You are on page 1of 14

PERBANDINGAN PEMIKIRAN IBNU KHALDUN DAN OSWALD SPENGLER

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Filsafat Sejarah Dosen Pengampu : Dr. Sri Margana

Disusun Oleh : DIAN USWATINA NIM. 1320512108

KONSENTRASI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM PROGRAM STUDI AGAMA DAN FILSAFAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

BAB I PENDAHULUAN Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh tentang hakikat kebenaran sesuatu terjadi, filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Sedangkan filsafat itu sendiri secara etimologis ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah yang artinya al-hikmah. Akan tetapi, kata tersebut pada awalnya berasal dari bahasa Yunani. Philos artinya cinta, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan. Oleh karena itu filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-hikmah. Sedangkan secara terminologis, filsafat adalah proses pencarian kebenaran melalui alur berfikir yng sistematis, artinya perbincangan mengenai segala sesuatu dilakukan secara teratur dan tahapan-tahapannya mudah untuk diikuti.1
Sejarah dalam pengertian sebagai filsafat sejarah mengandung dua spesialisasi. Pertama, sejarah yang berusaha untuk memastikan suatu tujuan umum yang mengurus dan menguasai semua kejadian dan seluruh jalannya sejarah. Usaha ini sudah dijalankan berabad-abad lamanya. Kedua, sejarah yang bertujuan untuk menguji serta menghargai metode ilmu sejarah dan kepastian dari kesimpulan-kesimpulannya. Dalam kajian-kajian modern, filsafat sejarah menjadi suatu tema yang mengandung dua segi yang berbeda dari kajian tentang sejarah. Segi yang pertama berkenaan dengan kajian metodologi penelitian ilmu ini dari tujuan filosofis. Dari segi yang lain, filsafat sejarah berupaya menemukan komposisi setiap ilmu pengetahuan dan pengalaman umum manusia. Pada kesempatan kali ini penulis akan memaparkan tentang perbandingan pemikiran filsafat sejarah Ibnu Khaldun dan Oswald Spengler. Yang mana dalam tulisan ini digambarkan pola pikir antara filosof Barat dan dan filosof Arab.

1 Drs. Atang Abdul Hakim, Drs. Beni Ahmad S, Filsafat Umum, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 14

BAB II PEMBAHASAN

A. IBNU KHALDUN 1. Biografi Ibnu Khaldun Ibn Khaldun merupakan pemikir dari dunia Arab, di saat dunia Arab mengalami kemandegan. Ibn Khaldun yang bernama lengkap Abu Zaid Abd-Ar-Rahman Ibn Khaldun, seorang sajarawan besar Islam pada abad pertengahan. Ibn Khaldun dilahirkan pada 27 Mei 1332 (1 Ramadhan 732 H) di Tunis.2 Keluarga Ibn Khaldun berasal dari Hadramaut dan masih memiliki keturunan dengan Wail Bin hajar, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Ibn Khaldun yang terlahir dari keluarga Arab-Spanyol sejak kecil sudah dekat dengan kehidupan intelektual dan politik. Namanya dikenal oleh orang-orang Timur dan Barat. Dia merupakan salah satu pembesar di abad kedelapan. Sebelumnya, keluarganya tidak tinggal di Tunis, namun di Isbelia, kemudian kakek buyutnya mulai pindah ke Tunis pada abad ke-7 H. Ibnu Khaldun tumbuh di Tunis dan belajar tentang ilmu pengetahuan di zamannya, kemudian meninggalkan Tunis untuk menghindari wabah dan melakukan perjalanan ke Hawarar dan tinggal di rumah temannya, Ibnu Abdun. Sedangkan Ibnu Abdun sendiri sangat menghargai Ibnu Khaldun, bahkan ia sempat menolong Ibnu Khaldun saat ia melakukan perjalanan ke Barat dan ia berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, sedangkan usianya belum tua, sebagaimana Ibnu Battutah.3

2 Fuad Baali dan Ali Wardi. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam . (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), hlm. 9. 3 Muhammad Adurrahman Ibnu Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, (Darul Fikr Lithabaah wa Nasr), hlm. 732-808, 1332-1406

