You are on page 1of 8

MAKALAH BIOFARMASETIKA

POLIMORFISME BAHAN AKTIF FARMASI

Disusun oleh : ANISA SOFIATUN NURHIDAYAH 3311101087

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2014

I.

PENDAHULUAN Polimorfisme adalah suatu senyawa mengkristalisasi dalam bentuk lebih dari satu

spesies kristalin dengan perbedaan kisi internal. Stabilitas kimia, sifat prosessing atau ketersediaan hayati berubah akibat polimorfisme. Senyawa organik maupun senyawa anorganik yang memiliki minimal dua bentuk kristal yang berbeda dalam bentuk padatnya disebut bentuk polimorfisme. Bentuk polimorfisme ini pada umunya dibedakan atas dua golongan yaitu: 1. Bentuk stabil 2. Bentuk meta stabil Bentuk stabil lebih dikenal sebagai bentuk kristal, sedangkan bentuk amorf pada umunya tidak dalam bentuk metastabil yang lebih populer dengan sebutan bentuk amorf. Bentuk amorf ini tidak dalam bentuk stabil karena pada proses pembuatan atau pada proses penyimpanannya dapat berubah menjadi bentuk kristal yang lebih stabil. Perubahan bentuk amorf menjadi bentuk kristal dapat disebabkan oleh beberapa faktor suhu, dan tekanan dalam waktu cepat atau lambat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pemilihan bahan zat berkhasiat yang berupa amorf perlu diperhatikan apakah bentuk kristal pada awalnya. Sebab apabila pemilihan tersebut terjadi kekeliruan dalam pemilihan bentuk-bentuk tersebut dapat menyebabkan tidak stabilnya sedian farmasi yang dihasilkan. Walaupun bentuk amorf pada umunya mudah larut, sehingga akan diperoleh bioavailablitas yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk kristal yang stabil, tetapi oleh karena itu sifatnya mudah mengalami perubahan bentuk menjdai bentuk yang stabil, maka disarankan untuk tidak menggunkan bentuk kristal amorf dalam sediaan farmasi. Perbedaan antara bentuk amorf dengan bentuk kristal adalah pada perbedaan dalam bentuk kelarutan, titik leleh dan pola difraksi sinar x-nya. Ada beberapa senyawa yang memiliki bnetuk polimorfisme yang dikenal adalah kortison asetat dengan empat bentuk polimorfi, dimana satu bentuk diantaranya stabil dalam media cair. Kloramfenikol palmitat dengan bentuk polimorfik dengan satu bentuk stabil dalam media cair dan lain-lain. Untuk mengetahui bentuk polimerfik suatu bahan berkhasiat atau bahan pembantu dapat digunakan salah satu dari beberapa cara sebagai berikut:

1.

Disolusi, pengamatan terhadap bentuk amorf yang memiliki kecepatan disolusi lebih besar.

2.

Difraksi sinar X, setiap bentuk kristal memiliki susunan kisi kristal yang berbeda dan perbedaan tersebut akan tampak dalam perbedaan spektra sinar X.

3.

Analisa inframerah, adanya perbedaan pada penyusunan kristal akan berpengaruh terhadap energi ikatan molekul sehingga akan berpengaruh pula terhadap spektra inframerahnya.

4.

Differential Scanning Colorimetry and Differenstial thermal analysis. Perubahan satu bentuk polimorfik menjadi bentuk lainnya, juga akan melibatkan

perubahan energi dimana panas yang terbentuk dideteksi oleh alat tersebut. Perbedaan utama dari solida dan bentuk fisik lain adalah apakah padatan berbentuk kristalin atau amorf. Pada karakterisasi Kristal,atom dan molekul ditetapkan secara berulang dalam susunan tiga dimensi,sedangkan pada bentuk amorf, atom atau molekul tersusun secara acak seperti dalam suatu cairan. Semua bentuk amorf dan bentuk kristalin akan dikonversi menjadi bentuk kristalin stabil. Polimorf menstabilkan akan dikonversi menjadi bentuk stabil secara pelahan-lahan atau secara cepat (bergantung zatnya), dan ini merupakan hal yang sangat penting dalam farmasi adalah bentuk yang cukup stabil untuk menjamin usia guna-sediaan dan ketersediaan hayati. Masalah yang terkait dengan keberadaan polimorfisme tidak stabil, kadang-kadang dapat diatasi dengan penambahan eksipien yang memperlambat tranformasi, misalnya metilselulosa untuk novobiosin. II. Polimorfisme Bahan Obat Farmasi

1) Polomorfise Simetidin Telah diketahui bahwa simetidin memiliki tiga bentuk polimorf A, B dan C. Pada umumnya energi termal atau tribomekanik akan mengubah polimorf simetidin. Dalam hal ini, transformasi polimorfik tersebut akan diikuti melalui perubahan disolusi. Polimorf simetidin dihasilkan melalui metode rekristalisai dari berbagai pelarut yang berbeda. Karakterisasi dengan menggunakan DSC, difraktometer Sinar-X serbuk, dan mikroskop electron (SEM).

Penggilingan bahan baku dan polimorf simetidin selama 30. 60, 90, 120, dan 150 menit diikuti dengan uji disolusinya. Transformasi polimorfik terjadi pada polimorf C menjadi bentuk stabil , sedangkan polimorf A dan B masing masing masih dalam bentuk stabil. Polimorf A, B, dan C masing masing menunjukkan crystal habit dan difraktogram yang berbeda. Produk penggilingan bahan baku, A, B, dan C menunjukkan habit yang mirip. Profil disolusi menunjukkan bahwa hasil penggilingan bentuk murni dan polimorf simetidin tidak meningkatkan laju disolusi tetapi bahkan menurunkan. Dapat disimpulkan bahwa polimorf A merupakan bentuk yang paling stabil di antara bentuk polimorf simetidin diikuti B dan C. Dalam profil disolusi, polimorf C menunjukkan laju disolusi terendah dan penggilingan tidak meningkatkan laju disolusi simetidin. Dengan demikian dalam pemilihan bahan baku simetidin diperlukan pemahaman terhadap polimorf yang sebaiknya digunakan dengan tujuan untuk memperoleh sediaan yang baik.

