You are on page 1of 10

Tumbuh Kembang Anak

Sejak kapan anak mulai tumbuh dan berkembang? Seorang anak


mulai tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan. Sebuah
janin yang terbentuk telah dilengkapi dengan organ-organ yang
terus berkembang dan tumbuh hingga siap untuk dilahirkan.
Namun, perkembangan dan pertumbuhan akan terus berlanjut
hingga kira-kira anak berusia 18 tahun.
Otak bayi pada saat lahir, telah berisi 100 miliar neuron (kira-kira
sebanyak bintang dalam galaksi Bima Sakti), dan dilengkapi dengan
1 triliun sel glia (dari kata Yunani yang berarti perekat) yang
membentuk semacam sarang pelindung dan pemberi makan
neuron. Otak telah berisi hampir semua sel syaraf yang akan
dimilikinya, namun pola penyambungan antar sel-sel itu masih
belum mantap.
Neuron-neuron ini bersambungan satu sama lain dengan sangat
kompleks. Jumlah sambungannya bertriliun-triliun. Setiap neuron
rata-rata terhubung ke 15.000 neuron lainnya.
Jika sistem syaraf yang berkembang diibaratkan kabel telepon,
maka kabel-kabel utama jaringan telepon antar wilayah dalam
setiap kota telah tertanam secara tepat. Namun belum dipilah-pilah
untuk membuat sambungan ke rumah-rumah.

Pengalaman adalah arsitek utama otak anak


Penyambungan sistem syaraf pada masa pembentukan otak adalah
pekerjaan terberat. Setelah bayi lahir, terjadi semacam ledakan
penyambungan antar neuron. Neuron otak yang jumlahnya miliaran
itu masing-masing mengadakan hubungan dengan ribuan sel syaraf
lainnya. Mula-mula sel tersebut mengeluarkan semacam serabut
mirip kabel listrik yang disebut axon (yang mengirimkan sinyal) dan
dendrit (yang menerima sinyal). Tujuannya adalah membentuk
sinapsis, suatu struktur seperti sela pemisah. Melalui sela inilah
axon dari salah satu neuron memancarkan sinyal ke dendrit dari
neuron lainnya. Pengiriman sinyal ini hanya dimungkinkan bila axon
dan dendrit hampir bersentuhan (sangat dekat). Dendrit pendek
yang berserabut banyak tidak bergerak, tetapi axon harus melintasi
jarak yang cukup jauh (jika diumpamakan sebagai pejalan kaki,
maka pejalan kaki ini harus menempuh jarak yang jauhnya berkilo-
kilometer).
Molekul-molekul pada ujung axon mencari-cari kandungan protein
yang sesuai, yang dapat mendekatkannya kepada dendrit. Proses ini
dikendalikan oleh gen. Namun, segera setelah terjadi kontak
pertama, saraf mulai menembakkan sinyal, dan apa yang dilakukan
axon itu mulai berperan. Kegiatan neuron mengambil alih peran
pembentukan dengan cara menghaluskan peta kasar secara

