Professional Documents
Culture Documents
[sunting]
Penjelasan biologis dan sosial
Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara lain, oleh ruangan dalam
rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar.
Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat pula terjadi karena kondisi
psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat. Beberapa budaya juga
mentoleransi hubungan sumbang untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti
politik atau kemurnian ras.
Akibat hal-hal tadi, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada hampir semua
masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan sumbang. Di
dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur
hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang
tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang
tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat),
saudara dari orang tua, kemenakan, serta cucu.
[sunting]
Contoh-contoh hubungan sumbang dalam kebudayaan
Pengantar Opini
Sebagai isu kekerasan seksual, kasus incest sebenarnya bukanlah kasus baru. Fakta
tentang incest sering kali tidak muncul karena dianggap aib keluarga. Padahal
menyimpan dan menyembunyikan fakta incest bak menyimpan api dalam sekam.
Tetapi masalahnya, pendampingan kasus incest bukanlah hal yang mudah. Butuh
keberanian dari berbagai pihak, terutama keluarga, untuk bisa melihat ini secara
proporsional dan berpihak kepada korban.
Dua tokoh yang kami wawancarai berikut mungkin bukan nama asing di lingkungan
pemerhati kesehatan perempuan dan Islam. Pertama kita akan berbicang lebih detil
dengan Ibu Dr. Ramonasari, Kepala divisi Kesehatan Reproduksi Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jakarta. Dan tokoh yang lainnya adalah KH.
Husein Muhammad. Keduanya mencoba berbagi mengenai masalah incest dari dua
kacamata yang berbeda; perspektif medis dan perspektif agama. Pada akhirnya,
semuanya berpulang kepada kearifan pembaca untuk menilai dan merenungi semua
informasi yang kami angkat dalam rubrik “opini”. Selamat membaca!
SR : Dari segi medis, apakah anak hasil hubungan incest akan menderita kelainan?
R : Tidak setiap pernikahan incest akan melahirkan keturunan yang memiliki
kelainan atau gangguan kesehatan. Jadi detilnya seperti ini, bisa saja gen-gen yang
diturunkan baik dan melahirkan anak yang normal. Walaupun begitu, kelemahan
genetik lebih berpeluang muncul dan riwayat genetik yang buruk akan bertambah
dominan serta banyak muncul ketika lahir dari orang tua yang memiliki kedekatan
keturunan. Pada kasus incest, penyakit resesif yang muncul dominan. Namun
gangguan emosional juga bisa timbul bila perlakuan buruk terjadi saat pertumbuhan
dan perkembangan janin pra dan pascakelahiran.
Apabila terjadi kelahiran, anak perempuan lebih rentan dan berpeluang besar
terhadap penyakit genetik yang diturunkan orangtuanya. Incest memiliki alasan
lebih besar yang patut dipertimbangkan dari kesehatan medis. Banyak penyakit
genetik yang berpeluang muncul lebih besar. Sebut saja pada genetik, kromosom
yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (skizoprenia), Leukodystrophie atau
kelainan pada bagian saraf yang disebut milin, ada bagian dari jaringan penunjang
pada otak yang mengalami gangguan yang menyebabkan proses pembentukan
enzim terganggu. Selain itu albino (kelainan pada pigmen kulit) dan keterlambatan
mental (idiot) serta perkembangan otak yang lemah. Banyak penyakit keturunan
yang akan semakin kuat dilahirkan pada pasangan yang memiliki riwayat genetik
buruk dan terjadi incest. Namun, yang harus diwaspadai juga kecacatan kelahiran
bisa muncul akibat ketegangan saat ibu mengandung dan adanya rasa penolakan
secara emosional dari ibu.
SR : adakah kasus perkosaan incest yang terjadi selain dari ayah ke anak
perempuan?
R : Yang banyak terekspos adalah perkosaan dari ayah kepada anak perempuan.
Tetapi ada juga kasus perkosaan incest yang dilakukan anak laki-laki kepada
Ibunya. Saya tidak tahu apakah karena si ibu masih bisa menahan diri untuk tidak
mengungkap ini atau apa. Tetapi bila hal ini sampai terjadi, mungkin saja
didasarkan karena kelainan si anak yang terlalu mencintai ibunya yang dalam ilmu
psikologi disebut dengan istilah Oedipus compleks, yaitu anak yang sangat memuja
ibunya sehingga anak menganggap ibu sebagai perempuan yang lain yang bukan
sebagai ibunya. Memang kasus perkosaan incest tidak banyak data laporannya. Saya
tidak mengatakan tidak ada, tetapi mungkin laporannya lebih sedikit dari fakta yang
sesungguhnya terjadi.
