You are on page 1of 65

Cermin 1995

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

102/
Kardiovaskuler
Juli 1995

Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Hasil Segera Percutaneous Transvenous Mitral Commisurotomy
(PTMC) Menggunakan Teknik Kateter Balon Inoue, April 1991 –
Juni 1993 – Pengalaman di Surabaya – Winarto, Iwan N. Boestan,
Moh. Yogiarto, Jeffrey D. Adipranoto, Iswanto Pratanu
14. Regresi Aterosklerosis – Sunoto Pratanu
19. Kadar Lemak Darah pada Pekerja Bergilir di Suatu Instalasi
Pengeksporan Minyak dan Gas Bumi – Sudjoko Kuswadji
24. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani Pelajar
SLTA di Jakarta – Ch. M. Kristanti
Karya Sriwidodo WS
28. Pengaruh Garlic terhadap Penyakit Jantung Koroner – Priyo
Sunarto, Budi Susetyo Pikir
33. Radikal Bebas – Sifat dan Peran dalam Menimbulkan Kerusakan/
Kematian Sel – Retno Gitawati
37. Proses Berhenti Merokok – Tjandra Yoga Aditama, Ida Bernida
41. Tinjauan Sekilas tentang Penyekat Beta – Sunoto Pratanu
45. Stroke – Masa Kini dan Masa Yang Akan Datang – Djoenaidi
Widjaja
53. Uji Banding secara Klinis antara Cefixime dengan Kombinasi
Amoksisilin – Asam Klavulanat pada Penderita Otitis Media Akuta
(penelitian pendahuluan) – Tedjo Oedono
57. Aplikasi Teknik Nuklir untuk Kesehatan Manusia – Rochestri
Sofyan
61. Produk baru : Reotal
62. Abstrak
64. RPPIK
Pernyakit kardiovaskular akan makin berperan penting dalam
menentukan tingkat kesehatan seseorang, terutama dengan makin
meningkatnya usia harapan hidup rata-rata.
Mengingat penyakit ini ditentukan/dipengaruhi oleh beberapa faktor
risiko, maka sebenarnya dapat dicegah atau dikurangi kemungkinan
timbulnya melalui penanganan faktor-faktor tersebut dengan baik. Beberapa
faktor tersebut, antara lain kesegaran jasmani, proses aterokierosis, radikal
bebas dan merokok akan dibahas dalam nomor ini, bersama dengan
beberapa artikel lain mengenai obat-obat penyekat beta dan hasil
pembedahan komisurotomi mitral dan Surabaya yang dapat mengatasi
stenosis mitral dengan cukup baik.
Artikel mengenai stroke yang cukup luas pembahasannya juga di
sertakan, semoga dapat memperluas wawasan sejawat mengenai usaha
usaha penanganan penyakit yang masih merupakan masalah ini.

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


Cermin 1995

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. R.P. Sidabutar – Prof. DR. B. Chandra
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
PELAKSANA Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Sriwidodo WS Bagian Ilmu Penyakit Dalam Surabaya.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
TATA USAHA Jakarta. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sigit Hardiantoro Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Semarang.
ALAMAT REDAKSI Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
– DR. Arini Setiawati
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Bagian Farmakologi
Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. Jakarta,
Telp. 4208171/4216223 – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno – Prof.DR.Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
SKM, MScD, PhD. Laboratorium Ortodonti
NOMOR IJIN Bagian Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta
Universitas Indonesia, Jakarta
Tanggal 3 Juli 1976
REDAKSI KEHORMATAN
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PENCETAK Zahir MSc.
PT Temprint – DR. Ranti Atmodjo – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta, Telp. 4208171/4216223
disukai bila panjangnya kira-kira 6 – 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.
English Summary
SHORT-TERM RESULTS OF PERCU- dure with good immediate out- lationship using data collected
TANEOUS TRANSVENOUS MITRAL come. by the Physical Fitness Study on
COMMISUROTOMY (PTMC) WITH Senior High School Students in
Cermin Dunia Kedokt, 1995; 102:5–13
INOUE BALLOON CATHETER TECH- Jakarta.
W. dkk
NIQUE IN SURABAYA, APRIL 1991 – A total of 1016 students (95%
JUNE 1993 were 12-19 years of age) consist-
ing of 54% boys and 46% girls were
Winarto, Iwan N. Boestan, Moh. involved in the study, and the
Yogiarto, Jeffrey D. Adipranoto, VO2 max was measured through
Iswanto Pratanu the ciclo ergometry test; among
Dept. of Cardioloqy, Faculty of Medi- those tested, the cardiorespira-
cine, Airlangga University, Surabaya, In-
tory endurance of 52% of
donesia
samples was considered as bad.
During April 1991-June 1993 The VO2 of boys was 7 ml/kg
PTMC (Inoue method) was per- body weight/minute greater than
formed on 102 subjects with symp- of girls. The average VO2 max of
tomatic mitral stenosis, consist of boys was 38.01 ml/body weight/
32 males and 70 females, Mean minute, while the average of
of age was 33,12 ± 10.50 years. girls was 30.82 ini/body weight/
Atrial fibrillation was found in 42,2% minute. VO2 max was signifi-
of patients. All patients had mitral cantly influenced by sex, age,
valve score (Wilkins)≤ 8 and 53,9% BMI, physical exercise and Hb.
patients had moderate-severe An increase of 1 kg/m2 BMI was
pulmonary hypertension. Mitral followed by a reduction of 1.05
regurgitation (MR) +1 was found ml/kg body weight/minute VO2
in 15,6% patients and MR +2 in FACTORS INFLUENCING THE PHY max. A monthly increase of physi-
4,1%. Immediate after PTMC, the SICAL FITNESS AMONG HIGH- cal exercise by 1 hour was follow-
mitral valve gradient, pulmonary SCHOOL STUDENTS IN JAKARTA ed by an increase of 0.02 ml/kg
artery pressure, left atrial pressure body weight/minute VO2 max. A
Ch. M. Kristanti one year increase of age was
and pulmonary vascular resist-
Health Research and Development followed by a 0.47 ml/kg body
ance were decreased signifi- Board, Department of Health, Indonesia,
cantly (p<0.05). Mitral valve area, weight/minute reduction of VO2
Jakarta
cardiac output, pulmonary func- max. The reduction of VO2 max
tion and functional capacily were was occured earlier than of the
increased significantly (p < 0.05). The purpose of this analysis general cases. An increase of 1
PTMC was successful in 92.1 5%, was to provide information on g/100 ml Hb was followed by the
suboptimal in 5,88% of patients. the relationship between max reduction of 0,31 ml/kg body
The complications of the proce- VO2 and several variables includ- weight/minute VO2 max. These
dure were cardiac tamponade ing sex, body mass index (BMI), five variables explained the 25%
(1%), severe mitral regurgitation physical exercise, age, hemo- variations of VO2 max.
(1%), death (3%) and artificial globin (Hb) among Senior High
ASD (11.8%). School students in Jakarta. A
Cermin Dunia Kedokt. 1995; 102: 24-7
We concluded that PTMC is a linear regression model was Ch MK
relatively safe alternative proce- applied to demonstrate such re-

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


Artikel
HASIL PENELITAN

Hasil Segera
Percutaneous Transvenous Mitral
Commisurotomy (PTMC) Menggunakan
Teknik Kateter Balon lnoue, April 1991 -
Juni 1993 - pengalaman di Surabaya
Winarto, Iwan N. Boestan, Moh Yogiarto,Jeffrey D. Adipranoto, Iswanto Pratanu
Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

RINGKASAN
Selama periode April 1991 – Juni 1993 telah dilakukan PTMC dengan menggunakan
metode Inoue pada 102 penderita terdiri dari 32 pria dan 70 wanita. Umur rerata 33,12 ±
10,50 tahun. Irama AF didapatkan pada 42,2% penderita. Semua penderita mempunyai
skor katup mitral (Wilkins) ≤ 8 dan hipertensi pulmonal sedang-berat didapatkan pada
53,9% penderita. Penderita dengan MR + 1 sebanyak 15,6% dan MR +2 sebanyak 4,1%.
Segera setelah PTMC terdapat perbaikan parameter hemodinamik berupa penurunan
gradien mitral, tekanan arteri pulmonalis, tekanan atrium kiri dan tahanan vaskuler paru
secara bermakna (p <0,05). Luas katup mitral, curah jantung meningkat secara bermakna
(p < 0,05). Demikian pula faal paru dan kapasitas fungsional meningkat beberapa hari
setelah PTMC secara bermakna (p <0,05). PTMC berhasil baik pada 92,15% penderita
dan suboptimal pada 5,88% penderita. Komplikasi yang terjadi berupa tamponade
jantung (1%), MR berat akut (1%), kematian (3%) dan ASD buatan sebesar 11,8%.
Pada penelitian ini PTMC dengan metode Inoue merupakan terapi alternatif yang
relatif aman dengan hasil segera yang cukup baik.

PENDAHULUAN PTMC bukanlah teknik yang relatif mudah, pengalaman opera-


PTMC dengan menggunakan teknik kateter balon Inoue tor dan seteksi penderita yang tepat menentukan keberhasilan
pertama kali dilaporkan oleh Inoue dkk pada tahun 1984(1). Sejak yang optimal dengan komplikasi yang minimal(5,7).
itu banyak sarjana yang meneliti efektifitas penggunaan kateter
TUJUAN PENELITIAN
balon Inoue untuk terapi penderita mitral stenosis yang mem-
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan
punyai keluhan. Ternyata penelitian tersebut mendapatkan per-
teknik PTMC, perubahan hemodinamika segera setelah PTMC,
baikan hemodinamika dan keluhan penderita segera setelah
kegagalan teknik dan komplikasi tindakan PTMC, serta meng-
PTMC(2-12). Terpisahnya komisura katup mitral tampaknya me-
evaluasi perubahan klinis (uji latih beban jantung dan faal paru).
rupakan mekanisme suksesnya valvotomi dengan teknik ini(21,22).
Oleh karena itu banyak sarjana berpendapat bahwa PTMC de-
METODE PENELITIAN
ngan teknik kateter balon Inoue merupakan terapi alternatif di
samping pembedahan, cukup aman dan efektif dibandingkan Seleksi penderita
koreksi bedah untuk terapi mitral stenosis. Walaupun demikian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dari 102 penderita

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 5


mitral stenosis yang menjalani PTMC di Bagian Kardiologi FK hemodinamik (Tabel 1).
Unair/RSUD Dr. SoetomoSurabaya selama periodeApril 1991–
Juni 1993. Sebelum seleksi penderita, dilakukan pemeriksaan Tabel 1. Karakteristik Penderita
fisik, EKG istirahat, X-Foto polos dada, ekokardiografi, labora- Parameter n Nilai
torium, uji latih beban jantung serta faal paru. (Gambar 1). Umur (tahun) 102 33,12 ± 10,50
Sex : Laki-laki 32 31,4 %
Gambar 1. Alur Penelitian Wanita 70 68,6 %
NYHA : Klas II 85 83,3 %
Klas III 17 16,7 %
Irama : Sinus 59 57,8 %
AF 43 42,2 %
CTR : > 50% 88 86,2 %
< 50% 14 13,8 %
Katup Bioprotesis I 1 %
Diameter LA (mm) 102 46,47 ± 7,43
Diameter LA ≥ 60mm 4 3,9 %
Skor-Eko katup mitral 102 5,25 ± 1,37
Skor-Eko: > 8 0 0 %
≤8 102 100 %
Uji Latih Beban (Mets) 88 4,43 ± 1,76
Faal Paru : VC (%) 52 65,17 ± 14,54
FVC (%) 52 65,45 ± 13,61
FEVI ( %) 52 76,71 ± 13,51
MBC (%) 52 71,67 ±17,34
PHT : positif (+) 90 89,2 %
sedang-berat 54 53,9 %
Mitral Regurgitasi (MR)
(kriteria Seller) :
Negatif (–) 82 80,3 %
Positif (+) I 16 15,6 %
Semua penderita yang menjalani PTMC sudah memenuhi Positif (+) II 4 4,1 %
kriteria seleksi untuk PTMC. Pada tahap awal PTMC yang di- Kalsifikasi < +3 102 100 %
lakukan di Surabaya, seleksi penderita dilakukan secara ketat
yaitu gabungan dari kriteria menurut Inoue dan Hung JS(5,7).
Palacios(9) Vahanian(12) yaitu : Dari 102 penderita, 70 (68,6%) adalah wanita. Umur rata-
1. Mitral stenosis dengan keluhan (MVA < 1,5 cm2). rata adalah 33 tahun (13–66 th). Semua penderita dalam keadaan
2. Katup mitral masih lentur (pliable), tanpa adanya perlekat- dekompensasi kordis : 85 (83,3%) penderita termasuk NYHA
an subvalvar yang sangat. klas II, dan hanya 17 (16,7%) yang termasuk NYHA klas III.
3. Tidak mengalami tromboemboli dalam 2 bulan terakhir. Irama AF didapatkan pada 43 (42,2%) penderita. CTR > 50%
4. Tidak didapatkan trombus di LA pada pemeriksaan ekokardi- didapatkan pada 88 (86,2%) penderita. Diameter LA secara eko-
ografi. kardiografi rata-rata 56,47 mm (33–64 mm) dan hanya 4 pen-
5. Tidak mempunyai MR lebih dari +2 (kriteria Seller). derita yang mempunyai LA > 60mm. Skor katup mitral (Wilkin)
6. Tidak didapatkan kontra indikasi untuk kateterisasi trans- rata-rata 5,25; semua penderita mempunyai skor ≤ 8. Ujilatih
septal misalnya: septum atrium yang sangat tebal, kelainan ben- bebanjantung rata-rata sebelumPTMC adalah4,43 Mets (2,5–9
tuk kardiotorasik, dan kelainan perdarahan. Mets). Faal paru sebelum PTMC menunjukkan restniksi berat
7. Tidak didapatkan penyakitjantung koroner. dan obstruksi ringan. PHT sedang/berat didapatkan pada 54
8. Stadium akhir dan mitral stenosis. (53,9%) penderita. Mitral Regurgitasi +1 dan +2 (kriteria Seller)
9. Kombinasi dengan penyakit katup lainnya. didapatkan pada 20 (19,7%) pasien.
10. Kombinasi dengan penyakit lain.
11. Penderita menolak operasi atau tidak mungkin dilakukan Cara kerja PTMC
operasi karena ada penyakit lain yang berat. PTMC dilakukan dengan teknik kateter balon Inoue(2,7).
Selanjutnya indikasi utama PTMC pada MS dilakukan bagi Heparin 100–150 IU/kgBB diberikan setengah takaran pada
setiap penderita yang disertai dengan keluhan. Sedangkan kontra permulaan kateterisasi dan setengahnya lagi diberikan setelah
indikasi PTMC adalah mereka yang mempunyai MR berat (+3 – septotomi. Dilakukan kateterisasi jantung kanan dengan meng-
+4), serta adanya trombus di LA yang bersifat mobil, trombus gunakan kateter thermodilution Swan-Ganz untuk pengukuran
yang baru terjadi, melekat pada septum, trombus yang menonjol hemodinamika standar, berikut oximetri serta pengukuran curah
ke arah atrium kiri dan pada trombus yang sampai menutup jantung semenit(39). Kemudian dilakukan kateterisasi jantung
katup mitral(4,8,13,18,26,42,43). kiri serta angiografi ventrikel kiri dengan menggunakan kateter
pigtail 7F untuk evaluasi hemodinamika standar serta adanya
Populasi penderita MR. Penderita dengan MR +3 ke atas tidak menjalani PTMC(2).
Karakteristik penderita meliputi klinis, EKG, Ekokardio- Setelah itu dilakukan kateterisasi transeptal dengan menggunakan
grafi, x-foto polos dada, ujilatih beban jantung, faal paru serta kateter transeptal dari Mullins dan jarum Brokenbrough(2). Ke-

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


mudian dilakukan pengukuran perbedaan tekanan di LA-LV saat dan sebelum penderita keluar dari rumah sakit. Faal paru yang
diastolik secara simultan. Bila beda tekanan LA-LV saat diasto- diukur adalah VC, FVC, FEVt, MBC. Compliance paru tidak
lik melebihi 10 mmHg, maka dilanjutkan dengan PTMC. Ukuran dikerjakan oleh karena keterbatasan sarana(27,44). (Gambar 1).
kateter balon Inoue yang dipakai adalah 24, 26, 28 mm. Ukuran
Analisis statistik
balon yang dipakai ditentukan dengan formulasi tinggi badan
Seluruh parameter dihitung rata-ratanya dari standar bias-
penderita yaitu:
nya. Perubahan hemodinamika, uji latih beban jantung dan faal
Diameter maksimal balon = tinggi badan (cm) / 10 + 10
paru sebelum dan sesudah PTMC dianalisis dengan mengguna-
(Tabel 2).
kan student paired t-test. Nilai p <0,05 ditentukan sebagai
Tabel 2. Catheter Selection Guide by Patient’s Height kemaknaan statistik.
Catheter Diameter Range, (mm) Height, (cm) Kriteria keberhasilan peningkatan MVA akibat PTMV(14,25).
PTMC-30 26–30 > 180 Berhasil baik : Bila MVA setelah PTMC > 1,5 cm2 dan terjadi
PTMC-28 24–28 > 160 kenaikan MVA > 25% dari MVA sebelumnya.
PTMC-26 22–26 > 147
PTMC-24 20–24 ≤ 147 Kurang berhasil : Bila MVA setelah PTMC antara I – < 1,5 cm2
tetapi kenaikan MVA ≥ 25% dari MVA sebelumnya.
Peniupan balon dilakukan dengan teknik dilatasi stepwise; Tidak berhasil : Bila MVA setelah PTMV < 1 cm2 dan kenaikan
diameter peniupan balon yang pertama kali adalah 2–4 mm di MVA < 25% dari MVA sebelumnya.
bawah target ukuran balon maksimal, kemudian dapat ditingkat-
kan t–2 mm setiap kali peniupan. Setiap kali setelah peniupan HASIL
balon ditakukan pengukuran perbedaan tekanan LA-LV saat Keberhasilan PTMC
diastotik dan dilakukan evatuasi MR dengan auskultasi. Kemu- Prosedur PTMC dapat disetesaikan pada 100(98,1%) pen-
dian ditakukan ulangan angiografi ventrikel kiri untuk kon- derita, gagal pada 2 (1,9%) penderita. Dari 100 penderita yang
firmasi MR. Setelah itu dilakukan kateterisasi jantung kanan PTMC nya selesai, 94 (92,15%) penderita termasuk kategori
ulangan dengan menggunakan kateter thermodilution Swan- berhasil baik, sedangkan 6 (5,88%) penderita termasuk kategori
Ganz untuk pengukuran hemodinamika, oximetri dan curah kurang berhasil (suboptimat) dan yang termasuk kategori gagal
jantung semenit segera setelah PTMC. Luas pembukaan katup (kritikal) tidak ada. Dari 94 penderita yang berhasil ini, 2(2,12%)
mitral (MVA) dihitung dengan formulasi Gor1in(40). Terjadinya penderita mengalami kematian. Satu penderita meninggal ka-
pirau interatrial buatan dari kiri ke kanan dicari dengan oximetri; rena terjadi mitral regungitasi berat yang akut, sedangkan 1 pen-
kenaikan saturasi 02 >7% di tingkat atrium dikatakan ada pirau. derita lainnya meninggat karena multiple organ failure. Dari 2
Bilamana ada pirau maka dihitung Qp/Qs nya(41). (Gambar 1). penderita yang prosedur PTMC nya tidak dapat disetesaikan, 1
(0,9%) penyebabnya adalah tamponade jantung dan 1 (0,9%)
Cara kerja ekokardiografi penyebabnya adalah diameter MVA yang tertalu sempit (0,55
Ekokardiografi transtorasik dilakukan pada seluruh pen- cm2. (Gambar 2).
derita sebelum PTMC dan beberapa hari setelah PTMC. MVA
diukur secara planimetri dengan ekokardiografi 2 dimensi po- Gambar 2. Hasil segera PTMC
tongan parasternal SAX setinggi katup mitral, dan secara
Doppler dengan metode pressure half time. Adanya MR dicari
dengan cara Doppler color flow dan beratnya MR dinyatakan
secara semi kuantitatif dengan skala 0 sampai +4 (kriteria
Miyatake). Diameter LA diukur dari M-Mode dengan potongan
parasternal long axis setinggi katup aorta(19). Skor katup mitral
dihitung berdasarkan kriteria dari Wilkins parameter mobilitas
katup, penebatan katup katsifikasi katup dan penebatan sub-
valvar masing-masing diberi nilai skor dari 0 sampai 4(20). Ada
nya trombus di LA dicari dengan ekokardiografi 2 dimensi.
Ekokardiografi transesophageat untuk mendeteksi adanya
trombus di LA tidak dikerjakan secara rutin karena keterbatasan
sarana. Juga dicari adanya kelainan septum atrium, penyakit
katupjantung rematik di lain tempat, fungsi LV serta hipertensi
pu1monat(19). (Gambar 1).

Cara kerja uji latih beban jantung dan faal paru


Evaluasi uji latih beban jantung dilakukan sebelum PTMC
dan minimal 5 hari setelah PTMC(31,34). Uji latih beban jantung
dilakukan dengan metode NIH (National Institute of Health) dan
symptom limited. Evaluasi faal paru ditakukan sebelum PTMC

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 7


Hasil segera perubahan hemodinamika Komplikasi
Dari 100 penderita yang berhasil di PTMC, terjadi perubah- Kematian yang berhubungan dengan prosedur PTMC ter-
an perbaikan hemodinamika segera setelah PTMC. Tekanan LA jadi pada 3 (2,9%) penderita yaitu I penderita mengalami per-
menurun secara bermakna dan 27,41 ± 5,56 mmHg menjadi forasi jantung yang berakibat tamponade jantung, 1 penderita
15,76 ± 0,07 mmHg (p <0,05). Gradien katup mitral menurun mengalami MR berat akut dari 1 penderita dengan katup biopro-
secara bermakna dari 2 1,43 ± 5,40 mmHg sebelum PTMC tesis yang mengalami multiple organ failure. Prosedur PTMC
menjadi 5,99 ± 2,96 mmHg setelah PTMC (p < 0,05). Tekanan tidak dapat diselesaikan pada 2 (2%) penderita oleh karena 1
sistolik arteri pulmonalis (PASP) menurun secara bermakna dari penderita mengalami tamponade jantung dari 1 penderita mem-
69,8 1 ± 25,45 mmHg menjadi 45,55 ± 13,42 mmHg (p <0,05). punyai MVA yang relatif sempit (0,55 cm2 yang tidak dapat
Tekanan diastolik arteri pulmonalis (PADP) juga menurun se- dilalui oleh kateter balon Inoue (Tabel 4).
cara bermakna dari 33,35 ± 11,59 mmHg menjadi 18,94 ± 5,74 Tabel 4. Komplikasi Tindakan
mmHg (p <0,05). Mean PAP menurun dari 45,5 ± 16,2 mmHg
Komplikasi n %
menjadi 27,8 ± 8,3 mmHg (p < 0,05). MVA meningkat secara Kematian yang berhubungan dengan prosedur PTMC 3 2,9
bermakna dari 0,84 ± 0,21 cm2 sebelum PTMC menjadi 2,07 Prosedur PTMC tidak dapat diselesaikan 2 2
± 0,59 cm2 setelah PTMC (p <0,05). Curah jantung semenit Terjadinya peningkatan Mitral Regurgitasi (MR) 18 18
(CO) juga meningkat secara bermakna dari 3,78 ± 0,75 1/menit Perforasi jantung saat septotomi : 2 2
Tamponade jantung 1 1
menjadi 4,30 ± 0,75 1/menit (p <0,05). Tahanan vaskuler paru Hemopericardium tanpa tamponade I 1
(PVR) menurun secara bermakna dari 442,37 ± 329,09 dyne/ ASD buatan (oximetri) 12 11,9
sec/cm-5 menjadi 295,57 ± 252,95 dyne/sec/cm-5 (p < 0,05) Aritmia yang gawat 0 0
(Tabel 3). Pecahnyabalon 0 0
Troboemboli 0 0
Komplikasi vaskuler 0 0
Tabel 3. Perubahan Perbaikan Setelah PTMC
Infeksi endikarditis 0 0
Parameter Sebelum PTMC Setelah PTMC p*
Hemodinamika Dari 81 penderita tanpa MR sebelum PTMC, 86,4% tetap
LA P(mmHg) 27,41 ± 5,560 15,76 ± 4,070 0,001 tanpa MR setelah PTMC. Sedangkan 13,5% menjadi MR +1 dan
∆ P (LA-LV) (mmHg) 21,43 ± 5,400 5,99 ± 2,96 0,001
PASP (mmHg) 69,81 ± 25,45 45,55 ± 13,42 0,001 1,2% menjadi MR +2. Dari 16 penderita dengan MR +1 sebelum
PADP(mmHg) 33,35 ± 11,59 18,94 ± 5.74 0,001 PTMC, 68% tetap mempunyai MR +1 setelah PTMC dan 18,7%
PVR menjadi MR +2, sedangkan 6,5% menjadi MR +3. Dari 4 pen-
(dyne/sec/cm-5) 442,37 ± 329.09 295,57 ± 252,95 0,001 derita yang mempunyai MR +2 sebelum PTMC ternyata 25%
CO (1/menit) 3,78 ± 0,75 4,30 ± 0,75 0,001
MVA (cm2) 0,84 ± 0,21 2,07 ± 0,59 0,001 menjadi MR +4 setelah PTMC dari 25% menjadi MR +3, tetapi
Uji latih beban 50% malah menurun menjadi MR +1 (Gambar 4).
(Mets) 4,43 ± 1,76 7,24 ± 1,73 0,001
FaaI paru Gambar 3. Kejadian mitral regurgitasi
VC(%) 65,17 ± 14,54 72,52 ± 14,74 0,001
FVC (%) 65,45 ± 13,61 71,69 ± 15,47 0,001
FEV1 (%) 67,71 ± 13,51 74,00 ± 18,81 0,002
MBC (%) 71,67 ± 17,34 73,45 ± 13,24 0,001

Keterangan
* (p < 0,05 = statistik bermakna)

Hasil perubahan uji latih beban jantung dan faal paru


Ternyata didapatkan perbaikan hasil uji latih beban jantung
secara bermakna dari 4,43 ± 1,76 Mets sebelum PTMC menjadi
7,24 ± 1,73 Mets beberapa hari setelah PTMC (p <0,05).
(Tabel 3).
Juga didapatkan peningkatan hasil faal paru secara ber-
makna sebelum PTMC dari beberapa hari setelah PTMC. Vital
Capacity (VC) meningkat dari 65,17 ± 14,54% menjadi 72,52 ±
14,74% (p<0,05). Forced Vital Capacity (FVC) meningkat dari
65,45 ± 13,61% menjadi 71,69 ± 15,47% (p <0,05). Forced
Expiratory Volume I sec (FEV 1) meningkat dari 67,71±13,51% Perforasi jantung akibat kesulitan teknik septotomi terjadi
menjadi 74 ± 18,81% (p <0,05). Maximal Breathing Capacity pada 2 (2%) penderita, 1 penderita menjadi tamponade, sedang
(MBC) juga meningkat dari 7 1,67 ± 17,34% menjadi 73,45 ± kan penderita lainnya menjadi hemopenikardium tanpa menjadi
13,24% (p < 0,05). (Tabel 3). tamponade (Tabel 4).

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


ASD buatan (oximetri) terjadi pada 12 (11,9%) penderita DISKUSI
setelah PTMC dari semuanya mempunyai Qp/Qs < 1,5. Kom- PTMC dengan menggunakan teknik kateter balon Inoue di-
plikasi lainnya seperli aritmia yang gawat, robeknya balon, perkirakan telah digunakan pada sekitar 15.000 penderita MS di
komplikasi vaskuler, tromboemboli serta endokarditis tidak seluruh dunia(4). Beberapa sarjana mendapatkan angka keberha-
dijumpai setelah PTMC. silan P’FMC yang cukup tinggi yaitu sekitar(5,6,7,10,15,21,23).

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENDERITA, HASIL PERUBAH-


AN HEMODINAMIKA DAN KOMPLIKASI PTMC ANTARA PENELITI-
AN DI SURABAYA DENGAN DI JEPANG, TAIWAN DAN CINA.

Table 5. Patient Characteristics


Inoue Hung Chen Nobuyoshi Surabaya
n = 527 n = 366 n = 149 n = 106 n = 102
Age (mean) 16–78 (50) 19–80 (43) 15–56 (35) 24–75 (53) 13–66 (33)
Female 374 (71%) 257 (70%) 103 (69%) 81 (76%) 70 (68,6%)
Atrial fibrillation 306 (58%) 237 (65%) 27 (18%) 40 (38%) 43 (42,2%)
Embolic history 69 (13%) 54 (15%) 0 not reported 0
Mitral regurgitation (1 + & 2 +) 149 (28%) 103 (28%) 21 (14%) 20 (19,7%)
Aortic regurgitation (1 + & 2 +) 50 (33%) not reported
Aortic regurgitation (3 +) 22 (6%) 0 not reported
Postsurgical mitral restenosis 53 (10%) 4 (1%) 0 8 (8%) 1 (1%)

Keterangan : dikutip dari 5

Table 5. Hemodynamic Data Before and After Percutaneous Transvenous Mitral


Commissurotomy
Inoue Hung Chen Nobuyoshi Surabaya
n=527 n=366 n=149 n=106 n=102
LA, mmHg
Before not reported 24.2 ± 5.6 22.1 ± 8.2 18 ± 8 27,4 ± 5,5
After not reported 15.1 ± 5.1 10.0 ± 5.7 11 ± 8 15,7 ± 4,0
MV gradient, mmHg
Before 11.9 ± 0.27 13.0 ± 5.1 17.4 ± 7.6 12 ± 7 21,4 ± 5,4
After 5.5 ± 0.14 5.7 ± 2.6 2.7 ± 3.1 7±6 5,9 ± 2,9
Mean PA pressure, mmHg
Before not reported 39.7 ± 13.0 34.1 ± 13.3 not reported 45,5 ± 16,2
After not reported 30.6 ± 10.9 22.7 ± 9.8 not reported 27,8 ± 8,3
MV area (cm2)
Before 1.13 ± 0.02 1.0 ± 0.3 1.06 ± 0.21 not reported 0,84 ± 0,2
After 1.97 ± 0.04 2.0 ± 0.7 2.04 ± 0.32 not reported 2,07 ± 0,5
CO (L/min) or
Cl2 (L/min/m2)
Before 4.15 ± 0.05 4.4 ± 1.4 3,2 ± 0.7a not reported 3,78 ± 0,75
After 4.55 ± 0.06 4.7 ± 1.2 3.9 ± 0.5a not reported 4,30 ± 0,75

Keterangan : CO – cardiac output. CI – cardiac index. LA – left atrial. MV– mitral valve.
PA –pulmonary artery. Dikutip dan 5.

Table 7. Failure and Complication Rates of Percutaneous Transvenous Mitral


Commissurotomy
Inoue Hung Chen Nobuyoshi Surabaya
n=527 n=366 n=149 n=106 n=102
Failure 12 (2.3%) 3 (0.8%) 3 (2.0%) 2 (1.9%) 2 (2%)
Mortality 0 1 (0.3%) 0 0 3 (2,9%)
Mitral regurgitation 18 (18%)
Increase 97 (18.8%) 136 (37.4%) 20 (13.7%) 20 (19.2%) 1 (1%)
Severe 10 (1.9%) 19 (5.2%) 2 (1.7%) 5 (4.8%) 1 (1%)
Cardiac tamponade 8 (1.5%) 0 1 (0.7%) 2 (1.9%) 0 (0%)
Emergency surgery 7 (1.3%) 0 0 0 0 (0%)
Thromboemboljsm 3 (0.6%) 9 (2.5%) 2 (1.3%) 0 12 (11,9%)
Atrial septal defect 66 (12.5%)a 41 (11.2%)a 1 (0.7%’
4 (2.7%) 5 (45%)b
Keterangan: ‘By oximetry, b By Doppler echocardiography. Dikutip dan 5.

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 9


Pada penelitian kami ditemukan angka keberhasilan PTMC tetap menunjukkan tekanan arteri pulmonalis yang masih tinggi
sebesar 92,15%. Prediktor untuk terjadinya hasil PTMC yang setelah PTMC(29). Sedangkan kalau melihat hasil penurunan te-
tidak optimal menurut beberapa peneliti yaitu umur tua, irama kanan Mean PAP, tidak jauh berbeda dengan peneliti sebelum
AF, diameter LA besar, CTR yang besar, skor-ekokardiografi nya (Tabel 6). Pada penelitian kami didapatkan penurunan dari
> 8, kalsifikasi katup, kalsifikasi subva1var(5,13,18,20,25). Menurut tekanan sistolik arteri pulmonalis (PASP) dan penurunan tekan-
Hung JS dari prediktor tersebut hanya skor-eko> 8, klasifikasi an diastolik arteri pulmonalis (PADP) yang bermakna walaupun
katup mitral dan kalsifikasi subvalvar yang berat, merupakan hasil PASP dan PADP setelah PTMC relatif masih tinggi yaitu
prediktor yang tidak tergantung(5). Inoue juga berpendapat bahwa sekitar 45/18 mmHg. Hal ini mungkin karena PVR rata-rata se-
teknik dilatasi secara stepwise dari seleksi penderita yang tepat belum PTMC cukup tinggi yaitu sekitar 442 dyne/sec/cm-5 dan
sebelum PTMC serta pengalaman operator merupakan faktor sebagian besar penderita mempunyai PHT sedang-berat.
penting yang berpengaruh pada keberhasilan PTMC(7). Keber- Pada penelitian kami PVR juga menurun secara bermakna
hasilan PTMC yang cukup tinggi di Surabaya ini kemungkinan segera setelah PTMC, walaupun belum kembali normal. Jadi ma-
disebabkan karena seleksi penderita yang tepat, penggunaan sih didapatkan PVR yang tinggi sekitar 295,57 dyne/sec/cm-5.
teknik dilatasi stepwise, umur penderita rata-rata muda (33 th), Menurut Levine, PVR akan segera menurun setelah PTMC dan
lebih dari 50% mempunyai irama sinus, hampir semua mem- terus turun pada perjalanan selanjutnya (dikutip dari 30). Menu-
punyai diameter LA <60 mm, semua penderita mempunyai rut Dalen, Block, penurunan PVR akan lebih baik pada minggu
skor-eko < 8, semuanya mempunyai skor-eko subvalvar < 3 pertama setelah PTMC mungkin karena membaiknya curah
dan kalsifikasi fluoroskopi katup < +3 (Gambar 2). jantung semenit (CO) akibat berhasilnya PTMC (dikutip dari
Segera setelah PTMC tekanan LA akan menurun oleh 39). Menurut Ribeiro dan Block, penderita dengan PHT sedang-
karena terjadi dekompresi dari LA akibat berhasilnya berat sebelum PTMC akan tetap menunjukkan PVR yang tinggi
PTMC(7,9,11,12,14,16,). Hasil penelitian kami menunjukkan adanya segera setelah PTMC dan tidak sampai mencapai normal walau-
penurunan tekanan LA setelah PTMC dan ternyata hasil penu- pun tekanan LA sudah normal(29,30). Dev pada penelitiannya
runannya tidak berbeda jauh dengan penelitian Hung JS(5). mendapatkan bahwa terjadinya perubahan PVR segera setelah
(Tabel 6). PTMC akan sangat terbatas bilamana pada penderita didapatkan
Gradien katup mitral akan menurun segera setelah PTMC PVR sebelum PTMC > 400 dyne/sec/cm-5(30). Jadi PVR yang
karena penurunan tekanan LA akibat dekompresi LA oleh masih tinggi pada penelitian kami mungkin disebabkan karena
PTMC(7,9,11,12,14.16.17) PTMC dikatakan berhasil bilamana setelah PVR rata-rata penderita sebelum PTMC sekitar 442,37
PTMC gradien mitral saat diastolik menjadi kurang dari 10 dyne/sec/cm-5 dan sebagian besar penderita kami mempunyai
mmHg(14).Inoue K, Hung JS, Chen dan Nobuyoshi pada peneli- PHT sedang berat.
tiannya mendapatkan gradien mitral saat diastolik setelah PTMC Dalam penelitian kami ditemukan kenaikan MVA segera
masing-masing sekitar 5,5, 5,7, 2,7 dan 7 mmHg. Sedangkan setelah PTMC, dari 0,84 ± 0,2 cm2 menjadi 2,07 ± 0,5 cm2.
peneliti di Surabaya mendapatkan hasil sekitar 5,9 mmHg. Ter- Ternyata hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian dari
nyata hasil ini tidak berbeda dengan peneliti sebelumnya dan Inoue, Hung, Chen (Tabel 6). Menurut Hung JS, keberhasilan
dapat dikatakan cukup berhasil oleh karena gradien mitral se- ini tergantung dari umur penderita, iramajantung, besarnya LA,
telah PTMC kurang dari 10 mmllg. Namun bila kita perhatikan CTR, skor-eko, kalsifikasi katup dan beratnya kalsifikasi sub-
perubahan gradien katup mitral antara sebelum dan sesudah valvar serta pengalaman operator(5,7). Morfologi komisura me-
PTMC, tampaknya hasil dari Surabaya tertinggi bila dibanding- rupakan prediktor dari keberhasilan PTMC yang lebih baik dari
kan peneliti lain yaitu dari 21,4 ± 5,4 mmHg menjadi 5,9 ± 2,9 skor-eko katup mitral, dan hasil yang baik akan dicapai pada 96%
mmHg. Hal ini sangat dimungkinkan oleh karena perbedaan penderita yang mengalami satu pemisahan komisura atau ke-
populasi penderita yang diteliti kasus-kasus MS yang kita duanya, tetapi tidak terjadi hasil yang baik pada penderita yang
tangani tingkat stenosisnya sedang berat, sedangkan penderita tidak mengalami pemisahan komisura(2,1). Keberhasilan pada
di Jepang, Taiwan dan Cina sebagian besar MS ringan-sedang, penelitian kami karena umur penderita rata-rata masih muda, se-
serta rata-rata usia dari populasi kami lebih rendah dari peneliti bagian besar iramanya sinus, hampmr semua mempunyai diame-
lain (Tabel 5 dan 6). Dari penelitian ini tampaknya PTMC ter LA <60 mm, semua penderita mempunyai skor-eko < 8,
dengan teknik Inoue dapat disimpulkan mampu menurunkan semua penderita mempunyai skor-eko subvalvar < 3 dan kalsifi-
gradien mitral dengan memuaskan pada penderita MS ringan kasi fluoroskopi <3. Hasil PTMC yang suboptimal didapatkan
sampai berat. pada 6 (5,88%) penderita dengan MVA setelah PTMC rata-rata
Tekanan arteri pulmonalis dan wedge akan menurun segera sebesar 1,27 cm2. Ternyata keenam penderita tersebut mem-
setelah PTMC(9,29,30). Menurut Dev penurunan tekanan arteri punyai karakteristik sebagai beriikut : umur rata-rata 31 tahun,
pulmonalis segera setelah PTMC bersifat pasif disebabkan pe- CTR>50%, 66% AF, skor-eko rata-rata 6,5, 83,3% mempunyai
nurunan wedge, sedangkan penurunan setelah minggu berikut skor-eko subvalvar =2, 66% mempunyai kalsifikasi +2, gradien
nya dipengaruhi oleh penurunan tahanan vaskuler paru (PVR)(30). mitral rata-rata 21 mmHg dan MVA sebelum PTMC rata-rata
Penurunan tekanan arteri pulmonalis segera setelah PTMC ini, 0,69 cm2. Pemisahan komisura merupakan mekanisme penting
terutama terjadi pada penderita yang PVR nya kurang dari 400 untuk terjadinya kenaikan MVA pada PTMC dengan satu ba-
dyne/sec/cm-5(30). Mereka dengan PHT sedang dari berat akan lon(21,22). Tidak terjadinya pemisahan komisura pada PTMC

