You are on page 1of 47

KERJASAMA MULTILATERAL

ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Organisasi Konferensi Islam (OKI)


merupakan organisasi internasional non militer
yang didirikan di Rabat,Maroko pada tanggal 25
September 1969. Dipicu oleh peristiwa
pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak di
kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21
Agustus 1969 telah menimbulkan reaksi keras
dunia, terutama dari kalangan umat Islam. Saat
itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak
untuk mengorganisir dan menggalang kekuatan
dunia Islam serta mematangkan sikap dalam
rangka mengusahakan pembebasan Al Quds.

Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi


dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan Panitia
Persiapan yang terdiri dari Iran, Malaysia, Niger,
Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan Maroko,
terselenggara Konperensi Tingkat Tinggi (KTT)
Islam yang pertama pada tanggal 22-25
September 1969 di Rabat, Maroko. Konferensi ini
merupakan titik awal bagi pembentukan
Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Secara umum latar belakang
terbentuknya OKI sebagai berikut :

Tahun 1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi


(KTT) Arab di Mogadishu
timbul suatu ide untuk
menghimpun kekuatan Islam
dalam suatu wadah
internasional.

Tahun 1965 : Diselenggarakan Sidang Liga


Arab sedunia di Jeddah Saudi
Arabia yang mencetuskan ide
untuk menjadikan umat Islam
sebagai suatu kekuatan yang
menonjol dan untuk
menggalang solidaritas
Islamiyah dalam usaha
melindungi umat Islam dari
zionisme khususnya.

Tahun 1967 : Pecah Perang Timur Tengah


melawan Israel. Oleh
karenanya solidaritas Islam di
negara-negara Timur Tengah
meningkat.

Tahun 1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia


mengadakan kunjungan ke
beberapa negara Islam dalam
rangka penjajagan lebih lanjut
untuk membentuk suatu
Organisasi Islam Internasional.

Tahun 1969 : Tanggal 21 Agustus 1969


Israel merusak Mesjid Al
Agsha. Peristiwa tersebut

2
menyebabkan memuncaknya
kemarahan umat Islam
terhadap Zionis Israel.

Seperti telah disebutkan


diatas, Tanggal 22-25
September 1969
diselenggarakan Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) negara-
negara Islam di Rabat, Maroko
untuk membicarakan
pembebasan kota Jerusalem
dan Mesjid Al Aqsa dari
cengkeraman Israel. Dari KTT
inilah OKI berdiri.

B. TUJUAN dan PRINSIP ORGANISASI

1. TUJUAN ORGANISASI

Secara umum tujuan didirikannya


organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan
bersama sumber daya dunia Islam dalam
mempromosikan kepentingan mereka dan
mengkonsolidasikan segenap upaya negara
tersebut untuk berbicara dalam satu bahasa
yang sama guna memajukan perdamaian dan
keamanan dunia muslim. Secara khusus, OKI
bertujuan pula untuk memperkokoh solidaritas
Islam diantara negara anggotanya, memperkuat
kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya dan iptek.

3
Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III
OKI bulan February 1972, telah diadopsi piagam
organisasi yang berisi tujuan OKI secara lebih
lengkap, yaitu :
a. Memperkuat/memperkokoh :
1). solidaritas diantara negara anggota;
2). kerjasama dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
3). perjuangan umat muslim untuk
melindungi kehormatan kemerdekaan
dan hak-haknya.
b. Aksi bersama untuk :
1). melindungi tempat-tempat suci umat
Islam;
2). memberi semangat dan dukungan
kepada rakyat Palestina dalam
memperjuangkan haknya dan
kebebasan mendiami daerahnya.
c. Bekerjasama untuk :
1). menentang diskriminasi rasial dan
segala bentuk penjajahan;
2). menciptakan suasana yang
menguntungkan dan saling
pengertian diantara negara anggota
dan negara-negara lain.

2. PRINSIP ORGANISASI

Untuk mencapai tujuan diatas, negara-


negara anggota menetapkan 5 prinsip, yaitu :

4
a.Persamaan mutlak antara negara-negara
anggota
b. Menghormati hak menentukan nasib
sendiri, tidak campur tangan atas urusan
dalam negeri negara lain.
c.Menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan
integritas wilayah setiap negara.
d. Penyelesaian setiap sengketa yang
mungkin timbul melalui cara-cara damai
seperti perundingan, mediasi, rekonsiliasi
atau arbitrasi.
e.Abstein dari ancaman atau penggunaan
kekerasan terhadap integritas wilayah,
kesatuan nasional atau kemerdekaan politik
sesuatu negara.

C. NEGARA ANGGOTA

Kini OKI memiliki 57 negara anggota serta


sejumlah negara pengamat, antara lain Bosnia
Herzegovina, Republik Afrika Tengah, Pantai
Gading dan Thailand. Daftar selengkapnya
negara anggota OKI dan tahun bergabungnya
dapat dilihat pada lampiran 2.

BAB II

STRUKTUR ORGANISASI OKI

5
A. BADAN-BADAN UTAMA (PRINCIPAL
ORGANS)

1. Konferensi Para Raja dan Kepala


Negara/ Pemerintah (The Conference
of Kings of State and Government).

Konferensi para Raja dan Kepala


Negara/Pemerintahan merupakan badan
otoritas tertinggi dalam organisasi. Semula
badan tersebut mengadakan sidangnya
apabila kepentingan umat Islam
memandang perlu untuk mengkaji dan
mengkoordinasikan kebijaksanaan
mengenai masalah-masalah yang
menyangkut kepentingan dunia Islam.
Tetapi pada KTT III OKI di Mekkah, bulan
Januari 1981, ditetapkan bahwa KTT
diadakan sekali dalam tiga tahun untuk
menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan
diambil OKI.