Ibn Khaldun wafat pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406M), tak lama stelah ditunjuk keenam kalinya sebagai hakim. Dia dikebumikan di kawasan pemakaman orang sufi di Kairo. 2. Pemikiran Ibnu Khaldun Kitab Muqaddimah merupakan pendahuluan sebuah kitab atau karya yang lebih besar berjudul Kitab al-Ibar wa Diwan al-Mubtada wa al-khabar fi Ayyam al-Arab wa Al-Ajam wa al-Barbar wa Man Asharahum min Dzawi al-Sulthan al-Akbar. Dari karya al-Muqaddimah inilah Ibnu Khaldun merumuskan hukum sejarah. Dalam pandangannya sejarah tidak lebih dari sekedar menguraikan tentang peristiwa-peristiwa, nama-nama penguasa atau silsilah keturunan dan angka-angka tahun. Menurut Ibn Khaldun pengetahuan itu tidak mewakili wawasan disiplin ilmu sejarah. Pemikiran Filsafat sejarah Ibnu Khaldun dalam alMuqaddimah secara luas dibahas dalam bab dua kitab al Ibar. Hampir semua kerangka konsep pemikiran Ibnu Khaldun tertuang dalam al-muqadddimah. Di al-muqaddimah tersebut, Khaldun

menerangkan bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat manusia atau peradaban dunia, tentang perubahan-perubahan yang terjadi, perihal watak manusia, seperti keliaran, keramah-tamahan, solidaritas golongan, tentang revolusi, dan pemberontakan-pemberontakan suatu kelompok kepada kepada kelompok lain yang berakibat pada munculnya kerajaankerajaan dan negara-negara dengan tingkat yang bermacam-macam, tentang pelbagai kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun kegiatan mereka dalam ilmu pengetahuan dan industri, serta segala perubahan yang terjadi di masyarakat. Konsep gerak sejarah Ibn Khaldun mengikuti pada tiga aliran Filsafat sejarah. Pertama, aliran sejarah sosial. Aliran ini berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial dapat ditafsirkan, dan teori-teorinya dapat dihuraikan dari fakta-fakta sejarah. Kedua, aliran ekonomi. Aliran ini menafsirkan sejarah secara materialis dan menguraikan fenomena-

fenomena sosial secara ekonomis. Setiap perubahan dalam masyarakat dan fenomena-fenomenanya merujuk pada faktor ekonomi. Karl Marx adalah tokoh yang mengembangkan aliran Filsafat sejarah ini. Ketiga, aliran geografis. Aliran ini memandang manusia sebagai putra alam lingkungan, dan kondisi-kondisi alam di sekitarnya. Oleh karena itu dalam penyejarahannya, seseorang, masyarakat dan tradisi-tradisinya dibentuk oleh lingkungan dan alam dimana ia berada. Alam dan lingkungan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat, walaupun manusia sendiri juga bisa mempengaruhi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Ibn Khaldun fenomena-fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan. Demikian juga dengan gerak sejarah, ia mengalami perkembangan, yaitu mempunyai corak dialektis. Berkaitan dengan hukum determinisme sejarah, Ibn Khaldun menguraikannya dalam tiga hukum. Pertama, Hukum Sebab-Akibat (Legal Causality) yaitu hukum determinisme yang berkaitan dengan ilmuilmu kealaman pada asal mulanya. Khaldun menerapkan dan menjadikan hukum ini sebagai salah satu diantara dua prinsip Filsafatnya. Ia meyakini adanya hubungan sebab-akibat antara realitas dengan fenomena. Ia berasumsi bahwa semua realitas di alam ini dapat dicari hukum kausalitasnya. Kecuali mukjizat para nabi dan karomah para Wali. Kedua, Hukum Peniruan (Legal Copying). Menurut Khaldun peniruan itu sendiri merupakan satu hukum yang umum. Peniruan bisa menyebabkan kesamaan sosial. Ia menguraikan bahwa kelompok yang kalah selalu meniru kelompok yang menang dalam pakaian, tanda-tanda kebesaran, aqidah dan adat. Ketiga, Hukum Perbedaan (Legal Differences). Hukum ini juga diasumsikan sebagai salah satu hukum determinisme sejarah. Masyarakat menurut Ibn Khaldun tidaklah sama secara mutlak, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang harus diketahui oleh sejarawan. Lebih jauh Ibn Khaldun menghubungkan bahwa perbedaan-perbedaan semakin membesar karena faktor geografis, fisik, ekonomi, politik, adat istiadat, tradisi dan agama.