1
berangsur-angsur. Kegiatan neuron ini tidak lagi spontan, melainkan
digerakkan oleh banjir pengalaman indera.
Otak manusia harus menyelesaikan sebanyak berkuadriliun-
kuadriliun sambungan. Namun dalam DNA manusia hanya terdapat
100.000 gen. Jika setengah dari jumlah tersebut (kira-kira 50.000
gen) dikhususkan untuk membangun dan memelihara sistem syaraf,
gen sebanyak itu hanya mampu untuk menghasilkan suatu bagian
kecil sambungan dari kebutuhan sebuah otak yang berfungsi penuh.
Gen-gen dalam DNA tidak mungkin menyelesaikan sambungan
syarafnya sendiri.
Syaraf-syaraf otak seorang anak dapat menyambung karena adanya
pengalaman yang diulang-ulang. Setiap kali seorang bayi mencoba
menyentuh suatu benda yang merangsangnya, atau memandang
suatu wajah atau mendengarkan lagu, aliran listrik memancar ke
otak, menghubungkan neuron-neuron menjadi sirkuit yang
terancang dengan baik. Hasilnya adalah tonggak-tonggak tanda
kemajuan perilaku yang menggembirakan orang tua atau
mencemaskan orang tua. Pada usia 2 bulan, misalnya, pusat
pengendalian gerak dalam otak berkembang sampai tingkat
tertentu sehingga anak sanggup menggapai atau menangkap suatu
benda yang dekat. Pada usia ± 4 bulan, korteks mulai memperhalus
sambungan yang diperlukan untuk menangkap kedalaman (jarak
benda) dan melihat dengan dua mata. Dan usia ± 12 bulan, pusat
bicara dalam otak mencapai kesiapan berkembangnya bahasa
(ditandai dengan kata pertama dari bayi).
Otak anak akan membentuk triliunan sambungan antar neuron dan
sekaligus memangkas sinapsis yang berlebihan, dalam 10 tahun
pertama kehidupannya. Perkembangan otak yang pesat ini mulai
berakhir kira-kira pada usia 10 tahun. Selama beberapa tahun
setelah itu, otak akan menghancurkan sinapsisnya yang paling
lemah dan hanya mempertahankan yang telah dibentuk secara
ajaib oleh pengalaman. Gebyaran-gebyaran listrik yang mengalir di
otak dengan menciptakan apa saja (mulai dari gambar penglihatan
dan perasaan senang, sampai mimpi suram dan pikiran liar), akan
memperkuat kelestarian sinapsis dengan cara:
• merangsang gen yang meningkatkan keluarnya faktor
pertumbuhan kuat, dan
• menekan gen yang mengatur enzim penghancur sinapsis.
Setelah masa pemangkasan sinapsis ini, sambungan-sambungan
yang tidak pernah digunakan atau jarang digunakan, akan hilang.
Yang tertinggal adalah otak dengan pola emosi dan pola pikirannya
unik (dalam arti baik maupun buruk). Jendela pengetahuan yang
dibutuhkan bagi perkembangan otak, telah ditutup.
Kelenturan otak mulai menurun pada akhir masa remaja, kira-kira
usia 18 tahun, namun dayanya (kemampuannya) bertambah. Bakat
dan kecenderungan laten yang telah dipelihara telah siap untuk

2
berkembang. Pengalaman-pengalaman yang mendorong kegiatan
neuron dapat diibaratkan sebagai pisau ukir seniman pematung
yang menciptakan bentuk dari sebongkah batu. Adanya bahan
berlebih itu memperluas banyaknya kemungkinan, tetapi
pemangkasan apa yang berlebih inilah yang melahirkan karya seni.
Kelebihan produksi sambungan sinapsis yang disusul dengan
hilangnya kelebihan itulah yang menimbulkan pola dalam otak yang
unik.
Pertumbuhan anak secara fisik dapat kita bedakan menjadi
beberapa periode yaitu:
1. Masa pralahir yang dibagi atas masa mudigah (sejak
pembuahan sampai usia kehamilan 8 minggu) dan masa janin
(usia kehamilan 8 minggu hingga 42 minggu);
2. Masa bayi, mulai sejak bayi dilahirkan hingga usia 1 tahun;
3. Masa prasekolah yang dibagi atas masa batita (1-3 tahun) dan
masa balita (1-5 tahun);
4. Masa sekolah (6-12 tahun);
5. Masa remaja, yang berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan. Untuk anak laki-laki, masa remaja dimulai dari
usia 12,5 tahun sampai dengan usia 18 tahun, sedangkan
untuk anak perempuan dimulai dari usia 10,5 tahun sampai
dengan 18 tahun.
Pertumbuhan berjalan cepat pada tahun pertama, kemudian
berkurang secara berangsur-angsur sampai anak berusia 3-4 tahun.
Pertumbuhan berjalan lambat dan teratur sampai masa akil balik
(12-16 tahun). Pada masa akil balik, pertumbuhan berjalan dengan
cepat lagi yang akan melambat mendekati umur 18 tahun.