Semenjak kelahirannya, OKI telah


menyelenggarakan 10 (sepuluh) kali KTT,
yaitu :
1. KTT I : Rabat, Maroko, 22-25
September 1969
2. KTT II : Lahore, Pakistan, 22-24
February 1974
3. KTT III : Mekkah, Saudi Arabia, 25-
28 January 1981
4. KTT IV : Casablanca, Maroko, 16-19
January 1984
5. KTT V : Kuwait, 26-29 January
1987

6
6. KTT VI : Dakar, Senegal, 9-11
Desember 1991.
7. KTT VII : Casablanca, Maroko,
13-15 Desember 1994
8. KTT VIII : Teheran, Iran, 9-11
Desember 1997.
9. KTT IX : Doha, Qatar, 12-13
November 2000
10. KTT X : Kuala Lumpur, Malaysia,
16-17 Oktober 2003

2. Konferensi Para Menteri Luar Negeri


(The Islamic Conference of Ministers of
Foreign Affairs)

Dalam Article V Piagam OKI


disebutkan bahwa Konferensi Para Menteri
Luar Negeri (KTM) diadakan sekali dalam
setahun bertempat disalah satu negara
anggota. Pertemuan yang dihadiri oleh
para Menteri Luar Negeri tersebut akan
memeriksa dan menguji "progress report"
dari implementasi atas keputusan-
keputusan dari kebijakan yang diambil
pada pertemuan puncak.
KTM Luar Biasa dapat diadakan atas
permintaan satu atau beberapa negara
anggota atau diminta oleh Sekretaris
Jenderal dengan persetujuan mayoritas dua
per tiga negara anggota. KTM berhak pula
meminta disidangkannya Konferensi
Tingkat Tinggi.

Sampai saat ini telah dilangsungkan


30 kali KTM dengan negara penyelenggara
(tuan rumah) sebagai berikut :

7
1. KTM I : Jeddah, Saudi Arabia,
Maret 1970
2. KTM II : Karachi, Pakistan,
Desember 1971
3. KTM III : Jeddah, Saudi Arabia,
February – Maret
1972
4. KTM IV : Bengazi, Libya, 24-26
Maret 1973
5. KTM V : Kuala Lumpur,
Malaysia, 21-25 Juni
1974
6. KTM VI : Jeddah, Saudi Arabia,
12-17 Juli 1975
7. KTM VII : Istanbul, Turki, 12-15
Mei 1976
8. KTM VIII : Tripoli, Libya, 16-22
Mei 1977
9. KTM IX : Dakar, Senegal, 24-
28 April 1978
10. KTM X : Fez, Maroko, Mei 8-12
Mei 1979
11. KTM XI : Islamabad, Pakistan,
17-22 Mei 1980
12. KTM XII : Baghdad, Irak, 1-5
Juni 1981
13. KTM XIII : Niamey, Nigeria, 22-
26 Agustus 1982
14. KTM XIV : Dhaka, Bangladesh,
6-11 Desember 1983
15. KTM XV : Sana'a, Yaman Utara,
18-22 Desember
1984
16. KTM XVI : Fez, Maroko, 6-10
Januari 1986
17. KTM XVII : Amman, Jordania, 21-
25 Maret 1988

8
18. KTM XVIII : Riyadh, Saudi Arabia,
13-16 Maret 1989
19. KTM XIX : Kairo, Mesir, 31 Juli –
5 Agustus 1990
20. KTM XX : Istanbul, Turki, 4-8
Agustus 1991
21. KTM XXI : Karachi, Pakistan, 25-
29 April 1993
22. KTM XXII : Casablanca, Maroko,
10-12 Desember
1994
23. KTM XXIII : Conakry, Guinea, 9-
12 Desember 1995
24. KTM XXIV : Jakarta, Indonesia, 9-
13 Desember 1996
25. KTM XXV : Doha, Qatar, 15-17
Maret 1998
26. KTM XXVI : Ouagadougou,
Burkina Faso, 28 Juni
– 1 Juli 1999
27. KTM XXVII : Kuala Lumpur,
Malaysia, 27-30 Juni
2000
28. KTM XXVIII : Bamako, Mali, 25-29
Juni 2001
29. KTM XXIX : Khartoum, Sudan, 25-
27 Juni 2002
30. KTM XXX : Teheran, Iran, 28-30
Mei 2003

Sebagaimana telah menjadi kebiasaan


maka para Menteri Luar Negeri negara
anggota OKI juga mengadakan Sidang
Konsultasi Tingkat Menteri di New York
dalam rangka Persidangan Majelis Umum
PBB. Disamping itu ada pula Sidang-sidang
KTM Luar Biasa.

9
3. Sekretariat Jenderal (The General
Secretariat)

Sekretariat Jenderal merupakan organ


eksekutif OKI dan dipimpin oleh seorang
Sekretaris Jenderal (Sekjen) dengan 4
(empat) orang Asisten Sekjen. Sekjen dipilih
oleh KTM untuk masa jabatan 4 (empat)
tahun dan tidak dapat dipilih kembali.
Perubahan jabatan menjadi empat tahun
tersebut ditetapkan dalam KTT III di Mekkah
tahun 1981 sedangkan sebelumnya masa
jabatan tersebut hanya untuk dua tahun
saja tetapi dapat diperpanjang untuk masa
tidak lebih dari dua tahun. Sekretariat
Jenderal dipercayakan
mengimplementasikan keputusan-
keputusan yang diambil oleh KTT dan KTM.

Secara berturut-turut, Sekretaris


Jenderal yang telah melaksanakan
tugasnya sejak OKI berdiri, adalah :

1. Tengku Abdul Rahman, Malaysia


(1970 – 1973)
2. Hassan Tuhami, Mesir (1974 – 1975)
3. Amadou Karim Gaye, Senegal (1975 –
1979)
4. Habib Chatty, Tunisia (1979 – 1984)
5. S.S. Przada, Pakistan (1985 – 1988)
6. Hamid Al Gabid, Mesir (1989 – 1996)
7. Azeddine Laraki, Maroko (1997 –
2000).
8. Abdelouahed Belkeziz, Maroko (2001 –
sekarang)

10
Sekretariat Jenderal yang juga
merupakan Markas Besar OKI
berkedudukan di Jeddah, Saudi Arabia.

4. Mahkamah Islam Internasional (The


International Islamic Court of Justice).
Mahkamah dimaksudkan akan mempunyai
fungsi dan peranan penting sebagai badan
peradilan untuk menyelesaikan sengketa
antar negara anggota secara damai. Ide
pembentukan Mahkamah ini berasal dari
KTT III di Mekkah. KTT XIII di Niamey telah
pula menetapkan Kuwait sebagai tempat
kedudukan Mahkamah Islam Internasional
tersebut.

