atas dasar kebutuhan organisasi akan penerbang Angkatan Darat, perwira tersebut dapat diangkat kembali menjadi prajurit karier untuk selanjutnya dapat mengakhiri IDL setelah bertugas minimal selama 15 tahun. Selain bermanfaat untuk kepentingan organisasi,
48 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
setelah purna dinas prajurit tersebut juga memeroleh hak tunjangan bersifat pensiun yang maknanya sama dengan pensiun, sehingga haknya dapat diteruskan sampai dengan warakawuri atau anaknya yang masih memenuhi persyaratan. Alat kendali lainnya dalam memelihara kekuatan dan komposisi prajurit adalah penyaluran prajurit yang dikenal dengan istilah second career. Menyikapi kondisi faktual khususnya jumlah perwira eligible yang tidak seimbang dengan ruang jabatan yang tersedia, perlu adanya second career, sehingga yang bersangkutan tetap dapat memberikan kontribusinya dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Prajurit tersebut dapat menjalani second career berupa Alih Status pada lembaga-lembaga pemerintah, baik kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, maupun Alih Profesi pada badan usaha milik negara/daerah serta instansi swasta lainnya, yang membutuhkan kompetensi prajurit di instansinya. Alih Status adalah peralihan status prajurit TNI menjadi PNS pada jabatan di kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian. Prajurit aktif dengan pangkat minimal Letkol dapat alih status menjadi PNS dengan ketentuan yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan, sehingga yang bersangkutan statusnya bukan prajurit atau purnawirawan. Alih Profesi adalah peralihan profesi prajurit TNI setelah berakhir dinas keprajuritannya atau pensiun untuk selanjutnya menjadi pegawai atau karyawan pada badan usaha milik negara/daerah dan badan usaha swasta lainnya. Prajurit yang alih profesi diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan dengan memeroleh hak rawatan purna dinas sesuai ketentuan yang berlaku. Prajurit yang alih profesi diharapkan telah memiliki masa dinas keprajuritan minimal 15 tahun, sehingga yang bersangkutan memeroleh hak tunjangan bersifat pensiun yang maknanya sama dengan pensiun sebagai bekal di hari tua. Second career tentunya tidak hanya stagnant pada jabatan pada saat yang bersangkutan alih status atau alih profesi. Yang bersangkutan diharapkan dapat menjalani karier lanjutan kejabatan yang lebih tinggi lagi pada instansi pengguna. Bila yang bersangkutan alih status atau alih profesi pada suatu jabatan tertentu, dengan bekal kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, diharapkan karier yang bersangkutan dapat mencapai puncak yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam kegiatan penyaluran prajurit perlu adanya pembekalan pengetahuan dan keterampilan bagi prajurit yang akan menjalani second career. Pembekalan akan disesuaikan dengan bakat, minat dan potensi seseorang dengan
: : : : : : :
Budi Prasetyono Kolonel Caj/31913 Makassar/28-05-1958 Islam Kawin Sepamilwa/1985 Paban V/Bin PNS Spersad : 1984/1985 : 1996/1997
49
Jurnal Yudhagama
Transformasi TNI AD pada dasarnya merupakan sebuah proses yang telah, sedang dan akan terus dilakukan guna membawa TNI AD menjadi organisasi yang profesional, efektif, efisien dan modern sesuai dengan tuntutan dinamika perubahan lingkungan strategis.