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


dengan menggunakan satu balon dialami 13–30% penderita. dyne/sec/cm-5, maka stadium awal dari patologi penyakit vaskuler
Perbedaan besarnya MVA antara komisura yang mengalami paru sudah terjadi(29). Pada penelitian kami masih didapatkan
pemisahan dan yang tidak sangat bermakna secara statistik (p = retniksi berat dari obstruksi ringan setelah PTMC, walaupun
0,004)(21,22). Berdasarkan hal tersebut mungkin keenam penderita tekanan LA setelah PTMC sudah menurun. Hal ini disebabkan
tersebut belum mengalami pemisahan komisura yang sempurna, mungkin sudah terjadi penurunan kelenturan paru karena PHT
hal ini dapat disebabkan ukuran balon yang kurang besar. yang terjadi sebelum PTMC akibat tekanan LA yang cukup
Curah jantung semenit (CO) juga meningkat secara ber- tinggi (27,4±5,5mmHg) dan PVR yang cukup tinggi (442 dyne/
makna pada penelitian ini dan hasilnya tidak berbeda jauh sec/cm-5). Oleh sebab itu Georgeson berpendapat bahwa se-
dengan peneliti sebelumnya (Tabel 6). Perbaikan curah jan- baiknya penderita MS dimonitor tekanan arteri pulmonalisnya
tung ini sejalan dengan peningkatan MVA segera setelah dengan ekokardiografi doppler untuk mengetahui adanya PHT
PTMC(5,7,9,12,14). secara dini dan dilakukan PTMC segera bila mulai terlihat
Kapasitas fungsional pada uji latih beban jantung meningkat adanya PHT(28).
secara bermakna beberapa hari setelah PTMC dan sekitar 4,43 Kegagalan teknik PTMC terjadi pada 2 (2%) penderita : 1
Mets menjadi 7,24 Mets. Hung JS pada penelitiannya menemu- (1%) penderita mengalami tamponade jantung dan 1(1%) pen-
kan terjadinya peningkatan lama latihan 3 bulan setelah PTMC(5). derita mempunyai MVA yang terlalu sempit (0,55 cm2) sehingga
Tamai J dkk dengan menggunakan CW-Doppler dan supine balon tidak dapat masuk orifisium. Ternyata angka kegagalan ini
bicycle exercise test yang dilakukan 2 hari sebelum dan 5 hari sama dengan yang didapat oleh peneliti dari luar yaitu sekitar
setelah PTMC, mendapatkan hasil perbaikan mitral flow dyna- 1,9–2,3%(5,7,11)(Tabel 7).Menurut Hung JS, kegagalan ini hampir
mic(31). Sedangkan McKav menemukan perbaikan kapasitas dijumpai oleh semua operator pada awal PTMC(5). Chen di Cina
fungsional 7–14 hari setelah PTMC(17). Tetapi Tanabe dan Mar- juga mengalami kegagalan PTMC pada 1 penderita yang mem-
tinez tidak menemukan perbaikan kapasitas latihan segera sete- punyai MVA relatif sempit (0,50 cm2) sama dengan penelitian di
lah PTMC(32,34). Menurut McKay peningkatan kapasitas fungsional Surabaya. Tamponade terjadi disebabkan karena penforasi RA
setelah PTMC disebabkan karena terjadinya perubahan neuro- akibat kesulitan septotomi. Pan M dkk menemukan bahwa per-
hormonal(31). Pada penderita MS terjadi kenaikan kadar plasma forasi akibat kesalahan septotomi ini 62% letaknya di RA(36).
katekolamin yang sangat tinggi selama latihan ringan sehingga Pada pendenta kami kesulitan septotomi yang menyebabkan
terjadi takhikardia yang berakibat menurunnya kapasitas latihan. tamponade karena adanya giant LA (Tabel 7).
PTMC akan menurunkan kadar norepineprin sehingga mencegah Kematian terjadi pada 3 (2,9%) penderita yaitu 1 penderita
komplikasi terjadinya hipereksitasi simpatis sehingga dapat dengan tamponade jantung yang tidak teratasi, I penderita
memperpanjang waktu latihan(33). Denyut jantung selama latihan mengalami MR berat akut dan meninggal 4 jam setelah PTMC
setelah PTMC juga menurun dibandingkan dengan sebelum sebelum mendapat perawatan bedah dari 1 penderita dengan
PTMC. PTMC juga menurunkan ventilasi yang berlebihan saat katup biopnotesis yang mengalami stenosis kemudian dilakukan
latihan akibat penurunan physiological dead space karena ter- PTMC sambil menunggu pelaksanaan operasi, tennyata pende-
jadinya perbaikan hemodinamika(34). Kapasitas fungsional pada rita meninggal 4 hari setelah PTMC oleh karena multiple organ
penderita MS biasanya didapatkan sangat rendah. Pada beban failure. Dibandingkan dengan hasil peneliti lain, angka kematian
kerja yang rendah sering menimbulkan keluhan sesak napas, di Surabaya nelatmf sedikit lebih tinggi, hal ini mungkin dise-
menurut Tanabe dkk hal ini disebabkan karena pada MS terjadi babkan karena sarana penunjang untuk melakukan koreksi
penurunan compliance paru, peningkatan tekanan wedge, peng- pembedahan secara darurat masih belum memadai (Tabel 7).
gunaan anatomical dead space yang meningkat karena perna- Kejadian meningkatnya Mitral Regurgitasi (MR) terjadi
pasan yang terlalu cepat dan juga meningkatnya physiological pada 18 (18%) penderita, ternyata hasil ini sama dengan peneliti
dead space akibat gangguan perfusi-ventilasi, dari kondisi ter- sebelumnya yaitu sekitar 18,8–19,2%. Satu (1%) penderita men-
sebut di atas akan mengalami perubahan setelah PTMC(34). jadi MR berat setelah PTMC,sedangkan Hung JS dan Nobuyoshi
Perbaikan faal paru juga didapatkan pada penelitian ini, menemukan sebesar 5,2 dan 4,8% (Tabel 7). Pada penelitian
walaupun hanya sedikit. Rata-rata penderita mengalami retriksi ini juga ditemukan adanya penurunan derajat MR dan MR +2
berat dan obstruksi ringan sebelum PTMC dan masih belum sebelum PTMC menjadi MR +1 setelah PTMC pada 2 penderita,
mengalami perubahan setelah PTMC, walaupun harga pening- sedangkan Hung dan Chen juga menemukan masing-masing
katan dan parameter faal paru secara kuantitatif bermakna (p < pada 2 penderita. Beberapa sarjana berpendapat bahwa penderita
0,05).Menurut Cheitlin dan Byrd,adanya kenaikan tekanan vena- dengan MR +1 dan MR +2 setelah PTMC tidak berpengaruh
pulmonalis akibat kenaikan tekanan LA menyebabkan pergerak- pada hasil heinodinamik(3,5,7,9,14,35). Pada penelitian multisenter
an cairan dan capillary bed kejaringan interstitial dari kondisi ini didapatkan bahwa penebalan komisura dan MVA < 1 cm2
menurunkan dinamika kelenturan (compliance) paru serta me- mempunyai hubungan dekat dengan terjadinya MR setelah
ningkatkan kerja otot respirasi sehingga penderita terlihat sesak PTMC(5). Menurut Nobuyoshi, MR terjadi pada 33% penderita
napas(27). Menurut Grossman,jika tekanan di LA sudah mencapai yang mempunyai katup mitral yang kaku, 20% pada katup yang
sekitar 25 mmHg maka mulai terjadi perubahan reaksi arteniolar semi kaku dan 14% pada katup yang lentur (dikutip dari 5).
paru dan berakibat terjadinya obstruksi vaskuler paru yang pro- Sedangkan Hung JS menemukan bahwa MR akan terjadi pada
gressif(27). Sedangkan Ribeiro berpendapat bilamana PVR >264 31–38% penderita yang mempunyai pengapuran katup dan sub-

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 11


valvar yang berat, begitu pula over sizing balon akan menyebab- and Long-term Result. (Abstract).
4. Cheng OT. Percutaneous Balloon Mitral Valvuloplasty : Are Chinese &
kan peningkatan MR> +2. Dari 18 penderita kami yang meng- Western experiences comparable ?. Cathet Cardiovasc Diag 1994; 31:
alami peningkatan MR, 88% mempunyai MVA < 1 cm2 50% 23–8.
mempunyai skor pliabilitas ≥ 2, 50% mempunyai skor subvalvar 5. Inoue K, Hung JS, Chen CR, Cheng TO. Percutaneous Transvenous Mitral
= 2, 77% mendapatkan peniupan balon sebanyak dua kali dan Commissurotomy (percutaneous balloon mitral valculoplasty using the
Inoue balloon catheter technique). In: Cheng TO, ed. Percutaneous balloon
hanya 27% yang mempunyai kalsifikasi +2. Hung mengingatkan valvuloplasty. New York. Igaku-Shoin Medical Publisher Inc. 1992;
bahwa teknik dilatasi secara bertahap yang dianjurkan harus 237–79.
dilakukan dengan penuh perhatian(5). Terjadinya penurunan derajat 6. Patel JJ et al. Balloon mitral valvotomy with a single catheter: a comparison
MR setelah PTMC banyak ditemukan oleh pene1iti(5,7,9). Pada between bifoil/trefoil and the Inoue balloon. EurHeart J 1993; 14: 1065–71
7. Inoue K. Hung JS. Percutaneous Transvenous Mitral Comissurotomy
penelitian kami 50% penderita yang mempunyai MR +2 sebelum (PTMC) The Far East Experience. In: Text book of Interventional Cardio-
PTMC menjadi MR +1 setelah PTMC. Palacious juga menemu- logy. ed Topol Li. 1st ed. Philadelphia, London, Toronto, Montreal,
kan sebesar 50%(24). Terjadinya penurunan derajat MR setelah Sydney, Tokyo: WB Saunders Co. 1990: 887–99.
PTMC disebabkan karena makin sempurnanya penutupan daun 8. Chen C-R et al. Percutaneous balloon mitral valvuloplasty for mitral
stenosis with and without associated aortic regurgitation. Am Heart J 1993;
katup mitral setelah terjadinya pemisahan komisura akibat PTMC 125: 128–37.
yang berhasil(24).MR yang berat dan akut terjadi pada 1 penderita 9. Palacious JF et al. Immediate Outcome of Percutaneous Mitral Balloon
dan penderita meninggal 5 jam setelah PTMC. Karakteristik dari Valvotomy. In: Percutaneous Balloon valvuloplasty and. Related Tech-
penderita adalah mempunyai total skor-eko = 8 (2,2,2,2), umur niques, eds Bashore TM, Davidson Ci. 1st ed. Baltimore: Williams &
Wilkins 1991: 187–98.
45 tahun, irama AF, diemeter LA 64mm, kalsifikasi +2. Hung JS 10. Kasper Wet al. Percutaneous mitral balloon valvuloplasty-a comparative
menemukan adanya penebalan komisura dan penlekatan sub- evaluation of two transatrial techniques. Am Heart J 1992; 124: 1562–66.
valvar yang berat dan terdapat robekan unilateral dan komisura 11. Kawanishi DT et al. Catheter Balloon Commissurotomy for mitral stenosis.
disertai avulsi dari otot papilaris atau ruptura dan korda tendinea, In: Techniques and Applications in Interventional Cardiology. eds Kulick
DL, Rahimtoola SH, 1st ed. St Louis, Baltimore, Boston, Chicago,
pada penderita yang mengalami MR berat setelah PTMC dan London, Philadelphia, Sydney, Toronto: Mosby Year Book 1991: 325–57.
mendapat perawatan bedah(5) (Gambar 3 dari Tabel 7). 12. Vahania A et al. Mitral Valvuloplasty: The French Experience. In: Text
ASD buatan yang ditentukan dengan oximetri ditemukan book of Interventional cardiology. ed Topol Li. 1st ed. Philadelphia,
pada 12 (11,9%) penderita setelah PTMC dan semuanya mem- London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo: WB Saunders Co 1990:
868–886.
punyai Qp/Qs < 1,5. Inoue dan Hung menemukan sebesar 12,5% 13. Reifart N et al. Experimental balloon valvuloplasty of fibrotic and calcific
dan 11,2%. Penarikan yang terlalu kuat dari kateter balon selama mitral valves. Circulation; 81: 1005–1011.
dilatasi akan cenderung melukai septum atrium dan menimbul- 14. Bonan R et al. Follow up Studies: Effect of Balloon Mitral Valvotomy on
kan pirau atrium yang cukup besar(5). Adanya fibrosis dan pene- Symptoms, Outcome, and Hemodynamics In: Percutaneous Balloon Val
vuloplasty and Related Techniques, eds Bashore TM, Davidson CJ. 1st ed.
balan septum atrium akan memperbesar robekan akibat prose- Baltimore: Williams & Wilkins 1991: 218–34.
dur(37). Sedangkan besarnya kenaikan MVA setelah PTMC 15. Ruiz CE et al. Comparison of Inoue single-balloon versus double-balloon
merupakan prediktor yang kuat untuk terjadinya pirau atnial, technique fort percutaneous mitral valvotomy, Am Heart J 1992; 123:
dari hasil MVA yang suboptimal akan meningkatkan terjadinya 942–47.
16. Block PC. Percutaneous Balloon Mitral Valvotomy. In: TRhe Practice of
pirau atrium(38) (Tabel 7). Interventional Cardiology. eds Vogel JHK, King III SB. 2nd ed. St Louis,
Kejadian tromboemboli, aritmia yang gawat, pecahnya Baltimore, Boston, Chicago, London, Philadelphia, Sydney, Toronto:
baIon, komplikasi vaskuler tidak kami dapatkan pada penelitian Mosby Year Book 1993: 583–88.
kami (Tabel 4). 17. McKay CR et al. Catheter Balloon Valvuloplasty of the mitral valve in
adults using a double-balloon technique. Early hemodynamic results.
JAMA 1987; 257: 1753–61.
KESIMPULAN 18. Alfonso F et al. Comparison of results of percutaneous mitral valvuloplasty
PTMC dengan teknik kateter balon Inoue memberikan ke- in patients with large (>6 cm) versus those with smaller left atria. Am J
berhasilan yang cukup tinggi (92,15%) dan memberikan hasil Cardiol 1992; 69: 355–60.
19. Sheiah KH. Echo-Doppler Evaluation of Mitral Stenosis and the Effect of
perbaikan hemodinamika segera setelah PTMC serta memberi- Mitral Valvotomy. In: Percutaneous Balloon valvuloplasty and related
kan perbaikan kapasitas fungsional pada uji latih beban jantung techniques, eds Bashore TM, Davidson CJ. 1st ed. Baltimore: Williams &
dan perbaikan faal paru beberapa hari setelah PTMC, dengan Wilkins 1991: 166–86.
angka kematian yang relatif kecil dan komplikasi yang minimal. 20. Wilkins GT et al. Percutaneous balloon dilatation of mitral valve: an
analysis of echocardiographic variables related to outcome and the mecha
Jadi PTMC dengan teknik kateter balon Inoue dapat menjadi nism of dilatation. BrHearti 1988; 60: 299–308.
terapi alternatif yang relatif aman dibandingkan pembedahan 21. Fatkin D et al. Percutaneous Balloon Mitral Valvotomy with the lnoue
untuk penderita mitral stenosis yang mengalami keluhan. Single Balloon Catheter: Commisural Morphology as a Determinant of
Outcome. JAm Coll Cardiol 1993; 21: 390–97.
22. Ribeiro PA et al. Mechanism of mitral valve area increase by in vitro single
KEPUSTAKAAN and double balloon mitral valvotoiny. Am J Cardiol 1988; 62: 264-69.
23. Cohen DJ et al. Predictors of long-term outcome after percutaneous
1. lnoue K et al. Clinical application of transvenous mitral commissurotomy balloon mitral valvuloplasty. N EngI J Med 1992; 327: 1329–35.
by a new balloon catheter. J Tjorac Cardiovasc Surg 1984; 87: 394–402. 24. Palacious JF et al. Follow up of patients undergoing percutaneous mitral
2. lnoue K. Percutaneous transvenous mitral commissurotomy using the balloon valvotomy. Analysis of factors determining restenosis. Circulation
lnoue balloon. Eur Heart J 1991; 12 (Suppl B): 99–108. 1989; 79: 573–79.
3. Hung JS. Percutaneous Transvenous Mitral Commissurotomy : Immediate 25. Abascal VM et al. Prediction of successful outcome in 130 patients

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


undergoing percutaneous balloon mitral valvotomy Circulation 1990; 82: 88(I) 1770–78.
448–56. 35. McKay CR. Techniques and complications related to mitral balloon valvo-
26 Hung JS. Successful percutaneous transvenous catheter balloon mitral tomy. In: Percutaneous Balloon Valvuloplastyand Related Techniq ., cd
commissurotomy after warfarin therapy and resolution of left atrial throm- Bashore TM, Davidson Ci, 1st ed. Baltimore: Williams & Wilkins 1991;
bus. Am J Cardiol 1989; 64: 126–28. l99–217
27. Wooley CF et al. Mitral Stenosis. The anatomic lesion and the physiologic 36. Pan Metal. Cardiac tamponade complicating mitral balloon valvuloplasty.
state. In: Percutaneous Balloon Valvuloplasty and Related Techniques. eds Am J Cardiol 1991; 68: 802–05.
Bashore TM, Davidson CJ. 1st ed. Baltimore: Williams & Wilkins 1991: 37. Nigri Act al. Clinical significance of small left-to-right shunt after percuta-
141–5. neous mitral valvuloplasty. Am Heart J 1993; 125: 783–86.
28. Georgeson Set al. Effect of percutaneous balloon valvuloplasty on pulmo- 38. Cequier A et al. Left-to-right atrial shunting after percutaneous mitral
nary hypertension in mitral stenosis. Am Heart J 1993; 125: 1374. valvuloplasty. Incidence and long-term hemodinamic follow up. Circula-
29. Ribeiro PA et al. Pulmonary artery pressure and pulmonary vascular tion 1990; 81: 1190–97.
resistance before and after mitral balloon valvotomy in 100 patients with 39. Spring CL et al. Direct measurements and derived calculation using the
severe mitral valve stenosis. Am Heart i 1993; 125: 1110–1114. pulmonary artery catheter. In: The Pulmonary artery catheter: methodo-
30. Dcv V. Shrivastava S. Time course of changes in pulmonary vascular logy and clinical applications. eds Spring CL. 1st ed. Baltimore: University
resistance and the mechanism of regression of pulmonary arterial hyper- Park Press 1983: 105-40.
tension after balloon mitral valvuloplasty. Am J Cardiol 1991; 15: 439–42. 40. Grossman W, Carabello BA. Calculation of valve orifice area. In: Cardiac
31. Tamai J et al. Improvement in mitral flow dynamics during exercise after Catheterization and Angiography. ed. Grossman W. 3rd ed. Philadelphia:
percutaneous transvenous mitral commissurotomy. Noninvasive evalua- Lea & Febiger 1986: 143–154.
tion using continous wave Doppler Technique. Circulation 1990; 81: 41. Freed MD. Keane JF. Profile in Congenital Heart Disease. In: Cardiac
46–51. Catheterization and Angiography. ed. Grossman W. 3rd ed. Philadelphia:
32. Martinez EE et al. Cardiopulmonary exercise testing early after catheter- Lea & Febiger 1986: 446–450.
balloon mitral valvuloplasty in patients with mitral stenosis. Int J Cardiol 42. Wu JJ et al. Urgent/Emergency Percutaneous Transvenous Mitral
1992; 37: 7–13, Commissurotomy. Cathet Cardiovasc Diagn 1994; 31: 18–22.
33. Ikeda J et al. Effect of percutaneous transluminal mitral valvuloplasty on 43. Patel ii et al. Percutaneous balloon mitral valnotomy in pregnant patients
plasma catecholamine levels during exercise. Am Heart J 1993; 126: with tight pliable mitral stenosis. Am Heart J 1993; 125: 1106–09.
130–35. 44. Amin M. Test Fall Paru (Indikasi Metode dan Interpretasi). Dalam: Sim-
34. Tanabe Yet al. Acute effect of percutaneous transvenous mitral commissu- posium dan Kursus Penyakit Paru ObstruktifMenahun. LabIUPF Paru FK
rotomy on ventilatory and hemodynamic responses to exercise. Pathophy- Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Juni 1991.
siological Basis for Early Symtomatic Improvement. Circulation 1993;

No person is either so happy or so unhappy as he imagines

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 13


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Regresi Aterosklerosis
Dr. Sunoto Pratanu
Lab-UPF Ilmu Penyakit Jantung Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
RSUD Dr. Sutomo, Surabaya

PENDAHULUAN yang tumbuh cukup besar akan menonjol ke dalam lumen arteri
Aterosklerosis adalah penyakit yang pada saat ini merupa- dan menyebabkan stenosis pada arteri tersebut.
kan masalah kesehatan paling besar, terutama untuk negara- Dalam fase pertumbuhannya, lesi-lesi Aterosklerosis dibagi
negara yang sudah maju dan negara-negara yang sedang menuju menjadi:
ke arah negara industri. Cara hidup modern membawa akibat a) Fatty streak
timbulnya faktor-faktor risiko Aterosklerosis, yang manifestasi- Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak,
nya terutama ialah penyakitjantung koroner dan penyakit pem- makroskopik berbentuk bercak berwarna kekuningan, yang
buluh darah otak. Klimaks perjalanan penyakit Aterosklerosis terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-
ialah serangan jantung dan serangan otak yang berakhir fatal sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama
atau hidup dengan morbiditas yang tinggi. dalam bentuk ester cholesterol.
Hingga beberapa tahun terakhir ini para ahli masih me- b) Fibrous plaque
ragukan apakah suatu proses aterosklerosis bisa mengalami Lesi ini berwarna keputihan dan sudah menonjol ke dalam
penyembuhan atau regresi. Pada umumnya dianggap bahwa lumen arteri. Fibrous plaque berisi sejumlah besar sel-sel otot
Aterosklerosis ialah suatu penyakit yang ireversibel dan pada polos dan makrofag yang berisi cholesterol dan ester cholesterol,
umumnya progresif. di sampingjaringan kolagen danjaringan fibrotik, proteoglikan,
Akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa proses dan timbunan lipid dalam sel-sel jaringan ikat.
aterosklerosis dalam banyak hal bisa dihentikan dan bahkan Fibrous plaque biasariya mempunyai fibrous cap yang ter-
dibuktikan bahwa aterosklerosis bisa mengalami regresi, suatu diri dari otot-otot polos dan sel-sel kotagen. Di bagian bawah
impian di masa lalu yang kini bisa menjadi kenyataan. fibrous plaque terdapat daerah nekrosis dengan debris dan tim-
bunan ester cholesterol.
PROSES ATEROSKLEROSIS c) Complicated lesion
Proses aterosklerosis diawali pada masa kanak-kanak dan Lesi ini merupakan bentuk lanjut dari ateroma, yang
manifes secara klinis pada usia menengah dan lanjut. Proses ini disertai kalsifikasi, nekrosis, trombosis, dan ulserasi.
terutama mengenai arteri-arteri berukuran sedang, yaitu arteri Dengan membesarnya ateroma, dinding arteri menjadi
koronaria, karotis, basilar, vertebral, iliaka, femoralis, dan se- lemah, sehingga menyebabkan okiusi arteri.
bagainya. Arteri-arteri yang besar, seperti aorta biasanya meng-
alami aneurisma sebagai penyulit. Pada umumnya arteri yang 2) Sel-sel yang terlibat dalam proses aterosklerosis
paling berat terkena ialah arteri koronaria. Sel-sel yang terlibat langsung dalam proses aterosklerosis
1) Bentuk lesi pada aterosklerosis ialah:
Proses aterosklerosis terbentuk dalam intima arteri. Ateroma a) Sel-sel otot polos

Disajikan pada Simposium Prevention and Intervention in Atherosclerosis Issues


and Benefits, Surabaya 30 September 1993.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


Sel-sel otot polos merupakan unsur paling penting dalam Telah lama diketahui dari hasil-hasil studi epidemiologi
pembentukan ateroma. Sel-sel ini berasal dari media dan berpro- bahwa gangguan profil lemak darah mempunyai hubungan
liferasi ke dalam intima. Sel-sel ini mempunyai sifat mitogenik yang kuat dengan aterosklerosis.. Sebagian besar cholesterol
dan proliferatif, dan sifat menumpuk lipid sehingga terbentuk dalam darah dibawa oleh LDL (Low Density Lipoprotein),
foam cells. Sifat-sifat sel-sel ini dipengaruhi oleh stimuli dari sehingga pada dasarnya LDL yang mempunyai peranan
luar melalui reseptor-reseptor khusus, misalnya terhadap LDL, mengantarkan dan menumpuk cholesterol dalam foam cells.
insulin, faktor-faktor pertumbuhan (misalnya PDGF = Sebagian besar trigliserid dalam darah dibawa oleh VLDL
PlateletDerived Growth Factor), dan sebagainya. (Very Low Density Lipoprotein) dari khilomikron. HDL (High
b) Endotel Density Lipoprotein) membawa Iebih kurang 20% cholesterol
Endotel arteri merupakan lapisan barrier dan pelindung dalam darah. Karena HDL dalam metabolismenya bersifat
utama dinding pembuluh darah terhadap segala pengaruh buruk membawa cholesterol dan perifer ke hati, untuk dimetabolisir
yang terutama berasal dari darah. Sifat pelindung ini antara lain lebih lanjut, maka HDL bersifat anti-aterogenik.
dimiliki melalui sifat anti-trombogenik, membentuk prostaglan- Semua lipoprotein yang beredar dalam darah, yaitu : chilo-
din PGI2, adanya lapisan heparin, mengeluarkan plasminogen, micron, VLDL, IDL (Intermediate Density Lipoprotein), LDL,
mengeluarkan angiotensin converting enzyme, PDGF, dan se- HDL, masing-masing terdiri dari lipid dan apolipoprotein. Masing-
bagainya. Suatu injury terhadap endotel akan menyebabkan masing lipoprotein mempunyai susunan lipid dan apolipoprotein
macam-macam mekanisme yang memacu aterogenesis. yang khusus. Sebagai contoh : Apo-B 100 adalah konstituen
c) Makrofag penting dalam LDL, sehingga peranan LDL dan Apo-B100 ialah
Sel-sel makrofag berasal dari monosit dan peredaran darah sebanding. Apo-Al ialah apolipoprotein yang penting dalam
yang menetap dalam intima, berfungsi sebagai pembersih terha- HDL, sehingga peranan Apo-A 1 dan HDL ialah sebanding.
dap benda asing. Dalam pembersihan lipid, sel-sel ini Definisi dislipidemia bervariasi tergantung berbagai peneliti.
menimbun lipid dan menjadi foam cells. Makrofag merupakan Batas-batas harga normal umum ialah:
penggerak awal dan aterosklerosis, terutamadengan sekresi – Total cholesterol : kurang dari 200 mg%
macam-macam faktor pertumbuhan, antara lain: – Trigliserid : kurang dari 250 mg%
1) PDGF, yang memacu mitosis pada sel-sel otot polos dan – LDL-cho : kurang dari 140 mg%
fibroblast. – HDL-cholesterol : lebih dari 40 mg%.
2) Interleukin-1, mitogenik untuk fibroblast. Banyak peneliti menganggap bahwa nilai perbandingan
3) Fibroblast Growth Factor (FGF), mitogenik untuk endotel. antara LDL : HDL atau cholesterol total : HDL merupakan pre-
4) Epidermal Growth Factor (EGF), memacu pertumbuhan diktor yang lebih baik. Nilai yang dianggap risiko rendah untuk
sel-sel epitel. aterosklerosis ialah LDL : HDL kurang dari 3.
5) Transforming Growth Factor beta (TGF beta), bersama
dengan faktor-faktorpertumbuhan yang lain memacu proliferasi MASALAH REGRESI ATEROSKLEROSIS
sel-sel dalam berbagai jaringan. Studi-studi untuk mengikuti perkembangan proses atero-
d) Trombosit skeloris mula-mula dilakukan pada binatang percobaan. Peneli-
Trombosit sangat penting untuk terjadinya trombosis, se- tian pada manusia yang mendapatkan adanya regnesi
hingga sangat berperan dalam aterogenesis terutama pada sta- aterosklerosis sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1960-an,
dium complicated lesion. Trombositjuga penting dalam proses tetapi sangat terbatas dari dan sudut nilai penelitian kurang
aterogenesis karena dapat mensekresi faktor-faktor pertumbuh- memadai. Dengan adanya kemajuan teknologi terutama
an seperti yang dikeluarkan oleh makrofag, bila trombosit angiografi, maka studi proses perkembangan aterosklenosis
mengalami agregasi. pada manusia dapat dilakukan dengan lebih baik.

PATOGENESIS ATEROSKLEROSIS 1) Regresi Aterosklerosis pada binatang


Hingga kini patogenesis Aterosklerosis masih merupakan Studi-studi tentang regresi aterosklerosis telah lama dilaku-
teori. Ada dna buah teori yang kini banyak dianut: kan pada binatang-binatang percobaan, biasanya babi atau kera.
1) Response-to-injury hypothesis Bila binatang percobaan diberi diet tinggi cholesterol, maka akan
Dalam hipotesis ini peranan endotel dianggap yang ter- timbul Aterosklerosis. Bila kemudian diet diubah menjadi diet
penting, yaitu sebagai barrier dan pelindung dinding arteri. yang rendah cholesterol, maka proses Aterosklerosis menghi-
Bila terjadi injury terhadap endotel, maka kerusakan fungsi lang. Pada lesi-lesi yang lanjutpun, pengembalian diet menjadi
endotel menyebabkan terpacunya aterogenesis. rendah cholesterol dapat menghilangkan ateroma. Dalam hal ini
2) Monoclonal hypothesis yang dapat diserap bukan saja cholesterol dan ester cholesterol,
Dalam hipotesis ini diduga bahwa asal mula ateroma ialah bahkan sel-sel otot polos dan jaringan fibrotik dan kolagen.
adanya satu set otot polos yang mengalami proliferasi seperti Wissler dkk mendapatkan bahwa proses atenosklerosis
halnya neoplasma. dapat ditimbulkan dengan diet tinggi cholesterol selama 1
tahun dan dapat menghilang dalam waktu yang sama bila diet
PERANAN DISLIPIDEMIA DALAM ATEROGENESIS dinormalkan kembali.

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 15


2) Regresi Aterosklerosis pada manusia dan tekanan darah menurun pada kelompok eksperimen. Fre-
Banyak penelitian yang secara bermakna menunjukkan kuensi serangan angina menurun pada kelompok eksperimen
bahwa dengan mengubah gaya hidup dan menurunkan kadar (–90%) dan meningkat pada kelompok kontrol (160%).
cholesterol dan LDL, kematian karena jantung dan serangan Progresi aterosklerosis terjadi 42% pada kelompok eksperimen
infark miokard dapat diturunkan. Hasil-hasil ini memberikan dan 53% pada kelompok kontrol. Regresi terjadi 82% pada
harapan bahwa berkurangnya kematian karena jantung dan se- kelompok eksperimen dan 18% pada kelompok kontrol.
rangan infark miokard mungkin disebabkan karena terhentinya Studi Aterosklerosis dengan obat-obat antilipid
proses Aterosklerosis atau bahkan terjadinya regresi pada a) Cholesterol-Lowering Atherosclerosis Study (CLAS, 1987)
proses Aterosklerosis. CLAS ialah suatu studi besar tentang perkembangan
Untuk meneliti secara langsung apakah telah terjadi peng- aterosklerosis dengan pemakaian obat antilipid kombinasi
hentian atau bahkan regresi pada ateroma, diperlukan penelitian colestipol dan niacin. Studi ini meliputi 162 penderita penyakit
terkontrol yang dapat mengikuti perubahan-perubahan lesi jantung koroner yang telah mengalami bedah jantung pintas
aterosklerosis pada segmen-segmen arteri-arteri tertentu. Pada koroner. Semua penderita ialah pria yang tidak merokok dan
mulanya pengukuran stenosis suatu arteri dilakukan dengan berumur antara 40 hingga 59 tahun. Delapan puluh penderita
arteriografi biasa. Kemudian dipakai cara arteriografi yang se- diberi diet rendah lemak/rendah cholesterol dan diberikan
cara kuantitatif dan objektif dapat mengukur stenosis, yaitu colestipol dan niacin, sedangkan 82 penderita lainnya hanya
CAAS (Computer Assisted Arteriographic System). diberikan plasebo dan diet rendah lemak/rendah cholesterol.
Beberapa tahun akhir-akhir ini telah dilakukan studi-studi Penilaian akhir dilakukan setelah 2 tahun dengan meng-
terkontrol yang secara bermakna membuktikan bahwa proses gunakan arteriografi yang dibacakan secara visual oleh suatu
aterosklerosis bisa mengalami regresi. Dalam studi itu didapat- panel para ahli yang memberi skor untuk progresi, terhenti,
kan bahwa regresi Aterosklerosis bisa diperoleh bila terutama atau regresi. Arteri-arteri koroner ash dinilai terpisah dari
total cholesterol dan LDL diturunkan sedangkan HDL dinaik- pembuluh pembuluh darah yang dicangkok (pintas).
kan. Cara-cara yang dipakai biasanya ialah mengubah gaya Ternyata pada kelompok eksperimen terjadi penurunan total
hidup dan pemberian obat-obatan, terutama obat-obat antilipid. cholesterol sebesar 26%, penurunan LDL 43%, dan peningkatan
Dalam penelitian-penelitian itu, suatu proses aterosklerosis HDL 37% bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada
bisa mengalami progresi, terhenti, atau regresi. Pada seorang kelompok eksperimen 16.2% mengalami regresi, dibandingkan
penderita bisa terjadi progresi, terhenti, dan regresi secara ber- 3.4% pada kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen 45%
samaan. tidak mengalami progresi, dibandingkan dengan 46.6% pada
Dari studi-studi yang secara bermakna menunjukkan kelompok kontrol. Lesi baru pada arteri koroner ash ditemukan
adanya regresi Aterosklerosis dapat disebutkan : sebesan 10% pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan
Studi Aterosklerosis dengan perubahan gaya hidup 22% pada kelompok kontrol. Lesi baru pada pembuluh darab
a) Leiden Interventional Trial (1982) pintas terdapat 24% pada kelompok eksperimen dibandingkan
Dalam studi ini diteliti hubungan diet, lipoprotein, dan dengan 39% pada kelompok kontrol.
progresi Aterosklerosis pada 39 penderita angina pektoris yang b) Familial Atherosclerosis Treatment Study (FATS, 1990)
pada arteriografi koroner menunjukkan sedikitnya satu lesi de- Studi ini meneliti masalah regresi aterosklerosis pada 146
ngan stenosis 50% atau lebih. Intervensi yang dilakukan ialah laki-laki dengan umur kurang dari 62 tahun yang mempunyai
diet vegetarian yang mengandung cholesterol kurang dari 100 penyakit jantung koroner dan kadar apolipoprotein B yang tinggi,
mg perhari, perbandingan lemak tak jenuh dengan lemak jenuh yaitu lebih dari 125 mg%, dan riwayat keluarga yang kuat untuk
lebih dari 2. Para penderita dilarang merokok dan dianjurkan penyakit kardiovaskuler. Seratus duapuluh pendenta mengikuti
berolahraga. Evaluasi akhir dilakukan setelah 2 tahun. penelitian ini secara lengkap selama 2,5 tahun, yang dibagi men-
Dari 39 penderita, 21 mengalami progresi lesi, sedangkan 18 jadi 3 kelompok, yaitu kelompok pertama mendapat lovastatin (2
tidak mengalami progresi lesi. Progresi lesi terdapat pada pen- x 20mg sehari) dan colestipol (3 x l0g sehari); kelompok kedua
derita-penderita dengan rasio total cholesterol : HDL-cholesterol mendapat niacin (4 x 1g sehari) dan colestipol (3 x 10 g sehari);
lebih dari 6.9, sedangkan penderita-penderita dengan rasio dan kelompok ketiga mendapat plasebo (atau colestipol saja
kurang dari 6.9, tidak terjadi progresi aterosklerosis. bila LDL tinggi). Selain itu, semua penderita diberikan diet
b) Lifestyle Heart Trial (1990) rendah cholesterol dan rendah lemak, dan semua pengobatan
Dalam studi ini diteliti 28 penderita yang diberikan per- konvensionil untuk penyakitjantung koroner.
lakuan perubahan gaya hidup yaitu : diet vegetarian rendah Sebagai hasil penelitian ini didapatkan :
lemak, pengendalian stres, latihan olahraga, dua kali seminggu Kadar LDL cholesterol berubah (dari awal) –7% pada kelompok
pertemuan sosial. Kadar lemak makanan 10%, terdiri dari 50% kontrol, –46% pada kelompok lovastatin-colestipol, dan –32%
lemak takjenuh. Tidak diberikan obat antilipid. Sebagai kelom- pada kelompok niacin-colestipol.
pok kontrol ialah 20 orang penderita tanpa perlakuan khusus. Kadar HDL-cholesterol berubah +5% pada kelompok kontrol,
Setelah I tahun, evaluasi menunjukkan perbandingan ke- +15% pada kelompok lovastatin-colestipol, dan ÷43% pada ke-
lompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk total choles- lompok niacin-colestipol.
terol, LDL, dan HDL ialah –19%, –3 1%, dan 0%. Berat badan Progresi aterosklenosis terjadi 46% pada kelompok kontrol, 21%