B. KOMITE KHUSUS

1. Komite Al Quds (Al Quds / Jerusalem


Committee)
Komite ini dikenal juga sebagai Komite
Jerusalem, didirikan berdasarkan Resolusi
KTM VI di Jeddah tahun 1975. Tujuan
didirikan komite ini adalah Mengkaji situasi
di Al Quds dan menindaklanjuti serta
mengimplementasikan resolusi-resolusi
yang diambil OKI ataupun organisasi/forum
internasional lainnya menyangkut Al Quds.

2. Komite Tetap Keuangan (Permanent


Finance Committee).
Komite ini bertugas mempersiapkan,
melakukan dan melaksanakan pengawasan
atas penggunaan anggaran Sekretariat
Jenderal. Oleh karenanya anggota Komite
Tetap Keuangan adalah semua negara
anggota OKI.

11
3. Komite Tetap mengenai soal-soal
Penerangan dan Kebudayaan (The Standing
Committee on Information and Cultural
Affairs/COMIAC).

4. Komite Tetap untuk Ekonomi dan


Kerjasama Perdagangan (The Standing
Committee for Economic and Commercial
Cooperation/COMCEC).
Komite ini akan dibahas lebih lanjut pada
Bab berikutnya.

5. Komite Tetap untuk Kerjasama


Pengetahuan dan Teknologi (The Standing
Committee for Scientific and Technolgical
Cooperation/COMSTECH)

6. Komite Perdamaian Islam (Islamic Peace


Committee)

7. Komite Tetap untuk Bidang Informasi dan


Kebudayaan (The Standing Committee for
Information and Cultural Affairs/COMIAC) .

8. Badan Pengawas Keuangan (Financial


Control Organ)

9. Selain Komite yang disebut diatas terdapat


pula Komite khusus seperti Komite
mengenai Afghanistan; Komite untuk Afrika
Selatan dan Namibia; Komite Solidaritas
Islam dengan Rakyat Sahel; Komite
mengenai Situasi Muslim di Philipina serta
Komite mengenai Palestina.

12
C. BADAN-BADAN SUBSIDER (SUBSIDIARY
ORGANS)

1. Ankara Centre (The Statistical Economic


and Social, Researh and Training Center for
Islamic Countries – SESRTCIC)
Merupakan pusat latihan dan riset statistik,
ekonomi dan sosial. Badan ini berpusat di
Ankara, Turki.
2. Dhaka Centre (The Islamic Centre for
Technical and Vocational Training and
Research - ICTVTR)
Merupakan pusat riset dan latihan teknik
serta kejuruan Islam dan berpusat di
Dhaka, Bangladesh.
3. Casablanca Centre (The Islamic Centre for
Trade and the Development – ICDT)
Merupakan pusat pengembangan
perdagangan Islam dan berpusat di
Casablanca, Maroko.
4. The Al Quds (Jerusalem) Fund and its Waqf,
Jeddah
5. The Islamic Solidarity Fund and its Wagq,
Jeddah.
6. The Researh Centre for Islamic History Art
and Culture, Istanbul.
7. The Islamic Foundation of Science,
Technology and Development, Jeddah.
8. The Islamic Fiqh Academy
9. The International Commission for the
Preservation of Islamic Haritage, Istanbul.

13
D. ORGAN-ORGAN KHUSUS (SPECIALIZED
ORGANS)

1. Bank Pembangunan Islam (Islamic


Development Bank-IDB)
Bank ini berdiri pada tahun 1975 dan
berpusat di Jeddah, Saudi Arabia. Dibentuk
dengan tujuan utama memberikan
sumbangan untuk pembangunan ekonomi
dan kemajuan sosial negara-negara
anggota, meningkatkan kerjasama
ekonomi, membantu mendirikan lembaga
keuangan dan perbankan Islam serta
mendorong usaha-usaha kemajuan
minoritas Islam di negara-negara bukan
anggota.
2. Kamar Dagang, Industri dan Komoditi Islam
(Islamic Chamber of Commerce, Industry
and Commodity Exchange – ICCICE)
Kegiatan KADIN Islam antara lain
mengkoordinasikan Islamic Fair secara
teratur dan juga meneliti proyek-proyek
industri patungan antar negara-negara
anggota bekerjasama dengan IDB ataupun
pusat-pusat lainnya.
3. Islamic International News Agency (IINA),
Jeddah.
4. Islamic State Broadcasting Organization
(ISBO), Jeddah
5. Islamic Shipowners Association, Jeddah.
6. Islamic Education, Scientific and Cultural
Organization, Casablanca.

14
BAB III

KERJASAMA MULTILATERAL OKI

A. PERANAN OKI

Melihat latar belakang terbentuknya OKI,


terdapat kesan bahwa organisasi ini bersifat dan
bersikap lebih melayani kepentingan Arab dan
Timur Tengah.

Kesan tersebut tidak dapat dipungkiri


sepenuhnya, karena :

Pertama, salah satu persoalan dan kemelut


dunia yang menjadi perhatian
masyarakat internasional terjadi di
kawasan Arab dan Timur Tengah.

15
Kedua, dalam OKI persoalan Timur Tengah
dan Palestina terlihat lebih menonjol
karena terkait didalamnya
pembicaraan dan desakan yang
bernafaskan kepentingan agama
dan umat Islam seluruh dunia. Perlu
diingat bahwa hampir separuh dari
negara anggota OKI adalah negara-
negara Arab.

Meskipun demikian, masalah-masalah


internasional lainnya semakin mendapat
perhatian yang proporsional. Dalam masalah
politik, OKI memberi perhatian dalam konflik
India – Pakistan, masalah Afrika Selatan, Philipina
Selatan, Afghanistan, dll.

Dalam bidang ekonomi telah dikumpulkan


"Dana Konsolidasi Program Pembangunan Dunia
Islam". Hal ini untuk menunjang progaram-
program pembangunan negara anggota OKI.
Pengumpulan dana tersebut telah melahirkan
"Rencana Aksi untuk memperkuat kerjasama
ekonomi diantara negara-negara anggota OKI".

Selain itu, dalam pengembangan sosial –


budaya, OKI telah membentuk banyak Badan-
Badan Subsider seperti misalnya yang
menangani masalah pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, hukum, kebudayaan,
yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan
khusus PBB. Diantara badan-badan subsider ini
antara lain adalah : Komisi Internasional
Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani
masalah-masalah yang menyangkut
pemeliharaan hasil-hasil budaya Islam yang ada
di negara-negara Islam; Akademi Fikih Islam

16
yang bertujuan mempelajari masalah-masalah
yang menyangkut kehidupan "ijtihad" yang
berasal dari tradisi Islam; Komisi Hukum Islam
Internasional guna menyumbangkan kemajuan
prinsip-prinsip Hukum Islam beserta
kodifikasinya; dll.

