You are on page 1of 24

PEMANFAATAN GETAH PULP LIDAH BUAYA SEBAGAI

BIOREGULATOR DAN BIOPESTISIDA PADA


PERTUMBUHAN AWAL UBI JALAR
(Ipomoea batatas)

Diusulkan Oleh:

ANUGRAH WIDHI PUTRANTO (051510101134)


BERNET AGUNG SAPUTRA (051510101046)
RENY FAJARWATI (051510101160)

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2007
PEMANFAATAN GETAH PULP LIDAH BUAYA SEBAGAI
BIOREGULATOR DAN BIOPESTISIDA PADA PERTUMBUHAN AWAL
STEK UBI JALAR
(Ipomaea batatas L.)

Disusun oleh :
1. Nama : ANUGERAH WIDHI PUTRANTO
NIM : 051510101134
Jurusan : Budidaya Pertanian
Prodi : Agronomi
Fakultas : Pertanian
2. Nama : BERNET AGUNG SAPUTRA
NIM : 051510101046
Jurusan : Budidaya Pertanian
Prodi : Agronomi
Fakultas : Pertanian
3. Nama : RENY FAJARWATI
NIM : 051510101160
Jurusan : Budidaya Pertanian
Prodi : Agronomi
Fakultas : Pertanian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Anugrah Widhi P


Nim : 051510101134
Tempat/Tanggal Lahir : Jember, 08 Desember 1986
Pengalaman Organisasi : PANJALU

2. Nama : Bernet Agung Saputra


Nim : 051510101046
Tempat/tanggal Lahir : Lampung, 07 Agustus 1987
Pengalaman Organisasi :-

3. Nama : Reny Fajarwati


Nim : 051510101160
Tempat/tanggal Lahir : Banyuwangi, 28 Maret 1987
Pengalaman Organisasi : PANJALU
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, Indonesia mengimpor tidak
kurang dari 2 juta ton beras pertahun (Adiratma, 2004). Bahkan, saat ini Indonesia
merupakan negara pengimpor beras terbesar di dunia. Kondisi ini sebenarnya
sangat ironis karena Indonesia sebagai negara agraris. Semestinya, Indonesia
dapat berswasembada beras (Dandy, 1990).
Impor beras pada dasarnya menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan,
baik dari masalah anggaran negara maupun masalah psikologis yang harus
dihadapi oleh petani, yaitu dampak pada kemandirian atau kedaulatan pangan
bangsa. Untuk mengurangi impor beras, ubi jalar dapat digunakan sebagai
makanan pangan pengganti/tambahan. Ubi jalar pada saat ini dapat dimanfaatkan
secara maksimal sebagai makanan subtitusi, mengingat kebijakan pemerintah
yang melakukan impor beras. Seperti halnya Jepang sebagai salah satu negara
maju, merupakan importir umbi jalar dari Indonesia. Jadi tidak ada masalah bila
warga masyarakat Indonesia mengkonsumsi tiwul (pangan dari umbi-umbian)
sebagai makanan alternatif. Apalagi harga beras akhir-akhir ini daat mencapai Rp
6000.-/kg. Potensi ubi jalar juga cukup baik digunakan sebagai bahan baku
industri pembuatan gula cair (fruktosa) ataupun alkohol. Kandungan gizi ubi jalar
meliputi vitamin A, C, karbohidrat, betakaroten, dan oligosakarida. Penggunaan
ubi jalar saat ini masih harus menghadapi tantangan dalam masalah luas/areal
penanaman, karena sejak dulu umumnya hanya berupa kebun sela setelah padi
atau tanaman palawija lainnya, sehingga permintaan dalam jumlah besar akan
sukar dapat dipenuhi.
Oleh karena itu, pembudidayaan dan pengembangan ubi jalar dalam bidang
industri dan pertanian perlu ditingkatkan. Pembiakan tanaman tersebut secara
vegetatif yaitu dengan cara stek. Keuntungan utama stek adalah dapat
menghasilkan tanaman yang sempurna dengan akar, batang dan daun yang serupa
dengan induknya, dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, pembiakan
vegetatif dengan cara stek tidak memerlukan teknik yang rumit. Untuk
mempercepat pertumbuhan stek ubi jalar ini maka dapat diberikan bantuan
rangsangan pertumbuhan dari pulp lidah buaya.
Getah pulp lidah buaya berperan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) alami
pada tanaman stek. Zat pengatur tumbuh dapat berupa zat pengatur tumbuh
sintesis maupun zat pngatur tumbuh alami. Zat pengatur tumbuh sintetis misalnya
IBA, IAA, NAA, dan Rootone-F. Dalam penggunaan zat pengatur tumbuh sintetis
memerlukan biaya yang mahal dan ZPT sintetis sulit didapatkan dipasaran. Oleh
karena itu sebagai solusinya dapat menggunakan pulp lidah buaya sebagai zat
pengatur tumbuh alami. Zat pengatur tumbuh alami, utamanya auksin, banyak
terkandung dalam gel lidah buaya.
Selain pulp lidah buaya dimanfaatkan sebagai ZPT, lidah buaya juga dapat
digunakan sebagai obat luar, dengan berbagai kegunaan. Di antaranya sebagai
penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air panas), obat bisul,
jerawat/noda hitam, pelembab alami, antiperadangan, antipenuaan, serta tabir
surya alami.
Daging daun lidah buaya juga dapat diolah menjadi berbagai produk
makanan dan minuman. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya
berpotensi sebagai makanan dan minuman kesehatan. Hal tersebut disebabkan
oleh kombinasi kandungan zat gizi dan non-gizi yang memiliki khasiat untuk
menjaga dan meningkatkan kesehatan.
Lidah buaya yang mempunyai nama Latin Aloe vera L. tergolong ke dalam
suku Liliaceae. Aloe berarti “senyawa pahit yang bersinar”. Eksudat (getah)
tanaman ini pahit rasanya, tetapi dapat digunakan sebagai obat penyembuh pada
berbagai penyakit kulit. Belakangan ini lidah buaya dibudidayakan secara besar-
besaran untuk tujuan industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Cara
menanamnya pun cukup mudah. Hanya dengan memisahkan tunas dari batang
daun induknya.
Lidah buaya dapat tumbuh subur hampir di semua benua, terutama di daerah
beriklim panas, seperti Indonesia. Diperkirakan lebih dari 350 spesies lidah buaya
yang tersebar luas di seluruh penjuru dunia (Soeseno, 1993). Sejak tahun 1522
SM, di Mesir lidah buaya sudah digunakan untuk meredakan gangguan
kemerahan pada kulit maupun sebagai penyembuh luka yang terinfeksi. Demikian
pula di Indonesia, pemanfaatan lidah buaya sudah dilakukan sejak puluhan bahkan
ratusan tahun lampau, terutama untuk menyuburkan rambut, mengatasi
kerontokan sekaligus melebatkan dan menghitamkan rambut.
Hampir seluruh bagian dari tanaman lidah buaya ini bermanfaat. Cara
menggunakannya cukup mudah. Cukup dengan memotong lidah buaya dari
pohonnya lalu belah untuk mengeluarkan lendirnya.
 Bagian pelapis daun dapat digunakan langsung untuk pemeliharaan kulit,
baik secara manual maupun setelah diolah dalam bentuk ekstrak.
 Eksudat atau getah daun yang keluar bila daun dipotong bisa digunakan
untuk pemeliharaan rambut dan penyembuhan luka. Keluhan bisul,
sariawan, ruam, gigitan serangga, bahkan jerawat dan noda hitam di wajah
dapat diobati cukup dengan mengoleskan lendir lidah buaya. Hal ini juga
berpotensi sebagai biopestisida bagi tanaman.
 Gel atau bagian berlendir yang diperoleh dengan menyayat bagian dalam
daun setelah eksudat dikeluarkan, bersifat mendinginkan dan
menyamankan.
 Getah pulp lidah buaya juga berperan sebagai ZPT, karena kandungan
auksinnya cukup tinggi (Sundahri, 1994)
Dewasa ini tanaman lidah buaya menjadi salah satu komoditas pertanian
yang punya peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagal usaha
agribisnis. Beberapa daerah terutama di Pulau Jawa dan Kalimantan telah
membuktikan keberhasilan produksi lidah buaya. Mengingat banyaknya kegunaan
dari lidah buaya, maka pengembangan pembudidayaan lidah buaya perlu
ditingkatkan.