S
50
PENDAHULUAN. ejak awal terbentuknya hingga sekarang, berbagai perubahan telah banyak dilakukan dan tentu saja akan terus dilakukan oleh TNI AD sebagai sebuah organisasi sesuai dengan dinamika perubahan lingkungan strategis yang terjadi. Konsep perubahan atau pengembangan TNI AD telah terwadahi dalam Postur 25 tahunan dan kemudian dijabarkan menjadi Rencana Strategis 5 tahunan. Postur maupun renstra tersebut dan secara terus menerus serta berkesinambungan direvisi sesuai dengan arah kebijakan umum pertahanan negara yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun sayangnya, walaupun
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
Renstra telah disusun dan selalu direvisi, sasaran dari perubahan yang diinginkan terkesan sangat lambat untuk tercapai, bahkan pada beberapa aspek justru mengalami stagnasi dan penurunan. Oleh karena itu, istilah transformasi kemudian mengemuka sebagai sebuah wacana untuk melakukan perubahan secara lebih radikal dan menyeluruh. Namun demikian, konsep transfromasi yang sering diwacanakan cenderung lebih mengarah pada perubahan-perubahan institusional, doktrin maupun sistem persenjataan. Tentu saja transformasi yang berorientasi kesisteman tersebut belumlah cukup untuk membawa perubahan yang signifikan apabila tidak diikuti dengan transformasi yang bersifat kultural, karena sebagai bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan, masih banyak persoalan kultural di dalam TNI AD yang harus dicarikan solusinya. Persoalanpersoalan kultural tersebut erat kaitannya dengan tata nilai dan kualitas sumber daya manusia seperti cara berpikir, bersikap dan bertindak yang cenderung nyaman dengan berbagai previlege yang pernah dimiliki dan disediakan oleh masa lalu, sehingga memunculkan keengganan untuk berubah. Mengingat pentingnya proses transformasi TNI AD untuk mengimbangi dinamika perubahan lingkungan strategis yang berjalan demikian cepat, maka persoalanpersoalan kultural tersebut perlu mendapatkan perhatian yang proporsional dalam keseluruhan proses transformasi sambil melakukan pembenahan institusional, doktrin maupun sistem persenjataan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan kultural tersebut, peran pemimpin yang memiliki kemauan dan integritas serta komitmen terhadap perubahan sangatlah signifikan, karena berkait dengan persoalan manusia. Diperlukan pemimpin-pemimpin masa depan yang berkarakter transformasional untuk mengawal proses transformasi secara menyeluruh. Pemimpin-pemimpin tersebut harus disiapkan secara lebih dini agar berbagai persoalan-persoalan dapat diatasi dan pada akhirnya TNI AD akan berhasil melakukan transformasi secara komprehensif untuk menjadi sebuah organisasi yang modern, efektif, efisien dan semakin profesional.
operasional, taktis maupun teknis agar tidak tertinggal dari perkembangan yang terjadi di negara lain. Sedangkan pada aspek sistem persenjataan, terlihat sinyal keseriusan yang telah diberikan oleh pemerintah terhadap upaya peningkatan modernisasi pertahanan dengan tambahan anggaran untuk pembelian dan pemeliharaan Alutsista kira-kira sebesar Rp 156 triliun hingga 2014. Anggaran ini akan mencakup tiga komponen utama. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 untuk penguatan Alutsista, Rp 66,5 triliun dialokasikan untuk pembelian Alutsista sesuai dengan rencana pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF), Rp 32,5 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan. Komponen ketiga, Rp 57 triliun, untuk percepatan pemenuhan MEF sesuai dengan amanat Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 2011.3 Namun perlu juga disadari bahwa persoalan TNI AD tidak sebatas pada persoalan organisasi, doktrin maupun sistem persenjataan, tetapi juga mencakup persoalan kualitas dan integritas sumber daya manusia yang mengawakinya. Persoalan ini tidak terlepas dari persoalan kultural bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih menjadi keprihatinan