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


pada kelompok lovastatin-colestipol, dan 25% pada kelompok RINGKASAN
niacin-colestipol. Telah dibahas secara singkat masalah Aterosklerosis sebagai
Regresi terjadi 32% pada kelompok lovastatin-colestipol, 39% pendahuluan, bentuk-bentuk lesinya, mekanisme terjadinya, dan
pada kelompok niacin-colestipol, dan 11% pada kelompok peranan penting dari lipoprotein dalam proses Aterosklerosis.
kontrol. Analisa multivarian menunjukkan bahwa : penurunan Dikemukakan studi-studi beberapa tahun akhir-akhir ini yang
kadar apolipoprotein B (LDL cholesterol), tekanan darah melaporkan secara bermakna terjadinya regresi Aterosklerosis
sistolik, dan progresi Aterosklerosis. bila kadar LDL cholesterol diturunkan dan kadar HDL choles-
Even klinik (kematian karenajantung, infark miokard, terol ditingkatkan, atau rasio LDL/HDL cholesterol diturunkan.
keperluan mendesak untuk pembedahan pintas koroner) terjadi Cara merubah profil lemak darah ini bisa dilakukan dengan diet
pada 10 dari 52 penderita dari kelompok kontrol, pada 3 dan 46 dan perubahan gaya hidup lainnya. Hasilnya lebih jelas bila
penderita dari kelompok lovastatin-colestipol, dan pada 2 dan ditambahkan obat-obat antilipid seperti niacin, colestipol, dan
48 penderita dari kelompok niacin-colestipol. obat-obat golongan HMG-CoA reductase inhibitor. Ternyata
c ) StThomas‘ Atherosclerosis Regression Study (STARS, 1992) juga bahwa regresi Aterosklerosis disertai dengan menurunnya
Untuk meneliti pengaruh penurunan kadar cholesterol darah gejala klinik (angina) dan even-even kardiovaskuler seperti se-
terhadap proses aterosklerosis, dilakukan penelitian terhadap 90 rangan infark miokard dan kematian karena jantung.
penderita laki-laki dengan angina pektoris atau infark miokard
lama, yang mempunyai kadar cholesterol plasma lebih dari 6.0 KEPUSTAKAAN
mMolIl dan berumur kurang dari 66 tahun. Evaluasi ukuran lesi 1. Arntzenius AC, Kromhout D, Barth JD, et al. Diet, lipoproteins and the
ateroma dilakukan dengan angiografi kuantitatif. Penderita- progression of coronary atherosclerosis. The Leiden Intervention Trial.
penderita dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok U (Usual New Engl J Med 985; 312: 807–11.
care) = tanpa perlakuan khusus, kelompok D (Dietary interven- 2. Blankenhorn DH, Johnson RL, Nessim SA et al. The cholesterol lowering
atherosclerosis study (CLAS). Controlled Clin Trials 1987; 8: 354–87.
tion) diet khusus, kelompok DC (Diet + Cholestyramin) : diet 3. Blankenhorn DH, Nessim SA, Johnson RL et al. Beneficial effects of
khusus ditambah cholestyramin 2 x 8 g sehari. Evaluasi di- combined colestipol-niacin therapy on coronary atherosclerosis and coro-
lakukan setelah 39 bulan, dengan hasil-hasil sebagai berikut: nary venous bypass grafts. JAMA 1987; 257: 3233–340.
Kadar cholesterol plasma rata-rata ialah 6.93 pada kelompok U, 4. Blankenhorn DH. Atherosclerosis regression in humans. Atherosclerosis
Rev 1990; 21: 151–57.
6.17 pada kelompok D, dan 5.56 mMol/l pada kelompok DC. 5. Brensike JF, Levy RI, Kelsey SF et al. Effects of therapy with cholestyra-
Progresi Aterosklerosis terdapat 46% pada kelompok U, 15% mine on the NHLBI Type II Coronary Intervention Study. Circulation
pada kelompok D, dan 12% pada kelompok DC. 1984; 69: 313–24.
Regresi Aterosklerosis terdapat 46% pada kelompok U, 38% 6. Brown G, Albers JJ, Fischer LD et al. Regression of coronary artery disease
as a result of intensive lipid lowering therapy in men with high levels of
pada kelompok D, dan 33% pada kelompok DC. apolipoprotein B. New EngI J Med 1990; 323: 1289–98,
Diameter lumen rata-rata (MAWS = Mean Absolute With of the 7. Brown BG, Adams WA, Albers JA et al. Quantitative arteriography in
coronary Segments) menurun 0.201 mm pada kelompok U, me- coronary intervention trials : Rationale, study design, and lipid response in
ningkat 0.003 mm pada kelompok D, dan meningkat 0.103 mm the University of Washington Familial Atherosclerosis Study (FATS).
Pathobiology of the Human Atherosclerotic Plaque. London, Springer-
pada kelompok DC. Verlag, 1990.
Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa intervensi diet saja 8. Davies MJ, Krikler DM, Katz D. Atherosclerotis: Inhibition or regression
sudah menurunkan progresi dan meningkatkan regresi ateroskle- as therapeutic possibilities. Br. Heart J 1991; 65: 302–10.
rosis, menurunkan LDL cholesterol dan menurunkan rasio LDL/ 9. de Feyter PJ, Serruys PW, Davies Ini et al. Quantitative coronary angio-
graphy to measure progression and regression of coronar atherosclerosis:
I-IDL cholesterol, dan penambahan cholestyramin menambah value, limitations, and implications for clinical trials. Circulation 1991; 84:
lagi regresi aterosklerosis, yang semuanya ini disertai berku- 412–23.
rangnya even-even kardiovaskuler. 10. Frick MH, Elo C, Haapa K et al. Helsinki Heart Study Primary-prevention
trial with gemfibrozil in middle aged men with dyslipidemia. Safety of
treatment changes in risk factors, and incidence of coronary heart disease,
Studi Aterosklerosis dengan obat-obat penyekat kalsium N Engl J Med 1987; 317: 237–44.
Beberapa penelitian tentang proses aterosklerosis dengan 11. Gould KL, Ornish D, Kikeeide R et al. Improved stenosis geometry by
pemberian penyekat kalsium telah dilakukan. Dua buah peneli- quantitative coronary arteriography after vigorous risk factor modification.
tian yang perlu disebut ialah : Am J Cardiol 1992; 69: 845–53.
12. Kane JP, Malloy MJ, Ports TA et al. Regression of coronary atherosclerosis
a) International Nifedipine Trial on Antiatherosclerotic dunng treatment of familial hypercholesterolemia with combined drug
Therapy (INTACT, 1990) oleh Lichtlen dkk yang meneliti 173 regimens. JAMA 1990= 264: 3007–12.
orang dengan nifedipin dibandingkan dengan 175 orang dengan 13. Levy RI, Brensike JF, Epstein SE et al. The influence of changes in lipid
plasebo. Evaluasi dilakukan dengan angiografi kuantitatif. values induced by cholestyramine and diet on progression of coronary
artery disease: Results of the NHLB I type II coronary intervention study.
Hasil untuk regresi aterosklerosis masih diperdebatkan. Circulation 1984; 69: 325–37.
b) Waters dkk (1990) meneliti 168 orang dengan nicardipine 14. Lichtlen PR, Hugenholtz PG, Rafflenbeul W et al. Retardation of angio-
dibandingkan dengan 167 orang dengan plasebo. Evaluasi graphic progression of coronary artery disease by nifedipine. Results of the
dilakukan dengan angiografi kuantitatif. Hasil untuk regresi International Nifedipine Trial on Antiatherosclerotic Therapy (INTACT)
Lancet 1990; 335: 1109–13.
aterosklerosis masih diperdebatkan. 15. Mack WJ, Blankenhorn DH. Factors influencing the formation of new
human coronary lesions = Age, blood pressure and blood cholesterol. Am J

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 17


Public Health 1991; 81: 1180–84. progression of coronary artery disease. Controlled Clin Trials 1987; 8:
16. Ornish D, Brown SE, Schwerwitz LW etal. Can lifestyle changes reverse 216–42.
coronary heart disease ? Lancet 1990; 336: 129–33. 19. Watts GF, Lewis B, Brunt JNH et al. Effects on coronary artery disease of
17. Waters D, Lesperance J, Francetich M et al. A controlled clinical trial to lipid-lowering diet, or diet plus cholestyramine, in the St Thomas athero-
assess the effect of a calcium channel blocker on the progression of sclerosis regression study (STARS). Lancet 1992; 339: 563-69.
coronary atherosclerosis. Circulation 1990; 82: 1940–53. 20. Wissler RW, Vesselinovitch D.Can atherosclerotic plaques regress, anatomic
18. Watters D, Freedman D, Lesperance Jet al. Design features of a controlled and biochemical evidence from nonhuman animal models. Am J Cardiol
clinical trial to assess the effect of a calcium entry blocker upon the 1990; 65: 33F–40F.

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


HASIL PENELITIAN

Kadar Lemak Darah


pada Pekerja Bergilir di Suatu Instalasi
Pengeksporan Minyak dan Gas Bumi
Sudjoko Kuswadji
Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia

ABSTRAK

Sejumlah 323 rekam medis pemeriksaan kesehatan berkala pekerja sebuah instalasi
pengeksporan minyak dan gas bumi dari tahun 1991 sampai 1993 diteliti. Pekerja yang
berusia kurang dari 35 tahun diperiksa sekali dalam 3 tahun, yang berusia antara 35–45
tahun diperiksa sekali dalam dua tahun dan yang berusia 45 tahun ke atas diperiksa sekali
dalam setahun. Tujuannya ialah untuk menemukan suatu hipotesis tentang faktor tingginya
kadar lemak darah pada pekerja bergilir (shift). Semua pekerja adalah laki-laki, berusia
antara 25 sampai 54 tahun. Rata-rata usia mereka adalah 40.36 (SD = 4.62). Masa kerja
mereka di perusahaan ini berkisar antara 1 sampai 20 tahun, dengan rata-rata inasa kerja
13.71 tahun (SD = 3.76). Sesuai dengan sifat pekerjaannya 143 pekeija (44.3%) bekerja
bergilir siang dan malam (shift), sedangkan sisanya 180 orang (55.7%) hanya bekerja pada
siang hari saja. Sebanyak 5 orang (1.5%) mengaku bujang (belum menikah atau duda),
sedangkan sisanya mengaku berstatus menikah (98.5%). Menurut struktur kepangkatan-
nya 16 pekerja (5%) adalah senior staff, 71 orang (22%) adalah junior staff dan 236
orang (73.1%) adalah non staff
Kadar kolesterol rata-rata seluruh pekerja (N = 323) didapatkan 207.47 mg/dl (SD =
43.96), kadar trigliserida ditemukan 155.87 mg/dI (SD = 77.03), kadar HDL ditemukan
32.55 mg/dl (SD = 9.35), kadar LDL ditemukan 143.86 mg/dl (SD = 41.63). ratio ko-
lesterol/HDL rata-rata didapatkan 6.85 (SD = 2.40), ratio LDL/HDL rata-rata didapatkan
4.79 (SD = 2.04). Rata-rata kadar kolesterol pekerja siang hari (209.14 mg/dl) tidak
banyak berbeda dengan rata-rata kadar kolesterol pekerja bergilir (205.37 mg/dI). Kadar
trigliserida pekerja siang hari (158.40 mg/dl) dan pekerja bergilir (152.68 mg/dl).
Penemuan ini mendukung beberapa penelitian sebelumnya. Kadar HDL pada pekerja
siang hari (34.01 mg/dl) ternyatajauh lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja malam
hari (30.71 mg/dl). (p = 0.0018).
Kadar HDL pekerja bergilir di instalasi pengeksporan minyak dan gas bumi jauh
lebih rendah dibandingkan dengan rekannya yang bekerja pada siang hari. Ada
kemungkinan hal ini disebabkan oleh kebiasaan makan yang keliru, kurangnya gerakan,
kebiasaan merokok dan sifat jadwal kerja bergilir. Penelitian lebih lanjut dengan
melakukan perubahan sistem kerja, perubahan diet, mengurangi rokok, menggiatkan
olahraga mungkin diperlukan untuk memperbaiki keadaan ini.

Kata kunci: kolesterol, shift, industri minyak

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 19


PENDAHULUAN staff senior staff), antropometrik (tinggi badan, berat badan),
Penyakit jantung koroner telah menjadi pembunuh utama faktor risiko penyakit jantung koroner (riwayat, diabetes, mero-
beberapa bangsa di dunia. Dari sekian banyak faktor risiko, ka- kok, olahraga), profit lemak darah (kolesterol, triglisenida,
dar kolesterol yang tinggi merupakan faktor utama. Semakin HDL, LDL, ratio kolesterol/HDL, ratio LDL/HDL), gula darah,
tinggi kadar kolesterol darah, semakin tinggi risiko untuk men- asam urat darah, profil fungsi hati (GGT, AST, ALT), tekanan
derita penyakit jantung vaskuler dan kemungkinan untuk me- darah (sistolik, diastolik), fungsi paru (FVC, FEVI, ratio FEVI/
ninggal akibat penyakit itu. Risiko itu dapat diturunkan dengan FVC, PEFR) dan beberapa data pemeriksaan lainnya. Pada
jalan menurunkan kadar kolesterol. Kolesterol dalam tubuh ter- penelitian ini hanya digunakan data profil lemak darah.
bungkus oleh apoprotein agar dapat diangkut ke dalam sirkulasi, Identifikasi, jadwal kerja, faktor risiko penyakit jantung
membentuk lipoprotein. Lipoprotein dapat mengangkut kolesterol koroner ditanyakan dalam bentuk kuesioner. Usia, masa kerja,
dan trigliserida. Sebagian lipoprotein disebut low density lipo- indeks berat badan, LDL, ratio kolesterol/HDL, ratio LDL/HDL
protein (LDL). LDL ini kaya akan kolesterol. Yang lain disebut dan ratio FEVI/FVC dihitung dengan rumus pada program
dengan high density lipoprotein (HDL). HDL ini sebagian besar komputer Lotus 201. Usia dan masa kerja dihitung secara teliti
terdiri atas protein saja. LDL sering disebut dengan kolesterol sampai berapa hari pada saat tanggal pemeriksaan. Data dalam
buruk, sementara HDL disebut dengan kolesterol baik. hari kemudian dibagi 365 agar menjadi tahun. Data tanggal lahir
Beberapa penelitian belakangan ini menunjukkan, bahwa dan tanggal mulai bekerja diperoleh dari bagian personalia
banyak kenaikan penyakit jantung koroner pada pekerja bergilir. perusahaan. Indeks berat badan dihitung dengan rumus berat
Beberapa penelitian tadi ada yang menyebutkan tentang adanya badan dalam kg/tinggi badan dalam meter pangkat dua. LDL di-
gangguan lipoprotein padapekerjabergilir, namun sayang jarang hitung dengan rumus total kolesterol – (HDL + trigliserida/5).
yang mengaitkannya dengan diet mereka. Pada penelitian 12 Pengukuran berat badan dilakukan dengan baju kerja
orang pekerja bergilir dan 13 orang pekerja siang hari selama sehari-hari tanpa sepatu, tanpa helm dan tanpa kopel rim. Alat
enam bulan, ditemukan bahwa kadar kolesterol total dan trigli- yang dipakai ialah timbangan badan elektronik Krupp yang
serida tidak berubah secara bermakna. Ratio antara lipoprotein teliti sampai 0.5 kilogram. Pengukuran tinggi badan dilakukan
apoB dan apoA-1 naik 18% pada pekerja bergilir,sementara pada dengan mistar logam yang teliti sampai 1 sentimeter.
pekerja siang hari hanya naik 5%. Perubahan ratio tadi berkaitan Pemeriksaan lemak darah, gula darah, asam urat, fungsi hati
dengan perubahan diet tinggi serat di kalangan mereka(1). dilakukan dengan memeriksa serum pekerja pada alat Reflotron
Kolesterol bersama-sama dengan beberapa faktor risiko yang dikalibrasi sekali sehari pada pagi hari. Serum diambil
penyakit jantung koroner lainnya, seperti merokok, tekanan dari vena kubiti dalam keadaan puasa sejak pukul 22 malam
darah tinggi, inaktivitas, kegemukan dan diabetes merupakan sebelumnya. Tekanan darah diukur dengan sfigmomanometen
beberapa faktor yang masih mungkmn diubah. Ada beberapa air raksa, pada lengan kiri, posisi duduk, yang dilakukan pada
faktor lain yang tidak mungkin diubah, seperti usia, jenis kela- akhir pemeniksaan Rontgen, EKG, spirometri dari laborato-
min dan riwayat keluarga. Meskipun upaya menurunkan kadar rium. Tekanan diastolik ditetapkan pada bunyi Korotkoffke 4.
kolesterol hanyalah sebagian kecil dan upaya mengurangi Fungsi panu diperiksa dengan alat Vitalograph yang dikalibrasi
angka morbiditas penyakit jantung koroner, faktor pekerjaan sekali sehari pada pagi hari.
dalam upaya itu belum pernah diperhitungkan. Semua data kemudian dimasukkan dalam komputer dalam
Penelitian berikut ini mencoba mengaitkan profil lemak format Lotus 201. Data ini kemudian dikonversikan dalam for-
yang diperiksa (kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL) mat Epi Info 5 dan format PC SAS. Deskripsi statistik di
dengan pekerjaan regu bergilir. Penelitian ini diharapkan dapat lakukan dengan membandingkan rata-rata variabel numerik,
mengenal faktor penyulit pada regu bergilir dalam upaya pe- secara keseluruhan, pada pekerja siang hari dan pada pekerja
nurunan kadar kolesterol. bergilir. Selain itu dilakukan pula pengelompokan faktor risiko
kolesterol, triglisenida, HDL, LDL, ratio kolesterol/HDL dan
BAHAN DAN CARA ratio LDL/HDL. Faktor risiko ini kemudian ditabulasi silang
Bahan penelitian ialah hasil pemeriksaan kesehatan dengan jadual kerja bergilir (shift).
berkala semua pekerja yang bekerja di suatu instalasi
pengeksporan minyak dan gas bumi selama tahun 1991–1993 HASIL
(cross sectional, population based). Pekerja yang berusia
kurang dari 35 tahun diperiksa sekali dalam 3 tahun, yang Karakteristik Populasi
berusia antara 35–45 tahun diperiksa sekali dalam dua tahun Semua hasil pemeriksaan kesehatan berkala sejak 1991
dan yang berusia 45 tahun ke atas diperiksa sekali dalam sampai dengan 1993 berasal dari 323 (N) pekerja laki-laki, oleh
setahun. Dari sejumlah 358 buah rekam medis pemeriksaan karena di lokasi pengolahan minyak dan gas bumi ini tidak di-
berkala, terpilih 323 rekam medis (90.22%). Sejumlah 35 perkenankan adanya pekerja wanita. Mereka berusia antara 25
rekam medis yang tidak lengkap dikeluarkan dari penelitian. sampai 54 tahun. Rata-rata usia mereka adalah 40,36 tahun
Rekam medis ini mencatat identifikasi (nama, pekerjaan, (SD = 4.62). Masa kerja mereka di perusahaan ini berkisar
dçpartemen), usia, masa kerja, jadual (shift), beban kerja (pe- antara 1 sampai 20 tahun, dengan rata-rata masa keija 13.71
kerja fisik ringan, sedang dan berat), pangkat (non staff, junior tahun (SD = 3.76).
Karyawan bekerja di beberapa bagian: produksi 56 orang Tabel 2. Kadar Kolesterol pada Pekerja Siang dan Pekerja Bergilir
(17.3%), pemeliharaan 104 orang (32.2%), pemadam api 55 Kadar Kolesterol Pekerja siang Pekerja bergilir Jumlah
orang (17.0%), keamanan 23 orang (7.1%), pengapalan 25 orang
< 200 mg/dl (diharapkan) 74 7! 145
(7.7%), administrasi 15 orang (4.6%), gudang 25 orang (7.7%), 200–240 mg/dl (perbatasan) 72 47 119
bangunan 6 orang (1.9%), rekayasa 8 orang (2.5%) dan tele- > 240 mg/dl (tak diharapkan) 34 25 59
komunikasi 6 orang (1.9%). Sesuai dengan sifat pekerjaannya Jumlah 180 143 323
143 pekerja (44.3%) bekerja bergilir siang dan malam (shift),
sedangkan sisanya 180 orang (55.7%) hanya bekerja pada siang Keterangan :
Chi square = 2.48; df = 2; p = 0.28.
hari saja.Jadwal bergilir pekerja pada umumnya adalah 1 minggu
siang, I minggu malam dan I minggu libur. Selama bekerja Tabel 3. Kadar Trigliserida pada Pekerja Siang dan Pekerja Bergilir
mereka tinggal di tempat terpencil di lokasi industri dan makan
Kadar Trigliserida Pekerja siang Pekerja bergilir Jumlah
di kantin perusahaan. Mereka dinas siang selama 12 jam, dan
dinas malam selama 12 jam juga. Selama 1 minggu pekerja < 200 mg/dl (diharapkan) 148 118 266
200–240 mg/dl (perbatasan) 28 22 50
pulang ke rumah tinggal dan makan bersama keluarga mereka.
> 400 mg/dl (tak diharapkan) 4 3 7
Sebanyak 5 orang (1.5%) mengaku bujang (belum menikah Jumlah 180 143 323
atau duda), sedangkan sisanya mengaku berstatus menikah
(98.5%). Menurut struktur kepangkatannya 16 pekerja (5%) Keterangan :
adalah senior staff, 71 orang (22%) adalah junior staff dan 236 Chi square = 0,01; df = 2; p = 0.99.
orang (73.1%) adalah non staff.
Tabel 4. Kadar HDL pada Pekerja Siang dan Pekerja Bergilir

Lemak Darah Kadar HDL Pekerja siang Pekerja bergilir Jumlah


Kadar kolesterol rata-rata seluruh pekerja (ii = 323) dida- < 45 mg/dl (diharapkan) 25 6*** 31
patkan 207.47 mg/dl (SD = 43.96), kadar trigliserida ditemukan 35–45 mg/dl (perbatasan) 50 32 82
> 35 mg/dl (tak diharapkan) 105 105 210
155.87 mg/dI (SD = 77.03), kadar HDL ditemukan 32.55 mg/dl
Jumlah 180 143 323
(SD = 9.35), kadar LDL ditemukan 143.86 mg/dl (SD = 41.63),
ratio kolesterol/HDL rata-rata didapatkan 6.85 (SD = 2.40), ratio Keterangan :
LDL/HDL rata-rata didapatkan 4.79 (SD = 2.04). Chi square = 11.51; df = 2; p = 0.0031.
Menurut jadual kerjanya – siang hari dan regu bergilir –
kadar kolesterol, triglisenida, HDL, LDL, ratio kolesterol/HDL Tabel 5. Kadar LDL pada Pekerja Siang dan Pekerja Bergilir
dan ratio LDL/HDL dapat dilihat di tabel 1. Kadar LDL Pekerja siang Pekerja bergilir Jumlah
Tabel 1. Rata-rata Kadar Kolesterol, Trigliserida, H1)L, LDL, Ratio < 130 mg/dl (diharapkan) 57 58 115
Kolesterol/HDL, Ratio LDLIHDL Kelompok Regu Siang Hari 130–160 mg/dl (perbatasan) 66 38 104
dan Regu Bergilir > 160 mg/dl (tak diharapkan) 57 47 104
Jumlah 180 143 323
Kelompok Terendah Tertinggi Rata-rata SD
Siang hari (N = 180) Keterangan :
Kolesterol 103 391 209.14 a) 43.53 Chi square = 4.33; df = 2; p = 0.11.
Trigliserida 70 600 158.40 b) 77.87
HDL 10 56 34.01 c)*** 8.90
Tabel 6. Ratio Kolesterol/HDL pada Pekerja Siang dan Pekerja Bergilir
LDL 23.3 342.3 134.64 d) 41.84
Kolesterol/HDL 2.64 19.80 6.56 e)** 2.34 Kadar Kolestero/HDL Pekerja siang Pekerja bergilir Jumlah
LDL/HDL 0.77 16.91 4.55 f) 2.03
Bergilir (N = 143) < 4.5 mg/dl (diharapkan) 23 15 38
Kolesterol 115 338 205.37 44.55 4.5–5.5 (perbatasan) 39 22 61
Trigliserida 70 533 152.68 76.09 > 5.5 (tak diharapkan) 118 106 224
HDL 10 80.9 30.71 9.59 Jumlah 180 143 323
LDL 61.80 269.90 144.12 41.50
Kolesterol/HDL 2.27 13.57 7.19 2.42 Keterangan :
LDL/HDL 0.86 10.83 5.08 2.00 Chi square = 2.86; df = 2; p = 0.23.
Keterangan:
a) Cochran p = 0.4462; Tabel 7. Ratio LDL/HDL pada Pekerja Siang dan Pekcrja Bergilir
b) Cochran p = 0,5078; Kadar Kolestero/HDL Pekerja siang Pekerja bergilir Jumlah
c) Cochran p = 0.0018;***
d) Cochran p = 0.9191; < 3 mg/dl (diharapkan) 34 17 51
e) Cochran p = 0.0197; ** 3–5 (perbatasan) 86 65 151
f) Cochran p = 0.0207. >5 (tak diharapkan) 60 61 121
Jumlah 180 143 323
Klasifikasi kadar kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, ratio
ko1esteroI/HDL dan ratio LDL/HDL dapat dilihat pada tabel 2, Keterangan :
Chi square = 4.42: df = 2; p = 0.10.
3, 4, 5, 6, 7.

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 21


DISKUSI Pekerja regu bergilir mengalami ancaman beberapa ganggu-an
kesehatan, antara lain kesulitan tidur, gangguan saturan pen-
Peranan HDL
cernaan, gangguan emosi, cenderung merokok dan minum mi-
Kolesterol adalah bahan pembangun sel tubuh manusia.
numan keras/alkohol, dan gangguan sosial seperti perceraian.
LDL yang mengangkut kolesterol melekat sendiri pada per-
Beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa pekerja ber-
mukaan set yang selanjutnya masuk ke dalamnya. Jika terlalu
gilir yang menderita diabetes juga akan mengalami kesulitan
banyak LDL dalam darah, bila sel hati (reseptor LDL) tak
dalam mengendalikan kadar gula darahnya(6). Hal ini menunjuk-
mampu menerima LDL dan bila terlalu sedikit reseptor dalam
kan bahwa pekerja bergitir diperkirakan akan mengalami
hati, tubuh akan mengalami kejenuhan kolesterol dan LDL.
gangguan metabotisme, seperti temak, protein dan karbohidrat.
Kolestenil lalu akan mengendap dalam dinding pembuluh
Pada penetitian ini ditemukan rata-rata kadar kolesterol
darah. HDL selanjutnya akan mengikis penimbunan kolesterol
pekerja siang hari (209.14 mg/dt) tidak banyak berbeda dengan
itu. HDL akan melindungi tubuh terhadap aterosklerosis(2).
rata-rata kadar kolesterol pekerja bergilir (205.37 mgl/dl). De-
Kolesterol tinggi disebabkan oleh faktor genetik dan peri-
mikian juga dengan kadar trigliserida pekerja siang hari
laku atau keduanya. Gen tubuh dapat menciptakan set yang tidak
(158.40 mg/dl) dan pekerja bergilir (152.68 mg/dl). Keadaan
mampu mengeluarkan LDL dari tubuh secara efisien. Merokok,
ini mendukung beberapa penelitian sebelumnya.
banyak makan lemak dan inaktivitas dapat juga menyebabkan
Kadar HDL pada pekerja siang hari (34.01 mg/dl) ternyata
tingginya kolesterol.
jauh tebih tinggi dibandingkan dengan pekerja malam hari
Cara yang paling mudah untuk mengenal bahaya ini ialah
(30.71 mg/dl). (p =0.0018). Perbedaan ini tentu saja menimbul-
dengan melakukan pemeriksaan kadar kolesterol secara berkala.
kan banyak pertanyaan. HDL dapat dipengaruhi oleh beberapa
Di antara beberapa parameter pemeriksaan (kolesterol, tniglise-
hal seperti tercantum dalam Tabel 9.
rida, HDL, LDL, ratio kolesterol/HDL dan ratio LDL/HDL(3).
HDL merupakan parameter yang terpenting. Beberapa peneliti- Tabel 9. Beberapa Hal yang Mempengaruhi Kadar HDL Darah
an menunjukkan, bahwa meskipun kadar kolesterol normal,
Kelompok Pengaruh Menaikkan Menurunkan
risiko diserang penyakit jantung koroner akan masih ada jika Genetik Tanpa diabetes Wanita Diabetes
kadar HDLnya rendah. 45 tahun Pria 45 tahun
Wanita menopause
Profil Semua Pekerja Penyakit Tangier(7)
Lingkungan ? ?
Kadar kolesterol rata-rata seturuh pekerja (N = 323) di- Perilaku Tidak merokok Merokok
dapatkan 207.47 mg/dl (SD = 43.96), kadar triglisenida ditemu- Olahraga aerobik Inaktivitas
kan 155.87 mg/dl (SD =77.03), kadar HDL ditemukan 32.55 mg/ Berat badan normal Kegemukan
dl (SD =9.35), kadar LDL ditemukan 143.86 mg/dl (SD =41.63), Obat Anti hiperlipidemia Antihipertensi
ratio kolesterol HDL rata-rata didapatkan 6.85 (SD = 2.40), ratio
LDL/HDL rata-rata didapatkan 4.79 (SD = 2.04). Hasil pe- Untuk menyingkirkan beberapa faktor tadi – di luar faktor
meriksaan umum ini menunjukkan bahwa profit lemak darah bergilir – dilihat distribusi frekuensi penderita diabetes, perokok,
pekerja di perusahaari ini tidak sesuai dengan harapan. Hampir kebiasaan olahraga dan indeks berat badan pada kelompok ber-
semua pemeriksaan mempertihatkan kadar yang tidak memuas- gilir dan siang hari (Tabel 10). Dari tabel itu tampak jelas bahwa
kan (Tabel 8). penderita diabetes, hipertensi, perokok, non olahragawan dan
obesitas terbagi sama rata. (p > 0.01). Dengan perkataan lain
Tabel 8. Penafsiran Hasil Pemeriksaan Beberapa Unsur Lemak Darah rendahnya kadar HDL pada pekerja bergilir benar-benar semata-
(Dalam mg/dl) mata disebabkan oleh sifat pekerjaan bergilir.
Pemeriksaan Sebaiknya Perbatasan Kurang Baik
Kolesterol total < 200 200 – 240 > 240 Tabel 10. Distribusi Penderita Diabetes, Hipertensi, Perokok, Non Olah-
Trigliserida > 45 35 – 45 < 35 ragawan dan Obesitas pada Pekerja Siang dan Bergilir
HDL < 200 200 – 400 > 400
Jadwal pekerja Diabetes Hipertensi Perokok Non Olahraga Obesitas
LDL < 130 130 – 160 > 160
Siang 8 3 78 155 68
Kolesterol/HDL < 4.5 4.5 – 5,5 > 5.5
Bergilir 9 a) 1 b) 67 c) 122 d) 65 e)
LDL/HDL <3 3–5 >5
Jumlah 17 4 145 277 133
Beberapa pekerja diketahui mengidap hiperlipidemia Keterangan :
kongenital dengan serum yang keruh dan kadar kolesterol atau a) p = 0.62; b) p =0.63; c) p = 0.60; d) p = 0.96; e) p = 0.20
trigliserida yang tinggi. Faktor sangat menonjol yang menjadi
penyebab tingginya profit tadi ada pada kebiasaan makan. Satu-satunya upaya untuk mengetahui penyebah rendahnya
Makanan yang disediakan oleb perusahaan jasa boga banyak kadar HDL pada pekerja bergilir ini ialah dengan meneliti ma-
mengandung lemak jenuh; tradisi makanan ini merupakan wa- kanan yang disediakan untuk mereka. Pekerja bergilir memang
risan dari para tenaga asing yang pernah bekerja di sana. Ke- diberi jatah makan tengah malam; mereka sering memesan
biasaan makan ini tidak mudah diubah. makanan tertentu yang tidak sesuai dengan menu, seperti steak,
telur mata sapi dan lain-lain. Makanan itu umumnya banyak
Pekerja Bergilir mengandung kolesterol.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


Kebiasaan berolahraga sukar ditanamkan pada pekerja ber- nelitian Iebih lanjut dengan melakukan perubahan sistem kerja,
gilir, sebab waktu mereka sangat terbatas. Jam kerja yang 12 jam perubahan diet, mengurangi rokok, menggiatkan olahraga
sehari (perkecualian dari Menteri Tenaga Kerja) ternyata sangat mungkin diperlukan untuk memperbaiki keadaan ini.
melelahkan. Pekerjaan bergilir pada umumnya dilakukan oleh
operator, pemadam api dan petugas keamanan. Pekerjaan mereka KEPUSTAKAAN
tidak banyak memerlukan kegiatan fisik, sehingga tidak me-
1. Knutson A, Andersson H, Berglund U. Serum lipoprotein in day and shift
rangsang timbulnya HDL. Pekerjaan di tempat terpencil pada workers: a prospective study. BJIM 1990; 47: 132–4.
malam hari juga akan merangsang pekerja untuk merokok. 2. Rader DJ et at. Very tow high density lipoprotein without coronary athero-
Kebiasaan ini juga menambah berkurangnya kadar HDL. sclerosis. Lancet 1993; 342: 1455–57.
Penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pekerja shift 3. Byrne KP. Understanding and Managing Cholesterol. Human Kinetics
Books. 1991. 24–5.
dengan rendahnya kadar HDL perlu dilakukan. Masalah efek- 4. National Cholesterol Educational Program. Report of the expert panel on
tivitas biaya perlu dipertimbangkan, mengingat mengubah detection, evaluation and treatment of high blood cholesterol in adults.
perilaku seseorang bukan masalah yang gampang(8). Bethesda, MD: National Institutes of Health; 1988. NIH Publ No. 88-2925.
5. ——, Cholesterol. Medical Essay, Supplement to Mayo Clinic Health
Letter, June 1993. 1–8.
KESIMPULAN 6. Koh D, Koh K, Tan YT, Jeyaratnam J. Diabetes mellitus and fitness for
Kadar HDL pekerja bergilir di instalasi pengeksporan mi- employment. J Occup Med Singapore. (July) 1993; 5(2): 87–93.
nyak dan gas bumi jauh Iebih rendah dibandingkan dengan 7. Durrington PN. How HDL protects against atheroma. Lancet (Nov.) 1993:
rekannya yang bekerja pada siang hari. Ada kemungkinan hal 342: 1315-16.
8. Wilson MG, Edmunson J, DeJoy DM. Cost effectiveness of worksite choles-
ini disebabkan oleh kebiasaan makan yang keliru, kurangnya terol screening and intervention programs. Occup Med 1992; 34(6): 642–49.
gerakan, kebiasaan merokok dan sifat jadual kerja bergilir. Pe-

Kalender Kegiatan llmiah

20 – 21 September 1995 – INTERNASIONAL SYMPOSIUM


BIOCHEMISTRY AND MOLECULAR BIOLOGY AP-
PROACHES ON AGEING
Bandung
Jayakarta Suite Hotel, Bandung, INDONESIA
Secr. : Dept. Of Biochemistry
Medical Faculty, University of Padjajaran
JI. Ir. H. Juanda 248
Bandung 40135, INDONESIA
Tel. : (62-22) 2501953
Fax : (62-22) 2504642, 231130

15 – 17 November 1995 – KONGRES NASIONAL I dan PERTEMUAN IL-


MIAH II IKATAN DOKTER KESEHATAN KERJA
INDONESIA
World Trade Center, Surabaya, INDONESIA
Sekr. : JI. Cikini 16 FK Unair
Jakarta 10320 Gedung BMS Lt. 3
Tel. : (021) 3153115 JI. Prof. Dr. Moetopo 47
Fax : (021) 3102913 Surabaya
Tel. : (031) 40251 pes. 52
Fax : (031) 522472

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 23


HASIL PENELITIAN

Faktor- faktor
yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani
Pelajar SLTA di Jakarta
Ch. M. Kristanti
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN BAHAN DAN CARA


Salah satu komponen terpenting dari empat komponen ke- Pada penelitian kesegaran jasmani pelajar SLTA di Jakarta
segaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan, adalah tahun 1990, penilaian daya tahan kardiorespirasi dilakukan me-
daya tahan kardiorespirasi. ini adalah kemampuan sistim per- lalui pengukuran VO2 max dengan menggunakan ergometer
edaran darah dan pernafasan untuk membagikan oksigen serta sepeda (ciclo ergometty test). Penentuan kriteria menggunakan
makanan ke otot-otot yang bekerja sesuai dengan kebutuhan metode Astrand(2). Seleksi kasus dilakukan melalui skrining
untuk memulihkan tubuh dari efek bekerja dan latihan fisik. untuk mengeluarkan responden yang tidak mampu melakukan
VO2 memberikan gambaran kemampuan sistim peredaran tes.
darah dan pernafasan seseorang.
Pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas adalah remaja se- Pengukuran Hb menggunakan metode Cyanmeth dengan
bagai generasi penerus bangsa. Mereka dituntut untuk memiliki alat Clinpot. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dalam
tingkat kesegaran jasmani yang optimal, agar mampu berprestasi satuan kilogram dilakukan untuk menghitung BMI. Pengukuran
baik dalam pelajaran maupun pekerjaan. Gaya hidup remaja variabel lain menggunakan kuesioner. Variabel kegiatan olah-
biasanya melibatkan perilaku berisiko antara lain merokok, raga merupakan hasil perkalian antara frekuensi dan durasi
minum alkohol, dan menggunakan obat terlarang yang dapat berolahraga, dalam penelitian ini kontinuitas berolahraga dan
menurunkan kesegaran jasmani(1). Berbagai penelitian melapor- jenis olahraga yang dilakukan tidak diukur. Yang dimaksud
kan bahwa kesegaran jasmani terutama daya tahan kardio- dengan merokok di sini adalah kebiasaan merokok setiap hari
respirasi pada sebagian besar pegawai negeri, pegawai swasta pada seseorang, sehingga pada mereka yang hanya kadang-
dan kelompok usia produktif 30–39 tahun, dan pelajar SLTA di kadang merokok dikategorikan tidak merokok. Sedangkan
Jakarta dalam kondisi kurang. minum alkohol dalam penelitian ini adalah kebiasaan minum
Analisis data sekunder telah dilakukan menggunakan data alkohol pada seseorang, baik kadang-kadang maupun sering.
hasil penelitian kesegaran jasmani pada pelajar SLTA di Jakarta Dari analisis deskriptif diperoleh frekuensi distribusi ma-
1990. Tujuan analisis adalah untuk mengetahui hubungan VO2 sing-masing variabel. Analisis regresi sederhana digunakan
max dengan variabel lain seperti jenis kelamin, umur, Hb, body untuk mengetahui hubungan antara variabel seks, umur, BMI,
mass index (BMI), kegiatan olahraga fisik, kebiasaan merokok kegiatan, kadar Hb, kebiasaan merokok dan minum alkohol
dan minum alkohol. Informasi mengenai status kesegaran jas- dengan VO2 max yang merupakan bilangan kontinu. Analisis
mani pelajar SLTA dapat digunakan sebagai masukan dalam regresi linier ganda untuk mengetahui pengaruh berbagai va-
menyusun strategi program pembinaan dan pengembangan ke- riabel terhadap VO2 max secara bersama-sama. Analisis ini
segaran jasmani remaja yang dilaksanakan melalui jalur sekolah. menggunakan perangkat lunak SPSS/PC+ versi 4.0.