Perkembangan Intelektual dan Mental


Pemahaman mengenai perkembangan intelektual dan mental anak,
dapat membantu dalam mengembangkan proses belajar yang cocok
dan tidak membosankan. Proses dan alat pem-belajaran yang sesuai
dengan perkembangan anak pada akhirnya akan memacu
perkembangan dan merupakan tantangan yang tidak membosankan
anak.
Sebagaimana manusia dewasa, perkembangan anak pada dasarnya
kompleks. Aspek-aspek fisik, emosi, kehidupan sosial, maupun
kemampuan mental berkembang secara kompleks dan saling
berpengaruh. Bagi kepentingan pembelajaran dan pendidikan di
sekolah, secara garis besar aspek perkembangan anak yang perlu
diperhatikan pendidik adalah aspek kognitif (pengetahuan) dan
aspek afektif (sikap, mental, nilai moral, sosial). Pada usia anak di
bawah 6 tahun, perkembangan fisik dan kemampuan motorik anak-
anak justru menjadi perhatian dan pertimbangan utama dalam
proses pembelajaran.

3
Beberapa ahli, seperti Jean Piaget (1961) menyatakan bahwa
terdapat beberapa tahapan intelektual anak, yaitu:
• Usia 0-2 tahun disebut masa sensomotorik,
• Usia 2-7 tahun disebut masa pra-operasional,
• Usia 7-11 tahun disebut masa konkrit operasional,
• Usia 11-14 tahun disebut masa formal operasional.
Pada dua tahap pertama, intelektual anak dipengaruhi oleh peranan
pancaindera. Anak memahami suatu pengertian dan konsep melalui
pengalaman pancaindera yang konkrit. Pada dua tahap berikutnya
secara bertahap, anak mulai mengembangkan kemampuan
intelektual dengan menggunakan logika sederhana dalam
memahami persoalan, mengklasifikasi dan membandingkan, dan
seterusnya.
Untuk kelompok usia anak-anak antara 7 - 11 tahun ini, sebagian
pihak mengindentifikasi adanya 6 tingkat utama aspek kognitif,
yaitu:
• Pengetahuan: berorientasi pada fakta, gagasan, dan informasi;
• Pengertian: mampu menyerap makna dari satu informasi atau
pengalaman;
• Aplikasi: menggunakan aturan, prinsip, gagasan, cara yang telah
dimilikinya dalam situasi atau kegiatan tertentu;
• Analisa: memahami komponen dan kaitan setiap bagian dari
benda atau peristiwa;
• Menyusun: mampu mengkombinasikan peristiwa atau
pengalaman untuk diterapkan menjadi sesuatu yang baru;
• Evaluasi: membuat penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap
suatu benda atau peristiwa untuk tujuan tertentu.
Dalam mengembangkan proses pembelajaran, tingkatan aspek
kognitif ini sangat membantu untuk menyusun suatu proses yang
dimulai dengan pencapaian tingkat paling bawah dan secara
bertahap berkembang sampai tingkat selanjutnya.
Anak usia 9-10 tahun mulai mengembangkan logika mereka untuk
memecahkan masalah sederhana, mengelompokkan dan
mengklasifikasi berbagai hal, serta mulai menggunakan
pemahaman mengenai ukuran dan perbandingan. Anak-anak mulai
mengembangkan penilaian berdasarkan alasan-alasan subyektif,
meskipun telah memahami adanya aturan-aturan. Mereka juga
memahami benda terdiri dari berbagai unsur dan
mengelompokkannya. Namun pada umumnya, mereka masih
berpikir secara “hitam-putih” dan masih tergantung kepada orang
dewasa untuk membantu pemecahan masalah yang dihadapinya.
Dalam tahap ini, anak dapat mulai diperkenalkan dan mempelajari
berbagai informasi mengenai lingkungan di sekitarnya. Bahkan