1.2 Kendala Pemanfaatan Lidah Buaya


Pemanfaatan lidah buaya selama ini hanya menitikberatkan pada
pemanfaatan daun daging saja. Pada dasarnya getah pulp sisa pengolahan lidah
buaya yang menjadi limbah dalam memproduksi makanan dan minuman dapat
dimanfaatkan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT), terutama pada pembiakan
vegetatif stek. Getah pulp (gel) lidah buaya ini mengandung polisaksakarida
(terutama glukuomanan), asam-asam amino (lisin, valin, metionin, leusin,
isoleusin, fenilalanin), enzim-enzim pemecah protein (enzim protease). Selain itu
masih pula ditemukan asam krisorfan, sejumlah vitamin (A, B6, B12, C, E,
niasinamid, kolin) dan mineral (kalium, kalsium, natrium, seng, kobalt dan krom).

1.3 Perumusan Masalah


Pemanfaatan lidah buaya yang ada pada saat ini hanya difokuskan pada
kegunaan dan keuntungannya di bidang kesehatan saja, yaitu sebagai obat luar.
Masyarakat umum hanya mengetahui beberapa bagian dan manfaat dari daun
lidah buaya, padahal potensi pengembangan lidah buaya di bidang pertanian
mempunyai peluang yang cukup besar. Selain itu sisa pengolahan lidah buaya
yang menjadi limbah dalam produksi industri makanan dan minuman dapat
dimanfaatkan lebih lanjut yaitu sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) dan sebagai
penyembuh luka pada stek. Oleh karena itu maka perlu diketahui: (a) apa saja
yang dapat dimanfaatkan dari daun lidah buaya, (b) apakah kandungan pulp lidah
buaya dapat dimanfaatkan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) dan bio pestisida,
atau bioregulator (c) bagaimana pengaruh kandungan pulp lidah buaya terhadap
pertumbuhan akar pada stek ubi jalar.