SR : Dalam konteks ini apakah pendidikan sex cukup disampaikan dengan cara
informal atau harus cara formal?
R : Sebetulnya formal lebih bagus. Hanya kurikulumnya sudah sanggup belum?
Karena pendidikan seks itu sendiri terbagi menjadi beberapa tahap, ada pendidikan
seks untuk anak, untuk remaja dan untuk dewasa. Sampai sekarang penyedianya
juga belum mampu, bacaannya juga belum terlalu banyak, cari modelnya juga
belum fariatif, dan model kurikulumnya belum ada. Nah, alternatif lain bila secara
formal belum dikasih maka sebaiknya kita menginformasikan itu secara informal.
Hanya masalahnya masyarakat kita sudah terlalu alergi dengan kata pendidikan
seks. Dan yang alergi itu justru dari masyarakat tua, jadi lebih banyak penolakannya
dulu dibanding penerimaan. Dan ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Karena
jangankan kasus perkosaan incest, perkosaan biasa saja saya yakin kasusnya lebih
tinggi daripada fakta yang ada
SR : Kembali ke pernyataan ibu tadi yang mengatakan bahwa kasus incest sering
terjadi di kalangan masyarakat yang miskin, tetapi bila merujuk dari fakta yang
terdapat di Kalyanamitra (sebuah LSM perempuan), ada juga pelaku incest yang
jelas-jelas berasal dari kalangan menengah atas dan mereka sangat mengerti agama
seperti Kyai atau pastur. Bagaimana pendapat ibu tentang ini?
R : Yang namanya kyai, pastur, pejabat atau orang kaya sekalipun mereka tetap
manusia. Masalahnya masyarakat kita masih sering mengkultuskan orang-orang
tersebut di atas. Kyai atau pastur dianggap tidak mungkin melakukan hal-hal seperti
incest dll. Dan ini adalah sebuah kelakuan bodoh yang masih tetap dipelihara
masyarakat. Dan ini justru sesungguhnya memberikan peluang bagi terjadinya
penyelewengan – penyelewengan. Orang kalau selalu dikultuskan semakin lama
akan semakin gila, gila dalam arti nalarnya tidak jalan lagi. Nah, kalau nalarnya
tidak jalan apapun dilakukan. ] (dd)
http://idjatnika.multiply.com/journal/item/10
Sebagai isu kekerasan seksual, incest bukanlah kasus baru. Fakta tentang terjadinya
incest seringkali tidak muncul ke permukaan karena dianggap sebagai aib keluarga.
Dari hasil telaah literatur ditemukan bermacam-macam pengertian dari istilah
incest. Dari hasil wawancara redaksi Swara Rahima dengan Dr. Ramonasari
dijelaskan bahwa incest adalah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi
antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah dimana ikatan pertalian
darah diantara mereka cukup dekat misalnya antara kakak dengan adik, bapak
dengan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki atau paman dengan keponakan.
Dalam hal ini hubungan seksual yang terjadi ada yang bersifat sukarela dan ada
yang bersifat paksaan. Yang bersifat paksaan itulah yang dinamakan perkosaan.
Kasus incest yang banyak diketahui masyarakat adalah perkosaan incest, karena
kasus inilah yang lebih banyak dilaporkan oleh korban atau keluarganya.
Menurut Hayati (2004) incest adalah perkosaan yang dilakukan oleh anggota
keluarga atau orang yang telah dianggap sebagai anggota keluarganya. Kekerasan
seksual dalam kategori ini adalah yang terberat mengingat bahwa si pelaku adalah
orang dekat atau keluarga sendiri sehingga incest biasanya terjadi berulang, dan
diantara si korban dan si pelaku besar kemungkinan untuk saling bertemu. Keadaan
ini tentu saja sangat berat bagi korban, karena pertemuan dengan si pelaku akan
memacu ingatan korban akan kejadian perkosaan yang dialaminya.