bersama. Sayangnya, transformasi pada aspek kultural ini masih terkesan dikesampingkan, padahal memegang peran yang sangat signifikan dalam mewujudkan TNI AD menjadi sebuah organisasi yang benar-benar profesional, efektif, efisien dan modern. Sebagai bahan pembanding dapat dikemukakan bahwa Angkatan Darat AS, yang seringkali menjadi kiblat postur organisasi militer yang profesional dan modern, juga memiliki apa yang disebut dengan Army Transformation Road Map 2004. Dalam roadmap tersebut antara lain tercantum Strategi Transformasi AD Amerika yang terdiri dari tiga komponen yang perlu ditransformasi dalam AD AS, yaitu: Transformasi budaya (transformed culture); Transformasi proses (Transformed processes); dan Transformasi Kapabilitas
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013 51
Jurnal Yudhagama
(Transformed capabilities).4 Contoh pembanding lain yang lebih dekat adalah transformasi Angkatan Darat Philipina yang tertuang dalam Army Transformation Roadmap 2008 yang merupakan rencana strategis Angkatan Darat Philipina 18 tahun. Mereka menempatkan honor (kehormatan), patriotism (patriotisme), dan duty (panggilan tugas) sebagai core values yang ingin dicapai dalam transformasi Angkatan Darat. Disamping itu, Angkatan Darat Philipina juga menempatkan peningkatan kualitas disiplin dan integritas diri prajurit sebagai prioritas sasaran jangka pendek yang ingin dicapai dalam waktu 3 tahun pertama.5 Pada konteks transformasi TNI AD, khususnya pada aspek kultural, banyak kalangan menilai bahwa TNI AD pada dekade-dekade awal perkembangannya telah menikmati apa yang disebut sebagai karakter kultur yang Etnosentrisme, dimana TNI AD menganggap bahwa cara hidup mereka, sebagai sebuah kelas elite tersendiri dalam struktur masyarakat Indonesia, adalah merupakan cara hidup dan cara pandang yang terbaik, sehingga dari karakter Etnosentris itu, TNI AD kemudian merasa berhak atas gagasan negara (NKRI), berhak untuk mengorganisasikan ideologi, agama, sejarah dan ras, serta menguasai berbagai sektor publik baik ekonomi, sosial maupun politik. Dengan kondisi seperti ini, menurut Ikrar Nusa Bhakti butuh paling tidak waktu 15 tahun untuk merubah kultur yang sudah ada dan mendarah daging tersebut. Reformasi 1998 menjadi sebuah titik tolak dimana TNI benar-benar menjadi lembaga yang dikritisi mulai dari kultur, sistem, struktur organisasi, teknologi, sumber daya dan lain-lain, hal ini tentu saja membawa aroma perubahan yang harus disikapi dengan optimistik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa transfromasi TNI AD akan mencapai sasaran secara optimal dan menyeluruh apabila aspek kultural mendapatkan prioritas yang memadai. Pada transformasi aspek kultural diperlukan pemimpin-pemimpin yang berpikir transformasional dan tidak alergi terhadap perubahan yang membawa konsekuensi mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai previlege yang diperoleh selama ini demi mewujudkan TNI AD yang benar-benar profesional, efektif, efisien dan modern. DIPERLUKAN PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL UNTUK MELAKUKAN TRANSFORMASI SECARA MENYELURUH. Jika merujuk pada US Army Transformation Roadmap 2004, terlihat bahwa organisasi militer sehebat Amerika Serikat yang memiliki keunggulan dibidang teknologi persenjataan sekalipun sangat mengakui bahwa manusia memegang peranan sentral dalam keberhasilannya. Regardless of concepts, capabilities and technologies, it is important to remember that at the center of every joint system are the men and women who selflessly serve the nation. 6 Selanjutnya, dokumen tersebut juga menyatakan bahwa, Cultural change of an institution begins with the behavior of its people and leaders shape behavior.7 Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberhasilan sebuah transformasi akan dapat dicapai secara optimal apabila keingingan untuk berubah itu datang dari manusiamanusia yang berada di dalamnya dan dimotori oleh para pemimpinnya.