1.4 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pemanfaatan pulp lidah buaya sebagai zat perangsang tumbuh
(ZPT) dan bio pestisida pada bahan stek.
2. Mengetahui pengaruh tingkat kedewasaan pulp lidah buaya terhadap
kepekatan gel yang berpengaruh pada kandungan pulp lidah buaya.

1.5. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memanfaatkan lidah buaya sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) dan
pestisida alami, sehingga dapat mengurangi penggunaan ZPT dan pestisida
sintetik karena harganya mahal dan susah didapatkan serta dapat
mencemari lingkungan sekaligus untuk mendukung pertanian berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan ubi jalar sebagai
bahan pangan alternatif guna mendukung ketahanan pangan nasional.
3. Memanfaatkan limbah prosessing industri makanan, minuman nata de aloe
vera sebagai ZPT alami.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Ubi Jalar.


Ubi jalar atau telo rambat (Jawa), hui boled (Sunda), serta sederet nama
daerah lainnya, satu keluarga dengan kangkung. Ubi jalar bukan tanaman asli
Indonesia, karena menurut sejarahnya merupakan "pendatang" dari Amerika
Tengah yang beriklim tropis. Penyebaran ubi jalar dari kawasan Amerika Tengah
ke Filipina, Indonesia, India, Malaysia, Jepang, dan sekitarnya, dibawa oleh para
pengembara bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16, serta sekarang ubi
jalar cepat menyebar karena memiliki cita rasa yang diterima oleh semua bangsa,
juga penanamannya tidak memerlukan persyaratan khusus (www.nganjuk-
warintek.com).
Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan
makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditas pangan penting di Indonesia dan
diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi.
Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan
demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun. Ubi jalar dapat
diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan (Suriawiria, 2002).
Sebagai makanan pokok sebagian masyarakat Irian Jaya, ubi jalar biasanya
dipanen hanya apabila diperlukan untuk kebutuhan makan sehari-hari. Hal
tersebut dapat dilakukan karena selama ini ubi jalar ditanam secara tradisional
dalam skala kecil yang bersifat subsistem dan berpindah-pindah. Seiring dengan
makin berkembangnya masyarakat Irian Jaya serta dengan adanya teknologi
budidaya yang berorientasi pasar, akan tersedia umbi dalam jumlah besar. Karena
sifat umbi yang relatif tidak tahan lama, maka diperlukan alternatif hasil olahan
ubi jalar setengah jadi (instan) yang dapat disimpan lama, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pangan sepanjang tahun. Rasanya sama dengan rasa ubi
jalar segar yang dikukus atau direbus (Anonim, 1999).
Ubi rebus yang berwarna kuning mengandung betakaroten 5400 mikrogram;
angka ini sudah mencakup lebih kebutuhan akan vitamin A. Peran vitamin A
adalah untuk proses pertumbuhan, reproduksi, penglihatan, pemeliharaan sel
epitel mata, meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh. Fungsi lainnya adalah
untuk antioksidan yang gunanya untuk menetralisir ganasnya radikal bebas.
Kandungan betakaroten pada ubi jalar yang berwarna kuning adalah paling tinggi
di antara padi-padian yang ada. Proses penggorengan ubi jalar akan meningkatkan
bioavailability retensi betakaroten, karena minyak membantu pelarutan senyawa
itu (Robby, 2003).

2.2 Perkembangbiakan Ubi Jalar


Penyetekan adalah suatu perlakuan/pemotongan beberapa bagian dari
tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar organ-organ
tersebut membentuk akar yang selanjutnya menjadi tanaman baru yang sempurna
dalam waktu yang relatif singkat dan sifat-sifatnya serupa dengan induknya.
Pembiakan stek dengan cara stek ini pada umumnya dipergunakan untuk
mengekalkan klon tanaman unggul dan juga untuk memudahkan serta
mempercepat perbanyakan tanaman. Stek yang menggunakan batang sebagai
material sangat menguntungkan karena mempunyai persediaan makanan yang
cukup dan terdapat tunas-tunas akar dan tunas-tunas batang (Koesriningrum,
1973). Bagian tanaman (akar, batang, daun, pucuk) yang digunakan untuk bahan
pembiakan dimana bagian tanaman tersebut diharapkan membentuk akar
dinamakan stek (Siagian, 1996).
Cara stek banyak dipilih orang, apalagi bagi pengebun buah-buahan dan
tanaman hias. Alasannya, karena bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit,
tetapi dapat diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak. Tanaman yang
dihasilkan dari stek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi,
ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya. Selain itu, dapat diperoleh
tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang telah mempunyai akar, batang, dan
daun dalam waktu yang relatif singkat. Alasan lain kenapa stek ini banyak dipilih
orang karena caranya sangat sederhana, tidak memerlukan teknik yang rumit,
sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja (Wudianto, 1991).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bibit ubi jalar antara lain adalah
penyimpanan yang kurang baik, kemarau yang terlalu lama sehingga bibit menjadi
kering, sumber bibit, hama dan penyakit, umur tanaman, dan panjang stek. Pada
kondisi persediaan bibit bermutu terbatas, perlu dilakukan penghematan bibit.
Penggunaan stek secara konvensional dengan panjang 15-20 cm dilakukan untuk
mendapatkan teknik perbanyakan bibit ubi jalar secara mudah dan murah
(Wargiono, 1987).
Batang ubi jalar sebagai bahan stek mengandung bahan makanan cadangan
berupa karbohidrat, air, dan lain-lain untuk keperluan metabolisme tumbuh.
Bahan makanan tersebut akan menurun sejalan dengan waktu karena digunakan
untuk pertumbuhan. Penurunan kadar bahan makanan stek selama di persemaian
akan berpengaruh terhadap persentase kemampuan tumbuh. Stek yang pendek
mempunyai persentase kemampuan tumbuh yang lebih kecil dibanding stek yang
panjang, karena semakin pendek stek, semakin sedikit kandungan cadangan
makanan. Terbatasnya cadangan bahan makanan akibat ukuran stek yang pendek
berpengaruh terhadap bobot bahan makanan berupa karbohidrat, air, dan lemak.
Stek berukuran pendek kurang mampu bertahan di lapangan. Dengan demikian,
ukuran stek berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan kemampuan untuk
bertahan hidup. Penggunaan stek ini berpeluang untuk dikembangkan dalam
program perbanyakan bibit ubi jalar karena mampu menghasilkan bibit lebih cepat
dan lebih efisien (Efendi, 2002).