4
mereka sebenarnya mulai belajar untuk terlibat dan mengelola
sebuah kegiatan sederhana, sesuai dengan perkembangan
kemampuan pengamatan, mengorganisir, membandingkan, dan
menerangkan.
Tahap ini (9-10 tahun) adalah tahap yang baik untuk memulai
proses pembelajaran sesuatu yang “baru” yang terfokus pada
peningkatan pengetahuan dan pembentukan sikap mereka. Proses
pembelajaran dapat ditujukan untuk pengembangan kemampuan
berpikir mereka, misalnya dengan melibatkan mereka dalam sebuah
percobaan yang memberikan rangsangan untuk melakukan
pengamatan, perbandingan, dan mendiskusikan beberapa
pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan satu topik bahasan
tertentu.
Pada usia 11 tahun ke atas (tahap formal operasional), anak-anak
mulai berpikir pada hal-hal yang lebih abstrak dan mulai
mengembangkan analisa berdasarkan perkiraan dan pola berpikir
deduktif. Dengan petunjuk yang sederhana, anak-anak dapat
melakukan analisa suatu peristiwa dengan pemahaman mengenai
kombinasi, proporsi, dan kaitannya dengan aspek lainnya. Bahkan
tidak jarang sebagian anak-anak pada usia ini sudah
mengembangkan abstraksi pemikiran yang sedikit lebih tinggi.
Anak-anak dalam tahap formal operasional ini dapat mulai belajar
untuk mencari alternatif dan gagasan terhadap masalah. Meskipun
masih dimungkinkan adanya analisa yang mengacu pada pikiran
“hitam-putih”, namun anak-anak sebenarnya mulai mampu berpikir
mengenai peristiwa yang kompleks.

Mental, Etika dan Moral


Sistem nilai merupakan gabungan dari keyakinan dan sikap yang
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lingkungan, pendidikan, dan
kepribadian. Interaksi dalam keluarga, sekolah, teman sebaya,
bahkan menonton televisi, membaca, dan kehidupan bersama
masyarakat pada umumnya, telah memberikan pengaruh pada
pengembangan keyakinan, sikap, dan pada akhirnya sistem nilai
yang dimiliki setiap orang.
Pengembangan mental, etika, dan moral ini sepertinya tidak pernah
selesai. Hampir setiap orang pasti pernah mengalami “konflik”
maupun “kebimbangan” dalam bersikap dan bertingkah laku. Di
satu sisi, kita didorong oleh keinginan untuk memenuhi kepentingan
dan kebutuhan pribadi. Namun di sisi lainnya kita juga harus
berhadapan dengan kepentingan dan nilai-nilai umum dari
masyarakat. Misalnya secara pribadi, suatu sikap kita nilai sebagai
tidak baik, namun dianggap baik oleh masyarakat secara umum.
Atau kadang kala kita menghadapi kondisi sebaliknya, ketika secara
pribadi kita menganggap baik suatu sikap, namun masyarakat pada
umumnya menganggap sikap tersebut tidak baik.