Dalam tulisan lainnya dijelaskan pengertian incest adalah ketika orang tua,
keluarga, kakak atau seseorang dalam keluarga yang memiliki kekuasaan
melakukan hubungan seksual dengan orang dari keluarga yang sama. Incest yang
sering terjadi adalah antara ayah dengan anak perempuannya. Menurut Masland dan
Estridge incest adalah jenis perlakuan atau penyiksaan secara seksual yang
melibatkan dua anggota keluarga dalam satu keluarga, ayah dengan anak
perempuan, ibu dengan anak laki-laki, saudara laki-laki dengan saudara perempuan
dan kakek dengan cucu perempuan. incest biasanya dapat terjadi karena rumah
mereka sangat sempit, akses untuk main keluar tidak ada atau sangat terbatas. Kalau
keluar misalnya untuk main atau bergaul dengan teman-teman, harus mengeluarkan
uang. Kondisi di rumah, satu kamar beramai-ramai. Maka lama-kelamaan orang
yang berada di sana akan terangsang nafsu biologisnya
Menurut pengakuan pelaku incest yang dipublikasi di media massa, hubungan incest
mereka lakukan dengan alasan kesepian ditinggal istri, kurang puas dengan
pelayanan istri, karena kebiasaan anak perempuan tidur dengan bapaknya dan
menurut petugas yang memeriksa pelaku incest, kejadian ini juga dapat terjadi
karena adanya dugaan pelaku mengidap kelainan seks dan masalah gangguan
kejiwaan.
Dampak yang ditimbulkan dari peristiwa incest dapat dilihat dari berbagai segi,
yaitu :
Perbuatan cabul atau perbuatan tidak senonoh akan berdampak hukuman bagi
pelaku. Di dalam KUHP hukuman untuk pelaku perbuatan tersebut diatur dalam
pasal 289-296, sementara dalam RUU KUHP dirubah pasalnya menjadi pasal 425-
429.
Dari berbagai peristiwa hubungan incest yang banyak dilaporkan media akhir-akhir
ini menunjukkan betapa menderitanya perempuan korban incest. Ketergantungan
dan ketakutan akan ancaman membuat perempuan tidak bisa menolak diperkosa
oleh ayah, kakek, paman, saudara atau anaknya sendiri. Sangat sulit bagi mereka
untuk keluar dari kekerasan berlapis-lapis itu karena mereka sangat tergantung
hidupnya pada pelaku dan masih berfikir tidak mau membuka aib laki-laki yang
pada dasarnya disayanginya dan seharusnya menjadi pelindungnya. Akibatnya
mereka mengalami trauma seumur hidup dan gangguan kejiwaan.
Nurani kemanusian universal (secara umum) yang beradab sampai hari ini
mengutuk incest sebagai kriminalitas terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun
dilakukan secara suka sama suka (sukarela) dan tidak ada yang merasa menjadi
korban, incest telah mengorbankan perasaan moral publik.
Gangguan emosional yang dialami si ibu akibat kehamilan yang tidak diharapkan
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin pra dan pasca-
kelahiran.Selain itu banyak penyakit genetik yang peluang munculnya lebih besar
pada anak yang dilahirkan dari kasus incest seperti kelainan genetik yang
menyebabkan gangguan kesehatan jiwa (skizoprenia), keterlambatan mental (idiot)
dan perkembangan otak yang lemah.
Pada kesempatan pembukaan acara konsultasi anak dalam rangka menindak lanjuti
studi Sekretaris Jenderal tentang kekerasan terhadap anak di Departemen Sosial di
Jakarta tanggal 21 Mei 2005, menteri negara pemberdayaan perempuan menyatakan
pendapat anak perlu diadopsi dalam menetapkan kebijaksanaan penanggulangan
tindak kekerasan terhadap anak. Lebih lanjut Ibu Menteri mengatakan kekerasan
dapat menimpa semua anak kapan saja dan dimana saja termasuk di dalam rumah,
di tempat kerja, di jalanan, di institusi seperti panti asuhan, lembaga
pemasyarakatan dan sebagainya. Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh kasus-kasus
yang dimuat di media massa seperti incest dan penghukuman di sekolah. Kasus-
kasus tersebut merupakan fenomena gunung es dimana pada kenyataannya kejadian
tersebut lebih banyak terjadi. Masyarakat kita masih belum punya keberanian untuk
melaporkan kasus-kasus tersebut karena masih dianggap tabu dan isu domestik
dalam keluarga yang dianggap sangat privasi.
PKBI tidak terlalu banyak menerima laporan tentang kasus incest, mungkin ini ada
kaitannya dengan anggapan umum masyarakat yang masih memandang bahwa
mengadukan kasus ini sangat memalukan. Data secara angka PKBI tidak punya
tetapi bukan berarti kasus incest tidak ada di masyarakat.