Selain itu menurut Ibn Khaldun, sumber (rujukan) memainkan peranan menjadikan sebuah karya itu berwenang atau sebaliknya. Sumber bisa dibagi dua jenis yaitu sumber pertama yang disebut sebagai sumber primer dan sumber kedua yang disebut sebagai sumber sekunder. Sumber pertama adalah sumber yang berada dalam keadaan asli atau sebelum ditafsirkan. Sedangkan sumber kedua ialah merupakan hasil ataupun karya yang ditulis seseorang terhadap sesuatu peristiwa atau perkara yang didasarkan kepada sumber pertama. Ibn Khaldun telah menggunakan pendekatan atau kaidah ilmu hadith dalam menilainya terhadap sumber yang mengandung informasi berkaitan dengan syariat Islam. Kaidah ilmu hadith yang dimaksudkan disini dengan jalan mengkaji dari sudut periwayatan dari seorang individu kepada individu yang lain hingga sampai ke Nabi Muhammad SAW.4 Khaldun bahkan memerinci bahwa ekonomi, alam, dan agama merupakan faktor yang memengaruhi perkembangan sejarah. Meski punya pengaruh, faktor ekonomi, alam dan agama bagi Khaldun bukan satusatunya faktor yang menentukan gerak sejarah. Ilmu lain inilah yang diistilahkan Ibn Khaldun sebagai kultur. Ilmu kultur bertugas mencari pengertian tentang sebab-sebab yang mendorong manusia bertindak, disamping melacak pemahaman tentang akibat-akibat dari tindakan itu, yaitu seperti tercermin dalam peristiwaperistiwa sejarah. Tujuan terakhir yang hendak diraih dengan bantuan ilmu kultur dalam peristiwa sejarah adalah ialah aktualisasi kebahagiaan dan kebaikan bersama melalui tindakan dan kebijkan politik. Teori siklus gerak sejarah sebagaimana yang dia pikirkan didasarkan pada adanya kesamaan sebagian masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Teori ini sebenarnya merupakan tafsir atas pemikiran Khladun, Khladun sendiri sebenarnya tidak menyampaikannya
4 http://homaniora.wordpress.com.tokoh-tokoh-filosof-sejarah/

secara eksplisit. Satu hal yang disampaikan Khaldun secara eksplisit adalah pemikirannya tentang sejarah kritis. Hal ini sejalan dengan pengertian Sejarah Universal (atau dunia) yang menginginkan pemahaman atas keseluruhan pengalaman kehidupan masa lampau manusia secara total untuk melihatnya pesan-pesan perbedaan pada pesan yang berguna bagi masa depan. Dua masalah yang mendominasi penulisan sejarah universal, pertama ketersediaan kuantitas bahan dan keberagaman bahasa di mana di dalamnya tertulis mengimplikasikan bahwa sejarah universal mengambil bentuk kerja kolektif atau menjadi sejarah tangan kedua. Kedua, prinsip dari seleksi yang dihubungkan dengan pemilihan studi untuk membentuk taksonomi sejarah yang sesuai. Unit-unit tersebut secara geografis (misal benua), periode, tahap perkembangan atau struktur, peristiwa penting, saling berhubungan (misalnya komunikasi, perjuangan bagi kekuatan dunia, atau perkembangan sistem ekonomi dunia), peradaban atau kebudayaan, kekaisaran dan negara bangsa, atau komunitas terpilih. Sejarah universal telah ditulis terutama oleh sejarawan Barat atau sejarawan dari Asia Barat termasuk Ibnu Khaldun. 5