*) Ttulisan ini merupakan tesis program Pasca Sarjana UI, 1993

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


HASIL rata kegiatan olahraga 33 jam/bulan dengan variasi antara 0– 163
Pelajar yang mampu mengikuti tes sebanyak 1016 orang jam/bulan. Pada laki-Jaki rata-rata kegiatan olahraga (40 jam/
sebagian besar (95,5%) berumur 12–19 tahun. Mereka terdiri bulan) lebih tinggi daripada pada perempuan (25 jam/bulan. Di-
dari 54% laki-laki dan 46% perempuan. Daya tahan kardiores- antara 150 pelajar yang merokok, jumlah batang rokok yang
pirasi pelajar pada umumnya adalah kurang atau sangat kurang pernah dihisap bervariasi antara 30 – 51840 batang. Jumlah
(52,4%), pada laki-laki 52,9% dan pada perempuan 53,2%. Daya rokok diisap = lama merokok dalam hari x jumlah batang/hari.
tahan kardiorespirasi sedang terdapat pada 26,1% pelajar; pada Pada laki-laki rata-ratajumlah batang rokok yang dihisap 4886
laki-laki 31,2% dan pada perempuan 20,1%; Daya tahan kar- batang (Tabel 2).
diorespirasi baik atau baik sekali terdapat pada 21,5% pelajar;
pada laki-laki 17,0% dan pada perempuan 26,7%. Tabel 2. Distribusi Keadaan dan Kemampuan Fisik, Gaya Hidup
Dengan ketentuan bahwa anemia adalah suatu tingkat kadar Mini- Maksi-
Satuan Mean SD N
Hb di bawah 12 gram/dl pada perempuan dan di bawah 13 gram/ mum mum
dl pada laki-laki, maka dijumpai 17,7% pelajar menderita ane- VO2 max ml/kgBB/menit 34,7 8,8 10,5 68,4 1016
– Laki-laki 38,0 8,4 14,4 68,4 548
mia. Proporsi penderita anemia pada perempuan adalah 23,7%, – Perempuan 30,8 7,6 10,5 62,0 468
dan pada laki-laki 12,6%. Proporsi pelajar SLTA yang merokok Haemoglobin gram/dl 13,9 1,8 8,2 18,5 1016
hanya 14,7% dan sebagian besar dari mereka (98,7%) laki-laki. – Laki-laki 14,9 1,6 9,4 18,5 548
Proporsi pelajar SLTA yang minum alkohol hanya 9,9% dan – Perempuan 12,9 1,5 8,2 17,8 468
BMI kgBB/m2 19,2 2,2 13,2 31,5 1016
sebagian besar dari mereka adalah laki-laki (95,1%). (Tabel I) – Laki-laki 18,9 2,1 13,4 31,5 548
– Perempuan 19,6 2,3 13,2 26,8 468
Tabel 1. Daya Tahan Kardiorespirasi,Distribusi menurut Golongan Umur, Kegiatan jam/bulan 33,2 32,6 0 163 1016
Kondisi Anemi, Kebiasaan Merokok, Minum Alkohol *) olahraga
Laki-laki Perempuan N – Laki-laki 39,9 36,5 0 163 548
Karakteristik – Perempuan 25,4 25,1 0 160 468
n % n % n % Jumlah rokok batang 4827,8 7714,4 30 51840 150
– Laki-laki 4885,7 7750,3 30 51840 148
Total 548 100.0 468 100.0 1016 100.0
– Perempuan 540 254,6 360 720 2
Golongan umur:
13–15 tahun 42 7,7 40 8,5 82 8,1
16–19 tahun 472 86,1 416 88,9 88,9 87,4
20–23 tahun 34 6,2 12 2,6 46 4,5 Variabel jenis kelamin, umur, hemoglobin, dan BMI ber-
pengaruh terhadap daya tahan kardiorespirasi. Perbedaan nilai
Daya tahan VO2 max di antara laki-laki dan perempuan sebesar 7,19 ml/
Kardiorespirasi: kgBB/menit. Setiap kenaikan nilai BMI sebesar I kg/m2 diikuti
Sangat kurang 202 36,9 94 20,1 296 29,1
Kurang 82 15,0 155 33,1 237 23,3 dengan penurunan VO2 max sebesar 1,30 ml/kgBB/menit. Setiap
Sedang 171 31,2 94 20,1 265 26,1 kenaikan kadar Hb 1 gram/dl diikuti dengan kenaikan VO2 max
Baik 57 10,4 66 14,1 123 12,1 0,73 ml/kgBB/menit. Setiap kenaikan umur 1 tahun diikuti
Baik sekali 36 6,6 59 12,6 95 9,4 dengan penurunan VO2 max sebesar 0,46 ml/kgBB/mer
Kondisi:
Anemia 69 12,6 111 23,7 180 17,7
Variabel gaya hidup meliputi jumlah batang rokok yang
Tidak anemia 479 87,4 357 76,3 836 82,3 pernah dihisap, kebiasaan minum alkohol, dan kegiatan olahraga
Merokok: berpengaruh terhadap VO2 max. Penurunan nilai VO2 max se-
Ya 147 26,8 2 0,4 149 14,7 besar 2,99 ml/kgbb/menit pada pelajar yang minum alkohol.
Tidak 401 73,2 466 99,6 867 85,3
Setiap peningkatan kegiatan olahraga 1 jam/bulan diikuti dengan
Minum alkohol:
Ya 96 17,5 5 1.0 101 9,9 peningkatan nilai VO2 max sebesar 0,04 ml/kgbb/menit. Setiap
Tidak 452 82,5 463 98,9 915 90,1 peningkatan jumlah batang rokok sebanyak I batang diikuti
Keterangan :
dengan kenaikan nilai VO2 max sebesar 0,0002 ml/kgbb/menit
*) Laporan akhir Survei Kesegaran Jasmani siswa SLTA Jakarta, 1990. (Tabel 3).
Analisis data menggunakan model regresi linier ganda
Nilai rata-rata daya tahan kardiorespirasi 34,70 ml/kg/menit tanpa memasukkan variabel minum alkohol danjumlah batang
dengan variasi antara 10,5–68,4 ml/kgBB/menit. Pada laki-laki rokok, karena pada analisis bivariat nilai r cukup kecil.
nilai rata-rata 38,0 ml/kgBB/menit; ini Iebih tinggi daripada Dengan memasukkan 5 komponen sekaligus, nampak kon
perempuan 30,8 ml/kgBB/menit. Kadar Hb rata-rata 13,9 g/dl. tribusi variabel seks, umur, Hb, BMI dan kegiatan terhadap
Pada laki-laki kadar Hb rata-rata 14,9 g/dl dengan variasi antara model sebesar 25% ke lima variabel yaitu seks, umur, kadar
9,4 – 18,5 g/dl. Pada perempuan Hb rata-rata 12,9 g/dl dengan haemoglobin, BMI dan kegiatan berpengaruh terhadap nilai VO2
variasi antara 8,2 sampai 17,8 g/dI. BMI rata-rata 19,2 kg/m2, max (sig T<0,05). Terdapat perbedaan nilai VO2 max sebesar 7
nilai bervariasi antara 13,2–31,5 kg/m2, nilai BMI rata-rata pada ml/kgbb/menit antara laki-laki dan perempuan (B = 6,9975).
laki-laki 18,9 kg/m2 dan pada perempuan 19,6 kg/m2. Nilai rata- BMI berpengaruh terhadap nilai VO2 max; setiap kenaikan nilai

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 25


Tabel 1. Hubungan antara Komponen Gizi, Gaya Hidup dengan VO2 intoksikasi dan masalah penampilan yang tidak stabil. Desain
max.
penelitian ini dirancang untuk tujuan deskriptif dan dicoba untuk
Variabel R2 B SE B Beta sigT melakukan analisis lebih lanjut yaitu untuk mengetahui faktor-
Seks 0,1648 7,1923 0,5085 0,4059 0,000 faktor yang berpengaruh terhadap nilai VO2 max.
(konstan) 30,8208 0,3734 0,000 Pelajar SLTA yang merokok hanya 14,7% dan sebagian
Umur 0,0048 –0,4644 0,2095 –0,0694 0,026 besas dari perokok adalah laki-laki. Walaupun variabel jumlah
(konstan) 42,7335 3,6310 0,000
batang rokok berpengaruh terhadap VO2 max (sig T = 0,025 1,
r =0,0702 dan B = 1,8253E-04), namun pengaruhnya kecil. Yang
Hb 0,0234 0,7342 0,1488 0,1531 0,000
ingin dilihat adalah pengaruh dose response rokok terhadap
(konstan) 24,4452 2,0961 0,000
nilai VO2 max, namun di sini tidak begitu tampak (B = 1,8253E-
BMI 0,1062 –1,3006 0,1184 –0,3259 0,000 04; R = 0,0702), salah satu kemungkinannya adalah karena
(konstan) 59,6941 2,2916 0,000 jumlah sampel merokok yang kecil.
Jumlah batang 0,0049 1,8253E–04 8,1399E–05 0,0702 0,025 Proporsi pelajar yang minum alkohol hanya 9,9% dan se-
rokok (konstan) 34,5739 0,2823 0,000 bagian besar adalah laki-laki (95,14%). Kebiasaan minum alkohol
Minum alkohol 0,0103 –2,9976 0,9221 –0,1016 0,001 berpengaruh terhadap nilai VU max, namun secara substansi
(konstan) 37,3998 0,8750 0,000 pengaruh ini tak berarti (r2 = 0,0049). Kedua variabel ini tidak
Kegiatan 0,0176 0,0375 0,0088 0,1325 0,000 disertakan dalam analisis multivariat.
(konstan) 33,8417 0,3409 0,000 Sebesar 52,4% remaja pelajar SLTA Jakarta mempunyai
daya tahan kardiorespirasi dalam kondisi” kurang”. Hal ini
BMI sebesar 1 kg/m2 diikuti dengan penurunan VO2 max sebesar merupakan masalah. Nilai VU max pada laki-laki dan perem-
1,05 ml/kgbb/menit (B = 1,0455). Urnur berpengaruh terhadap puan berbeda sebesar 7 ml/kgbb/menit. Perbedaan ini cukup
nilai VO2 max, setiap kenaikan umur 1 tahun diikuti dengan berarti.
penurunan VO2 max sebesar 0,47 ml/kgbb/menit (B= –0,4681). Umur berpengaruh terhadap nilai VO2 max. Setiap kenaikan
Haemoglobin berpengaruh terhadap nilai VO2 max, setiap ke- umur I tahun diikuti dengan penurunan VO2 max sebesar 0,47
naikan kadar Hb 1 gramldl diikuti dengan penurunan VO2 max ml/kgbb/menit. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
0,31 ml/kgbb/menit (B = –0,3116). Setiap peningkatan kegiatan bahwa umur mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi. Hanya
olahraga I jam/bulan diikuti dengan peningkatan nilai VO2 max di sini penurunan terjadi pada periode umur yang lebih awal
sebesar 0,02 ml/kgbb/menit (B 0,0209) (Tabel 4). dibanding teori yang mengatakan penurunan mulai terjadi pada
usia 20–30 tahun(6).
Tabel 4. Kontribusi 5 Variabel terhadap Nilai VO2 max
Hb berpengaruh terhadap VO2 max namun pengaruhnya
Variabel B SE B Beta T Sig T kecil. Setiap kenaikan kadar Hb 1 g/dl diikuti dengan penurunan
Seks 6,9975 0,5943 0,3949 11,774 0,0000 VO2 max sebesar 0,31 ml/kgbb/menit. Hal ini tidak sesuai
BMI –1,0455 0,1124 –0,2620 –9,304 0,0000 dengan teori.
Kegiatan 0,0209 0,0079 0,0738 2,633 0,0086 BMI berpengaruh terhadap VO2 max. Setiap kenaikan 1 kg/
Umur –0,4681 0,1866 –0,0699 –2,507 0,0123
KadarHb –0,3116 0,1559 –0,0650 –1,999 0,0459
m2 BMI, diikuti dengan penurunan VO2 max sebesar 1,00 ml/
(konstan) 62,9795 4,1045 15,996 0,0000 kgbb/menit atau terjadi penurunan nilai VO2 max sebesar 10 ml/
menit untuk setiap kelebihan berat badan 10 kg. Penurunan ini
Keterangan :
R2 = 0,2504 cukup berarti.
Sig F = 0,0000 Kegiatan olahraga berpengaruh terhadap nilai VO2 max,
namun pengaruhnya kecil. Setiap peningkatan kegiatan olahraga
PEMBAHASAN 1 jam/bulan diikuti dengan peningkatan nilai VO2 max sebesar
Data penelitian tidak memisahkan jenis kegiatan olahraga 0,02 ml/kg/menit.
aerobik atau anaerobik; kebiasaan merokok relatif masih baru, Dari analisis regresi linier ganda, variabel seks, umur, BMI,
maka yang dapat dilihat adalah efek akut merokok.Pada peneliti- Kegiatan olahraga dan Hb dapat menjelaskan 25% dari variasi
an ini, tes dilakukan di Pusat Kesehatan Olahraga; responden di variabel VO2 max. Hal ini menunjukkan bahwa variasi VO2
bawah pimpinan guru dijemput dengan bis, sehingga pelajar tidak banyak ditentukan oleh variabel tersebut. Hal ini mungkin
yang mempunyai kebiasaan merokok tidak mempunyai kesem- disebabkan oleh desain dan pengukuran variabel dalam studi
patan untuk merokok selama dalam perjalanan ke tempat peme- tidak dilakukan dengan teliti, sehingga sulit untuk mengungkap
riksaan dan juga selama beberapa jam menunggu giliran tes peranan berbagai variabel terhadap VO2 max.
sehingga efek akut tidak bisa dilihat. Dicoba untuk menganalisis Dari nilai beta diketahui bahwa seks mempunyai pengaruh
pengaruh dose response rokok terhadap VO2 max, dengan jum- terbesar (Beta = 0,3949), kemudian BMI (Beta = 0,2620), se-
lah sampel pelajar SLTA merokok yang kecil (14,7%). Informasi dangkan pengaruh variabel lainnya kecil. Salah satu hipotesis
tentang dosis alkohol yang diminum tidak dikumpulkan, yang dapat diungkap dan analisis ini adalah kegiatan olahraga
sedangkan kebiasaan minum relatif masih baru, sehingga pada dan BMI diduga merupakan faktor yang sangat menentukan daya
generasi muda masalah yang mungkin ada adalah efek akut tahan kardiorespirasi. Studi yang lebih teliti perlu dilakukan

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


untuk mengungkapkan peranan variabel kegiatan olahraga, BMI in Population-Based Surveys. DHHS Pub. No. (PHS) 89-1253, 1989. hal.
109.
dan Hb terhadap VO2 max. 5. Williams J. Personal matters, drinking, smoking, and sex. Dalam: Basic
Book of Sports Medicine, 1978; I.O.C. hal. 369.
KEPUSTAKAAN 6. Moeloek D. Dasar Fisiologi Kesegaran Jasmani dan Latihan Fisik. Ke-
sehatan dan Olahraga. Jakarta: FKUI 1985, hal. 3, 4.
1. Nieman DC. The Sports Medicine Fitness Course. Bull PubI Co, 1986. hal. 7. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas. Depkes RI. Naskah Infor-
19, 34, 56, 162, 178. masi Kesegaran Jasmani., 1993/1994.
2. Heyward VH. Designs for Fitness. New York: Macmillan PubI Co, 1984; 8. Badan Litbangkes, Puslit Ekologi Kesehatan. Laporan akhir Survei Ke-
Hal. 4,5. segaran Jasmani pada anak SLTA di Jakarta, 1990.
3. Casperson CJ, Powell KE, Christonson GM. Physical Activity. Exercise 9. Ratna B dkk. Kesegaran Jasmani Murid SLTA di DKI Jakarta. Bul Penelit
and Physical Fitness: Definitions and Distinctions for Health Related Kes 1992; 20(1).
Research, Public Health Reports 1985; 100: p. 128. 10. Astrand P0, Kaare R. Textbook of Work Physiology, Physiological Bases
4. Wilmore JH. Design issues and alternatives in assessing physical fitness of Exercise. 1986; p.297
among apparently healthy adults in a health examination survey of the 11. WHO. Nutritional Anaemias. Report of a WHO Group of Experts, Geneva:
general population. In : Assessing Physical Fitness and Physical Activity 1992; No. 503, p. 6.

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 27


2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengaruh Garlic
terhadap Penyakit Jantung Koroner
Priyo Sunarto, Budi Susetyo Pikir
Bagian/UPF Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Rumah Sakit timum Daerah Dr. Soetomo, Surabaya

PENDAHULUAN Penyaki jantung koroner. Di samping itu masih banyak khasiat


Garlic atau bawang putih telah digunakan sebagai obat dari komponen-komponen aktif bawang putih tersebut. Hal ini
dalam herbal medicine sejak ribuan tahun yang lalu. Pada tahun juga dijumpai dalam onion atau bawang merah atau brambang,
2700–1900 sebelum Masehi bawang putih telah digunakan oleh namun dalam kadar yang lebih rendah(2,5,7,8).
pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal pe- Kelemahan bawang putih adalah bau tidak sedap yang
nyakit dan rasa letih. Dan sekitar tahun 460 sebelum Masehi timbul setelah dimakan setiap hari(2,4).
khasiatnya telah dipuji oleh Hippocrates dan pada tahun 384 Dalam makalah ini hanya membahas pengaruh bawang
sebelum Masehi oleh Aristotle. Saat Perang Dunia tahun 1914– putih terhadap penyakit jantung koroner.
1918 bawang putih digunakan oleh tentara Perancis untuk
mengobati luka, dan pada serangan wabah penyakit mulut dan GARLIC
kuku pada tahun 1968 para istri petani di Cheshire percaya Garlic atau bawang putih termasuk dalam genus Allium
bahwa bawang putih dapat berkhasiat melindungi ternak sativum, Liliaceae dan mempunyai kesamaan dengan onion
mereka dari wabah penyakit tersebut(1,2,3,4,5,6). atau brambang atau bawang merah atau Allium cepa Liliaceae(1,7).
Minyak bawang putih terdiri dari berbagai macam kompo- Komponen utama bawang putih tidak berbau, disebut
nen dengan berhagai macam khasiat antara lain menurunkan komplek sativumin, yang diabsorbsi oleh glukosa dalam bentuk
kadar kholesterol plasma, menghambat agregasi trombosit, me- aslinya untuk mencegah proses dekomposisi. Dekomposisi
ningkatkan aktifitas fibrinolitik, menghambat atherogenesis dan komplek sativumin akan menghasilkan bau khas yang tidak
menurunkan tekanan dacah, sehingga dapat menurunkan risiko sedap dari allyl sulfide, allyl disulfide, allyl mercaptane, alun

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


allicin (dan alliin). Komponen kimia ini mengandung unsur Gambar 2.
sulfur(2,4,5,6,8,9). Sulfur merupakan komponen penting yang ter-
kandung dalam bawang putih. (dikutip dari 1) (Gambar 1).
Komponen dekomposisi ini dapat menyebabkan iritasi
dinding lambung dan merusak korpus set eritrosit serta iritasi
terhadap kulit yang rentan saat bersentuhan dengan bawang pu-
tih. Hal inilah yang menyebabkan efek samping yang dapat di-
timbulkan oleh bawang putih. Di lain pihak komplek sativumin
dapat mencegah kerusakan sel, perubahan sitologi dan bentuk
sot ke bentuk gel dan menunjang peremajaan sel. Adapun kom-
ponen aktif komplek sativumin adalah scordinine glycoside,
scormine, thiocornim, scordinine A dan B, alliin, creatinine,
methionine, homocystein, vitamin B, vitamin C, niacin, s-ade
nocyl methionine, S-S bond (benzoyl thiamine disulfide),
organic germanium, yang masing-masing mempunyai khasiat
tersendiri(4,6,9).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM TER-


JADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER
Akan dibahas beberapa faktor saja yang ada kaitannya
dengan bawang putih yaitu:
a) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia atau hipenlipoproteinemia yaitu adanya
peningkatan konsentrasi kolesterol atau tn gliserida pembawa
lipoprotein dalam plasma darah melebihi batas normal. Telah
disepakati dalam klinik kenaikan kadar lipoprotein darah ini
(Dikutip dari 34)
akan meningkatkan atau memacu proses aterosklerosis dengan
akibat trombosis dan infarkjaringan serta kematian. Kenyataan Xa. Faktor Xa ini akan mengubah protrombin menjadi trombin,
klinis akhir-akhir ini menunjukkan bahwa penurunan kadar dan trombin ini akan mengubah fibrmnogen menjadi fibrin.
lipoprotein darah dapat mengurangi kenaikan risiko ateroskle- Untuk mempertahankan darah agar tidak beku maka dalam
rosis berkaitan dengan hiperlipoproteinemia(10,11,12). darah ada protein yang berfungsi sebagai anti trombin yaitu yang
b) Agregasi trombosit disebut plasmin yang akan mengaktifkan fibrinogen dan fibrin
Setelah terjadi perlekatan trombosit endotel yang rusak menjadi hasil degradasi fibnin dari fibninogen(13) (Gambar 3).
(=adhesi trombosit), akan terjadi agregasi trombosit sehingga
terbentuk masa trombosit yang besar; diikuti fase berikutnya Gambar 3.
yaitu platelet release reaction (reaksi pelepasan dari trombosit)
dengan keluarnya bahan-bahan dari dalam trombosit di anta-
ranya fosfolipase A2 enzim yang melepaskan asam arakhidonat
dari tempat penyimpanannya. Asam arakhidonat akan mensin-
tesa prostaglandin melalui proses siklo-oksigenase menjadi PGG2
dan melalui proses siklik endoperoksidase menjadi PGH2.
Kemudian melalui proses sintesis prostasiklin di sel endotel akan
menjadi PGI2 atau disebut prostasiklin yang menyebabkan dila-
tasi arteri dan berperan dalam penghambatan agregasi trombosit.
PGH2 juga akan berubah menjadi tromboksan atau TXA2 dan
melalui proses hidrotisis menjadi tromboksan B2 yang berperan
dalam agregasi trombosit sefta konstriksi arteri(13,14).
TXA2 PGI2 ini merupakan hormon lokal yang mengatur
keseimbangan pengaturan aliran darah koroner. Bila terjadi
gangguan keseimbangan sehingga TXA2 lebih dominan maka
akan mudah terjadi aterosklerosis(11,12,14,15,15) (Gambar 2).
c) Fibrinolitik
Pada saat terjadi kerusakan jaringan, dalam hal ini pembu-
luh darah, endotel akan melepaskan tromboplastin jaringan yang
menyebabkan perubahan faktor X menjadi bentuk aktif faktor

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 29


d) Atherogenesis Oxyde tidak jenuh yang disebut juga allicin. Bahan ini yang
Hiperlipidemia mempercepat terjadinya atherogenesis me- diduga mempunyai efek hipokolesterolemik. Rantai allyl yang
lalui meningkatnya penimbunan lipid dalam lapisan intilna atau tidak jenuh dengan mudah akan tereduksi menjadi rantai propyl
ruang subendotelial arteri akibat tingginya konsentrasi lipid yang jenuh, sehingga akan menurunkan kadar NADH dan
dalam plasma darah, sehingga menyebabkan robeknya ruang NADPH yang penti ng untuk sintesa trigliserida dan koleste-
subendotelial arteri tersebut(10,14) (Gambar 4). rol(15,21). Allicin juga mempunyai sifat mengikat SH group yaitu
Gangguan lemak penting yang nienyebabkan penyakit jan- suatu bagian fungsional dari Co-A yang perlu untuk biosintesis
tung koroner adalah hiperkolesterolemia. Masuknya lipid ke kolesterol(15,22,23,24).
dalam sel dinding pembuluh darah arteri tergantung pada kadar Pemberian minyak esensial bawang putih setara dengan 1
LDL (low density lipoprotein) dalam darah(14). gram bawang segar/kgBB/hari yang diberikan bersamaan de-
ngan diet tinggi kolesterol, akan menurunkan kadar kolesterol,
PENGARUH BAWANG PUTIH TERHADAP PENYAKIT trigliserida serum, prebeta lipoprotein (VLDL) dan beta lipo-
JANTUNG KORONER protein (LDL) serta meningkatkan alfa-lipoprotein (HDL), se-
hingga rasio beta/alfa juga menurun(25,26,27).
a) Pengaruh bawang putih terhadap hiperlipidemia b) Pengaruh bawang putih terhadap agregasi trombosit
Efek hipolipidemia dari bawang putih telah ditunjukkan Arun Bordia dari Department of Medicine Cardiology RNT
pada binatang dan manusia. Pada orang sehat, ekstrak bawang Medical College Udaipur India telah meneliti secara invitro efek
putih yang diberikan bersama makanan berlemak, menurunkan bawang putih terhadap agregasi platelet pada orang sehat dengan
kadar kolesterol serum dalam 3 jam setelah pemberian(2). Pem- menggunakan agreganometer. Darah diambil dalam tabung
berian bawang putih jarigka panjang akan menurunkan secara sentrifus silikon yang berisi sodium sitrat dan sebagai bahan
progresif kadar kolesterol serum dan trigliserida baik pada orang agregasi dipakai ADP, epinefrin dan kolagen, kemudian diperiksa
normal maupun penderita hiperlipidemia. Di Thailand Institute pada saat puasa, segera setelah pemberian bawang putih dan 5
of Scientific and Technological Research dibuat kapsul berisi hari setelah pemberian minyak esensial bawang putih 0,5 mg
ekstrak bawang putih yang setara dengan 7 gram bawang putih setiap hari. Ternyata minyak esensial bawang putih menghambat
segar setiap kapsul. Dosis yang dipakai adalah 2 kali satu kapsul agregasi trombosit secara invitro dengan induksi ADP, epinefrin
setiap hari selama 5 bulan. Pada bulan pertama pemberian ba- atau kolagen dan efek ini tergantung dosis yang diberikan. Pem-
wang putih kolesterol serum meningkat. Hal ini diduga karena berian bawang putih per oral juga akan menurunkan agregasi
adanya fase regresi lesi atheroskierotik atau (mobilisasi lemak trombosit. Jadi bawang putih dalam beberapa aspek mengham-
dan depositnya). Kolesterol HDL meningkat stabil setelah bulan bat pembentukan trombus(28). Agregasi trombosit yang diinduksi
kedua pemberian bawang putih. Pada orang sehat/normolipid dengan ADP dihambat oleh bawang putih melalui komponen
tidak terjadi kenaikan kolesterol pada bulan pertama pemberian methyl allyl trisulfatide yang menyebabkan berkurangnya pem-
bawang putih, yang diduga karena tidak adanya atherosklerosis bentukan tromboksan A2(20). Bawang putih segar dengan dosis
pada orang tersebut. Kadar kolesterol menurun bermakna setelah 100–150 mg/kgBB (kira-kira 4 biji bawang putih) yang diberi-
8 minggu, namun penurunan kadar trigliserida baru terjadi sete- kan pada saat perut kosong akan menurunkan agregasi trombosit
lah 5 bulan pemberian bawang putih(17-20). dalam 60 menit setelah pemberian, dan hilang, efeknya setelah
Telah dilaporkan bahan aktif yang berperan adalah campur- 2,5 jam(24).
an allyl propyl disulphide, diallyl disulphide dan lain-lain bahan Allicin mungkin menghambat calcium intake(24,28,29,30).
yang mengandung sulfur, tetapi yang paling penting diallyl c) Pengaruh bawang putih terhadap fibrinolisis
disulphide. Senyawa diallyl disulphide adalah suatu disulphide- Pemberian bawang putih dalam bentuk mentah atau kering

Gambar 4.

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


akan meningkatkan aktivitas fibrinolitik secara bermakna, dan kolesterol LDL, serta meningkatkan kolesterol HDL dan
aktifitas fibrinolitik ini terus meningkat dengan pemberian bawang meningkatkan aktifitas fibninolitik. Bawang putih juga me-
putih yang terus menerus dengan dosis 0,5 gram/kg berat badan nurunkan agregasi trombosit dan mencegah/mengurangi ath-
dalam dosis terbagi dua kali per hari selama 1 buIan(31). Aktifitas erosklenosis, sehingga amat berfaedah untuk mencegah dan
fibrinolitik diperiksa dan contoh darah setiap pagi untuk analisis mengobati penyakit jantung koroner.
waktu lisis euglobulin serum (serum euglobulin lysis time).
Penelitian ini menunjukkan peningkatan aktifitas tibninolitik KEPUSTAKAAN
63% pada 6jam pertama dan 66% pada 12 jam pertama setelah
1. Block E. The chemistry of garlic and onion. Scient Am 1985; 252: 114.
pemberian bawang putih dan 53%pada akhir minggu pertama 2. Bordia A, Bansal HC, Arore SK, Slngh SV. Effect of the essential oils of
serta 84,8% pada akhir bulan. Dikatakan bahwa komponen garlic and onion on alimentary hyperlipemia. Atherosclerosis 1975; 21: 15.
bawang putih yang berperan terhadap aktifitas fibninolitik ini 3. Brodia A, Barsal HC. Essential oil of garlic in prevention of
mengeluarkan bau yang amat menyengat yaitu kombinasi dari atherosclerosis. Lancet 1973; 29: 1491.
4. Komaki H. The new knowledge of sativumin. Delivered for 8th World
allyl propyl disulphide dan diallyl disulphide yang juga Congress of Food Science and Technology, free talking meeting. Toronto,
terdapat di dalam onion atau brambang(15,31). Canada: University of Alberta, 1991: 31.
Penelitian lain menunjukkan peningkatan aktifitas fibri- 5. Mayeaux PR. Agraval KC, lou JSH, King BT, Lippton HL, Hyman AL,
nolitik 130% pada kelompok orang sehat, 83% pada kelompok Kadowitz PJ. The Pharmacological effects of allicin. a constituent of garlic
oil. Agents and Actions 1988; 25: 182.
infark miokard lama pada akhir bulan ketiga, dan 63% serta 6. Spray W. The importance of taking garlic. Nursing Time 1978; February
95,5% pada kelompok infark miokard akut hari ke 10 dan hari ke 16: 295.
20 dengan pemberian minyak esensial bawang putih dari ekstrak 7. Parfit K. Garlic. In: Martindales the Extra Pharmacopoeia. James EF
1 gram bawang putih mentah per kg berat badan per hari(32). Reynolds, (ed). 2lth ed. London: The Pharmaceutical Press, 1989: 1573,
1597.
Dengan pemberian bawang putih maka fibrinogen dan fibri- 8. Pushpendran CK, Devasagayam TPA, Chintaiwar GJ. Banerji A, Eaper J.
nopeptid A (FpA) menurun secara bermakna. FpA menunjukkan The metabolic fate of Diallyl disulphide in mice. Experintia 1980; 36: 1000.
adanya aktifitas trombin dan pembentukan fibrin. Sedangkan 9. Kominato K. Studies on biological active component in garlic. Clin
peptide B beta 15-42 merupakan indikator adanya fibrinolisis. Pharmaceut Bull 1969; 17: 2193.
10. Boden WE, Capone RJ. Coronary Care, first ed. Philadelphia: WB Saun-
Dengan pemberian bawang putih maka streptokinase activated ders Company, 1984: 6.
plasminogen dan fibrinopeptide B beta 15-42 meningkat secara 11. Brown MS, Goldstein JL. Drugs used in the treatment of hyperlipopro-
bermakna. Dengan demikian pemberian bawang putih akan teinemias. In: A Goodman & Gilman’s The Pharmacoiogical basis ofthera-
meningkatkan aktifitas fibrinolitik(3,29,32). peutics. Goodman LS, RaIf TW, Taylor P, (eds). 8th ed. Singapore: Mc
Graw Hill International, 1992: 324.
d) Pengaruh bawang putih terhadap atherogenesis 12. Handoko T, Gan S. Hipolipidemik. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi
Pada binatang percobaan yang diberi makan tinggi koleste- 3. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI, 1987: 324.
rol, ternyata pemberian sari bawang putih (garlic juice) akan 13. Baldy CM. Coagulation. In: AP, Lorraine MW, eds. Pathophysiology
menghambat hiperkholesterolemia dan atherogenesis(23). clinical concepts of disease processes. 4th ed. St Louis: Mosby Year Book.
1992: 209.
Pemberian makanan tinggi kolesterol akan menyebabkan 14. Sokolow M, Mcllroy MB, Cheithin MD. Clinical Cardiology 5th ed.
hiperkholesterolemia dalam bentuk kolesterol bebas (free cho- Connecticut: Appleton & Lange, 1990: 145.
lesterol = FC), kolesterol ester (ester cholesterol = Ec) dan 15. Pikir BS. Pengaruh brambang terhadap kadar gula dan lemak darah pada
kolesterol total. Kolesterol ester m menumpuk terutama di penderita diabetes mellitus. Karya Akhir. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit
Dalarn/RSUD Dr. Sutomo, Nopember 1981: Il.
lapisan intima pembuluh darah, sehingga akan meningkatkan 16. Ross R. Atherosclerotic coronary heart disease in: The Heart. JW Hurst
kolesterol jaringan dan pembentukan atheroma di aorta. Pem- (ed). 7th ed. New York: Mc Graw-Hill Information Services Company
berian minyak bawang putih pada penderita yang diberi diet 1990: 877.
tinggi kolesterol, akan menghambat hiperkholesterolemia se- 17. Anand MP. Effect of garlic on lipid profile (abstracts). Rome: International
Congress of Internal Medicine. 1978: 301.
cara bermakna, menurunkan kolesterol jaringan dan menekan 18. Bhushan 5, Sharma SP, Singh SP, Agraval S. Indrayan A, Seth P. Effect of
pembentukan atheroma di aorta. Hal tersebut dapat dilihat dari garlic on normal blood cholesterol level. Ind J Physiol Pharmac 1979; 23:
menurunnya kadar kolesterol ester dan meningkatnya rasio FC/ 211.
EC(23,32,33). 19. Bordia A. Effect of garlic on blood lipids in patients with coronary heart
disease. Am J Clin Nutr 1981; 34: 2100.
Bawang putih mencegah atherogenesis dengan mencegah 20. Nitiyanant W, Ploybutr S, Wasuwat 5, Tandhanad S. Effect of the dried
menurunnya kadar alfa lipoprotein dan dengan meningkatkan powder extract, water soluble of garlic (allium sativum) on cholesterol.
aktifitas fibrinolitik di samping menurunkan kadar kolesterol triglyceride and hygh density lipoprotein in the blood. J Med Ass Thailand
serum dan trigliserid(3,34). 1987; 70: 646.
21. Zacharias NT, Sebastian KL, Babu P, Augusti KT. Hypoglycaemic and
hypolipidaemic effects of garlic in sucrose fed rabbits. lad J Physiol
RINGKASAN Pharmac 1980; 24: 151.
Garlic atau bawang putih yang termasuk dalam genus Allium 22. Augisti KT. Hypocholesterolemic Effect of garlic, Allium sativum. Rome:
sativum Liliaceae dengan komponen aktifnya allyl propyl disul- International Congress of Internal Medicine. 1978: 489.
23. Jam RC, Konar DB. Effect of garlic oil in experimental atherosclerosis.
phide dan diallyl disulphide yang mengeluarkan bau menyengat, Lancet 1976: 578.
menurunkan kadar kolesterol total serum, trigliserida dan 24. Nye ER. Garlic and health. Med Progr 1990; August: 7.
24a. Malloy M, Kane JP. Drug used in the treatment of hyperlipidemias. In:

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 31


Basic and clinical pharmacology BG Katzung (ed) 3rd ed. Connectient: acid metabolism in platelets inhibited by onion or garlic extracts. In:
Appleton & Lange a publishing division of Prentice Hall, 1987. Advances in prostaglandin and tromboxane research. R Paoletty, B
25. Bordia A, Verma SK, Khabia BL, Vyas A, Rathore AS, Bhu N, Bedi HK. Samuelsson, PW Ram well (eds). Vol 6. New York: Raven Press, 1980:
The effective of active principle of garlic and onion on blood lipids and 309.
experimental atherosclerosis in rabbits and their comparison with clofi 31. Chutani SK, Bordia A. The effect of fried versus raw garlic on fibrinolytic
brate. J Assoc Phys md 1977; 25: 509. activity in man. Atherosclerosis 1981; 38: 417.
26. Hemphill LC, Mack Wi, Pogoda JM, Sanmarco ME. Beneficial effects of 32. Bordia AK, Sanadhya SK, Rathore AS, Bhu N. Essential oil of garlic on
colestipol – niacin on coronary atherosclerosis. JAMA SEA, 1991: 23. blood lipids and fibrinolytic activity in patients of coronary artery disease.
27. Schulman KA, Kinosian B, Jacobson TA, Glick H. Reducing high blood J Assoc Phys md 1978; 26: 327.
Cholesterol Leve with Drugs. Cost-effectiveness of pharmacologic 32. Jain RC Effect alcoholic axtract of garlic in atheroclerosis Am J clin
management JAMA SEA 199l; April: 37 Nutrition 1978; 31: 1982.
28. Bordia A. Effect og garlic on human platelet aggregation in vitro. Athero- 33. Sainani GS Desai DB, Natu MN, Katrodia KM, Valame VP. Onion, garlic
sclerosis 1978; 30; 355 and experimental atheroclerosis. Jap heart J 1979; 20: 351
29. Harenberg J, Giese C, Zimmermann R. Effect of dried garlic on blood 34. Jain RC. Onion and garlic in experimental atheroclerosis. Lancet 1976:
coagulation, fibrinolysis, platelet aggregation and serum cholesterol levels 578
in patients with hyperlipoproteinemia. Atheroclerosis 1988; 74:247. 35. Tall AR, Small DM. Current concepts of plasma high density lipoprotein.
30. Makheja AN, Vanderhock JY, Bryant RW, Bailey J. Altered arachidonic New Engl Med 1978; 299: 1232.