5
Anak-anak usia 7-11 tahun mulai mengembangkan kemampuan
menilai sesuatu yang dianggap benar dan salah berdasarkan
pendapat mereka sendiri. Bahkan kadang-kadang mereka mencoba
berontak terhadap aturan umum (kadang mengerti berbohong).
Anak-anak cenderung melihat dunia dari kacamata sendiri, bahkan
terkesan “melawan” terhadap nilai-nilai umum. Mereka juga mampu
menilai sebuah perilaku dari kosekuensi yang dihadapinya.
Pada tahap ini (7-11 tahun) sebenarnya proses pembelajaran dapat
mulai memperkenalkan materi yang cukup kontroversial. Materi
yang mendorong anak-anak untuk mengungkapkan pendapat dia
dan memahami pendapat anak lain terhadap isu tertentu.
Anak-anak yang berusia lebih tua, sekitar usia 11-15 tahun (tahap
formal operasional), mulai mengembangkan kepribadian yang unik
dan rasa ego dirinya. Anak-anak mulai memahami tingkatan dan
penggolongan dari “kesalahan’ dan “hukuman”. Dalam kehidupan
sosial, mereka mulai mengerti perlunya kerjasama dengan orang
lain untuk mencapai satu tujuan. Dengan kata lain, mereka mulai
menerapkan keseimbangan antara keinginan pribadi dengan
tuntutan nilai kelompok atau masyarakat.
Tahapan ini dianggap sebagai tahap yang tepat untuk mendorong
anak-anak mengevaluasi perilaku mereka sendiri dan dampak dari
perilaku tersebut terhadap lingkungan dan orang lain. Beberapa
kalangan kemudian menambahkan, bahwa perkembangan mental,
etika, dan moral berkembang secara bertahap dan terkait dengan
perkembangan intelektual anak-anak.

Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik


Pembelajaran seseorang sejak kanak-kanak, dapat dibedakan
menjadi tiga ranah (wilayah) belajar yaitu:
• Kognitif (pengetahuan, informasi, serta keterampilan intelektual
lainnya);
• Afektif (sikap, nilai-nilai, serta apresiasi-apresiasi); dan
• Psikomotor (penggunaan gerak dan koordinasinya).
Setiap anak harus menjalani pembelajaran pada tiga ranah
tersebut. Pembedaan ranah belajar ini dimaksudkan untuk
mempermudah para pendidik dalam membantu pembelajaran anak.
Ranah Kognitif melibatkan asimilasi informasi dan pengetahuan.
Mencakup dari yang paling sederhana seperti ‘mengingat’ hingga
membentuk ‘hubungan’ baru. Bloom dkk. membagi ranah kognitif
ini menjadi 6 tingkatan intelektual yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge): mengingat informasi;
2. Komprehensi (comprehension): menginterpretasikan
informasi;
3. Aplikasi (application): menerapkan informasi;

6
4. Analisis (analysis): memecah informasi menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil;
5. Sintesis (synthesis): menggabungkan elemen-elemen
informasi untuk membentuk suatu keseluruhan yang baru;
6. Evaluasi (evaluation): membuat penilaian berdasarkan
kriteria-kriteria yang disepakati.
Ranah Afektif melibatkan sikap, perasaan dan emosi. Mencakup
mulai dari kesadar-tahuan mengenai suatu nilai hingga internalisasi
sekelompok perasaan-perasaan dan nilai-nilai untuk membentuk
pola perilaku (karakter). Ranah Afektif terdiri dari 5 tingkatan sikap,
ketertarikan, dan/atau keterlibatan personal (Krathwohl dkk.), yaitu:
1. Menerima (receiving): menarik perhatian pembelajar;
2. Menanggapi (responding): kemauan/keinginan pembelajar
untuk membalas atau bertindak;
3. Mengenakan nilai (valuing): mengambil sikap;
4. Pengorganisasian (organizing): membuat penyesuaian atau
keputusan dari beberapa alternatif yang ada;
5. Pengembangan karakter (characterization of value complex):
mengintegrasikan kepercayaan, gagasan-gagasan, dan sikap-
sikap ke dalam suatu filosofi.
Ranah Psikomotor melibatkan gerak atletik, gerak manual, atau
keterampilan gerak fisik. Mencakup mulai dari peniruan gerakan
sederhana hingga keterampilan fisik yang membutuhkan
pengkoordinasian syaraf otot yang kompleks.
Meskipun ranah psikomotor yang mencakup 6 tingkatan perilaku
(mulai dari gerak refleks hingga gerakan terlatih) telah
dikembangkan oleh Bloom, namun klasifikasi ini sulit untuk
diinterpretasikan dalam pembelajaran. Sebagai gantinya, skala
aktivitas fisik lainnya (Kibler) lebih membantu bagi para pendidik,
yaitu:
• Gerakan kasar tubuh (gross body movement): bahu, lengan, kaki
dan paha (motorik kasar).
• Gerakan yang terkoordinasi baik (finely coordinated movements):
tangan dan jari; tangan dan mata; tangan dan telinga; tangan,
mata, dan kaki (motorik halus).
• Komunikasi nonverbal (nonverbal communication): ekspresi
muka, bahasa tubuh, gerakan tubuh.
• Perilaku bicara (speech behaviors): memproduksi dan
memproyeksikan suara, koordinasi suara dan gerak isyarat.
Bagi kepentingan pendidikan anak, berkaitan dengan tumbuh
kembang anak, ranah-ranah pembelajaran tersebut kemudian
dijabarkan sebagai berikut:

7
1. Kemampuan Motorik, dibedakan menjadi:
• Motorik halus, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan
gerakan halus yang biasanya dimungkinkan oleh adanya
koordinasi tangan dan mata (misalnya memegang benda
kecil). Kemampuan ini adalah rangkaian gerakan yang berawal
dari mata. Misalnya mengikuti sasaran titik, menggoyang ibu
jari, membuat menara dari kubus, membolak-balik halaman
buku satu per satu, meng-gunakan sendok walaupun masih
tumpah, memegang alat tulis dan menggunakannya dengan
benar. Mengambil gelas dan minum tanpa dibantu, memutar
pegangan untuk membuka pintu, mencuci dan mengeringkan
tangan, meronce, mencontoh lingkaran, bujur sangkar, belah
ketupat, dan garis silang, menggunting pada garis, mengikat
tali, serta mencontoh huruf dan kalimat.
• Motorik kasar, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan
gerakan yang dilakukan oleh bagian tubuh secara
keseluruhan. Kemampuan ini pada anak meliputi kegiatan
merangkak, berjalan, berlari dengan kaki, melompat dua kaki
dan tidak jatuh, berdiri dengan satu kaki, menyundul bola,
melempar bola memakai tangan dan lengan, lari berjingkat,
jalan di atas titian, melompat tali dengan atau tanpa
pertolongan, menendang bola ke depan, naik tangga, naik
sepeda roda tiga dan berjalan mundur.

2. Kemampuan Pengamatan dan Ingatan Visual:


Kemampuan ini menitikberatkan pada persepsi atau pendapat anak
mengenai sesuatu hal yang dilihat dan diamati, yaitu:
• Pengamatan Visual dengan mengelompokkan warna, bentuk,
ukuran yang sama, mencocokkan lambang bilangan,
mencocokkan huruf, mencocokkan arah gambar yang sama. Juga
mempersepsi berbagai gambar yang dijadikan satu serta
mencocokkan kata.
• Ingatan Visual anak dimulai dari mampu mengingat gambar
binatang, menyebut benda yang diingat, mengingat warna yang
berurutan, mengingat dan menempatkan urutan bentuk,
mengingat tempat gambar sesuai dengan urutannya, mengingat
urutan gambar bentuk dan mengingat kata.

3. Pengamatan dan Ingatan Auditori:


Keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan pendengaran:
• Pengamatan Auditori anak dimulai dengan mampu mengetahui
arah asal suara, mengenal suara atau bunyi, mengenal
perbedaan suara atau bunyi, mencocokkan asal suara yang
sama, mendengarkan perbedaan kata yang hampir sama,
mampu mendengar kata bersajak, dan mengelompokkan suara
dari kata berakhiran sama.