52
Jurnal Yudhagama
dengan ditunjang oleh kemampuan intelektualitas yang mampu membangun rasionalitas berpikir guna mengembangkan organisasi. Sedangkan jasmani merupakan aspek pendukung yang secara alami dapat dilatih atau dibentuk melalui proses latihan. Pada proses seleksi lanjutan untuk memilih pemimpin pada berbagai tingkat golongan, mekanisme sosiometri yang telah dimulai oleh TNI AD sejak awal tahun 2011 dan yang baru saja dilaksanakan dengan mengusung aspek kepemimpinan, integritas serta kerjasama, merupakan langkah relevan untuk menilai kepribadian dan tingkat akseptabilitas seorang perwira dimata senior, rekan maupun juniornya berdasarkan penilaian obyektif. Mekanisme tersebut sudah sewajarnya diteruskan dengan jaminan bahwa proses itu dilakukan secara obyektif dan digunakan secara proporsional, sehingga tidak terkesan seolaholah menjadi pembunuh berdarah dingin bagi karier mereka yang ranking sosiometrinya rendah. Apabila hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka diharapkan akan lahir pemimpin-pemimpin TNI AD pada level penentu kebijakan atau pengambil keputusan strategis yang mumpuni, berani melakukan perubahan dan mampu mengartikulasikan arah kebijakan secara gamblang kepada internal organisasi maupun kepada publik, sehingga perubahan-perubahan yang diharapkan akan mendapatkan dukungan secara bulat dari berbagai komponen. Selanjutnya, pada masa-masa pembinaan dan pengembangan perwira sebagai pemimpin, diperlukan mekanisme pembinaan yang teratur, terarah dan terukur dan dijalankan secara konsisten. Harus diakui bahwa TNI AD kurang memiliki referensi yang memadai dibidang kepemimpinan, karena ketika seorang perwira ditanya tentang kepemimpinan maka yang ada di benaknya adalah 11 azas, sifat dan ciri kepemimpinan yang diperolehnya di buku-buku pelajaran sekolah. Walaupun hakekat dasar dari kepemimpinan tidak berubah, namun kepustakaan TNI AD dibidang tersebut perlu terus diperkaya agar tidak berkurang relevansinya dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis yang terjadi. Disamping buku-buku referensi yang bersifat teoretis, TNI AD juga perlu mempertimbangkan untuk merumuskan buku-buku pedoman praktis pembinaan dan pengembangan kepemimpinan perwira untuk dijadikan sebagai bahan acuan bagi kaderisasi pemimpin-pemimpin TNI AD dimasa depan, dimulai dari satuan-satuan operasional. Yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan perubahan yang datang dari level atas, yaitu pada unsur pimpinan puncak di lingkungan TNI AD. Para pemimpin yang telah berada pada level puncak organisasi harus lebih terbuka pada gagasan-gagasan perubahan,
54 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
walaupun datangnya dari bawah. Ide-ide atau gagasan perubahan tersebut apabila telah dievaluasi akan menghasilkan dampak positif yang besar, harus difasilitasi secara konstruktif untuk mendukung proses transformasi yang sedang dilaksanakan. Aspek kultural lain yang perlu dirubah untuk menciptakan pemimpin yang transformasional adalah persepsi bahwa pemimpin adalah pihak yang harus dilayani oleh bawahan. Secara filosofis, value tertinggi dari seorang pemimpin adalah ketika dia mampu menempatkan dirinya sebagai pelayan bagi organisasi dan anak buahnya, dalam arti bahwa pikiran dan tindakannya dicurahkan sepenuhnya untuk kepentingan organisasi dan anak buah. Ketika pemimpin pada semua tingkat atau golongan telah mampu memposisikan dirinya sebagai pelayan bagi organisasi dan anak buahnya, maka penghormatan dan loyalitas dari anak buah akan secara otomatis diterima dengan ketulusan dan akan memberikan jalan yang mudah untuk menggerakkan seluruh komponen organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. KESIMPULAN. Transformasi TNI AD pada dasarnya merupakan sebuah proses yang telah, sedang dan akan terus dilakukan guna membawa TNI AD menjadi organisasi yang profesional, efektif, efisien dan modern sesuai dengan tuntutan dinamika perubahan lingkungan strategis. Transformasi tersebut harus dilaksanakan secara komprehensif hingga menyentuh pada aspekaspek kultural agar sasaran dapat tercapai secara optimal. Untuk mengawal dan mengawaki proses transformasi tersebut, TNI AD memerlukan pemimpinpemimpin yang transformasional. Pemimpin yang transformasional memang tidak dengan sendirinya akan mampu membawa perubahan yang signifikan manakala lingkungan sosial tidak mendukungnya, namun setidaknya pemimpin yang transformasional dapat menjadi agen perubahan dan secara pelan namun pasti mampu mempengaruhi lingkungan untuk secara bersama-sama melakukan perubahan menuju sasaran yang disepakati bersama. Walaupun kepemimpinan adalah seni dan sekaligus ilmu, namun karakter kepemimpinan yang transformasional lebih banyak dibentuk oleh sebuah proses. Dalam hal ini, TNI AD harus menciptakan atau membentuk pemimpin-pemimpin yang transformasional sejak proses rekruitmen dasar, pembinaan di satuan hingga seleksi lanjutan dengan menjamin obyektivitas serta proporsionalitas penggunaannya. Bila pemimpinpemimpin yang transformasional telah dimiliki oleh TNI AD secara memadai, maka proses transformasi dan sasaran yang diharapkan akan lebih mudah tercapai.