Kasus perkosaan incest yang banyak terekspos adalah dari ayah kepada anak
perempuan, tetapi ada juga kasus perkosaan incest yang dilakukan anak laki-laki
terhadap ibunya. Memang kasus perkosaan incest tidak banyak data laporannya
tetapi mungkin saja laporannya lebih sedikit dari fakta yang sebenarnya terjadi. Hal
ini memang masih sangat tabu untuk dibicarakan di masyarakat. Kalaupun ada,
lebih banyak laporan tersebut berasal dari masyarakat bukan dari korban atau
pelakunya sendiri.
Hubungan ini terjadi karena ada unsur paksaan. Perasaan masyarakat terhadap
pelaku kesal, jijik, marah sedangkan terhadap korban sedih dan kasihan. Tindakan
yang dilakukan jika terjadi incest di lingkungan masyarakat adalah lapor kepada
Ketua RT/ RW/Kelurahan/Polisi, pelaku diarak keliling kampung, pendampingan
secara pribadi kepada korban untuk memberikan penguatan. Penanganan medis
diperlukan jika korban mengalami kekerasan/terluka serta perlu adanya upaya
pencegahan supaya incest tidak terjadi.
1). Kasus incest di Desa Nglandung, Kecamatan Geger, Madiun, Jawa Timur.
Selama 3 tahun anak kandungnya, Lel ( 14 tahun) diperistri oleh bapaknya sendiri.
Kejadian ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama karena korban takut
akan ancaman bapaknya dimana korban tahu benar akan kekasaran bapaknya,
sementara ibunya bekerja ke luar negeri. Kasus ini terungkap setelah korban
mengkambinghitamkan teman korban telah melakukan perbuatan cabul terhadap
anaknya. Namun dari hasil pemeriksaan pihak yang berwajib laporan itu terbukti
tidak benar, malahan pelaku yang dibekuk akibat pengakuan anaknya. Pelaku dijerat
dengan pasal 294 KUHP tentang pencabulan anak kandung di bawah umur.
Ancaman hukumannya maksimal 7 tahun penjara (Nova No 753/XV, 4 Agustus
2002).
Seorang kakek memperkosa cucunya, Bunga (13 tahun) sampai sang cucu
melahirkan seorang anak. Menurut pengakuan Bunga, kakek tersebut selalu
mengancamnya dengan pisau ketika akan memperkosanya dan dilakukan kalau
rumah sepi. Majelis hakim PN Sidoarjo memvonis pelaku dengan hukuman 8 tahun
penjara potong masa tahanan. Ia terbukti melanggar pasal 285 KUHP dan pasal 64
ayat 1 yakni memaksa perempuan dengan ancaman kekerasan atau memaksa
perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengannya. Kasus ini dilaporkan
ke pihak berwajib oleh Lembaga Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (LP3A)
dan sejak saat itu Bunga diasuh oleh LP3A (Nova No 809/XVI, 31 Agustus 2003).
Selama 3 tahun, Titi jadi pemuas nafsu ayahnya sendiri. Pelaku dilaporkan ke pihak
berwajib oleh korban dan ibunya yang telah bercerai dari pelaku (Nyata, IV Juni
2002).
Tidak puas dengan 2 istri, seorang bapak memperkosa anaknya sendiri, Melati (18
tahun). Pelaku mengancam korban dengan pisau agar mau mengikuti kemauannya.
Pelaku ditangkap di Solok tanggal 19 Agustus 2005. Pelaku diancam dengan pasal
285 yo 294 KUHP (Singgalang, 20 Agustus 2005).
Seorang anak memperkosa ibu kandungnya hingga 4 kali dengan ancaman belati.
Sang ibu melaporkan perbuatan anaknya kepada Ketua RT dan dengan diantar oleh
Ketua RT, korban melapor ke Polres Banten (Rakyat Merdeka, Selasa 2 Agustus
2005).
Dan banyak lagi kasus-kasus yang telah tejadi. Mudah-mudahan dengan pemaparan
masalah incest ini, mata-hati kita terbuka, bahwa ternyata kasus itu ada dan
bukanlah hal yang ringan.***
(Tulisan ini ada pada file di laptop saya. Apakah ini hasil tulisan saya atau bukan?
Saya sama sekali tidak ingat. Oleh karena itu mohon maaf bila ini bukan tulisan
saya, dan saya publikasikan di blog saya. Hal ini saya sajikan karena cukup baik
ntuk diketahui oleh kita semua. I Djatnika, e-mail: ikadjatn@plasa.com).