You are on page 1of 14

Pengintergrasian Life Skill dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

di Sekolah Menengah Pertama

Oleh: Obing Hobir, S.Pd

Pengantar

Kebijakan Pemerintah menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi didasarkan


pada PP Nomor 25 tahun 2000 tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah. Pada
PP ini. Dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan bahwa kewenangan pusat
adalah dalam penetapan standar kompetensi peserta didik dan warga belajar serta
pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman
pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok (Kurikulum, 2004:1).

Selain kebijakan berdasarkan PP No. 25 tahun 2000, penggunaan Kurikulum


Berbasis Kompetensi ini berangkat dari kenyataan yang ada bahwa ternyata
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sangat mengharukan karena Indonesia berada
di urutan ke tiga belas setelah Vietman (Mendikbud, 2002). Untuk itu bangsa Indonesia
harus mampu membangun diri untuk dapat bersaing dalam banyak hal, karenanya
peninggatan mutu sumberdaya manusia harus menjadi prioritas utama.

Untuk mencetak sumberdaya manusia yang bermutu , guru merupakan ujung


tombak pelaksanaan pendidikan yang cukup berperan menentukan kualitas lulusan.
Namun guru juga menghadapi dilemma pemasalahan baik dari sudut kualitas maupun
kesejahteraan. Karena itu implementasi kurikulum harus dapat menjembatani itu semua
dalam rangka menggapai kemajuan yang berbudaya tanpa ada yang dikorbankan.

Implementasi penerapam pendidikan berbasis kompetensi adalah perlunya


pengembangan silabus dan system penilaian yang menjadikan peserta didik mampu
mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang
ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill atau kecakapan hidup pada peserta didik.
Kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani
menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan,
kemudian proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu
mengatasinya.

Pada pembelajaran bahasa Inggris, life skill tidak dikemas dalam bentuk pokok
bahasan tersendiri, ataupun disisipkan dalam materi tertentu yang membutuhkan waktu
tambahan dan juga tidak memerlukan jenis buku baru dan juga tidak memerlukan
tambahan guru baru. Pembelajaran kecakapan hidup memerlukan reorientasi pendidikan
dari subject-matter oriented menjadi life- skill oriented.

Konsepsi Dasar Kecakapan Hidup (Life Skill)

Bertolak dari kenyataan yang ada di Negara kita, bahwa pendidikan yang
diperoleh oleh peserta didik tidak seperti apa yang diinginkan, ini terlihat dari
pelaksanaan dan hasil ujian mereka di sekolah. Sadar ataupun tidak kita sebagai pengajar
merasa panik dengan pelaksanaan Ujian . Untuk itu kiranya diperlukan konsolidasi agar
pendidikan dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill).

Untuk dapat mewujudkannya, perlu diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas


(broad based education) yang tidak hanya hanya berorientasi pada bidang akademik saja
atau vokasional semata, tetapi juga memberikan bekal learning how to learn sekaligus
learning to unlearn, tidak hanya belajar teori tetapi juga mempraktekkannya untuk
mencoba memecahkan problem kehidupan sehari-hari.

Setelah membaca uraian singkat di atas mungkin muncul pertanyaan, apakah yang
dimaksud dengan life skill (kecakapan hidup) itu. Kecakapan hidup (life skill) adalah
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup
dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif
mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya manpu mengatasi masalah yang
dihadapinya (Diknas, 2002:5).
Sedangkan Kendall dan Marzano (dalam Saryono, 2002:5) menyebutkan
kecakapan hidup merupakan deskripsi seperangkat katagori pengetahuan yang bersifat
lintas isi atau kemampuan yang dipandang penting dan dapat digunakan untuk dunia
kerja. Adapun Bronlin (1989) menyatakan bahwa kecakapan hidup merupakan
pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk berfungsi dan
bertindak secara mandiri dan otonom dalam kehidupan sehari-hari, tidak harus selalu
meminta bantuan dan petunjuk pihak lain. Ini semua berarti bahwa bentuk kecakapan
hidup berupa pengetahuan sebagai praksis dan kiat, bukan teori; pengetahuan sebagai
skill of doing sekaligus skill of being.