: : : : : : :
II. Pendidikan. A. Dikbangum. 1. Akmil 2. Sussarcab Arh 3. Selapa Arh 4. Seskoad B. Dikbangspes. 1. Sussa Inggris 2. Susdanrai Arh 3. Susdanyon 4. Tardandim : : : : : : : : 1994 1994 2003 2008 1996 2000 2010 2011 IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton-3/B Yonarhanudri-3 2. Danton-2/B Yonarhanudri-3 3. Danton-1/A Yonarhanudri-3 4. Pama Kopassus 5. Kauryanops Psi Sops Kopassus 6. Pama Denma Kopassus 7. Pama Yonarhanudri-3 8. Danraimer A Yonarhanudri-3 9. Kasi-2/Ops Yonarhanudri-3 10. Kasilitbangmat Arh Baglitbangmat Pussenart 11. Kasi-1/Intel Menarh-1/F Dam Jaya 12. Kasilitbangmat Arh Baglitbangmat Pussenart 13. Danden Rudal-003/Dam Jaya 14. PS. Kabaglatorsat Sdiirbindiklat Pussenarh 15. Kabaglatorsat Sdiirbindiklat Pussenarh 16. Kabagprogar Bagprogar Setpussenarh 17. Danyon Arhanudri-1/1 Kostrad 18. Dandim-0505/JT Rem 051/Wkt
55
Jurnal Yudhagama
Oleh : Mayor Kav M. Iftitah Sulaiman S. (Pembantu Asisten Sespri Presiden RI)
Saya ingin Jenderal-Jenderal kita berwibawa. Kolonel kita, Perwira kita berwibawa. Kemanapun berinteraksi, entah dalam peacekeeping missions, entah dalam disaster relief operations atau dalam seminar dan simposium. Kita gagah karena kita juga knowledgeable, kita punya outlook yang bagus serta tampil percaya diriSaya lihat generasi Pak Benny Moerdani sudah hilangKita sekarang butuh perwira yang orang lapangan dengan wawasan global dan punya pengalaman kredibel. Presiden SBY, 21 April 2011
B
56
agi siapa saja yang pernah berdiskusi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang akrab disapa SBY ini, atau mendengarkan ceramahnya, atau paling tidak menyimak isi-isi pidatonya yang mudah diakses melalui situs resmi Presiden RI, tentu tidak akan sulit memahami visi, misi dan komitmen Jenderal Bintang Empat ini, untuk membangun TNI lebih baik dari masa kemasa. Bahkan, sejak masih aktif berdinas sebagai perwira militer, Presiden telah mendambakan institusi TNI, khususnya TNI AD diawaki oleh perwira perwira dengan kompetensi dan kualitas
Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
57
Jurnal Yudhagama
kerja yang profesional, modern dan berkelas dunia. Dengan demikian, sekali lagi secara relatif, outcome-nya adalah perwira-perwira yang semakin unggul dibandingkan dengan rekan-rekannya yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Pengamatan para nara sumber ini tidak berarti bahwa kita mendewadewakan sistem pendidikan dan latihan yang berlaku di militer negara-negara maju. Merekapun tidak lepas dari permasalahan dan kekurangan. Karena di sisi lain, kita juga memiliki berbagai keunggulan yang dapat dijadikan sebagai referensi konstruktif bagi militer negaranegara maju tersebut. Terutama jika kita berbicara tentang pengalaman didalam counterinsurgency, counterterrorism, conflict resolution, peacekeeping, dan bagaimana winning the hearts and minds of the people. Dengan demikian, para perwira yang tidak memiliki pengalaman luar negeri pun dapat mengisi dirinya dengan berinteraksi dalam rangka saling belajar dan saling melengkapi antara satu sama lainnya, baik dengan perwira TNI yang kembali dari luar negeri maupun Perwira Asing yang berkunjung ke