B. OSWALD SPENGLER 1. Biografi Oswald Spengler Oswald Spengler Gottfried Arnold Manuel lahir pada tanggal 29 mei 1880 di Blakenburg (sekarang Brunswick, Kekaisaran Jerman) di kaki pegunungan Harz. Ia merupakan putra sulung dari empat bersaudara sekaligus putra tunggal dalam keluarga. Ia memiliki kesehatan yang tidak sempurna dengan menderita migrain (sakit kepala) sepanjang hidupnya dan menderita kecemasan yang kompleks. Ayahnya seorang teknisi pembangunan di salah satu kantor pos birokrat Jerman.

5 Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Masyarakat. Kontribusi Pemikiran Ibn Khaldun. Yogyakarta: LSIPM. hlm. 19.

Di usianya yang ke-10, ia beserta keluarga pindah ke kota Halle. Spengler menerima pendidikan klasik di lokal Gymnasium (sekolah menengah berorientasi akademis) dengan mempelajari bahasa Yunani dan Latin, matematika, dan ilmu alam. Selain itu, ia juga mengembangkan afinitas seninya, terutama puisi, drama dan musik. Setelah kematian ayahnya pada 1901, Spengler mengikuti studi di beberapa perguruan tinggi (Munich, Berlin, dan Halle) dengan mengambil berbagai mata pelajaran, seperti sejarah, filsafat, matematika, ilmu alam, sastra, klasik, musik dan seni. Pendidikan universitasnya sebagian besar dibiayai oleh warisan almarhum bibinya. Pada tahun 1903, ia gagal lulus dalam ujian pertama tesis dokternya. Barulah setahun kemudian ia lulus ujian keduanya dan menerima gelar Ph. D. Ia menjabat sebagai guru di Saarbrucken dan kemudian di Dusseldorf. Pada tahun 1908-1911, ia bekerja di sekolah tinggi praktis (realgymnasium) di Hamburg dengan mengajarkan ilmu pengetahuan, sejarah jerman dan matematika. Setelah kematian ibunya, ia pindah ke Munich. Ia hidup sederhana dengan sedikit warisan yang tersisa. Ia juga bekerja sebagai tutor atau menulis untuk majalah atau surat kabar demi mendapatkan penghasilan tambahan.6

2. Pemikiran Oswald Spengler Oswald Spengler menulis sebuah buku pengamatan politik, sebagai eksposisi dan penjelasan tentang tren pada saat itu di Eropa mengenai perlombaan senjata. Namun pada akhir 1911, ia melihat kemajuan Eropa yang dapat dikatakan telah mencapai puncak, dan hal tersebut menjurus pada kematian atau akhir budaya Eropa di dunia dan dalam sejarah. Meletusnya Perang Dunia I pada 1914-1918 membenarkan keabsahan tesis dalam pikirannya yang sudah dikembangkan. Hal ini membuat pekerjaan yang direncanakannya terus meningkat dalam ruang lingkup
6 http://homaniora.wordpress.com.tokoh-tokoh-filosof-sejarah/

yang melampui batas aslinya. Dan menghasilkan karya Der Untergang des Abendlandes atau dalam bahasa Inggris berarti Decline of the West atau Keruntuhan Dunia Barat. Kitab karangannya ini, mampu

mempengaruhi banyak orang dan cendikiawan Eropa-Amerika. Spengler seperti ahli nujum yaitu meramalkan keruntuhan Eropa.7 Buku ini selesai pada 1914 tetapi pada saat itu terjadi Perang Dunia I dan diterbitklan pada 1918. Ia mengajukan teori siklus dari naik-turunnya peradaban. Dalam karyanya, Spengler meyakini adanya kesamaan dasar dalam sejarah kebudayaan besar dunia, sehingga memungkinkan ia dapat memprediksi secara umum tentang jalannya sejarah masa depan (the course of future history). Predeksi Spengler terutama menyatakan bahwa kebudayaan Barat telah menemui ajalnya (doom), setelah ia melihat awal dan berakhirnya kebudayaan Barat (the beginning of the end). Ia percaya bahwa setiap kebudayaan berlangsung melalui sebuah siklus mirip dengan siklus kehidupan organisme. Kebudayaan dilahirkan, tumbuh kuat (grow strong), melemah (weaken), dan akhirnya mati (die).8 Dalam karya Oswald Spengler yang berjudul Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Hukum itu tampak pada siklus:

7 Rustam E. Tamburaka. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1999), hlm. 63 8 Djoko Suryo. Transformasi Masyarakat Indonesia Dalam Historiografi Indonesia Modern. 2009. Hlm 18

No 1 2 3 4

Alam Musim semi Musim panas Musim rontok Musim dingin

Manusia Masa pemuda Masa dewasa Masa puncak Masa tua

Tumbuhan Masa pertumbuhan Masa berkembang Masa berbuah Masa rontok

Hari Pagi Siang Sore Malam

Kebudayaan Pertumbuhan Perkambangan Kejayaan Keruntuhan

Tiap-tiap masa pasti datang menurut waktunya, itulah keharusn alam yang mesti terjadi. Seperti halnya historical materialism, paham Spengler tentang kebudayaan pasti runtuh apabila sudah melewati puncak kebesarannya. Oleh sebab itu keruntuhan suatu kebudayaan dapat diramalkan terlebih dahulu menurut perhitungan. Suatu kebudayaan mendekati keruntuhan apabila kultur sudah menjadi Civilization (kebudayaan yang sudah tidak dapat tumbuh lagi). Apabila kultur sudah kehilangan jiwanya, maka daya cipta dan gerak sejarah akan membeku. Gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali melahirkan, membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan kebudayaan. Spengler menyelidiki kebudayaan Barat dan setelah membandingkan kebudayaan Barat dengan sejarah kebudayaan-kebudayaan yang sudah tenggelam, ia berkesimpilan: Kebudayaan Barat sampai pada masa tua (musim dingin), yaitu civilization Sesudah civilization itu kebudayaan Barat pasti akan runtuh Manusia Barat harus dengan bersikap berani menghadapi keruntuhan itu Mempelajari sejarah tujuannya ialah untuk mengetahui suatu kebudayaan didiagnose seperti seorang dokter menentukan penyakit si penderita. Nasib kebudayaan dapat diramalkan, sehingga untuk seterusnya kebudayaan itu dapat menentukan sikap hidupnya.9 Spengler membedakan dua pengertian yakni kultur dan zivilisation. Istilah pertama adalah kebudayaan yang masih hidup, sedangkan yang
9 http://bulan-sabit.blogspot.com/2011/03/teori-gerak-sejarah-oswald-spengler

kedua adalah peradaban, atau kebudayaan yang telah mati. Dalam Decline of the West terangkum filsafat Spengler yang terangkum dalam tiga konsep yaitu relativisme, pesimisme dan determinisme. Pesimisme berati perkembangan masyarakat ditentukan oleh fatum, bukan manusia sehingga manusia hidup dalam sikap pesimis. Tidak mampu merubah keadaan. Selanjutnya, determinisme berarti manusia tidak bisa menentukan jalannya sejarah. Perjalanan sejarah ditentukan oleh faktor dari luar diri manusia. Dan yang terakhir adalah relativisme. pandangan ini berarti merupakan konsekuensi bahwa sejarah tidak memiliki patokan yang jelas dan masing-masing kebudayaan memiliki isinya sendiri-sendiri. Dengan demikian suatu kebudayaan tidak pernah bisa dimengerti oleh kebudayaan lain.10 Bagi Spengler kehidupan manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut. Dia mencontohkan bentuk-bentuk kehidupan organisme yang mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua dan kematian. Perkembangan pada masyarakat merupakan siklus yang terus akan berulang dan tidak berarti kumulatif. Dengan teori yang dipaparkannya ini, Spengler ingin mengatakan bahwa proses kehidupan sosial dalam masyarakat akan terus mengalami pengulangan. Kalau suatu dinasti mengalami kejayaan, kesempurnaan bentuk suatu tatanan kehidupan sosial, maka suatu waktu dinasti ini akan hancur, digantikan dengan dinasti lain dan begitu seterusnya.11