2.3 Pemanfaatan Lidah Buaya


Pemanfaatan lidah buaya semakin lama semakin berkembang. Mula-mula
lidah buaya hanya dikenal sebagai obat luar, dengan berbagai kegunaan. Di
antaranya sebagai penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air
panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab alami, anti peradangan, anti
penuaan, serta tabir surya alami (Santoso, 2005).
Tanaman lidah buaya (Aloe vera L.) dicirikan dengan batang yang pendek
sekali, sekitar 10 cm. Batang lidah buaya dikeliligi daun-daun tebal berbentuk
roset dengan ujung-ujung runcing mengarah ke atas. Tanaman lidah buaya
termasuk sukulen (berdaging dan bergetah) dari suku Liliaceae
Daging daun lidah buaya juga dapat diolah menjadi berbagai produk
makanan dan minuman, berupa sejenis jeli, minuman segar sejenis jus, nata de
aloe, dawet, dodol, selai, dan lain-lain. Makanan dan minuman hasil olahan lidah
buaya sangat berpotensi sebagai makanan/minuman kesehatan. Hal tersebut
disebabkan oleh kombinasi kandungan zat gizi dan non-gizi yang memiliki
khasiat untuk menjaga/meningkatkan kesehatan (Atherton,1997).
Daun lidah buaya sebagian besar berisi pulp atau daging daun yang
mengandung getang bening dan lekat. Getah yang masih segar mempunyai
khasiat, seperti untuk mengobati luka akibat peperangan, sehingga sejak tahun
2000 SM lidah buaya telah digunakan oleh orang Mesir. Hasil pengamatan
mereka, tanaman asal Kepulauan Canary di sebelah barat Afrika Utara tersebut
mampu menutup setiap lukanya sendiri dengan cepat, jika bagian tubuh (tanaman
itu) terlanda binatang buas atau diterjang kaki unta. Kemampuan menutup luka
tersebut diduga berkaitan erat dengan kandungan getah beningnya (Soeseno,
1993). Lebih lanjut Soeseno (1993) menyatakan bahwa daun lidah buaya
diketahui mengandung aloin (cairan daun) dan getah pulp. Getah pulp (gel)
mengandung polisaksakarida (terutama glukuomanan), asam-asam amino (lisin,
valin, metionin, leusin, isoleusin, fenilalanin), enzim-enzim pemecah protein
(enzim protease). Selain itu masih pula ditemukan asam krisorfan, sejumlah
vitamin (A, B6, B12, C, E, niasinamid, kolin) dan mineral (kalium, kalsium,
natrium, seng, kobalt dan krom).
Vitamin, enzim, dan zat-zat lain pada lidah buaya diproduksi oleh ekstraksi
dingin pada daun yang disebut filet. Tidak hanya daun, gelatin juga digunakan.
Bagian luar kulit memiliki banyak aloin, yang sangat respon terhadap efek
laxative dari lidah buaya. Pengolahan lidah buaya sebaiknya langsung dilakukan
setelah panen untuk mencegah oksidasi. Pengolahan lidah buaya harus dilakukan
dalam keadaan dingin, tidak dipanaskan atau dengan penambahan bahan-bahan
kimia. Pengolahan yang dingin menghasilkan gel yang sama pentingnya dengan
daun lidah buaya yang masih segar (Anon, 1996).
Hasil penelitian Sundahri (1994) menyimpulkan bahwa aplikasi gel lidah
buaya pada stek kumis kucing secara linier cenderung meningkatkan pertumbuhan
akar stek pada konsentrasi gel lidah buaya antara 0% hingga 12%, dengan
perendaman bahan stek selama 10 jam. Hal ini diduga karena getah pulp lidah
buaya mengandung zat pengatur tumbuh alami, terutama auksin yang relatif tinggi
di samping senyawa-senyawa penyembuh luka.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman (plant regulator) adalah senyawa
organik yang bukan hara (nutrient) yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung
(promote), menghambat (inhibit) dan merubah proses fisiologis tanaman. Zat
pengatur tumbuh tersebut mengawali reaksi-reaksi biokimia dan mengubah
komposisi di dalam tanaman. Sebagai akibat pengubahan komposisi kimia
terjadilah pembentukan organ-organ tanaman seperti akar, tunas, daun, bunga dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman dikelompokkan menjadi lima
kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan asam absisik; dimana
masing-masing zat pengatur tumbuh mempunyai cirri khas dan pengaruh yang
berlainan terhadap proses fisiologis (Abidin, 1989).
BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat Penelusuran Data