Indonesia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu haus untuk belajar dari keunggulan yang dimiliki bangsa-bangsa lainnya. Secara objektif, kita harus dapat mengakui bahwa negara berkembang, seperti Indonesia, masih perlu banyak belajar dari apa yang telah dicapai oleh negara-negara maju di dunia, baik dari segi kemajuan ekonomi, pembangunan, teknologi, pendidikan, termasuk kemajuan di bidang pertahanan dan militer. Kita ingin mengejar ketertinggalan, mencapai kesejajaran dan bahkan dapat melebihi negaranegara yang saat ini masuk kedalam klub negara maju, termasuk dalam peningkatan kualitas sumber daya Perwira TNI AD. Tentu ini semua harus didasarkan pada karakter jati diri bangsa serta nilai-nilai luhur budaya Indonesia, yang unik dan memiliki keunggulannya tersendiri. Secara realistis, kita harus cerdas untuk memetik pengalaman berharga dari perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. Terbatasnya kesempatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya perwira TNI AD melalui program-program kerjasama militer dengan negara lain, diharapkan menjadi pemicu bagi TNI AD untuk segera mewujudkan kemandirian dalam rangka mencetak kader-kader perwira yang berkelas dunia. Apa yang disampaikan Presiden selaku Panglima Tertinggi TNI sebagaimana dikutip di awal tulisan adalah wujud perhatiannya terhadap kondisi yang terjadi saat ini. Dalam pembicaraannya lebih lanjut, Presiden menyampaikan harapannya agar lembaga-lembaga pendidikan yang dimiliki TNI AD, bisa menyiapkan perwira-perwira TNI AD yang berkelas dunia, sehingga mampu menghadapi tantangan abad XXI yang tidak semakin mudah. PEMBENAHAN INTERNAL LEMDIK TNI AD : PROSES TIADA AKHIR. Saat ini, Revolution in Military Affairs telah menjadi agenda utama dalam rangka memodernisasi sistem senjata dan peralatan perang sebuah negara. Namun, dengan semakin tingginya ketergantungan terhadap kecanggihan teknologi dan Alutsista, mengharuskan kita untuk meningkatkan human capital, sumber daya manusianya. Dalam mewujudkan hal tersebut, pendidikan yang berkualitas secara berjenjang menjadi kunci utama dalam mencetak prajurit-prajurit dan sumber daya manusia lainnya di bidang pertahanan yang berkelas dunia. Sebenarnya sistem pendidikan di jajaran TNI AD telah berjalan dengan baik. Hal ini bukan saja dikemukakan oleh para nara sumber, tetapi juga oleh Presiden, yang terus mengamati dari luar, berlangsungnya transformasi di lingkungan TNI AD, khususnya dibidang pendidikan. Menurut Presiden, dengan semakin tingginya tantangan tugas, maka semua prajurit, khususnya para perwira, harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti semua level pendidikan yang ada di TNI AD, hingga pendidikan tertinggi, yakni Seskoad. Selanjutnya, konsep scholar soldier yang kini tengah dikedepankan oleh TNI AD harus terus ditingkatkan. Seorang perwira TNI AD tidak cukup hanya berbekal dan mengandalkan kemampuan fisik dan teknis kemiliteran saja, namun dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas serta pemahaman terhadap perkembangan situasi lingkungan strategis regional dan global yang relevan dengan tugas pokoknya. Konsep scholar soldier sendiri menjadi salah satu prasyarat dari sebuah