PEMBERITAHUAN
Majalah Cermin Dunia Kedokteran telah pindah alamat sbb.:
Cermin Dunia Kedokteran
Gedung Enseval, Ji. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih,
Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. Telp. 4208171 /4216223
Harap surat-surat dan pengiriman naskah menggunakan alamat baru
tersebut.
Redaksi

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Radikal Bebas - Sifat dan Peran dalam


Menimbulkan Kerusakan/Kematian Sel
Retno Gitawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN pemindahan elektron (b):


Salah satu penyebab kerusakan sel/jaringan adalah akibat
A:B –––––> A• + B• (a) A:B A: + B
pembentukan radikal bebas. Radikal bebas adalah produk-antara
A : + B –––––> A• + B• (b)
yang terbentuk dalam berbagai proses reaksi dari metabolisme
sel(1,2). Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir banyak studi di- Pengaruh radiasi ionisasi terhadap materi biologik akan
lakukan untuk mengetahui peran radikal bebas dalam menimbul- menghasilkan bermacam-macam radikal bebas yang kompleks,
kan kerusakan sel dan terjadinya bermacam kelainan tubuh. terutama radikal hidrogen (H.), hidroksil (OH.), dan elektron,
Salah satu radikal bebas yang banyak dipelajari dan dikenal ber- yang siap berinteraksi dengan biomolekul-biomolekul lain yang
sifat toksik bagi sel hidup adalah radikal bebas oksigen (super- berdekatan. Energi panas juga dapat menghasilkan radikal bebas.
oksida) dan derivatnya (radikal hidroksil). Berbagai proses Secara umum, suhu tinggi dibutuhkan untuk memecahkan ikatan
metabolisme dalam tubuh manusia menghasilkan radikal bebas kovalen, tetapi beberapa ikatan yang relatif tidak stabil dapat
yang berbal namun dalam keadaan fisiologik tubuh kita dipecahkan secara homolitik pada suhu 30° – 50°C. Senyawa-se-
memiliki mekanisme proteksi yang menetralkan radikal bebas nyawa demikian sebagian besar merupakan pencetus (initiator)
tersebut, antara lain dengan adanya enzim-enzim yang bersifat reaksi pembentukan radikal bebas. Zat-zat organik ataupun xeno-
scavenger terhadap radikal bebas. biotik yang terpapar suhu tinggi, misalnya polutan, sampah
Tulisan ini bermaksud mengulas secara ringkas apa, bagai- organik yang dibakar, rokok yang terbakar, menghasilkan cam-
mana dan mekanisme biokimiawi radikal bebas dalam menim- puran berbagai radikal bebas yang kompleks(2). Beberapa reaksi
bulkan kerusakan dan kematian sd, dan scavenger-nya. redoks penghasil radikal bebas membutuhkan katalisator, biasa-
nya logam transisi atau suatu enzim (metaloenzim atau flavo-
APA DAN BAGAIMANA TERBENTUKNYA RADIKAL protein).
BEBAS Berbagai proses metabolisme normal dalam tubuh dapat
Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom atau molekul menghasilkan radikal bebas dalam jumlah kecil sebagai produk.
yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan antara. Didalam sel hidup radikal bebas terbentuk pada membran
pada orbital paling luar(1,2,3), termasuk di antaranya adalah atom plasma dan organel-organel seperti mitokondria, peroksisom,
hidrogen, logam-logam transisi dan molekul oksigen. Adanya retikulum endoplasmik dan sitosol; melalui reaksi-reaksi enzi-
“elektron-tidak-berpasangan” menyebabkan radikal bebas (di- matik fisiologik yang berlangsung dalam proses metabolisme(4).
beri simbol R.) secara kimiawi sangat reaktif. Radikal bebas Proses fagositosis oleh sel-sel fagositik termasuk netrofil, mo-
dapat bermuatan positif (kation), negatif (anion) atau tidak ber- nosit, makrofag dan eosinofil, juga menghasilkan radikal bebas,
muatan. yaitu superoksida (O2–•)(1).
Secara umum, radikal bebas dapat terbentuk melalui salah
satu cara sebagai berikut(2) : (i) melalui absorpsi radiasi (ionisasi, RADIKAL BEBAS OKSIGEN DAN DERIVATNYA
uv, radiasi sinar tampak, radiasi panas), atau (ii) melalui reaksi Seperti telah disinggung di atas ada beberapa jenis radikal
redoks, dengan mekanisme reaksi fisi ikatan homolitik (a) atau bebas. Tiga di antaranya diulas lebih lanjut berikut ini:

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 33


1) Radikal superoksida (O2–•) pai jauh dari tempat asal reaksi semula. Terhadap nukleotida
Radikal ini merupakan jenis yang paling banyak: diteliti, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur
dan terbentuk bila 1 molekul O2 menerima 1 elektron. (DNA atau RNA) yang menyebabkan terjadinya mutasi atau
sitotoksisitas.
O2 –––––> O2–• Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh
kerusakan membran sel(2), dengan terjadi rangkaian proses se-
Superoksida bersifat oksidan atau reduktan, dapat bereaksi bagai berikut:
dengan berbagai substrat biologik. Reaktifitas O2• sangat ter- (a) terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan kompo-
batas karena adanya dismutasi spontan yang dapat terjadi pada nen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen
pH fisiologik, membentuk H dan O2• Tetapi dengan terba- karbohidrat membran plasma, sehingga terjadi perubahan struk-
tasnya reaktifitas O2- menyebabkan radikal ini dapat berdifusi tur dari fungsi reseptor;
dan bereaksi dengan substratnya dalam jarak yang relatif lebih (b) oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal
jauh dari tempat asalnya. bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran ter-
ganggu;
2) Hidrogen peroksida
(c) reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang me-
Penambahan 1 elektron pada radikal O2- menghasilkan ion
ngandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA = poly
peroksida O22- yang tidak bersifat radikal, dan pada pH fisiologik
unsaturated fatty acid). Hasil peroksidasi lipid membran oleh
akan segera mengalami protonasi membentuk H2O2. Derivat
radikal bebas berefek langsung terhadap kerusakan membran
oksigen ini bersifat oksidan kuat tetapi bereaksi lambat dengan
sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, cross-linking, struktur
substrat organik, dan dianggap toksik pada kadar tinggi. Meskipun
dan fungsi membran; dalam keadaan yang lebih ekstrim akhirnya
bukan radikal bebas, akumulasi H2O2 dapat berbahaya bila ter-
akan menyebabkan kematian sel.
dapat bersama-sama dengan logam (Fe, Cu) atau zat-zat kelator
Efek biologik peroksidasi lipid membran bergantung antara
(chelating agents)(1,3) karena akan bereaksi membentuk radikal
lain pada populasi sel yang bersangkutan dan profil asam lemak
hidroksil yang sangat reaktif. Akumulasi hidroperoksid secara
pada membran fosfolipid. Contoh, membran mitokondria dan
langsung bersifat toksik dan dapat menginaktifasi enzim-enzim
mikrosom sensitif terhadap peroksidasi lipid karena kandungan
dengan cara oksidasi terhadap residu asam amino (mis. metionin,
PUFA pada fosfolipid membran cukup tinggi. Umumnya semua
histidin, sistein, lisin) atau memperantarai reaksi polimerasi.
membran peka terhadap reaksi peroksidasi lipid dalam derajat
3) Radikal hidroksil (OH.) yang berbeda-beda.
Reaksi fisi homolitik ikatan O-O pada H2O2 menghasilkan 2 Kerusakan struktur subseluler secara langsung mempenga-
molekul radikal hidroksil, OH.. Reaksi homolitik ini dapat ruhi pengaturan metabolisme. Sebagai contoh adalah: disrupsi
terjadi karena pengaruh panas atau radiasi ionisasi. Selain itu, membran lisosom menyebabkan penglepasan enzim-enzim
radikal hidroksil juga dapat terbentuk dari H dengan adanya hidrolitik lisosom yang selanjutnya mampu memperantarai
ion-ion logam (Fe2+,Cu+), menurut reaksi Fenton, dan dengan pengrusakan intraseluler, dan memperkuat kemampuan radikal
adanya kelator melalui reaksi Haber-Weiss(1,3,4). bebas dalam menginduksi kerusakan sel(5).
(i) Fe2+ + H202 ––––> Fe3+ + OH• + OH- Dalam keadaan normal tubuh kita memiliki mekanisme per-
(ii) Cu+ + H202 ––––> Cu2+ + OH• + OH- tahanan terhadap pengrusakan oleh radikal bebas yang beragam,
(iii) Men+chel + 02–• —––> Me(n–1)+chel + 02 efisien dan tersebar di berbagai tempat dalam sel. Menurut
Me(n–1)+chel + H2O2 ––––> Men+chel + OH– + OH• konsep radikal bebas, kerusakan sel akibat molekul radikal baru
Radikal hidroksil adalah oksidan yang sangat reaktif dan dapat terjadi bila kemampuan mekanisme pertahanan tubuh
tidak stabil. Ia dapat bereaksi dengan hampir semua substrat bio- sudah dilampaui atau menurun(2).
logik. Karena sangat reaktif efek radikal ini hanya berlangsung di
daerah yang dekat dengan tempat terbentuknya, dan dalam kon- RADIKAL BEBAS OKSIGEN SEBAGAI MEDIATOR
disi fisiologik normal tidak ditemukan radikal hidroksil dalam PROSES PATOFISIOLOGIK
kadar yang besar. Proses patofisiologi yang melibatkan pembentukan radikal
bebas dengan terjadinya kerusakan jaringan, banyak dipelajari
SIFAT-SIFAT RADIKAL BEBAS terutama mengenai iskemia (jantung dan SSP) dan terjadinya
Radikal bebas bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan proses inflamasi akut. Penyakit-penyakit degeneratif, proses
perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup penuaan dan kanker juga banyak dihubungkan dengan terben-
seperti protein, gugus tiol non-protein, lipid, karbohidrat, nukleo- tuknya radikal bebas oksigen. Pada iskemia SSP, radikal bebas
tida(4). Terhadap protein, radikal bebas dapat menyebabkan yang terbentuk terutama mempengaruhi lipid membran(3). Di-
fragmentasi dan cross-linking, sehingga mempercepat terjadinya temukan zat-zat yang dapat menghambat pembentukan dan/atau
proteolisis. Pengaruh radikal bebas pada gugus tiol enzim akan efek radikal bebas, yang diduga dapat pula menghambat keru-
menyebabkan antara lain perubahan dalam aktifitas enzim ter- sakan SSP akibat iskemia, contohnya, antiinflamasi non-steroid
sebut. Terhadap lipid menyebabkan reaksi peroksidasi yang dan mannitol(3).
akan mencetuskan proses otokatalitik yang akan menjalar sam- Pada iskemia, radikal bebas superoksida terbentuk dari

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


hipoxantin yang merupakan hasil degradasi ATP. Reaksi ini
dikatalisis oleh xantin oksidase (tipe-O), yang merupakan hasil
konversi dari xantin dehidrogenase (tipe-D) dan terbentuk pada
keadaan patologik (iskemia) karena energi rendaH(6,7).

tipe-O
hipoxantin –––––––––> xantin + O2–•

Proses inflamasi diperantarai oleh sintesis prostaglandin


yang dikatalisis oleh siklo-oksigenase. Produk-antara pada tahap
sintesis ini adalah terbentuknya radikal bebas(3). Selain itu,
aktifasi sel-sel fagosit sebagai mekanisme imunologik normal
dalam meregulasi proses inflamasi (antara lain dengan merubah
permeabilitas vaskuler dan pembentukan faktor-faktor kemo-
taktik), juga akan menghasilkan radikal bebas oksigen(1,2).
Zat-zat yang dapat bereaksi dengan DNA, sangat potensial Pada keadaan patologik yang antara lain diakibatkan ter-
bersifat karsinogenik. DNA yang terpapar sistim penghasil ra- bentuknya radikal bebas dalam jumlah berlebihan, enzim-enzim
dikal bebas oksigen, misalnya radikal hidroksil (OH.) reaktif yang berfungsi sebagai scavenger endogen dapat menurun akti-
yang terbentuk dengan adanya ion-ion logam transisi, akan fitasnya, sehingga memperparah keadaan patofisiologik yang
mengalami pemecahan dan degradasi rantai desoksiribos(1,2). telah terjadi.
Efek mutagenik radikal superoksida yang terbentuk selama Beberapa antioksidan dan zat/obat-obat seperti vitamin-E
aktifasi sel-sel fagosit pada inflamasi jaringan kronik, dapat (alfatokoferol), betakaroten, DMTU, allopurinol, kaptopril,
mendorong terjadinya sel kanker. Zat-zat kimia karsinogen dapat manitol, dalam beberapa penelitian dibuktikan mempunyai
mengalami aktifasi metabolik menjadi produk-antara radikal aktifitas sebagai scavenger radikal bebas(8) antara lain dengan
bebas, misalnya metabolisme hidrokarbon polisiklik, amin- mereduksi radikal bebas menjadi bentuk tidak toksik.
aromatik dan sebagainya; bila terbentuk dekat dengan DNA,
akan bereaksi dengan DNA dan terjadi aktifitas karsinogenik(2). KESIMPULAN
Dengan bertambahnya usia, radikal bebas yang terbentuk Radikal bebas adalah suatu substansi kimia yang bersifat
selama metabolisme normal dapat merusak DNA dan makro- reaktif karena memiliki "elektron-tidak-berpasangan" pada
molekul lain sehingga terjadi penyakit-penyakit degeneratif, orbital paling luar; yang paling banyak dipelajari adalah radikal
keganasan, kematian sel-sel vital tertentu, yang pada akhirnya superoksida (O2-•) dan radikal hidroksil (OH’). Substansi ter-
akan menyebabkan proses penuaan dan kematian bagi individu sebut mampu merusak berbagai komponen sel sehingga dapat
tersebut. Sejenis pigmen (lipofuscin) yang terakumulasi pada berakibat terjadinya kerusakan bahkan kematian sel dan berbagai
semua spesies mammalia sejalan dengan bertambahnya usia, kelainan tubuh. Sistim biologik dapat terpapar oleh radikal
diduga berkaitan dengan terjadinya peroksidasi lipid. Terjadinya bebas, baik yang terbentuk endogen sebagai produk antara dalam
katarak pada usia lanjut diduga antara lain karena proses proses metabolisme sel, maupun eksternal seperti pengaruh
peroksidasi lipid akibat terbentuknya radikal superoksida secara radiasi ionisasi dan proses pembakaran berbagai polutan.
fotokimia oleh efek fotosensitisasi cahaya(8). Meskipun demikian, dalam keadaan fisiologik tubuh memiliki
mekanisme proteksi terhadap efek radikal bebas dengan adanya
SCAVENGER RADIKAL BEBAS enzim-enzim dan antioksidan yang bersifat scavenger.
Scavenger radikal bebas adalah suatu substansi atau molekul Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap substansi/obat-
yang dapat bereaksi dengan radikal bebas, dan berfungsi me- obat yang diduga memiliki sifat scavenger radikal bebas antara
netralkan radikal bebas. Scavenger radikal bebas terdapat endo- lain alfatokoferol (vitamin E), betakaroten, allopurinol, kaptopril
gen dalam tubuh kita, maupun berasal dari luar tubuh (eksogen). dan sebagainya; sebagian dengan tujuan untuk mengetahui
Komponen-komponen sel, seperti gula, asam amino tak jenuh, mekanisme pengrusakan radikal bebas, sebagian lain dengan
asam amino yang mengandung sulfur, asam lemak tak jenuh, tujuan untuk terapi terhadap kelainan-kelainan yang ditimbul-
dapat bereaksi ‘menetralkan’ radikal bebas. Produksi reaksi ini kan.
akan bersifat kurang toksik terhadap sel dibandingkan radikal
bebas semula atau dengan mekanisme pertahanan ini diusaha- KEPUSTAKAAN
kan mempertahankan kadar radikal bebas terendah yang tidak
lagi dapat menyebabkan kerusakan komponen sel. 1. Halliwell B, Gutteridge JMC. Oxygen toxicity, oxygen radicals, transition
metals and disease. Biochem J 1984; 279: 1–14.
Scavenger endogen berupa enzim-enzim mikrosom hati se- 2. Slater TF. Free-radical mechanisms in tissue injury. Biochem J 1984; 222:
perti katalase, peroksidase, dan superoksida dismutase (SOD), 1–15.
secara fisiologik menetralkan pembentukan dan/atau efek radi- 3. Hess ML, Manson NH. Molecular Oxygen: Friend and Foe. The role of the
kal bebas yang terbentuk selama proses metabolisme normal(5,7) oxygen free radical system in the calcium paradox, the oxygen paradox
and ischemia/reperfusion injury. J Mol Cell Cardiol 1984; 16: 969–85.
dengan mekanisme sebagai berikut: 4. Suyatna FD. Radikal bebas dan iskemia. Cermin Dunia Kedokt 1989; 57:

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 35


25–8. 7. Granger DN, Hoowarth ME, Park DA. lschemia-reperfusion injury: role of
5. Bulkley GB. The role of oxygen free radicals in human disease processes. oxygen-derived free radicals. Acta Physiol Scand 1986; 126, Suppl 548:
Surgery 1983; 94(3): 407–11. 57–63.
6. McCorcFJM. The superoxide free radical: its biochemistry and 8. Southorn PA, Powis G. Free radicals in medicine. II. Involvement in
pathophysio logy. Surgery 1983; 94(3): 412–4. human disease. Mayo Clin Proc 1988; (63(4): 390–408.

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


ULASAN

Proses Berhenti Merokok

Tjandra Yoga Aditama, Ida Bernida


Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Unit Paru Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN a) Yang disebabkan oleh rokok.


WHO telah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai hari bebas Yaitu kanker paru, kanker kerongkongan, kanker saluran
tembakau sedunia. Pencanangan ini dimulai sejak tahun 1988, napas lain, bronkitis kronik dan emfisema.
sehingga sampai tahun 1993 ini telah memasuki tahun ke 5. b) Mungkin seluruhnya atau sebagian disebabkan oleh rokok.
Hal ini menunjukkan makin meningkatnya perhatian dunia ter- Yaitu penyakitjantung iskemik, aneurisma aorta, kerusak-
utama kalangan kesehatan terhadap akibat negatif rokok bagi an miokard jantung, trombosis pembuluh darah otak, arterio-
kesehatan dan kesejahteraan manusia. sklerosis, tuberkulosis, pneumonia, ulkus peptikum, hernia dan
Kebiasaan merokok di Indonesia dan di beberapa negara kanker kandung kemih.
berkembang lainnya cukup luas, bahkan ada kecenderungan Hammond dan Horn membagi hubungan antara penyakit
semakin meningkat. Sementara itu di negara maju kebiasaan dan kebiasaan merokok sebagai berikut:
merokok justru semakin berkurang, karena mereka telah sadar a) Hubungan erat luar biasa
akan bahayarokokpadakesehatan. WHO memperkirakan bahwa Yaitu kanker paru, kanker tenggorok/kerongkongan dan
di negara industri sekitar sepertiga kaum pria berumur di atas 15 ulkus peptikum.
tahun mempunyai kebiasaan merokok. Di pihak lain sekitar b) Hubungan sangat erat
setengah dari kaum pria di negara berkembang mempunyai Yaitu pneumonia, ulkus duodenum, aneurisma aorta.
kebiasaan merokok dan sekitar 10% wanita juga mempunyai c) Hubungan erat
kebiasaan merokok. Data WHO dan 65 negara antara tahun Dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.
1975 sampai dengan tahun 1986, menyatakan bahwa 75% kaum d) Hubungan sedang
pria di Indonesia mempunyai kebiasaan merokok dan di ka- Dapat mengakibatkan penyakit pembuluh darah otak.
langan wanita sebesar 5%. Indonesia menduduki urutan nomor
5 tertinggi di bawah Papua New Giunea, Fiji, Nepal, Filipina BERHENTI MEROKOK
dan jauh di atas Singapura yang hanya menduduki urutan ke 31. Dengan makin meluasnya informasi tentang pengaruh bu-
Hal ini tentu saja memprihatinkan kalangan kesehatan ruk merokok bagi kesehatan, maka banyak orang yang berusaha
mengingat akibat buruk yang ditimbulkan rokok bagi kesehatan. berhenti merokok. Tetapi di pihak lain disadari bahwa seringkali
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan me- tidak mudah bagi seorang perokok untuk dapat menghentikan
rokok antara lain kanker paru, bronkitis kronik, emfisema, penya- kebiasaannya.
kit jantung koroner, ulkus peptikum, kanker mulut/tenggorok,
penyakit pembuluh darah otak dan gangguan janin dalam kan- MENGAPA ORANG MEROKOK
dungan. Doll dan Hill, dua orang peneliti dari Inggris membagi Sebelum dibahas mengenai berhenti merokok, akan diurai-
hubungan antara penyakit dan kebiasaan merokok sebagai ber- kan secara singkat faktor-faktor yang menyebabkan seseorang
ikut:

Dibacakan pada KONAS VI PDPI, Solo 3–5 Juli 1993

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 37


mempunyai kebiasaan merokok. Ada tiga faktor yang berpe- maka kadar nikotin akan turun. Bila penurunan kadar nikotin
ngaruh terhadap kebiasaan merokok: sampai dua pertiganya atau lebih maka akan timbul berbagai
gejala seperti sakit kepala, lesu, kurang konsentrasi, insomia,
Faktor Farmakologis gangguan pencernaan dan lain-lain; gejala-gejala ini disebut
Salah satu zat yang terdapat dalam rokok adalah nikotin. withdrawal symptoms. Kalau withdrawal symptoms ini dapat
Nikotin adalah suatu zat psikoaktif yang mempunyai efek far- dilewati maka ia akan terus berhenti merokok, tetapi bila tidak,
makologis terhadap otak yaitu mempengaruhi perasaan dan maka ia akan merokok kembali.
atau kebiasaan, oleh karena itu nikotin dapat menimbulkan keter-
gantungan (ketagihan). Nikotin mempunyai 2 efek, pada dosis TEKNIK BERHENTI MEROKOK
rendah nikotin bersifat stimulan (perangsang) sedangkan pada Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan para klinikus
dosis tinggi bersifat sebagai penenang. dalam merencanakan berhenti merokok:
1) Pilihlah pasien dengan teliti
Faktor sosial Konsentrasikan pada pasien yang mempunyai motivasi kuat
Faktor sosial berpengaruh besar terhadap kebiasaan me- untuk berhenti merokok, karena tanpa motivasi kuat segala
rokok, seperti lingkungan rumah (orang tua, saudara), ling- usaha tidak akan berhasil.
kungan sekolah, status sosial-ekonomi, tetapi yang paling besar 2) Gunakan teknik yang tepat
pengaruhnya adalah jumlah teman yang merokok. Keuntungan Membantu pasien mengatasi kebiasaan merokok dengan
psikososial dan merokok yang mereka rasakan antara lain me- cara mengajarkan mengalihkan kebiasaan dan untuk meng-
rasa lebih diterima dalam lingkungan teman dan kelihatan lebih atasi adiksi nikotin dengan cara memberikan pengganti nikotin
dewasa, dan merasa lebih nyaman. seperti pennen karet nikotin atau transedermal patches.
3) Follow-up
Faktor psikologis Follow-up memegang peranan penting, karena follow-up
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kebiasaan yang buruk akan memberikan hasil yang buruk pula.
merokok adalah kepribadian. Kebiasaan merokok lebih sering Untuk membantu berhenti merokok, bukan hanya pendekat-
didapatkan pada orang-orang dengan gangguan kepribadian an farmakologi saja yang diperlukan, tetapi pendekatan psiko-
seperti neurosis dan kecenderungan antisosial. Selain itu me- sosial dan fisik juga memegang peranan penting.
rokok juga sering digunakan sebagai alat psikologis (psycholo-
gical tool) seperti meningkatkan penampilan atau kenyamanan Pendekatan psikososial
psikologis. Pendekatan psikososial yang terpenting adalah memberi
motivasi kepada pasien untuk menghilangkan kebiasaan
PROSES BERHENTI MEROKOK merokok dan mengalihkannya ke kegiatan lain.
Berhenti merokok adalah suatu proses, jadi tidak bisa di- Beberapa metode untuk berhenti merokok antara lain temp-
lakukan dengan tiba-tiba. Proses berhenti merokok dapat di- tation management, cue extinction dan aversive techniques.
gambarkan sebagai berikut: Salah satu dari aversive techniques adalah teknik merokok cepat
yaitu seseorang harus mengisap sejumlah rokok secana cepat
misalnya tiap 6 detik dan menahan asap rokok di mulut untuk
Perokok –––→ berpikir untuk –––→ memutuskan beberapa waktu; seielah prosedur ini biasanya akan terasa pu-
berhenti merokok untuk mencoba sing dan mual. Proses ini diulang beberapa kali sampai yang
↓ bersangkutan tidak tahan lagi dari berhenti merokok.
mencoba berhenti Metode lain yang juga dicoba untuk membantu berhenti
↓ merokok adalah hipnotis dan akupunktur, walaupun belum ada
Merokok kembali ←––– Berhenti merokok laporan yang memuaskan tentang hal tersebut.

Tetap berhenti merokok Pendekatan farmakologis
Tujuan pemakaian obat pada proses berhenti merokok ada-
lah untuk mengurangi atau menghilangkan gejala withdrawal
Seperti telah disebutkan di atas, usaha untuk berhenti me- yaitu dengan memberi nikotin dengan cara lain seperti spray
rokok seringkali mengalami kegagalan. Ada dua faktor yang atau aerosol nikotin, permen nikotin.
berperan dalam hal ini yaitu akibat ketergantungan atau addiksi Obat-obat yang sudah dipakai di luan negeri antana lain:
nikotin dan faktor psikologis. Kebiasaan merokok yang telah a) Nicotine gum (permen kanet nikotin), berisi 2 mg dan 4 mg
bertahun-tahun akan membentuk suatu pola tingkah laku yang nikotin.
telah mengakar sehingga kalau mencoba berhenti akan terasa b) Plester nikotin (transdermal nicotine)
seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Selain pemberian nikotin, beberapa ahli menggunakan obat-
Nikotin merupakan suatu zat yang menimbulkan keter- obat seperti klonidin (golongan ß adrenergic agonist) dan
gantungan. Orang yang sudah merokok bertahun-tahun kadar alprazolarn (golongan benzodiazepin) untuk mengatasi keluhan
nikotin dalam darahnya cukup tinggi. Bila berhenti merokok withdrawal. Kedua obat tersebut dapat mengatasi ansietas,

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


ketegangan, dan insomnia, tetapi kionidin mempunyai efek yang Tabel 3. Distribusi Klien menurut Lama Merokok
lebih baik daripada aiprazolam. Lama Merokok Jumlah
Dari beberapa penelitian di luar negeri, keberhasilan usaha
< 1 tahun 0
berhenti merokok belum memuaskan. Pada penelitian Lando dkk 1 – 5 tahun 2
dengan menggunakan pendekatan psikologis dan pendidikan 6 – 10 tahun 3
kesehatan, keberhasilan berhenti merokok sekitar 45% selama 11 – 15 tahun 11
evaluasi 12 bulan. American Lung Association (ALA) meng- 16 – 20 tahun 6
21 – 25 tahun 3
evaluasi klinik Freedom from Smoking dari tahun 1982 sampai > 25 tahun 12
1985, dan ternyata angka keberhasilan sekitar 47%–55% dengan
rata-rata 51%. Data yang diperoleh dari ALA self-help program Jumlah 37
menunjukkan bahwa yang berhasil berhenti merokok setelah Tabel 4. Distribusi Klien menurut Jumlah Rokok yang Diisap/hari
evaluasi 1–3 bulan sekitar 12%, setelah evaluasi 6 bulan sekitar
15% dan meningkat menjadi 18% setelah evaluasi 12 bulan. Jumlah Rokok/hari Jumlah

DATA POLIKLINIK BERHENTI MEROKOK RSUP < 10 batang 7


10 – 20 batang 18
PERSAHABATAN 21 – 30 batang 6
Pada tahun 1992 jumlah klien yang datang ke Poliklinik 31 – 40 batang 5
Berhenti Merokok RSUP Persahabatan sebanyak 37 orang, ter- 41 – 50 batang 1
diri dari 34 orang (9 1,8%) laki-laki dan 3 orang (8,2%) wanita. > 50 batang 0
Umur rata-rata 39,1 ± 4,2 tahun. Rata-rata lama merokok adalah Jumlah 37
28,2±4,7 tahun. Dari 37 orang tersebut, 21 orang (56%) hanya
datang satu kali. Dan 16 orang sisanya, 8 orang (50%) berhasil Tabel 5. Distribusi Klien menurut Jenis Rokok yang Diisap
berhenti merokok. Sebelum datang ke poliklinik rata-rata jumlah Jenis Rokok Jumlah
rokok yang diisap/hari adalah 20,4 ± 10,6 batang, dan pada akhir
kunjungan ke poliklinik rata-rata jumlah rokok yang diisap/hari Kretek 21
Rokok putih 9
turun tajam menjadi 3,6 ± 4,6 batang. Jumlah kunjungan rata- Campur 7
rata klien yang berhasil berhenti merokok adalah 3 kali.
Selanjutnya kanaktenistik Mien yang datang ke Poliklinik Jumlah 37
Berhenti Merokok RSUP Persahabatan dapat dilihat pada tabel Tabel 6. Klien yang Berhenti Merokok Dihubungkan dengan Jumlah
1 s/d tabel 6. Kunjungan

Tabel 1. Distribusi Klien menurut Umur Jumlah Kunjungan Jumlah Klien Berhenti Merokok
1 kali 21 1 ( 5 %)
Golongan Umur Jumlah 2 kali 10 2 ( 20 %)
< 10 tahun 0 3 kali 2 2 (100 %)
10 – 20tahun 1 4 kali 2 1 ( 50 %)
21 – 30 tahun 8 5 kali 0 –
31 – 40 tahun 12 6 kali 2 2 (100 %)
41 – 50 tahun 9 Jumlah 37 8 ( 22,2 %)
51 – 60 tahun 4
> 60 tahun 3
merokok bukan hanya pendekatan farmakologi saja yang di-
Jumlah 37
perlukan, tetapi juga pendekatan psikososial dan memerlukan
waktu yang lama serta motivasi yang kuat.
Tabel 2. Distribusi Klien menurut Umur Mulai Merokok Pada tulisan ini dibicarakan mengenai proses berhenti
Umur Jumlah merokok dan teknik berhenti merokok serta data dari Poliklinik
Berhenti Merokok RSUP Persahabatan Jakarta. Dari data ter-
< 10 tahun 1
10 – 20 tahun 29 sebut dapat dilihat bahwa keberhasilan usaha berhenti merokok
21 – 30 tahun 4 dan klien yang datang ke Poliklinik Berhenti Merokok RSUP
31 – 40 tahun 3 Persahabatan hampir sama dengan data dari luan negeri yaitu
Jumlah 37 sekitan 50%.

PENUTUP KEPUSTAKAAN
Merokok berpengaruh buruk terhadap kesehatan, oleh ka-rena
itu banyak orang berusaha menghentikan kebiasaan mero-kok. 1. Fisher EB, Haire-Joshu D, Morgan GD, Rehberg H, Rost K. State of the Art.
Smoking and Smoking Cessation. Am Rev Respir Dis 1992; 142: 702–20,
Tetapi disadani bahwa seringkali tidak mudah bagi seorang
2. Barham P. Cessation of Smoking. Drug Therapy in Perspective. Med Progr
perokok untuk menghentikan kebiasaannya. Untuk berhenti April 1990: 7–12.

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 39


3. Gill HM, Oliver M. Cardiotopics. Basel: Ciba Geigy, 1991 : 15–33. 7. Pomerleau OF. Nicotine and the Central Nervous System: Biobehavioral
4. Smoking Cessation Handbook. Sweden; Leo. effects of cigarette smoking. Am J Med 1992; 93 (suppl IA): 2S–7S.
5. WHO Regional Office for Europe. Helping Smoking Stop. Copenhagen, 8. Lakier JB. Smoking and Cardiovascular Disease. Am J Med 1992; 93
1988. (suppl 1A): 8S–l2S.
6. Tjandra Yoga Aditama. Rokok dan Kesehatan. Jakarta: UI Press, 1993. 9. Carbone D. Smoking and Cancer. Am J Med 1992; 93 (suppl 1A): 13S–17S.

Kegiatan Ilmiah
3 – 5 Agustus 1995 – SIMPOSIUM DAN LOKAKARYA NUTRISI–
ENDOSKOPI–LAPARO-SKOPI
Aplikasi Klinis Tunjangan Nutrisi Endoskopi
Gastrointestinal dan Lapa-roskopi Anak di Rumah
Sakit
Hotel Horizon, Ancol (Simposium)
RS Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta
(Lokakarya)
Sekr. : RSAB Harapan Kita
JI. S. Parman Kav. 87, Slipi
Jakarta 11420, INDONESIA
Tel.: (021) 5673767, 5672191,
5668284 ext.548,418,517
Fax : (021) 5601816, 7656295

19–23 September 1995 – SECOND ASIA-PACIFIC CON-FERENCE ON


MEDICAL GE-NETICS AND EIJKMAN SYM-
POSIUM ON THE MOLECU- LAR BIOLOGY
OF DISEASE
Shangri-La Hotel, Jakarta, INDO-NESIA
Sekr.: Dr. Alida Harahap
JI. Diponegoro 69
Jakarta, INDONESIA
Tel. : (62-21) 3914575,
3148694, 3148695
Fax : (62-21) 3147982

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tinjauan Sekilas
tentang Penyekat Beta
Dr Sunoto Pratanu
Lab-UPE Ilmu Penyakit Jantung Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
RSUD Dr. Sutomo, Surabaya

PENDAHULUAN
Obat golongan penyekat beta yang pertama kali dipakai Tabel 1. Distribusi reseptor-reseptor adrenerjik dan respons terhadap
stimulasi(1)
pada manusia yaitu propranolol pada tahun 1964. Sejak itu
penelitian tentang pemakaian obat-obat ini dalam klinik makin Adrenoceptor
System Response to stimulation
meluas dan berkembang cepat. Sekitar tahun 1980 penyekat beta Type
menjadi salah satu obat paling penting untuk pengobatan pe- Heart beta, > beta2 increase in heart rate
beta, increase in conduction velocity
nyakit kardiovaskuler.
beta, increase in excitability
Dengan munculnya obat-obat golongan penyekat kalsium beta, increase in force of contraction
dan kemudian obat-obat golongan ACE-inhibitor, banyak peran Blood vessels alpha constriction of arteries and
penyekat beta dapat diganti oleh kedua jenis obat tersebut. beta, dilatation of coronary arteries, ?
Meskipun demikian, dalam banyak keadaan klinik tertentu, precapillary sphincters
beta2 dilatation of most arteries
penyekat beta masih merupakan obat yang terbaik.
Lung alpha bronchoconstriction
Hingga kini, penelitian dan pengembangan obat-obat go- beta2 > beta, bronchodilatation
longan penyekat beta masih terus berlanjut. Skeletal muscle beta2 tremor
beta2 stimulation of Na/K pump
resulting in increased
RESEPTOR-RESEPTOR ADRENERGIK contractility and hypokalaemia
Stimulasi simpatomimetik bisa menimbulkan efek yang Bladder– detrusor beta relaxatory–urgency
bermacam-macam pada masing-masing organ tubuh. Hal ini Smooth muscles:
disebabkan karena adanya reseptor-reseptor yang berbeda pada Uterine beta, relaxation
Eye alpha mydriasis
sel-sel dan organ-organ tersebut. Intestinal beta, relaxation
Ada 2 macam reseptor adrenerjik, yaitu alfa dan beta, yang Mast cells alpha augmentation of release of
masing-masing dibagi lagi menjadi alfa-1, alfa-2 dan beta-1, mediators of anaphylaxis
beta-2. Selain reseptor alfa dan beta, masih dikenal juga reseptor beta inhibition of release of
mediators of anaphylaxis
dopamin, yang dibagi menjadi dopamin-i dan dopamin-2. Platelets alpha,, beta aggregation promoted
Distribusi reseptor-reseptor adrenerjik pada macam-macam Eye:
organ bisa merupakan campuran dari beberapa reseptor. Sebagai Intraocular pressure beta, increase in intraocular pressure
contoh : reseptor-reseptor di jantung terutama ialah beta-1, di Tear secretion beta2 increased basic secretion
samping sedikit beta-2. Dalam paru terdapat terutama beta-2, di CNS beta ?
alpha2 fall in blood pressure
samping sedikit beta-1 dan alfa (Tabel 1). Metabolism:
Gluconeogenesis alpha promoted
Dibacakan di : Simposium tentang Penyakit Beta, Surabaya, 3 oktober 1993

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 41


Glycogenolysis alpha (liver) promoted Berbagai obat yang bekerja pada reseptor-reseptor adrenerjik
beta, (heart) promoted
beta, (skeletal
dapat bersifat agonis (mexnacu) atau antagonis atau penyekat
muscle; ? liver) promoted (menghambat). Suatu obat agonis maupun antagonis dapat be-
Lipolysis (white beta, > beta, promoted kerja pada satu reseptor saja, yang disebut selektif. Kebanyakan
adipocytes) obat mempunyai pengaruh terhadap lebih dari satu reseptor, yang
Calorigenesis beta, promoted disebut nonselektif. Sebagai contoh, adrenalin dan noradrenalin
(brown adipocytes)
Hormone secretion:
adalah agonis adrenergik yang bekerja luas, yaitu pada alfa-1,
Glucagon beta, promoted alfa-2, beta-1 dan beta-2. Propranolol adalah penyekat beta yang
Insulin alpha inhibited nonselektif, yang menyekat beta-1 dan beta-2 (Gambar 1).
beta, promoted
Parathyroid hormone beta, promoted
Benin beta, > beta, promoted
Neurotransmitter PEMBAGIAN PENYEKAT BETA
release:
Acetylcholine alpha facilitated–skeletal
Pada umumnya obat-obat penyekat beta dibagi berdasarkan
neuromuscular junction: sifat-sifat khusus yang dimilikinya, yang pada umumnya meli-
inhibited–sympathetic ganglia puti:
and intestine leading to 1. Selektifitas
inhibition/relaxation 2. Intrinsic Sympathomimetic Activity (ISA)
Noradrenaline alpha inhibited
beta (?beta2) facilitated
3. Sifat kelarutan dalam air dan lemak
4. Membrane Stabilizing Activity (MSA)

Gambar 1. Skema efek dan obat-obat agonis dan antagonis pada reseptor-reseptor adrenerjik(1)