Sejalan dengan konsepsi tersebut, Depdiknas (2002) mencoba menjabarkan


kecakapan hidup menjadi lima macam, yaitu (1) kecakapan mengenal diri (self
awareness) yang juga disebut dengan kecakapan personal (personal skill); (2) kecakapan
berpikir rasional (thingking skill); (3) kecakapan social (social skill); (4) kecakapan
akademis (academic skill); dan (5) kecakapan vocasional (vocational skill). Kelima
kecakapan tersebut masih dapat dijabarkan ke dalam berbagai kecakapan yang lebih rinci.
Sementara itu Kendall dan Marzano (dalam Saryono, 2002:6) menguraikan bahwa
kecakapan hidup meliputi kecakapan berpikir dan bernalar (thingking and reasoning),
bekerja dengan pihak lain (working with others), mengatur diri sendiri (self-regulation),
dan kehidupan kerja (life work). Jika dicermati, penggolongan kecakapan hidup yang
dikemukakan oleh Depdiknas, Kendall dan Marzano tersebut relative mirip, lebih banyak
persamaannya dari pada perbedaannya.

Berdasarkan berbagai konsepsi dan penggolongan kecakapan hidup yang ada, ada
beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu;

1) Kecakapan hidup merupakan wujud perluasan spectrum isi pendidikan-bukan


pragmatisme baru-guna mengakomodasi dan mengantisipasi tuntutan, tantangan
dan kebutuhan baru yang muncul sebagai konsekuensi logis dari berbagai
perkembangan yang dihadapi oleh peserta didik.
2) Kecakapan hidup bukan sekedar penjumlahan bermacam-macam kecakapan di
atas, melainkan satu kesatuan, kepaduan, keutuhan dan kesenyawaan berbagai
kecakapan di atas. Karena itu, kecakapan hidup tidak identik – apalagi sama –
dengan kecakapan berpikir dan bernalar, kecakapan akademis, kecakapan social,
kecakapan personal (pengaturan diri), dan kecakapan vocasional atau
penjumlahan kelima kecakapan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kecakapan
hidup perlu dilihat secara integratif dan holistis.

3) Kecakapan hidup bukan berkenaan dengan hal-hal hardware semata, tetapi juga
berkenaan dengan brainware dan software yang dibutuhkan oleh masyarakat luas
khususnya siswa dalam berkiprah dan dalam kehidupan sehari-hari.

4) Kecakapan hidup mengutamakan kinerja (performansi) dan praksis dari


pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai, bukan teori atau hal-hal konseptual
dari suatu pengetahuan, sikap, nilai.

Sebagai konsekuensi konsepsi dan pemusatan, pendidikan kecakapan hidup harus


dipusatkan pada pembelajaran dan pelatihan bukan pada pengajaran. Porsi pengajaran
dalam hal ini berkaitan dengan peranan guru yang sangat besar harus dikurangi sampai
tingkat minimal agar pembelajaran dan pelatihan dapat dilaksanakan secara optimal dan
signifikan. Dikatakan demikian karena pendidikan kecakapan hidup sebagai praksis
kemungkinan besar dapat terbentuk dengan pembelajaran dan pelatihan; pengajaran
hanya akan membentuk pendidikan kecakapan hidup sebagai teori dan pengetahuan.

Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dapat bervariasi, dan harus melihat


kondisi anak serta lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu pelaksanaan pendidikan
kecakapan hidup memiliki prinsip-prinsip umum yang terkait dengan kebijakan
pendidikan .

1) Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku.


2) Tidak mengubah kurikulum, namun diperlukan adanya penyiasatan kurikulum
untuk diorientasikan pada kecakapan hidup.