Penelusuran informasi dalam karya tulis ilmiah ini dilakukan di UPT
Perpustakaan Universitas Jember, Perpustakaan Fakultas Pertanian, Perpustakaan
Budidaya Pertanian, Universitas Jember dan Perpustakaan Pribadi dosen
pembimbing melalui studi pustaka secara langsung, searching melalui internet,
dan konsultasi dengan dosen pembimbing.

3.2 Waktu
Karya tulis ilmiah ini disusun mulai tanggal 1 Maret 2007 sampai 5 Maret
2007.

3.3 Metode Penulisan


Penulisan didukung informasi yang diperoleh dari internet dan telaah
pustaka. Selanjutnya, tulisan ini disusun dari seluruh informasi yang diperoleh,
terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan lidah buaya sebagai zat
perangsang tumbuh (ZPT) pada stek ubi jalar (Ipomoea batatas). Penulisan judul
berdasarkan beberapa pertimbangan manfaat, efisiensi, dan efektivitas yang akan
diperoleh melalui informasi yang akan dikaji. Data dan informasi yang telah
terkumpul dianalisis dan telaah untuk menjawab permasalahan yang ada.
Berdasarkan permasalahan yang ada, selanjutnya dikembangkan secara kronologis
menjadi kerangka pemikiran dalam bentuk tulisan ilmiah. Pada akhir pembahasan,
penulis mencoba untuk memberikan suatu alternatif dalam penggunaan zat
perangsang tumbuh (ZPT) yang ramah terhadap lingkungan. Pada akhirnya, hasil
pembahasan disimpulkan dengan menyertakan saran dengan satu harapan adanya
tindakan lebih lanjut dari penyampaian informasi ini.
BAB 4. PEMBAHASAN

Dewasa ini tanaman lidah buaya menjadi salah satu komoditas pertanian
yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai usaha
agribisnis. Beberapa daerah terutama di Pulau Jawa dan Kalimantan telah
membuktikan keberhasilannya dalam memproduksi lidah buaya.
Pemanfaatan lidah buaya semakin lama semakin berkembang. Seluruh
bagian dari tanaman lidah buaya mengandung unsur-unsur penting yang dapat
dimanfaatkan. Bagian-bagian tanaman lidah buaya yang umum dimanfaatkan
adalah: (a) daun, yang dapat digunakan langsung, baik secara tradisional maupun
dalam bentuk ekstrak, (b) eksudat (getah daun yang keluar bila dipotong, berasa
pahit dan kental), secara tradisional biasanya digunakan langsung untuk
pemeliharaan rambut, penyembuhan luka, dan sebagainya. Proses
pemotongan/pemisahan daging lidah buaya dan kulit bagian luar tertera pada
gambar berikut.