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


1) Selektifitas penyekat beta yang hidrofilik melalui saluran pencernaan mem-
Untuk penanggulangan penyakit jantung, sering dicari punyai persentase yang rendah, tetapi mempunyai rasio penye-
penyekat beta yang selektif menyekat beta-1 saja, tanpa mem- rapan yang stabil. Sebaliknya, penyekat beta yang lipofihik di-
pengaruhi beta-2. Dengan demikian pengaruh obat itu hanya serap sempurna melalui saluran pencernaan, tetapi kadarnya
pada jantung saja, tanpa mempengaruhi organ-organ lain. dalam darah ditentukan oleh hasil metabolisme dalam hati,
Penyekat beta yang demikian ini disebut penyekat beta yang yang bisa sangat bervariasi.
kardioselektif. Istilah ini sebenarnya kurang tepat, karena di luar Penyekat beta yang lipofilik antara lain ialah : propranolol
jantung terdapat juga reseptor-reseptor beta-1. Maka istilah yang (+++), oxprenolol (++), timolol (++), metoprolol (+), pindolol
lebih tepat ialah penyekat beta yang beta-1 selektif. (+), acebutolol (+), bisoprolol (±).
Penyekat beta-I selektifantara lain acebutolol (+), atenolol Penyekat beta yang hidrofilik antara lain ialah : atenolol
(++), metoprolol (++), bisoprolol (÷++). Penyekat beta yang (+++), sotalol (++), practolol (+), nadolol (+), bisoprolol (±).
non-selektif antara lain ialah : aiprenolol, carteolol, labetalol,
nadolol,oxprenolol, pindolol, propranolol, sotalol. 4) Sifat Membrane Stabilizing Activity (MSA)
Telah banyak ditelaah tentang sifat MSA dari berbagai jenis
2) Intrinsic Sympathomimetic Activity (ISA) penyekat beta. Sifat MSA suatu penyekat beta ialah sifat men-
Beberapa penyekat beta, di samping mempunyai sifat stabilkan membran sel sehingga mempunyai sifat antifibrilasi,
menyekat stimulasi pada reseptor beta, mempunyai sifat yang menekan depolarisasi, menekan aktivitas ektopik jantung. Sifat
sebaliknya, yaitu memacu reseptor tersebut. Tentu saja sifat me- MSA yang paling kuat dimiliki oleh propranolol. Belakangan ini
macu ini jauh lebih lemab daripada sifat menyekatnya. Sifat ini ternyata bahwa sifat MSA ini baru nyata bila dosis yang diberi-
disebut sifat ISA. kan sangat tinggi, hingga 50–100 kali dari dosis terapi. Dengan
Sifat ISA ini kemungkinan besar mempunyai selektifitas demikian secara praktis efek MSA ini tak berguna dalam pe-
yang sama dengan sifat selektifitas dari penyekat beta tersebut. makaian klinis, sehingga kini tak relevan lagi mempermasalah-
Misalnya suatu penyekat beta yang beta-i selektif dan mem- kan sifat MSA dari suatu penyekat beta.
punyai sifat ISA, akan memacu beta-i selain menyekatnya.
Sifat ISA pada penyekat beta mempunyai pengaruh lebih
nyata dalam keadaan dimana tonus simpatik dalam keadaan mi-
nimal, misalnya selama tidur. Dalam hal ini frekuensi jantung PEMAKAIAN PENYEKAT BETA DALAM KLINIK
akan dipacu lebih cepat oleh ISA, dibandingkan dengan Hingga kini penyekat beta masih merupakan obat yang
penyekat beta tanpa ISA. sangat banyak dipakai dalam klinik. Penyekat beta hingga kini
Penyekat beta yang mempunyai ISA antara lain ialah masih dianggap sangat penting untuk pengobatan angina pek-
acebutolol (+), alprenolol (+), carteolol (+), oxprenolol (++), tons, infark miokard akut, pasca miokard infark, aritmia, hiper-
pindolol (+++). tiroidi, kardiomiopati hipertrofik, hipertensi.
Penyekat beta yang non-ISA antara lain ialah : atenolol,
metoprolol, nadolol, propranolol, sotalol, bisoprolol. Efek samping penyekat beta
Untuk menghindari efek samping, kita harus memahami
3) Sifat kelarutan mekanisme kerja dan sifat masing-masing jenis penyekat beta
Sifat farmakokinetik yang penting untuk penyekat beta ialah yang dipakai. Efek samping yang timbul sebagian besar adalah
sifat kelarutannya dalam lemak dan air. Suatu penyekat beta akibat mekanisme penyekatan reseptor beta-adrenergik, yaitu :
yang mudah larut dalam air disebut hidrofilik, yang mudah bronkospasme, gagal jantung, penyakit vaskuler perifer, bradi-
larut dalam lemak disebut lipofilik. kardi/gangguan konduksi, hipotensi.
Suatu penyekat beta yang lipofilik mempunyai sifat-sifat : Hal-hal lain yang perlu diperhatikan ialah
1) Diserap dengan cepat dan sempurna dari saluran pencernaan 1) Diabetes Mellitus:
2) Dimetabohisir dalam hati Karena metabolisme karbohidrat sebagian dipengaruhi oleh
3) Terikat pada protein plasma aktivitas simpatik, maka pemakaian penyekat beta (terutama
4) Tersebar luas dalam jaringan-jaringan tubuh yang non-spesifik beta-1) bisa mengganggu kadar glukose darah.
5) Mempunyai waktu paruh yang pendek. Pada penderita diabetes yang memakai insulin, penyekat beta
Suatu penyekat beta yang hidrofilik mempunyai sifat-sifat: bisa menyebabkan hipoglikemia.
1) Penyerapan dari saluran pencernaan kurang sempurna 2) Gangguan metabolisme lemak:
2) Tidak dimetabolisir, dan dikeluarkan melalui ginjal tanpa Pada umumnya penyekat beta menurunkan kadar HDL-
perubahan cholesterol darah yang mempunyai akibat buruk terhadap atero-
3) Ikatan yang lemah pada protein plasma genesis. Untuk penyekat beta yang beta-l selektif dan yang
4) Penyebaran dalam jaringan tubuh terbatas, hanya sedikit mempunyai ISA, penurunan HDL-cholesterol ini tidak jelas.
melewati batas darah-otak 3) Sistem sarafpusat.
5) Mempunyai waktu paruh yang panjang. Untuk penyekat beta yang lipofihik, penerobosan batas da-
Terdapat perbedaan yang mendasar tentang bioavailabilitas rah-otak bisa menimbulkan gangguan depresi, insomnia, mimpi
dari penyekat beta yang lipofilik dan hidrofilik, yaitu penyerapan buruk, halusinasi. Sebagian dari keluhan-keluhan demikian
mungkin disebabkan karena penurunan aliran darah otak. pakai penyekat beta yang hidrofilik, sedangkan untuk penderita-
penderita dengan gangguan fungsi ginjai, dipakai penyekat beta
PEMILIHAN PEMAKAIAN PENYEKAT BETA yang lipofiuik.
Meskipun pada garis besarnya efek kiinis penyekat beta
adalah sama, tetapi perbedaan sifat dari masing-masing golong- RINGKASAN
an penyekat beta menyebabkan adanya perbedaan efektifitas dan Telah dibahas secara singkat tentang penyekat beta secara
efek samping untuk keadaan-keadaan klinis tertentu. Sebagai umum. Secara global telah dibahas pula tentang pembagian dari
contoh diberikan beberapa keadaan klinis tertentu dengan pe- penyekat beta menurut sifat-sifatnya, yaitu selektifitas, sifat
milihan penyekat beta yang dianjurkan: ISA, sifat solubilitas dalam air dan lemak, sifat MSA. Juga telah
a) Untuk penderita dengan pengobatan penyekat beta dengan diberikan contoh-contoh penyekat beta dan masing-masing
gangguan-gangguan di iuarjantung seperti : diabetes, gangguan golongan tersebut.
profil lemak darah, vaskuler perifer, sebaiknya dipilih penyekat Secara sepintas telah pula dibahas tentang pemakaian
beta yang beta-i selektif, atau penyekat beta dengan ISA. Untuk penyekat beta dalam klinik dan efek samping yang bisa timbul.
penderita-penderita dengan asma bronkhial, sebaiknya tidak di- Telah diberikan beberapa contoh pemiiihan goiongan pe-
pakai penyekat beta, meskipun beta-1 selektif. nyekat beta dalam pemakaian pada penderita-penderita dengan
b) Untuk pengobatan tirotoksikosis, pilihan obat ialah penye- keadaan kiinik tertentu.
kat beta yang non-selektif, untuk menyekat efek adrenergik di
KEPUSTAKAAN
luar jantung juga. Yang terbaik ialah propranolol.
c) Untuk menghindari efek samping yang berupa gangguan- 1. Lees GM. A hitch-hiker’s guide to the galaxy of adrenoceptors. BMJ 1981;
gangguan serebral seperti : mimpi buruk, halusinasi, insomnia, 283: 173–178.
dan sebagainya dianjurkan memakai penyekat beta yang hidrofilik. 2. Braunwald. Heart Disease, Fourth Ed. 1992. P. 644–46, 1139, 1307–10,
1412–13.
d) Untuk pengobatan penderita-penderita dengan angina pek- 3. Cruickshank JM, Prichard BN. Beta-blockers in Clinical Practice.
tons sebaiknya tidak dipakai penyekat beta dengan ISA, karena Churchill Livingstone, 1987.
efek bradikardia akan berkurang, dan penderita cenderung meng- 4. Cruickshank JM. The clinical importance of cardioselectivity and lipo-
alami kenaikan frekuensi jantung waktu tidur, sehingga bisa philicity in beta blockers. Am Heart J 1990; 100: 160.
5. FrithzGL, Weiner. Effects of Bisoprolol, dosed once daily, on blood
timbul serangan angina. pressure and serum lipids andHDL-cholesterol in patients withessential
e) Untuk pengobatan hipertensi yang sebaiknya diberi peng- hypertension. J Cardiovascular Pharmacol 1986; 8 (suppl. II): 77.
obatan sekali sehari, sebaiknya dipakai penyekat beta yang 6. Harrison. Principles of Internal Medicine. Eleventh Ed. 1987. p. 368–69,
hidrofilik. 1033–35.
7. Mc Devitt DG. Clinical significance of cardioselectivity. Drug 1983; 25
f) Untuk penderita dengan gangguan fungsi hati, sebaiknya di- (suppl 2): 219–226.

No one knows the weight of another's burden

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


PIDATO PENGUKUHAN

Stroke - Masa Kini


dan Masa Yang Akan Datang
Djoenaidi Widjaja
Guru Besar Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UniversitasAirlangga
RSUD Dr. Soetonzo, Surabaya

PENDAHULUAN dan 1 persen. Laki-laki (63,5%) lebih banyak terkena dari pada
Pada era pembangunan dan globalisasi seperti sekarang ini wanita (36,5%). Usia kurang dari 45 tahun lebih jarang terkena
sumber daya manusia adalah unsur pokok. Stroke adalah salah (15,9%) dan pada usia lebih dari 45 tahun (84,1%).
satu penyakit yang menyebabkan kematian, kecacatan fisik dan Kematian dan seluruh stroke (32,1%) adalah nomer dua
mental. Lebih dari 50 persen dari penderita yang masuk rumah setelah meningo-ensefalitis (59,5%). Dari semua penderita stroke
sakit di bangsal Lab. Ilmu Penyakit Saraf/RSUD Dr. Soetomo 50% dan PIS meninggal, sedangkan pada PSA dan emboli kira-
pada tahun 1993 di Surabaya disebabkan oleh stroke. kira 40% meninggal. Penyebab stroke paling banyak karena
hipertensi (81,7%) dan diabetes mellitus (66,7%). Anamnesis
DEFINISI STROKE: adanya hipertensi hanya terdapat pada 66,7% kasus. Hipertensi
Pada stroke terdapat tanda-tanda klinik yang berkembang yang terdapat pada waktu masuk rumah sakit kebanyakan
secara cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global tanpa hipertensi-reaktip, yang terjadi karena pelepasan katekolamin
penyebab lain kecuali sebab vaskulan. Gejala ini berlangsung 24 dan neurotransmitter yang menyebabkan kenaikan tekanan
jam atau lebih atau menyebabkan kematian. Tak termasuk dalam darah. Pada trombosis serebri 54,5% menderita hipertensi sta-
definisi ini serangan gangguan peredaran darah otak sepintas dium II, sedangkan pada PIS 66,4% menderita hipertensi sta-
(GPDOS atau transient ischemic attack = TIA), dan perdarahan dium III dan IV. Anamnesis gangguan peredaran darah sepintas
atau infark yang disebabkan oleh radang atau tumor(1).. (47,4%) (GPDOS) hanya terdapat pada trombosis serebri. Pada
Secara sederhana stroke dibagi dalam stroke non-hemoragik emboli, PIS dan PSA tak terdapat riwayat GPDOS sebelumnya.
(non-H) dan hemoragik (H). Yang non-hemoragik dibagi dalam Pada stroke emboli 86,7% disebabkan oleh fibrilasi atrial dan
emboli otak dan trombosis otak, sedangkan yang hemoragik infark jantung lama, selebihnya tak diketahui penyebabnya.
dibagi dalam perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan
subaraknoidal (PSA).
PANDANGAN BARU PENCEGAHAN DAN PENG-
EPIDEMIOLOGI STROKE: OBATAN STROKE MASA KINI
Di Amerika Serikat tiap tahun 500.000 orang mendapat
serangan stroke baru atau kambuh lagi dan kira-kira sepertiga A. PENCEGAHAN PRIMER: MENCEGAH PEMBEN-
meninggal Prevalensi total stroke diperkirakan 5-8 per 1000 TUKAN ATEROMA.
penduduk diatas usia 25 tahun(3).
Insiden stroke dari penderita yang masuk rumah sakit dibangsal Hipotesis Oksidasi dan LDL (Low Density Lipoprotein)
Lab. Ilmu Penyakit SarafIRSUD Dr.Soetomo pada tahun 1993, LDL oksidatip (oxidized low density lipoprotein) yang
60,7 persen disebabkan oleh stroke non-H sedangkan 36,6 persen dimodifikasi oleh tubuh penting untuk patogenesis aterosklerosis.
oleh karena stroke-H. Stroke trombotik paling banyak terdapat Peroksidasi lipid ini mulai dari polyunsaturated fatty acids
(58,3%), disusul oleh perdarahan intraserebral (PIS) (35,6%). (PUFA) yang terdapat pada fosfolipid dipermukaan LDL. LDL
Emboli dan perdarahan subaraknoidal hanya sedikit sekali 2,4 yang teroksidasi ini (Ox-LDL) merangsang monosit untuk

Pidato pada Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, 1995
Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 45
mengekskresi interleukin-1, yang selanjutnya merangsang tical arteriosclerotic encephalopathy) atau PIS akibat pecahnya
proliferasi sel otot polos. Ox-LDL ini juga imunogenik dan mikroanerisma dan Charcot Bouchard(12). Hipertensi maligna
terdapat antibodi terhadap epitop dan Ox-LDL. Ox-LDL dapat menyebabkan timbulnya ensefalopati hipentensif, infark
mengganggu juga vasorelaksasi dan nitrik oksida. Hasil senyawa otak, PIS dan PSA(13). Penurunan tekanan danah diastolik 5-6
Ox-LDL seperti oksisterol sangat toksis terhadap sel endotil dan mmHg selama 5 tahun dapat menurunkan risiko stroke 38%
dapat mematahkan integritas endotil(4). dan risiko PJK 16% Penurunan tekanan darah sistolik 5 mmHg
Untuk menghambat terjadinya Ox-LDL dapat dilakukan dengan dapat menurunkan kematian stroke 14% dan 9% kematian
pemberian vitamin E, beta-karoten dan vitamin C atau jantung koroner(15).
mengurangi PUFA (polyunsaturated fatty acid) dan LDL dengan Diabetes mellitus (DM)
cara pemberian asam oleik (minyak zaitun) atau asam linolenik DM merupakan faktor risiko untuk stroke iskemik dari
alfa yang terdapat dalam biji-bijian. Pada binatang percobaan pembuluh besar, akan tetapi masih diragukan pada pembuluh
diberikan probucol (obat antikolesterol dan anti-oksidan)(4). Beta darah kecil. Dengan mengkontrot DM, insiden stroke tidak
karoten khasiatnya masih dipertanyakan. Vitamin E diperlukan berkurang, akan tetapi bila sudah terjadi stroke dengan
dalam dosis tinggi 1,2 g/hari agar LDL jenuh. Teh hitam dan mengkontrol hiperglikemia dapat mengurangi kerusakan otak
anggur merah mengandung polifenol yang dapat menghambat waktu stroke akut(15). Hiperglikemia menyebabkan kurangnya
pembentukan Ox-LDL(5) . Diet vegetaris terdiri atas kacang- pembentukan AlP (adenosin tnifosfat) serta berkurangnya Na-
kacangan dan rendah lemak, mengandung banyak asam linolenik K-ATPase, akibatnya konsentrasi Na datam set meningkat
alfa. Di kalangan orang Jepang dan orang negara Laut Tengah sehingga timbul pembengkakan set serta pelepasan glutamat
yang makan banyak asam linolenik alfa, ikan, sayur dan buah- karena depolarisasi membran sel. Petepasan glutamat
buahan, angka kematian penyakitjantung koroner (PJK) paling menyebabkan masuknya katsium dalam set sehingga
rendah(6). Memakan ikan lebih dari 20 g/hari dapat mencegah menyebabkan kematian sel tersebut(16). DM mengganggu
stroke trombotik. Ikan mengandung n-3 polyunsaturated fatty secara menahun autoregutasi otak, sehingga penderita DM
acid (PUFA), seperti asam eikosapentanoik dan asam sangat peka terhadap tekanan perfusi dan juga terhadap
dokosaheksanoik yang dapat mengurangi pembentukan timbulnya stroke progresip(17).
tromboksan-A2 dan mengurangi agregasi trombosit. Asam Merokok sigaret
eikosapentanoik diubah menjadi tromboksan-A3 dan menambah Merokok sigaret juga merupakan faktor risiko untuk stroke
sintesis prostaglandin I3 yang mempunyai sifat antitrombotik(7). iskemik(15), PSA(18,19,20), dan aneurisma aorta abdominal(21). Pria
atau wanita yang merokok lebih dari 20 batang sehari mempunyai
Trans-fatty Acids (TFA) risiko retatif PSA anenismal 7,3 dan 2,1 dibandingkan dengan
TFA yang berasal dari hidrogenasi parsial dan minyak tak pria dan wanita yang tak merokok(22). Merokok sigaret menaikkan
jenuh (margarin), merusak reseptor lipoprotein dan fibrinogen darah, menambah agregrasi trombosit, menaikkan
menyebabkan hiperkolesterolemia, aterogenesis, gemuk dan hematoknit dan viskositas darah, hubungan dengan stroke
resisten terhadap insulin. ini timbul bila kita mengkonsumsi lebih iskemik(24). Rokok dengan hipertensi hubungan dengan PSA.
dari 10 gram TFA. Margarin dari Eropa Utara dan Amerika Kadar serum kotinin berhubungan dengan kecepatan pertum-
Serikat yang dibuat dengan cara hidrogenasi minyak tak jenuh buhan aneurisma(21).
tipat ganda (polyunsaturated) mengandung banyak TFA Penyakit jantung
sedangkan diet negara Laut Tengah berasal dari minyak tak jenuh Penyakit jantung adalah faktor risiko penting untuk
tunggal (monounsaturated) (minyak lobak) mengandung sedikit terjadinya stroke iskemik metalui emboti. Faktor risiko mayor
TFA dan tinggi asam tinotenik alfa. PJK ternyata terdapat tebih misalnya fibritasi atrial, stenosis mitral, katup jantung prostetik,
banyak di negara Eropa Utara dan Amerika Serikat dan pada di infarkjantung banu, trombus ventnikel kiri (terutama bila
negara Laut Tengah(8,9), Penyelidikan terakhir mengatakan bergerak atau menonjol), miksoma atriat, endokanditis infektif,
bahwa transfatty acid tak menambah kematian mendadak karena kardiomiopati yang melebar (dilated cardiomyopathy) (iskemik
serangan PJK(10). dan non-iskemik), endokarditis marantik(23).
Gangguan Peredaran Darah Otak Sementara (GPDOS =
B. PENCEGAHAN SEKUNDER: MENGHAMBAT TIA (transient ischemic attack)
FAKTOR-FAKTOR RISIKO STROKE GPDOS adalah defisit neurotogik fokat atau retina sepintas
akibat penyakit pembuluh darah yang sembuh total dalam 1 jam
Hipertensi dan jarang lebih dari 24 jam. GPDOS sistem karotis berlangsung
Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension), hipertensi 14 menit dan dan sistem ventebro-basilan detapan menit(23),
diastolik dan gabungan hipertensi sistolik dan diastolik adalah GPDOS terdapat pada 25-50% sebelum infark atero-trombotik,
faktor risiko dari semua macam stroke, baik stroke iskemik akan tetapi hanya 11-30% dan stroke kandio-embolik dan 11-
maupun hemoragik. Pada hipertensi, risiko relatif stroke adalah 14% dan infark takunar Risiko timbutnya stroke pada GPDOS
1,5 sampai 2 kali(11). Stroke pada hipertensi dapat mengenai 24-29% dalam 5 tahun, 12-13 pensen waktu satu tahun dan 4-
pembuluh besar (aterotrombotik) atau pembuluh darah kecil 8% pada bulan pertama. Risiko stroke meningkat 13-16 kali
dalam bentuk stroke lakunar, dan penyakit Binswanger (subcor- dalam tahun pertama dan kira-kira 7 kali dalam 5 tahun(23).

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


Alkohol Lp(a): Lp(a) terdiri atas LDL dan Apo (a) yang mirip plas-
Peminum berat (> 40 gram alkohol/24 jam) menambah minogen, sehingga peningkatan kadar Lp(a) dalam plasma dapat
risiko PSA aneurismal (wanita lebih dari pria) terutama bila meningkatkan aktivitas aterogenik maupun trombotik. Ia
merokok sigaret. Lebih banyak minum alkohol lebih banyak mengganggu proses fibrinolisis dengan cara menghambat
pula risikonya(22). aktivitas plasminogen, merangsang proliferasi sel-sel otot polos
Alkohol berlebihan menambah agregrasi trombosit, melalui penghambatan terbentuknya TGF (transforming growth
mengaktivasi kaskade koagulasi, hematokrit dan viskositas darah factor) dan menyebabkan disfungsi endotil.
meningkat. Waktu abstinensia timbul rebound thrombocytosis
dengan gangguan ritme jantung (holiday heart syndrome)(15,23,24). Inaktivitas fisik, sosio-ekonomi rendah, obesitas, cuaca,
Anggur merah yang diminum dalam jumlah banyak di Perancis musim, letak geografis, dislipidemia (kolesterol, HDL kolesterol,
mengandung anti-oksidan dan dapat mengurangi PJK, akan LDL kolesterol, trigliserida, Lp(a)), hiperurisemia, hipotiroidism
tetapi sirosis hepatis terdapat lebih banyak (French paradox) mempengaruhi timbulnya stroke secara tak langsung. Usia, jenis
(Criqui, 1994). Sebaliknya minum alkohol dalamjumlah sedikit kelamin, ras, faktor-faktor familial adalah faktor risiko yang tak
(<40 gram/24 jam) menambah HDL kolesterol dan mengurangi dapat dipengaruhi. Predisposisi heredo-familial terhadap stroke
risiko PJK(23). adalah genetik, akan tetapi pada beberapa famili kepekaan
Plasma fibrinogen genetiknya adalah terhadap faktor-faktornya (seperti hipertensi,
Fibrinogen secara fungsional adalah ikatan (ligand) penting penyakit jantung) yang dapat diobati(24,35).
dan glikoprotein IIb/IIIa untuk terbentuknya agregrasi trombosit.
Fibrinogen plasma yang tinggi hubungan dengan konsentrasi C. PENGOBATAN GPDOS (TIA)
aktivitas trombosit yang meningkat pada trombosis arterial(26). 1) Obat-Obat Antiagregasi Trombosit (antiplatelet)
Stres psikis berat Aspirin (A = acidum acetylo-salicylicum)
Stres psikis berat termasuk risiko bermakna untuk timbulnya ASA menghambat secara ireversibel siklooksigenase,
stroke(27). Stres menyebabkan peningkatan katekolamin dan dengan cara ini pembentukan tromboksan-A2 berkurang dan
pelepasan asam lemak bebas dari timbunan jaringan lemak di agregasi trombosit dihambat. Tetapi ASA menghambat juga
badan serta mengganggu pompa kalsium(28). prostasiklin yang mempunyai sifat vasodilator dan antiagregasi
Kontraseptip estrogen tinggi trombosit. ASA menghambat juga jalur lipoksigenase seperti
Kontraseptip estrogen tinggi dapat diganti dengan estro- lekotrin yang mempunyai sifat vasokonstriksi serta lain-lain
gen rendah untuk mengurangi risiko stroke. Sebaliknya metabolit seperti asam 1 5-hidro-peroksi-ekosa-tetranoik (15-
penggunaan estrogen pada postmenopause mengurangi risiko HPETE) dan asam 15-hidroksi-ekosa-tetranoik (15-HETE)
stroke dan PJK(24). yang mempunyai khasiat antiagregasi trombosit(36).
Mendengkur Dosis ASA berkisar antara 30 mg - 1300 mg. Di Jepang
Pendengkur dengan apneu tidur obstruktif (obstructive sleep dipakai dosis 1 X 81 mg ASA. Helgason dkk(36) (1994)
apnei) adalah faktor risiko PJK dan stroke. ini sering terdapat mengatakan bahwa dosis ASA harus disesuaikan dengan efek
pada laki-laki setengah tua yang gemuk. Terdapat pada empat antiagregasi trombosit, karena beberapa penderita kebal terhadap
persen pria dan dua persen wanita(29,30,31). ASA dan dosis ASA berubah dari waktu ke waktu untuk
Antibodi antikardiolipin seseorang. ASA dosis rendah (< 2 mg/kg berat badan/hari)
Antibodi antikardiolipin adalah antibodi terhadap fosfolipid membutuhkan waktu beberapa hari untuk mencapai efek
yang berhubungan dengan stroke iskemik, trombosis vena dan antiagregasi trombosit yang maksimum. Atas dasar ini pada
kematian fetus(32). keadaan darurat, misalnya pada miokard akut atau GPDOS, ASA
Dislipidemia harus diberikan dalam dosis lebih tinggi misalnya 1 X 300-325
Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada mg dan diteruskan dengan dosis pemeliharaan I X 75-100 mg
hubungan bermakna antara kolesterol plasma dan risiko stroke, ASA/hari(37).
hanya The Copenhagen City Heart Study mengatakan bahwa Lama pemberian ASA tak terdapat di kepustakaan. Di Jepang
kolesterol berhubungan dengan risiko stroke-non hemoragik, diberikan beberapa tahun sampai 30-40 tahun tanpa adanya
bila kolesterol lebih dari 8 mmol/l (310 mg persen)(33). penyulit samping(38).
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat Dipiridamol
hubungan terbalik antara HDL kolesterol dan risiko stroke. Dipiridamol tak mempunyai khasiat untuk GPDOS dan
Hanya Framingham study mengatakan tak ada efek protektip stroke iskemik. Gabungan antara ASA dan dipinidamol tak ada
dan HDL kolesterol yang tinggi untuk stroke iskemik(33). bedanya dengan ASA saja(39).
LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang Tikiopidin
penting untuk timbulnya Aterosklerosis dan secara tak langsung Di hati tiklopidin menghasilkan suatu metabolit yang
mempengaruhi stroke iskemik menghambat reseptor ADP dan dengan cara ini menghambat
Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat. Penyelidikan pula pengikatan fibrinogen dengan glikoprotein IIb/IIIa sehingga
terbaru mengatakan bahwa trigliserida postprandial yang tinggi agregasi tombosit terganggu(40).
hubungan dengan Aterosklerosis dan arteria karotis eksterna(34). Tiklopidin khasiatnya hampir sama dengan ASA, akan tetapi

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 47


efek sampingnya lebih banyak (antara lain netropeni / arterial sistemik rata-rata = tekanan diastolik + (sistolik -
agranulositosis, diare). Tiklopidin hanya diberikan pada penderita diastolik)/ 3 ]. Kapasitas mengatur ADO ini berkurang pada
GPDOS yang tak tahan ASA(41). Dosisnya 2 X 250 mg. Untuk usia lanjut.
mencegah efek samping di Jepang diberikan I X 200 mg(38). Pada penderita hipertensi menahun autoregulasi berawal
Ginkgo biloba pada tekanan darah sistemik yang lebih tinggi (bergeser ke
Ekstrak dari daun ginkgo biloba (EGb 761) mempunyai sifat kanan) dan di bawah tekanan darah ini terdapat hubungan
antagonis terhadap platelet activating factor (PAF) dan dengan langsung antara ADO dan tekanan arterial rata-rata.
ini mempunyai efek antiagregrasi trombosit, penghancur radikal Pada stroke iskemik pengaturan autoregulasi ADO ter-
bebas dan merangsang relaksasi pembuluh darah yang kontraksi. ganggu. Perfusi pada daerah iskemik penumbra (jaringan otak
Di Jerman hanya diberikan untuk insufisiensi serebral ringan sekitar infark dengan aliran darah kurang akan tetapi meta-
dan sedang, klaudikasio intermiten, pengobatan tambahan untuk bolisme energi masih utuh) mengikuti tekanan sistemik arterial.
tuli karena sindrom servikal. Pada demensia tak ada gunanya(39). Naiknya tekanan darah pada awal stroke iskemik (reflek
Antibodi monokional terhadap reseptor glikoprotein IIb/IIIA Cushing) adalah reaksi penyesuaian untuk mempertahankan
dari trombosit ADO yang cukup ke daerah penumbra. Atas dasar ini tekanan
Trombi yang resisten terhadap ASA dan heparin sering darah tak boleh diturunkan pada awal stroke iskemik. Tekanan
terdapat pada tempat-tempat endarterektomi. Pemberian infus darah yang naik biasanya turun sendiri setelah beberapa hari
antibodi monokional terhadap reseptor glikoprotein IIb/IIIa dari dan setelah 10 hari tekanan darah normal kembali.
trombosit dapat mencegah agregasi trombosit dengan cara Pada PIS dengan tekanan darah sangat tinggi (tekanan
pencegahan ikatan reseptor trombosit dengan fibrinogen atau sistolik> 200 mm Hg, tekanan diastolik> 120 mm Hg) harus
faktor von Willebrand. Bahaya penyulit perdarahan lebih diturunkan sedini mungkin, untuk membatasi pembentukan
banyak(42,43). edema vasogenik akibat robeknya sawar darah-otak pada
2) Obat Antikoagulansia dan Trombolisis daerah iskemia sekitar perdarahan(46). Di Inggris obat tekanan
Urokinase, streptokinase, aktivator plasminogen jaringan darah yang digunakan adalah vasodilator oral yang bekerja
(tpa = tissue plasminogen activator) sering menyebabkan cepat dan singkat, seperti nifedipin sublingual atau melalui pipa
perdarahan otak atau infark hemoragik, oleh karena itu jarang nasogastrik bila terdapat kesukaran menelan. Natrium
digunakan(39). nitroprusid tak digunakan lagi karena ia menaikkan ADO dan
3) Pembedahan tekanan intrakranial sehingga menambah edema otak(13).
Bypass ekstrakranial-intrakranial sekarang tak dikerjakan Sekarang digunakan ACE-inhibitor (angiotensin converting
lagi, karena tak ada gunanya(39). enzyme inhibitor) atau penghambat reseptor alfa, oleh karena
NASCET (North American Symptomatic Carotid batas bawah dan autoregulasi kembali ke kiri(13).
Endartectomy Trial)(67) dan ECST (European Carotid Surgical Ensefalopati hipertensif jarang terdapat. Tekanan darah
Trial)(68) menganjurkan endarterektomi pada stenosis karotis 70- yang naik mendadak sangat tinggi menyebabkan fenomena
99%. Dengan cara ini terdapat pengurangan stroke fatal 3-6 kali. sosis atau tasbih (sausage or bead string phenomenon) dan
Sayangnya cara pengukuran stenosisnya berlainan, 70% stenosis dilatasi arterial paksa (forced arterial dilatation) yang
NASCET sama dengan 82% stenosis ECST. Maka diusulkan melampaui respon konstriksi (breakthrough ofautoregulation)
untuk memakai cara metode karotis komunis (CC method). sehingga sawar darah-otak rusak dengan pembocoran fokal
Arteria karotis komunis diambil sebagai patokan, karena cairan melalui dinding arteri yang sudah terentang berlebihan
pembuluh darah ini relatip bebas dari ateroma. [(D-A) : D X serta pembentukan edema otak (edema hidrostatik). Pada
100% stenosis; D = diameter arteria karotis komunis; A = dia- keadaan ini autoregulasi tidak bekerja lagi dan ADO mengikuti
meter stenosis yang paling sempit dari arteria karotis interna1](44). secara pasif tekanan perfusi. Dalam hal ini tekanan darah harus
segera diturunkan akan tetapi tak boleh melebihi 40 persen dari
D. PENATALAKSANAAN UMUM PADA STROKE(39,45) tensi semula untuk mencegah hipoperfusi otak(45).
Cairan dan balans elektrolit harus dipertahankan.
E. PENGOBATAN MEDISINAL STROKE ISKEMIK
Hiponatremia menyebabkan edema otak.
Saluran pernafasan harus bebas dari kuncup semenit yang Pengobatan stroke trombotik harus diberikan kurang dari 3
baik harus dipertahankan. jam (reperfusion window); bukan 6 jam, karena kegagalan
Cegah timbulnya dekubitus dengan bolak balik badan tiap metabolik terjadi dalam waktu 3–4 jam bila aliran darah ke
2-3 jam. daerah terkena tak diperbaiki serta infark otak dan edema otak
Kejang-kejang harus cepat diatasi timbul 2 jam (maksimal 3 jam) setelah penutupan darah
Jangan beri infus glukosa oleh karena timbul asidosis laktat dan otak(47,48).
memperburuk keadaan.
Tekanan darah: Pengobatan Stroke Trombotik
Pada orang sehat, aliran darah ke otak (ADO) dipertahankan 1) Memperbaiki Perfusi Otak
konstan oleh autoregulasi antara 55 dan 125 mmHg [ tekanan Vasodilator: misalnya papaverin, prostasiklin dan

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


karbondioksida. Pengobatan ini tak digunakan lagi karena tak pada stroke iskemik masih bertentangan.
menambah aliran darah ke daerah iskemik akan tetapi mencuri 6) Penghancur Radikal Bebas
darah ke daerah vasoaktif yang normal (intracerebral steal Tirilazad mesylate (21 -aminosteroid) adalah penghambat
phenomenon). kuat peroksidase lipid. Khasiatnya pada binatang percobaan
Menurunkan viskositas darah. hemodilusi isovolemik/ masih bertentangan.
hipervolemik, Pentoksifilin hasilnyakurang memuaskan. Obat- 7) Aktivator Metabolik
obat trombolitik (streptokinase. urokinase, aktivator plasmi- Tak ada bukti bahwa kodergoknin , piracetam, nicergolin,
nogen jaringan) dan obat menurunkan fibrinogen [Ancrod = piritinol dan sebagainya berguna untuk stroke akut. CDP-kolin
SVATE-3 (snake venom anti thrombotic enzyme 3) bisaular digunakan di Jepang untuk pasca-stroke.
dan Malayan pit viper = Agkistrodon rhodostoma] dapat me- 8) Mencegah Edema Otak
nyebabkan perdarahan intraserebral atau infark hemoragik. Kegunaan gliserol untuk stroke masih diragukan, hanya
Obat penghambat agregasi trombosit tak berguna untuk stroke ada satu makalah yang mengatakan gliserol berguna.
trombotik. Steroid dosis rendah atau tinggi tak ada gunanya dan dapat
2) Mengurangi Kebutuhan Energi Otak berbahaya pada neuron iskemik.
Dosis tinggi barbiturat: khasiatnya tak dapat dibuktikan. Pada pemakaian mannitol harus dipantau fungsi ginjal dan se-
Hipotermi dapat menimbulkan penyulit jantung dan lain-lain rum osmolalitas antara 300-320 mOsm. Penggunaan jangka
organ. Berhubung hipertermi dapat merusak otak maka panjang dapat mengganggu elektrolit, edema otak dan kejang-
dianjurkan untuk menurunkan suhu badan sampai normal pada kejang.
stroke. Furosemid menghambat pembentukan cairan serebrospinal
3) Menghambat Masuknya Ion Kalsium ke Dalam Sel dan dapat mengurangi edema vasogenik.
Flunarizin (calcium channel overload blocker) tak berguna Hiperventilasi: efek kerjanya cepat setelah 10-30 detik dan
pada stroke akut. Nikardipin (dihydropyridine calcium chan- maksimum setelah 2-3 menit. Keburukannya: tekanan intra-
nel blocker ) sering memperjelek keadaan stroke karena kranial kembali ke ambang semula setelah 12-18 menit.
hipotensi. Nimodipin (calcium entry blocker yang larut dalam Albumin: pemberian infus isovolemik dengan albumin
lemak) khasiatnya untuk stroke iskemik diragukan, walaupun hiperosmolan berguna untuk edema iskemik.
beberapa penulis yakin berguna bila diberikan kurang dari 6
jam dengan injektor automatik. Efek sitoprotektip dari
nimodipin terbatas sekali, oleh karena ia mencegah masuknya Pengobatan Stroke Embolik dan Pencegahannya:
kalsium ke dalam sel hanya melalui saluran kalsium yang peka Dengan ekokardiografi transesofageal (TEE) dapat
terhadap voltase, akan tetapi tidak melalui saluran agonisnya. ditemukan 46% kelainan jantung dibandingkan dengan
Ia bekerja pada saluran kalsium tipe L (L-type voltage-depen- ekokardiografi transtorakal (TTE)(51).
dent calcium channel antagonist) dan tipe L ini jarang terdapat 1) Antikoagulansia
di otak. Gangliosida GM/ memacu fungsi Na+, K+, ATP-ase Pemberian antikoagulansia untuk stroke kardio-embolik
dan adenilsikiase dan dapat memacu kesembuhan otak iskemik. dipertentangkan. Bila pada CT-scan terlihat infark hebat, pe-
GMI menghambat protein kinase C dan mengikat calmodulin, ningkatan kontras dan infark hemoragik kecil, tak boleh diberi
yang sebaliknya menghambat nitrik oksida sintase(50). Obat ini antikoagulansia(52).
sekarang ditarik dari peredaran karena efek samping 2) Fibrilasi atrial non-rematik tanpa stroke
polineuropati yang menyerupai sindrom Guiillain-Barré. Untuk penderita kurang dari 75 tahun tanpa faktor risiko
4) Menghambat Aktivitas Reseptor NMDA/AMPA stroke sebaiknya diberi ASA. Untuk penderita yang lebih muda
Obat-obat antagonis reseptor NMDA (N-metil-D-aspartat) dengan faktor risiko dianjurkan pemberian antikoagulansia
dan AMPA (á-amino-3-hidroksi-5metil-4-isoksasolproprionat) dengan warfanin. Untuk penderita lebih dari 75 tahun sebaiknya
masih dalam taraf penyelidikan. Gabungan hipotermi dan jangan diberi antikoagulansia karena risiko perdarahan besar
antagonis NMDA lebih baik danipada antagonis NMDA saja. sekali(54,55).
Obat antagonis reseptor AMPA lebih baik dari pada antagonis 3) Trombosis ventrikel kiri
reseptor NMDA pada nekrosis iskemi selektip dan neuron 30-35% infark miokard anterior menunjukkan penyulit
hipokampus dan infark neokortikal. pembentukan trombus ventrikel dan ini dapat dikurangi sampai
5) Nitrik Oksida (NO) kira-kira 15% dengan pengobatan dini dosis tinggi hepanin.
NO mempunyai peranan timbal balik pada kerusakan otak Bahaya penyulit perdarahan 25%. Pengobatan dengan
iskemi. Pada satu sisi NO adalah vasodilator kuat yang berguna antiagregasi trombosit tak ada gunanya(56).
pada fase akut dan iskemi otak dengan cara menambah aliran
darah ke daerah iskemi. Pada sisi lain, NO pada konsentrasi
yang tinggi menghambat ensim mitokondria dan menyebabkan F. STROKE HEMORAGIK
pembentukan peroksinitrit yang sangat toksik.
Sintesis NO dan L-arginin dapat dihambat oleh analog L-arginin. PERDARAHAN SUBARAKNOID ANEURISMAL (PSA)(57)
Pada binatang percobaan hasil pengobatan analog L-arginin Prevalensi aneurisma yang belum pecah 0.5-1 persen dari