3) Etika sosio-religius bangsa dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan.

4) Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to learn, learning


to be, dan learning to live together.

5) Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup menerapkan manajemen berbasis


sekolah (MBS).

6) Potensi wilayah sekolah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pendidikan,


sesuai dengan prinsip kontekstual dan pendidikan berbasis luas (board based
education).

7) Paradigma learning for life and school to work dapat dijadikan dasar kegiatan
pendidikan, sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dan kebutuhan nyata
peserta didik.

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut di atas, pendidikan kecakap hidup


dapat dilaksanakan dengan berbagai model, misalnya model pembelajaran dan pelatihan
berbasis proyek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning), pembelajaran terlibat secara langsung (hands-on learning), pembelajaran
berbasis aktivitas (activities based learning), dan pembelajaran berbasis kerja (work
based learning). Dengan model-model di atas memungkinkan subjek didik banyak
melakukan sesuatu, bukan sekedar memahami dan mendengarkan. Selain itu, kegiatan-
kegiatan bermain peran, bekerjasama, dan permodelan juga sangat menunjang pendidikan
kecakapan hidup.
Karakteristik Mata Pelajaran Bahasa Inggris

Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional.


Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas,
damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan semua warga Negara Indonesia. Penyempurnaan kurikulum dilakukan
secara responsive terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan demokratis,
globalisasi dan otonomi daerah.

Kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal
yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal social dan kredibilitas
sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan menjadi suatu
keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar local saja sebab
perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Terlebih lagi
pengetahuan dikembangkan dengan berbasis pengetahuan kompetensi tingkat tinggi,
maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang mempunyai standar mutu pendidikan
yang tinggi. Dengan demikian, fungsi pendidikan sebagai hak asasi manusia yang
mendasar, modal ekonomi, social dan politik;, landasan budaya damai dan sebagai jalan
utama menuju masyarakat belajar sepanjang hayat, sesungguhnya merupakan langkah
penting bagi pembangunan kualitas karakter suatu bangsa yang berbudaya dan
berkarakter.

Agar lulusan pendidikan kabupaten Sukabumi memeliki keunggulan kompetitif


dan komparatif sesuai dengan standar mutu nasional dan internasional,pendekatan
berbasis kompetensi harus dilaksanakan secara menyeluruh. Kompetensi ini diharapkan
mampu dikuasai oleh seluruh siswa yang ada , dengan demikian melalui kurikulum
nasional yang berdiverifikasi, keanekaragaman kemampuan daerah dilayani dengan
berpijak pada kompetensi standar lulusan.

Fokus hasil pendidikan yang bermutu adalah siswa yang sehat, mandiri,
berbudaya, berakhlak mulia, beretos kerja, berpengalaman dan menguasai teknologi,
serta cinta tanah air. Untuk mewujudkan siswa dengan cirri-ciri tersebut perlu
dikembangkan kurikulum berdasarkan aspek-aspek; (1) Diversivikasi kurikulum, (2)
Standar nasional, (3) Kurikulum Berbasisi Kompetensi Dasar, (4) Partisipasi masyarakat,
(5) Manajemen berbasis sekolah.

Dengan kerangka demikian, diperlukan kurikulum nasional mata pelajaran


Bahasa Inggris yang searah dengan jiwa perubahan yang mendasar dalam pengelolaan
pendidikan. Dalam hal ini daerah/sekolah dapat secara efektif menjabarkan kurikulum
nasional ini sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah/daerah.

Kurikulum nasional mata pelajaran Bahasa Imggris berorientasi pada hakikat


pembelajaran bahasa, bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.. Oleh karena
itu, pembelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk
berkomunikasi , baik secara lisan maupun secara tertulis..