58
Jurnal Yudhagama
STRATEGI MELIBATKAN SATUAN PENGGUNA. Menurut beberapa nara sumber yang juga para pakar pendidikan, solusi terbaik bagi TNI AD untuk melakukan transformasi dibidang pendidikan adalah dengan melibatkan satuan pengguna. Dalam forum seperti Rabiniscab atau Apel Dansat, atau pun forum akademis lainnya, selayaknya para pimpinan Lembaga pendidikan melakukan komunikasi dengan para pengguna peserta didiknya, terutama atasan langsung satu atau dua tingkat. Apakah para lulusan kursus atau sekolahnya telah memenuhi harapan para pengguna? Apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh para lulusannya? Apa saja materi yang perlu ditambah atau dikurangi di setiap jenis kursus/sekolah itu? Komunikasi seperti itu bisa dilakukan antara Gubernur Akademi Militer atau Danpusdik dengan para Komandan Batalyon misalnya. Atau Komandan Seskoad dengan para Pangkotama. Komunikasi ini juga bukan hanya sebagai feedback bagi lembaga pendidikan, tetapi juga untuk satuan pengguna. Tidak harus selalu masukan dari satuan pengguna merubah kurikulum yang ada. Bisa saja terjadi, karena keterbatasan alokasi waktu, beberapa materi pendidikan justru dikembangkan dan diajarkan di satuan-satuan pengguna. Seperti penggunaan bahasa Inggris misalnya. Tentu akan lebih efektif bila bahasa Inggris dipelihara kemampuannya di satuan setiap hari, dibandingkan hanya mengandalkan pada jam pelajaran di bangku pendidikan. Komunikasi ini harus terus intens dilakukan setiap tahun secara berkesinambungan. Komunikasi dua arah yang terjalin baik antara lembaga pendidikan dan satuan pengguna akan mengeliminir kesenjangan harapan keduanya terhadap para lulusan lembaga pendidikan itu. UNIVERSITAS PERTAHANAN: BABAK LANJUTAN PEMBANGUNAN SDM TNI. Disamping pembenahan lembaga pendidikan di lingkungan TNI AD, Presiden menganggap penting berdirinya sebuah institusi pendidikan untuk mempersiapkan kader-kader pimpinan di bidang pertahanan yang tidak hanya menguasai pengetahuan teknis dan taktis kemiliteran, tapi juga memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan dalam lingkup yang lebih strategis. Presiden memahami bahwa militer hanyalah sebuah komponen dalam sebuah perang maupun dalam pengelolaan pertahanan dan keamanan negara. Dengan demikian diperlukan tingkat pemahaman yang lebih utuh terhadap posisi Indonesia dikaitkan dengan aspek geopolitik, geostrategi dan geoekonomi. Selain itu, diharapkan para perwira TNI memiliki daya analisa terhadap sebuah permasalahan keamanan secara lebih tajam dan komprehensif. Hanya mereka yang mampu berpikir out of the box
60 Volume 33 No. I Edisi Maret 2013
dan outward looking yang akan mampu menghadapi tantangan abad XXI yang sangat kompleks. Tidak sedikit yang berseloroh bahwa tentara itu tugasnya berperang, tidak perlu pintar, yang terpenting adalah loyalitasnya. Komentar seperti ini seringkali diluruskan oleh Presiden. Lulusan terbaik Seskoad 1989 ini menegaskan: Tentara itu ya harus loyal, jago berperang, berkarakter Sapta Marga, sekaligus harus memiliki daya intelektual yang baik. Dengan intelektualitas yang baik, loyalitas tentara akan semakin bermakna. Sebaliknya, tanpa intelektualitas, di tengah kompleksitas