10 http://goosejarah.blogspot.com/perbandingan-jg-herder-dengan-oswald. 11 http://www.waspada.co.id/:indonesia-dalam-perubahan-sosial

BAB III PENUTUP

Di dalam al-muqaddimah Ibnu Khaldun menerangkan bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat manusia atau peradaban dunia, tentang perubahan-perubahan yang terjadi, perihal watak manusia, seperti keliaran, keramah-tamahan, solidaritas golongan, tentang revolusi, dan pemberontakanpemberontakan suatu kelompok kepada kepada kelompok lain yang berakibat pada munculnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan tingkat yang bermacam-macam, serta segala perubahan yang terjadi di masyarakat. Konsep gerak sejarah Ibn Khaldun mengikuti pada tiga aliran Filsafat sejarah. Pertama, aliran sejarah sosial. Kedua, aliran ekonomi. Ketiga, aliran geografis. Menurut Ibn Khaldun fenomena-fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan. Demikian juga dengan gerak sejarah, ia mengalami

perkembangan, yaitu mempunyai corak dialektis. Sedangkan menurut Oswald Spengler gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali melahirkan, membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan kebudayaan. Spengler menyelidiki kebudayaan Barat dan setelah membandingkan kebudayaan Barat dengan sejarah kebudayaan-kebudayaan yang sudah tenggelam, ia berkesimpilan: Kebudayaan Barat sampai pada masa tua (musim dingin), yaitu civilization Sesudah civilization itu kebudayaan Barat pasti akan runtuh Manusia Barat harus dengan bersikap berani menghadapi keruntuhan itu Bagi Spengler kehidupan manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut. Dengan teori yang dipaparkannya ini, Spengler ingin mengatakan bahwa proses kehidupan sosial dalam masyarakat akan terus mengalami pengulangan. Kalau suatu dinasti mengalami kejayaan, kesempurnaan bentuk suatu tatanan kehidupan sosial, maka suatu waktu dinasti ini akan hancur, digantikan dengan dinasti lain dan begitu seterusnya.

SUMBER BACAAN

Drs. Atang Abdul Hakim, Drs. Beni Ahmad S, 2008. Filsafat Umum. Bandung : Pustaka Setia. Djoko Suryo. 2009. Transformasi Masyarakat Indonesia Dalam Historiografi Indonesia Modern. Fuad Baali dan Ali Wardi. 1989. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. Muhammad Adurrahman Ibnu Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, Darul Fikr Lithabaah wa Nasr. Rustam E. Tamburaka. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek . Jakarta: PT. Rineka Cipta. Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Masyarakat. Kontribusi Pemikiran Ibn Khaldun. Yogyakarta: LSIPM. http://bulan-sabit.blogspot.com/2011/03/teori-gerak-sejarah-oswald-spengler http://goosejarah.blogspot.com/perbandingan-jg-herder-dengan-oswald. http://www.waspada.co.id/:indonesia-dalam-perubahan-sosial http://homaniora.wordpress.com.tokoh-tokoh-filosof-sejarah

SURAT PERNYATAAN BEBAS DARI PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama NIM Program Program Studi Konsentrasi Judul Makalah : DIAN USWATINA : 1320512108 : MAGISTER : AGAMA DAN FILSAFAT : SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM : PERBANDINGAN PEMIKIRAN IBNU KHALDUN DAN OSWALD SPENGLER

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah ini secara keseluruhan adalah murni karya saya sendiri dan bukan plagiasi sebagian atau keseluruhan dari karya orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sebagai sumber pustaka sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa makalah saya ini merupakan plagiasi karya orang lain, saya sanggup menerima sanksi akademik dari dosen yang bersangkutan. Demikian atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Yokyakarta, 8 Januari 2014 Yang menyatakan,

DIAN USWATINA

You might also like