B. KEANGGOTAAN INDONESIA DIDALAM OKI

1. Peranan Indonesia

Sesuai dengan Artikel VIII Piagam OKI


yang menyangkut keanggotaan dijelaskan
bahwa organisasi terdiri dari negara-negara
Islam yang turut serta dalam KTT yang
diadakan di Rabat dan KTM-KTM yang
diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta
yang menandatangani Piagam.

Kriteria yang dirancang oleh Panitia


Persiapan KTT I adalah bahwa "Negara
Islam" adalah negara yang konstitusional
Islam atau mayoritas penduduknya Islam.
Semua negara muslim dapat bergabung
dalam OKI.

Keanggotaan Indonesia di dalam OKI


adalah unik. Pada tahun-tahun pertama,
kedudukan Indonesia dalam OKI menjadi
sorotan baik di kalangan OKI sendiri
maupun di dalam negeri. Indonesia
menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia
bukanlah negara Islam secara
konstitusional dan tidak dapat turut
sebagai penandatangan Piagam. Tetapi
Indonesia telah turut sejak awal dan juga
salah satu negara pertama dan yang turut

17
berkecimpung dalam kegiatan OKI.
Kedudukan Indonesia disebut sebagai
"partisipan aktif". Status, hak dan
kewajiban Indonesia sama seperti negara-
negara anggota lainnya.

Sebagai negara yang berfalsafah


Pancasila dan sebagai negara yang
sebagian besar penduduknya beragama
Islam, maka Indonesia patut menyambut
positif setiap usaha untuk meningkatkan
derajat, status sosial dan kesejahteraan
serta kemakmuran umat Islam seperti
yang menjadi tujuan Konferensi, terutama
dalam hal-hal yang bermanfaat bagi usaha-
usaha pembangunan dalam segala bidang
yang merupakan program utama
Pemerintah Indonesia.

Selain untuk memperoleh manfaat


langsung bagi kepentingan nasional
Indonesia, keikutsertaan Indonesia
diharapkan dapat menggalang dukungan
bagi kepentingan Indonesia di forum-forum
internasional lainnya, baik yang
menyangkut bidang politik maupun bidang
ekonomi dan sosial budaya.

Tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang


tertera dalam Piagam OKI menunjukkan
semangat yang sejalan dengan prinsip
Bandung dan Non Blok, khususnya dalam
rangka pengembangan solidaritas dan
tekad menghapuskan segala bentuk
kolonialisme serta sikap tidak campur
tangan di dalam urusan dalam negeri
masing-masing negara anggota.

18
Peranan Indonesia selama ini dinilai
oleh negara-negara anggota lainnya sangat
positif dan konstruktif. Hal ini tidak
berlebihan jika dilihat bahwa banyak
pertentangan kepentingan antara
kelompok-kelompok "progresif
revolusioner" dengan kelompok
"konservatif/moderat" dapat dijembatani
oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara
lain oleh sikap tidak memihak RI terhadap
sengketa regional Arab.

Sebagai peserta, Indonesia telah


berperan secara aktif dalam OKI, baik
dalam kegiatannya maupun dengan
sumbangan yang diberikan kepada
organisasi ini dalam rangka meningkatkan
kesetiakawanan diantara anggota OKI,
disamping untuk membina kerjasama di
bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-
bidang lainnya yang semuanya dilakukan
dalam rangka menunjang pembangunan
nasional Indonesia di segala bidang.

2. Alasan masuknya Indonesia di dalam


OKI

Pada KTT III tahun 1972 di Jeddah,


Saudi Arabia, Indonesia secara resmi
menjadi anggota OKI dan turut
menandatangani piagam OKI. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia
termasuk salah satu negara anggota OKI
pemula. Bahkan didalam pertemuan-
pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah
menjadi anggota OKI sejak tahun 1969.

19
Bagi Indonesia keterlibatannya
didalam OKI merupakan kesempatan yang
baik dalam rangka pengembangan
ekonomi/ perdagangan diantara sesama
negara-negara OKI terutama dalam
kaitannya dengan kepentingan
pembangunan yang sedang berlangsung di
Indonesia, khususnya dalam peningkatan
ekspor non migas.
Beberapa alasan masuknya Indonesia
di dalam OKI, antara lain :
a. Secara obyektif, Indonesia ingin
mendapatkan hasil yang positif bagi
kepentingan nasional Indonesia.
b. Indonesia merupakan negara yang
sebagian besar penduduknya
beragama Islam meskipun secara
konstitusional tidak merupakan
negara Islam.
c. Dari segi jumlah penduduk yang
beragama Islam, maka jumlahnya
merupakan jumlah penduduk
beragama Islam terbesar di dunia.
d. Indonesia menganut politik luar negeri
yang bebas dan aktif sehingga dapat
diterapkan dalam organisasi-
organisasi internasional termasuk OKI
sejauh tidak menyimpang dari
kepentingan nasional Indonesia.
Terdapat kesamaan pandangan
antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-
sama memperjuangkan perdamaian
dunia berdasarkan kemanusiaan yang
adil dan beradab, disamping

20
kepentingan dalam bidang
perekonomian dan perdagangan.

3. Kepentingan Indonesia didalam OKI


a. Menyangkut masalah politis dimana
Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang berpijak pada politik luar
negeri yang bebas dan aktif.
b. Sebagai negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, ikut
menggalang solidaritas Islamiyah.
c. Menarik manfaat bagi kepentingan
pembangunan Indonesia, khususnya
dalam kerjasama ekonomi dan
perdagangan di antara negara-negara
anggota OKI.

4. Perdagangan Indonesia dengan


Negara Anggota OKI.

Perdagangan Indonesia dengan


Negara-negara anggota OKI masih relative
kecil. Pada tahun 2002 total nilai ekspor
non migas sebesar US$ 45,046.07 juta
hanya US$ 5,323.38 juta atau 11,82% yang
merupakan ekspor ke Negara OKI.
Sedangkan pada tahun yang sama impor
Indonesia dari Negara OKI sebesar
US$1,355.12 juta yang berarti surplus
sebesar US$ 3,968.26 juta.