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 49


penduduk Amerika Serikat (atau kira-kira 2 juta orang). Hg, penurunan tekanan darah tak boleh melebihi 40 persen,
Pecahnya aneurisma diperkirakan 1-2 persen. agar autoregulasi aliran darah ke otak (ADO) tak terganggu.
Sebaiknya dipilih obat ACE inhibitor atau penghambat reseptor
PSA temasuk kedaruratan medik. Timbulnya mendadak alfa, karena kurve autoregulasi bergeser ke kiri lagi dan
sekali, biasanya dengan sakit kepala hebat sekali (thunderclap), penurunan tekanan darah tak mempengaruhi ADO.
disertai hilangnya kesadaran sebentar, mual, muntah dan defisit Obat-obat antifibrinolisis diberikan hanya pada PIS karena
neurologik fokal atau kaku kuduk. Diagnosis dalam 24 jam aneurisma yang pecah, dengan catatan dapat menimbulkan
setelah serangan adalah dengan CT-scan tanpa kontras pada 92% infark otak.
kasus. Bila CT-scan negatif dapat dilakukan pungsi lumbal. MRI Hiperventilasi dan obat-obat hiperosmolar seperti mannitol
kurang diminati. Angiografi selektip adalah pilihan pertama dianjurkan untuk mengobati edema otak. Pemberian mannitol
untuk mendiagnosis aneurisma. MRA (magnetic resonance sebaiknya diberikan setelah 4-6 jam pada waktu hematoma
angiography) dan CT-scan dengan kontras kurang disenangi. menggumpal. Kortikosteroid dan barbiturat tak dianjurkan.
TCD (transcranial doppler ultrasonography) dilakukan untuk Obat antikonvulsan diberikan sebagai profilaksis, bila PIS
mendiagnosis vasospasme, akan tetapi ahli bedah lebih percaya terletak di korteks atau subkortikal. Percobaan di Lab./UPF
pada angiografi serebral. Ilmu Penyakit Saraf IRSUD Dr. Soetomo, Surabaya,
menunjukkan tak ada perbedaan bermakna pada pemberian
Penatalaksanaan PSA aneurismal nimodipin dan pengobatan konservatif(59).
Istirahat total.
Pengobatan antifibrinolitik (tranexamic acid atau epsilon Prognosis PIS tergantung pada tingkat kesadaran (pada
aminocaproic acid) hanya diberikan pada penderita tanpa konta atau stupor, angka kematian 70-100%); tempat lesi
vasospasme atau persiapan operasi. Antifibrinolitik dapat (perdarahan pons, talamus, mesensefalon prognosis buruk);
menimbulkan defisit neurologik fokal. volume perdarahan (volume perdarahan z 30 ml 5% meninggal,
Untuk mencegah vasospasme dapat diberikan nimodipin 30-50 ml 35% meninggal dan > 50 ml diikuti oleh 85%
per oral atau pro infus, atau tirilazad mesylate dalam 72 jam kematian); penampang hematoma (penampang <3 cm di
dan diteruskan selama 8-10 hari, setelah 3 bulan angka putamen, lobar biasanya sembuh sendiri).
kematian berkurang 43 persen, dan vasospasme 28%(48).
Angioplasti transluminal dianjurkan pada bila pengobatan Tindakan Bedah
konvensional tak berhasil. Aspirasi stereotaksik memberi hasil fungsional Iebih baik
Antikonvulsan diberikan sebagai profilaksis karena pada untuk perdarahan ringan atau sedang (stadium II dan III). Pada
pecah ulang sering diikuti oleh kejang. perdarahan besar (stadium IVa = semikoma tanpa herniasi)
Pada hidrosefalus akut (obstruktif) dianjurkan ventriku- tindakan langsung lebih baik dari pada aspirasi stereotaksik(58).
lostomi. Ventriculo-peritoneal shunt sementara atau permanen Pengobatan AVM (arterio-venous malformation) intrakranial
dilakukan pada hidrosefalus kronis (komunikans). dengan cara bedah mikro atau bedah radiologis dengan pisau
Penyulit hiponatremia dapat diberikan fludrokortison atau gamma (gamma knife radiosurgery) pada AVM dengan dia-
infus cairan isotonik. Perlu dipantau tekanan vena sentral, meter kurang dari 3 cm(60).
tekanan kapiler paru-paru (pulmonary capillary wedge Perbaikan gejala setelah pemberian oksigen hiperbarik
pressure), balans cairan dan berat badan. adalah indikasi untuk operasi. Demikian juga bila pada
Operasi aneurisma dilakukan kurang dari 3 hari sebelum pemberian mannitol atau gliserol terdapat perbaikan SSEP
timbulnya vasospasme. (somatosensoric evoked potential) dan BAEP (brainstem audi-
tory evoked potential) merupakan indikasi untuk operasi.
PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS) PRIMER Dianjurkan dioperasi secepat mungkin, kurang dari enam
SPONTAN (PIS)(49,58) jam(58). Bila tak dapat dioperasi sedini mungkin, dianjurkan
PIS merupakan sepuluh persen dari semua stroke. Biasa- operasi pada hari ke 5-15 saat badai vegetatif mulai mereda(45).
nya tak didahului gangguan peredaran otak sepintas (GPDOS).
Sakit kepala, muntah-muntah dan penurunan kesadaran adalah STROKE PADA MASA YANG AKAN DATANG
gejala utamanya. Tempat perdarahan di putamen (35%), lobar Walaupun terdapat kemajuan pesat dalam neuroimaging,
(30%), serebelum (15%), talamus (10%), pons (5%) dan nukleus akan tetapi penilaian klinis pertama, seperti pemeriksaan
kaudatus (5%). Mesensefalon dan medulla jarang sekali terkena. neurologik dan anamnesis cermat masih tetap sebagai pemandu
Diagnosis terbaik dengan CT-scan. Angiografi diperlukan untuk utama untuk penilaian tepat dan rencana pengobatan.
PIS tanpa hipertensi, perdarahan lobar, multipel dan atipikal. Semua stroke harus dianggap sebagai kedaruratan medik,
semua penderita harus diobati sebelum 3-4 jam, dan semua
Penatalaksanaan penyelidikan sebelumnya yang dilakukan lebih dari 3 jam harus
diulang lagi(61).
Pengobatan Medikal Penyelidikan yang akan datang ditujukan pada periinfarct
Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik> 200 mm/ penumbra (jaringan otak sekitar infark dengan aliran darah

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


kurang akan tetapi rnetabolisme energi masih utuh), karena inti perawatan stroke akut, unit rehabilitasi stroke dan seksi
dari iskemi rusak (ireversibel) akibat kekurangan darah, perawatan terus menerus. Anggota-anggota dari regu stroke
sedangkan daerah sekitar inti iskemi masih reversibel. multidisipliner ini termasuk dokter ahli saraf, bedah saraf,
Kerusakan ini disebabkan karena pelepasan neurotransmitter geniatri, penyakit dalam, rehabilitasi; ahli fisioterapi; ahli terapi
glutamat, diikuti oleh masuknya natrium dan kalsium dalam penerapan kenja (occupational therapist); ahli kemampuan
jumlah besar sehingga sel mati(48). Hossmann (1994) bicara dan bahasa; perawat; pekerja sosial (social worker); ahli
mempelopori penyelidikan ini dengan mengatakan bahwa inti gizi; psikolog dan sebagainya(60).
infark meluas ke sekitar infark (periinfarct penumbra) dengan
cara depresi polarisasi berulang-ulang (periinfarct spreading
depression-like depolarization) dan meluasnya depresi
depolarisasi dapat dicegah dengan penghambat g1utamat(62). KEPUSTAKAAN
Penyelidikan dalam bidang biomolekular akan berkembang
1. WHO MONICA Project, Principal Investigators. The World Health
terus, untuk mengetahui neurotransmitter apa yang memacu Organisation MONICA Project (monitoring trends and determinants in
pelepasan glutamat dan sebagainya. Dasar-dasar imunologi cardiovascular disease): a major international collaboration. J Clin
yang mempengaruhi stroke dikembangkan, seperti penggunaan Epidemiol 1988; 41: 105-114
antibodi monokional terhadap reseptor glukoprotein IIb/IIIa di 2. American HeartAssociation: Heart and stroke facts statistics, Dallas,Texas,
1992
permukaan trombosit(42). 3. Christie D. Prevalence of stroke and its sequellae. Med J Aust 1981; 8:
Pengobatan dengan gen dan rekayasa genetika mulai 182-184
dirintis, misalnya dengan teknik kateter memindahkan DNA 4. Witztum JL. The oxidation hypothesis of atherosclerosis. Lancet 1994;
asing ke dinding pembuluh darah yang mengalami 344: 793-795
5. Serafini M, Ghiselli A, Ferro-Luzzi A. Red wine, tea and antioxidants.
Aterosklerosis. Mencegah restenosis setelah revaskularisasi dan Lancet 1994; 344: 626
angiogenesis(63). Pengobatan gen dengan sel somatik manusia 6. Lorgeril de M, Reaud S, Mamelle Net al. Mediterranean alpha-linolenic
(somatic-cell human gene therapy = SHGT) dengan insersi gen acid-rich diet in secondary prevention of coronary heart disease. Lan-
normal atau yang dimodifikasi ke sel somatik orang, untuk cet1994; 343: 1454-1459
7. Keli SO, Feskens EJM, Kromhout D. Fish consumption and risk of stroke:
mengkoreksi kelainan genetika (enhancement engineering)(64). The Zutphen Study. Stroke 1994; 25: 328-332
8. Goldstein MR. Mediterranean diet and coronary heart disease. Lancet
STROKE ADALAH MASALAH KESEHATAN NASIONAL 1994; 344: 276
Dari pembicaraan di atas diketahui bahwa lebih dari 50% 9. Mann GV. Metabolic consequences of dietary trans-fatty acids. Lancet
1994; 343: 1268-1271
penderita stroke masuk rumah sakit di Lab. Ilmu Penyakit Saraf 10. Roberts TL, Wood DA, Riemersma RA et al. Trans isomers of oleic and
/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan 32,1% meninggal. linoleic acids in adipose tissue and sudden cardiac death. Lancet 1995;
Prevalensi total stroke diperkirakan 5-8 per 1000 penduduk 345: 278-282
diatas usia 25 tahun(3). Jadi di Indonesia dengan 148 juta jiwa 11. Adams H, Brott TG, Crowell RM et al. Guidelines for the management of
patients with acute ischemic stroke. Stroke 1994; 25: 1901-1914
diperkirakan lebih dari 1 jutajiwa terkena stroke dan pada tahun 12. Strandgaard S and Paulson OB. Cerebrovascular consequences of hyper
2000 diperkirakan lebih dari 1,5 juta terkena stroke. tension. Lancet 1994; 344: 519-521
Dengan kemajuan dalam bidang kesehatan masyarakat, ilmu 13. Kaplan NM. Management of hypertensive emergencies. Lancet 1994; 344:
kedokteran dan sosial maka harapan panjang umur bertambah. 1335-1338
14. Jackson R. Which hypertensive patients should be treated. Lancet 1994;
Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia sangat 343: 496-497
tinggi, yakni dari 11,5 juta pada awal Pelita V menjadi 14,2 15. Marmot MG, Elliot P, Shipley Ini et al. Alcohol and blood pressure: The
juta di akhir Pelita yang sama, maka masyarakat yang terkena intersalt study. Br Med J 1994; 308: 1263-1267.
stroke alcan bertambah banyak. 16. Lipton SA, Rosenberg PA. Mechanisms of disease: Excitatory amino acids
as final common pathway for neurologic disorders. N EngI J Med 1994; 33
Berhubung jendela pengobatan (therapeutic window) sangat 613-622
sempit (< 3 jam) , maka stroke termasuk kedaruratan medik. 17. Stig-Jørgensen H, Nakayama H, Raaschou HO, Olsen TS. Effect of blood
Untuk mendeteksi dini stroke masyarakat perlu dididik melalui pressure and diabetes on stroke in progression. Lancet 1994; 344: 156- 159
TV, radio, penyuluhan, poster-poster dan sebagainya. Pesan dasar 18. Bell BA, Symon L. Smoking and subarachnoid hemorrhage. Br Med J
1979; 1: 577-578.
harus sederhana ialah panggil segera petugas pelayanan medik 19. Sacco RL, Wolf PA, Bharucha NE et al. Subarachnoid and intracerebral
darurat (PPMD) . Jangan menunda pengobatan bila stroke hemorrhage: Natural history, prognosis, and precursive factors in
sembuh lagi (GPDOS). Pendidikan dan latihan harus ditujukan Framingham study. Neurology 1984; 34:847-854
pula pada PPMD dan dokter yang menangani stroke(2). 20. Taha A, Ball KP, Illingworth RD. Smoking and subarachnoid hemorrhage.
J R Soc Med 1982; 75: 332-335
Untuk megurangi kecacatan dan kematian stroke kami 21. MacSweeney STR, Ellis M, Worerell PC etal. Smoking and growth rate of
menghimbau agar di Surabaya dibentuk unit stroke. Indredavik small abdominal aortic aneurysms. Lancet 1994; 344: 651-652
dan kawan-kawan (1991) mengatakan bahwa di unit stroke 22. Juvela S, Hillbom M, Numminen H, Koskinen P. Cigarette smoking and
kematian stroke setelah 6 minggu 7,3%, sedangkan yang alcohol consumption as risk factors for aneurysmal subarachnoid hemor
rhage. Stroke 1993; 24: 639-646
diobati di bangsal umum 17,3% meninggal dan kualitas hidup 23. Feinberg WM, Albers GW, Barnett HJM et al. Guidelines for the man
(kesembuhan fungsional) lebih baik pada penderita yang diobati agement of transient chemic attacks. Stroke 1994; 25: 1320-1335
di unit stroke(65). Termasuk dalam unit stroke ini ialah: unit Feldmann E. Intracerebral hemorrhage. Stroke 1991; 22: 684-691

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 51


24. WHO Task Force on Stroke and Other Cerebrovascular Disorders. Stroke- 45. Djoenaidi W. Hipertensi dan stroke. Cermin Dunia Kedokteran 1994; 95:
1989. Recommendations on stroke prevention, diagnosis, and therapy. 24-33
Stroke 1989; 20: 1407-1431 46. O’Connell JE and Gray C. Treating hypertension after stroke. Brit Med J
25. Criqui MH, Ringel BL. Does diet or alcohol explain the French paradox? 1994; 308: 1522-1523
Lancet 1994 344: 1719-1723 47. Djoenaidi W. Pengobatan gangguan peredaran darah otak akut (stroke)
26. Report of a Meeting of Physician and Scientists, University of Texas atas dasar patofisiologiny Neurona 1992; 10: 19-22
Health Science Center at Houston and Texas Heart Institute, Houston. 48. Heros RC. Stroke: early pathophysiology and treatment. Summary of the
Platelet activation and arterial thrombosis. Lancet 1994; 344: 991-994 fifth annual decade of the brain symposium. Stroke 1994; 25: 1877-1881
27. Harmsen P, Rosengren A, Tsipogianni A et al. Risk factors for stroke in 49. Djoenaidi W. Dasar biologik stroke iskemik. Simposium on stroke apha-
middle-aged men in Gdteberg, Sweden. Stroke 1990: 21: 223-229 sia. Surabaya, I Oktober 1994, Plaza Boulevard-Plaza Surabaya
28. Oliver MF, Opie LH. Effects of glucose and fatty acids on myocardial 50. Dawson TM, Hung K, Dawson VL et al. Neuroprotective effects of gan-
ischaemia and arrhytmias. Lancet 1994; 343: 155-158. gliosides may involve inhibition of nitric oxide synthase. Ann Neurol
29. Douglas NJ, Polo 0. Pathogenesis of obstructive sleep apnoea/hypopnoea 1995; 37: 115-118
syndrome. Lancet 1994; 344: 653-655 51. Albers GW, Comess KA, DeRook FA et al. Transesophageal
30. Hoffstein V. Blood pressure, snoring, obesity, and nocturnal hypoxaemia. echocardiographic findings in stroke subtypes. Stroke 1994; 25: 23-28
Lancet 1994; 344: 643-645 52. Yatsu FM, Hart RG. Mohr JP and Grotta JC. Ariticoagulation of embolic
31. Simonds AK. Sleep studies of respiratory function and home respiratory strokes of cardiac origin: an update. Neurology 1988; 38: 314-316
support. Brit Med J 1994; 309: 3 5-40 54. White HD. Aspirin or warfarin for non-rheumatic atrial fibrillation. Lan-
32. Antiphospholipid Antibodies in Stroke Study Group (APASS). Clinical, cet 1994; 343: 683
radiological, and pathological aspects of cerebrova.scular disease associ- 55. Stroke Prevention in Atrial Fibrillation Investigators. Warfarin versus
ated with antiphospholipid antibodies. Stroke 1993; 24: I-120-1-123 aspirin for prevention of thromboembolism in atrial fibrillation: Stroke
33. LindenstrOm E, Boysen G and Nyboe J. Influence of total cholesterol, Prevention Atrial Fibrillation II Study. Lancet 1994; 343: 687-691
high density lipoprotein cholesterol, and triglycerides on risk of cerebro- 56. Editorial. Ticlopidine. Lancet 1991; 337: 459-460
vascular disease: the Copenhagen city heart study. Brit Mcdi 1994; 309: 57. Mayberg MR, Batjer HH, Dacey R et al. Guidelines for the management of
11-15 aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Stroke 1994; 25: 23 15-2328
34. Ryu JE, Howard G, Craven TE et al. Postprandial triglyceridemia and 58. Kanno T, Nagata J, Nomura K et al. New approaches in the treatment of
carotid atherosclerosis in middle-aged subjects. Stroke 1992; 23: 823- hypertensive intracerebral hemorrhage. Stroke 1993; 24 (suppl 1): 1-96-I-
828 100.
35 National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Clas- 59. Djoenaidi W. Pengalaman pengobatan nimodipin pada stroke hemoragik di
sification of cerebrovascular diseases 111. Stroke 1990; 21: 637-676 bangsal Lab .IUPF ilmu Penyakit Saraf/Dr.Soetomo, Surabaya. Perdossi
36. Helgason LM, Bolin KM. Hoff JA et al. Development of aspirin resis (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) di Bandung, 1993.
tance in persons with previous ischemic stroke. Stroke 1994; 25: 2331- 60. Linqvist M, Lindqvist C, Ericson K et al. Stereotaxic angiography in
2336 gamma knife radiosurgery of intracranial AVMs. A J N R 1992; 113:
37. Patrono D. Aspirin as an antiplatelet drug. N Engl J Med 1994; 330: 1107-1114
1287- 1294 61. Norris JW. Future of stroke management. Stroke 1991; 22: 1609
38. Komiya T, Kudo M, Urabe T, Mizuno Y. Compliance with antiplatelet 62. Hossmann K-A. Viability thresholds and the penumbra of focal ischemia.
therapy in patients with ischemic cerebrovascular disease. Stroke 1994; 25: Ann Neurol 1994; 36: 557-565
2337–42. 63. Isner JM, Feldman LJ. Gene therapy for arterial disease. Lancet 1994; 344:
39. Djoenaidi W. Dimensi baru penatalaksanaan gangguan peredaran darah 1653-1654
otak sepintas dan stroke iskemik. Simposium Rehabilitasi Stroke, KONAS 65. Indredavik B, Bakke F, Solberg R et al. Benefit of a stroke unit: a ran-
11 Ikatan Dokter ahli Rehabilitasi Indonesia (IDARI). Semarang 29 Sep- domized controlled trial. Stroke 1991; 22: 1026-1031
tember, 1991 66. Dennis M, Langhorne P. So stroke units save lives: where do we go from
40. Editorial. Left ventricular thrombosis and stroke following myocardial here? Brit Mcdi 1994; 309: 1273-127764.
infarction. Lancet 1990; 335: 759-760 *. Miller HI. Gene therapy for enhancement. Lancet 1994; 344:316-317
41. Gijn van J, AlgraA. Ticlopidine, trials and torture. Stroke 1994; 25: 1097- 67. North American Symptomatic Carotid Endartectomy Trial Collaborators.
1098 Beneficial effect of carotid endartectomy in symtomatic patients with high
42. Epic investigators. Use of a monoclonal antibody directed against the grade carotid stenosis. N EngI J Med 1991; 325: 445- 453
platelet glycoprotein IIb/IIIa receptor in high-risk coronary angioplasty. 68. European Carotid Surgery Trialists’ Collaborative Group. MRC Euro pean
N EngI J Med 1994; 330: 956-961 Carotid Surgery Trial: Interim results for symptomatic patients with severe
43. Harker LA. Platelet and vascular thrombosis. N EngI J Med 1994; 330: (70-90%) and with mild (0-29%) carotid stenosis. Lancet 1991; 337: 1235-
1006-1007 1243
44. Rothwell PM, Gibson Ri, Slattery J, Warlow CP. Prognostic value and 69. Kleynen J, Knipschild P. Ginkgo Biloba. Lancet 1992; 340: 1136-1139.
reproducibility of measurements of carotid stenosis. Stroke 1994; 25:
2440-2444

Many men love in themselves what they hate in others


(Benzel Sternan)

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


HASIL PENELITIAN

Uji Banding secara


Klinis antara Cefixime dengan
Kombinasi Amoksisilin dengan Asam
Klavulanat
pada Penderita Otitis Media Akuta
(penelitian pendahuluan)
Dr. Tedjo Oedono
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK

Otitis Media Akuta (OMA) adalah radang mukoperiosteum cavitas tympanica. Pe-
nyakit ini biasanya merupakan komplikasi penyakit hidung, tenggorok, tonsil, maupun
kombinasi. Dan penyakit primer di atas yang tersering adalah penyakit kambuhan akut
maupun lthronis dalam fase eksaserbasi akut. Pengobatan standar OMA adalah amoksi-
sum atau ampisilin, yang kemudian dengan adanya bakteri penghasil enzim beta lakta-
mase terapi berkembang menggunakan kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat.
Amoksisilin adalah penisilin berspektrum luas bersifat bakterisid terhadap bakteri
gram (–) maupun (+) yang biasanya merupakan etiologi radang daerah THT. Cefixime
adalah jenis sefalosporin generasi ke tiga, merupakan preparat peroral dengan spektrum
antibakterisid seperti amoksisilin dengan nilai tambah terhadap bakteri yang meng-
hasilkan enzim beta-laktamase. Asam klavulanat adalah zat anti enzim beta-laktamase
yang progresif dan cukup stabil.
Perbandingan uji klinis antara cefixime dengan kombinasi amoksisilin dan asam
klavulanat menunjukkan adanya perbedaan dengan p > 0.05. Hasil pemantauan bak-
teriologis pada kasus-kasus OMA yang gagal pada ke dua grup perlakuan (grup 1/grup
cfs dan grup 2/grup aug) ternyata pada grup 1 Pseudomonas, Bacteroides fragilis, dan
Staphylococcus aureus, merupakan bakteri yang resisten terhadap cefixime; pada grup 2,
Pseudomonas aeruginosa, suatu galur Streptococcuspyogenes, Pneumococcus, Klebsiella
pneumoniae, E. coli, Proteus vulgaris, merupakan bakteri-bakteri yang resisten terhadap
kombinasi antara amoksisilin dengan asam klavulanat.
Suatu bukti lain yang perlu disimak adalah adanya bakteri gram (–) seperti Klebsiella
pneumoniae, Proteus vulgaris, dan E. coli yang tadinya dianggap resisten terhadap
amoksisilin karena menghasilkan enzim beta-laktamase, dalam penelitian ini masih
cukup mampu hidup walaupun terdapat inhibitor beta-laktamase.
Efek samping yang timbul ialah pada grup 1 rasa pusing dan sakit kepala 1 kasus,
pada grup 2 terjadinya diare dan mual-mual 1 kasus, dan reaksi hipersensitifpada 1 kasus.

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 53


PENDAHULUAN secara teoritis maupun berdasarkan uji sensitifitas terhadap
Otitis media akuta adalah radang pada mukoperiosteal cavi- beberapa antimikroba dinyatakan berdaya guna. Untuk maksud
tas tympanica yang disebabkan oleh virus dan/atau bakteria. di atas maka peneliti mernilih kombinasi amoksisilin dengan
Radang ini sering didahului oleh radang hidung sebanyak 80%, asam klavulanat dibandingkan dengan cefixime.
radang hidung dan tenggorok 90%, radang tonsil 50%, dan ra-
dang tenggorok 30% Bakteri-bakteri penyebab otitis media BAHAN DAN CARA KERJA
akuta (OMA) pada kasus anak 5 tahun ke bawah adalah: Haemo- Kasus yang diperiksa untuk penelitian ini adalah pasien
philus influenzae, Streptococcus, Pneumococcus, Escherichia OMA yang berumur antara 5–12 tahun. Gejala-gejala subyektif
coli, Klebsiella pneumoniae. Untuk kasus Iebih dari 5 tahun terdiri dari: otalgia, rasa penuh di telinga, adanya otorhea baik
penyebab tersering adalah Streptococcus, Pneumococcus, mukopurulen,maupun purulen. Gejala-gejala obyektifnya adalah:
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas atau Proteus vulgaris. temperatur Iebih dari 38°C; lekositosis Iebih dari 11,000; pe-
Untuk 12 tahun ke atas penyebab tersering adalah : Strepto- meriksaan sitologi cairan telinga terdapat netrofil atau netnofil
coccus, Pneumococcus, Klebsiella pneumoniae, dan Staphylo- dan limfosit, gendang telinga tampak merah sebagian atau me-
coccus (Lim et al.). Kasus OMA umumnya merupakan kom- nyeluruh, merah dengan bulging, atau tampak adanya perforasi;
plikasi dari rhinotonsilofaringitis, rhinofaringitis, serta tonsilitis pergerakan gendang telinga pada pemeriksaan dengan alat
baik yang kambuhan akut (acute recurrence) maupun yang bantu positif atau negatif.
kronis pada fase eksaserbasi akut dengan frekuensi sekitar 90% Kriteria eksklusi adalah: 1) anak <5 tahun; 2) kasus dalam
dari semua kasus OMA, seperti yang diungkapkan pada hasil keadaan gawat, sakit berat, maupun alergi pada antimikroba
pemantauan kasus-kasus poliklinik bagian Anak dan THT di yang diteliti; 3) OMA dengan komplikasi; 4) kasus dengan
tiga rumah sakit besar di Yogyakarta. riwayat telah makan obat simtomatik sebelumnya; 5) kasus
Standar pengobatan untuk OMA di unit THT FK. UGM dengan riwayat sakit ginjal dan hepar; 6) kasus dengan riwayat
adalah ampisilin atau amoksisilin. Oleh karena kedua obat di atas minum obat antimikroba I minggu atau kurang. Pada kasus-
termasuk penisilin berspektrum luas; maka bila digunakan se- kasus yang memenuhi syarat dilakukan pemeriksaan ragam
cara serampangan dapat mudah terjadi resistensi. Dewasa ini bakteri penyebab serta sensitifitas terhadap antimikroba ter-
penggunaan ampisilin telah meluas sampai ke puskesmas, se- maksud, selanjutnya dibagi secara random yang diseimbangkan
hingga resistensi tak dapat dihindarkan, seperti yang telah di- dan dimasukkan dalam grup masing-masing.
ungkapkan oleh Pratiwi Sudarmono (1989) mengenai resis- Pemeriksaan itu diulang kembali setelah 7 hari pengobatan.
tensi kuman Staphylococcus, E. coli, Haemophilus influenzae, Pengobatan dengan kombinasi antara amoksisilin dan asam
serta beberapa galur Strep tococcus(2). Konsekuensinya apabila klavulanat secara peroral 3 kali per hari (250 mg amoksisilin)
terjadi resistensi ampisilin akan pula terjadi resistensi amoksi- selama 7 hari, sedang pengobatan dengan cefixime peroral se-
sum karena mereka mempunyai resistensi si1ang(3). Adanya banyak 2 kali per hari 3 mg per kg berat badan selama 7 hari.
mikroba yang membentuk enzim beta-laktamase pada kasus Obat-obat yang tidak boleh diberikan bersama adalah: preparat
kasus tonsilitis kronika dengan eksaserbasi akut dan kasus- steroid, artalgetik/antipiretik, antiinflamasi nonkortikosteroid
kasus rhinofaringitis kronika dengan eksaserbasi akut dapat dan preparat enzim.
menim-bulkan terjadinya komplikasi OMA(1) sehingga perlu Pengobatan akan dihentikan apabila terjadi hal-hal sebagai
dipikirkan penambahan asam klavulanat dan sulbaktam sebagai berikut :
antienzim beta-laktamase. 1) Setelah 4 hari pengobatan penyakitnya tambah berat
Amoksisilin adalah jenis penisilin berspektrum luas yang 2) Dalam 4 hari pengobatan tak ada perbaikan
biasanya mempunyai formulasi amoksisilin trihidrat dengan 3) OMA sembuh komplit
daya bakteriosid. Antienzim-beta laktamase yang terikat pada Variabel-variabel gayutnya adalah temperatur tubuh, jum-
amoksisilin biasanya berbentuk kalium klavulanat. Inhibitor itu lah lekosit, otalgia, rasa penuh di telinga, jumlah netrofil per
mempunyai sifat yang progresif dan ireversibel, sehingga pe- medan pandangan, gambaran gendang telinga.
nambahan asam klavulanat akan menambah daya bakterisidnya Skor untuk temperatur tubuh: satu bila panas badan 38°C
pada kuman yang menghasilkan beta-1aktamase(3,4). atau lebih, sedang nol (nihil) bila panas badan kurang dari 38°C.
Cefixime adalah sefalosporin generasi ke tiga berbentuk Skor untuk jumlah lekosit terdiri dari: satu bila jumlahnya
preparat peroral dengan daya bakterisid. Mekanisme kerjanya 11.000 atau lebih, dan nol bila kurang dari 11.000.
terletak pada kekuatan mengikat penicillin-binding protein (PBP) Skor untuk otalgia terdiri atas: dua bila otalgia positif, satu
enzymes, menyebabkan terhambatnya sintesis lapisan peptido- bila otalgia ragu, nol bila otalgia absen.
glikan pada dinding sel kuman dan mengacau pembelahan sel. Skor untuk rasa penuh di dalam telinga terdiri atas: dua
Spektrum antibakterinya kurang lebih sama dengan spektrum bila rasa itu positif, satu bila rasa itu ragu, sedang nol bila rasa
amoksisilin dengan kombinasi asam k1avulanat(5). itu absen.
Gunaevaluasi polaresistensi kuman-kumanpenyebab OMA Skor untuk jumlah netnofil per medan pandangan preparat
serta mencari alternatif obat baru untuk mengantisipasi ke- usap ingus hidung terdiri dari: tiga bila jumlahnya lebih dari 20
mungkinan resistensi kuman penyebab OMA, maka perlu di- per medan pandangan, dua bila jumlahnya 15 – 20 per medan
adakan penelitian eksperimental klinis bagi antimikroba yang pandangan, satu bila jumlahnya 5–10 per medan pandangan, nol

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


bila jumlahnya kurang dari 5 per medan pandangan. Tabel 1. Jumlah kasus OMA pada masing-masing penyakit primernya
Skor keadaan gendang telinga terdiri dari: empat bila Penyakit primer Jumlah kasus OMA
seluruh gendang telinga merah menyeluruh tanpa bulging atau
Rinotonsilofaringitis (tipe 1) 12
perforasi, tiga bila gendang telinga merah menyeluruh tanpa Rinofaringitis (tipe 2) 20
bulging, dua bila gendang telinga merah di tepi dan gerakannya Ronitis (tipe 3) 27
tak ada, satu bila gendang telinga merab di tepi dan ada Tonsilitis (tipe 4) 12
gerakan, nol bila keadaan normal.
Variabel perlakuannya adalah terapi dengan cefixime Jenis kuman-kuman penyebab OMA pada kedua grup dapat
(Cefspan®/csf) sebagai grup 1 dan terapi dengan kombinasi diperinci seperti pada tabel 2.
amoksisilin dengan asam klavulanat (Augmentin®/aug) Tabel 2. Jenis-jenis kuman penyebab pada kedua grup tersebut di atas
sebagai grup2.
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah: alat- Jenis kuman CFS (kasus) AUG (kasus)
alat poliklinik THT lengkap, alat pneumatoskopi, spuit pegas 3 Hemophilus inf 15 12
ml dengan jarum yang steril guna pengambilan cairan telinga Streptococcus pyogen 27 28
tengah sebanyak 10 buah, mikroskop atau lup untuk timpanoskopi, Pneumococcus 14 18
Klebsiella pneumoniae 15 17
agar steril dalam tabung untuk tempat inokulasi kuman pe- E. coli 6 4
nyebab, termometer badan, mikroskop untuk memeriksa preparat Pseudomonas grup 3 2
usap cairan telinga tengah,zat kimia yang terdiri dari cairan eosin Proteus vulgaris 1 2
5% dalam metil alkohol, etil alkohol, dan metilen biru 5% dalam Staphyllococcus aureus 2 7
Bacillus Sp 4 2
metil alkohol untuk pemeriksaan preparat usap cairan telinga Anaerobic coccus 3 4
tengah. Cara menghitung jiimlah netrofil per medan pandangan Bacteroides sp 1 3
dengan metode Hasel. Pengambilan cairan telinga tengah meng- Moraxella/Branhamella cat. 2 2
gunakan spuit pegas steril yang dimasukkan melalui gendang B. subtilis 4 3
telinga pada kuadran posterior inferior; sebelumnya terlebih dulu
Di tabel 3 tertera macam-macam kuman penyebab OMA
dilakukan pembiusan secara neuroleptik dengan pasien tidur
dengan hasil sensitivitasnya baik terhadap cefixime maupun
terlentang. Desinfektan dilakukan dengan betadin pekat dan
terhadap kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat.
kemudian dibersihkan dengan alkohol 90%.
Evaluasi secara klinis digunakan cara skor: skor 0–2 sesuai Tabel 3. Ragam kuman penyebab OMA dengan basil tes kepekaannya
dengan keadaan klinis sangat baik; skor 3–4 sesuai dengan ke- terhadap kedua jenis di atas
adaan klinis baik; skor 5–6 sesuai dengan keadaan klinis sedang/ Amoksisilin +
Cefixime
medium; skor 7–10 sesuai dengan keadaan klinis jelek. Jenis kuman Klavulanat
Evaluasi bakteriologis: SS S R SS S R
1) Eradikasi (pembasmian kuman) dengan definisi pembasmi- Hemophilus inf + + +
an kuman penyebab OMA praterapi yang terbukti dengan hilang- Streptococcus grup + + + + +
nya kuman itu pada kultur cairan yang diambil pasca suatu terapi; Pneumococcus + + + +
Klebsiella sp + + +
dan
E. coli + + +
2) Persistensi (menetapnya kuman) dengan definisi tetap Pseudomonas grup + +
adanya kuman penyebab OMA praterapi yang terbukti dan Proteus vulgaris + + + +
kultur yang dibuat pasca terapi. Staphylococcus aureus + + +
Pengamatan adanya efek samping yang mungkin terjadi Bacillus Sp + + + +
Anaerobic coccus + + + +
setelah maupun selama pengobatan bertujuan untuk
Bacteroides fragilis + +
melengkapi data penelitian. Moraxella catarrhalis + +
Evaluasi klinis dilakukan pada hari ke-4 dan pada hari ke-7 B. subtilis + +
pengobatan pada setiap grup. Pengobatan gagal bila obyek
Keterangan:
mencapai penyembuhan klinis medium atau jelek, berhasil SS : Sangat sensitil
apabila penyembuhan klinis mencapai baik atau sangat baik. S : Sensitif
R : Resisten
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kasus OMA yang memenuhi syarat serta telah mengisi Hasil perlakuan pada ke dua grup di atas dapat dilihat
daftar wawancara dengan benar sebanyak 71 obyek perlakuan dalam Tabel 4.
dan 93 kasus dengan perincian 35 termasuk dalam grup 1 dan 36 nilai X2 pada Y atas X2 tes dengan koreksi Yates 0,08 3 (p>5%)
orang termasuk dalam grup 2. Pada tabel 1 terlihat jumlah kasus dengan demikian daya guna cefixime sama dengan kombinasi
OMA sebagai komplikasi rhinotonsilo-faringitis, 13 kasus se- antara amoksisilin dengan asam klavulanat. Ditemukan perbe-
bagai komplikasi rhinofaringitis, 20 kasus sebagai penyebab daan efektivitas sebesar 24,7% antara cefixime dengan amoksi-
rhinitis, sedang 12 kasus sebagai komplikasi dan tonsilitis. silin-asam klavulanat yang menunjukkan bahwa cefixime