Agar kurikulum ini mampu mengarahkan siswa menerima berbagai macam


informasi yang hadir disekitarnya, guru haruslah mampu menjabarkannya dalam bentuk
yang lebih sederhana lagi yaitu pengembangan silabus dari mata pelajaran Bahasa
inngris. Pengembangan silabus mata pelajaran ini haruslah memperhatikan hakikat
bahasa sedangkan pada sisi lain bahasa seharusnya diajarkan kepada siswa melalui
pendekatan tertentu yang sesuai dengan hakikat dan fungsinya. Pendekatan pembelajaran
bahasa yang menekankan aspek kinerja dan atau kemahiran berbahasa dan fungsi bahasa
adalah pendekatan komunikatif..

Dengan demikian, orang tidak lagi berpikir tentang sistem bahasa, melainkan
berpikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara benar sesuai dengan sistem itu.
Pandangan ini membawa sebuah konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih
menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang sistem
bahasa. Sebagai konsekuensi dari pandangan itu, dalam menyusun silabus haruslah
menekankan pada standar kompetensi dan materi yang berupa performansi.

Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran bahasa secara


jelas telah ditunjukkan pada rumusan standar kompetensi yang kemudian akan dijabarkan
menjadi Kompetensi dasar dan materi pembelajaran. Berdasarkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar, disusnlah silabus mata pelajaran Bahasa Inggris. Standar kompetensi
bahasa inggris di SMP tidak ditekankan pada penguasaan sistemnya, melainkan pada
kemampuan menggunakan bahasa secara benar sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar
dan situasi .

Implementasi Pendidikan Kecakapan Hidup Pada Pembelajaran Bahasa Inggris di


SMP

Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup di sekolah tidak harus melalui


perubahan kurikulum. Di SMP, pelaksanaan kecakapan hidup dapat dilakukan dengan
kurikulum yang berlaku saat ini. Yang diperlukan adalah menyiasati kurikulum untuk
diorientasikan pada pengembangan kecakapan hidup, bersamaan dengan pembahasan
mata pelajaran.

Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup pada jenjang pendidikan sekolah


menengah Pertama hendaknya diarahkan dan diupayakan untuk mencapai enam tujuan
utama. Keenam tujuan utama implementasi PKH adalah, (1) mendorong dan membantu
peserta didik mengenali, mengeksplorasi, dan mengembangkan potensi-potensi diri
mereka yang dapat difungsikan untuk menjalani dan mempertahankan hidup dan
kehidupan mereka; (2) membantu dan memfasilitasi peserta didik mengenali,
mengeksplorasi, dan mengembangkan kiat-kiat hidup dan kehidupan yang bermaslahat
bagi hidup dan kehidupan mereka; (3) membantu dan memfasilitasi peserta didik
membongkar hegemoni (sosial, budaya, ekonomi, dsb.), sehinmgga mereka proaktif,
kreatif, produktif, otonom, mandiri; (4) memberdayakan peserta didik agar mampu
mengeksplorasi, menetapkan, dan mengembangkan pilihan-pilihan hidup dan kehidupan
yang mereka capai; dan (5) mendorong dan membantu peserta didik membuka diri
sehingga mampu melihat dunia lain dan menentukan alternatif-alternatif lain dalam hidup
dan kehidupan mereka; serta (6) membantu dan memfasilitasi peserta didik membentuk
kecakapan hidup yang relevan dan fungsional bagi hidup dan kehidupan mereka.
Pencapaian keenam tujuan utam PKH tersebut akan menjadikan peserta didik otonom,
mandiri, dan merdeka dalam menentukan dan menetapkan jalan hidup dan kehidupan
mereka yang dipandang lebih baik (Saryono, 2002:9).

Agar implementasi PKH di jenjang pendidikan menengah dapat terlaksana dengan


baik, sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah, dan kemungkinan hasilnya tinggi,
perlu dipertimbangkan model implementasi PKH. Ada sedikitnya tiga model
implementasi PKH yang perlu dipertimbangkan , yaitu : (1) model integratif, (2) model
komplementatif, dan (3) model diskrit (terpisah).

