You are on page 1of 18

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR …… TAHUN ……
TENTANG
RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang :
a. bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya;
b. bahwa Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat harus tetap mampu meningkatkan
dan memberdayakan Rumah Sakit dalam pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya;
c. bahwa tantangan yang dihadapi Rumah Sakit harus mampu mendorong
peningkatan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya;
d. bahwa pengembangan Rumah Sakit yang cenderung ke arah mencari
keuntungan telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat, rendahnya
mutu pelayanan, dan munculnya berbagai kasus gugatan karena
adanya dugaan kelalaian dan kesalahan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di Rumah Sakit;
e. bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit
serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan, perlu mengatur Rumah Sakit dengan Undang-Undang;
f. bahwa pengaturan mengenai Rumah Sakit belum cukup memadai untuk
dijadikan landasan hukum dalam penyelenggaraan Rumah Sakit sebagai
sarana pelayanan kesehatan masyarakat;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai dengan huruf f serta untuk memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat dan Rumah Sakit, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Rumah Sakit;

Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SAKIT


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
2. Upaya Kesehatan Perorangan adalah setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat serta swasta, untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.
3. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
4. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter dan dokter
gigi.
5. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada
nilai kemanusiaan, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi
sosial.

Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien, masyarakat, dan sumber
daya manusia di Rumah Sakit;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan;
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Rumah Sakit.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 4
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna.
Pasal 5
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Rumah
Sakit mempunyai fungsi :
a. menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan;
b. memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan paripurna tingkat sekunder dan tersier;
c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan; dan
d. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan;

BAB IV
TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 6
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai pada kewenangan masing-
masing bertanggung jawab :
a. menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
b. menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir
miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit;
d. memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan
bertanggung jawab;
e. memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit
dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;
g. menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat;
h. menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di Rumah
Sakit akibat bencana dan kejadian luar biasa (KLB); dan
i. menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
PERSYARATAN

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
peralatan, ketenagaan, dan kefarmasian.
(2) Rumah Sakit didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau
Swasta.
(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk Unit Pelaksana Teknis
dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan atau instansi tertentu
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Swasta yang mendirikan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus berbentuk badan hukum dan kegiatan usahanya hanya
bergerak di bidang perumahsakitan.

Bagian Kedua
Lokasi
Pasal 8
(1) Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus
memenuhi ketentuan mengenai kesehatan lingkungan, tata ruang, dan
sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan
Rumah Sakit.
(2) Ketentuan menenai kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan/atau dengan Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan peruntukkan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RT/RW) Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL)
(4) Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada studi kelayakan
dengan menggunakan prinsip pemerataan pelayanan, efisiensi dan
efektivitas, serta demografi.

Bagian Ketiga
Bangunan
Pasal 9
Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus
memenuhi :
a. persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada
umumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
bangunan gedung; dan
b. persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit sesuai fungsi Rumah Sakit,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan, serta
perlindungan dan keselamatan.
Pasal 10
(1) Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan, pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
(2) Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya terdiri atas ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang gawat
darurat, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang
laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan
latihan, ruang kantor dan administrasi, ruang dapur, ruang
mekanik, laundry, kamar jenazah, taman, dan pelataran parkir yang
mencukupi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Prasarana
Pasal 11
(1) Prasarana Rumah Sakit antara lain meliputi:
a. instalasi air;
b. instalasi mekanikal dan elektrikal;
c. instalasi gas;
d. instalasi uap;
e. instalasi pengelolaan limbah;
f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g. instalasi tata udara; dan
h. komunikasi
(2) Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi standar
pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit.
(3) Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dalam keadaan
terpelihara dan berfungsi dengan baik.
(4) Pengoperasian dan pemeliharaan perasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh petugas yang mempunyai
kompetensi di bidangnya.
(5) Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib didokumentasi dan dievaluasi secara
berkala serta berkesinambungan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur
dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Ketenagaan
Pasal 12
(1) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga
medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
lainnya, dan tenaga non kesehatan.
(2) Jumlah dan jenis tenaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
(3) Rumah Sakit harus memiliki data ketenaga-an yang melakukan praktik
atau pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah Sakit.
(4) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan
sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Pasal 13
(1) Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit harus
memiliki Surat Izin Praktik (SIP) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Setiap tenga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit harus
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja
sesuai standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak-hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
(4) Ketentuan mengenai ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang kesehatan.