Kulit Lidah Buaya

Pulp Lidah Buaya

Getah Pulp Lidah Buaya

Gambar Pemisahan Daging Lidah Buaya dengan Kulit Luar

Lidah buaya pada awalnya hanya dikenal dalam bidang kesehatan yaitu
sebagai obat luar, dengan berbagai kegunaan lainnya. Manfaat tersebut
diantaranya sebagai penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air
panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab alami, antiperadangan,
antipenuaan, serta tabir surya alami. Potensi sebagai penyembuh luka dapat pula
dimanfaatkan sebagai biopestisida pada stek ubi jalar untuk mengendalikan
serangan penyakit. Hal ini disebabkan getah pulp mengandung enzim pemecah
protein.
Belakangan ini, lidah buaya dibudidayakan secara besar-besaran untuk
tujuan industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Daging daun lidah
buaya dapat diolah menjadi berbagai produk makanan/minuman kesehatan,
berupa sejenis jeli, minuman segar sejenis jus, nata de aloe, dan lain-lain.
Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat berpotensi sebagai
makanan/minuman. Hal tersebut dikarenakan kandungan zat gizi dan non-gizi
yang memiliki khasiat untuk meningkatkan kesehatan.
Yang menjadi titik permasalahan saat ini adalah masalah pengolahan lidah
buaya yang kurang optimal. Selama ini bagian yang dimanfaatkan dari lidah
buaya hanya terfokus pada bagian daging lidah buaya saja, sehingga pemanfaatan
bagian-bagian lain dari lidah buaya belum optimal. Dalam bidang industri
makanan dan minuman limbah daging lidah buaya tidak dimanfaatkan lebih
lanjut. Bagian daging lidah buaaya tersebut dibuang dan menjadi limbah yang
berpotensi menjadi bahan pencemar lingkungan. Salah satu bagian dari lidah
buaya yang dibuang sebagai limbah industri adalah getah pulp daun lidah buaya.
Padahal kandungan unsur-unsur yang terdapat dalam getah pulp lidah buaya
merupakan unsur-unsur penting yang memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi.
Selain itu, daun lidah buaya diketahui mengandung aloin (cairan daun) dan getah
pulp yang mengandung asam krisofan, berfungsi dalam mendorong penyembuhan
sel yang rusak. Asam amino membantu menyusun protein pengganti sel-sel yang
rusak. Kandungan yang lain adalah vitamin dan mineral yang dapat menjadi
pemicu rangkaian proses biokimia yang diperlukan dalam penyembuhan luka.
Selain itu, glukomanan yang terdapat dalam getah pulp lidah buaya dapat
bekerjasama dengan enzim protease memecah bakteri penganggu sehingga dapat
bertindak sebagai biopestisida.
Getah pulp (gel) mengandung polisaksakarida (terutama glukomanan),
asam-asam amino (lisin, valin, metionin, leusin, isoleusin, fenilalanin), enzim-
enzim pemecah protein (enzim protease). Selain itu masih pula ditemukan asam
krisofan, sejumlah vitamin (A, B6, B12, C, E, niasinamid, kolin) dan mineral
(kalium, kalsium, natrium, seng, kobalt dan krom). Sebagian besar senyawa dan
unsur-unsur tersebut merupakan unsur essensial yang diperlukan dalam
pertumbuhan tanaman.
Pemanfaatan getah pulp di bidang pertanian masih jarang sekali dilakukan.
Penelitian tersebut pertama kali dilakukan pada tahun 1994. Hasil penelitian
Sundahri (1994) menyimpulkan bahwa aplikasi gel lidah buaya pada stek kumis
kucing secara linier cenderung meningkatkan pertumbuhan akar stek pada
konsentrasi gel lidah buaya antara 0% hingga 12%, dengan perendaman bahan
stek selama 10 jam. Hal ini diduga karena gel lidah buaya mengandung zat
pengatur tumbuh alami, terutama auksin, yang relatif tinggi di samping senyawa-
senyawa penyembuh luka. Penelitian selanjutnya Tri Hartatik dan Sundahri
(1995) melanjutkan bahwa dalam pengaplikasiaanya getah pulp lidah buaya tidak
diperlukan pengolahan lebih lanjut, karena bentuknya yang cair memudahkan
pemanfaatannya sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT), hanya yang perlu mendapat
perhatian adalah penentuan konsentrasinya. Konsentrasi yang dianjurkan adalah
10% dengan perendaman bahan stek selama 10 jam. Bahan stek sebaiknya
dipotong menjadi satu ruas untuk menghemat pemakaian bahan tanam. Kendala
yang dihadapi pada stek satu ruas yaitu kandungan cadangan zat pengatur tumbuh
yang lebih sedikit dibandingkan dengan stek yang berukuran panjang. Oleh karena
itu diperlukan penambahan cadangan dengan ZPT eksogen. Penambahan ini dapat
dilakukan dengan memanfaatkan getah pulp lidah buaya.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman adalah senyawa bukan hara yang
dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan merubah proses
fisiologis tanaman. Zat pengatur tumbuh tersebut mengawali reaksi-reaksi
biokimia dan mengubah komposisi di dalam tanaman. Sebagai akibat pengubahan
komposisi kimia maka terjadi pembentukan dan pertumbuhan organ-organ
tanaman seperti akar, tunas, daun, bunga.
Ubi jalar memiliki kemungkinan sangat besar bila dikembangkan sebagai
sumber pangan alternatif jika dibandingkan dengan ubi kayu atau singkong.
Pertama, ubi jalar dapat ditanamkan pada lahan kering seperti halnya ubi kayu.
Kedua, ubi jalar dapat ditanamkan pada lahan sawah seperti umumnya yang
banyak dilakukan oleh para petani. Ketiga, kalau di dalam ubi kayu terdapat
senyawa cyanida yang bersifat racun atau dikenal dengan istilah weureu sampeu
(keracunan singkong) pada manusia dan hewan ternak seperti domba, kambing,
sapi, dan sebagainya, sedangkan pada ubi jalar tidak mengandung senyawa
tersebut. Keempat, daun ubi jalar mengandung vitamin C paling tinggi di antara
daun-daunan lainnya, sehingga layak untuk dijadikan bahan makanan, seperti
umumnya dilakukan oleh masyarakat tani di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Vitamin C pada daun ubi jalar sekitar 45-62 mg, sedang pada daun/pucuk
singkong hanya sekitar 23 mg saja.
Salah satu cara yang paling efektif dan efisien untuk perbanyakan ubi jalar
adalah dengan pembiakan vegetatif yaitu stek. Dalam pembiakan vegetatif dengan
stek, auksin berperan mendorong pembesaran sel, penghambatan mata tunas
samping, absisi (pengguguran daun), pembelahan sel-sel di daerah kambium dan
pertumbuhan akar (Sukmadjaja, 2003).
Pertumbuhan akar stek pada ubi jalar dirangsang oleh ZPT endogen (dari