Sampai dengan bulan Oktober 2003


total nilai ekspor non migas Indonesia
sebesar US$ 39,442.53 juta, dan untuk
ekspor non migas ke Negara OKI hanya

21
sebesar US$ 4,697.22 juta. Dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun lalu
maka terjadi peningkatan sebesar 4,26%.

Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara


OKI
Tahun 2003 (s/d Agustus)

3,765.88

Ekspor OKI
Total Ekspor

31,517.37

22
Ekspor/Impor Non Migas Indonesia
dengan Negara Anggota OKI

6,000.00

Nilai (US$ Juta)


5,323.38
4,976.98 4,926.20
5,000.00 4,697.22

4,000.00
Ekspor
3,000.00
Impor
2,000.00 1,339.81 1,331.56 1,355.12
1,185.03

1,000.00
0.00
2000 2001 2002 2003*)
Tahun

*) Tahun 2003 s.d bulan Agustus

Impor Indonesia dari Negara OKI


selama periode Januari – Oktober 2003
sebesar US$ 1,185.03 juta atau meningkat
8,8% dibandingkan periode yang sama
tahun 2002.

23
Impor Non Migas Indonesia
ke Negara OKI
Tahun 2003 (s/d Agustus)

965.41

Impor OKI
Total Impor

16,314.93

Dibandingkan dengan total ekspor


non migas Indonesia tahun 2003 (s/d bulan
Oktober) sebesar US$ 39,442.53 juta, maka
ekspor ke Negara-negara OKI relative kecil.
Kecilnya volume perdagangan diantara
Negara OKI antara lain disebabkan Negara-
negara tersebut kurang memperoleh
informasi mengenai potensi sesama Negara
anggota OKI. Selain itu, tidak semua
anggota OKI mempunyai kemampuan daya
beli tunai, jadi ketika mereka terlibat dalam
transaksi perdagangan, mereka tidak
mempunyai posisi tawar yang baik dan
tidak punya kesempatan memberi jangka
waktu tenggang pembayaran. Di lain pihak,
pihak ketiga akan dengan mudah
memperoleh modal dan membeli secara
tunai dari Negara OKI sebagai produsen
kemudian menjual kembali kepada Negara
OKI lain dengan harga yang tinggi. Oleh
karenanya, perlu peningkatan hubungan
bilateral antara Indonesia dengan Negara-
negara OKI sebagai optimalisasi

24
pelaksanaan Joint Economic Commission
serta peningkatan kerjasama multilateral
dengan meningkatkan keikutsertaan
pemerintah pada lembaga-lembaga
lainnya.

Dalam rangka mempromosikan


potensi yang dimiliki, Indonesia melalui
Badan Pengembangan Ekspor Nasional,
Depperindag telah menyelenggarakan
berbagai pameran di luar negeri antara lain
di Sharjah pada bulan September 2003 dan
di Libya pada bulan November 2003.

25
Total Ekspor/Impor Non Migas
Indonesia

60,000.00
47,757.43
50,000.00
Nilai (US$ juta)
43,684.57 45,046.07
39,442.53
40,000.00
27,495.33
Ekspor
30,000.00 25,490.22 24,763.12
20,514.92 Impor
20,000.00
10,000.00
0.00
2000 2001 2002 2003 *)

Tahun

*) Tahun 2003 s/d bulan Agustus

26
BAB IV

KTT OKI X DAN SIDANG KE-19 COMCEC

A. KTT OKI X, MALAYSIA

KTT X OKI telah berlangsung pada tanggal


16-17 Oktober 2003 di Kuala Lumpur, Malaysia.
KTT tersebut merupakan yang pertama kalinya
dilangsungkan di Negara Asia Tenggara. Sebelum
ini, pertemuan di Asia pernah diselenggarakan di
Lahore, Pakistan pada tahun1974.

Hal-hal penting yang dibahas dalam KTT


tersebut antara lain masalah serangan AS ke
Irak, pendudukan Israel atas wilayah Palestina
serta serangan Israel terhadap Suriah.

Dalam masalah serangan AS ke Irak,


meskipun menolak pengiriman pasukan dibawah
payung OKI, Negara-negara anggota OKI
menuntut “pengusiran semua pasukan asing dari
Irak”. Tuntutan tersebut dikemukakan oleh
Sekretaris JEnderal OKI Abdelouahed Belkeziz.

Resolusi yang terkait dengan isu Palestina


mendapat dukungan luas dari segenap anggota
OKI. Para Pemimpin OKI, termasuk Presiden RI,
memberi dukungan bagi penyelesaian Palestina
secara damai dibawah koordinasi badan
internasional yang didukung secara
internasional.

Secara umum KTT X OKI berlangsung


sukses dan menghasilkan suatu kesepakatan
yang tertuang dalam “Deklarasi Putrajaya”.

27
Deklarasi tersebut berisi tujuh butir kesepakatan
yang akan memberikan kontribusi nilai lebih
terhadap pembangunan masyarakat muslim.

Ketujuh butir “Kesepakatan Putrajaya”


tersebut adalah :

1. Ilmu pengetahuan dan moralitas;


2. Persatuan dan kejayaan;
3. Revitalisasi OKI;
4. Pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
5. Pengembangan teknologi informasi dan
telekomunikasi untuk pengembangan umat;
6. Meningkatkan kerjasama ekonomi;
7. Meningkatkan perdagangan antara
sesama Negara anggota.

“Deklarasi Putrajaya” juga dilengkapi


dengan plan of action yang akan menjadi acuan
bagi pelaksanaan deklarasi tersebut. Di bidang
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
misalnya, Negara anggota OKI akan melakukan
konferensi rutin para ilmuan muslim dan
menunjang aktivitas mereka dengan membentuk
yayasan khusus OKI.

Sementara itu, di bidang perbankan, OKI


sedang mempertimbangkan usulan system
perdagangan yang didasarkan pada satu mata
uang emas (the Gold-based Trade Payment
Arrangements – GTPA).