Pasal 14
(1) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai
kebutuhan pelayanan.
(2) Tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal
dari negara yang mengizinkan tenaga kesehatan Indonesia bekerja di
negara tersebut.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Keenam
Kefarmasian
Pasal 15
(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus
menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, dan
aman.
(2) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar
pelayanan kefarmasian.
(3) Pengelolaan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
instalasi farmasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketujuh
Peralatan
Pasal 16
(1) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
meliputi peralatan medis dan non medis harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan, kemanfaatan,
dan laik pakai.
(2) Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
pengujian dan kalibrasi oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan.
(3) Penggunaan peralatan medis dan non medis di Rumah Sakit harus sesuai
dengan indikasi medis pasien.
(4) Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
(5) Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara
berkesinambungan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan
medis, standar yang berkaitan dengan keamanan, mutu dan manfaat
diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VI
JENIS DAN KLASIFIKASI
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 17
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan
fungsi penyelenggaraan.

Pasal 18
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
(2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.

Pasal 19
Berdasarkan kepemilikannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit
publik dan Rumah Sakit swasta.

Pasal 20
(1) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
merupakan Rumah Sakit yang diselenggarakan Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(2) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berstatus
Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Lembaga Teknis Daerah (LTD).
(3) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
dialihkan menjadi Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah.
Pasal 21
Rumah Sakit swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat
berbentuk :
a. Rumah Sakit komunitas yang didirikan oleh yayasan dan perkumpulan
serta bersifat nirlaba; dan
b. Rumah Sakit swasta yang didirikan oleh Perseroan Terbatas

Pasal 22
(1) Rumah Sakit berdasarkan fungsi penyelenggaraan dibagi menjadi Rumah
Sakit pendidikan dan Rumah Sakit non pendidikan.
(2) Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Rumah Sakit umum atau Rumah Sakit khusus yang menyelenggarakan
dan/atau digunakan untuk pelayanan, pendidikan, dan penelitian secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran dan pendidikan
kedokteran berkelanjutan.

Pasal 23
(1) Standar dan kriteria Rumah Sakit pendidikan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
(2) Penetapan Rumah Sakit pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah
memenuhi standar dan kriteria.

Bagian Kedua
Klasifikasi
Pasal 24

(1) Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
(2) Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas :
a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum kelas B Pendidikan;
c. Rumah Sakit umum kelas B Non Pendidikan;
d. Rumah Sakit umum kelas C; dan
e. Rumah Sakit umum kelas D.
(3) Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A;
b. Rumah Sakit khusus kelas B; dan
c. Rumah Sakit khusus kelas C.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VII
PERIZINAN
Pasal 25
(1) Setiap penyelenggaraan Rumah Sakit wajib memiliki izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari izin mendirikan dan izin
operasional.
(3) Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk
jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.
(4) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali
selama memenuhi persyaratan.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 26
(1) Izin Rumah Sakit kelas A, Rumah Sakit kelas B pendidikan, dan Rumah
Sakit Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri
diberikan oleh Menteri.
(2) Pemerintah daerah provinsi memberikan rekomendasi dalam
pemberian izin Rumah Sakit kelas A, Rumah Sakit kelas B pendidikan,
dan Rumah Sakit Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam
Negeri.
(3) Izin Rumah Sakit kelas B non pendidikan, Rumah Sakit Khusus, dan
Rumah Sakit swasta yang setara dengan kelas B diberikan oleh
pemerintah daerah provinsi.
(4) Pemerintah daerah kabupaten/kota memberikan rekomendasi dalam
pemberian izin Rumah Sakit kelas A, Rumah Sakit kelas B pendidikan,
Rumah Sakit kelas B non pendidikan, Rumah Sakit Khusus, dan Rumah
Sakit swasta yang setara dengan kelas B.
(5) Izin Rumah Sakit kelas C, Rumah Sakit kelas D, dan Rumah Sakit
swasta yang setara dengan kelas C atau kelas D diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan Rumah Sakit
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK

Bagian Kesatu
Kewajiban
Pasal 27
Setiap Rumah Sakit wajib menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan
tata kelola klinis yang baik.