8
• Ingatan auditori, meliputi kemampuan mengingat guna
menjalankan beberapa perintah, mengulang satu kalimat,
mengulang ketukan sesuai dengan urutannya, mengulang
bilangan, mengingat fakta dalam cerita, dan mengulang bunyi
huruf.

4. Kemampuan Bahasa:
Keterampilan yang berkaitan dengan mengungkapkan atau
menjelaskan sesuatu. Kemampuan ini dimulai dari memberikan
informasi tentang diri sendiri, menerangkan benda-benda
sederhana, menghubungkan kata dengan gambar, menerangkan
kata-kata, serta memahami dan memakai bahasa.

5. Keterampilan Berpikir:
Kemampuan ini berkaitan dengan daya pikir anak melalui
pengenalan nilai bilangan, mengetahui atas-bawah, posisi tengah-
samping, menceritakan persamaan dan perbedaan dua benda,
urutan bilangan serta mengelompokkan dua benda dalam dua cara.

6. Kemampuan Sosial-Emosional:
Kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan untuk
mengendalikan diri sendiri dan bersosialisasi dengan lingkungan.
Kemampuan ini dalam diri anak terlihat dari kelancaran bicara,
menyesuaikan dengan rutinitas sekolah, sanggup mengatasi
kebosanan, bangga atas keberhasilan, bisa menahan emosi,
berkomunikasi dengan orang dewasa, menerima kondisi dengan
teman yang berbeda, menghargai kebutuhan teman, sadar akan
perasaan orang, serta bisa bermain dan bekerja sama.
Dalam kaitannya dengan tumbuh kembang anak, ranah-ranah
pembelajaran ini menjadi perlu untuk dilaksanakan dengan baik
hingga anak berusia kira-kira 18 tahun. Meskipun pada masa pra-
sekolah adalah masa-masa kritis bagi tumbuh kembang anak,
namun masa sekolah dan remaja tidaklah kalah pentingnya.
Perkembangan otak anak yang terjadi hingga kira-kira usia 10
tahun, memberikan peluang bagi ranah-ranah pembelajaran.
Setelah usia 10 tahun (untuk beberapa tahun berikutnya), sinapsis-
sinapsis yang terhubung lemah akan dimusnahkan. Hal ini tidak
berarti bahwa pembelajaran akan menjadi sia-sia. Hingga usia anak
mencapai kira-kira 18 tahun, pembelajaran ranah-ranah tersebut
masih sangat bermanfaat. Setidaknya, sinapsis-sinapsis yang lemah
masih dapat ‘digoreskan’ agar meninggalkan jejak (jika tidak dapat
dipertahankan).
Di sisi lainnya, meskipun kemampuan otak anak untuk belajar
sangat tinggi hingga anak berusia kira-kira 10 tahun, pem-belajaran
yang diserapnya tidaklah kemudian siap digunakan secara optimal.
Pada masa pemangkasan sinapsis, sesungguhnya juga terjadi
pemantapan atas hal-hal yang dipelajari otak. Kadang, untuk
beberapa hal, jangka waktu pemantapan yang dibutuhkan cukup

9
lama, misalnya untuk keterampilan membaca dan mendengar.
Antara usia 4-7 tahun, anak mulai belajar membaca. Biasanya,
proses belajar membaca ini didampingi orang dewasa. Orang
dewasa mendengarkan anak membaca dan memberi bantuan yang
diperlukan. Meskipun keterampilan membaca telah dimulai sejak
usia 4 tahun, dan mendengar telah dimulai sejak lahir, namun
kemampuan membaca dan mendengar baru mulai menyatu kira-
kira saat anak duduk di kelas 2 SMP. Berarti rata-rata dibutuhkan
waktu 6 hingga 8 tahun sekolah agar anak mampu membaca
seefisien dan secakap dia mendengar.
Periode sekolah dan remaja adalah periode pemantapan dan
pengitegrasian agar keterampilan-keterampilan yang dipelajari anak
menjadi efisien dan cakap.

10

You might also like