1. Dalam model integratif, implementasi PKH melekat dan terpadu dalam program-
program kurikuler, kurikulum yang ada, dan atau mata pelajaran yang ada, bahkan
proses pembelajaran. Program kurikuler atau mata pelajaran yang ada hendaknya
bermuatan kecakapan hidup. Model ini membutuhkan kesiapan dan kemampuan
tinggi dari sekolah, kepala sekolah dan guru mata pelajaran. Kepala sekolah dan
guru dituntut untuk kreatif, penuh inisiatif, dan kaya akan gagasan. Guru dan
kepala sekolah harus pandai dan cekatan menyiasati dan menjabarkan kurikulum,
mengelola pembelajaran, dan mengembangkan penilaian. Keuntungannya model
ini, adalah relatif murah, tidak membutuhkan ongkos mahal, dan tidak menambah
beban sekolah, terutama kepala sekolah, guru ataupun peserta didik.
2. Dalam model komplementatif, implementasi PKH, ditambahkan ke dalam
program pendidikan kurikuler dan struktur kurikulum yang ada; bukan dalam
mata pelajaran. Pelaksanaannya dapat berupa menambahkan mata pelajaran
kecakapan hidup dalam struktur kurikulum atau menyelenggarakan program
kecakapan hidup dalam kalender pendidikan. Model ini membutuhkan waktu
tersendiri atau waktu tambahan, juga guru tambahan dan membutuhkan ongkos
yang relatif mahal. Selain itu, penggunaan model ini dapat menambah beban
tugas siswa dan guru serta membutuhkan finansial yang tidak sedikit yang dapat
memberatkan pihak sekolah. Meskipun demikian, model ini dapat digunakan
secara optimal dan intensif untuk membentuk kecakapan hidup pada peserta
didik.
3. Dalam model terpisah (diskrit), implementasi PKH di-sendiri-kan, dipisah, dan
dilepas dari program-program kurikuler, atau mata pelajaran. Pelaksanaanny
dapat berupa pengembangan program kecakapan hidup yang dikemas dan
disajikan secara khusus pada peserta didik. Penyajiaannya bisa terkait dengan
program kurikuler atau bisa juga berbentuk program ekstrakurikuler. Model ini
memerlukan persiapan yang matang, ongkos yang relatif mahal, dan kesiapan
sekolah yang baik. Model ini memerlukan perencanaan yang baik agar tidak salah
penerapan, namun model ini masih dapat digunakan untuk membentuk kecakapan
hidup peserta didik secara komprehensif dan leluasa.

Ketiga model ini masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, di


samping sama-sama dapat mengantarkan PKH memenuhi atau mencapai tujuan utama
yang ditetapkan. Oleh karena itu keberhasilan implementasi PKH tidak semata-mata
tertumpu pada model yang dipakai, tetapi tergantung pada terpenuhi atau tidaknya
syarat-syarat minimal yang dibutuhkan oleh masing-masing model.

Sehubungan dengan itu, untuk dapat mengembangkan PKH hidup yang


terintegrasikan pada mata pelajaran (menggunakan salah satu model yaitu model
integrasi) , tabel berikut dapat digunakan sebagai alat untuk mengintegrasikan PKH
antara pokok bahasan dan aspek-aspek kecakapan hidup. Tabel ini hanya sebagai contoh,
namun guru atau pihak sekolah didorong untuk mengembangkan sendiri sesuai dengan
situasi sekolah masing-masing.
Kecakapan hidup yang diidentifikasikan tersebut selanjutnya dijadikan tujuan
pembelajaran pada saat pembuatan sylabus. Dengan demikian, dalam proses
pembelajaran pencapaian kecakapan hidup tersebut sengaja ditumbuhkan (bukan sekedar
efek pengiring)dan diukur ketercapaiannya pada akhir pembelajaran. Mengingat di SMP
guru gurunya adalah guru bidang studi mata pelajaran, diperlukan koordinasi atau
kesepakatan “pembagian” peran setiap mata pelajaran dalam menumbuhkan kecakapan
hidup.