28
B. SIDANG KE-19 KOMITE TETAP KERJASAMA
EKONOMI DAN PERDAGANGAN ORGANISASI
KONFERENSI ISLAM (COMCEC)

Komisi Tetap Kerjasama Ekonomi dan


Perdagangan OKI (The Standing Committee for
Economic and Trade Cooperation / COMCEC OIC)
merupakan salah satu komisi khusus dalam
struktur OKI yang menangani masalah ekonomi
dan perdagangan. Komisi ini berfungsi
menindaklanjuti pelaksanaan resolusi yang
disepakati pada Konferensi Islam dalam bidang
ekonomi dan perdagangan; meneliti semua
kemungkinan sarana untuk memperkuat
kerjasama di bidang tersebut serta menetapkan
program dan usulan di masa depan guna
meningkatkan kemampuan Negara-negara
anggota di bidang ekonomi dan perdagangan.

Terbentuknya Komisi tersebut bermula


pada tahun 1977 negara OKI sepakat
menandatangani “General Agreement for
Economic, Technical and Commercial
Cooperation among Member States”. Pada
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) III tahun 1981
telah disetujui peluncuran “Rencana Aksi untuk
memperkuat kerjasama ekonomi dan
perdagangan diantara Negara-negra anggota
OKI”. Dan akhirnya pada “The Third Islamic

29
Summit” yang diselenggarakan pada Januari
1981 di Mekkah, telah diadopsi Resolusi No. 13/3-
P(IS) mengenai didirikannya Komisi tersebut.

Tujuan pendirian COMCEC sesuai dengan


Resolusi No. 13/03-P(IS) adalah :
1. Untuk mengkoordinasikan dan
menindaklanjuti pelaksanaan resolusi yang
dihasilkan oleh konferensi-konferensi OKI
yang berkaitan dengan masalah ekonomi
dan perdagangan, khususnya ketentuan-
ketentuan dan rekomendasi-rekomendasi
yang berhubungan dengan rencana aksi.
2. Untuk mengkaji seluruh cara-cara yang
mungkin untuk memperkuat kerjasama di
bidang ekonomi dan perdagangan antar
Negara-negara OKI.
3. Mempersiapkan program-program dan
menyampaikan usulan-usulan yang dibuat
untuk meningkatkan kemampuan Negara-
negara anggota OKI di bidang ekonomi dan
perdagangan.

Sidang COMCEC yang terakhir adalah


Sidang ke-19 yang telah diselenggarakan pada
tanggal 20-23 Oktober 2003 di Istanbul, Turki.

Hasil dari sidang tersebut adalah


disahkannya dua resolusi, yaitu Resolusi
mengenai Kesepakatan Sidang ke-19 COMCEC
dan Resolusi mengenai Bantuan Ekonomi kepada
Negara-negara anggota OKI termasuk Irak.

Kesepakatan Sidang ke-19 COMCEC,


antara lain :

30
1. Mendesak Negara-negara anggota OKI supaya segera
menandatangani dan meratifikasi Trade Preferential
System of the Organisation of the Islamic Conferences
(TPS-OIC) agar dapat berpartisipasi dalam Putaran
Pertama Perundingan Perdagangan dalam kerangka
pelaksanaan TPS-OIC.

2. Membentuk Komite Negosiasi Perdagangan dan


menyelenggarakan Putaran Pertama Negosiasi
Perdagangan OKI di Antalya Turki, bulan April 2004.

3. Menyambut kesediaan IDB untuk menyelenggarakan


pertemuan di Jenewa guna mengevaluasi hasil
Pertemuan Tingkat Menteri ke-5 WTO serta mempelajari
upaya yang dapat dilakukan untuk merumuskan visi
bersama Negara anggota OKI dalam General council
WTO tanggal 15 Desember 2003.

4. Menyambut tawaran kesediaan Negara anggota untuk


menyelenggarakan pertemuan Kelompok Ahli OKI.

5. Meminta Negara anggota untuk mendorong badan


nasionalnya yang terkait dengan skema pembayaran
ekspor (EFS) agar terus berperan aktif dengan
mengadakan koordinasi dengan IDB guna meningkatkan
fasilitasi pembiayaan perdagangan.

6. Meminta badan-badan subsider OKI yang terkait dengan


ekonomi dan perdagangan agar memberikan bantuan
kepada Negara anggota melalui koordinasi dengan
Kantor Koordinasi COMCEC.

7. Meminta Pemerintah Malaysia dan IDB untuk


melaporkan hasil pengoperasioan proyek electronic
banking OIC-Network.

31
8. Mengadakan lokakarya mengenai Fasilitasi Perdagangan
dan Transportasi Negara-negara OKI di Pakistan 2004.

9. Menghimbau Negara-negara anggota agar berpartisipasi


dalam lokakarya, seminar, pameran maupun setiap
forum yang diadakan oleh anggota.

10. Menyepakati Sidang ke-20 COMCEC diselenggarakan


tanggal 23-26 Nopember 2004 dan Sidang Komite
Tindak Lanjut COMCEC tanggal 11-13 Mei 2004 di
Istanbul.

Sidang yang dihadiri oleh wakil dari 43


negara dan wakil dari badan subsider dan afiliasi
OKI ini berlangsung dengan sukses. Secara
khusus sidang mendesak agar Negara anggota
yang belum meratifikasi TPS-OIC agar segera
meratifikasi.
Desakan tersebut sejalan dengan akan
diselenggarakannya Putaran Pertama Negosiasi
Perdagangan OKI di Antalya, Turki pada bulan
April 2004. Negara-negara yang sudah
meratifikasi dapat mengikuti perundingan
tersebut sedangkan yang belum hanya boleh
menjadi peninjau (observer).

Saat ini telah ada Agreement on Trade


Preferential System of the Organization of the
Islamic Conferences. Dari 57 negara anggota OKI
tercatat 23 negara telah menandatangani
Perjanjian TPS-OIC dan 12 diantaranya sudah
meratifikasi. Indonesia merupakan Negara
pertama yang sudah menandatangani Statuta
TPS-OIC yaitu pada tanggal 4 February 1992

32
namun sampai saat ini belum melakukan
ratifikasi.

BAB V

PENUTUP

Kerjasama antara Negara-negara OKI yang


selama ini telah terjalin perlu lebih dipererat. Hal
ini perlu ditegaskan mengingat persepsi sebagian
kalangan barat yang mengidentikkan citra islam
dengan kekerasan dan terorisme. Persepsi
tersebut harus dihilangkan. Oleh sebab itu
berbagai kalangan berharap agar diantara
sesama Negara anggota OKI terdapat solidaritas
yang tinggi dalam menyikapi berbagai
permasalahan yang terjadi dan menimpa Negara-
negara OKI khususnya dunia Islam.