Pasal 28
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:
a. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingah pasien sesuai dengan standar pelayanan
Rumah Sakit;
b. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
c. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, pelayanan korban bencana, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan.
d. menyelenggarakan rekam medis;
e. melaksanakan sistem rujukan;
f. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar
profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
g. menghormati hak-hak pasien dan melaksanakan etika Rumah Sakit;
h. memberikan informasi tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
i. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana;
j. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional;
k. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran
atau kedokteran gigi;
l. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital bylaws); dan
m. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas
Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 29
(1) Setiap Rumah Sakit wajib menyediakan sarana dan pelayanan bagi
masyarakat tidak mampu atau miskin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan sarana dan pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 30
(1) Setiap Rumah Sakit wajib mematuhi pola tarif nasional sesuai ketentuan
yang berlaku.
(2) Pola tarif nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan komponen biaya satuan pembiayaan.
(3) Penetapan besaran tarif Rumah Sakit harus berdasarkan pola tarif
dengan memperhatikan prinsip sosio ekonomi dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan dan pengembangan Rumah Sakit.
(4) Besaran tarif perawatan kelas III (tiga) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(5) Ketentuan mengenai pola tarif Rumah Sakit ditetapkan oleh Menteri
setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

Pasal 31
(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus
mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
(2) Ketentuan tentang persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 32
(1) Setiap Rumah Sakit wajib menyimpan rahasia kedokteran

(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka
untuk kepentingan kesehatan pasien, keputusan pengadilan, persetujuan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 33
(1) Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit harus dilakukan audit
(2) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengukuran
kinerja dan audit medis.
(3) Pengukuran kinerja dan audit medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan secara internal dan/atau eksternal.
(4) Pengukuran kinerja eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan oleh tenaga pengawas.

Bagian Kedua
Hak Rumah Sakit
Pasal 34
Setiap Rumah Sakit mempunyai hak :
a. menentukan jumlah, jenis, dan kulifikasi sumber daya manusia;
b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,
insentif, dan penghargaan;
c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan;
d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai ketentuan yang
berlaku;
e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan; dan
g. mengiklankan pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit.

Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai iklan pelayanan kesehatan sebagaimana
dmaksud dalam Pasal 34 huruf g diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pasien
Pasal 36
Setiap pasien mempunyai kewajiban :
a. mematuhi ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit;
b. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima di Rumah
Sakit;
c. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya kepada tenaga kesehatan di Rumah Sakit;
d. mematuhi nasihat dan petunjuk tenaga kesehatan di Rumah Sakit;
dan
e. Mematuhi kesepakatan dengan Rumah Sakit.

Bagian Keempat
Hak Pasien
Pasal 37
Setiap pasien mempunyai hak :
a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di Rumah Sakit;
b. memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
c. memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai standar profesi
medis;
d. memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
keperawatan;
e. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
f. meminta konsultasi kepada dokter lain (second opinion) yang mempunyai
Surat Ijin Praktik (SIP) tentang penyakit yang dideritanya;
g. atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-
data medisnya.
h. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tatacara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
i. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh tenaga medis sehubungan dengan
penyakit yang dideritanya setelah terlebih dahulu memperoleh informasi
tentang segala akibat atau resiko yang timbul akibat penolakan tersebut;
j. didampingi keluarganyadalam keadaan kritis;
k. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
l. keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit;
m. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya; dan/atau
n. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya.

BAB IX
PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu
Pengorganisasian
Pasal 38
(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel.
(2) Organisasi Rumah Sakit sekurang-kurangnya terdiri atas kepala Rumah
Sakit atau direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, komite medis, serta administrasi umum dan keuangan.
(3) Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah
Sakit.

Pasal 39
(1) Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
(2) Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus
berkewarganegaraan Indonesia.