dalam) yang berasal dari tunas, yaitu auksin dan dapat lebih dirangsang dengan
pemberian ZPT eksogen (dari luar) yaitu dengan pemberian getah pulp lidah
buaya yang berfungsi sebagai ZPT. Zat pengatur tumbuh dapat merangsang
pertumbuhan akar stek pada kadar tertentu, karena pada kadar yang tinggi dapat
menghambat pertumbuhan akar dan tunas, sedang pada kadar yang terlalu rendah
kurang berdayaguna (efektif) (Kusumo, 1990).
Zat pengatur tumbuh yang banyak terkandung dalam getah pulp lidah buaya
adalah auksin. Auksin dapat merangsang dan mempercepat pembentukan akar,
serta meningkatkan jumlah dan kualitas akar pada ubi jalar. Auksin berpengaruh
sangat nyata terhadap pembentukan akar stek ubi jalar. Auksin berfungsi dalam
differensiasi sel daun dan batang maupun sel akar di dasar stek ubi jalar. Auksin
dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air,
menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis
protein, dan dapat meningkatkan plastisitas dan pengembangan dinding sel
(Thimann, 1969).
Asam krisofan yang terkandung dalam getah pulp lidah buaya berfungsi
mendorong penyembuhan sel-sel yang rusak akibat sayatan/luka pada stek. Asam
amino membantu menyusun protein pengganti sel-sel yang rusak akibat sayatan
stek ubi jalar. Vitamin dan mineral menjadi pemicu pendorong rangkaian proses
biokimia yang diperlukan dalam penyembuhan luka dan pembentukan sel-sel
baru. Glukomanan bekerjasama dengan enzim pemecah protein (enzim protease)
memecah patogen yang menyerang luka, sehingga stek ubi jalar lebih aman dari
gangguan penyakit. Pengaruh sinergetik zat-zat tersebut menyebabkan getah pulp
lidah buaya mampu bertindak sebagai pendorong koagulasi yang kuat, pendorong
perbaikan sel-sel yang rusak akibat luka sayatan, yang dapat merangsang
tumbuhnya siatem perakaran pada stek umbi jalar.
Tingkat kedewasaan pulp juga mempengaruhi hasil stekan ubi jalar.
Pengaruh tingkat kedewasaan pulp lidah buaya erat hubungannya dengan
kepekatan gel, sedang kepekatan gel erat kaitannya dengan zat-zat yang
terkandung di dalam pulp daun lidah buaya. Pulp daun bagian bawah memberikan
hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan pulp daun bagian
pucuk. Hal ini dikarenakan semakin dewasa daun lidah buaya, kepekatan gelnya
akan semakin tinggi. Penggunaan gel dari pulp daun bagian pucuk memberikan
hasil yang rendah karena pulp daun yang muda kepekatan gelnya masih rendah,
sehingga zat-zat yang terkandung dalam gel tidak berada pada kondisi yang
optimal.
Mengingat cara dalam mengaplikasikan penggunaan getah pulp lidah buaya
sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) sangat mudah dan tidak diperlukan
pengolahan lebih lanjut, dikarenakan bentuknya yang cair, maka cara ini dapat
digunakan sebagai inovasi baru dalam mengurangi pengunaan ZPT dan pestisida
sintetis menjadi penggunaan ZPT alami yang lebih aman, ramah lingkungan dan
tentunya dapat dijangkau oleh masyarakat karena sangat mudah untuk
memperolehnya.
Pada akhirnya penggunaan getah pulp lidah buaya pada stek ubi jalar dapat
memecahkan dua persoalan utama dalam penyetekan yaitu :
a) Gel lidah buaya dapat menjadi alternatif dalam mendorong pertumbuhan stek
karena dapat berfungsi sebagai bioregulator pertumbuhan stek. Hal ini
disebabkan karena gel tersebut mengandung auksin, vitamin, protein/asam
amino dan nutrisi yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan
perkembangan stek ubi jalar.
b) Gel lidah buaya dapat berfungsi sebagai biopestisida pada stek ubi jalar karena
didalam gel tersebut mengandung enzim protease yang dapat memecah protein
jasad pengganggu sehingga prosentase kematian stek dapat ditekan.
Seluruh upaya diatas diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi pengembangan ubi jalar di tanah air sehingga pada akhirnya diharapkan
pula ubi jalar memberi kontribusi signifikan terhadap pemenuhan gizi masyarakat
untuk mendukung ketahanan pangan nasional
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan rumusan masalah yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan:
a) Limbah industri makanan dan minuman yang berupa getah (gel) pulp lidah
buaya dapat dimanfaatkan sebagai bioregulator pada stek ubi jalar karena
mengandung zat pengatur tumbuh alami auksin.
b) Pulp lidah buaya mengandung polisaksakarida (terutama glukuomanan),
asam-asam amino (lisin, valin, metionin, leusin, isoleusin, fenilalanin),
enzim-enzim pemecah protein (enzim protease) yang dapat dimanfaatkan
sebagai biopestisida. Selain itu masih pula ditemukan asam krisorfan,
sejumlah vitamin (A, B6, B12, C, E, niasinamid, kolin) , mineral (kalium,
kalsium, natrium, seng, kobalt dan krom) dan sumber nutrisi sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman.
c) Penggunaan gel lidah buaya berpotensi untuk merangsang dan
mempercepat pembentukan akar, serta meningkatkan kuantitas dan
kualitas akar pada ubi jalar.
d) Daun lidah buaya yang sudah dewasa/tua mempunyai perbedaan kadar
nutrisi dengan daun lidah buaya yang masih muda. Daun lidah buaya yang
sudah dewasa mempunyai kepekatan gel lebih tinggi dibanding daun lidah
buaya yang masih muda. Kepekatan gel yang tinggi menandakan
kandungan nutrisi yang lebih besar.
e) Ubi jalar memiliki kemungkinan sangat besar bila dikembangkan sebagai
sumber pangan alternatif karena kandungan gizi ubi jalar cukup banyak,
meliputi vitamin A, C, karbohidrat, betakaroten, dan oligosakarida. Selain
itu ubi jalar aman untuk dikonsumsi dan ubi jalar dapat ditanam pada
lahan kering.
5.2 Saran
Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman serbaguna, seluruh bagian
tanaman terutama bagian daun sangat banyak kegunaannya.. Pemanfaatan lidah
buaya hendaknya dilakukan secara optimal, baik dari pemanfaatan daging maupun
limbah lidah buaya yang berupa getah pulp yang dapat untuk digunakan sebagai
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Untuk menghindari oksidasi, setelah dipanen, daun
lidah buaya harus segera diolah, tidak melalui pengawetan dengan pemanasan
atau bahan kimia
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1989. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa. Bandung.