dunia yang terus berubah dengan cepat, loyalitas tentara bisa menjadi loyalitas buta yang tidak rasional, yang justru dapat menciderai organisasi secara keseluruhan. Dalam rangka menjawab tantangan untuk memenuhi kualitas sumber daya manusia yang unggul, maka dibutuhkan kehadiran lembaga pendidikan tinggi kredibel dan berkelas dunia, untuk mencetak kader-kader pemimpin yang cakap dalam mengelola berbagai isu pertahanan dan keamanan. Dalam konteks ini, Presiden melalui Kemhan RI telah mendirikan Universitas Pertahanan Indonesia pada awal Maret 2011, yang setara dengan
Jurnal Yudhagama
tulisan, juga akan didapat pemahaman yang lebih baik dari seluruh komponen masyarakat tentang institusi kita. Buku sebagai jendela dunia, dimana semakin banyak karya perwira TNI AD menjadi referensi di lembaga-lembaga pendidikan militer luar negeri, juga akan mempercepat terwujudnya TNI AD sebagai tentara yang berkelas dunia. TRANSFORMASI BIDANG PENDIDIKAN: TANGGUNG JAWAB SELURUH PRAJURIT TNI AD. Berdasarkan pembahasan itu, jalan transformasi kearah postur prajurit TNI AD yang berkelas dunia nampaknya harus selalu dipelihara dengan baik. Upaya pembenahan sistem pendidikan TNI AD dengan memperbaiki kurikulum yang sesuai dengan tantangan tugas kedepan dan melibatkan satuan pengguna dalam prosesnya, serta sinergi dengan Universitas Pertahanan dan membudayakan menulis di kalangan perwira, hanyalah beberapa alternatif penyelesaian masalah, yang mungkin bisa digunakan untuk mewujudkan TNI AD sebagai tentara kelas dunia. Penulis berkeyakinan, masih banyak sumbangan pemikiran dari para perwira TNI AD, yang bisa digali melalui forum serupa atau forum akademis lainnya, agar proses transformasi dibidang pendidikan dapat terwujud dengan baik. Kesemuanya itu tentu membutuhkan komitmen yang kuat dari kita semua. Transformasi dibidang pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab Lembaga Pendidikan, tetapi juga menjadi tanggung jawab kita. Bukankah Universitas sejati adalah pengalaman penugasan di lapangan? Maka feedback terhadap lembaga pendidikan tentunya menjadi sangat penting untuk diberikan oleh seluruh prajurit TNI yang telah mendapatkan ilmu di lembaga pendidikan sekaligus mengimplementasikannya dalam berbagai ragam penugasan. Selanjutnya, paradigma baru TNI dan Doktrin Kartika Eka Paksi yang selalu memerhatikan tantangan tugas abad XXI yang semakin kompleks, merupakan pedoman terbaik yang harus kita pilih, agar keberadaan TNI AD tetap diakui dan prospektif. Insya Allah, TNI AD akan menjadi tentara kelas dunia.
IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton Yonkav-8 Tank / 2 Kostrad 2. Perwira Staf Operasi PPRC TNI 3. Pasi-2/Operasi Yonkav-8 Tank/2 Kostrad 4. Pasi-2/Operasi Yonkav-11/ Kodam IM 5. Wadanki B Yon Mekanis Konga XXIII A 6. Danki Tank 83 Yonkav-8 Tank/2 Kostrad 7. Danki Tank 13 Yonkav-1 Tank/1 Kostrad 8. Danki Kavtai 1/BS Divif-1 Kostrad 9. Kasi Pers Staf Pribadi Kasum TNI 10. Pasi Pulta Ditrenops PMPP TNI 11. Kasi Siap Ops Diternops PMPP TNI 12. Ps. Kepala Sekretariat Staf Pribadi Panglima TNI 13. Pembantu Asisten Sespri Presiden RI
62
Manuver Heli Bell pada Latihan Antar Kecabangan di Baturaja, 29 Agustus 2012
63