Pasal 40
(1) Pedoman organisasi Rumah Sakit milik Pemerintah ditetapkan oleh
Menteri dengan persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab
dibidang pembinaan aparatur negara.
(2) Pedoman organisasi Rumah Sakit milik TNI/Polri ditetapkan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertahanan dan keamanan dengan
mendapat persetujuan Menteri.
(3) Pedoman organisasi Rumah Sakit swasta disesuaikan dengan
kebutuhan dan pelayanan yang diberikan Rumah Sakit.

Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 41
(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Akreditasi Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga independen
berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan akreditasi
Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 42
(1) Dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya Rumah Sakit wajib
melaksanakan audit medis internal maupun eksternal secara berkala.
(2) Pelaksanaan audit medis berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan
oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Bentuk
Pasal 43
(1) Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit
bergerak, dan Rumah Sakit lapangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
Rumah Sakit bergerak dan Rumah Sakit lapangan diatur dengan
Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Jejaring
Pasal 44
1) Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam
rangka peningkatan pelayanan kesehatan.
(2) Jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah informasi,
sarana prasarana, pelayanan, rujukan, pengadaan alat, pengadaan, dan
pendidikan tenaga.
Bagian Kelima
Keselamatan Pasien
Pasal 45
(1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
(2) Rumah Sakit dalam melaksanakan standar keselamatan pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
(3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada komite yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat digunakan untuk menuntut Rumah Sakit dan tenaga
yang bekerja di Rumah Sakit.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien
sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.

Bagian Keenam
Perlindungan Hukum Rumah Sakit
Pasal 46
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik
yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan
menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan
hak rahasia kedokterannya kepada umum.
(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud ayat (2)
memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan
rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.

Pasal 47
(1) Rumah Sakit tidak dapat dituntut apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien.
(2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.

Bagian Ketujuh
Tanggung jawab Hukum
Pasal 48
(1) Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di Rumah Sakit.
(2) Dalam keadaan bencana Rumah Sakit berperan aktif dalam
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan dan
kewenangan yang dimiliki.
(3) Rumah Sakit bertanggung jawab menyelenggarakan program
pemerintah dalam bidang kesehatan.

BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 49
(1) Pembiayaan Rumah Sakit dapat bersumber dari penerimaan Rumah
Sakit, anggaran pemerintah, subsidi pemerintah, atau sumber lain yang
tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan kepada
Rumah Sakit yang melaksanakan program pemerintah.

Pasal 50
(1) Rumah Sakit Publik dapat melaksanakan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (PPK BLU) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pendapatan dari Rumah Sakit Publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat digunakan seluruhnya secara langsung untuk biaya
operasional Rumah Sakit.

BAB XI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 51
(1) Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang
semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS).
(2) Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit
tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita
ketergantungan narkotika dan/atau psikotropika dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52
(1) Rumah Sakit wajib menyelenggarakan penyimpanan terhadap pencatatan
dan pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan
pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 53
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi
profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan
lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
untuk :
a. pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh
masyarakat.;
b. peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
c. pengembangan jangkauan pelayanan; dan
d. peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit;
(3) Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan
administratif berupa teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin
terhadap Rumah Sakit yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tindakan administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 54
(1) Dalam rangka pengawasan penyelenggaraan Rumah Sakit, Menteri mengangkat
tenaga pengawas.
(2) Tenaga pengawas dalam melakukan pengawasan harus dilengkapi
dengan tanda pengenal dan surat perintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tenaga pengawas
diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 55
Setiap orang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak
memenuhi ketentuan persyaratan dan perizinan sebagaimana dimaksud
Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah).

Pasal 56
Setiap orang yang dengan sengaja
a. menolak pasien dalam keadaan gawat darurat sehingga menyebabkan
kematian pasien atau cacat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1)
huruf b; atau
b. tidak menjalankan sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana yang menyebabkan kematian pasien atau cacat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf i; dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
(1) Dengan disahkannya Undang-Undang ini, semua Rumah Sakit paling
lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun harus menyesuaikan dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah ada tetap berlaku sampai
habis masa berlakunya.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 58
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-
undangan yang mengatur Rumah Sakit tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal ............

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

You might also like