2) Polimorfisme Oleum Cacao a. Bentuk melebur pada 24C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai 0oC. b. Bentuk diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 leburnya 28-31 oC c. Bentuk stabil diperoleh dari bentuk , melebur pada 34-35 0C diikuti dengan kontraksi volume d. Bentuk melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao suhu 20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang sangat dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat dihindari dengan cara : Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan krsital non stabil. Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya seeding). Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.
0

C titik

3) Identifikasi Senyawa Polimorfisme Senyawa Gemfibrozil dengan Metode Kristalografi Gemfibrozil merupakan salah satu senyawa obat yang berkhasiat sebagai senyawa antihiperlipidemia. Sediaan gemfibrozil umumnya berupa tablet atau kapsul. Dalam proses pembuatan sediaan, senyawa obat akan mengalami perlakuan antara lain pelarutan, pemanasan, penggilingan, granulasi, pengempaan, dan lainnya. Proses tersebut dapat menyebabkan terjadinya transformasi polimorfik. Oleh karena itu, dinilai perlu untuk melakukan pemeriksaan keberadaan senyawa polimorfik gemfibrozil dengan metode kristalografi. Tujan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi adanya polimorf gemfibrozil melalui perlakuan-perlakuan tertentu. Gemfibrozil diberikan perlakuan seperti pelarutan, penggilingan dan peleburan. Kemudian dilakukan identifikasi antara lain pemeriksaan titik lebur, habit kristal, gugus-gugus dalam molekul, pola difraksi sinar-X, sifat termal, dan uji pelarutan. Kristal gemfibrozil n-heksan memilki suhu lebur 58,0; asam asetat 58,8; dan metanol-air (1:1) 58,3oC. Habit kristal gemfibrozil perdagangan dan asam asetat berbentuk kristal tidak beraturan yang kasar, sedangkan n-heksan dan metanol-air berbentuk balok. Identifikasi gugus-gugus dalam molekul secara spektrofotometer IR menghasilkan puncakpuncak pada bilangan gelombang yang sama (2923, 1704, 1511, 1608 cm-1). Termogram setiap sampel menunjukkan puncak endotermik pada temperatur 61-62oC. Difraktogram setiap sampel menunjukkan puncak-puncak difraksi pada 2O yang sama yaitu pada 12,2; 14,0; 12,5; 17,4 dan; 16,8o. Gemfibrozil perdagangan menunjukkan jumlah terlarut paling besar daripada kristal gemfibrozil lainnya 4) Polimorfisme Diklofenak Natrium Bentuk kristal natrium diklofenak adalah monoklin jika di rekristalisasi dan diuapkan perlajan atau dari aseton. Bentuk lainnya adalah orthorombus hasil rekristalisasi dari metanol panas yang diuapkan perlahan. Bentuk pseudo-polimorfismenya adalah diklofenak natrium tetrahidrat dan pentahidrat. Untuk meneliti perubahan-perubahan polimorfi senyawa natrium diklofenak ini, dilakukan dengan cara : Rekristalisasi larutan jenuh dalam berbagai pelarut Perlakuan mekanik Perlakuan termik Pemeriksaan habit kristal

Pemeriksaan difraksi sinar x serbuk Pemeriksaan dengan DSC Pemeriksaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) GAMBAR KETERANGAN Habit diklofenak natrium hasil rekristalisasi dari pelarut etanol (pembesaran : mikroskop 40x, kamera 15x)

Habit diklofenak natrium hasil rekristalisasi dari pelarut aseton (pembesaran : mikroskop 40x, kamera 15x)

Habit diklofenak natrium hasil rekristalisasi dari pelarut etanol:air (1:1), (pembesaran : mikroskop 40x, kamera 15x)

Habit diklofenak natrium hasil rekristalisasi dari pelarut aseton:air (1:1), (pembesaran : mikroskop 40x, kamera 15x)

Mikrofotograf SEM kristal diklofenak natrium hasil rekristalisasi sebelum(1) dan sesudah(2) pemanasan 70oC. Keterangan : pelarut rekristalisasi (a) etanol, (b) etanol:air (1:1), (c) aseton, (d) aseton:air (1:1)

III.

KESIMPULAN Polimorfisme adalah kemampuan bhaan berada dalam lebih dari satu bentuk padat.

Polimorfisme dapat menunjukan sifat seperti suhu lebur, morfologi, difraktrometri sinar X serbuk, spektrometri inframerah, laju disolusi interinsik, kelarutan dan stabilitas. Pada tempertaur dan tekanan tertentu, hanya satu bentuk Kristal polimorfisme ( bahan ) yang secara termodinamika stabil. Bentuk yang diinginkan adalah bentuk yang tidak akan berubah-ubah sehingga tidak akan mengalami perubahan dalam sediaan misalnya disolusi. Bentuk polimorfisme stabil selalau menunjukkan kelarutan yang kecil pada temperature tertentu.

DAFTAR PUSTAKA 1. Goeswin Agoes. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB : Bandung 2. Putri, Sabrina. 2011. Oleum cacao. http://id.scribd.com/doc/56234011/Oleum-CacaoMakalah. (21/01/2014) 3. Soewandi, Sunandi Nurono. 2007. Polimorfisme Diklofenak Natrium. J.Sains Tek. Far., 12(1)2007.

You might also like