Dalam bidang ekonomi dan perdagangan


telah ditandatangani Agreement on Trade

33
Preferential System of the Organization of the
Islamic Conferences (TPS-OIC). Meskipin
termasuk Negara yang pertama kali
menandatangani Agreement tersebut, tetapi
sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi TPS-
OIC dimaksud. Pada Putaran Pertama
Perundingan TPS-OIC yang diselenggarakan pada
bulan April 2004 di Turki, Indonesia hanya
sebagai peninjau dan diharapkan segera dapat
meratifikasi agreement TPS-OIC. Untuk itu
Indonesia perlu secara serius
mempertimbangkan kemungkinan ratifikasi
perjanjian tersebut dalam waktu dekat.

Perdagangan Indonesia dengan Negara-


negara OKI sampai dengan tahun 2003 masih
relative kecil padahal OKI merupakan salah satu
pasar potensial untuk produk-produk Indonesia.
Berbagai usaha perlu dilaksanakan dalam rangka
mempromosikan produk Indonesia di Negara-
negara OKI diantaranya dengan mengadakan
pameran sebagai tindak lanjut pameran di
Sharjah dan Libya. Disamping itu upaya-upaya
peningkatan perdagangan perlu dilaksanakan
secara optimal melalui fora multilateral.

34
Reff laen----------

Organisasi Konferensi Islam (OKI)


Juli 15, 2008 pada 7:09 am (Uncategorized)

I. Latar Belakang Didirikannya OKI

Organisasi Konferensi Islam


(OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang
didirikan di Rabat,Maroko pada tanggal 25 September
1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsha
yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21
Agustus 1969 telah menimbulkan reaksi keras dunia,
terutama dari kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan
adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir dan
menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan
sikap dalam rangka mengusahakan pembebasan Al Quds.

35
Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan
II dari Maroko, dengan Panitia Persiapan yang terdiri dari
Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan
Maroko, terselenggara Konperensi Tingkat Tinggi (KTT)
Islam yang pertama pada tanggal 22-25 September 1969 di
Rabat, Maroko. Konferensi ini merupakan titik awal bagi
pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Secara umum latar belakang terbentuknya OKI sebagai


berikut :

1) Tahun 1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)


Arab di Mogadishu timbul suatu ide untuk
menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah
internasional.

2) Tahun 1965 : Diselenggarakan Sidang Liga Arab


sedunia di Jeddah Saudi Arabia yang mencetuskan ide
untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan
yang menonjol dan untuk menggalang solidaritas
Islamiyah dalam usaha melindungi umat Islam dari
zionisme khususnya.

36
3) Tahun 1967 : Pecah Perang Timur Tengah melawan
Israel. Oleh karenanya solidaritas Islam di negara-
negara Timur Tengah meningkat.

4) Tahun 1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia


mengadakan kunjungan ke beberapa negara Islam
dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk
suatu Organisasi Islam Internasional.

5) Tahun 1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak


Mesjid Al Agsha. Peristiwa tersebut menyebabkan
memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis
Israel.

Seperti telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25 September


1969 diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk
membicarakan pembebasan kota Jerusalem dan Mesjid Al
Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah OKI
berdiri.

II. Tujuan Didirikannya OKI

37
Secara umum tujuan didirikannya organisasi
tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama sumber daya
dunia Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka
dan mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut
untuk berbicara dalam satu bahasa yang sama guna
memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim.
Secara khusus, OKI bertujuan pula untuk memperkokoh
solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat
kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
dan iptek.

Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI


bulan February 1972, telah diadopsi piagam organisasi
yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :

A. Memperkuat/memperkokoh :

1) Solidaritas diantara negara anggota;

2) Kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial,


budaya dan iptek.

38
3) Perjuangan umat muslim untuk melindungi
kehormatan kemerdekaan dan hak- haknya.

B. Aksi bersama untuk :

1) Melindungi tempat-tempat suci umat Islam;

2) Memberi semangat dan dukungan kepada rakyat


Palestina dalam memperjuangkan haknya dan
kebebasan mendiami daerahnya.

C. Bekerjasama untuk :

1) menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk


penjajahan;

2) menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling


pengertian diantara negara anggota dan negara-negara
lain.

III. Prinsip OKI

39
Untuk mencapai tujuan diatas, negara-negara
anggota menetapkan 5 prinsip, yaitu:

1) Persamaan mutlak antara negara-negara anggota

2) Menghormati hak menentukan nasib sendiri, tidak


campur tangan atas urusan dalam negeri negara lain.

3) Menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan integritas


wilayah setiap negara.

4) Penyelesaian setiap sengketa yang mungkin timbul


melalui cara-cara damai seperti perundingan, mediasi,
rekonsiliasi atau arbitrasi.

5) Abstein dari ancaman atau penggunaan kekerasan


terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional atau
kemerdekaan politik sesuatu negara.

IV. Kiprah OKI dalam Dunia Internasional

Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi yang


juga menjabat sebagai Ketua Organisasi Konferensi Islam

40
berpendapat, kekuatan ekonomi negara-negara anggota
OKI, menjadi salah faktor utama yang akan menentukan
posisi OKI di dunia internasional. Kekuatan ekonomi
negara-negara anggotanya yang akan menambah kekuatan
OKI dan membuat suara OKI lebih berpengaruh dalam
pergaulan dunia internasional Berbagai permasalahn terus

Ada satu hal yang menjadi perhatian serius para pakar.


Yaitu reformasi OKI. Di hadapan problema umat yang
sedemikian kompleks ini, OKI sebagai organisasi
keislaman terbesar sedunia harus mereformasi diri hingga
problem-problem itu mendapatkan penyelesaian yang
kontekstual.

Reformasi OKI tersebut setidaknya menyangkut dua hal


mendasar, yaitu visi dan keanggotaan. Dari segi visi, OKI
sebenarnya “berwajah” Islam politik. Sebab, OKI (secara
historis) lahir (25/1969 di Rabat, Maroko) untuk merespons
peristiwa politik, yakni pembakaran Masjid Al-Aqsha
(21/8/1969) oleh ekstremis Yahudi.