Adiratma, E.R. 2004. Stop Tanaman Padi?. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anon. 1996. Cold Extaction Process For Aloe Vera.


http://www.aloevera11.com/aloe_vera_sitemap.htm. Diakses tanggal 2
Maret 2007.

Asnawi. 1989. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan Stek Panili.


Pemberitaan Penellitian Tanaman Industri vol. XV.

Atherton. 1997. Aloe Vera, Myth Or Medicine?.


http://www.medicinemegazine.com/aloe_atherton.htm. Diakses tanggal 2
Maret 2007

Dandy. 1990. Penghargaan FAO: Saat Mencapai Swasembada Pangan. (online).


http://www.soehartocenter.com/opini/review/data/swasembada.shtml.
Diakses tanggal 3 Maret 2007.

Efendi, S. 2002. teknik perbanyakan bibit ubi jalar secara mudah dan murah.
http:// www.pustaka.deptan.go.idpublicationbt072028.pdf. Diakses tanggal 4
Maret 2007

Koesriningrum, R. 1973. Pembiakan Vegetatif, Departemen Agronomi Fakultas


Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kusumo, R. (1990). Zat Pengatur Tumbuh-Tumbuhan. Yasaguna. Bogor.

Robby. 2003. Buta Dapat Dicegah Dengan Ubi Jalar.


http://posmetrobalikpapan.com/ubi_jalar_index.asp.htm. Diakses tanggal 3
Maret 2007.

Santoso, J. B. 2005. Percayalah Pada Lidah Buaya.


http://www.merapi.com/lidah_buaya_article.php.htm. Diakses tanggal 2
Maret 2007

Sasmita, K. R. dan S. S. Harjadi. (1973). Pembiakan Vegetatif. Department


Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soeseno, S. 1993. Lidah Buaya Penyembuh Luka di Amerika. Trubus Volume


XXIV (228).
Sukmadjaja, D. 2003. Stek Tanaman Pertanian.
http://www.indobiogen.or.id/terbitan/pdf/Buku_%20Jati.pdf. Diakses
tanggal 2 Maret 2007

Suprijadji, G. 1985. Pengaruh Berbagai Macam Hormon Tumbuhan Terhadap


Perakaran Stek Coffea arabica. Menara perkebunan volume LIII.

Suriawiria, U. 2002. Ubi Jalar. http://www.kompas.com/ubij_index.asp.htm.


Diakses tanggal 3 Maret 2007.

Sundahri. 1994. Efektifitas Gel Lidah Buaya Terhadap Perakaran Stek Kumis
Kucing. Laporan Penelitian Fakulatas Pertanian Universitas Jember. Jember.

Thimann, K.V. (tth). The Auxins In Wilkins, M.B. (Ed. 1969). The Physiology of
Plant Growth and Development. Tata Mc. Graw-Hill, Londom.

Wargiono, J. 1987. Agronomic practiecs in major cassava growing areas of


Indonesia. Proc. Regional Workshop, Thailand. p. 186-205
.
Wattimena, G.A. 1998. Mari Menanam Panili. C.V. Simplex. Lembaga
Sumberdaya Informasi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wudianto, R. 1991. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya.


Jakarta.

_____________. 1999. Membuat Nasi Instan Ubi Jalar. www.pustaka-


deptan.go.idagritechppua0113.pdf. Diakses tanggal 4 Maret 2007

_____________. 1993. Lidah Buaya Memperbaiki Kinerja Tubuh. Intisari


September 1993

You might also like