Untuk tingkat SMP, sudah saatnya siswa belajar menggabungkan berbagai mata
pelajaran dan berbagai aspek kecakapan hidup dalam bentuk kegiatan yang
komprehensif. Oleh karena itu perlu diberikan latihan berupa projek/tugas diakhir
semester. Tugas tersebut sebaiknya berupa pemecahan masalah dan dikerjakan secara
kelompok, agar sebanyak-banyaknya mata pelajaran berkontribusi dalam pengerjaan
tugas tersebut(tetapi tidak boleh dipaksakan), sebaiknya dilakukan identifikasi peran serta
mata pelajaran..

Di sinilah pihak sekolah perlu menggunakan secara hati-hati model-model


tersebut sesuai jenjang pendidikan peserta didik, di samping itu juga harus
memperhatikan kondisi, kemampuan, keinginan, karakteristik sekolah beserta seluruh
steakholdernya. Apapun model implementasinya yang dipilih oleh pihak sekolah, suatu
kenyataan yang ada tidak bisa ditolak adalah bahwa implementasi PKH yang dipilih
memerlukan suatu reorientasi kurikulum, pembelajaran, dan penilaian. Selain itu juga
memerlukan reformasi manajemen sekolah, budaya sekolah, dan hubungan sekolah
dengan masyarakat harus dilakukan.
Penutup

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PKH bukanlah


bentuk pragmatisme baru, melainkan paradigma dan perspektif baru penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Pendidikan kecakapan hidup dapat memperluas konsepsi, fungsi
danperanan pendidikan guna meningkatkan kebermaknaan dan kegunaan pendidikan bagi
masyarakat, dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Pendidikan kecakapan hidup dalam
bidang bahasa Inggris mengajak peserta didik untuk lebih mampu berkomunikasi baik
secara lisan maupun secara tulis.

Dengan menjelaskan konsekuensi tentang pembelajaran bahasa, peserta didik


tidak lagi berpikir tentang sistem bahasa, melainkan bagaimana bahasa itu dapat
digunakan sebagai alat komunikasi.

Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan, guru dapat membuat
penilaian yang tidak hanya terbatas pada bentuk tes tertulis namun proses pencapaian
kompetensi dapat dikembangkan melalui strategi pembelajaran tatap muka dan
pengalaman belajar. Pengalaman belajar dilakukan siswa untuk menguasai kompetensi
dasar yang telah ditentukan, sedangkan pembelajaran tatap muka dapat dilakukan di
dalam maupun di luar kelas dengan menggunakan metode yang bervariasi. Pengalaman
belajar sebaiknya memuat kecakapan hidup yang herus dimiliki oleh siswa.

Sehubungan dengan itu implementasi PKH harus ditangani secara hati-hati,


sungguh-sungguh dan cermat serta benar. Jika salah menangani akan menimbulkan
permasalahan baru dalam dunia pendidikan , sebaliknya jika penanganannya benar
membuat sebagian besar permasalahan pendidikan dapat diatasi. Mudah-mudahan, amin.
DAFTAR RUJUKAN

Depdiknas. 2002. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup. Buku I,II,


dan III. Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris u


Jakarta: Pusat Kurikulum .

Depdiknas. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup PLS.


Jakarta: Dirjen PLS dan Pemuda.

Saryono, Joko. 2002. Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsepsi dan Implementasinya di


Sekolah. Makalah Workshop Pengembangan Sistem Pendidikan Dasar dan
Menengah Berorientasi PKH di Jawa Timur.

Sindhunata (ed). 2000. Membuka Masa Depan Anak-anak Kita (Mencari Kurikulum
Pendidikan Abad XXI). Yogyakarta: Kanisius.

Tim Broad-Based Education. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup


Melalui Pendekatan BBE. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

You might also like