41
Karena itu, bisa dipahami bahwa permasalahan Palestina
selalu menjadi agenda utama pada setiap pelaksanaan
konferensi OKI. Baik yang berbentuk konferensi tingkat
tinggi (KTT), konferensi tingkat Menlu (KTM), maupun
konferensi luar biasa.

Pada titik itu, di satu sisi, OKI tidak berbeda dari lembaga-
lembaga politik berkelas dunia seperti Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) atau Liga Arab. Perbedaannya, OKI
membatasi diri untuk negara-negara berpenduduk Islam. Di
sisi lain, OKI telah menjadikan Islam sebagai kekuatan
seperti gerakan Islamis lainnya selama ini.

Perbedaannya, OKI menjadikan Islam sebagai kekuatan


untuk membentengi dan membela umat Islam di mana pun.
Sementara itu, gerakan Islamis bertujuan menerapkan
syariat Islam atau negara Islam. kesalahan paling fatal yang
pernah dilakukan manusia adalah pemaknaan agama
dengan kekuatan. Dan, diakui atau tidak, pemaknaan agama
sebagai kekuatan terjadi hampir merata di semua agama.
Sehingga, suatu agama menjadi ancaman bagi agama yang

42
lain. Relasi antarumat beragama pun terjebak dalam
kecurigaan, ketegangan, bahkan kekerasan.

Pada perkembangan berikutnya, pemaknaan tersebut


melahirkan terma politik yang “diagamakan”. Misalnya,
istilah mayoritas dan minoritas, kemudian disebut “agama
mayoritas” dan “agama minoritas’. Karena pemaknaan
tersebut, Yahudi menjadi Zionis, Kristen menjadi asosial,
dan Islam menjadi tak terpisahkan dari kekerasan.

Keanggotaan OKI juga menjadi permasalahan tersendiri.


Sebagaimana dimaklumi, OKI menetapkan negara-negara
berpenduduk muslim sebagai syarat utama menjadi anggota
tetapnya. Bukan aliran atau sekte. Hingga saat ini, sudah 59
negara berpenduduk muslim yang bergabung dengan OKI.

OKI pun menjadi elitis dan eksklusif. Menjadi elitis karena


OKI hanya melibatkan pihak-pihak pengambil kebijakan
seperti kepala negara dan menteri. Hal tersebut terlihat jelas
dalam setiap konferensi OKI, baik yang bersifat reguler
(tiga tahun sekali) maupun darurat. Kalaupun melibatkan
pihak lain seperti Sekjen PBB, kalangan intelektual, dan

43
lainnya, itu tak lebih sekadar “tamu kehormatan”. Mereka
tidak mempunyai hak untuk masuk lebih jauh ke dalam
pembahasan konferensi dalam bentuk kebijakan.

Bahkan, OKI juga menjadi eksklusif. Tak hanya bagi


“sosok lain” yang tidak “islami”, melainkan juga terhadap
umat Islam. Tokoh-tokoh muslim pada tingkat lokal (darah)
-apalagi umat Islam- tidak bisa ambil bagian dalam
perumusan masalah serta pengambilan kebijakan. Padahal,
bila mau jujur, para intelektual muslim secara umum dan
yang di daerah secara khusus, maaf, jauh lebih penting
daripada para pengambil kebijakan itu. Alasannya
sederhana. Secara akademis, mereka cukup merasakan
“asam garam” kehidupan umat Islam dalam menghadapi
berbagai problema. Di sisi lain, mereka lebih dekat dengan
masyarakat. Karena itu, mereka cukup memahami problem
keumatan yang selama ini bergulir di masyarakat.

Dalam kondisi seperti itu, OKI tak hanya gagal


menyatukan umat Islam, tapi telah menjadi “serpihan”,
bahkan penyebab perpecahan tersebut. OKI gagal menjadi

44
“payung besar” yang bisa menaungi umat Islam di ragam
sekte, aliran, negara, suku, dan budayanya. Sebaliknya,
OKI justru memperbanyak angka sekte dalam Islam.

V. Langkah-langkah OKI ke Depan

Ada tiga hal yang mendesak untuk dilakukan ke depan.


Pertama, reformasi sistem keanggotaan OKI. Dari sekadar
melibatkan negara dan para pengambil kebijakan menuju
tokoh-tokoh lokal yang tersebar di ragam aliran yang ada.
Dengan kata lain, OKI semestinya mengembangkan
“kepak” sayap hingga mencakup sekte-sekte Islam, selain
negara-negara Islam. Ibarat payung besar, OKI harus bisa
menaungi umat Islam di semua aliran dan negaranya.

Diakui atau tidak, ketegangan, kecurigaan, bahkan


kekerasan antarsekte Islam sudah merupakan fakta historis
yang cukup ironis. Ketegangan antara kelompok Syiah dan
Sunni di Iraq, Ikhwan Muslimin dan kalangan Islam
moderat di Mesir, serta Islam mayoritas dan Ahmadiyah di
tanah air merupakan permasalahan serius yang tak
gampang diselesaikan.

45
Kedua, inklusivitas OKI, terutama di ranah teologis.
Diakui atau tidak, OKI selama ini hanya mencerminkan
dua aliran besar dalam Islam. Yakni, Syiah dan
Ahlussunnah. Aliran lain seperti Ahmadiyah tidak
mempunyai ruang dalam diri OKI. Padahal, baik secara
kualitas maupun kuantitas, Ahmadiyah tak kalah besar dari
dua aliran Syiah dan Ahlussunnah.

Ketiga, konsensus (ijma’) keumatan. Selama ini,


umat Islam -kalangan agamawan khususnya- sering
“berpapasan” dengan ijma’ tersebut. Sebab, ijma’
menempati posisi yang sangat strategis dalam hukum
Islam. Yaitu, dasar kedua setelah Alquran dan sunah.
Namun, harus jujur diakui, ijma’ pada masa sekarang ibarat
“makhluk langka”.

Ijma’ tidak tampak dalam kehidupan sehari-hari


masyarakat, kecuali dalam bentuk cerita masa lalu. Dalam
kitab-kitab klasik, misalnya, ditengarai bahwa ulama ini,
sahabat ini, pernah mencapai ijma’ seperti ini

46
*Ditulis Oleh: Misbahus Surur (Mahasiswa STAI Ma’had
Aly Al-Hikam Malang).

Reff laen #2

47

You might also like