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 55


Tabel 4. Hasil perlakuan pada kedua grup (perlakuan berdasarkan sumber mampu menghasilkan enzim beta-laktamase antara lain Sta-
penyakit primernya)
phylococcus aureus, I-iaemophflus influenzae, Klebsiella pneu-
Penyakit primer Grup cfs Grup aug moniae, Bacillus sp, Bacteroides sp, Moraxella catarrhalis, hal
ini sesuai dengan penelitian di luar negeri(5,6).
Berhasil Gagal Berhasil Gagal
Keberhasilan penyembuhan total OMA dengan terapi
Tipe 1 5 1 4 2 cefixime mencapai 96%, sedang untuk kombinasi amoksisilin
Tipe 2 10 1 5 3
Tipe 3 12 0 10 4 dengan asam klavulanat mencapai 75%. Hal yang sama pernah
Tipe 4 7 0 4 1 dikemukakan oleh Hsu et al. (1992) bahwa perbaikan klinis
Jumlah 34 (94,4%) 2 (5,6%) 23 (69,7%) 10 (30,3%) pada pengobatan dengan cefixime secara menyeluruh mencapai
57 (95%) dari 60 penderita infeksi THT.
cenderung lebih efektif, meskipun tidak dicapai kemaknaan Pemantauan bakteriologis menunjukkan bahwa obat di atas
secara statistik. Evaluasi bakteriologis mengenai pembasmian amat efektif terhadap H. influenzae (100%), Klebsiella (100%),
kuman gagal mendapatkan hasil sebab setiap kasus yang meng- dan Streptococcus beta-haemolyticus (100%). Namun demikian
alami penyembuhan sulit diketemukan cairan telinga tengahnya. tidak efektif terhadap Streptococcus viridans (63%) atau Sta-
Penilaian hanya dilakukan untuk menetapkan kuman patologis phylococcus aureus (54%). Pada penelitian ini terbukti pada pe-
penyebab OMA pada dua kasus yang mengalami kegagalan mantauan bakteriologis mengenai persistensi bakteri penyebab
terapi. Penilaian mengenai menetapnya kuman penyebab dapat OMA, terdapat resistensi Pseudomonas aeruginosa, Bacteroi-
dilihat pada tabel 5. des fragilis, dan Staphylococcus aureus; hal ini pernah di-
Tabel 5. Jenis kuman yang menetap pasca terapi di setiap grup kemukakan juga oleh Neu (1992). Peristiwa menarik yang perlu
disimak adalah diketemukannya beberapa jenis bakteri yang
Jenis kuman
Grup (kasus) Grup aug telah resisten terhadap kombinasi amoksisilin dengan asam
cfs (kasus) klavulanat, seperti Streptococcus pyogenes, Pneumococcus,
Hemophyllis inf – – Klebsiella sp, Proteus vulgaris dan E. coli. Dahulu
Streptococcus pyogen – +
Pneumococcus – +
diperkirakan bahwa baik bakteri Klebsiella maupun E. coli
Klebsiella pneumonic – + resisten terhadap derivat penisilin karena kemampuannya
E. coli – + membentuk enzim beta-laktamase, akan tetapi sekarang terlihat
Pseudomonas auroginosa + + bahwa resistensi kedua kuman di atas bukan berdasarkan
Proteus vulgaris – +
Staphylococcus aureus + –
pembentukan enzim beta-Iaktamase akan tetapi mungkin
Basillus Sp – – resistensi nongenetik atau resistensi kromosomal(2).
Anaerobic cocci – –
Bacteriocides.fragilis + – KESIMPULAN DAN SARAN
Moraxella (Branhamella catarrhalis) – –
1) Daya guna cefixime dan kombinasi antara amoksisilin
Keterangan : dengan asam klavulanat sama.
+ : kultur positif – : tidak tumbuh 2) Persistensi kuman pascaterapi : grup I adalah Pseudomonas,
Bacteroides fragilis, Staphylococcus; grup 2 adalah Strepto
Pada penelitian ini terdapat 2 kasus yang kulturnya tidak coccus pyo genes, Pneumococcus, Klebsiella pneumoniae, E.
tumbuh, mungkin disebabkan bakteri baik yang aerob maupun coli, Pseudomonas, Proteus sp.
anaerob mati sebelum pembiakan akibat kurang baiknya pengi- 3) Efek samping obat, grup I sakit kepala dan pusing, grup 2
riman preparat. reaksi hipersensitif dan reaksi gastrointestinal.
Pengamatan adanya efek samping pada kedua grup per-
lakuan dapat dilihat pada tabel 6.
KEPUSTAKAAN
Tabel 6. Macam efek samping yang timbul
1. Tedjo Oedono. Aneka ragam bakten sebagai penyebab rinofaringitis khro-
Kasus nika dengan komplikasi persinusitis baik yang ada poliposis nasi maupun
Jenis efek samping
Grup cfs Grup aug tidak, dan tonsilofaringitis baik yang khronis maupun subkhronis. Naskáh
Reaksi hipersensitif (utikaria, rash, – 1 lengkap pertemuan mingguan dokter-dokter R.S. Bethesda Yogyakarta,
eritema, pruritus) 1991.
Reaksi gastro intestinal (mual, – 1 2. Sudarmono P. Mekanisme resistensi terhadap antibiotika. Lembaran obat
vomitus, diare) dan pengobatan, 1989; 6: 25–29.
Sakit kepala, pening 1 – 3. Eisenberg MS, Furukawa C, Ray CG. Manual of antimicrobial therapy and
infectious diseases. W.B. Saunders Blue Books, 1980.
4. Smithkline Beecham Pharmaceutical Report. Beta-watch 2nd. ed.
Kasus yang mengalami reaksi gastrointestinal dan sakit Smithkline Beecham Pharmaceutical, 1990.
kepala tetap mengikuti penelitian sampai selesai, sedang yang 5. Fujisawa Pharmaceutical Report (ed). Cefspan (cefixime), Fujisawa
mengalami reaksi hipersensitif terpaksa dihentikan. Pharma ceutical Co, Ltd, 1990.
6. Principi N, Marcchisio P. Cefixime vs amoxycillin in the treatment of
Pada penelitian pendahuluan ini terbukti bahwa daya guna acute otitis media in infants and children. Drug 1991; 42 (suppl. 4): 25–29.
cet sama dengan kombinasi amOksisilin dengan asam kia- 7. Neu HC. New oral cephalosporins : why and when they should be used.
vulanat. Bakteri pada kasus-kasus OMA ternyata banyak yang Med. J mv. md. 1992; 1, (3/4, suppl.): pp 3–8.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


ULASAN

Aplikasi Teknik Nuklir


untuk Kesehatan Manusia

Dr. Rochestri Sofyan


Pusat Pengkajian Teknologi Nuklir, BA TAN, Jakarta

PENDAHULUAN dan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Tercatat


Aplikasi teknik nuklir, baik aplikasi radiasi maupun radio- bahwa hampir tidak ada satupun rumah sakit di negara-negara
isotop, sangat dirasakan manfaatnya sejak program penggunaan maju yang tidak mempunyai unit kedokteran nuklir. Negara
tenaga atom untuk maksud damai dilancarkan pada tahun 1953. sedang berkembang seperti Indonesia juga tidak ketinggalan.
Dewasa ini penggunaannya di bidang kedokteran sangat luas, Dewasa i, hampir semua kota besar di Pulau Jawa mempunyai
sejalan dengan pesatnya perkembangan bioteknologi, serta di- sedikitnya satu rumah sakit yang dilengkapi dengan unit ke-
dukung pula oleh perkembangan instrumentasi nuklir dan pro- dokteran nuklir.
duksi radioisotop umur pendek yang lebih menguntungkan di- Seorang ahli kimia berkebangsaan Hongaria, George Hevesy,
tinjau dari segi medik. pada tahun 1923 mengukur distribusi timbal (Pb) radioaktif
Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi, denganjalan memasukkan Pb-210 dan Pb-212 pada batang dan
dapat menyebabkan peruba.hari fisis, kimia dan biologi pada akar kacang dalam jumlah yang tidak menimbulkan efek toksik
materi yang dilaluinya. Perubahan yang terjadi dapat dikendali- pada tanaman. Pada tahun 1924, dipelajari distribusi Pb dan
kan dengan jalan memilih jenis radiasi (α, β, γ atau neutron) Bismut (Bi) pada hewan percobaan. ini merupakan langkah
serta mengatur dosis terserap, sesuai dengan efek yang ingin pertama penggunaan perunut untuk penelitian biomedik, se-
dicapai. Berdasarkan sifat tersebut, radiasi dapat digunakan hingga pada tahun 1943 George Hevesy mendapat hadiah Nobel
untuk penyinaran langsung seperti antara lain pada radioterapi, di bidang Kimia. Radionuklida pertama yang digunakan secara
dan sterilisasi. Selain itu, radiasi yang dipancarkan oleh suatu luas dalam kedokteran nuklir adalah I-131, yang ditemukan oleh
radioisotop, lokasi dan distribusinya dapat dideteksi dari luar Glenn Seaborg pada tahun 1937. Pertama kali I-131 digunakan
tubuh secara tepat, serta aktivitasnya dapat diukur secara sebagai indikator fungsi kelenjar tiroid denganjalan mendeteksi
akurat; sehingga penggunaan radioisotop sebagai tracer atau sinar γ yang diemisikan, dengan pencacah Geiger yang ditem-
perunut, sangat bermanfaat dalam studi metabolisme, serta patkan di dekat kelenjar tiroid. Diikuti dengan pemakaiannya
teknik pelacakan dan penatahan berbagai organ tubuh, tanpa untuk pengobatan hipertiroid pada tahun 1940. Penemuan Sea-
harus melakukan pembedahan. borg berikutnya yaitu radionuklida Tc-99m dan Co-60, yang
merupakan tonggak sejarah di bidang Kedokteran Nuklir. Berkat
KEDOKTERAN NUKLIR jasanya tersebut, Seaborg mendapat hadiah Nobel untuk bidang
Dalam bidang kedokteran dikenal cabang kedokteran nuklir, Kimia pada tahun 1951. Pada periode berikutnya, kedokteran
yaitu ilmu kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan nuklir berkembang pesat setelah ditemukan kamera gamma oleh
radioaktif terbuka (unsealed), baik untuk diagnosis maupun Hal Anger pada tahun 1958. Alat tersebut mampu mendeteksi
dalain pengobatan penyakit atau dalam penelitian kedokteran. distribusi foton yang dipancarkan dari dalam tubuh, yang dapat
Dalam kedokteran nuklir, diagnosis dan terapi dilaksanakan menggambarkan fungsi suatu organ. Metode ini disebut imaging
berdasarkan padapemanfaatan emisi radioaktifdari radionuklida nuklir, yang digunakan untuk diagnosis in vivo.
tertentu. Akhir-akhir in kedokteran nuklir berkembang pesat Pada imaging nuklir, suatu senyawa organik bertanda

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 57


(radiofarmaka) pemancar sinar gamma/positron yang telah di- Selanjutnya sintilasi diubah menjadi pulsa elektronik dan
ketahui metabolismenya secara spesifik pada organ tubuh yang terakhir menjadi pulsa-pulsa tegangan yang tingginya sebanding
diselidiki, dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui penyun- dengan energi foton terpancar dari dalam tubuh. Dengan bantuan
tikan, oral atau pernafasan. Radiofarmaka bergabung dengan komputer, pulsa direkam dan diolah, kemudian ditampilkan
proses metabolisme dalam tubuh, akhirnya terkumpul dan ter- pada layar. Pada pertengahan tahun 1970, ihstrumen semacam
distribusi pada tempat-tempat tertentu. Kemudian suatu detektor ini dikembangkan lagi dengan teknik tiga dimensi. Dengan
radiasi didekatkan pada tubuh pasien, untuk menetapkan tempat mengubah konfigurasi detektor serta meningkatkan daya
di dalam tubuh asal sinar itu dipancarkan, sehingga pola dis- komputasi secara elektronik, dapat dibuat gambar tiga dimensi
tribusinya pada tempat tersebut serta perpindahannya dari satu dan distribusi radionuklida dalam tubuh. Teknik ini dikenal
tempat ke tempat lain dapat diketahui secara tepat. Keuntungan dengan teknik computed tomography. Karena isotop yang
imaging nuklir adalah tracer dapat bertindak sebagai pemeriksa digunakan merupakan pemancar gamma tunggal, kemudian
fisiologi fungsional yang sanggup menggambarkan fungsi bio- diberi nama single photon computed tomography lazim
kimiawi, karena adanya transpor biologi aktifdari radiofarmaka dsingingkat SPECT. Alat Kamera Gamma SPECT telah
melalui organ tubuh dapat divisualisasi terhadap waktu. Gambar dimiliki oleh beberapa rumah sakit di Indonesia.
yang diperoleh merupakan gambar secara fungsional dalam Untuk diagnosis in vivo salah satu radionuklida yang banyak
framework anatomi. Bila berfungsi normal, distribusi radiofar- digunakan adalah Tc-99m. Penggunaannya berkembang pesat
maka menunjukkan pola tertentu yang karakteristik, sedang pada sejak tahun 1961, karena ditunjang oleh beberapa kelebihan sifat
bagian yang mempunyai fungsi patologis distribusinya tidak inti radionuklida tersebut yakni : pemancar gamma murni dan
normal. Berbeda dengan foto sinar-X pada radiografi. Jaringan tunggal, energinya memadai untuk deteksi (140 keV) dan umur
merupakan objek pasif, sehingga yang divisualisasikan hanya paruhnya pendek, yaitu 6 jam. Beberapa contoh penggunaannya
berupa seleksi dari sinar-X yang melewati jaringan. Gambar adalah sebagai berikut:
yang diperoleh tidak menggambarkan fungsi dari suatu organ. 1) Tc-99m sulfur koloid, untuk pemeriksaan jantung, hati dan
Jadi akan sama saja apakah organ itu masih hidup atau sudah limpa.
mati. 2) Tc-99m diethylenetriamine pentaacetic acid (DTPA), untuk
Aktivitas radioisotop yang digunakan pada imaging nuklir pemeriksaan otak.
sangat kecil dalam orde beberapa mCi, dan mempunyai sifat 3) Tc-99m sodium tripoliphospate (STPP), untuk penatahan
kimia yang sama dengan isotopnya yang tidak aktif, sehingga tulang.
secara faal tidak berpengaruh terhadap keadaan normal. Alat Radionuklida 1-123 juga banyak dipilih untuk imaging.
yang digunakan adalah Kamera Gamma (Gambar 1) yang di- Merupakan pemancar gamma dengan umur paruh 13 jam, se-
lengkapi dengan detektor sintilasi (kristal Na! atau Tl), untuk hingga sangat cocok untuk studi dalam waktu yang tidak terlalu
mengubah foton sinar gamma menjadi kilatan cahaya yang di- pendek. Imaging dengan kamera gamma cukup jelas karena
lipatgandakan oleh tabung pelipat ganda foto (photomultiplier). energi gamma yang dipancarkan optimal yaitu 159 keV. Ke-
untungan lain ialah mudah berikatan dengan antibodi, sehingga
sangat baik untuk menanda antibodi pada pelacakan kanker.
Selain radioisotop pemancar gamma, radioisotop pemancar
positron juga mulai dikenal pemakaiannya. Untuk imaging
digunakan alat positron emission tomography (PET). Dalam
diagnosis, banyak digunakan gas radioaktif pemancar positron
umur pendek, yaitu antara lain untuk mengamati berbagai pe-
nyakit dan kelainan pada pernafasan, serta sistem sirkulasi
cairan tubuh. Gas rádioaktif tersebut O-15, C-11 dan N-13
yang dihasilkan dari siklotron dengan umur paruh masing-
masing 2, 20 dan 10 menit. Sebagai contoh, C15 O2 dan 11CO
atau C15O digunakan untuk mempelajari fungsi paru. Hal lain
yang dapat dipelajari adalah gambaran metabolisme serta
konsumsi oksigen dalam otak dan jantung.
Perkembangan dalam kedokteran nuklir ditunjang pula oleh
penemuan di bidang bioteknologi antara lain ditemukannya
teknologi hibridoma untuk memproduksi berbagaijenis antibodi
klon tunggal atau monoclonal antibody (MAb), terutama untuk
diagnosis dan terapi penyakit kanker. Dalam penggunaannya di
bidang kedokteran nuklir, terutama untuk diagnosis dan terapi,
antibodi klon tunggal harus ditanda dengan isotop radioaktif.
Prinsip penggunaan teknik ini cukup sederhana. MAb terhadap
Gambar 1
tumor ganas tertentu yang bertanda radioaktif pemancar sinar

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


gamma (misalnya 123I), bila disuntikkan ke dalam tubuh pasien secara dini berbagai penyakit yang disebabkan oleh kelainan
yang diduga menderita tumor tersebut, akan terbawa oleh aliran hormonal, kanker, terkena racun dan infeksi.
darah dan akhirnya terakumulasi pada jaringan tumor. Dalam hal Prinsip kerjanya sederhana adalah sebagai berikut:
ini, antibodi anti tumor berikatan secara spesifik dengan jaringan Ag + Ab ––––––> komplek Ag–Ab.
tumor yang berfungsi sebagai antigen. Oleh karena antibodi yang Dalam reaksi ini, senyawa yang hendak ditentukan adalah
digunakan monospesifik, maka antibodi yang disuntikkan hanya antigen. Agar reaksi ini dapat dilacak, maka dimasukkan suatu
akan terakumulasi padajaringan tumor, tidak terjadi penyebaran senyawa penanda yang dapat diukur secara kuantitatif, yaitu
keradio aktifan padajaringan lain. Dengan teknik imaging nuklir, radioisotop misalnya 1-125. Penandaan dapat diberikan pada
lokasi tumor dengan metastasisnya dapat diamati secara jelas, antigennya, atau pada antibodinya. Antigen yang terdapat dalam
tanpa harus melakukan biopsi atau cara lain. Jika yang dikaitkan cairan tubuh dapat ditentukan karena adanya reaksi kompetisi
dengan AbM tadi suatu pemancar sinar alfa yang jarak tempuh- antara Ag/Ab dengan Ag/Ab bertanda untuk membentuk kom-
nya pendek dan dipilih yang mempunyai linear energy transfer plek Ag-Ab, yaitu dengan jalan mengukur Ag/Ab bertanda yang
(LET) yang tinggi, maka pengumpulan antibodi juga dibantu tidak berikatan membentuk komplek atau yang bebas dengan
oleh penyembuhan lewat penyinaran (radioterapi). Teknik lain pencacah gamma.
yang menggunakan MAb adalah Boron Neutron Capture Therapy.
Pertama-tama pasien disuntik dengan konyugat boron-MAb TELETERAPI
setelah boron-MAb terlokalisasi dalam sel kanker, kemudian Teleterapi adalah perlakuan radiasi dengan sumber radiasi
daerah tumor tersebut diiradiasi dengan netron lambat yang ber- tidak secara langsung berhubungan dengan tumor. Sumber
energi sangat rendah (sekitar 0,025 eV). Reaksi nuklir(10)B(n,α) radiasi pemancar gamma seperti Co-60 pemakaiannya cukup
7Li di dalam sel tumor, dapat diatur sedemikian agar radiasi luas, karena tidak memerlukan pengamatan yang rumit dan
yang dihasilkan merupakan dosis terapi bagi sel tumor, tetapi hampir merupakan pemancar gamma yang ideal. Sumber ini
paparan radiasi pada jaringan sel normal tetap sangat kecil. banyak digunakan dalam pengobatan kanker/tumor, dengan jalan
Penggunaan radioisotop dalam kedokteran nuklir juga sangat penyinaran tumor secara langsung dengan dosis yang dapat
bermanfaat dalam diagnosis yang dilakukan di luar tubuh atau mematikan sel tumor, yang disebut dosis letal. Kerusakan terjadi
diagnosis in vitro, setelah ditemukannya teknik radioimmuno- karena proses eksitasi dan ionisasi atom atau molekul.
assay (RIA) pada tahun 1977. Teknik RIA adalah suatu teknik Pada teleterapi, penetapan dosis radiasi sangat penting,
penentuan berdasarkan reaksi imunologi yang menggunakan dapat berarti antara hidup dan mati. Masalah dosimetri ini di-
tracer radioaktif. Teknik ini merupakan perpaduan antara dua tangani secara sangat ketat di bawah pengawasan Badan Inter-
keampuhan metode penentuan. Pertama, penggunaan teknik nasional WHO dan IAEA bekerjasama dengan laboratorium-
nuklir. Pengukuran radioaktivitas memberikan kepekaan dan laboratorium standar nasional.
ketelitian yang tinggi, serta tidak terpengaruh oleh faktor-faktor
lain yang terdapat dalam sistem. Kedua, berdasarkan reaksi STERILISASI ALAT KEDOKTERAN
imunologi yaitu terjadinya komplek antara dua senyawa kom- Alat/bahan yang digunakan di bidang kedokteran pada
plementer antigen dan antibodi, yang berlangsung secara sangat umumnya harus steril. Banyak di antaranya yang tidak tahan
spesifik. Karena sifat kerja antiserum yang sangat spesifik tadi, terhadap panas, sehingga tidak bisa disterilkan dengan uap air
maka adanya senyawa-senyawa lain dalam sistem reaksi dalam panas atau dipanaskan. Demikian pula sterilisasi dengan gas
ribuan sampai jutaan kali sekalipun, tidak akan mempengaruhi etilen oksida atau bahan kimia lain dapat menimbulkan residu
reaksi. Mudah dipahami bila penggabungan antara pengukuran yang membahayakan kesehatan. Satu-satunya jalan adalah ste-
radioaktivitas dan kespesifikan reaksi imunologi menghasilkan rilisasi dengan radiasi, dengan sinar gamma dan Co-60 yang
penentuan yang sangat sensitif dan spesifik, sehingga sanggup dapat memberikan hasil yang memuaskan. Sterilisasi dengan
mengukur senyawa tertentu dalam orde pikogram (10-12 gram) cara tersebut sangat efektif, bersih dan praktis, serta biayanya
bahkan sampai orde pentogram (10-15 gram) untuk setiap 1 ml sangat murah. Untuk transpiantasi jaringan biologi seperti tulang
contoh. dan urat, serta amnion chorion untuk luka bakar, juga disterilkan
Sebelum penentuan secara radioimunologi ditemukan, peng- dengan radiasi.
ukuran senyawa bioaktif berkadar rendah dalam cairan tubuh,
seperti hormon, vitamin, enzim, protein dan antigen, ditetapkan PENUTUP
dengan metode biologi (bioassay) dan kimia. Baik pada penetap- Dapat dikemukakan bahwa teknik nuklir sangat berperan
an dengan metode biologi maupun kimia, diperlukan contoh dalam penanggulangan berbagai masalah kesehatan manusia.
darah/serum atau cairan tubuh lain, dalam jumlah yang cukup Banyak masalah yang sebelumnya dengan metode konvensional
banyak. Selain itu, diperlukan pemisahan dan pemurnian sebe- tidak terpecahkan, dengan teknik nuklirdapatterpecahkan. Yang
lum pengukuran, tetapi jenis senyawa yang dapat ditentukan terpenting adalah kemajuan-kemajuan baik di bidang diagnosis
tetap terbatas. Sering kali kelainan tidak terdiagnosis karena maupun terapi haruslah ditujukan untuk keselamatan, kemu-
batas deteksi pengukuran yang tinggi. Hingga kini ketelitian pe- dahan, kesembuhan dan kenyamanan pasien. Dengan kemajuan
nentuan in vitro secara radioimunologi, belum tertandingi oleh iptek di bidang instrumentasi nuklir, bioteknologi dan produksi
metode apapun, serta telah banyak membantu dalam diagnosis isotop umur pendek yang menguntungkan ditinjau dan segi

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 59


medik dan pendeteksian/pengukuran; diharapkan bahwa ha- Bul IAEA 1986; 28(2): 5.
2. Yalow RS. Radioimmunoassay for the developing countries. In: Nuclear
rapan hidup yang lebih nyaman dan panjang bagi mereka yang Medicine and Related Radionuclide Applications in Developing Countries.
terkena penyakit dapat tercapai. Proc. Symposium Vienna, 1985. Vienna: IAEA 1988; 12.
3. Keenan AM, Habari IC, Larson SM. Monoclonal antibody in nuclear medi
KEPUSTAKAAN cine, J Nuci Med 1985; 26: 531.
4. Stubbs JB, Wilson LA. Nuclear medicine: a state-of-the-art review.
1. Ganatra R, Noval M. Promoting nuclear medicine in developing countries, Nuclear News, 1991; 34(7): 50.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


Informasi Obat

Produk Baru :
Reotal
Nama dagang : Reotal makan. Dilaporkan juga reaksi hipersensitif seperti pruritus,
Bahan aktif : Pentoksifilin kemerahan kulit, urtikaria dan angioneurotik udem.
Bentuk sediaan :
– Dragee 100mg (Box isi 10 X 10’s)
– Ampul 100 mg/5 cc (Box isi 10 amp)
DOSIS DAN CARA PEMAKAIAN
INDIKASI
1. Penderita claudicatio intermittent karena penyumbatan 1. Infus
pembuluh darah yang kronis pada tungkai. – Pemberian infus i. v:
2. Penyakit-penyakit pembuluh darah perifer yang lain. Dosis awal 100 mg (1 ampul) dalam 250 – 500 ml larutan
infus (0,9% sodium klorida, 5% fruktosa atau glukosa) diberikan
KONTRA INDIKASI
dalam 90 – 180 menit. Dosis dapat ditingkatkan dengan 50 mg
1. Hipersensitif terhadap Pentoksifihin atau golongan metil-
perhari sampai dosis harian maksimum sebesar 400 mg.
xantines yang lain seperti kafein, teofilin dan teobromin.
– Infus intra arteri:
2. Miokard infark yang baru.
100– 300mg (1 – 3 ampul) perhari dalam 20–50 ml dari
3. Perdarahan hebat.
0,9% sodium kiorida diberikan dalam 10– 30 menit. (10 menit
4. Sklerosis arteri koronaria dan serebral dengan hiper-
per 100 mg Reotal).
tensi dan aritmia adalah ku relatif untuk pengobatan paren-
2. Injeksi
teral.
Dosis 100mg (1 ampul) secara i.v atau intra arterial perhari.
5. Hindari pemakaian pada kehamilan.
Injeksi harus diberikan secara lambat (paling lambat 5 menit) dan
EFEK SAMPING pasien harus berbaring. Dianjurkan memberikan dosis awal 50
Pada umumnya ditoleransi dengan baik. Gejala-gejala pada mg yang dilarutkan dalam 5 ml 0,9% sodium klorida.
umumnya ringan, meliputi mual, malaise, rasa tidak enak pada 3. Oral
lanibung, vertigo dan flushing. Bila pemberian per oral menye- Dosis awal : 200 mg s/d 400 mg tiga kali sehari.
babkan gangguan pada lambung, sebaiknya diberikan setelah Dosis pemeliharaan: 100 – 200 mg, 3 X sehari.

Man doth what he can, and God what he will

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 61


ABSTRAK
ISIS-4 Magnesium tidak menurunkan mor- plasebo secara acak; evaluasi meng-
ISIS-4, suatu studi multisenter yang talitas, baik secara keseluruhan – 2216 gunakan skala Hamilton dilakukan di
melibatkan 58050 pasien infark miokard (7,64%) di kelompok Mg vs. 2103 awal percobaan dan 10 hari kemudian.
akut (< 24 jam, median 8 jam) yang (7,74%) di kelompok kontrol, maupun Ternyata di kelompok deksametason,
datang ke 1086 rumah sakit di berbagai bila dianalisis menurut subgrup. Ter- 37% pasien skala Hamiltonnya kurang
negara, membandingkan pengobatan dapat peningkatan kejadian payah jan- dari 14 atau turun lebih dari 50%, di-
kaptopril eral 6,25 mg. sd. 2 dd 50 mg./ tung sebesar 12 ± 3 per 1000 pasien dan bandingkan dengan hanya 6% di ka-
hari dengan plasebo, mononitrat lepas- peningkatan syok kardiogenik sebesar langan pasien yang mendapat plasebo.
terkontrol oral 30 mg. sd. 60 mg./hari 5±2 per 1000 pasien selama atau segera Tidak ditemukan efek samping yang
dengan plasebo, dan infus Mg. sulfat se- setelah masa infus. Magnesium juga di- bermakna selama percobaan.
lama 24 jam dengan dosis awal 8 mmol kaitkan dengan peningkatan hipotensi inpharma 1995; 974: 16
dilanjutkan dengan 72 mmol/24 jam yang bermakna pada 11 ± 2 per 1000 Brw
vs. kontrol. pasien, peningkatan bradikardi pada
Pengobatan kaptopril menurunkan 3 ± 0,6 per 1000 pasien dan rasa panas/ ALTEPLASE UNTUK INFARK
mortalitas dalam 5 minggu sebesar 7 ± kemerahan kulit pada 3 ± 0,4 per 1000 MIOKARD
3% (2088 – 7,19% kematian di kelom- pasien. Percobaan penggunaan alteplase
pok kaptopril vs. 2231 – 7,69% kema- Disimpulkan bahwa Mg intravena untuk infark miokard akut menunjuk-
tian di kelompok plasebo, 2p = 0,02) tidak efektif untuk pengobatan infark kan bahwa reperfusi lengkap lebih sering
yang berarti penurunan 4,9 ± 2,2 ke- miokard akut; nitrat oral aman tetapi terjadi di kalangan perokok; hal ini
matian per 1000 pasien yang diobati tidak jelas bermanfaat setelah 1 bulan, didukung oleh hasil angiografi koroner
selama 1 bulan. Penurunan ini lebih ber- sedangkan kaptopril mencegah 5 kema- yang dilakukan dalam 90 menit setelah
makna (mungkin sampai 10 kematian tian per 1000 pasien pada bulan pertama serangan; ternyata aliran yang lebih baik
per 1000 pasien) di kalangan risiko tinggi (2p = 0.006) terutama di kalangan risiko (TIMI grade 3) didapatkan pada 55%
seperti adanya riwayat infark miokard tinggi; keunggulan ini masih terlihat perokok, 43% bekas perokok dan pada
atau payah jantung. Keuntungan ini tetap setelah 1 tahun setelah pengobatan. 45% bukan perokok. Perbedaan ini ti-
terlihat pada jangka waktu yang lebih Lancet 1995; 345: 669–85 dak ditemukan lagi pada angiogram
lama – 5,4 ± 2,8 per 1000 pasien dalam Hk yang dilakukan pada 18–36 jam setelah
12 bulan. Kaptopril dihubungkan de- serangan.
ngan peningkatan kejadian hipotensi KANKER MULTIPEL Angka kematian di rumah sakit adalah
yang bermakna pada 52 ± 2 per 1000 Para dokter dan Bagian Bedah Uni- masing-masing sebesar 2,3% untuk
pasien, peningkatan kejadian syok versitas Sam Ratulangi Manado telah kalangan perokok, 5,2% di kalangan
kardiogenik pada 5 ± 2 per 1000 pasien melaporkan satu kasus wanita 27 tahun bekas perokok dan 7% di kalangan
dan gangguan fungsi ginjal pada 5 ± 1 yang menderita 4 tipe kanker sekaligus: bukan perokok.
per 1000 pasien. Tidak ada peningkatan kanker tiroid tipe papiler, kanker kaput Inpharma 1995; 974: 18
angka kematian. pankreas, kanker ovarium dan kanker Brw
Mononitrat tidak menurunkan angka mulut rahim, semuanya berjenis ade-
kematian 5-minggu, baik secara kese- nokarsinoma. ATRESIA ANI
luruhan – 2129 (7,34%) di kelompok PIT X IKABI 1995, hal. 106 Penelitian retrospektif tahun 1990 –
mononitrat vs. 2190 (7,54%) di kelom- Hk 1994 di RSUP Dr. M. Jamil, Padang
pok plasebo, maupun bila dianalisis me- mendapatkañ 36 kasus atresia ani; 25
nurut subgrup; follow-up lanjutan juga DEKSAMETASON UNTUK ANTI- (69,4%) bayi laki-laki dan 11(30,6%)
tidak menunjukkan manfaat. Efek sam- DEPRESAN bagi perempuan. 13 (36,1%) datang se-
ping yang diamati ialah peningkatan Potensi deksametason sebagai anti- belum 24 jam. Berdasarkan letaknya,
kejadian hipotensi pada 15 ± 2 per 1000 depresan telah diselidiki oleh sekelom- 25 (69,4%) letak tinggi dan 11(30,6%)
pasien; kematian yang lebih kecil pada pok peneliti di Medical University of letak rendah.
hari pertama pengobatan menunjukkan South Carolina, USA. Mereka meng- Kematian dijumpai pada pasien, 1
bahwa nitrat aman digunakan pada in- ikutsertakan 37 pasien depresi mayor, (7,7%) pasien datang sebelum 24 jam
fark miokard fase dini. diberi 4 mg. deksametason/hari atau disebabkan perdarahan, 4 pasien lain-

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995


ABSTRAK
nya datang setelah 24 jam dengan de- bayi yang lahir dalam periode 30 bulan, stasis jauh dioperasi menurut salah satu
hidrasi berat dan sianosis. membandingkan efektivitas larutan cara di atas;dan dari 711 pasien yang di-
PIT X IKABI 1995, hal. 114 povidon-iodin 2,5%,larutan AgNO3 1% anggap dapat diobati ‘(curable), 380
Brw dan salep eritromisin 0,5%; 1076 bayi menjalani teknik Dl dan 331 menjalani
menerima larutan povidon-iodin, 929 teknik D2. Ternyata teknik D2 menye-
KERACUNAN OBAT bayi menerima AgNO3 1% dan 112 babkan kematian operasi yang lebih
Laporan dari Inggris menyebutkan bayi mendapat salep eritromisin 0,5% tinggi (10% vs. 4%; p = 0,004) dan juga
bahwa selama tahun 1983 – 1992 di selama 1 minggu. komplikasi yang lebih sering (43% vs.
Inggris dan Wales 18.641 orang telah Konjungtivitis infeksiosa diderita oleh 25%; p<0,001). Mereka juga lebih lama
meninggal dunia akibat keracunan obat 13,1% bayi yang mendapat povidon- memerlukan perawatan di rumah sakit
atau preparat biologik yang kebanyak- iodin, 17,5% bayi yang mendapat (median 25 hari, kisaran 7–277 hari vs.
an diperoleh melalui resep; angka ini AgNO3 (p<0,001) dan oleh 15,2% bayi median 18 hari, kisaran 7 – 143 hari;
termasuk usaha bunuh diri mengguna- yang mendapat enitromisin (p = 0,01). p<0,001).
kan obat. Povidon iodin lebih efektif untuk Lancel 1995; 345: 745–48
Di tahun 1992, 1.971 orang mening- Chiamydia trachomatis dibandingkan Hk
gal dunia karena keracunan obat, 875 di dengan AgNO3 (p<0,001) atau dengan.
antaranya akibat analgetik/antipiretik/ eritromisin (p = 0,008). PERAWATAN PASIEN PSIKIA-
anjirematik, sedangkan di tahun 1991, Didapatkan 104 kasus konjungtivitis TRIK
1.791 orang meninggal dan 753 di an- non-infeksiosa (9,7%) di kelompok Di Inggris, sejak tahun 1991 dilan-
taranya akibat obat golongan tersebut povidon-iodin, 129 kasus (13,9%, p ≤ carkan program supervisi khusus oleh
di atas. 0,001) di kelompok AgNO3 dan 148 petugas khusus atas pasien-pasien psi-
Scrip 1995; 1999: 6 kasus di kelompok eritromisin (13,3%, kiatrik dengan tujuan meningkatkan
Brw p = 0,004). kualitas pelayanan dan mengurangi pe-
Banyak kasus konjungtivitis non rawatan di rumah sakit.
MANFAAT CT SCAN PADA CE- infeksiosa diduga disebabkan oleh iri- Studi atas manfaat program tersebut
DERA KEPALA tasi/reaksi toksik terhadap pengobatan; dilakukan atas 400 pasien di London,
Selama bulan Juli – Desember 1994 dan kejadian infeksi N. gonorrhoe dan Inggris; 200 pasien menerima program
telah dilakukan 38 pemeriksaan CTscan Staph. aureus sama di ketiga kelompok supervisi khusus dan 200 Iainnya men-
kepala terhadap pasien trauma kepala tersebut. dapatkan pelayanan biasa dan pelayan-
yang dirawat di RSUP Manado; terdiri Dari percobaan ini ternyata bahwa an kesehatan setempat.
dari 27 pria dan 11 wanita, 81% (31 larutan povidon-iodin 2,5% lebih efek- Dari 393 data yang bisa dianalisis,
orang) di antaranya akibat kecelakaan tif sebagai profilaksis ophthalmia neo- ternyata dari 197 pasien yang menda-
lalu lintas. natorum, kurang toksik dan lebih mu- patkan pelayanan standar, 64 (32,5%)
Indikasi pemeriksaan CT scan ter- rah. ‘hilang’ pada follow up, dibandingkan
sebut ialah bradikardi (47%), kesadaran N. EngI. J. Med. 1995; 332: 562–6 dengan hanya 40 (20,4%) onang di ke-
menurun (37%), lateralisasi (8%), nyeri Hk lompok supervisi khusus (p < 0,005);
kepala (5%) dan kejang (3%). Gambar- tetapi di lain pihak, pasien-pasien de-
an abnormal ditemukan pada 35 (92%) ngan supervisi khusus Iebih sering di-
kasus, 32% di antaranya ialah hematoma PENATALAKSANAAN KANKER rawat di rumahsakit (30% vs.16%, x2 =
epidural. LAMBUNG 7,61, p <0,01) dan hari rawatnya 68%
PIT X IKABI 1995, hal. 111 Sampai saat ini belum ada kesepa- lebih lama dibandingkan dengan pasien
Brw katan mengenai luasnya operasi yang dengan prosedur standar.
penn dilakukan pada pasien-pasien Lancet 1995; 345: 756–59
PENGOBATAN OPHTHALMIA kanker lambung; apakah cukup dengan
Hk
NEONATORUM menyertakan kelenjar getah bening peri-
Ophthalmia neonatorum merupakan gastrik (Dl) atau lebih luas sampai ke
salah satu pen yebab kebutaan bayi kelenjar getah bening di luarnya (D2).
yang dapat dicegah. Sejumlah 1078 pasien adenokarsi-
Percobaan di Kenya melibatkan 3117 noma gaster tanpa gejala klinis meta

Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Percutaneous Transvenous Mitral Commisurotomy (PTMC) e) Tanpa kecuali
merupakan salah satu cara pengobatan: 6. Selain kanker paru, kebiasaan merokok juga dikaitkan
a) Stenosis mitral dengan kanker:
b) Insufisiensi mitral a) Saluran cerna
c) Stenosis trikuspid b) Nasofaring
d) Stenosis atrial c) Mulut/tenggorok
e) Insufisiensi atrial d) Hati
2. Rasio LDL: HDL yang dianggap merupakan faktor risiko e) Pankreas
Aterosklerosis: 7. Jenis stroke. yang paling sering ditemukan:
a) Lebih dari tiga a) Hemoragik
b) Kurang dari tiga b) Trombotik
c) Lebih dari 4Omg% c) Embolik
d) Kurang dari 40 mg% d) TIA
e) Semua salah e) Perdarahan subarakhnoid
3. Lesi paling dini yang mendahului aterosklerosis: 8. Vitamin yang tidak mempunyai sifat antioksidan.:
a) Foam cells a) A
b) Fatty streak b) B
c) Fibrous plaque c) C
d) Fibrous cap d) E
e) Ateroma e) Semua mempunyai sifat antioksidan
4. Faktor yang mempengaruhi kadar HDL darah adalah se- 9. Obat yang paling umum digunakan sebagai anti agregasi
bagai berikut, kecuali: trombosit
a) Usia a) Aspirin
b) Sex b) Dipiridamol
c) Merokok c) Bawang putih
d) Aktivitas d) Tiklopidin
e) Tanpa kecuali e) Pentoksifihin
5. Bawang putih telah diteliti pengaruhnya terhadap hal 10. Perdarahan intraserebral terutama terjadi di daerah:
berikut, kecuali: a) Hemisfer serebri
a) Fibrinogen b) Putamen
b) Lipid c) Talamus
c) Trombosit d) Serebelum
d) Asam urart e) Pons

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 102, 1995

You might also like